TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU PROTEIN SUSU
A. Pengertian Susu
Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang dihasilkan ternak perah menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau bahkan kerbau perah. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang yang berperan dalam dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor,
vitamin D, vitamin C dan besi. Selain zat-zat gizi
tersebut, susu juga masih mengandung zat-zat gizi penting lainnya lainnya yang dapat meningkatkan status gizi. gizi. Namun, susu sangat mudah rusak dan tidak tahan lama di simpan kecuali telah mengalami perlakuan khusus. Susu segar yang dibiarkan di kandang selama beberapa waktu, waktu, maka lemak
susu akan
menggumpal di permukaan berupa krim susu, kemudian bakteri perusak susu yang bertebaran di udara kandang, yang berasal dari sapi masuk ke dalam susu dan berkembang biak dengan cepat. Oleh bakteri, gula susu diubah menjadi asam yang mengakibatkan susu berubah rasa menjadi asam. Lama kelamaan susu yang demikian itu sudah rusak. Kombinasi oleh bakteri pada susu dapat berasal dari sapi, udara, lingkungan, manusia yang bertugas, atau peralatan yang digunakan (Sumoprastowo, 2000). Dalam berbagai spesies komposisi susu tergantung pada berbagai faktor antara lain; bangsa, masa laktasi, pakan, dan frekuensi pemerahan. Sehingga sangat sulit dalam menentukan komposisi susu normal (Darmajati, 2008). Menurut Girisonta, 1995. Air susu memiliki susunan zat sebagai berikut : air 87,7%, lemak : 3,45%, protein : 3,2% (terdiri dari casein : 2,7% dan albumin : 0,5%), laktosa : 4,6%, mineral : 0,85%, dan beberapa vitamin-vitamin
B. Protein Dalam Susu
Dalam susu, terdapat berbagai macam protein yaitu ; Alpha casein, laktalbumin dan laktoglobulin. 1. Kasein.
Kasein merupakan 80 % dari protein total dalam air susu. Selain mengandung asam-asam amino, kasein mengandung pula fosfor, dan terdapat dalam air susu sebagai garam-garam Ca yang dikenal sebagai Ca-kaseinat. Kasein terdiri atas alpha, beta, gamma dan kappa kasein. Bila pH air susu 4,6 - 4,7 maka kasein akan dipresipitasikan. Kasein dapat pula dipisahkan dari air susu dengan jalan menggunakan "high speed centrifuge". Dapat pula terjadi pengendapan karena air suau menjadi asam oleh sebab bakteri. Penambahan enzim proteolitik, terutama rennin akan menyebabkan terjadinya endapan pula. Endapan ini merupakan protein kompleks yang berbeda dengan pengendapan oleh asam yang menghasilkan protein yang tidak kompleks (tidak terikat). Dengan alkohol dan oleh pemanasan 250 oFahrenheit, akan menyebabkan kasein mengendap. Susu mengandung sejumlah protein yang jumlahnya berkisar antara 2,8-4,0% (Ecklesetal., 1957) dan menurut Soeparno
et
al.
(2001)
protein
dalam
susu
terdiri
atas
kasein
(80%),laktalbumin (18%) dan laktoglobulin (0,05 -0,07%). Kasein yang dikenal sebagai protein padat dalam susu berasal dari bahasa Latin caseus yang berarti keju. Kasein merupakan fosfoprotein paling dominan yang terdapat pada susu dan keju. Dalam susu, sekitar 80% dari proteinnya adalah kasein yang biasanya berupa garam dari kalsium.Kasein merupakan komplek senyawa protein dengan garam Ca, P dan sejumlah kecil Mg dan sitrat sebagai agregat makromoleku lyang disebut kalsium fosfo-kaseinat atau miselkasein (Eskin et al., 1990). Kasein tidak dapat dikoagulasi oleh panas. Kasein akan diendapkan oleh asam dan enzim rennet. Presipitasi kasein oleh rennin inimerupakandasar untuk pembentukan curd dalam keju (Bath et al., 1985). Enzim rennet adalah enzim proteolitik yang biasanya berasal dari perut sapi. Ketika dikoagulasi oleh rennet, kasein disebut parakasein. Istilah kaseinogen digunakan untuk protein yang tidak terkoagulasi, sedangkan kasein merupakan protein yang terkoagulasi.Kasein tidak mempunyai jembatan disulfida. Sebagian kecil
memiliki struktur sekunder dan sisanya merupakan struktur tersier. Karena strukturnya itu, kasein tidak terdenaturasi seperti protein lain pada umumnya. Kasein terdapat dalam susu sebagai suatu suspensi koloidal partikel partikel kompleks yang disebut misel (Soeparno, 1992).Kasein dalam susu terdiri dari tiga fraksi yang berbeda, yaitu α-kasein, β-kasein dan γ-kasein. Tiap fraksi mengambil bagian berturut-turut sekitar 75 persen, 22 persen dan 3 persen. Perbedaan komposisi dari ketiga fraksi disajikan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi dan sifat-sifat komponen kasein
Komposisi
α
β
γ
Nitrogen (%)
15,58
15,53
15,40
Fosfor (%)
0,99
0,55
0,11
Sulfur (%)
0,75
0,86
1,03
Titik isoelektrik (pH)
4,7
4,9
5,8
Mobilitas (µ)
-6,75
-3,05
-2,01
Rotasi spesifik (x ) 025
-90,5
-125,2
-131,9
Alfa-kasein dan β-kasein terbentuk di dalam kelenjar susu atau ambing sedang δ-kasein mula-mula ditemukan didalam aliran darah kemudian masuk ambing lalu bergabung dengan kompleks α-kasein dan dikenal sebagai κ kasein (Lampert, 1975).κ -kasein adalah protein susu yang menyusun sekitar 12 - 15% dari total kaseinpada susu sapi dan bertindak sebagaistabilisasi, yaitu mempertahankan seluruh kompleks kasein dalam suspensi koloidal yangmemberikan warna putih susu (Soeparno,1992). Jumlah dan tipe κ kasein persentasenya berbeda-beda tergantung pada individu sapi itusendiri (Ng-Kwai-Hang et al ., 1991). Kasein dapat diendapkan pada pH 4,6 karena pH tersebut merupakan titik isoelektrisnya. Tetapi protein lain, pada pH tersebut tidak mengendap. Stabilitas kasein mulai terganggu pada pH 5,3. Kasein juga merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa karena molekulnya mempunyai muatan baik positif maupun negatif. Pada titik isoelektris muatan positif dan negatif sama. Pada pH di atas titik
isoelektriknya, protein tersebut bermuatan negatif. Oleh karena itu pada elektroforesis molekulnya akan bergerak ke elektrode yang bermuatan positif. Begitu sebaliknya pada pH di bawah titik isoelektris, protein mempunyai muatan positif, dan akan bergerak ke elektroda yang bermuatan negatif. Kasein tidak mengalami hidrasi, oleh karena itu pada titik isoelektriknya mudah sekali di endapkan. Pengendapan kasein dapat juga dijalankan dengan enzim proteolitik semacam enzim pepsin dan ficin (Belitz, et al., 2009). Kasein penting dikonsumsi karena mengandung komposisi asam amino yang dibutuhkan tubuh. Dalam kondisi asam (pH rendah), kasein akan mengendap karena memiliki kelarutan ( solubility) rendah pada kondisi asam. Susu adalah bahan makanan penting, karena mengandung kasein yang merupakan protein berkualitas juga mudah dicerna (digestible) saluran pencernaan.Berdasarkan sifat termalnyakasein termasuk dalam jenis polimer termoplastik karena kasein tidak tahan terhadap suhu tinggi, kasein akan mengalami denaturasi pada pemanasan dengan suhu 100 oC (Anonymous, 2011). 2. Laktalbumin Laktalbumin terdiri atas kelompok- kelompok pretein tertentu yang mempunyai sifat kimia dan fisik yang hamper bersamaan. Protein itu yaitu beta laktoglobulin, alpha laktaglobulin, dan albumin. Seperti kasein, protein ini merupakan koloid dalam susu, bedanya dengan kasein adalah laktalglobulin mudah mengendap jika dipanaskan, tapi tidak menggumpal oleh rennin dan asam- asam, juga tidak mengandung fosfor namun mengandung sulfur yang terdapat dalam asam amino systein, serta sangat banyak mengandung tryptophan.
Meskipun
jumlahnya
sedikit
dalam
susu,
namun
laktalbuminpenting dari segi nutrisi merupakan komplemen dari kasein. Karena gampang menggumpal, komponen ini juga sangat penting bagi suatu prouk olahan susu. 3. Laktoglobulin Kelompok protein ini terdiri atas Euglobin dan immunoglobulin yang terdapat dalam jumlah O,1 persen dari air susu mal. Laktoglobulin terdapat
dalam jumlah yang sangat besar dalam kolostrum. Immunoglobulin berguna sebagai antibodies, Laktoglobulin mudah diagulasikan oleh panas dan tidak menggumpal oleh asam dan rennin. Karena sifat ini protein ini berpengaruh besar terhadap "heat stability" dari air susu dan produk-produknya 4. Whey Menurut Winarno (1993), susu merupakan sumber protein dengan mutu sangat tinggi. Kadar protein susu sapi sekitar 3,5%. Protein susu pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kasein dan protein whey. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa protein whey. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80% dari jumlah total protein yang terdapat dalam susu sapi, sedangkan protein whey sebanyak 20%. Protein whey yang terdiri dari 20% protein susu adalah larutan sisa setelah presipitasi kasein pada pH 4,6. Protein whey terdiri dari beberapa komponen protein yang berbentuk globular dan labil terhadap kondisi panas, termasuk β-laktoglobulin, α-laktalbumin, bovine serum albumin, proteosa pepton, dan immunoglobulin (Damodaran and Paraf, 1997). β-laktoglobulin umumnya berkisar antara 50 – 75% dari protein whey dan mengandung 2 gugus disulfida yaitu satu gugus sulfhidril bebas dan gugus hidrofobik yang terletak disebelah dalam dari struktur globular dan kaya akan lisin, leusin, asam glutamat dan aspartat. Protein ini merupakan satu-satunya protein susu yang mengandung sistein dan mengandung gugus sulfidril bebas yang berperan dalam pembentukan bau-rasa pada susu yang dipanaskan (deMan, 1997). Pemanasan diatas 40˚C memisahkan monomer, dimana βlaktoglobulin merupakan protein yang penting selama pemanasan. αlaktalbumin merupakan protein kedua yang penting pada whey (19%), memiliki bentuk yang kecil dan resisten terhadap panas (Dewit and Klarenbeek, 1984).
C. Perbedaan Antar Protein Susu Dari Jenis Ternak
Jenis Ternak
Protein (%)
Sapi
3,40
Kuda
2,00
Kerbau
4,74
Kambing
3,72
Domba
5,44
Unta
3,0
Sumber : Penelitian Kementrian Pertanian
Susu sapi memiliki kandungan protein dua kali lipat dibanding jenis susu lainnya. Jenis susu sapi ada dua yaitu whole (lengkap) dengan kandungan kalori dan lemak total yang lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi skim. Tapi bagi orang yang tidak bisa mencerna laktosa (intoleransi laktosa) maka sebaiknya hindari susu sapi. Gejala yang muncul dari intoleransi laktosa adalah nyeri perut, gas, kembung atau diare. Susu kambing umumnya lebih mudah dicerna karena ia memiliki beberapa molekul protein yang berbeda dengan susu sapi. Susu kambing juga
diketahui memiliki kalsium yang banyak serta kandungan triptofan dan asam amino esensial yang lebih banyak. Tapi susu kambing tetap mengandung laktosa sehingga sulit dikonsumsi oleh orang dengan intoleransi laktosa, serta memiliki rasa yang merupakan kombinasi antara manis dan asin. Selain itu susu ini umumnya memiliki bau yang cukup kuat. Protein yang terdapat pada susu kambing mencakup 22 asam amino termasuk 8 asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, dan fenilalanin. Asam amino esensial di dalam tubuh merupakan senyawa penting pembentuk sejumlah senyawa hormon dan jaringan tubuh. Kadar air pada susu unta berubah dari 84% menjadi 90%. Kandungan lemaknya tidak terlalu tinggi yaitu, sekitar 5,4%. Kandungan Protein sekitar 3%. Kadar Gula sekitar 3,4%. Kadar materi lain seperti Zat Besi, Kalsium, Fosfor, Potasium, dan Magnesium sekitar 0,7%. Kandungan ini memiliki perbedaan tergantung pada jenis unta serta pakan dan minuman Unta. Kandungan Lemak yang ada pada Susu Unta lebih rendah dibandingkan kandungan Lemak pada susu kerbau, yaitu 31,6% berbanding 40,9%. Lemak pada Susu Unta bersatu dengan Protein, sehingga susah untuk dipisahkan dengan cara yang biasa seperti yang dilakukan terhadap susu yang lain. Susu kuda bagus untuk pencernaan karena rantai proteinnya yang lebih mudah dicerna tubuh. Dengan pencernaan yang sehat maka orang akan menjadi lebih fit. Selain itu susu kuda liar juga mengandung protein, karbohidrat, laktosa,
lemak,
kalsium
dan
mineral
seperti
kalium
dan
magnesium. Kandungan kadar protein dalam air susu kuda lebih tinggi dan berkualitas daripada susu sapi sebagai alternatif tambahan air susu ibu (ASI) bagi bayi dalam masa pertumbuhan dan untuk kecerdasan otak. Berbeda dengan susu kuda, susu sapi juga mengandung protein dengan kadar tinggi dan justru tidak baik untuk bayi. Rantai protein pada susu kuda Sumbawa lebih pendek dibandingkan dengan yang ada pada susu sapi sehingga mudah dicerna bayi.
D. Efek Pengolahan terhadap Protein Susu
Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel, dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90 oC) selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya. Beberapa reaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penstabil seperti polifosfat dan sitrat akan mengikat Ca 2+, dan ini akan meningkatkan stabilitas panas protein whey pada pH netral. Laktosa yang terdapat pada whey pada konsentrasi yang cukup dapat melindungi protein dari denaturasi selama pengeringan semprot ( spray drying ). Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Di samping itu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, amilase, dan enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika enzim-enzim ini tidak terinaktivasi maka
akan
mengakibatkan
off-flavour ,
ketengikan,
perubahan
tekstur,
dan
perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Reaksi Maillard adalah reaksi antara protein dengan gula-gula pereduksi, merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein pangan selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi Maillard ini dapat terjadi pada waktu pembuatan (pembakaran) roti, produksi “breakfast cereals” ( flakes jagung, beras, gandum, dll) dan pemanasan daging terutama bila terdapat bahan pangan nabati; tetapi yang paling penting adalah selama pengolahan susu sapi dengan pemanasan, karena susu merupakan bahan pangan berprotein tinggi yang juga mengandung gula pereduksi (laktosa) dalam jumlah tinggi. Efek tersebut karena reaksi antara amino group dari asam amino esensial seperti lisin dengan gula reduksi yang terkandung bersama-sama protein dalam bahan pangan. Pemanasan lebih lanjut dapat menyebabkan asam amino : arginin, triptofan, dan histidin bereaksi dengan gula reduksi. Ketersediaan lisin dan asam amino dari protein yang diproses dengan pemanasan lebih kecil daripada protein yang tidak diproses karena terjadinya reaksi Mail lard. Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino yaitu perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh manusia umumnya hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L. Rasemisas i residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial. Pemanasan protein pada pH alkali dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Arg, Ser, Thr dan Lys. Arg terdekomposisi menjadi ornithine. Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 200oC, residu asam aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik. Yang paling bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu. Satu kelas komponen yaitu imodazo quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi kreatinin, gula dan beberapa asam amino tertentu seperti Gly, Thr, Al dan Lys, komponen ini juga toksik. Senyawa-senyawa toksik ini akan
jauh berkurang apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan waktu yang lebih pendek). Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutu gizinya terutama vitamin dan protein. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30% terjadi pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk. Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil yaitu hanya mencapai 0-2%. Pada susu bubuk penurunannya dapat mencapai 510%. E. Aplikasi
Proses produksi keju, yoghurt, dan susu asam terbukti menghasilkan peptida aktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Susu secara alami mengandung komponen bioaktif peptida yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit, anti mikrobia, dan anti trombosis. Beberapa ahli menemukan bahwa peptida tertentu mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang ditumbuhkan di dalam tabung percobaan (in vitro). Mekanisme peptida susu dalam mempengaruhi sistem imun dan poliferasi sel adalah ß-casokinin menghambat enzim ACE yang bertanggung jawab dalam inaktivasi bradykinin (hormon yang meningkatkan sistim immune) yang selanjutnya meningkatkan seluruh respon immunostimulator. Sekuens peptida susu sapi mempunyai aktivitas antitrombosis. Mekanismenya fibrinogen dan κ -kasein akan bersaing memperebutkan bagian reseptor trombosit yang sama. Peptida fungsional yang memenangkan persaingan otomatis akan menghambat sebagian atau seluruh penggumpalan darah. Peptida fungsional dapat menurunkan tekanan darah, yaitu pada produk Calpis, susu asam, di Jepang. Peptida fungsional juga mempunyai klaim kesehatan, misal pada
produk Evolus. Peptida fungsional yang terdapat pada produk Calpis dan Evolus adalah (Val-Pro-Pro) dan (Ile-Pro-Pro) yang merupakan turunan dari β-kasein dan κ -kasein. Selain aplikasi pada produk turunan susu yang siap dikonsumsi langsung, beberapa produsen di Belanda memproduksi hidrolisat protein. Hidrolisat protein merupakan produk ingredien fungisional yang diklaim mempunyai efek kesehatan. Produk-produk ingredien berbasis hidrolisat protein susu yang diproduksi di Belanda antara lain merk Cysteine Peptide (menaikkan level energi), C12 (menurunkan tekanan darah), PeptoPro (meningkatkan kemampuan atletik dan pemulihan otot), serta Vivinal Alpha (membantu relaksasi). Berikut aplikasi dalam produk olahan susu: Susu skim memiliki kadar lemak rendah karena hasil proses pembuatannya yaitu pemisahan antara krim dan skim dalam susu dengan sentrifugasi. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Sedangkan susu skim mempunyai berat jenis lebih tinggi karena mengandung banyak protein, sehingga dalam sentrifugasi akan berada dibagian dalam. Sehingga di dalam susu skim hanya mengandung sedikit lemak maka akan menghasilkan keju cottage dengan kadar lemak yang sedikit pula. Dan hal inilah yang diharapkan yaitu menghasilkan keju rendah lemak sehingga dapat tetap dikonsumsi oleh orang diet yang mengkonsumsi makanan rendah lemak (Geantaresa, 2010). Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim seringkali disebut sebagai susu bubuk tak berlemak yang banyak mengandung protein dan kadar air sebesar 5%. Penggunaanya dalam pengolahan pangan dapat berfungsi sebagai penstabil emulsi, pengikat air, koagulasi, dan lain-lain. Susu kering tanpa lemak ini mempunyai kemampuan untuk mengemulsikan lemak yang terbatas,
karena kasein yang dimilikinya berkombinasi dengan sejumlah
kalsium (Ca), sehingga tidak mudah larut dalam air. Jika sodium menggantikan sebagian Ca, kelarutan kasein dalam air dan kapasitas emulsifikasi akan meningkat (Wardana, 2012). Selain itu susu skim dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk olahan susu, seperti yogurt tanpa lemak, susu skim evaporasi, susu skim kental manis, susu bubuk bebas lemak atau susu skim bubuk , yang kesemuanya memiliki kadar lemak susu tidak lebih dari 1 %. F. Proses Pembuatan Keju
Keju dapat dibuat dengan mengendapkan protein menggunakan suatu asam. Asam tersebut dapat dihasilkan oleh bakteri atau asam yang ditambahkan. Apabila menggunakan asam, dapat digunakan asam asetat, asam laktat, asam sitrat dan dapat pula digunakan asam alami seperti sari buah sitrun. Susu dipanaskan 80-90ºC dan asam ditambahkan berupa tetesan sambil dilakukan pengadukan sampai massa terpisah, setelah curd ditiriskan, dapat diproses lebih lanjut. Teknik dan variasi pembuatan keju dapat dilakukan/dikembangkan menurut kreativitas yang tak terbatas. Misalnya dengan penambahan biji-bijian,
herba, minuman beralkohol, potongan
buah-buahan
dalam
dan
pewarna
ke
curd. Pewarna yang digunakan
biasanya adalah merah annatto. Penambahan garam ke dalam keju biasanya adalah untuk menurunkan kadar air dan sebagai pengawet. Di dunia terdapat beragam jenis keju, seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya, yaitu: 1. Pasteurisasi susu: dilakukan pada susu 70°C, untuk membunuh seluruh bakteri pathogen. 2. Pengasaman susu. Tujuannya adalah agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri Streptococcus lactis. Proses fementasi oleh streptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja. 3. Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1:5.000. Kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd. Bila temperatur sistem
dipertahankan 40 derajat celcius, akan terbentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey. 4. Pematangan keju (ripening). Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Dalam proses ini, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi penyimpangan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang-lubang (Wardana, 2012). G. Kesimpulan
1. Dalam susu, terdapat berbagai macam protein yaitu ; Alpha casein, whey, laktalbumin dan laktoglobulin. 2. Keju merupakan produk pangan yang berasal dari susu yang diolah melalui proses koagulasi protein susu 3. Keju merupakan produk pangan yang berasal dari susu yang diolah melalui proses koagulasi protein susu. 4. Susu sapi memiliki kandungan protein dua kali lipat dibanding jenis susu lainnya. 5. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi seperti Reaksi- denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Farkhan, Mardiati Sulistyowati, Samsu Wasito. 2013. Pengaruh Penambahan CaCl 2 Terhadap Yield, Kadar Air, Dan Derajat Keasaman Keju Susu Kambing . Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):21-24, April 2013. Fakultas
Peternakan,
Universitas
Jendral
Soedirman,
Purwokerto,
Banyumas Geantaresa, Egrina, FM Titin Supriyanti. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage menggunakan Bakteri Streptococcus thermophillus, Lactobacillus lactis, dan Leuconostoc mesentroides. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia Vol 1 No.1 ISSN 20877412. Program Studi Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia Legowo, Anang Mohamad. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik, dan Mikrobiologis Susu. Diktat Kuliah Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang Wardana, Agung Setya. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanianfakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta Damodaran, S., and Paraf, A., 1997. Food Protein and Their Application. Marcel Dekker, Inc. New York. deMan, J. M., 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung. deWit, J. N. and Klarenbeek, G., 1984. Effects of Various Heat Treatments on Structure and Solubility of Whey Proteins. J. Dairy Sci, Vol. 67: 27012710. In Lent, L. E., Vanasupa, L. S., and Tong, P. S., 1998. Whey Protein Edible film Structures Determined by Atomic Force Microscope. J. of Food Sci, Vol. 63: 824-827. Winarno, F. G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rahadian, D. 2013. Bioactive Peptides From Milk Protein: The Future Functional Ingredients. Foodreview Indonesia Vol.VIII, No. 7.