MUQODDIMAH Dengan berharap barakah dari Allah, maghfirah serta ridlo-Nya, kami mulai tulisan sederhana dalam upaya mengungkap tafsir Surat Yasin yang Agung ini dengan kalimah (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) Sebab Rasulullah saw bersabda dalam sebuah Hadits :
“Tiap urusan yang tidak dimulai dengan di dalamnya Bismillahirrahmanirrahim, maka terputus barakah-Nya” . Dalam Hadits lain, Rasulullah saw bersabda :
dengan
“Tiap urusan yang mengandung kebaikan yang tidka dimulai di dalamnya dengan Bismillahirrahmanirrahim, maka terputuslah barakah-Nya”. Surat Yasiin termasuk golongan Surat Makkiyyah yaitu surat yang turun di Mekkah saat Nabi Muhammad saw belum berhijrah ke Madinah. Diturunkan sesudah surat Al-Jin, terdiri atas 83 ayat. Ditempatkan dalam Mushaf pada Juz ke22 untuk ayat 1-21 dan juz 23 mulai ayat 22-83, dengan nomor surat adalah 36 sesudah surat Faathir. Surat Yasin barangkali adalah surat yang paling terkenal bagi orang awam di Indonesia, diluar surat-surat pendek yang terdapat dalam Juz ‘Amma. Sehingga banyak orang yang tidak dapat membaca Al-Qur’an sekalipun, ia dapat menghafal di luar kepala Surat Yasin, terlepas dari benar dan salahnya lafal yang diucapkannya ditinjau dari qaidah Ilmu Tajwid. Mengapa demikian ? Sebuah fenomena yang nyata dan hidup di masyarakat kita di Indonesia, baik di kota ataupun di desa, meski Rasulullah saw tidak pernah mencontohkannya secara langsung, adalah adanya Majlis Pembacaan Surat Yasin. Khususnya pada setiap malam jum’at, tatkala ada kematian, pada permulaan acara sebuah Majlis Ta’lim, pada malam Nisfu Sya’ban, dan lain sebagainya. Semuanya ini merupakan media yang sangat berperan yang mendorong ummat untuk mau membaca bahkan menghafalkannya. Sehingga apa yang diinginkan Rasulullah saw dalam HR. Al-Bazzar dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda :
1
“Sungguh aku sangat ingin bahwasanya ia (Surat Yasin) ini berada dalam hati setiap manusia dari ummatku”, menjadi sebuah kenyataan di Indonesia, sebuah negeri dengan mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia ini. Tradisi yang tumbuh subur dan dikembangkan sejak dahulu oleh para Ulama di Indonesia ini, meski oleh sebagian orang dihukumi “Bid’ah”, sebenarnya memilki pijakan dalil yang kuat. Para Ulama di Indonesia yang sebagian besar bermadzhab Syafi’I, menyandarkan amaliyyahnya ini kepada sebuah Qaidah Fiqh, yang terkenal dalam Madzhab Syafi’I yang mengatakan :
“Asal pokok dari segala sesuatu adalah boleh atau mubah sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”. Qaidah ini dikutip oleh para Ulama diantaranya dari Kitab karya Imam AsSuyuthi yang berjudul “Al-Asybah wan Nadzair”, dan yang diakui pula kebenarannya oleh Prof DR. Yusuf Qardhawi dalam “Al-Halalu wal Haramu fil Islami” karena memiliki sumber dalil yang kuat dari berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasul. Diantaranya menurut DR. Yusuf Qardhawi adalah QS. 2 Al-Baqarah : 29, QS. 45 Al-Jatsiyah : 13 dan QS. 31 Luqman : 20. Qaidah ini berbeda dengan yang dikembangkan oleh Abu Hanifah pendiri Madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa : “Pokok dari segala sesuatu itu adalah dilarang (Haram) sehingga ada dalil yang menunjukkan kebolehannya”. Itulah sebabnya di masyarakat kita ada sebagian orang yang tidak menyukai adanya aktifitas seperti Majlis Pembacaan Surat Yasin Tetapi ikhtilaful ‘Ulama adalah rahmat. Kearifan kita untuk bersikap tasammuh (toleran) dan mengakui adanya pluralitas pendapat, akan melahirkan ketentraman dalam beragama. “Klaim” yang terlalu tergesa-gesa untuk menghukumi amaliyyah orang lain sebagai sesat hendaknya mulai dijauhkan dari pemikiran kita. Sebab berpotensi untuk memicu tafaruq (perpecahan) diantara ummat Islam. Sehingga cita-cita kita untuk menjalin Ukhuwah Islamiyyah (Persatuan Ummat Islam) demi ‘Izzul Islam wal Muslimin” (Kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin) hanyalah sebuah khayalan belaka. Kedudukan Surat Yasin sebagai “Qalbu al-Qur’an”, disamping fadhilah lain diantaranya untuk pengampunan dosa merupakan motifator terbesar bagi ummat untuk memperbanyak membacanya. Hanya amat disayangkan bahwa sedikit sekali, khususnya di masyarakat awam yang jauh dari dunia santri, yang mengetahui sekedar tarjamahnya apalagi untuk kandungan makna dan tafsirnya secara mendalam. Sementara Tafsir berbahasa Indonesia yang secara khusus mengkaji surat Yasin pun amat sedikit. Kebanyakan ia merupakan satu kesatuan dengan tafsir surat lainnya. Risalah sederhana ini dimaksudkan untuk sedikit mengisi kekosongan dalam aspek yang terakhir ini. Sehingga ummat Islam diharapkan tidak hanya sekedar
2
“mengambil barakah” dengan membacanya saja. Tetapi Yasin sebagai bagian integral dari Al-Qur’an, hendaknya diposisikan sebagai “Way of Life”. Sehingga mengetahui tafsirnya adalah sebuah kemestian. Dan barakah yang akan didapat tentunya lebih banyak lagi. Tiga Kitab Besar yang mu’tabarah dalam bidang Tafsir, yang lebih dikenal sebagai Tafsir Qurthubi, Jalalain dan Ibnu Katsir, adalah rujukan utama kami dalam menyusun buku ini. Kitab Lubabun Nuqul Fi Asbabain Nuzul, karya Imam AsSuyuthii, juga kami pergunakan. Kemudian untuk memperluas kajian, kami menggunakan berbagai literature yang berkaitan dengan topik bahasan yang ada. Ada sekitar 25 (dua puluh lima) topik dalam buku ini yang kami simpulkan dari 83 ayat yang terdapat dalam surat Yasin ini. Kemudian kami tambahkan pula di dalamnya topik tentang fadhilah surat yasin dan hikmah yasin sebagai qalbul qur’an. Mengapa hal ini kami anggap penting, adalah sebagai targhib. Sehingga orang akan makin terdorong untuk terus membacanya, mengkaji dan mengamalkan isi dan kandungannya. Menafsirkan ayat dengan ayat Al-Qur’an lain atau dengan berbagai Hadits dan riwayat adalah ciri tulisan ini. Pendekatan sains sebagai alat bantu dalam memahami ayat yang berhubungan dengan kekuasaan Allah di semesta alam, juga kami gunakan. Semoga ada manfaatnya. Amien.
Wassalaam Mataram Nusa Tenggara Barat Jum’at 20 ramadhan 1427 H (13 Oktober 2006 M) Al-Faqir Ilallah : Agus Gustiwang Saputra
3
FADHILAH SURAT YASIIN 1. HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dalam Kitab Sunan-nya, dari Ma’qil bin Yasar ra., bahwa Nabi saw bersabda : “Bacakanlah surat Yasiin kepada orang mati diantara kamu” Sehubungan dengan Hadits ini, Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani berkata dalam Kitab Adz-Dzakhiiratuts Tsamiinah : “Hadits ini derajatnya Hasan. Tidak ada bedanya antara bacaan Yasin dari jama’ah yang hadir dekat orang mati atau diatas kuburnya dengan membaca seluruh ayat Al-Qur’an atau sebagiannya bagi orang mati, di Masjid atau di rumah”. Dari keterangan ini dapatlah dipahami adanya sebagian Ulama dalam Madzhab Syafi’I yang memperkenankan pembacaan Surat Yasin bagi orang yang mati dan pembacaan surat Yasin yang dilakukan oleh para peziarah Qubur pada saat ia berziarah Qubur. 2. HR. Abu Dawud, Nasa’I, derajat Shohih menurut Ibnu Hibban dari Ma’qil bin Yasar ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda : “Bacakanlah kepada orang yang akan mati diantara kalian, surat Yasin” Hadits ini terdapat pula dalam Kitab Bullughul Maram karya Amirul Mu’minin Ilmu Hadits, yakni Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani. Menurut Ibnu Hibban sebagaimana diriwayatkan oleh Ash-Shon’ani dalam Kitab Subulus Salam : “Pengertian lafal “Mautakum” ini adalah orang yang dalam sakaratul maut” Tetapi Hadits ini oleh Ibnu Qathan dinilai cacat karena termasuk Hadits Mudtharib, Mauquf dan karena tidak diketahui identitas Abu Utsman dan ayahnya itu (selaku Rijalul Hadits pada sanadnya). Wallahu a’lam. Tetapi Ash-Shon’ani, dalam Subulus Salam mengutip pula Hadits dari pengarang Kitab “Al-Firdaus”, yang meriwayatkan dari Abu Darda dan Abu Dzar ra., keduanya berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda :
“Tiada dari mayyit yang saat sakaratul maut itu dibacakan disisinya surat Yasin melainkan Allah akan meringankan siksanya”
4
Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal pendiri Madzhab Hambali, sebuah Madzhab Fiqh yang paling banyak dianut oleh para Ulama di Saudi Arabia, mengatakan : “Jika surat ini dibacakan di dekat orang yang sedang sakaratul maut, Allah akan meringankan baginya dan memudahkan keluarnya roh” Prof DR. Hamka, mantan Ketua MUI Pusat, dalam muqaddimah juz ke-23 pada Kitab Tafsir Al-Azhar mengemukakan pengalaman pribadinya saat dimintai tolong membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sakaratul maut yang sulit sekali melepaskan ruhnya padahal sudah diajarkan Kalimat Syahadat. Hamka mengatakan : “Sejak mulai ayat pertama Yasin dibaca, mulailah si sakit tidak menghempashempas lagi, kian lama kian tenang dan sesampai pada ayat ke-77 {Awalam yaral insanu anna khalaqnahu min nuthfathin faidzaa huwa khasiimum mubin}. Sampai di ujung ayat ini, saya membaca dan sampai di situ pulalah nafasnya yang terakhir…………………dan bacaan saya teruskan sampai akhir surat Waktu itu saya rasakan benar dari pengaruh bacaan itu menambah keyakinan saya kepada apa yang diterangkan oleh seorang diantara Imam-Imam kita yang berpengalaman, Imam Ahmad bin Hanbal…………………” 3. HR. Ad-Darami dalam Kitab Fadloilul A’mal karya Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, dari Atha bin Abi Rabah ra., ia berkata, : Telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa membaca Yasiin pada permulaan hari, dipenuhi segala keperluannya” 4. HR. Al-Hafidzh Abu Ya’la dengan sanad “Jayyid” (Bagus) dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa membaca Yasiin pada suatu malam, terampunilah dosanya pada pagi harinya. Dan barang siapa membaca Haamim yang tersebut dalam Surat Ad-Dukhan pada suatu malam, terampunilah dosanya pada pagi harinya” Ulama Hadits lain yakni Abu Na’im dalam Kitab Mukhtarul Ahadits AnNabawiyyah karya Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, meriwayatkan hadits yang sama tanpa menyebutkan tentang Surat Ad-Dukhan.
5
5. HR. Ibnu Hibban dari Jundub bin Abdullah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa membaca surat Yasiin pada suatu malam karena mengharap ridlo Allah ‘Azza wa Jalla, diampuni dosa-dosanya” 6. HR. Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar ra., Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa membaca surat Yasiin pada suatu malam karena mengharapkan ridlo Allah, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Maka bacakanlah (surat Yasiin) ini kepada orang-orang mati diantara kalian” 7.
HR. Ibnu Sunni dari Abu Hurairah ra., Nabi saw bersabda :
“Barang siapa membaca surat Yasiin pada siang dan malam dengan mengharap wajah (keridloan) Allah, diampuni dosa-dosanya” Hadits nomor 4,5,6,7 inilah diantara Hadits yang dipergunakan oleh sebagaian Ulama di Indonesia sebagai argumentasi adanya amaliyyah pembacaan surat Yasin pada Malam Nisfu Sya’ban, sebagai malam pengampunan dosa. Sebagaimana Hadits Nabi dalam Kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits AsSamarqandiy dengan sanadnya dari Abu Umamah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Apabila tiba malam Nisfu Sya’ban, maka Allah “turun” ke langit dunia dan melihat kepada penduduk bumi maka Dia (Allah) memberi ampun kepada semua penduduk bumi kecuali orang kafir dan orang yang sedang bersengketa” Diperkuat oleh Qaul Ulama, dari Syeikh Muhammad Darwis Al-Bairuti dari Libanon dalam Kitab Asnal Mathalib, bahwa ia berkata : “Adapun membaca Surat Yasin pada malam Nisfu Sya’ban setelah Sholat Maghrib, dan membaca Do’a Nisfu Sya’ban yang masyhur itu, adalah
6
merupakan sebagian karya orang Sholeh yang ia susun sendiri, dan hukumnya Mubah (Boleh). Konon yang menyusunnya adalah Imam Al-Buni”. 8.
HR. Tirmidzi dari Anas ra. Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada hatinya. Dan hatinya Al-Qur’an (Qalbul Qur’an) adalah Surat Yasiin. Dan barang siapa membacanya, Allah menuliskan baginya (seperti) membaca Al-Qur’an 10 (sepuluh) kali” Kemudian diperkuat oleh HR. Ahmad, dari Maqil bin Yasir ra. berkata, bahwa Nabi saw bersabda :
“Surat Al-Baqarah adalah punggung Al-Qur’an bahkan puncaknya. Turun bersama tiap ayat daripadanya 80 (delapan puluh) Malaikat. Dan dikeluarkan Ayat Kursiy (Allah, Tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri dengan segala Kekuasaan-Nya) dari bawah ‘Arasy. Kemudian disambungkan dengannya (Al-Baqarah). Dan Yasin adalah Qalbul Qur’an (Hatinya AlQur’an). Tiada seorang membacanya dengan (ikhlas) karena mengharap ridho Allah dan mengharap pahala akhirat, melainkan diampuni baginya dosanya. Dan bacakanlah Yasin kepada orang mati diantara kalian”. 9. Al-Hadits dalam Kitab Tafsir SurahYasiin karya Syeikh Hamami Zadah dan Fadloilul A’mal karya Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, Nabi saw bersabda :
7
“Sesungguhnya Allah SWT membaca Surat Yasiin dan Surat Thaha sebelum Ia menciptakan langit dan bumi selama 2000 (dua ribu) tahun. Maka tatkala para Malaikat mendengarnya, mereka berkata : Beruntunglah ummat Muhammad, yang telah diturunkan kepadanya 2 (dua) surat ini. Dan beruntunglah bagi orang yang hafal 2 (dua) surat ini. Beruntunglah lidahlidah yang berbicara menggunakan kedua surat ini” 10. Al-Hadits dalam Tafsir Surah Yasiin karya Syeikh Hamami Zadah, Nabi saw bersabda :
“Perbanyaklah membaca surat ini (Yasiin), karena sesungguhnya di dalamnya (Surat Yasiin) terkandung banyak kekhususan (keistimewaan)” 11. HR. Al-Bazzar dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw bersabda :
“Sungguh aku sangat ingin bahwasanya ia (surat Yasiin) berada dalam hati setiap manusia dari ummatku” Hadits-hadits diatas yang mengungkapkan Fadlilah surat Yasin ini menurut para Ulama Ahli Hadits tidak seluruhnya shohih, bahkan ada diantaranya yang dloif. Alasan kami tetap mencantumkannya adalah untuk tujuan fadloilul amal. Mengapa demikian ? Imam Nawawi, salah seorang Mujtahid dalam Madzhab Syafi’i dalam Kitab Al-Adzkar berkata : “Para Ulama dari golongan Ahli Hadits, Ahli Fiqh dan yang lainnya telah berkata : “Boleh-bahkan disunnatkan- beramal dalam hal-hal yang berkaitan dengan fadloilul (Keutamaan) amal, targhib (hal yang dapat menyenangkan orang untuk giat beribadah), dan tarhib ( hal untuk memberikan rasa takut untuk berbuat ma’shiyat) dengan menggunakan Hadits Dloif selama bukan tergolong Hadits Maudlu (Palsu)”.
8
TAFSIR AYAT 1-10
1. ”Yaa Siin 2. Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, 3. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, 4. (Yang berada) di atas jalan yang lurus, 5.(Sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. 6. Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. 7.Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. 8. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. 9. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. 10. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman”. Asbabun Nuzul ayat ini (QS. 36 Yasiin : 1-10) enurut Kitab Lubabun Nuqul Fii Asbabin Nuzul karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi, diriwayatkan oleh Abu Na’im di dalam Kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Ibnu Abbas ra : “Bahwa ketika Rasulullah saw membaca Surat As-Sajdah dengan nyaring, orangorang Qurays merasa terganggu, dan mereka bersiap-siap untuk menyiksa Rasulullah tetapi tiba-tiba tangan mereka terbelenggu di pundak-pundaknya dan mereka menjadi buta sama sekali. Mereka sangat mengharapkan pertolongan Nabi saw dan berkata : “Kami sangat mengharapkan bantuanmu atas nama Allah dan atas nama keluarga”. Kemudian Rasulullah saw berdo’a dan mereka pun sembuh, akan tetapi tak seorang pun diantara mereka yang beriman. Sehubungan dengan kejadian ini, maka turunlah ayat-ayat ini (QS. 36 Yasiin : 1-10)”
9
SUMPAH ALLAH SWT BAHWA NABI MUHAMMAD SAW BENAR-BENAR SEORANG RASUL (QS. 36 Yasin : 1-6) Ada Ikhtilaful Ulama tentang arti lafal dalam ayat pertama, diantaranya : 1. Menurut Ibnu Abbas ra, ‘Ikrimah, Muqaatil , Adl-Dlohak, Al-Hasan, Sufyan bin Uyainah, adalah : Yaa Insaanu (Wahai manusia). 2. Menurut Muhammad bin Hanifiyah, adalah : Yaa Muhammad 3. Menurut Ma’mar dari Qotadah, adalah : Nama dari nama-nama Al-Qur’an 4. Menurut Malik dari Zaid bin Aslam, adalah : Nama dari Asma-asma Allah 5. Menurut Sa’id bin Jubair, adalah : Salah satu dari nama Nabi Muhammad Dari sekian pendapat ini, menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, para ahli Tafsir kebanyakan mengartikan dengan menghubungkannya kepada nama Nabi Muhammad. Kemudian Hamka mengatakan : “Jika dikatakan bahwa artinya adalah “Hai Manusia”, maka yang dimaksud dengan manusia itu ialah Nabi Muhammad. Oleh sebab itu maka bersama dengan dua huruf di pangkal Surat Thaha, keduanya disebutkan orang menjadi nama dari Nabi kita Muhammad saw. …………Di tulisan indah untuk menghiasai dinding Masjid Nabawi di Madinah, dituliskan orang nama –nama Nabi Muhammad saw, nama Thaha dan Yasin turut dituliskan”. Dalam QS. 36 Yasiin : 2-6, Allah berfirman :
“Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu (Muhammad) adalah sungguh-sungguh salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapakbapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai”. Dalam QS. 36 Yasin : 2-3, Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur’an yang penuh hikmah, sebagaimana firman-Nya : (Demi Al Qur'an yang penuh hikmah), bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, adalah benar-benar seorang Rasul utusan Allah, sebagaimana Rasul-Rasul lain yang telah diutus Allah sebelumnya.
10
Dalam Kitab Syarah Riyadlul Badi’ah karya Syeikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, dikemukakan bahwa : “Menurut riwayat yang masyhur bahwasanya jumlah para Rasul itu adalah 313 Rasul sebagaimana Hadits Abi Dzar ra”. Sedang Jumlah para Nabi menurut para Ulama adalah 124.000 Nabi. Makna kata dalam ayat ke-2 ini, adalah : 1. Menurut Tafsir Qurthubi, adalah sebagaimana firman Allah :
“Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu” (QS. 11 Hud : 1) 2. Menurut Tafsir Jalalain, adalah : Tersusun rapi dengan menakjubkan pada susunan kata-katanya, pada badi’ dan ma’aninya. 3. Menurut Ibnu Katsir, adalah : Menunjukkan bahwa Al-Qur’an ini mengandung berbagai hikmah dan tidak tercampur dengan kebathilan dari depannya ataupun belakangnya. 4. Menurut Tarjamah Al-Qur’an Depag. RI adalah : Yang penuh hikmah 5. Secara lughah (bahasa), menurut Prof. Mahmud Yunus dalam Qamus ArabIndonesia berarti : Orang Cendekia, Failusuf. Jika semua pendapat ini kita gabungkan, maka arti dari “Wal-Qur’anil Hakiim” mencakup 4 (aspek) aspek, yakni : • Keindahan susunan kata dan bahasa, • Kebenaran isi dan kandungannya, • Kecerdasannya dalam mengungkapkan nilai kebenaran tersebut, serta • Kandungan hikmah yang dalam, yang mendorong para pembacanya untuk terus menerus mengkaji dan menemukan rahasianya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT kadang bersumpah, dengan waktu, misalnya : (Demi waktu, Demi Waktu Fajar, Demi Malam-Malam yang Sepuluh, Demi Waktu Dluha). Tetapi terkadang dengan Dia bersumpah dengan tempat, misalnya : (Aku benar-benar bersumpah dengan negeri ini Mekkah),
(Demi Bukit Thursina (Gunung Sinai)
11
Menurut sebagian Ulama, bila sesuatu dijadikan sebagai media sumpah, menunjukkan bahwa sesuatu itu amat penting. Sehingga jika Al-Qur’an menjadi media sumpah-Nya Allah, dapat dipastikan bahwa ia teramat istimewa. Sumpah Allah dengan Al-Qur’an ini adalah untuk menegaskan kebenaran kerasulan Muhammad saw. Sehingga jika seseorang terkagum-kagum dengan I’jazul Qur’an yang mengatasi semua karya manusia, baik dari segi keindahan susunan bahasanya, isi dan kandungannya yang benar dan lain sebagainya, pertanyaan selanjutnya adalah siapakah manusia mulia yang membawanya tersebut dan dari mana datangnya ? Maka pada ayat ke-3, Allah menegaskan bahwa Muhammad bin Abdullah itulah yang membawanya, karena ia benar-benar seorang Rasul utusan Allah. Sedangkan pertanyaan berikutnya tentang darimana datangnya Al-Qur’an tersebut, dijawab oleh Allah dalam ayat ke-5. Ayat ke 4-5 yang berbunyi : “(Yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”, menurut Ibnu Katsir senada dengan ayat :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. 42 Asy-Syura : 52) Menurut Hamka, dalam ayat ke-4 yang pendek ini, Allah SWT menjelaskan Khitthah (Garis perjuangan) Nabi Muhammad saw dalam perjuangan da’wahnya adalah “Membawa manusia berjalan dalam hidup ini di atas garis yang lurus”. Kalimat “Shirathal Mustaqim”, menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirnya adalah : “Jalan yang lurus yang tidak berliku, ialah mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah. Juga berarti Kitab Allah. Sebagaimana riwayat dari Ali ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
12
Juga berarti Islam, sebagai agama Allah, yang tidak akan diterima oleh Allah selainnya (selain Islam)”. Lebih jelas lagi dalam HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’I, dari An-Nawas bin Sam’an ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Allah mengadakan contoh perumpamaan “Shirathol Mustaqim (suatu jalan yang lurus), sedang di kanan kiri jalan ada dinding (pagar tembok) dan dipagar ada pintu-pintu terbuka, pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan dimuka jalan ada suara berseru, “Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan janganlah berbelok. Dan diatas jalanan ada seruan. Maka bila ada orang yang akan membuka pintu diperingatkan, “Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anada membuka pasti akan masuk”. Shirat itu ialah Islam, dan pagar itu adalah Hududullah (Batas-batas Hukum Allah). Dan pintu yang terbuka ialah apa-apa yang diharamkan Allah. Sedang seruan dimuka jalan itu adalah Kitab Allah, dan seruan diatas shirath ialah nasehat dalam hati setiap muslim”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’I) Ayat ke-5 yang berbunyi : (Yang diturunkan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang), menegaskan bahwa yang menurunkan Al-Qur’an yang penuh hikmah itu itu adalah Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Menurut Imam Al-Qusyairi, dalam At-Tahbier fit Tadzkiir, mengatakan bahwa : “Al-Aziz artinya adalah : Allah yang Maha Kuat, Maha Perkasa, tak terkalahkan oleh apaun. Dia-lah yang mengalahkan yang tidak dapat dikalahkan, yang menang dan tidak dapat ditaklukkan”. Sehingga Asmaul Husna-Al-Aziz- ini, makin mengukuhkan keyakinan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw pasti mengandung sesuatu yang luar biasa karena ia diturunkan dari Dzat Yang Maha Perkasa. Ayat ke-6 yang berbunyi : (Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai), Merupakan ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk berda’wah dengan menjadi Nadzir (pemberi peringatan). Seorang Nabi dan da’I pada umumnya diperintahkan untuk menjadi Basyiran (pemberi kabar gembira) dan Nadziiran (pemberi peringatan). Dan berda’wah dengan menjadi Nadzir adalah lebih berat karena pasti akan melawan arus pemikiran, kepercayaan dan perilaku serta budaya masyarakat yang jahiliyyah, sesat dan menyimpang.
13
Senada dengan ayat ini, Allah berfirman :
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”. (QS. 35 Fathir : 24) Sementara arti kata “Qowman” (Kaum) dalam ayat diatas, ada ikhtilaf diantara para Ulama, yakni : 1. Menurut Qatadah dan Syeikh Hamami Zadah dalam Tafsir Surat Yasin, adalah : “Kaum Qurays”. Karena sejak zaman Nabi Ismail as. sampai masa kenabian Muhammad saw, belum ada seorang Nabi dan Rasul pun yang memberi peringatan kepada mereka (Kaum Quraisy), sehingga mereka lalai. 2. Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, adalah : Bangsa Arab dan Kaum-kaum lain yang belum pernah bapak-bapak mereka didatangi seorang Rasul yang memberi peringatan kepada mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa masa antara berakhirnya Kenabian Isa as hingga kedatangan Nabi Muhammad saw, tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah kepada Kaum manapun. Sehingga masa ini dikenal sebagai Zaman Fatrah ( ) 3. Menurut Imam Qurthubi dalam Tafsirnya, sebagian besar Ulama Tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud kaum disini adalah : Bangsa Arab. Menurut Al-Qurthubi, ayat yang semakna dengan ayat ini adalah :
“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu (Muhammad) seorang pemberi peringatanpun”. (QS 34 Saba : 44)
“Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu (Muhammad) ; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk”. (QS. 32 As-Sajdah : 3)
14
MAYORITAS ORANG KAFIR DIAZAB ALLAH (QS. 36 Yasin : 7-10) Dalam QS. 36 Yasin : 7, Allah berfirman : “Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman”. (QS. 36 Yasin : 7) Menurut Ibnu Jarir dalam Tafsir Ibnu Katsir dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain, Syeikh Hamami Zadah dalam Tafsir Surat Yasiin, makna ayat ini adalah “Telah pasti azab atas kebanyakan mereka karena kekafiran mereka” Pada ayat ke-8 & 9, Allah berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. (QS. 36 Yasiin : 8-9) Dalam Kitab Lubabun Nuqul Fii Asbabin Nuzul, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ikrimah ra. : “Bahwa Abu Jahl berkata : Kalau aku bertemu dengan Muhammad, pasti aku akan menghasutnya”. Ketika Nabi Muhammad berada di sekitarnya, orangorang menunjukkan bahwa Muhammad berada di sisinya. Akan tetapi Abu Jahl tetap bertanya : “Mana dia (Muhammad) ?”, karena dia (Abu Jahl) tidak dapat melihatnya. Ayat ini (QS 36 Yasiin : 8-9), turun sebagai penjelasan bahwa pandangan Abu Jahl saat itu ditutup oleh Allah untuk melihat Nabi Muhammad saw” Menurut Al-Qurthubi dalam Tafsirnya mengatakan ada riwayat bahwa : Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Jahl dan temannya dari Bani Mahzun yang bernama Al-Walid bin Mughiroh. Abu Jahl bersumpah dengan mengatakan : “Jika aku melihat Muhammad sedang sholat, maka akan aku pecahkan kepalanya dengan batu. Lalu keduanya mendatangi Nabi saw saat beliau sholat. Ketika Abu Jahl mengangkat batu, maka tangannya menjadi lumpuh sampai ke lehernya dan batu tersebut menempel pada tangannya. Maka
15
ketika ia kembali kepada teman-temannya dan memberitakan apa yang dia lihat, batu yang menempel di tangannya itu terlepas. Lalu seorang dari Bani Mahzum (Yakni Al-Walid bin Mughiroh) berkata : “Aku akan membunuhnya dengan batu ini”. Kemudian keduanya mendatangi beliau, di saat beliau sedang sholat. Ketika mereka berdua hendak melempar beliau dengan batu tersebut, maka Allah membutakan mata mereka. Kedua orang tersebut mendengar suara beliau, tetapi tidak dapat melihatnya. Lalu mereka berdua kembali ke teman-temannya sambil memanggil-manggil mereka dalam keadaan buta dan tak dapat melihat. Mereka bertanya: “Aku tidak melihat Muhammad, tetapi aku mendengar suaranya. Antara aku dan dia terhalang oleh sesuatu, seperti ada anak sapi sedang menyambar-nyambar denngan ekornya. Andaikan aku mendekatinya, maka ia akan memakanku. “ . Setelah peristiwa itu tersebut, setiap Abu Jahal bermaksud buruk pada Rasulullah saw. dia tidak bisa melihat beliau. Ayat 1 sampai 9 dari Surah Yasiin ini pernah dibaca oleh Nabi Muhammad saw saat malam Hijrah beliau dari Mekkah ke Madinah, sebagaimana diriwayatkan dalam Shirah Ibnu Hisyam, sebagai berikut : Dikatakan bahwa : “…………Ketika pemuda-pemuda pilihan (kafir Qurays) sedang bersiap untuk menghadang beliau saw. di depan pintu rumah Nabi, beliau saw keluar dari pintu itu tanpa sepengetahuan mereka karena mereka terlelap semuanya. Beliau mengambil segenggam tanah kemudian ditaburkan di atas kepala mereka sambil membaca Surah Yasiin mulai dari awal sampai ayat ke-9, yang berbunyi :
(Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat) Setelah Nabi saw agak jauh, datanglah seseorang pada mereka sambil bertanya : Sedang apa kamu berada di tempat ini ? Jawab mereka : “Kami sedang menunggu Muhammad”. Kata orang itu : “Demi Allah, Muhammad telah pergi dari tempat ini”. Mereka melihat kedalam rumah Nabi dan mereka kira Nabi masih tidur. Ternyata yang tidur adalah Ali bin Abi Thalib”. Dari riwayat Ibnu Hisyam ini, kita makin bertambah yakin tentang kemu’jizatan dari surat Yasin ini. Para Ulama di Indonesia sejak dahulu kala, selalu menjadikan Surat Yasin ini sebagai wasilah memohon pertolongan Allah dalam kondisi-kondisi yang sulit dan genting. Penulis mendengar dari beberapa Kyai di Jawa, bahwa banyak para Kyai di masa penjajahan kerap kali membaca Surat Yasin ini khususnya ayat yang ke-9 sebagai cara untuk melepaskan diri dari kejaran musuh yang akan menangkap dan membunuhnya. Jika Nabi Muhammad saw saja yang tentunya senantiasa dalam bimbingan wahyu dan dalam pengawalan para Malaikat, beliau membaca Surat Yasin ini di saat-sat yang kritis seperti di malam Hijrah beliau ke Madinah. Maka
16
perilaku ummatnya yang memohon pertolongan Allah dengan memperbanyak membaca Surat Yasin yang agung ini, apalagi di saat-saat yang kritis adalah dapat dibenarkan oleh syara’ atas dasar Qiyas. Dengan pertimbangan qiyas di atas, maka pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan perilaku Prof DR. Hamka yang sudah kami ungkapkan di bab fadhilah Surat Yasin, yang percaya dengan penuh keyakinan bahwa ruh dapat keluar dengan mudah jika dibacakan surat Yasin di dekat orang yang sakaratul maut, menjadi makin menambah keyakinan kita akan kebenarannya. Mengapa demikian ? Karena saat naza (koma) adalah kondisi yang kritis ditinjau dari kacamata keimanan. Imam Hanafi menurut Drs. M. Ali Chasan Umar dalam bukunya Alam Kubur (Alam Barzakh) digali dari Al-Qur’an dan Hadits, pernah mengatakan bahwa : “Banyak sesuatu yang bisa merobekkan iman seorang hamba di waktu naza. Imam Hanafi pernah ditanya, dosa apakah yang dikhawatirkan dapat merobekkan iman ? Lalu beliau menjawab : “Meninggalkan syukur atas iman, hilangnya rasa takut kepada Allah di akhir umurnya dan berbuat aniaya kepada banyak hamba Allah. Sesungguhnya orang yang 3 (tiga) perkara itu terdapat dalam hatinya, pada umumnya keluar dari dunia dalam keadaan kufur, kecuali orang yang menemukan keberuntungan”. Dengan dibacakan surat Yasin, mudah-mudahan orang yang sedang sakaratul maut tadi tergolong orang yang beruntung. Pada ayat ke-10, Allah berfirman :
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman”. Menurut Ibnu Katsir, ayat ini semakna dengan QS. 2 Al-Baqoroh :6-7, yang merupakan tasliyyah (hiburan) kepada Nabi saw, yang menginginkan semua manusia itu beriman. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. Mengapa peringatan tidak bermanfaat bagi mereka adalah karena pada hakekatnya Allah telah mematikan hati mereka untuk dapat menangkap kebenaran
17
Ilahiyyah, sebagaimana ayat diatas. Itulah “Hidayah” yang merupakan hak “prerogative” Allah untuk memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Abu Thalib, paman Nabi Muhammad yang teramat banyak jasanya kepada beliau saw, mati sebagai orang kafir. Allah berfirman : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang dikehendaki-Nya” (QS. 28 Al-Qashash : 56) Sedang secara “sareat” adalah karena dosa-dosa yang mereka perbuat. Sebab dosa akan menggelapkan hati menutupi jalannya nur hidayah. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada Hadits Nabi dari Hudzaifah ra. bahwa, Nabi saw bersabda : “Ujian (fitnah) itu selalu ditawarkan kedalam hati manusia, satu persatu bagaikan daun tikar sehelai-sehelai. Maka yang mana yang termakan oleh hati, bertitik hitamlah di dalamnya. Dan tiap hati yang menolaknya bertitik putih. Sehingga ada dua bentuk hati, yang putih bagaikan marmar putih, yang tidak terpengaruh oleh fitnah yang bagaimanapun juga selama ada langit dan bumi. Sedang yang kedua yang yang hitam kelam bagaikan dandang periuk nasi yang terbalik, tidak mengenal ma’ruf dan tidak menolak mungkar”. Juga karena bagi mereka telah terdahulu ketentuan Allah di Lauh Mahfudzh bahwa mereka adalah orang yang kafir. Sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih”. (QS. 36 Yunus : 96-97)
18
PERINGATAN HANYA BERMANFAAT BAGI ORANG YANG TAKUT KEPADA ALLAH (QS 36 Yasin : 11-12) Allah berfirman :
“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatNya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS 36 Yasiin : 11-12) Ayat ke-11 ini merupakan penegasan bahwa da’wah hanyalah bermanfaat bagi orang yang mengikuti dan takut kepada Allah meski pun Allah tidak terlihat dengan nyata (Ghoib) bagi manusia. Sebab kata yang artinya adalah “peringatan”, menurut Al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsirnya, adalah Al-Qur’an. Tidak terlihatnya Allah bagi manusia karena Dia (Allah) adalah Dzat Non Materi, sehingga tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu mustakhil Dia tampak bagi manusia di dunia ini. Sedang menurut Qotadah dalam Tafsir Qurthubi, yang dimaksud dengan ayat (Dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatNya) adalah : Dia senantiasa takut kepada-Nya (Allah) meski tidak terlihat oleh manusia manapun yakni saat berada dalam kesendirian. Permulaan ayat ke-12, yang berbunyi (Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati), menunjukkan bahwa setelah kematian seseorang di dunia, yang ditandai dengan lepasnya ruh dari badan, maka manusia kembali hidup di alam Qubur untuk empertanggung jawabkan segala amal perbuatannya.
19
Dalam Kitab Lubabun Nuqul Fii Asbabin Nuzul, bahwa sababun nuzul ayat ke-12 ini menurut riwayat At-Tirmidzi dengan sanad Hasan dan Al-Hakim dengan sanad Shahih yang bersumber dari Abi sa’id Al-Khudri ra dan riwayat AtThabrani dari Ibnu Abbas ra, bahwa. : “Bani Salamah bertempat tinggal di pinggir kota Madinah dan ingin pindah ke dekat Masjid. Maka turunlah ayat ini (QS 36 Yasin : 12) yang menegaskan bahwa setiap ucap langkah dari seseorang itu dicatat oleh Allah. Setelah turun ayat ini Nabi saw menasehati Bani Salamah tentang niat mereka pindah dari tempat tinggalnya dengan sabdanya : “Sesungguhnya bekas telapak kaki kalian menuju masjid dicatat oleh Allah SWT. Sebaiknya kalian jangan pindah dari tempat itu”. Oleh karena itu sebagian ahli tafsir, menurut Ibnu Katsir mengartikan (Bekas-bekas yang ditinggalkan), dalam ayat ini sebagai : “Bekas tapak kaki seseorang dalam perjalanannya ke tempat beribadah atau ke tempat bermaksiat”. Dalilnya : HR.Ahmad dari Jabir bin Abdullah ra. yang menceritakan bahwa: Shahabat-shahabat Rasulullah dari Suku Bani Salamah yang bertempat tinggal jauh dari masjid, ingin berpindah ke sekitarnya guna mendekati masjid, maka tatkala Rasulullah saw mendengar berita itu bertanyalah beliau kepada mereka : “Aku mendengar bahwa kalian ingin pindah mendekati masjid”. Mereka menjawab : “Benar, ya Rasulullah, kami ingin berbuat demikian”. Lalu beliau bersabda : Wahai Bani Salamah, rumah-rumahmu mencatat bekas-bekasmu. Rumah-rumahmu mencatat bekas-bekasmu”. Menurut Ibnu Katsir, terdapat Hadits Nabi saw untuk memberi pengertian yang lebih luas dalam memaknai penggalan ayat ke-12 yang berbunyi : (Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan), yakni Nabi saw bersabda :
“Barang siapa membuat sunnah (kebiasaan atau aturan) dalam Islam suatu sunnah (tradisi) yang baik, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelah dia, tanpa sedikitpun mengurangi pahala-pahala mereka. Dan barang siapa membuat sunnah (kebiasaan atau aturan) dalam Islam suatu sunnah (tradisi) yang jelek, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelah dia, tanpa mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka”.
20
Hadits yang lafalnya hampir sama juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Syarah Muslim. Sehubungan dengan Lauh Mahfudzh pada penggalan terakhir ayat ke-12, Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdurrahman bin Salam yang berkata : “Tiada sesuatu yang ditentukan oleh Allah melainkan terdapat dalam Lauh Mahfudzh, Al-Qur’an atau yang sebelumnya dan yang sesudahnya”. Sementara Imam Hasan Al-Bashri juga berkata : “Sesungguhnya di sisi Allah dalam Lauh Mahfudzh, Allah menurunkan daripadanya sekehendak-Nya terhadap siapa yang dikehendaki dari makhluknya”
21
KAUM ANTHAKIYYAH QS. 36 Yasin : 13-17) Pada QS. 36 Yasin : 13-14, Allah berfirman :
“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (yaitu) ketika Kami (Allah) mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orangorang yang diutus kepadamu". (QS. 36 Yasin : 13-14) Khithab (seruan) ayat ini menurut Al-Qurthubi dalam Tafsirnya, ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, agar beliau saw menyampaikan kepada penduduk Mekkah, yang mengingkari kerasulan beliau, sebuah kisah tentang nasib suatu negeri yang didatangi oleh 3 Rasul tetapi mereka mendustakannya. Agar nasib kaum tersebut dapat menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi Kaum Musyrikin Mekkah. Mengapa mengambil ‘ibrah dari kisah itu adalah sesuatu yang penting ? Adalah karena karakter dari aktor yang kufur (ingkar) kepada Allah dan para Rasul itu dimanapun sama saja. Sejarah dalam arti tempat dan manusia si pelaku sejarah tersebut memang tidak dapat berulang. Tapi ruh (spirit) nya tetap hidup. Dan akibat dari kekufuran itu sama saja yaitu adzab dari Allah SWT. Allah berfirman :
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. 12 Yusuf : 111) Dan nama negeri yang dimaksudkan ayat diatas adalah Anthakiyyah. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama salaf dan khalaf, demikian menurut Al-Mawardi dalam Tafsir Qurthubi, yang dibenarkan pula oleh Ibnu
22
Katsir dalam Tafsirnya. Walaupun Ibnu Katsir sendiri dalam Kitab Qishahshul Anbiya lebih suka menyebutnya Kaum Yasin. Letak ikhtilaf (perbedaan) diantara para Ulama adalah pada : “Apakah para utusan (Rasul) yang disebutkan dalam ayat ini benar-benar Rasul Utusan Allah ataukah utusan Nabi Isa as ?” Pendapat pertama : Para Utusan Allah (Rasulullah) Ibnu Katsir dalam Qishashul Anbiya meriwayatkan dari Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu Abbas ra, Ka’ab al-Ahbar, Wahab bin Munabih, mereka berkata : “Negeri tersebut (Anthakiyyah) memiliki seorang Raja yang bernama Anthiochos bin Anthiocos, yang merupakan seorang penyembah berhala. Kemudian Allah mengirim 3 (tiga) orang utusan, yaitu : Shadiq, Mashduq, dan Syalum. Tetapi mereka mendustakan para utusan ini”. Dan ini jelas menurut Ibnu Katsir, bahwa mereka adalah para Utusan Allah (Rasulullah). Sedangkan fakta bahwa ke-3 (tiga) Rasul tersebut tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur’an, tidaklah mengurangi nilai kerasulan mereka. Karena banyak para Nabi dan Rasul yang nama mereka tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mu`jizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (QS. 40 Al-Mu’min : 78) Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa mula-mula yang diutus kepada Kaum Anthakiyyah itu hanya 2 (dua) orang Rasul saja, tetapi kemudian diutus lagi yang ketiga untuk memperkuat dua utusan terdahulu, adalah sesuatu yang pernah terjadi pula dalam Kisah Fir’aun dan kaumnya yang didatangi oleh 2 (dua) orang Rasul. Mula-mula Allah SWT hanya mengutus Nabi Musa as. Tetapi kemudian Allah mengutus pula Nabi Harun as. untuk mendampingi dan memperkuat da’wahnya Nabi Musa as. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman-Nya pada QS. 20 Thaha : 9- 36 dan QS. 25 Al-Furqan : 35-36. Diantaranya :
23
“Pergilah (engkau wahai Musa) kepada Fir`aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas". (QS. 20 Thaha : 24) Tetapi kemudian Nabi Musa berdo’a agar Harun, saudaranya, diangkat pula sebagai Rasul Utusan Allah untuk membantu da’wahnya. Dan do’anya dikabulkan Allah. Maka keduanya kemudian berda’wah kepada Fir’aun dan kaumnya. Allah berfirman :
“Dan jadikanlah untukku (Musa) seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku”. (QS. 20 Thaha : 29-31)
“Allah berfirman: "Sesungguhnya telah (permintaan)mu, wahai Musa." (QS. 20 Thaha : 36)
diperkenankan
do’a
“Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu). Kemudian Kami berfirman kepada keduanya: "Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami". Maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya”. Penjelasan ini makin memperkuat dugaan bahwa 3 (tiga) orang utusan kepada Kaum Anthakiyyah ini benar-benar Rasul (Utusan) Allah bukan sekedar utusan Nabi Isa as. Pendapat kedua : Utusan Nabi Isa as Ibnu Katsir dalam Qishashul Anbiya meriwayatkan bahwa Qatadah berpendapat bahwa : “Mereka adalah Utusan dari (Isa) Al-Masih”. Demikian juga Ibnu Jarir dari Wahab dari Ibnu Sulaeman dari Syu’aib Al-Jiba’I, mengatakan : “Nama para utusan yang pertama itu adalah Syam’un, Yohana dan Bulis”. Sedangkan negeri itu bernama Anthakiyyah”. Ini juga merupakan pendapat Imam As-Suyuthi, dalam Kitab Tafsir Jalalain.
24
Menurut Ibnu Katsir, pendapat kedua ini sangat lemah.Mengapa ? 1. Karena ketika Al-Masih mengirimkan 3 (tiga) orang utusan dari pengikutnya yang setia, maka Anthakiyyah adalah negeri yang pertama kali beriman kepada Al-Masih pada saat itu. Oleh karena itu ia merupakan salah satu dari 4 (empat) kota di negeri tersebut yaitu : Anthakiyyah, AlQuds, Iskandariyyah, Romiyah, dan setelahnya adalah AlQisthanthiniyyah, yang mereka (penduduk kota tersebut) tidak dibinasakan. 2. Sementara penduduk negeri yang disebutkan di dalam Al-Qur’an (Surat Yasiin : 29), semuanya dibinasakan sebagaimana yang difirmankan Allah (Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati). Sebagaimana Ibnu Katsir, menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, pendapat kedua ini pun dianggap sangat lemah, terutama berkaitan dengan nama Paulus atau yang dalam bahasa Arab dikenal sebagai Bulish atau Baulush. Karena apa yang diajarkan Paulus sudah jauh menyimpang dari ajaran Nabi ‘Isa as. Paulus adalah tokoh terbesar yang paling bertanggung jawab terhadap perubahan isi Kitab Injil. Lebih jauh lagi menurut Prof DR. Ahmad Syalabi dalam Muqaranatul Adyan Al-Masehiyyah, dikatakan bahwa intisari ajaran Paulus ini adalah : 1. Agama Kristen bukan hanya untuk Yahudi saja, melainkan juga untuk semua bangsa di dunia. 2. Trinitas, tiga Tuhan dalam satu, termasuk Ketuhanan Al-Masih dan Roh Kudus. 3. Wujud Yesus sebagai anak Tuhan dan turunnya ke bumi untuk mengorbankan dirinya demi menebus dosa manusia. 4. Yesus bangkit di alam arwah dan naik ke langit untuk duduk di kanan “Bapak” memerintah manusia. Kemudian dalam pandangan Hamka, cerita ini juga berdekatan dengan kisah-kisah Kristen, mirip dengan “Kisah Segala Rasul” dalam Kitab Perjajian Baru. Oleh karena itu menurut Ibnu Katsir dalam Qishashul Anbiya, bahwa : “Jika ketiga utusan yang disebutkan dalam Al-Qur’an (Surat Yasiin), diutus kepada penduduk Anthakiyyah Kuno, lalu mereka mendustakan dan akhirnya dibinasakan, dan setelah itu dibangun kembali hingga pada zaman Al-masih, mereka beriman kepada Rasul yang diutus kepada mereka. Maka pendapat yang demikian tidak ditolak”. Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, Negeri Anthakiyyah ini terdapat di wilayah Turki, tetapi setelah Perang Dunia I, ia masuk ke dalam wilayah Syiria. Siapapun mereka dari ketiga utusan yang disebutkan ayat-ayat diatas bukanlah tujuan utama yang dimaksudkan oleh Allah untuk mendapatkan perhatian dari kita. Karena Al-Qur’an tidak memberitahukannya secara gamblang siapakah mereka sebenarnya, maka bagi kita Ummat Nabi Muhammad saw, yang diturunkan kepadanya Al-Qur’an, yang harus kita tangkap dan menjadi fokus perhatian utama kita adalah “spirit” perjuangan da’wahnya untuk menjadi I’tibar bagi kita.
25
Kemudian pada ayat ke-15 sampai 17, Allah berfirman :
“Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah bertabligh (menyampaikan perintah Allah) dengan jelas". (QS. 36 Yasin : 15-17) Mendengar seruan dari para Rasul bahwa mereka bertiga adalah Utusan Allah kepada Kaum Anthakiyyah, kaum yang kafir ini menyangkal dan menyatakan ketidakpercayaannya. Dari QS. 36 Yasin : 15 diatas, tampak bahwa Kaum kafir Anthakiyyah ini beralasan dengan 2 (dua) hal, yakni : 1. Bahwa tidak mungkin seorang manusia, yang biasa makan, minum, berhubungan suami istri, dapat menjadi Rasul (Utusan) Allah. 2. Mereka tidak percaya adanya wahyu yang telah diturunkan Allah yang menandai kenabian dan kerasulan mereka. Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, qarinah (indikasi) yang menunjukkan bahwa Kaum Anthakiyyah tidak percaya bahwa ada wahyu yang telah diberikan kepada para Rasul tersebut, adalah penggalan ayat yang berbunyi :
“Dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun”. Dalam Al-Qur’an, ada banyak ayat yang menjelaskan kekeliruan cara pandang kaum yang kafir ini terhadap seorang Rasul. Diantaranya Allah berfirman :
“Dan Kami (Allah) tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat”. (QS. 25 Al-Furqan : 20)
26
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mu`jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. (QS. 13 Ar-Ra’du : 38) Mendengar penolakan dari Kaum Anthakiyyah ini, pada ayat ke-16, para Rasul ini berkata dengan penuh keyakinan bahwa : (Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah benar-benar orang yang diutus kepada kamu) Ayat ini merupakan pengulangan dari ayat sebelumnya , yakni ayat ke-14, dimana Allah berfirman : (Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu) Adanya pengulangan ayat yang sedemikian rupa ditambah adanya “lam tawkid” pada kalimat di ayat ke-16, adalah sebuah penegasan bahwa mereka benar-benar orang yang diutus. Kemudian Keberanian 3 (tiga) orang utusan ini menyebut-nyebut Tuhan dalam ayat ke-16, sebagai sang pemberi tugas da’wah kepada mereka, kembali memperkuat keyakinan kita bahwa mereka bertiga ini benar-benar utusan Allah, bukan sekedar utusan Nabi Isa as. Sedangkan ayat ke-17, yang berbunyi : (Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah bertabligh (menyampaikan perintah Allah) dengan jelas). Mengandung 2 (dua) pengertian, yakni : 1. Bahwa fungsi dan tugas wajib seorang Rasul adalah untuk bertabligh. 2. Bahwa hasil da’wah berupa dianutnya agama Allah oleh suatu kaum bukanlah menjadi tanggung jawab seorang Rasul. Tetapi proses lah yang dilihat. Jika upaya untuk bertabligh dan mengajak orang ke jalan yang benar sudah dilakukan dengan berbagai cara kemudian dijalaninya secara terus menerus dalam rentang waktu yang panjang, maka berarti apapun hasilnya, sang Rasul dapat dianggap telah melaksanakan tugasnya. Sebab hidayah adalah milik Allah. Dia akan memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
27
PENOLAKAN KERAS KAUM ANTHAKIYYAH TERHADAP DA’WAH PARA RASUL (QS. 36 Yasin : 18-19) Pada QS. 36 Yasin : 18, Allah berfirman :
“Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". Nasib malang yang dimaksud ayat ini, menurut Muqatil dalam Tafsir Qurthubi adalah tertahannya hujan selama 3 (tiga) tahun di negeri tersebut. Menurut Tafsir Qurthubi, para Rasul berda’wah memberi peringatan selama 10 (sepuluh) tahun. Ketika hujan tidak turun-turun, mereka timpakan kesialan ini kepada para Rasul. Persis sebagaimana firman-Nya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir`aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buahbuahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS. 7 Al-A’raaf : 130-131) Sedang arti ‘merajam” dalam ayat di atas menurut Tafsir Qurthubi adalah membunuh. Menurut Tafsir Jalalain dan Qatadah dalam Tafsir Ibnu Katsir , alat untuk merajamnya adalah dengan batu. Sikap represif orang kafir yang demikian ini juga pernah dipertontonkan oleh Kaum-Kaum lain yang menentang para Nabi. Jika argumentasi (hujjah) mereka
28
sudah dikalahkan, maka demi mempertahankan eksistensinya, mereka tidak akan segan-segan melakukan cara-cara kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain. Demikianlah yang terjadi di segala tempat di bumi ini dan di segala zaman hingga saat ini. Mendapat penolakan keras dari penduduk Anthakiyyah ini, para Utusan itu berkata :
“Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu (penduduk Anthakiyyah) adalah kaum yang melampaui batas". (QS. 36 Yasin : 19) Maksud ayat ini bukanlah dalam pengertian hakekat perkara. Melainkan Allah mengingatkan kita, bahwa baik dan buruk perkara itu memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat). Meski hakekatnya dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS. 4 An-Nisaa : 78) Fakta ilmiah hari ini menunjukkan bahwa jika siklus air terganggu, misalnya karena perubahan temperature udara akibat pemanasan global akan berpengaruh terhadap proses kondensasi dan demikian pula makin membesarnya lubang ozon akan berdampak terhadap curah hujan yang tidak teratur. Berdasar pendapat Muqatil dalam Tafsir Qurthubi di atas, bahwa di negeri ‘Anthakiyyah selama 3 tahun tidak turun hujan, kemana sebenarnya perginya air hujan itu, mungkinkah hal itu terjadi ? DR. Rernat Kosim, pakar fisika Unram mengatakan : “Bahwa siklus air di bumi itu jumlahnya tetap. Sehingga jika di suatu daerah tidak turun hujan, maka ia dipastikan turun di kawasan bumi yang lainya”. Tetapi pada masa Kaum Anthakiyyah, barangkali tidak turunnya hujan sampai 3 (tiga) tahun tersebut bukanlah karena pemanasan global atau membesarnya lubang ozon, karena keduanya baru ditemukan pada abad ke-20. Melainkan karena
29
perilaku mereka yang berlumuran dengan dosa. Sebagaimana HR. Al-Hakim dari Abdullah bin ‘Umar ra. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : “Bagaimana sikapmu apabila kelak terjadi pada kamu yang lima macam. Dan aku berlindung kepada Allah, janganlah hendaknya terjadi di zaman kamu, dan janganlah hendaknya kamu mendapatinya. Adapun yang lima ialah : 1. Apabila zina telah terang-terangan pada suatu kaum, akan terjadilah thaun dan penyakit-penyakit lain yang belum pernah dikenal di zaman nenek moyang mereka. 2. Apabila suatu kaum telah menghalangi mengeluarkan zakat, ditahanlah hujan turun dari langit. Sehingga kalau bukanlah Tuhan kasihan kepada binatang-binatang, tidaklah hujan akan turun. 3. Apabila suatu kaum sudah berlaku curang pada ukuran dan timbangan akan terjadilah kemarau panjang dan kesukaran bahan makanan dan kedzaliman penguasa. 4. Dan apabila para penguasa telah memerintah tidak dengan peraturan yang diturunkan Allah, pastilah mereka akan dikuasai oleh musuh-musuh mereka, sehingga musuh itu mengambil sumber yabng ada dalam tangan mereka sendiri. 5. Dan apabila mereka telah membekukan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya, pastilah Allah akan menjadikan selalu akan berkelahi diantara sesama mereka”. Dari Hadits ini ada 2 macam dosa yang dapat menahan turunnya hujan yakni : Tidak ditunaikannya kewajiban zakat dan perilaku curang dalam bisnis dengan mengurangi ukuran dan timbangan. Diperkuat oleh HR. Ahmad dari Tsaubah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya seseorang benar-benar dapat tertahan rizqinya karena dosa yang dilakukannya dan tiada sesuatu yang dapat menolak taqdir selain do’a. Dan tiada yang dapt menambah umur selain perbuatan baik” (HR. Ahmad) Bahwa dosa berdampak buruk kepada rizqi dan menjadi faktor pendorong terjadinya bencana, dijumpai bukan hanya dalam Hadits, bahkan bertebaran pula pada berbagai ayat Al-Qur’an. Diantaranya tentang Bani Israil dan Kaum Saba, Allah berfirman :
30
“Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas”. (QS. 5 Al-Maidah : 58)
“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman. Maka mereka berkata: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami", dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (QS. 34 Saba : 15-19)
31
KISAH HABIB AN-NAJJAR SEBAGAI SHOHIBU YASIN (QS. 36 Yasin : 20-27) Pada QS. 36 Yasin : 20-25, Allah berfirman :
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku”. (QS. 36 Yasiin : 20-25) Ayat ini adalah sebuah episode tatkala situasi sudah sangat gawat. Ketika perdebatan antara para Rasul dengan Kaum Kafir Anthakiyyah ini mencapai puncaknya. Semua hujjah (argumentasi) mereka sudah dikalahkan dan kaum kafir ini sudah berencana membunuh para Rasul, maka datanglah seorang laki-laki yang lari bergegas dari ujung kota untuk membela para Rasul ini. Menurut sebagian Ulama, laki-laki ini adalah satu-satunya penduduk Anthakiyyah yang beriman kepada para Rasul tersebut. Bahkan ikut mengajak kaumnya untuk mengikuti seruan da’wah mereka. Ia bernama Habib An-Najar. Dan menurut Ibnu Abbas ra. dalam Tafsir Ibnu Katsir, ia dikenal sebagai Shohibu Yasiin. Ia bergegas dari ujung kota untuk mengingatkan kaumnya seraya
32
memperlihatkan keimanannya secara Anthakiyyah justru membunuhnya.
terang-terangan,
ternyata
kaum
Ibnu Ishaq menceritakan dari sebagian shahabatnya, dari Ibnu Mas’ud ra, ia mengatakan : “Mereka (Kaum Anthakiyyah) menginjakkan kaki pada tubuhnya (Habib An-Najar) hingga tulang punggungnya keluar”. Siapakah Habib An-Najar itu ? Para Ulama berkata : a. Menurut Ibnu Abbas ra. dalam Qishashul Anbiya : “Dia adalah seorang yang banyak bershodaqoh, tetapi ia dibunuh oleh kaumnya sendiri” b. Menurut Ats-Tsauri dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari Ashim Al-Ahwal dari Abu Mujalaz, ia mengatakan : “Nama orang itu adalah Habib bin Siri”. Kemudian dikatakan, bahwa ia seorang tukang kayu. Ada yang berpendapat ia seorang tukang tenun. Ada juga yang mengatakan bahwa ia seorang tukang sepatu” Ada dua poin penting yang diserukan Habib An-Najjar kepada Kaum Anthakiyyah untuk mengajak mereka beriman kepada para utusan ini, yakni bahwa : 1. Para Rasul ini tidak meminta upah dari seruan da’wahnya 2. Para Rasul ini adalah orang yang beroleh Hidayah Allah, sebagaimana firman-Nya pada QS. 36 Yasin : 21 di atas. Mengapa pendekatan ini dilakukan oleh Habib An-Najjar, barangkali karena lazimnya orang yang zuhud kepada dunia lebih dekat kepada kebenaran. Ia akan jauh dari upaya memperkaya diri sendiri, mencari popularitas, apalagi dengan menghalalkan segala cara. Dalam QS. 31 Luqman : 33, Allah berfirman : “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah”. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa terperdaya oleh gemerlapnya dunia, yang berarti tidak zuhud, hakekatnya ia telah diperdaya oleh syetan, sehingga jauh dari kebenaran. Imam Nawawi, mengutip surat Luqman ini dalam kitab Riyadhus Shalihin pada bab zuhud kepada dunia. Diperkuat oleh HQR. Qudha’I yang bersumber dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman :
“Tiada amalan yang mendekatkan seorang hamba mu’min kepada-Ku dengan seperti zuhud kepada dunia”. Ini menunjukkan bahwa upah yang dicari oleh para utusan ini bukanlah pamrih duniawi, melainkan rido Allah. Sebagaimana yang terjadi pada diri Rasulullah saw, tatkala beliau ditawari oleh Kaum Qurisy dengan kemewahan dunia atau jabatan dan kekuasaan agar beliau saw menghentikan da’wahnya, ditolak oleh beliau. Jika demikian adanya, maka selanjutnya dapat dipastikan bahwa ajaran yang dibawa oleh para Rasul ini pun jauh dari interpensi kepentingan duniawi. Kebenaran
33
Ilahi meski pahit sekalipun akan disampaikannya. Itulah orang yang beroleh hidayah Allah. Oleh karena itu para Rasul tersebut amat layak untuk diikuti oleh Kaum Anthakiyyah. Menurut Qatadah dalam Tafsir Qurthubi dan Hamami Zadah dalam Tafsir Yasin dikatakan bahwa : “Ketika kaumnya mendengar ucapan Habib An-Najjar itu, mereka berkata kepadanya : “Engkau telah menyalahi agama kita dan mengikuti agama utusan-utusan itu ?”. Sebagian pendapat mengatakan bahwa mereka melaporkannya kepada Raja Anthakiyyah. Dan Raja menanyainya. Lalu Habib AnNajjar berkata, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an :
“Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya”. (QS. 36 Yasin : 22-23) Argumentasi yang disampaikan oleh Habib An-Najjar kepada kaumnya dengan mengatakan : “Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku” adalah untuk menggugah kesadaran nurani bahwa karena Allah yang telah menciptakan dirinya, maka adalah wajar jika ia menyembah kepadaAllah sebagai bukti kesyukuran kepada karunia-Nya tersebut. Sedang menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dikatakan bahwa sebenarnya ungkapan tersebut memiliki makna yang dalam dan itu merupakan sebuah sindiran kepada kaumnya. Artinya jika mereka masih merasa sebagai manusia yang berakal, mungkinkah berhala-berhala yang mereka pertuhankan itu adalah yang menciptakan mereka ?. Jika bukan, karena tentunya mereka pun diciptakan oleh Allah, mengapa harus menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah ? Penggalan awal ayat ke-23 ini, sekaligus merupakan dalil bahwa Kaum Anthakiyyah memang penyembah berhala. Sedang penggalan ayat ke-23, yang berbunyi : “Jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?”, Adalah ungkapan Habib An-Najjar dalam menanggapi ajakan orang kafir untuk kembali kepada agama berhala yang dianut oleh penduduk Anthakiyyah. Begitu terhunjamnya keimanan dalam dirinya, ia tidak takut oleh kemungkinan buruk yang akan ditimpakan oleh kaumnya. Justru yang ia khawatirkan adalah keburukan yang akan ditimpakan oleh Allah kepada dirinya jika ia berlaku kufur dengan mengikuti agama berhala. Sebab jika itu terjadi, maka tak ada seorang pun yang sanggup menolaknya. Maka tersesatlah ia, sebagaimana firman-Nya pada ayat ke-25.
34
Ayat Qur’an yang senada dengan ayat ini adalah :
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 10 Yunus : 107)
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. 6 Al-An’am : 17) Puncak dari keberanian Habib An-Najjar, adalah iqrar syahadatnya yang diucapkan dengan penuh keyakinan dan yang diperdengarkannya kepada semua orang ketika itu. Bahwa ia benar-benar telah memeluk agama Allah dan menjadi pengikut para Rasul. Allah berfirman : Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku”. (QS. 36 Yasin : 25) Menurut Hamami Zadah dalam Tafsir Yasin-nya , setelah pernyataan ini, Kaum Anthakiyyah mulai melakukan penyiksaan kepada Habib An-Najjar hingga akhirnya membunuhnya. Kemudian pada ayat ke-26 dan 27, Allah menceritakan nasib Habib AnNajjar yang amat baik. Allah SWT menganugerahinya dengan surga, karena ia gugur sebagai syuhada. Allah berfirman :
“Dikatakan (kepadanya): "Masuklah ke surga". Ia (Habib An-Najar) berkata: "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan". (QS. 36 Yasiin : 26-27)
35
Ayat ini merupakan ungkapan kegembiraan dari Habib An-Najar terhadap karunia nikmat yang Allah berikan kepadanya. Hal ini sebagaimana pujian Allah kepada para Syuhada Uhud, dalam firman-Nya :
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan ni`mat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman”. (QS. 3 Ali Imran : 169-171) Tentang ayat ada ikhtilaful ulama, yakni : 1. Benar-benar langsung masuk sorga tanpa melalui Alam Barzakh (Alam Qubur) terlebih dahulu. Dalam Kitab Ar-Ruh Li Ibnil Qayyim karya Ibnul Qayyim Aj-Jauziy, dalam topik tentang “Sebelum Qiyamat apakah ruh itu di langit ataukah di bumi ?”, mengatakan Abu Umar bin Abdul Barr berkata : “Ruh para Syuhada berada di sorga sedang orang mu’min umumnya berada di sekitar kuburannya” Masih dalam Kitab yang sama, menurut Madzhab Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar, dikatakan : “Ruh orang mu’min itu berada di sisi Allah di surga, baik ia syuhada atau bukan syuhada setelah ia lepas dari tanggung jawab dosa besar atau hutang dan ia telah mendapatkan ampunan dari Allah”. Diantara dalilnya adalah : HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas ra. Diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dari Jabir ra., dalam Lubabun Nuqul Fii Asbabin Nuzul, Rasulullah saw bersabda : “Allah menjadikan arwah saudara-saudaramu yang gugur dalam Perang Uhud sebagai burung-burung hijau yang mengunjungi sungai sorga dan makan buah-buahannya, sampai menghampiri lampu mas dibawah
36
naungan ‘Arasy. Ketika mereka mendapatkan makanan enak, minuman yang lezat dan tempat tidur yang empuk, mereka berkata : Alangkah baiknya jika kawan-kawan kita mengetahui apa yang telah Allah berikan untuk kita, sehingga mereka tidak segan untuk berjihad dan tidak mundur dari peperangan”. Allah berfirman kepada mereka : “Aku akan sampaikan hal kalian kepada mereka”. Maka turunlah ayat QS. 3 Ali imran : 169 diatas, yang menceritakan keadaan para syuhada”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim, Tirmidzi) 2. Tetap berada di Alam Barzakh, hanya sudah mendapatkan terlebih dahulu sebagian dari kenikmatan surga. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam Kitab Mafahim Yajib An-Tushahhah dalam topik tentang “Kehidupan para Nabi di alam Barzakh”, mengatakan : “Sementara itu arwah para syuhada diberi hak penuh dan sangat leluasa untuk beraksi. Mereka dapat berjalan-jalan melancong di surga sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, lalu bernaung di bawah naungan lampulampu di bawah ‘Arasy. Demikian menurut riwayat yang shahih” Dalam topik dan kitab yang sama, DR.Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengatakan : “Sesungguhnya kehidupan sebenarnya bagi para Nabi, khususnya Nabi Muhammad saw, di alam Barzakh merupakan kehidupan yang lebih sempurna dan lebih tinggi nilainya”. Dalil : 1). HR. Abu Ya’la dan Al-Bazzar, dengan rijal (sanad) Abu Ya’la itu tsiqat (dapat dipercaya) yang bersumber dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda : “Para Nabi itu hidup di dalam kuburannya seraya melakukan shalat” (HR. Abu Ya’la dan Al-Bazzar) 2). HR. Al-Baihaqi, dalam Dala’il An-Nubuwwah mengatakan bahwa: Disebutkan dalam hadits shahih dari Sulaeman At-Taimi dan Tsabit AlBanani dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Aku pernah mendatangi Musa pada malam aku diisra’kan di Al-Katsiib Al-Ahmar (bukit pasir merah), ketika ia (Musa) sedang berdiri melakukan shalat di kuburnya” (HR. Al-Baihaqi)
37
AKHIR DARI KEHIDUPAN KAUM ANTHAKIYYAH (QS. 36 Yasin : 28-32) Pada QS. 36 Yasin : 28-29, Allah berfirman :
“Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati” (QS. 36 Yasiin : 28-29) Setelah Habib An-Najar meninggal dunia, Allah mengazab Kaum Anthakiyyah dengan hanya satu teriakan saja tanpa perlu mendatangkan balatentara Malaikat untuk mematikan mereka semuanya. Menurut Ibnu Katsir dalam Qishashul Anbiya, para ahli tafsir mengatakan : “Allah Azza wa Jalla mengutus kepada mereka Malaikat Jibril, lalu ia membuka pintu gerbang negeri mereka seraya berteriak dengan satu kali teriakan, maka seketika itu juga mereka mati”. Menurut sebagian ulama termasuk Syeikh Hamami Zadah dalam Tafsir Surat Yasin, ayat ini untuk menunjukkan tentang Kekuasaan Allah yang amat besar, bahwa membinasakan mereka (Kaum Anthakiyyah) yang kufur dan durhaka adalah amat mudah, bahkan dengan suatu cara yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Teriakan satu Malaikat saja, cukup untuk membunuh penduduk seisi kota. Secara ilmiah, ayat ini dapat dibuktikan kebenarannya. Jika suara Halilintar saja, yang memiliki tekanan bunyi sebesar 120 deciBel, sudah dapat membuat telinga menjadi tuli. Maka suara roket yang tinggal landas, yang tekanan gelombang bunyinya sebesar 170 dB, akan memiliki efek yang lebih besar lagi. Maka adanya suara teriakan yang dapat mematikan seisi negeri, adalah hal yang logika sains dapat menerimanya. Pada ayat ke 30-32, Allah berfirman :
38
“Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolokolokkannya. Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka. Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami” Arti kata “al-hasrah” dalam ayat ke-30, menurut Syeikh Hamami Zadah dalam Tafsirnya adalah : sangat menyesal. Menurut Ibnu Katsir, ayat ini berbicara tentang penyesalan dari penduduk Anthakiyyah di akherat kelak saat mereka melihat dengan nyata siksaan dan azab Allah untuk mereka. Menurut Ikrimah, penyesalannya itu merupakan penyesalan yang amat mendalam. Dan penyesalan pada saat itu tidak memberi manfaat apapun selain kerugian. Menurut Ibnu Katsir dalam Qishashul Anbiya, yang dimaksud dengan ummat sebelum mereka yang telah dibinasakan pada ayat ke-31 adalah : “Kaum Nuh, Kaum ‘Aad, Kaum Tsamud, Kaum Rass, dan lain-lain yakni kaum yang diturunkan sebelum perode Taurat” Dasarnya adalah firman Allah :
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat. (QS. 28 Al-Qashash : 43) Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Al-Bazzar dari Auf Al-‘Arabi dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia mengatakan : “Allah tidak membinasakan suatu kaum dengan adzab dari langit atau dari bumi setelah diturunkannya Taurat ke muka bumi selain sutu Negeri yang penduduknya dirubah menjadi kera. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah SWT berfirman “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu” Dan Kisah Kaum Yasin (Anthakiyyah) ini oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Qishashul Anbiya ditempatkan dalam urutan periode kisah sebelum Kisah Nabi Musa as. Ini menunjukkan bahwa periode kehidupan Kaum Anthakiyyah yang terdapat dalam Surat Yasin ini adalah Anthakiyyah Kuno sebelum zaman Nabi Musa Sedang ayat ke-32, menegaskan bahwa Kaum Anthakiyyah yang kafir yang telah terbunuh ini, kelak di Yaumul Ba’ats akan dikumpulkan lagi di Mahsyar, untuk mempertanggung jawabkan semua tindak kejahatan mereka.
39
KRITERIA SEORANG RASUL (BELAJAR DARI KISAH PARA UTUSAN DI NEGERI ANTHAKIYYAH) Kisah Kaum Anthakiyyah, secara lengkap terdapat pada QS. 36 Yasin : 13-32, sebagai berikut :
40
13. Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka; 14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu". 15. Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". 16. Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. 17. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". 18. Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". 19. Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas". 20. Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu,. 21. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. 22. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? 23. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? 24. Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. 25. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku. 26. Dikatakan (kepadanya): "Masuklah ke surga". Ia berkata: "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, 27. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan". 28. Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. 29. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. 30. Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolokolokkannya. 31.Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka. 32. Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami.
41
Dari rangkaian ayat-ayat dalam Surat Yasiin ini dapat difahami bahwa diantara kriteria seorang Rasul Utusan Allah adalah : 1. Diutus kepada kaum tertentu (QS. 36 Yasiin : 13,14,16) 2. Seorang manusia (QS. 36 Yasiin : 15) 3. Diberi wahyu (QS. 36 Yasin : 15) 4. Tugasnya bertabligh (QS. 36 Yasiin : 17) 5. Tidak menerima upah dan shodaqoh (QS. 36 Yasiin : 21) 6. Mengajarkan Tauhid (QS. Yasiin : 22-23) Kriteria ke-1 : “Diutus kepada kaum tertentu” Semua Nabi dan Rasul sebelumnya hanya diutus bagi Kaum atau Negeri tertentu saja. Kecuali Nabi Muhammad saw yang diutus bagi seluruh ummat manusia dan untuk seluruh bangsa di dunia. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (QS. 34 Saba : 28) Sedangkan Nabi dan Rasul lain, wilayah da’wahnya bersifat lokal dan terbatas. Misalnya : Nabi Hud hanya untuk Kaum ‘Aad (di Yaman) saja., sebagaimana firman-Nya : “Dan kepada kaum `Aad (Kami utus) saudara mereka, Hud”. (QS. 11 Hud : 50) Sedangkan Nabi Isa as. hanya untuk Bani Israil saja. Allah berfirman :
“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu”. (QS. 61 As-Shaff : 6) Kriteria ke-2 : “Seorang manusia” Penolakan Kaum Anthakiyyah terhadap seruan da’wah 3 (tiga) utusan ini, terutama karena yang datang hanyalah manusia sebagaimana mereka, sebenarnya merupakan gejala universal. Sebagaimana firman-Nya :
42
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?" (QS. 17 Al-Isra : 94) Padahal jika mereka mau memperhatikan sejarah kaum lain nampak dengan jelas bahwa sudah merupakan Sunnatullah, bahwa Allah SWT senantiasa mengutus seorang Nabi dan Rasul bukan dari golongan Malaikat melainkan dari kalangan manusia. Yang berbicara dengan bahasa kaum tersebut, sehingga apa yang dida’wahkan menjadi dapat dimengerti dengan mudah. Allah berfirman : “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”. (QS 14 Ibrohim : 4)
Kriteria ke-3 : “Diberi wahyu” Seorang Rasul adalah orang yang ditugaskan mengajari ummat manusia untuk mengenal kebenaran dan membimbingnya ke jalan yang lurus. Mustakhil ia bisa melakukan tugas sucinya ini tanpa bimbingan wahyu. Karena kebenaran hakiki yang akan membawanya kepada jalan yang lurus, hanya dapat diperoleh dari Allah SWT. Itulah wahyu. Itulah sebabnya setiap Rasul pasti diberi wahyu oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya :
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka (para Nabi) Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan”. (QS. 2 Al-Baqarah : 213) Kriteria ke-4 : “Tugasnya bertabligh” Tabligh (menyampaikan Wahyu dan Kebenaran) menurut Madzhab Aqidah Ahlus sunnah Wal Jama’ah versi Asy’ariy dan Al-Maturidiy, merupakan sifat wajib bagi Nabi dan Rasul. Seberat apapun resiko yang harus ia hadapi, seorang Rasul wajib menyampaikannya, meski nyawa taruhannya. Nabi Ibrohim as.harus dilemparkan ke dalam kobaran api Raja Namruj dari Babilonia (Mesopotamia), Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. harus menghadapi Fir’aun dan balatentaranya yang terus mengejarnya hingga ke Laut merah, Nabi Zakariya as.
43
bahkan harus menjadi syuhada karena dibunuh kaumnya yang kafir, dan lain sebagainya. Dalil Umumnya :
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya”. (QS. 5 Al-Maidah :67) Kriteria ke-5 : “Tidak menerima upah dan shodaqoh” Seorang Rasul adalah manusia pilihan Allah. Ia diutus ke suatu kaum untuk menyampaikan wahyu dan membimbing kaum tersebut ke jalan yang benar, sematamata atas perintah Allah SWT. Dan hal tersebut telah ia fahami sejak pertama kali ia diangkat oleh Allah sebagai seorang Rasul. Sehingga tidak mungkin ia akan meminta upah atas tugas kenabiannya tersebut. Sebagaimana firman Allah :
“Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas da`wahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan”. (QS. 38 Shad : 86)
Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". (QS. 42 Asy-Syuraa : 23) Disamping tidak menerima Ujrah (Upah), Nabi saw pun haram (tidak menerima) Zakat dari siapapun. Sebab Zakat merupakan “Kotoran” manusia. Dalilnya : 1. HR. Muslim, Rasulullah saw bersabda : “Sesunggunya shodaqoh itu adalah kotoran manusia” 2. HR. Ahmad, Muslim Dari Mutholib bin Rabi’ah bin harits bin Abdul Muthalib bahwa dia dan Fadlol bin Abbas pergi menghadap Rasulullah saw. Kemudian salah seorang diantara kami berkata : “Wahai Rasulullah saw, kami datang kepadamu agar engkau memberi perintah kepada kami tentang sedekah ini, agar kami mendapat manfaat dari zakat itu, sebagaimana orang lain mendapatkannya,dan kami menyampaikan kepadamu apa yang disampaikan banyak orang”. Nabi saw bersabda : “ Sesungguhnya shodaqoh itu tidak layak bagi Muhammad, dan tidak layak pula
44
bagi keluarga Muhammad, karena sesungguhnya shodaqoh itu adalah kotoran manusia”. Tetapi Nabi Muhammad saw mendapatkan harta ghonimah (rampasan perang) dan fa’I (harta rampasan yang didapat tanpa peperangan). Sedangkan Nabi yang lain haram untuk mendapatkannya. Dalilnya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul”. (QS. 8 Al-Anfal : 1)
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil”. (QS. 8 Al-Anfal : 41)
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan”. (QS. 59 Al-Hasyr : 7) Al-Hadits dari Shahabat Abu Hurairah ra. dalam Kitab Tanbihul Ghafiliin karya Abu Laits As-Samarqandiy, Nabi saw bersabda :
“Aku (Muhammad) diberi 5 (lima) perkara yang tidak diberikan (oleh Allah) kepada seorang pun dari para Nabi sebelumku. Yakni : Aku diutus kepada (Bangsa) kulit merah dan hitam. Dan dijadikan bagiku, bumi (tanah) sebagai Masjid dan Alat bersuci. Dan aku ditolong dengan kegentaran musuh dalam jarak perjalanan 1 (satu) bulan. Dan dihalalkan bagiku Ghonimah. Dan aku diberi kesempatan memberi syafaat maka aku simpan untuk ummatku (di akherat kelak)”. (Al-Hadits)
45
Sedangkan manusia biasa yang bergerak dalam bidang da’wah, telah disepakati (Ijma’) diantara para Ulama berhaq atas ujrah (upah). Sebagaimana Sabda Nabi saw : “Sesungguhnya yang lebih berhaq (lebih patut) kamu terima (ambil) upahnya adalah Kitab Allah” (HR. Bukhari) Dalam Kitab Maushu’atul Ijma karya Sa’di Abu Habib, dijelaskan bahwa : Berdasrkan Kitab Fathul Bari dari ‘Iyaadh, Syarah muslim dari ‘Iyaadh dan Nailul Authar dari ‘Iyaadh, bahwa : ”Mengupah orang untuk mengajar Al-Qur’an itu boleh menurut semua Ulama kecuali Hanafiyyah” Sedang menurut Ibnu Rusyd berdasarkan Kitab Bidayatul Mujtahid “Mengupah untuk menulis mashaf-mashaf itu boleh menurut ijma’Ulama” Kriteria ke-6 : “Mengajarkan Tauhid” Setiap Rasul yang dibangkitkan oleh Allah kepada suatu kaum, pasti membawa ajaran aqidah (keimanan) yang sama, yakni Tauhid, meskipun peraturan Syariat (hukum)nya berbeda-beda. Sebagaimana firman-nya :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. 21 Al-Anbiya : 25)
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syariat) dan Manhaj (jalan yang terang) sendiri”. (QS. 5 Al-Maidah : 48)
46
BUKTI-BUKTI KEKUASAN ALLAH DI SEMESTA ALAM (QS. 36 Yasin : 33-44)
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi
47
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan, dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai ke suatu ketika”. (QS. 36 Yasin : 33-44) QS. 36 Yasin : 33-44 ini merupakan “ayat-ayat sains” yang mendorong manusia melakukan observasi, inovasi untuk mengungkap rahasia alam semesta untuk menunjukkan betapa Maha Besarnya Allah SWT dan betapa Agung Kekuasaan-Nya. Sekaligus ia merupakan I’jazul Qur’an (kemukjizatan Al-Qur’an), karena apa yang diberitakan Allah dalam Al-Qur’an, ternyata terbukti kebenarannya menurut sains dan pengetahuan modern. Diantaranya adalah tentang :
1. MENGHIDUPKAN LAHAN YANG TANDUS Pada QS. 36 Yasin : 33-35 Allah berfirman :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya bijibijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebunkebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (QS. 36 Yasin : 33-35) Dengan apa bumi yang mati yang seakan tidak dapat diharapkan itu, untuk kemudian dapat menumbuhkan tanaman ? Ulama dahulu seperti Ibnu Katsir ataupun para Ilmuwan sekarang sepakat bahwa hal itu terjadi dengan adanya air hujan. Allah berfirman :
48
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran”. (QS. 7 Al-A’raaf : 57) DR. Muhammad Al-Khatib dalam Kitab Al-Islaamu wal-Ilmu Nadzharatun Mu’jizatun, mengatakan : “Dari air, Allah menciptakan setiap makhluq hidup. Pada titik-titik air itulah terdapat rahasia kehidupan. Andaikata tak ada air, maka tumbuhtumbuhan pun tak ada. Dan jika tumbuhan tak ada maka hewan dan manusiapun tak ada”. Hal ini sebagaimana firman-Nya
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. (QS. 21 Al-Anbiya : 30) Teknologi Hidroponik, yang ditemukan di abad ke-20 menunjukkan bahwa tanaman seperti Anggrek dapat tumbuh tidak harus pada media tanah, asal ada air , ia dapat tumbuh dan berkembang dengan sangat baik. Penggalan ayat ke-35, yang berbunyi : (Dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka), telah mendorong manusia untuk melakukan rekayasa atas dasar ilmu pengetahuan (sains) yang dikuasai di bidang agriculture (pertanian). Unsur manusia yang dimaksud dalam penggalan ayat ini menurut Tafsir Surah Yasiin karya Syeikh Hamami Zadah adalah : berupa menabur benih, menanam dan lain sebagainya. Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, huruf pada ayat ke-35 yang berbunyi memiliki dua pengertian, yakni sebagai : 1.. Nafi artinya tidak. Sehingga ayat diatas diartikan menjadi : “Dan tidaklah diusahakan oleh tangan mereka sendiri” Maksudnya adalah supaya mereka memakan dari buahnya yang sebenarnya tidaklah diusahakan oleh tangan mereka. Sebab secara hakekat yang menumbuhkan hasil itu bukanlah mereka (manusia) melainkan atas kehendak Allah SWT. Didasarkan kepada firman-Nya :
49
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami (Allah) yang menumbuhkannya?” Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang. (QS. 56 Al-Waqi’ah : 63-65) 2. Yaitu Isim penghubung. Sehingga ayat diatas diartikan menjadi : “Dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka” Dengan menjadikan “maa menjadi maushuul”, maka diakui pula keberadaan hasil usaha manusia. Karena memang Allah memerintahkan manusia untuk berusaha. Dan hasil usaha diberikan Allah kepadanya sepanjang yang ia usahakan. Allah berfirman : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS. 53 An-Najm : 39)
“Bagi mereka mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan” (QS. 2 Al-Baqarah : 202) Menurut Hamka, kedua penafsiran ini hendaknya dipakai secara bersamasama. Walau secara hakekat Allah yang menentukan, tetapi dalam kehidupan di dunia ini senantiasa ada hubungan sebab akibat. Ghalibnya jika usahanya bagus maka produk hasilnya besar kemungkinan akan bagus pula. Walau terkadang Allah menghendaki lain, sebagai ujian bagi manusia. Karena qudrah irodah Allah adalah bersifat mutlaq. Dan QS. 36 Yasin : 33-35, menurut Tafsir Surah Yasiin karya Syeikh Hamami Zadah merupakan dalil bahwa : “Jika Allah dapat menghidupkan bumi yang mati kemudian dari bumi yang mati tersebut keluar biji-bijian untuk kemudian tumbuh kebun-kebun, maka bagi Allah pasti sangat mudah untuk menghidupkan kembali orang mati di dalam Quburnya” Apalagi pada ayat sebelumnya (QS. 36 Yasin : 32), Allah berfirman : (“Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami”) yakni pada Yaumul Ba’ats (Hari Berbangkit), untuk mendapat balasan amal perbuatan selama di dunia. Sebagaimana firman Allah :
50
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)”. (S. 30 Ar-Ruum : 19) Di akhir ayat ke-35, Allah memerintahkan kita bersyukur atas karunia nikmat yang demikian banyak Allah berupa lahan yang subur yang menumbuhkan tanaman dan buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Cara bersyukur yang terpenting menurut Hamka adalah dengan membayarkan zakatnya pada setiap musim panen. Sebagaimana firman-Nya :
“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)” (QS. 6 Al-An’am : 141)
2. SEGALA SESUATU ITU BERPASANGAN Dalam QS. 36 Yasin : 36, Allah berfirman :
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. Ayat ini merupakan bukti bahwa segala sesuatu itu memiliki pasangan. Ada pangkal ada ujung, ada siang dan ada malam, ada gelap ada terang, ada baik ada buruk, ada laki-laki dan ada perempuan, ada jantan ada betina baik pada hewan ataupun tumbuhan. Pada tumbuhan dikenal ada serbuk sari dan ada kepala putik. Bahkan menurut para Ahli Botani, pada beberapa jenis tumbuhan ditemukan ada tumbuhan yang hanya punya serbuk sari dan yang lainnya hanya punya kepala putik saja. Menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, orang Arab mengerti benar untuk “mengawinkan” korma jantan dengan korma betina. Kalau sudah dikawinkan, maka korma betina akan banyak buahnya. Ayat ini diperkuat oleh firman-Nya dalam surat yang lain, yakni :
51
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan” (QS. 42 Asy-Syura : 11)
“Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan” (QS. 13 Ar-Ra’du : 3) Ayat diatas (QS. 36 Yasin : 36), dibuka dengan kalimat Yang artinya : Maha Suci (Allah) Dzat yang menciptakan, mengandung suatu tuntunan agar kita Bertasbih (Memaha Sucikan Allah), untuk mensyukuri karuniaNya yang demikian besar dengan diciptakannya pasangan pada segala sesuatu. Sebagai contoh : •
Karunia berupa adanya dua jenis kelamin yang berbeda pada manusia dan hewan, menyebabkan kehidupan keduanya hingga kini tetap exist. Kemusnahan peradaban manusia akan segera terjadi jika di dunia ini hanya ada satu jenis kelamin saja. Itulah sebabnya barangkali hikmahnya mengapa Allah SWT. dan rasul-Nya amat mengutuk perilaku manusia yang mengingkari kodrat kemanusiaannya dengan mencintai sesama jenis kelamin, yang dikenal sebagai Homosex dan Lesbianisme. Bahkan para Ulama Fiqh seperti Imam Syafii menetapkan Hukum Rajam, bagi Kaum Gay ini. Sementara Imam Abu Hanifah, menetapkan sanksi Hukum dengan cara melemparkan mereka dari tempat ketinggian ke suatu jurang untuk kemudian melemparinya dengan batu, sebagaimana adzab Allah kepada Kaum Nabi Luth as. di negeri Soddom.
•
Adanya ion bermuatan positif dan negative, mengakibatkan bumi menjadi terang benderang dengan adanya listrik, lahirnya teknologi di bidang elektronika tidak dapat terlepas dari jasa adanya kedua ion yang berbeda muatan ini, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana firman-Nya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. (QS. 51 Adz-Dzariyat : 49)
52
3. PERGANTIAN SIANG DAN MALAM Dalam QS. 36 Yasin : 37, Allah berfirman :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan”. Ayat ini senada dengan firman-Nya :
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?" Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS. 28 Al-Qashash : 71-73) Ir. Agus Mustofa, seorang Insinyur Teknik Nulir UGM dalam Bukunya Pusaran Energi Ka’bah mengatakan : “………Apakah yang terjadi jika Allah hanya menciptakan malam terus di bumi ? Cobalah lihat suhu udara di padang pasir, sebutlah di Arab Saudi. Pada keadaan normal, siang hari di sana biasa mencapai 50 derajat celcius, sedangkan di malam hari biasa mencapai 14 derajat. Puncaknya adalah antara jam 12 malam sampai sekitar 2 dini hari. Apakah yang akan terjadi dalam kurun waktu 100 jam setelah suhu terendah itu ? Jika matahari tidak pernah muncul, alias malam terus, maka maka dalam kurun waktu itu suhu akan terus menerus turun hingga mencapai 0 derajat, dimana air akan mulai membeku. Dan ketika diteruskan sampai 100 jam berikutnya maka seluruh air di muka bumi akan membeku, termasuk cairan tubuh kita.
53
Jadi sungguhlah dahsyat dampak dari pergantian siang dan malam hari. Sebuah rutinitas yang tidak semua kita pernah memikirkannya. Karena itu Allah memancing kita untuk memahami. Apakah tujuan utamanya ? Tak lain agar kita sadar bahwa di balik terjadinya rutinitas pergantian siang dan malam hari itu terdapat sesuatu yang luar biasa yang berkait dengan Sebuah Kekuatan Besar yang mengendalikan alam sekitar kita yaitu Sang Maha Perkasa (Allah SWT)”. Masih dalam buku yang sama, dikatakan : “Suhu pada umumnya pagi hari di Kota Surabaya, berkisar di bawah 30 derajat Celcius. Ketika siang mulai menjelang, maka suhu beranjak diatas 30 derajat. Dan puncaknya pada jam 12 siang sampai jam 14 siang, suhu udara bisa mencapai 33-34 derajat, atau bahkan lebih. Pernahkah kita memperhatikan aspal jalan raya Surabaya pada siang hari. Di permukaannya terlihat mengepul uap tipis, dan aspalnya menjadi lembek. Diperkirakan panas permukaan jalan raya itu diatas 50 derajat. Kalau disiramkan air disana, tak berapa lama kemudian air itu akan menguap, dan jalanan itu pun kering kembali. Kita lihat contoh di atas. Hanya dalam kurun waktu setengah hari saja, panas udara dan permukaan bumi bisa mengalami peningkatan suhu yang demikian tinggi. Apa jadinya kalau matahari tidak bergeser ke arah Barat, tetapi tetap berada di atas kita terus menerus ? Diperkirakan, dalam waktu 100 jam, air di permukaan bumi akan mulai mendidih, dan banyak yang mulai menguap. Dan kemudian, apa yang terjadi 100 jam berikutnya ? Diperkirakan seluruh air di muka bumi sudah habis menguap, dan darah di tubuh kita pun ikut mendidih. Dengan kata lain, tidak ada kehidupan yang tahan di bumi yang hanya punya siang siang terus menerus”. Itulah barangkali salah satu rahasianya, mengapa Allah memerintahkan kita untuk berdzikir dan bertasbih di waktu pagi dan sore hari, kemudian Rasul menuntunnya dengan berbagai lafal dzikir dan do’a. Semuanya ini agar kita bersyukur atas karunia Allah berupa pergantian siang dan malam yang ternyata amat luar biasa manfaatnya. Sebagaimana firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang”. (QS. 33 Al-Ahzab : 41-42)
54
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab (orang-orang yang berakal), (yaitu) orang-orang yang berdikir (mengingat) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring “ (QS. 3 Ali Imran : 190-191) Dalam Tafsir Ibnu Katsir, ada riwayat bahwa Rasulullah saw menangis tersedu-sedu setelah diturunkannya ayat QS. 3 Ali Imran : 190-191, yang mengingatkan Rasul betapa besarnya karunia Allah dengan diciptakannya langit, bumi dan adanya pergantian siang dan malam hari itu. Dalam HR. Ibnu Mardawaih, diceriterakan bahwa : “…………………..Usai shalat, beliau saw duduk seraya menangis hingga air matanya membasahi lantai. Dan tatkala Bilal datangkepadanya untuk panggilan Shalat Subuh, ia menemui beliau saw masih tersedu-sedu dalam keadaan berbaring. Bertanyalah Bilal kepadanya : “Apakah yang menyebabkan engkau menangis ya Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang akan datang ?Rasulullah saw menjawab : “Bagaimana aku tidak menangis hai Bilal, setelah Allah menurunkan kepadaku malam ini ayat-ayat : Binasalah hai Bilal, orang yang membaca ayat-ayat ini tanpa merenungkan isinya dalam-dalam”. Diantara contoh dzikir dan do’a yang dianjurkan dibaca oleh Nabi saw. pada pagi dan sore hari sebagai manifestasi syukur kita kepada Allah SWT atas karunia adanya rutinitas pergantian siang dan malam hari, adalah sebagaimana terdapat dalam HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas ra. yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa ketika pagi membaca
“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)”. (QS. 30 Ar-Ruum : 17-19) maka ia akan mendapatkan apa-apa yang terlewatkan pada hari itu. Dan barang siapa membacanya pada sore hari, maka ia akan mendapatkan apa-apa yang terlewatkan pada malamnya”
55
4. PEREDARAN MATAHARI DAN BULAN PADA ORBITNYA Dalam QS 36 Yasin : 38-40, Allah berfirman ;
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya”. Arti ayat ke-38 yang berbunyi : (Dan matahari berjalan di tempat peredarannya) berdasar fakta ilmiah yang telah ditemukan oleh para ahli astronomi, maka ayat ini ditafsirkan menjadi : Matahari disamping melakukan rotasi pada porosnya, maka ia pun berputar (berevolusi) pula dalam suatu orbit tertentu pada gugusan galaksi Bima Sakti, bersama-sama dengan bumi, bulan dan berbagai planet lain yang mengelilinginya. Sedangkan ayat ke-39 yang berbunyi :
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”. Adalah ayat yang mengungkapkan tentang berbagai penampakan posisi bulan saat dilihat dari bumi. Mula-mula ia nampak seperti bentuk tandan yang tua (bulan sabit) yang kemudian sedikit demi sedikit berubah sehingga kemudian menjadi bulat, itulah bulan purnama, untuk kemudian kembali ke bentuk seperti tandan yang tua. Salah satu manfaat dari adanya perputaran matahari dan bulan ini adalah diketahuinya bilangan waktu. Dan waktu dalam Islam adalah sesuatu yang amat penting. Sebab dengannya kita dapat mengetahui kapan tibanya awal Ramadlan dan Syawwal, kapan para Hujjaj harus wukuf di ‘Arafah, dan lain-lain. Allah berfirman :
56
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS. 10 Yunus : 5) Maksud Firman Allah pada ayat ke-40, yang artinya : “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang”, adalah, jika hal itu terjadi, artinya mereka saling bertemu, maka tatanan semesta akan hancur. Itulah Qiyamat. Kemudian pada penggalan akhir ayat ke-40 surat Yasin yang berbunyi (Dan masing-masing beredar pada garis edarnya) Telah memacu para Ilmuwan Astronomi untuk mengetahui : mengapa matahari dan bulan serta berbagai planet lain itu beredar tetap pada orbitnya masing-masing ? Kekuatan apa yang mengikatnya sehingga tidak keluar dari orbitnya ? Hasil penelitian para Ilmuwan Astronomi, menurut Ary Ginanjar Agustian dalam “Buku Saku ESQ” menunjukkan bahwa : • “Ditemukan adanya “Black Hole” dengan gravitasinya yang sangat kuat menjaga, menjangkar dan menarik seluruh planet agar tetap pada orbitnya. Apabila keluar dari garis orbit maka hancurlah tatanan alam semesta” • Masing-masing benda angkasa tersebut berputar dan beredar dengan arah yang bertolak belakang dengan arah jarum jam, persis seperti arah putaran ummat Islam yang sedang Thawaf mengitari Ka’bah. Lebih jauh menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku yang sama mengungkapkan hasil foto Teleskop Infrared Chandra tahun 2000 The Milky Way (Bima Sakti), bahwa kepadatan massa black hole sebagai pusat galaksi Bima sakti, adalah 2,6 juta kali matahari. Jaraknya 26.000 tahun cahaya dari bumi. Garis tengahnya 50.0000 tahun cahaya. Terdapat 100 milyard bintang dalam satu galaksi, semuanya berthawaf. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Dan Dia (Allah) menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya?” QS. 22 Al-Hajj : 65)
57
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?” (QS. 22 Al-Hajj : 18) Siapakah yang dapat menciptakan dan mengatur tatanan semesta sedemikian luar biasa ini ? Jawabannya tentulah : Dzat Yang Maha Perkasa yang tiada seorang pun mampu meski sekedar mendekati kekuasaann-Nya Yang Agung. Juga Maha Mengetahui segala perkara. Sebab Dia adalah Dzat Yang Maha Berilmu, sedangkan manusia dan makhluk lain hanyalah diberi ilmu sedikit saja. Sebagaimana firman-Nya “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. 17 Al-Isra’ : 85) Itulah sebabnya pada penggalan akhir ayat ke-38 dari Surat Yasin ini Allah berfirman : (Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui)
5. KAPAL YANG BERLAYAR DI LAUTAN Pada QS. 36 Yasin : 41-44, Allah berfirman :
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera (kapal) yang penuh muatan, dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika”. Menurut Adh-Dhahak, Qatadah, Ibnu Zaid dalam tafsir Ibnu Katsir, mengatakan bahwa kata “Dzurriyyah” (keturunan) dalam ayat jke-41 diatas adalah nenek moyang manusia yang dibawa dengan bahtera Nabi Nuh as. Yang menurut Hamka diistilahkan dengan nenek moyang manusia kedua setelah Adam as.
58
Sedangkan kalimat ditafsirkan dengan kapal Nabi Nuh as. yang penuh muatan karena semua jenis binatang yang ada di dunia masingmasing sepasang dimasukkan ke dalam kapal tersebut, disamping 80 orang beriman pengikut Nabi Nuh as pun terdapat dalam Kapal tersebut. Inilah pendapat dari Ibnu Katsir dan Tafsir Jalalain. Dapat dibayangkan betapa besarnya kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh as ini. Tetapi menurut Tafsir Qurthubi adalah Kapal Nabi Nuh dan kapal –kapal lain bukan hanya kapal Nabi Nuh as. Bagi peradaban manusia ayat ini sebenarnya amat penting. Mengapa ? Karena menurut Hamka, penyebaran bangsa-bangsa di dunia ini terjadi dengan adanya bahtera (kapal). Khususnya pada periode awal pertumbuhan manusia. Dalam sejarah dunia kita mengenal bahwa penemuan benua-benua baru seperti Amerika dan Australia misalnya adalah karena jasa para pelaut tangguh yang berani menaklukan ganasnya berbagai samudra luas. Sehingga kemudian terjadi interaksi budaya antar bangsa meski mereka saling berjauhan letak geografisnya. Ini juga merupakan sebagian karunia Allah yang lain lagi yang harus kita syukuri. Ayat ke-42 yang berbunyi : (Dan Kami (Allah) ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera), harus dimaknai bahwa : Allah mengaruniakan ilmu pengetahuan kepada manusia untuk menciptakan alat transportasi lain yang seperti bahtera. Mengapa demikian ? Karena alat transportasi lain yang semisal dengan bahtera ini, baru ditemukan pada abad modern ini. Sementara arti yang seperti bahtera itu, menurut para Ulama diantaranya adalah : • Ibnu Abbas ra mengatakan : unta sebagai kendaraan di darat. • Qatadah dan Dhahaq mengatakan : perahu-perahu kecil di sungai. Sedangkan menurut pandangan kami adalah Kapal selam dan pesawat terbang, karena kesamaan fungsi sebagai alat transportasi yang mampu membawa muatan yang banyak sebagaimana ayat ke-41 di atas yang diistilahkan dengan “Al-Fulkul Masyhuun”. Sementara udara sebagai media terbangnya sebuah pesawat diqiyaskan kepada lautan tempat berlayarnya sebuah bahtera, karena keduanya pun sama-sama luas dan memiliki tingkat resiko yang tinggi saat diarungi. Hal lain yang menjadi alasan kami adalah dipakai dan diajarkannya oleh para alim ulama do’a berlayar di lautan menjadi do’a saat menaiki pesawat terbang, sebagaimana sudah dimaklumi bersama adanya. Ayat ke-43 yang berbunyi (Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan) dapat dipahami sebagai peringatan dari Allah, bahwa jika Dia (Allah) kehendaki dapat saja Allah menenggelamkan orang yang berada di perahu atau kapal di lautan.
59
Oleh karena itu Nabi saw menuntun ummatnya dengan berbagai do’a saat berlayar di lautan. Diantaranya dalam : 1. Al-Hadits dalam Kitab Syarafu Ummatil Muhammadiyyah karya DR. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki, Nabi saw bersabda : “Keamanan bagi ummatku dari tenggelam apabila naik naik kapal (perahu) apabila membaca :
“Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 11 Hud : 41)
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. 39 Az-Zumar : 67) 2. Al-Hadits dalam Kitab Syarafu Ummatil Muhammadiyyah karya DR. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki, Nabi saw bersabda : “Barang siapa melazimkan (membiasakan) membaca ayat :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orangorang mu'min. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki `Arsy yang agung". (QS. 9 At-Taubah : 128-129) maka tidak akan mati karena reruntuhan, tenggelam, kebakaran atau terpukul dengan senjata dan besi” (Al-Hadits)
60
PEMBANGKANGAN ORANG MUSYRIK (QS. 36 Yasin : 45-48)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu dan siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat", (niscaya mereka berpaling). Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia (Allah) akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata". Dan mereka berkata: "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?" Dari ayat ini dapat diketahui bahwa ada 4 (empat) tanda kekufuran seseorang kepada Allah SWT, yakni : a. Tidak takut dengan beratnya siksa akibat dosa. b. Bila ditunjukkan “Ayat-ayat Allah” baik Qur’aniyyah maupun Kauniyyah (yang ada di semesta alam) selalu berpaling. c. Menolak perintah untuk berinfaq shodaqoh. d. Tidak percaya akan tibanya Hari Qiyamat. Ada ikhtilaf diantara Ulama tentang kalimat pada ayat ke-45, tentang : (Apa yang ada dihadapanmu dan apa yang ada di belakangmu) Diantaranya adalah: 1. Menurut Tafsir Jalalain, arti ayat : “Apa yang dihadapanmu” yakni : Siksa Dunia seperti ummat yang lainnya. Sedangkan “Apa yang akan datang” adalah Siksa akherat. 2. Ibnu Abbas dan Jubair ra. dan Mujahid, dalam Tafsir Qurthubi adalah : “Dosa-dosa yang telah lalu dan dosa-dosa yang akan datang”
61
Ayat ini mengajak kita untuk takut kepada siksa yang akan dijatuhkan Allah SWT akibat dosa-dosa kita. Baik siksa di Dunia ataupun di Akherat kelak. Menurut Ibnu Katsir, maksud penggalan ayat ke-46 yang berbunyi : adalah : “Apabila datang kepada mereka, orang kafir, tanda (ayat) yang menunjukkan Keesaan Allah (Tauhid) dan Kebenaran Rasul (Nabi Muhammad saw), maka mereka selalu berpaling menolaknya”. Jawaban orang kafir pada ayat ke-47, saat diajak untuk berinfaq kepada orang miskin dari kalangan beriman, yang menurut Tafsir Hamami yang mengajaknya itu adalah para Shahabat Nabi, dengan mengatakan : "Apakah kami (orang kafir Mekkah) akan memberi makan kepada orangorang (miskin yang beriman) yang jika Allah menghendaki tentulah Dia (Allah) akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata". Merupakan : “Sebuah penghinaan dan cemoohan dari orang kafir, bahwa dengan masuk Islam mengikuti agama Nabi Muhammad ternyata mereka masih saja miskin. Mengapa harus membantu, padahal jika mereka menyembah Allah saja seharusnya Allah memberi kekayaan kepada mereka ? Pendapat mereka orang kafir ini merupakan pendapat yang keliru. Itulah makna
(Tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata) menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. Mengapa keliru ? Sebab Kaya dan miskin dalam pandangan Islam adalah Ujian Allah. Allah akan memberikan rizqi kepada siapa yang dikehendaki-Nya, demikian pula untuk menahan turunnya rizqi tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah berfirman :
“Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. 42 Asy-Syura : 12)
62
TIUPAN SANGKAKALA MALAIKAT ISRAFIL SEBAGAI TANDA TIBANYA ERA HARI QIYAMAT (QS. 36 Yasin : 49-54)
“Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar. Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya. Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”. Menurut Ibnu Abbas ra. dalam Tafsir Surat Yasin karya Syeikh Hamami Zadah, dan ‘Ikrimah dalam Tafsir Qurthubi, bahwa : “Yang dimaksud dengan asshayhah atau teriakan (dalam QS. 36 Yasin : 49) adalah Tiupan yang pertama pada Hari Qiyamat”. Sedangkan kalimat (sedang bertengkar), dalam ayat akhir ayat ke-49 ini adalah dalam urusan-urusan dunia seperti saat jual beli di pasar, dan lainlain. Ini menunjukkan datangnya Hari Qiyamat itu secara tiba-tiba, tanpa terduga termasuk pada saat manusia sedang bertengkar dalam berbagai urusan bisnisnya. Sebagaimana Al-Hadits dalam Tafsir Surat Yasin karya Syeikh Hamami Zadah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sungguh Hari Qiyamat pasti akan terjadi. Dan sungguh ketika dua orang membentangkan kain saat jual beli, keduanya belum sempat melipat kain
63
(dagangannya tersebut), tiba-tiba keduanya mati mendadak. Hari Qiyamat pasti terjadi. Ketika seseorang mengangkat makanan ke mulutnya, lalu ia tidak bisa memakannya. Hari Qiyamat pasti terjadi. Ketika seseorang memberi minum hewan ternaknya, namun ia tidak dapat mengangkat kedua kakinya. Hari Qiyamat pasti terjadi. Ketika seseorang mengangkat timbangan (dagangannya) dan belum sempat menurunkannya”. Hadits yang hampir sama dalam Tafsir Qurthubi, diriwayatkan oleh Na’im dari Abu Hurairah ra. Ayat pada QS. 36 Yasin : 51-52 yang berbunyi :
(Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan Tuhan Yang Maha Pemurah dan benarlah para Rasul-Nya), Kata menurut Kamus Arab-Indonesia karya Prof DR. H.Mahmud Yunus, adalah : “Terompet dari tanduk”. Bahkan dalam Tafsir Ibnu Katsir menurut HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr ra, bahwa seorang Arab bertanya kepada Rasulullah saw : “Apakah Ash-Shur itu ? Rasulullah saw menjawab : “Tanduk yang ditiup” (HR. Ahmad) Sedangkan Al-Qur’an dan Terjemahnya karya Departemen Agama RI, tahun 1989, kata Ash-Shuur diterjemahkan dengan sangkakala. Ayat ke-51 ini merupakan dalil tentang adanya Tiupan Sangkakala yang membangkitkan semua yang mati dari dalam Quburnya. Yang meniupnya adalah Malaikat Israfil, yang menurut Tafsir Qurthubi , hal itu sudah merupakan ijma ummat. Didasarkan kepada Hadits Nabi saw dalam Al-Habaik fi Akhbaril Malaik karya As-Suyuthi dijumpai HR. Ahmad, Al-Hakim dan Ibnu Mardawaih dari Abu Said ra, telah bersabda Nabi Muhammad saw : “Malaikat Israfil adalah Peniup Sangkakala” (HR. Ahmad, Al-Hakim, Ibnu Mardawaih) Menurut Ibnu Katsir, tiupan ini adalah Tiupan ke-3. Sedangkan menurut Tafsir Qurthubi dan Jalalain, tiupan ini merupakan Tiupan ke-2. Dan jarak antara Tiupan I dan II itu adalah 40 tahun. Dalilnya adalah HR. Mubarak bin Fadlolah dari Hasan berkata, Rasulullah saw bersabda :
64
“Antara 2 tiupan adalah 40 (empat puluh) tahun. Tiupan Yang pertama Allah mematikan dengannya setiap yang hidup. Dan tiupan yang lain, Allah menghidupkan dengannya setiap yang mati” (HR. Mubarak bin Fadlolah ; Sumber : Tafsir Qurthubi) Ulama yang berpendapat ada 3 (tiga) tiupan Malaikat Israfil yakni nafkhatul faza’ (tiupan yang mengejutkan), nafkhatush sha’aq (tiupan yang mematikan) dan nafkhatul ba’ts (tiupan yang membangkitkan), mendasarkan pendapatnya diantaranya kepada ayat Qur’an sebagai berikut :
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah”. (QS. 27 An-Naml : 87)
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masingmasing)”. (QS. 39 Az-Zumar : 68) Jika QS. 27 An-Naml : 87 merupakan dalil untuk nafkhatul faza’ (tiupan yang mengejutkan), maka QS. 39 Az-Zumar : 68 merupakan dalil untuk nafkatush sha’aq (tiupan yang mematikan) dan nafkhatul ba’ts (tiupan yang membangkitkan). Diantara Hadits Nabi yang berbicara tentang Malikat Israfil dan sangkakalanya adalah HR. Muslim dalam kitab Shahihnya sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya Israfil benar-benar telah meletakkan sangkakala dalam mulut dan menundukkan dahinya menunggu kapan diperintahkan untuk meniup” (HR. Muslim)
65
juga dalam Kitab Al-Habaaik fi Akhbaril Malaik karya Imam Jalaluddin AsSuyuthi, ada Hadits Nabi, diantaranya : 1. HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi berkata, “Shahih menurut Syarat Muslim”.HR. Abu Asy-Syaikh dan Ibnu Mardawaih dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya sejak ditugaskan, mata penjaga sangkakala itu selalu siap menunggu disekitar ‘Arsy karena takut disuruh berteriak sebelum matanya berkedip. Kedua matanya seperti dua bintang yang terang” 2. HR. Tirmidzi, dan dia menghasankannya, HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., Rasulullah saw bersabda : “Bagaimana aku bisa tenteram, sedangkan penjaga sangkakala telah menelan tanduk, memalingkan keningnya, dan telah siap-siap mendengarkan untuk menunggu kapan dia diperintahkan-Nya untuk meniup. Mereka bertanya : “Apa yang harus kami ucapkan ya Rasulullah ? Beliau menjawab : “Katakanlah (Cukuplah bagi kami, Allah sebagai pelindung kami dan Allah adalah sebaikbaik pelindung dan atas Allah lah kami bertawakkal)” 3. HR. Abu Asy-Syaikh dari Wahb, : “Allah SWT menciptakan sangkakala itu sebuah mutiara putih dalam kaca yang sangat bersih.Lalu Dia berfirman kepada ‘Arasy : “Ambilah sangkakala itu. Maka ia (sangkakala) itu bergantung padanya (‘Arasy). Lalu Allah berfirman : Jadilah! Maka jadilah Israfil, dan Dia (Allah) memerintahkannya untuk mengambil sangkakala itu. Maka dia (Israfil) mengambilnya, dan bersamanya ada sebuah lubang sejumlah semua ruh makhluk dan semua napas yang dihembuskan. Dua ruh tidak akan keluar dari satu lubang. Dan ditengah-tengah sangkakala itu ada lubang angin seperti bulatan langit dan bumi. Sementara Israfil meletakkan mulutnya diatas lubang angin itu.Lalu Tuhan berfirman kepadanya :“Aku telah menugaskanmu mengurus sangkakala ini. Maka tugasmu adalah meniup dan berteriak. Lalu Israfil masuk ke bagian depan ‘Arasy, dia memasukkan kaki kanannya di bawah ‘Arasy dan mengeluarkan kaki kirinya. Dan dia tidak pernah berkedip sejak Allah menciptakannya untuk menunggu apa yang diperintahkan-Nya “. Ayat ke-53-54 berbicara tentang Yaumul Mahsyar (Hari dikumpulkannya manusia dan jin di Padang Mahsyar) untuk dihisab dan dimizan dengan seadil-adilnya oleh Allah SWT. Allah berfirman, yang artinya : “Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”. Ayat ini senada dengan ayat lain, yakni :
66
“(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari kubur)”. (QS. 50 Qaaf : 42)
“Maka berpalinglah kamu dari mereka. (Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), sambil menundukkan pandangan, mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata: "Ini adalah hari yang berat". (QS. 54 Al-Qamar : 6-8) Sehubungan dengan tiupan sangkakala Malaikat Israfil yang menghancurkan tatanan semesta alam ini, penulis mencoba bertanya kepada DR. Rernat. Kosim, MSc, seorang pakar fisika Unram, tentang kemungkinan terjadinya ditinjau dari kacamata ilmu pengetahuan modern. Sebab pengertian ayat yang artinya “Dan ditiuplah sangkakala” atas dasar berbagai Hadits Nabi di atas, tampak bahwa ia adalah energi suara yang ditiupkan melalui terompet (sangkakala). Selengkapnya pakar fisika Unram ini mengatakan sebagai berikut : Bunyi merupakan gelombang mekanik yang perambatannya memerlukan medium, baik itu medium padat, cair ataupun gas (udara). Sedangkan sumbernya bunyi terjadi karena adanya getaran medium atau ledakan. Oleh karena itu bunyi dapat kita bagi dalam 3 macam, yakni : 1. Nada, yang getarannya periodik (teratur) seperti bunyi seruling, senar dan lain-lain. 2. Desir, yang getarannya tidak periodik seperti suara deburan ombak. 3. Letusan, yang getarannya tidak periodik dan berlangsung dalam waktu singkat, seperti ledakan bom, dentuman meriam dan lain sebagainya. Peristiwa tiupan terompet oleh malaikat Israfil, jelas merupakan rambatan gelombang bunyi. Tiupan mempunyai makna bahwa ada energi udara yang keluar melalui terompet sekaligus mengeluarkan bunyi yang dirambatkan udara, walaupun diruang angkasa ini hampa udara. Karena adanya angin dari tiupan sangkakala, maka di alam raya yang semula vakum (hampa) udara menjadi terisi udara. Dan bunyi terompet akan sampai ke semua benda langit sebagai bunyi ledakan yang berlangsung sesaat.
67
Baik tiupan angin maupun bunyi masing masing mempunyai energi kinetik 1 yang dirumuskan sebagai m v², dengan m = massa medium, v = kecepatan gerak 2 angin untuk energi angin. Sedangkan untuk bunyi, maka v = kecepatan bunyi yang merambat dalam medium udara. Dalam menyatakan besarnya energi, sering kita menggunakan istilah intensitas yang merupakan besaran daya persatuan luas. Watt Sedangkan daya sendiri, merupakan besarnya Dengan satuannya adalah I = m² Joule energi (Joule) persatuan waktu, yang satuannya adalah Watt = . det Dan besarnya intensitas adalah : a. Untuk angin : I = 0,1 v³ V = Kecepatan gerak angin (Abdul Kadir (Prof), Energi, UI Press, 1987) 1 b. Untuk bunyi : I = ρ v A (2πf)² 2 ρ = Massa jenis medium v = Kecepatan bunyi v bunyi di udara (diam) = 340 m/s. Sedangkan di air apalagi di zat padat lebih besar lagi. A = Amplitudo gelombang bunyi f = Frekuensi bunyi ( Gabrial, Fisika kedokteran, EGC Bali, 1996) Intensitas energi angin akan sangat besar kalau angin tiupan dari sangkakala tersebut keluar dengan kecepatan yang tinggi, sehingga mengganggu kesetimbangan garis edar dari planet-planet atau benda-benda di angkasa. Dengan demikian jelas gerakan planet akan kacau berantakan. Sedangkan intensitas bunyi akan sangat besar jika amplitudo dan frekuensinya tinggi. Artinya tiupan sangkakala mempunyai frekuensi dan amplitudo yang tinggi. Menurut Graham Bell, intensitas bunyi ini, dapat dikonversikan kedalam satuan decibel (dB), sebagai satuan tekanan bunyi. Dengan rumus sebagi berikut : dB=20 log
I Io
I = Intensitas akhir, sedangkan Io = Intensitas dasar = 1.10 ⎯¹²w/m² Contoh : Bunyi Suara berisik Pesawat Jet Roket tinggal landas
Intensitas (w/m²) 10⎯¹º 10¹ 5 10
dB 20 103 170
Dari daftar skala kebisingan ini, maka >100 dB adalah seperti suara Halilintar (120 dB), meriam (110 dB), sudah dapat membuat telinga menjadi tuli. Karena bunyi juga merupakan gelombang tekan, maka bunyi yang kuat akan menggetarkan benda-benda yang dilaluinya, termasuk makhluk hidup. Maka hancurlah jagad raya dan matilah makhluk hidup dengan energi yang dikeluarkan dari tiupan terompet (sangkakala) Malaikat Israfil.
68
KEADAAN PENGHUNI SORGA (QS. 36 Yasin : 55- 58)
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang” Yang dimaksud dengan “bersenang-senang dalam kesibukan” dalam ayat ke-55 ini adalah : • Menurut Tafsir Jalalain serta menurut Ibnu Mas’ud ra, Ibnu ‘Abbas ra, Qatadah, Mujahid dalam Tafsir Qurthubi dan Ibnu Katsir adalah : “Kesibukan mereka (para penghuni surga) dalam memecahkan keperawanan (istrinya)” Dalil adanya “persetubuhan di surga” : HR. Thabrani dari Abu Umamah ra. dan HR. Abu Nu’aim dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw ditanya : “Apakah penghuni surga melakukan persetubuhan ? Rasulullah saw menjawab : “Ya, tanpa pernah merasakan bosan karena syahwat tak pernah padam. Laki-laki tidak pernah akan mengeluarkan sperma juga tak ada kematian”. • Menurut Ibnu Kaisan dalam Tafsir Qurthubi : “Kesibukan sebagian mereka untuk berziarah kepada sebagian lainnya” Diperkuat oleh Firman Allah :
•
“Lalu sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain sambil bercakap-cakap. (QS. 37 Ash-Shaffat : 50) Menurut Ibnu ‘Abbas dalam Tafsir Ibnu Katsir : “Kesibukan mereka dengan memperdengarkan alat musik”
Ayat ke-56, yang berbunyi “Mereka dan istri-istri mereka” adalah bagi mereka yang saat di dunia memiliki istri yang beriman dan sholeh. Allah berfirman :
69
“(Yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya………………” (QS. 13 Ar-Ra’du : 23) Sedangkan bagi mereka yang tidak beristri atau istrinya kafir atau ahli ma’siyat, maka tersedia di surga bagi mereka “Hurul ‘Aini” (Bidadari).
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari”. (QS. 44 Ad-Dukhan : 54) Dalam HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, bahwa Rasulullah saw bersabda : “…………………..Istri-istri mereka adalah bidadari yang bermata jeli…………..” Pada ayat ke-57, Allah menjelaskan tentang salah satu makanan di surga adalah buah-buahan. Seperti apakah buah-buahan di surga itu, dijelaskan dalam ayat lain, misalnya : “Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan” (QS. 43 Az-Zukhruf : 73)
“Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya” (QS. 56 Al-Waqiah : 32-33) Ayat ini diperkuat oleh : HR. Thabrani dari Tsauban ra., bahwa Nabi saw bersabda : “Apabila seseorang memetik satu buah sorga, buah itu akan muncul kembali dalam sekejap” (HR. Thabrani)
“Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya” (QS. 76 Al-Insan : 14)
“Di dalam keduanya(kedua surga itu) ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima” (QS. 55 Ar-Rahman : 68)
70
“Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." (QS. 2 Al-Baqarah : 25) Menurut Abdul Qadir Ahmad ‘Atha dalam Kitab Ath-Thariiq ilal Jannah, maksud ayat Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu adalah : “Jenis barang (buah)nya mirip tetapi tidak serupa” Tentang ayat ke-58 dari Surat Yasin, dalam Al-Qur’an ada ayat lain yang senada :
“Mereka tidak mendengar di dalamnya (surga) perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam-salam” (QS. 56 Al-Waqi’ah : 25-26) Sedang makna ayat ke-58 , diriwayatkan dalam Tafsir Qurthubi dari Hadits Jarir bin Abdullah Al-Bajaliy bahwa Rasulullah saw bersabda : “Ketika para penghuni surga berada dalam kenikmatan, tiba-tiba muncul lah sinar cahaya. Maka mereka (para penghuni surga) mengangkat kepala , tiba-tiba Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi, memperlihatkan diri di atas mereka. Ia berfirman : “Assalamu’alaikum” (Salam sejahtera atas kalian), wahai penduduk surga. Peristiwa itu adalah arti dari firman Allah :
“(Kepada mereka dikatakan): "Salam",sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang” (Al-Hadits) Demikian pula menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya, bahwa Ibnu Abbas ra, berpendapat bahwa : “Ucapan salam tersebut adalah dilakukan Oleh Allah SWT sendiri”. Sebagaimana firman Allah :
“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah "salaam" (QS. 14 Ibrohim : 23)
71
Menurut Muqatil, yang menyampaikan salam itu adalah para Malaikat. Muqatil berkata : “Para malaikat masuk kepada penduduk surga dari setiap pintu. Mereka mengucapkan “Salam atas kalian wahai penduduk surga, sebuah salam dari Tuhan kalian Yang Maha Penyayang”. Dalil :
“(Yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum "(Salam sejahtera atas kalian karena kesabaran kalian). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. 13 Ar-Ra’du : 23-24)
72
KEADAAN ORANG KAFIR DI AKHERAT (36 Yasin : 59-65)
“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mu'min) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Dan sungguh-sungguh syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan? Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. Ayat-ayat ini menurut Ibnu katsir dalam Tafsirnya merupakan ayat yang menceritakan kondisi orang kafir di Akherat yakni di Mauqif saat mereka di Padang Mahsyar, khususnya pada ayat 59-62. Mereka terpisah dari orang beriman. Kemudian mereka dimasukkan kedalam Neraka Jahannam (QS. 36 Yasin : 63-64). Ayat ini diperkuat oleh QS. 30 Ar-Ruum : 14-16, Allah berfirman :
“Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolonggolongan. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Qur'an) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka)”.
73
Pada QS. 30 Ar-Ruum : 43, digunakan istilah : hari itu mereka terpisah-pisah).
(Pada
Menurut Adl-Dlohak dalam Tafsir Qurthubi, maksud QS. 36 Yasin : 59 adalah : “Terpisahnya orang-orang berdosa kedalam beberapa golongan, yakni Golongan Yahudi terpisah kedalam beberapa firqah. Demikian pula Nashrani, Majusi (Penyembah Api), Shabi’in (Penyembah Bintang), Watsani (Penyembah Berhala). Sesungguhnya semua firqah (golongan) tersebut masuk neraka”. Ketika orang-orang berdosa ini dipisahkan dari orang beriman di Mauqif, menurut Ibnu Katsir, Allah mencela dan menegur mereka dengan keras dengan firman-Nya : “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu" Inilah jalan yang lurus. Dan sungguh-sungguh syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan? Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya). Setan sebagai musuh selain dalam QS. 36 Yasin : 60, minimal ada 10 (sepuluh) kali Al-Qur’an mengungkapkannya dengan cara dan gaya bahasa yang berbeda, yakni : 1. QS. 2 Al-Baqarah : 168 dan 208 2. QS. 6 Al-An’am : 142 3. QS. 7 Al-A’raaf : 22 4. QS. 12 Yusuf : 5 5. QS. 18 Al-Kahfi : 50 6. QS. 20 Thaha : 117 7. QS. 28 Al-Qashash : 15 8. QS. 35 Fathir : 6 9. QS. 43 Az-Zukhruf : 62 Begitu banyaknya ayat yang senada tentang posisi setan sebagai musuh, menunjukkan bahwa, seseorang hendaknya benar-benar menyadari tentang bahaya yang terus mengancamnya dan berhati-hati untuk tidak terperosok kepada bujuk rayunya. Firman Allah pada ayat ke-62, yang berbunyi : “Dan sungguh-sungguh syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu Maka apakah kamu tidak memikirkan?”, menunjukkan bahwa jumlah orang berdosa dan ahli neraka itu lebih banyak dari pada orang beriman dan ahli sorga. Pada ayat ke-65, Allah berfirman tentang ditutupnya mulut di akherat nanti dan bersaksinya tangan dan kaki, Rasulullah saw bersabda : HR. Ahmad dari ‘Uqbah bin Amir ra, yang mendengar Rasulullah saw bersabda :
74
“Sesungguhnya anggota tubuh manusia yang pertama akan berkata-kata pada Hari Qiyamat di kala Allah mengunci mulutnya, adalah pahanya sebelah kiri” (HR. Ahmad) Ayat ini mengajari kita bahwa di depan Mahkamah Allah di Hari Qiyamat nanti, manusia tidak lagi dapat berkilah untuk menyangkal setiap tindak kejahatannya. Karena semua anggota tubuh akan bersaksi tentang apa yang dahulu saat di dunia telah kita perbuat. Kebenaran dari ayat ke-65 ini, di zaman modern ini dengan mudah dapat kita terima. Mengapa ? Fakta ilmiah hari ini menunjukkan bahwa kesaksian suatu kejadian dapat diperoleh tidak harus langsung secara verbal melalui mulut seseorang, tetapi dapat juga melalui rekaman pita cassette dan CD hasil shooting. Jika pita cassette, CD, disket, flash disk yang merupakan produk teknologi manusia dapat berbicara mengungkapkan sejuta fakta. Apalagi tangan dan kaki manusia ciptaan Al-Khaliq Allah SWT, pastilah akan lebih detail lagi mengungkap setiap perilaku hamba-Nya. Diperkuat oleh firman-Nya :
“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. 41 Fushshilat : 20-22)
75
ANCAMAN ALLAH KEPADA ORANG KAFIR UNTUK MENGHILANGKAN PENGLIHATAN DAN MERUBAH WUJUD FISIK MEREKA (S. 36 Yasin : 66-67)
“Dan jikalau Kami (Allah) menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat (nya). Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali” Arti kata dalam ayat ini adalah yang artinya hilang atau lenyap. Sehingga ayat ke-66 dari Surat Yasin ini menurut Tafsir Hamami senada dengan ayat : “Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka”. (QS. 2 Al-Baqarah : 20) Perbedaannya adalah jika surat Yasin merupakan ancaman Allah kepada Orang Kafir maka Surat Al-Baqarah ayat 20 ini, untuk orang Munafiq. Maksudnya menurut Tafsir Hamami : “Karena mata bathin mereka sudah buta melihat kebenaran Tauhid, jika Allah kehendaki, Dia dapat membutakan pula mata dzhohir mereka”. Sedang yang dimaksud dengan ancaman Allah untuk merubah mereka, menurut Tafsir Jalalain adalah untuk merubahnya menjadi kera, babi atau batu di rumah mereka masing-masing. Sedang Al-‘Aufi dari Ibnu Abbas ra, dalam Tafsir Ibnu Katsir adalah : Untuk menghancurkan mereka. Tafsir Jalalain dan Ibnu Katsir, cenderung melihat ancaman ini akan berlaku di Dunia, sebagaimana yang pernah terjadi kepada Kaum Yahudi. Sebagai misal adalah Para nelayan Yahudi yang hidup di Negeri Eilah yang berada di tepi laut, yang karena melanggar larangan Hari Sabat (Sabtu) sebagai Hari Khusus untuk beribadah, dengan tetap mencari ikan, maka Allah SWT seketika itu pula merubah wujud fisik mereka menjadi Kera, kemudian pada beberapa hari berikutnya mereka mati.
76
Penggunaan kata (Dan jikalau Kami (Allah) menghendaki) dalam dua ayat diatas menunjukkan bahwa Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dapat menjadi sangat murka, jika Dia berkehendak. Mengapa ? Karena disamping Ar-Rahman dan Ar-Rahim, masih ada Asmaul Husna lain seperti : Al-Qahhar (Yang Maha Memaksa), Al-Qaabidh (Yang Maha Menyempitkan), Al-Khaafidh (Yang Maha Merendahkan), Al-Mudzill (Yang Maha Menghinakan), Al-Muntaqim (Yang Maha Kuasa Menindak Hamba-Nya Yang Bersalah Dengan Menyiksanya) dan Adh-Dhaarru (Yang Maha Mendatangkan Bahaya dan Kemelaratan). Berdasar berbagai ayat Qur’an yang mengisahkan adzab Allah kepada berbagai kaum, dapat disimpulkan bahwa murka Allah terjadi jika : 1. Tingkat kekufuran dan kemaksiatan mereka sudah melampaui batas, 2. Sedang karunia Allah yang diberikan kepada mereka melimpah ruah. 3. Telah datang Nabi atau Rasul yang memberi peringatan kepada mereka tetapi mereka tetap mendustakannya. Allah berfirman : “Mengapa Allah akan mengadzab kamu, jika kamu bersyukur dan beriman? (QS. 4 An-Nisa : 147)
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya”. (QS. 6 Al-An’am : 44) Sedang Ibnu Salam dalam Tafsir Qurthubi, berpendapat bahwa semua kejadian ini terjadi di Hari Qiyamat, dimana Allah SWT akan menghilangkan pandangan mata orang kafir saat melewati Ash-Shirath. Sehingga derita orang kafir di akherat menjadi sempurna. Karena ia menjadi bisu, buta, tuli dan wujud fisiknya berubah menjadi amat buruk laksana babi, kera, dan lain sebagainya. Sebuah penghinaan yang teramat pantas karena dosa mereka yang teramat banyak dan kekufuran mereka kepada Allah SWT saat di dunia. Allah berfirman dalam ayat lain :
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (lagi) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (QS. 17 Al-Isra’ : 72)
77
KEKUASAAN ALLAH UNTUK MENJADIKAN SESEORANG MENJADI PIKUN (QS. 36 Yasin : 68) Pada QS. 36 Yasin : 68, Allah berfirman :
“Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Ayat ini merupakan bukti kekuasaan Allah untuk mengembalikan seseorang pada kondisi seperti anak kecil bahkan bayi kembali. Tentunya bukan dalam bentuk wujud fisik melainkan dalam pemikiran dan perilakunya, yang dikenal di masyarakat kita sebagai pikun. Mereka adalah orang tua tetapi kerap kali berperilaku seperti anak-anak. Allah berfirman dalam ayat lain :
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. 30 Ar-Ruum : 54)
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. 16 An-Nahl : 70) Dalam Tafsir Qurthubi dari HR. Bukhari dari Anas bin Malik ra. berkata, bahwa Rasulullah saw memohon perlindungan (kepada Allah) dengan berdo’a :
78
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas. Dan aku berlindung kepada-Mu dari jubun. Dan aku berlindung kepada-Mu dari pikun. Dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir” (HR. Bukhari) Dan dari Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dalam Tafsir Qurthubi, dikatakan :
“Dan aku berlindung kepada-Mu untuk kembali ke umur yang paling lemah (pikun)”
79
NABI SAW BUKAN SEORANG PENYAIR (QS. 36 Yasin : 69-70)
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir”. Menurut Tafsir Surat Yasin karya Syeikh Hamami Zadah, Asbabun Nuzul ayat ini menurut Al-Kalbi adalah : “Ketika orang-orang Kafir Mekkah berkata bahwa Muhammad adalah seorang penyair dan apa yang dikatakannya adalah syair, maka Allah SWT menurunkan ayat ini (QS. 36 Yasin : 69-70) untuk mendustakan tuduhan mereka”. Ayat ke-69-70, dari Surat Yaasin ini merupakan penegasan bahwa : 1. Ayat Al-Qur’an yang demikian indah susunan balaghahnya yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. ketengah-tengah manusia itu adalah benar-benar Firman-firman Allah. Bukan hasil olah kata seorang penyair apalagi manusia biasa. Sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam”. (QS. 69 Al-Haaqqah : 40-43) 2. Dan Nabi Muhammad bukanlah seorang penyair apalagi dia dikenal sebagai seorang “Ummi”, yaitu orang yang tidak bisa tulis baca. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. 7 Al-A’raaf : 157 sebagai berikut :
80
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka) (QS. 7 Al-A’raaf : 157)
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi” (QS. 7 Al-A’raaf : 158) Adanya pemikiran yang demikian keliru dari Orang-orang Musyrikin Mekkah, adalah karena mereka ta’jub terhadap ketinggian mutu bahasa Al-Qur’an tetapi mereka tidak dapat menandingi keindahan susunan kata dan gaya bahasanya. Padahal pada saat itu Bahasa Arab sedang mencapai tahapan gemilang. Sebuah kabilah dan suku-suku Arab akan merasa bangga jika ia memiliki penyair yang hebat. Karena hal tersebut akan menaikkan derajat dan gengsi suku atau kabilahnya. Bahkan pada setiap tahun mereka akan berkumpul di pasar malam ‘Ukkadz setelah selesai menunaikan Ibadah Haji-dengan cara Jahiliyyah-seperti bertelanjang bulat saat Thawaf mengelilingi Ka’bah. Berkumpulnya mereka di pasar ‘Ukkadz ini untuk mendengarkan para ahli sya’ir memperdengarkan karya mereka sambil memperlombakannya. Syair yang tinggi nilainya digantungkan di dalam Ka’bah. Sehingga di zaman Jahiliyyah ini lahirlah banyak para penyair dan sastrawan ulung yang melahirkan karya-karya besar, seperti Amru al-Qais atau ‘Ablah. Dalam banyak ayat, Allah menantang mereka untuk membuat yang semisal dalam Al-Qur’an, tetapi tak seorang pun yang sanggup melakukannya. Diantaranya Allah berfirman :
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. 17 Al-Isra’ : 88) Musailamah Al-Kadzab, seorang Nabi palsu, pernah membuat syair untuk menandingi Al-Qur’an, justru menjadi bahan ejekan orang banyak. Masyarakat Arab yang memang Ahli Syair dengan cepat dapat mengetahui bahwa hal itu bukan lah wahyu dari Allah melainkan olah kata dari Musailamah sendiri.
81
Dalam QS. 26 Asy-Syu’ara : 224-227, Allah menegaskan bahwa kedudukan dan sifat-sifat para penyair dengan para Rasul itu berbeda. Allah berfirman :
“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan (nya)?, kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Dalam Tafsir Surat Yasin karya Syeikh Hamami Zadah, dijumpai Hadits Nabi :
“Pada malam aku di-Mi’raj-kan, aku melihat suatu kaum yang mulutnya dipotong-potong dengan gunting oleh Malaikat Zabaniyyah. Lalu aku bertanya kepada Jibril, Siapakah mereka itu ?. Jibril menjawab : Mereka adalah para penyair ( yang tidak mengindahkan etika agama)”. (Al-Hadits)
82
RAHMAT ALLAH PADA BINATANG TERNAK (QS. 36 Yasin ; 71-73) Pada QS. 36 Yasin : 71-73, Allah berfirman :
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” Ayat ini mengajak manusia untuk bersyukur atas karunia diciptakannya binatang ternak untuk manusia. Dalam ayat –ayat ini ada 3 (tiga) nilai kemanfaatan dari Binatang ternak yang disebutkan secara jelas dan terang, yakni : 1. Sebagai sarana transportasi Seperti : Kuda, Keledai dan Unta. 2. Dagingnya sebagai makanan yang lezat 3. Susunya dapat menjadi minuman yang sehat dan lezat. Seperti : Susu sapi dan susu kambing. Dalil bahwa yang dimaksud minuman dari binatang ini adalah susu, terdapat dalam QS. 16 An-Nahl : 66. Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami (Allah) memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. Kemudian dari susu sendiri dapat dibuatlah keju, bubur susu, mentega, yang menurut DR. Muhammad Al-Khatib dalam Al-Islamu wal ‘ilmu nadzharatun mu’jizatun adalah jenis lemak yang terbaik.
83
Dan satu lagi nilai kemanfaatan dari binatang ternak, hanya dengan ungkapan : (Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat) (QS. 36 Yasin : 73) Diantara manfaatnya adalah : • Untuk membajak sawah oleh para petani. • Kulitnya, seperti kulit sapi yang dapat digunakan untuk berbagai alat musik tabuh (perkusi). • Bulunya, seperti bulu Biri-biri untuk pembuatan bahan kain wol. • Berbagai perlombaan dan hobbi, seperti pacuan kuda, dan lain-lain. Pada akhir ayat ke-73, Allah memerintahkan kita bersyukur atas ni’mat diciptakannya binatang ternak. Bagaimana cara bersyukurnya ? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dipahami dulu tentang apa hakekat Syukur itu ? Menurut sebagaian Ulama, Syukur adalah : “Pendayagunaan semua karunia Allah oleh seorang hamba sesuai dengan tujuan penciptaannya” Dan tujuan penciptaan manusia adalah dalam rangka ‘ibadah dan menjadi Khalifah di muka bumi ini. Dengan demikian bersyukur atas karunia binatang ternak ini adalah dengan memelihara dan merawatnya dengan baik serta menjaga kelestariannya. Termasuk berdosa jika kita tidak merawatnya dengan baik dan membebani binatang tunggangan misalnya melebihi batas kemampuannya, sebagaimana Sabda Beliau saw : 1. HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda : “Jika kamu bepergian dalam daerah yang subur maka berilah kesempatan kendaraan (unta) itu makan. Dan jika kamu beperguian pada daerah yang kering, maka maka percepatlah dan kejarlah sebelum habis sumsum kendaraan itu (persedian bahan makanan pada tubuh binatang itu)” 2. HR. Abu Dawud dari Sahl bin ‘Amru, dan dikatakan Sahl bin Ar-Rabi’I bin ‘Amr dan Al-Anshari Al-Ma’ruf dengan Ibnu Handzholiyyah, dan dia adalah Ahli Baiatur Ridlwan, berkata : “Rasulullah berjalan melihat seekor unta yang telah rapat punggungnya dengan perutnya ( terlalu kurus). Maka bersabda (Rasulullah saw) : “Takutlah kamu kepada Allah terhadap binatang-binatang yang bisu ini. Maka kendarailah dalam keadaan yang baik dan beri makanlah dalam keadaan baik” 3. HR. Abu Dawud, diriwayatkan : “Maka Rasululullah saw masuk ke kebun seorang Shahabat Anshor, tiba-tiba disana ada unta dan ketika terlihat oleh Rasulullah tiba-tiba ia merintih dan mencucurkan air mata. Maka didekati oleh Nabi saw dan diusap-usap punggung dan dekat leher atau telinganya, hingga diamlah onta itu. Kemudian Nabi bertanya : “Siapakah pemilik unta ini ? Maka datanglah seorang pemuda Anshar berkata : Itu milikku ya Rasulullah. Berkata Nabi :
84
“Tidakkah kamu takut kepada Allah dalam memelihara binatang yang telah diberikannya kepadamu, ia mengeluh bahwa kamu selalu melaparkannya dan melelahkannya”. Kemudian cara bersyukur lainnya yang amat perlu untuk mendapat perhatian adalah adalah dengan mengeluarkan zakatnya jika jumlah binatang ternak tersebut sudah mencapai nishab zakat. Kemudian menyembelihnya untuk tujuan Qurban, ‘Aqiqah, dan berbagai amal shaleh lainnya. Allah berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (sembelihlah hewan Qurban)”. (QS. 108 Al-Kautsar : 1-2) Dari ayat ini dapat dipahami dengan jelas bahwa, menyembelih hewan Qurban di Hari Nahar (Idul Adha) adalah bukti rasa syukur kita kepada karunia ni’mat Allah, termasuk nikmat diciptakannya binatang ternak bagi kita ummat manusia. Dan saat menyembelihnya pun hendaknya dengan pisau yang tajam sehingga binatang sembelihan tersebut tidak mengalami penderitaan yang terlalu lama.
85
CELAAN ALLAH KEPADA PENYEMBAH BERHALA (QS. 36 yasin ; 74-76) Pada QS. 36 Yasin : 74-76, Allah berfirman :
“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami (Allah) mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan”. Ini merupakan dalil yang nyata bahwa berhala tak dapat memberi syafaat (pertolongan) apapun. Logika yang paling sederhana seperti pernyataan di bawah ini pun pasti akan setuju dengan firman Allah di atas. “Bagaimana mungkin sebongkah batu atau seonggok kayu- yang biasa dijadikan berhala- dapat memberi pertolongan dan memenuhi hajat seseorang. Sementara ia sendiri tak dapat berlindung dari panas teriknya matahari dan guyuran air hujan”. Kemudian di akherat nanti justru berhala yang disembah ini pun akan berdebat berbantah-bantahan dengan orang yang menyembahnya, bahwa ia (berhala) tersebut tidak pernah meminta untuk disembah. Sehingga bagaimana mungkin berhala tersebut akan dapat memberi syafaat. Allah berfirman :
(Ingatlah) suatu hari (ketika itu) Kami mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan): “Tetaplah kamu dan sekutu-sekutumu di tempatmu itu”. Lalu Kami pisahkan mereka dan berkatalah sekutu-sekutu mereka: “Kamu sekali-kali tidak pernah menyembah kami”. (QS. 10 Yunus : 28) Kata “Syurakaauhum” (sekutu-sekutu mereka) dalam ayat ini menurut Tafsir Qurthubi adalah Syetan atau Berhala.
86
Ayat ke-76 merupakan ayat yang mengingatkan Nabi saw agar tidak bersedih dengan ucapan-ucapan mereka yang mengejek dan penolakan mereka-kafir Quraisy- kepada da’wah Nabi saw. Sebab tugas seorang Nabi dan Rasul hanyalah menyampaikan. Sedang urusan hasil adalah dalam Kekuasaan Allah. Sebagaimana firman-Nya : “Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah bertabligh (menyampaikan ayat-ayat Allah)” (QS. 3 Ali Imran : 20) Mengapa Nabi saw sampai harus diingatkan agar tidak usah bersedih, dengan kekufuran mereka, barangkali karena dua hal, yakni : 1. Nabi saw. ingin agar semua orang beriman sebagai bukti kasih sayangnya yang mendalam kepada ummatnya. Sebagaimana sudah kami jelaskan dimuka, pada tafsir ayat ke-10 dalam bab tentang “Mayoritas orang kafir di azab oleh Allah”. 2. Nabi saw meskipun seorang Insan Kamil (Manusia sempurna) tetapi bagaimanapun dia adalah seorang manusia bukan Malaikat. Sehingga tidak dapat melepaskan diri dari kodrat kemanusiannya. Meski sedikit barangkali ada saja sedih dan kecewanya. Tetapi kita meyakini bahwa hal itu tidak akan berlangsung lama. Karena beliau saw senantiasa dibimbing oleh wahyu. Wallahu a’lamu.
87
BUKTI ADANYA HARI BERBANGKIT (QS. 36 Yasin ; 77-83) Pada QS. 36 Yasin : 77-83, Allah berfirman :
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu." Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasadjasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. Asbabun Nuzul ayat-ayat ini adalah : a. Menurut riwayat Al-Hakim dengan sanad bersumber dari Ibnu Abbas ra. b. Menurut Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mujahid, Ikrimah, ‘Urwah bin Zubair, dan As-Suddi, dengan tambahan bahwa orang itu adalah Ubay bin Khalaf: “Diriwayatkan bahwa Al-‘Ash bin Wa’il, menghadap kepada Rasulullah saw dengan membawa tulang belulang yang sudah rusak sambil mematahmatahkannya. Ia berkata : “Hai Muhammad, apakah Allah akan membangkitkan tulang yang sudah hancur ini ?”. Nabi saw menjawab : “Benar. Allah akan membangkitkan ini (tulang) dan mematikan kamu dan menghidupkan kamu kembali serta memasukkan kamu ke Neraka Jahannam”. Ayat ini (QS. 36 Yasin ; 77-83), turun berkenaan dengan
88
dengan peristiwa tersebut di atas yang menegaskan kekuasaan Allah untuk membangkitkan manusia di Hari Qiyamat” Dari ayat ini, Allah mengajak manusia untuk melihat bukti, bahwa Ia berkuasa untuk menghidupkan kembali tulang-belulang yang sudah hancur. Diantaranya adalah : 1. Kejadian manusia yang berasal dari sperma. 2. Adanya api dari kayu yang hijau 3. Penciptaan Langit dan Bumi. Ayat ke-77 merupakan peringatan keras agar manusia tidak berlaku angkuh dan sombong kepada Allah SWT. Ia lupa kepada asal kejadiannya, bahwa ia hanya berasal dari air yang hina. Sebagaimana firman-Nya : “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati mani)”. (QS. 32 As-Sajdah : 8)
air yang hina (air
Pada ayat ke-79, Allah berfirman : “Katakanlah: "Ia (tulang belulang) itu akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan untuk pertama kali, Allah ciptakan manusia (Adam) dari tanah. Allah berfirman
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya (tanah) Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (QS. 20 Thaha : 55) Dan prosesnya terjadi adalah dengan cara yang sangat mudah. Allah berfirman :
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja” (QS. 31 Luqman : 28) Sedangkan arti ayat ke-80, khususnya tentang pohon kayu hijau, menurut Ibnu Abbas ra, adalah : “Pohon marikh dan pohon ifar. Kedua pohon itu tumbuh di darat. Orang yang akan menyalakan api, ia memotong dua dahan dari semisal kayu siwak. Keduanya berwarna hijau dan dari padanya air menetes. Lalu ditumbukkan kayu marikh diatas kayu ifar, maka keluar api dari kedua kayu tersebut dengan izin Allah SWT”.
89
Sedangkan menurut Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar, kayu yang hijau yang dapat menimbulkan api untuk kepentingan manusia, dapat kita saksikan pada pohon kayu tusam atau pinus. Kayu pinus atau kayu tusam betul-betul pohon yang hijau berdaun rindang yang lurus, namun ia mengandung minyak yang dapat dinyalakan. Misalnya di rimba Takengon (Aceh Tengah). Bila telah besar pohonnya, maka getahnya dapat ditakik sebagaimana menakik pohon karet. Dan ia dapat menyala hingga berkobar apinya. Di ayat lain, Allah berfirman :
“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami menjadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir” (QS. 56 Al-Waqi’ah : 71-73) Ayat-ayat ini menurut Afzalur Rahman dalam Quranic Science, menunjukkan bahwa : “Al-Qur’an menyebutkan daya panas dan sumbernya untuk menarik perhatian manusia kepada Kekuasaan dan Kebesaran Allah, sehingga manusia memanfaatkan sumber tenaga itu bagi kepentingan hidupnya dan bersyukur kepada-Nya. Allah memperingatkan mereka agar tidak melupakan hakekat dan asal-usul sumber tenaga itu” Pada ayat ke-81, Allah mengajak manusia untuk melihat karya Allah yang jauh lebih besar daripada penciptaan manusia dan api yakni proses penciptaan langit dan bumi, untuk menunjukkan bahwa proses pembangkitan kembali manusia dari Qubur adalah perkara mudah. Allah berfirman :
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar dari pada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. 40 Al-Mu’min : 57) Dan baru pada abad ke-20, menurut Ir. Agus Mustofa dalam Buku Pusaran Energi Ka’bah, manusia dapat menyadari betapa dahsyatnya proses penciptaan langit dan bumi, yakni : 1. Dengan munculnya Teori Big Bang, atau Teori Ledakan Besar. yakni : “Sebuah teori tentang proses terciptanya galaksi (gugusan bintang-bintang) melalui sebuah ledakan besar”.
90
2. Hasil pengamatan Teleskop Huble, menyatakan : “Bahwa berbagai benda langit seperti planet, matahari dan bintangbintang semuanya sedang bergerak menjauh. Artinya mestinya dahulu, benda-benda tersebut saling dekat. Dan pada miliaran tahun yang lalu, semua benda langit tersebut berkumpul di suatu titik yang sama, alias padu dan berimpit” Hal ini sesuai dengan firman-Nya :
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”. (QS. 21 Al-Anbiyaa : 30)
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya” (QS. 50 Qaaf : 6) Pada ayat ke-82, Allah menegaskan bahwa Cara Allah untuk mewujudkan irodah (keinginannya) itu adalah sangat mudah hanya dengan berfirman “Kun fayakun” maka terjadilah apa yang diinginkannya tersebut seketika. Meski hal tersebut merupakan perkara yang amat besar dalam ukuran manusia. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 46 Al-Ahqaaf : 33) Ayat ke-82 ini, menurut para Ahli Ilmu Tauhid sekaligus menegaskan dengan nyata perbedaan antara irodah makhluq dan irodah Al-Khaliq. Apabila makhluq seperti manusia ingin melakukan sesuatu, maka ia harus memikirkannya terlebih dahulu kemudian melakukannya melalui proses yang panjang, barulah terwujud sebagian saja dari keinginan (irodahnya) tersebut. Jarang terjadi apa yang diinginkan dapat terwujud dengan sekali pekerjaan. Ia pasti butuh upaya penyempurnaan secara terus-menerus.
91
Pada ayat terakhir, Allah berfirman :
“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. 36 Yasin : 83) Ayat penutup ini merupakan perintah Allah SWT kepada ummat manusia untuk bertasbih, me-Maha Suci-kan Allah Azza wa Jalla, karena demikian agung kekuasaan-Nya dan demikian banyak karunia-Nya. Di dalam Surat Yasin saja minimal ada 20 ((dua puluh) karunia Allah, yang harus kita syukuri. Yakni : 1. Karunia diturunkannya Al-Qur’an 2. Karunia diutusnya Muhammad saw sebagai Rasulullah 3. Karunia dihidupkannya kembali lahan yang tandus 4. Karunia adanya tanaman dan buah-buahan 5. Karunia adanya mata air 6. Karunia ilmu pengetahuan di bidang pertanian (agriculture) 7. Karunia berupa adanya pasangan pada segala sesuatu 8. Karunia berupa adanya pergantian siang dan malam 9. Karunia diciptakannya matahari yang berjalan di tempat peredarannya 10. Karunia diciptakannya bulan yang berjalan pada garis edarnya 11. Karunia diciptakannya bahtera yang berlayar di lautan 12. Karunia ilmu pengetahuan di bidang transportasi darat, laut dan udara 13. Karunia surga dengan segala kenikmatannya bagi orang yang bertaqwa 14. Karunia liqa’ dengan Allah SWT sebagai puncak kenikmatan surgawi 15. Karunia diciptakannya binatang ternak dengan berbagai kemanfaatannya 16. Karunia diciptakannya manusia dari sperma 17. Karunia diciptakannya api sebagai sumber energi panas 18. Karunia diciptakannya langit dan bumi 19. Karunia adanya Hari Berbangkit, sehingga keadilan Ilahi dapat ditegakkan. 20. Karunia diturunkannya Surat Yasin sebagai Qalbul Qur’an dengan berbagai fadhilahnya yang amat banyak. Dan ucapan “Tasbih” sendiri sebenarnya memiliki makna yang dalam yakni : “Saat manusia bertasbih, maka ia sedang mengakui bahwa Allah SWT adalah Maha Suci dari segala kekurangan. Baik dalam Dzat-Nya, Sifat-Nya, AsmaNya ataupun Af’al-Nya (Karya dan Perbuatan-Nya). Sehingga apapun ketentuan taqdir-Nya yang ditetapkan kepada seseorang hingga saat ini adalah yang terbaik dalam pandangan Allah SWT. Sehinga ia ridlo menerimanya. Sebab mustakhil (tidak mungkin) Dia (Allah) berlaku tidak adil dan menganiaya hamba-Nya. Meski dalam pandangan syahwat nafsu manusia, kadang ketentuan taqdir-Nya tersebut adalah buruk adanya”. Wallahu a’lamu bish-showabi.
92
HIKMAH YASIN SEBAGAI QALBUL QUR’AN Pada keterangan terdahulu dalam bab fadhilah Surat Yasin sudah dikemukakan tentang sebuah hadits riwayat HR. Tirmidzi dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada hatinya. Dan hatinya Al-Qur’an (Qalbul Qur’an) adalah Surat Yasiin. Dan barang siapa membacanya, Allah menuliskan baginya (seperti) membaca Al-Qur’an 10 (sepuluh) kali” Hadits ini telah mengilhami para alim ulama untuk mengetahui hikmah dan rahasianya ? Sesuatu yang sulit untuk dijawab. Karena memang tidak ada riwayat yang menjelaskan mengapa Yasin merupakan Qalbu al-Qur’an. Dalam risalah kecil berjudul “Qalbul Qur’an” karya Al-Ustadz Asep Abdurrahman, pengasuh Ponpes Manba’ul ‘Irfan yang juga merupakan cucu Kyai Ghunthur Sukabumi, bahkan dikatakan bahwa : “Letak Qalbul Qur’an dalam Surat Yasin itu terdapat dalam ayat (QS. 36 Yasin : 58). Hanya saja dalam risalah itu tidak disebutkan alasan dan sumber periwayatannya. Tetapi karena ia merupakan sebuah upaya mengungkapkan rahasia dan hikmah, maka pendapat beliau ini adalah sah-sah saja. Allah berfirman :
“Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. 2 Al-Baqarah ; 269) Berdasarkan Surat Al-Baqarah : 269 ini, dapat dipahami bahwa Hikmah tentang sesuatu memiliki peluang untuk dapat ditemukan jika seseorang mau mempergunakan akalnya untuk melakukan penelaahan secara mendalam.
93
Jika mengambil I’tibar dari Hadits Riwayat Bukhari Muslim dari Abi Abdullah Nu’man bin Basyir ra. tentang hati dalam jasad yang memiliki peran amat penting dan strategis, sebagaimana sabdanya :
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh itu. Dan bila segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ingatlah bahwa itulah hati”. Maka Surat Yasin ini pun memiliki kedudukan yang penting dan strategis pula diantara 114 surat dalam Al-Qur’an. Dalam Hadits ini, hati manusia diibaratkan sebagai barometer untuk mengukur baik dan buruknya seseorang. Jika hatinya baik maka dapat dipastikan bahwa fisiknya sehat dan akhlaq perilakunya pun bagus. Hujjatul Islam-Imam AlGhazali-dalam Al-Ihya telah mengungkapkan hal ini secara panjang lebar. Maka sebagai qalbul qur’an, Surat Yasin pun dapat dijadikan sebagai barometer pula untuk menilai penguasaan seseorang tentang Al-Qur’an. Jika bagus penguasaannya tentang surat Yasin baik dalam pengertian lafdz, ma’na dan tafsirnya, maka besar kemungkinan bagus pula penguasaanya tentang ayat dan surat-surat lainnya dalam AlQur’an. Begitu pula dalam aspek pengamalannya. Jika ia telah mampu mengamalkan isi yang terkandung dalam Surat Yasin dalam kehidupan sehari-hari, maka pengamalan kandungan surat yang lain pun akan segera dapat terwujud dalam dirinya. Qalbul jasad (Hati atau Jantung) berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh sehingga nafas kehidupan seseorang dapat tetap terjaga. Jika qalbul jasad berhenti bekerja, maka kematian dipastikan akan menjemputnya. Jika kematian fisik ragawi terjadi karena aliran darah terhenti, maka kematian spiritual manusia terjadi jika aqidah islamiyyah telah tercabut dari dirinya. Aqidah adalah pondasi dari bangunan Islam. Jika aqidah rusak, maka bangunan islam tidak akan tegak dalam dirinya. Hidup sebagai orang murtad, musyrik atau munafiq pada hakekatnya adalah ia telah mati sebelum ajal menjemputnya. Karena ruhaninya telah mati tak dapat lagi melihat kebenaran. Sebagai surat yang diturunkan di Mekkah, surat Yasin sarat dengan tema tentang aqidah dan keimanan. Hampir tidak dijumpai masalah Fiqh yang secara jelas diungkapkan, kecuali sebagai pengembangan dari tafsir ayat. Pada surat Yasin, minimal ada 5 rukun iman yang secara nyata diungkapkan Allah , yakni : 1. Tentang Iman kepada Allah. Diantaranya diungkapkan dengan menggugah manusia untuk memperhatikan bukti kekuasaan-Nya yang terdapat di semesta alam, pada peredaran bulan, dan matahari, dan lain sebagainya. 2. Tentang Iman kepada Malaikat Khususnya tentang Malaikat Ishrafil sang peniup sangkakala yang secara tersirat diungkapkan dalam QS. 36 Yasin : 51.
94
3. Tentang Iman kepada Kitab Khususnya tentang kebenaran Al-Qur’an yang penuh hikmah. 4. Tentang Iman kepada Rasul Khususnya tentang Kebenaran Muhammad saw sebagai rasul utusan Allah. Juga berita tentang adanya para Rasul lain sebelum Nabi Muhammad diantaranya yang diutus kepada Kaum Anthakiyyah. 5. Tentang Iman kepada Hari Qiyamat Diantaranya tentang adanya Yaumul Ba’ats, Yaumul Hasyr, Neraka Jahannam dan Surga dengan segala kenikmatannya. Dan tema aqidah ini diungkapkan dalam Surat Yasin dengan berbagai cara dan gaya bahasa yang berbeda. Baik melalui kisah, ayat-ayat kauniyyah ataupun melalui berita tentang adanya kehidupan di masa yang akan datang setelah dunia ini hancur sebagaimana pada surat-surat lainnya. Surat Yasin juga menggugah nurani manusia untuk banyak bersyukur dan bertasbih atas karunia-Nya. Minimal ada 20 (dua puluh) karunia Allah yang disebutkan dalam Surat Yasin. Dan pada 114 Surat lain dalam Al-Qur’an, berbagai karunia ini kembali diungkapkan baik sebagiannya ataupun keseluruhan dari ke-20 karunia tersebut. Jika surat lain memuat kisah para Nabi dan Rasul Utusan Allah serta ummatnya yang beriman maupun yang kufur, maka Surat Yasin pun demikian pula. Ia memuat kisah tentang Para Rasul bagi Kaum Anthakiyyah, memuat sosok Habib An-Najar sebagai simbol pengikut para Rasul yang bertaqwa, yang nasibnya demikian baik karena gugur sebagai Syuhada. Padahal dalam Al-Qur’an ayat yang memuat tentang karunia bagi para syuhada hanya terdapat dalam Surat Al-Baqarah dan Ali Imran saja. Dua surat ini digelari Rasul sebagai Az-Zahraawaini (Dua Bintang Yang cemerlang) yang keduanya dari golongan ayat Qur’an merupakan pemberi syafaat terbesar di akherat nanti. Barangkali ini mengindikasikan bahwa kedudukan derajat surat Yasin adalah mendekati kedua surat agung ini. Apalagi pada HR. Ahmad dari Maqil bin Yasar ra., Rasulullah setelah menyebut kemuliaan Surat Al-Baqarah sebagai “Sanamul Qur’an wa Dzirwatuhu” (Punggung AlQur’an dan Puncaknya) kemudian menggandengnya dengan menyebut Surat Yasin sebagai Qalbul Qur’an (Hatinya Al-Qur’an). Nasib Kaum yang ingkar yang demikian mengerikan yang banyak diungkapkan oleh Allah dalam berbagai ayat Qur’an seperti Nasib Kaum ‘Ad, Tsamud, Luth, dan Madyan memang tidak dijumpai dalam Surat Yasin. Tetapi Surat Yasin yang agung ini mengungkapkan pula nasib mengerikan dari Kaum Anthakiyyah yang dengan satu teriakan saja telah memusnahkan seisi ngeri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa surat Yasin pun memuat berita tentang azab Allah kepada para pendusta-Nya sebagaimana surat lainnya.
95
DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Qur’anul Karim 2. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1989. 3. Tafsir Al-Jalalain, Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi 4. Al-Jami’ li Ahkamil Qur’anil ‘Adzhim (Tafsir Qurthubi), Imam Qurthubi 5. Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzhim (Tafsir Ibnu Katsir), Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir 6. Tafsir Surat Yasin, Syeikh Hamami Zadah 7. Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul, Imam Jalaluddin As-Suyuthi 8. Qishashul Anbiya, Imam Abu Fida’ Ismail Ibnu Katsir 9. Ar-Ruh Li Ibnil Qayyim, Imam Syamsuddin Ibnul Qayyim Aj-Jauzy 10. Mafahim Yajib An-Tushahhah, DR. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki 11. At-Tafsir wa Manahijuh, DR. Mahmud Basuni Fawdah 12. As-Sirah An-Nabawiyyah, Syeikh Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi 13. Bulughul Maram, Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani 14. Subulus Salam, Imam Ash-Shon’ani (Muhammad bin Ismail Al-Kahlani) 15. Mausuu’atul Ijma’, Sa’di Abu Habib 16. Mukhtarul Ahadits An-Nabawiyyah, Sayyid Ahmad Al-Hasyimi 17. Fadhoilul A’mal, Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi 18. Syarafu Ummatil Muhammadiyyah, DR. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki 19. Tanbihul Ghafilin, Imam Abu Laits As-Samarqandiy 20. Al-Habaik fi Akhbaril Malaik, Imam Jalaluddin As-Suyuthi 21. Al-‘Aqaidul Islamiyyah, Syeikh Sayyid Sabiq 22. Qamus Arab-Indonesia, Prof. DR. Mahmud Yunus, 1989 23. Studi Islam, Prof DR. Hamka, 1985 24. Al-Islamu wal ‘Ilmu Nadzharatun Mu’jizatun, DR. Muhammad Al-Khathib 25. Pusaran Energi Ka’bah, Ir. Agus Mustofa 26. Buku Saku ESQ, Ary Ginanjar Agustian 27. Ath-Thariq Ilal Jannah, Abdul Qadir Ahmad ‘Atha 28. Quranic Science, Afzalur Rahman 29. Ummat Bertanya Ulama Menjawab, KH. Drs. Ahmad Dimyati Badruzzaman 30. Tafsir Al-Azhar, Prof DR. Hamka 31. Syarah Riyadhul Badi’ah, Syeikh Muhammad Nawawi Al-Jawi 32. Qalbul Qur’an, Ust. Asep Abdurrahman 33. Muqaranatul Adyan Al-Masehiyyah. Prof DR. Ahmad Syalabi 34. At-Tahbier fit Tadzkiir, Syeikh Abdul Karim bin Hawazin Al-Qusyairi 35. Arba’in An-Nawawiyyah, Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi 36. Al-Halalu wal Haramu fil Islami, Prof DR. Yusuf Qardlawi 37. Nashaihul ‘Ibad, Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani 38. Riyadhus Shalihin, Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi 39. Hadits Qudsi, KH. M.Ali Usman, H.A.A. Dahlan, Prof.Dr.HMD. Dahlan, 1990 40. Alam Qubur (Alam Barzakh), Drs. M. Ali Chasan Umar, 1979
96
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS Agus Gustiwang Saputra, penulis buku ini lahir di Rengasdengklok Karawang Jawa Barat pada hari Kamis, tanggal 11 Maret 1965. Ia adalah putra TB Ibrohim, seorang tokoh Islam di Kabupaten Karawang yang dikenal sebagai Ahli Hikmah, sekaligus tokoh Pergerakan Kemerdekaan yang dikenal sebagai Komandan pasukan dalam Perang Enam Jam pasca kemerdekaan melawan Belanda di tepian irigasi yang memanjang antara Rengasdengklok dengan Batujaya. Mengenyam pendidikan umum tertinggi di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Pendidikan dasar agama ia dapatkan disamping dari ayahandanya sendiri adalah di Madrasah Diniyyah AlHuda dan Al-Khoiriyyah Rengasdengklok. Kecenderungannya kepada Ilmu Agama, terjadi pada saat menempuh kuliah di Yogyakarta. Aktifitasnya di HMI Komisariat Fakukltas Pertanian UGM dan interaksinya dengan para tokoh Cendekiawan Muslim seperti DR. HM. Amien Rais dalam Pesantren I’tikaf Ramadhan (PIR) II tahun 1985 di Yayasan Shalahudin Yogyakarta, telah turut serta menumbuhkan ghirah keislaman dalam dirinya. Tetapi keseriusannya untuk benar-benar mempelajari Ilmu Agama terjadi saat ia menjadi “santri terbang” di Pondok Pesantren Payaman Magelang, satu bentuk follow up dari pertrainingan yang diikutinya di FOSI Yogyakarta. Pada periode inilah, ia berinteraksi dengan para Kyai dari Kaum Nahdhiyyin. Selain berguru kepada para Kyai di Payaman seperti KH. Ahmad Mukhlisun (pimpinan Ponpes Sirajul Mukhlashin Payaman) yang sekarang menjadi pimpinan tertinggi Jama’ah Tabligh di Indonesia, ia juga menimba ilmu kepada KH. Machfud Ridwan Salatiga, yang mengelarinya sebagai “santri emprit”. Karena bagi Kyai Machfud, penulis buku ini tidak pernah benar-benar menjadi seorang santri. Interaksi berikutnya di akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an terjadi dengan tokoh harakah islamiyyah, diantaranya adalah Ust. Ir. Ismail Yusanto, yang hari ini dikenal sebagai Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pada tahapan ini, ia benar-benar tersadar bahwa ia harus turut serta memikul tanggung jawab agama ini dengan sebaik-baiknya, dengan mengambil jalan da’wah sebagai jalan kehidupannya. Barakah dari mimpinya berjumpa dengan Rasulullah saw. saat ia telah hijrah ke Lombok, pada tahun 1997, telah mendorongnya untuk secara otodidak mengkaji Islam secara mendalam, disamping belajar mengkaji Tafsir Al-Qur’an kepada TGH. Drs. Mustami’uddin Ibrahim, SH. Kemudian untuk memantapkan pilihannya bergelut di jalan da’wah, pada tahun 2000 bersama sang istri, ia mendirikan Majlis Ta’lim Thariqul ‘Izzah di Kota Mataram. Dan bersama sang istri pula, ia sendiri yang mengasuh sekaligus mengajarnya hingga saat ini. Sebelumnya di tahun 1995 mendirikan TPQ Miftahus Sa’adah di Perumahan BTN Pengsong Perampuan Labuapi Lombok Barat. Kemudian mendirikan Lembaga Pendidikan dan Sosial (LPS) Thariqul ‘Izzah pada tahun 2005, yang salah satu unit aktifitasnya adalah mendirikan Taman Kanak (TK) Thariqul ‘Izzah di Perumahan Bumi Kodya Asri Jempong Karang Pule Mataram.
97