TUGAS MATA KULIAH KESELAMATAN KERJA DAN PROSES
DISUSUN OLEH:
1. Ruti Pusakawati
21030115130198 21030115130198
2. Andhika Pudji Utama
21030115130122 21030115130122
3. Anna Kristin P
21030115120102 21030115120102
4. Lisa Ayu Wulandari
21030115120070 21030115120070
5. Yustika
21030114120111
6. Finda Ariati Putri
21030114120012 21030114120012
7. Grace M Sijabat
21030115120004 2103011512000 4
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi. Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang
nomor
23
tahun
1992
tentang
Kesehatan
telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
B.
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa penting Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
perlu diterapkan di
Industri? 2. Apa saja jenis kecelakaan kerja yang perlu diwaspadai sehingga perlu menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)? 3. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi bahaya kecelakaan kerja terhadap tenaga kerja industri ?
C.
Tujuan 1. Memberikan informasi mengenai pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di industri. 2. Memberikan informasi mengenai kecelakaan kerja yang sering terjadi di industri. 3. Mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan dari bahaya dan dampak penyakit terhadap tenaga kerja industri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. 2.2. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja adalah tiap kejadian yang telah atau berpotensi menimbulkan cedera atau penyakit jabatan (illness), kerusakan benda, terhentinya kerja, kerugian materiil atau kombinasi dari kondisi diatas yang timbul dalam hubungan kerja. Kecelakaan kerja berdasar kan jenisnya diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : 1. Kecelakaan Fatal merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan kematian 2. Kecelakaan Berat Pada kecelakaan berat ini dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu : a. Permanent total disabilities, PTB Kecelakaan yang menyebabkan pegawai yang bersangkutan (korban) tidak mampu lagi bekerja dan berakhir dengan pemutusan hubungan kerja b. Permanent partial disabilities, PPD Kecelakaan yang mengakibatkan pegawai yang bersangkutan (korban) tidak mampu menggunakan sebagian atau seluruh anggota badannya, atau tiap cacat tetap dimana bagian dari tubuhnya menjadi tidak berfungsi sebagai mana mestinya 3. Kecelakaan Sedang Pada jenis kecelakaan kerja sedang, diklasifikasi kan menjadi dua kelompok yaitu : a. Lost workday case. LWC Kecelakaan kerja yang menyebabkan korban mengalami cacat parsial serta tidak mampu untuk sementara melakukan kerja regulernya atau dokter menyatakan ia tidak dapat bekerja setelah kecelakaan selama satu hari atau lebih
b. Restricted work case, RWC Tiap kecelakaan kerja yang berakibat korban diberi tugas selain tugas regulernya selama satu hari atau lebih. 4. Kecelakaan Ringan Pada jenis kecelakaan ini didefinisikan kecelakaan yang tidak berakibat hilang dari kerja atau tidak diperbolehkan melakukan kerja regular, tetapi ia membutuhkan rawat jalan (medical treatement case) 2.3. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Empat faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu: a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja. b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja. c. Faktor sumber bahaya, meliputi:
Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang membahayakan.
d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja Peranan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) salah satunya
adalah merencanakan Program Pendidikan K3 sebagai upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap tenaga kerja dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja untuk dapat mencegah kecelakaan kerja. Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja : Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut: 1. sembrono dan tidak hati-hati 2. tidak mematuhi peraturan 3. tidak mengikuti standar prosedur kerja. 4. tidak memakai alat pelindung diri
5. kondisi badan yang lemah Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.
Jenis kecelakaan pada beberapa bidang industri
Jenis kecelakaan pada industri manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain) antara lain adalah : terjepit, terlindas, teriris, terpotong, jatuh terpeleset, tindakan yg tidak benar, tertabrak, berkontak dengan bahan yang berbahaya, terjatuh, terguling, kejatuhan barang dari atas, terkena benturan keras, terkena barang yang runtuh, berkontak dengan bahan kimia, kebocoran gas, dan menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan Sedangkan jenis kecelakaan pada industri petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik) antara lain adalah : terjepit, terlindas, teriris, terpotong, tergores, jatuh terpelest, tindakan yang tidak benar, tertabrak, terkena benturan keras. Untuk jenis kecelakaan pada konstruksi antara lain adalah : jatuh terpeleset, kejatuhan barang dari atas, terinjak, terkena barang yang runtuh, roboh, berkontak dengan suhu panas, suhu dingin, terjatuh, terguling, terjepit, terlindas, tertabrak, tindakan yang tidak benar, terkena benturan keras Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja 1.
Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya.
2.
Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja
3.
Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja
4.
Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi.
Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja. Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui 1.
Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal,
cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2.
Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal.
3.
Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan.
Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja 1.
Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.
2.
Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.
3.
Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
2.5 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting dalam meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan. Untuk meningkatkan sumber daya manusia diperlukan sebuah pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002). Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri / perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya. Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman. Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi berbagai kecelakaan (Sukarmin, 1997). Pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan,
pengetahuan dan sikap yang layak (Sastrohadiwiryo, 2002). Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja (Ramli, 2010). Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya meskipun tahu tentang adanya suatu resiko (Santoso,2002). Menurut Soehatman Ramli (2010), pengembangan pelatihan K3 yang baik dan efektif dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain : 1.
Analisa Jabatan atau pekerjaan Dalam tahapan ini dilakukan identifikasi dan analisa s emua pekerjaan atau jabatan yang ada dalam perusahaan kemudian akan dibuat daftar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pekerja.
2.
Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis Melakukan identifikasi tentang pekerjaan yang tergolong berbahaya dan beresiko tinggi dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pekerja.
3.
Mengkaji data-data kecelakaan Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting dalam merancang pelatihan K3. Kecelakaan mengidentifikasikan adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), salah satu diantaranya adalah kurangnya kompetensi atau kepedulian mengenai K3. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan.
4.
Survei kebutuhan pelatihan Melakukan survei mengenai kebutuhan pelatihan dan jenis pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan pekerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat di masing-masing tempat kerja.
5.
Analisa kebutuhan pelatihan Melakukan analisa keselamatan kerja untuk mengetahui apa saj a potensi bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan. Dari analisa keselamatan kerja dapat diidentifikasi jenis bahaya dan tingat resiko dari setiap pekerjaan.
6.
Menentukan sasaran dan target pelatihan
Pelatihan K3 diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari masing-masing pekerja. Sasaran dan target pelatihan harus ditetapkan dengan tepat sebagai masukan untuk merancang format dan silabus pelatihan. 7.
Mengembangkan objektif pembelajaran Pelatihan K3 harus dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan pekerja yang ada dalam suatu perusahaan.
8.
Melaksanakan pelatihan Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan secara eksternal melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang sesuai dengan kebutuhan.
9.
Melakukan evaluasi Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektifitasnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti materi pelatihan dan dampak terhadap pekerja setelah kembali ke tempat kerja masing-masing.
10. Melakukan perbaikan Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan. Dalam melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan (Ridley, 2008), antara lain : 1.
Perkulihan dan percakapan
2.
Video dan film
3.
Peran yang langsung dimainkan oleh peserta pelatihan
4.
Studi kasus
5.
Diskusi kelompok
6.
Latihan dan praktek di luar kelas
7.
Pelatihan langsung di tempat kerja Tujuan pelatihan Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah
kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja. Peraturan yang perlu ditaati UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur agar tenaga kerja, petugas keselamatan dan kesehatan kerja dan manajer wajib mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Obyek pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja :
1.
Petugas keselamatan dan kesehatan kerja
2.
Manajer bagian operasional keselamatan dan kesehatan kerja
3.
Petugas operator mesin dan perlengkapan yang berbahaya
4. 5.
Petugas operator khusus Petugas operator umum
6.
Petugas penguji kondisi lingkungan kerja
7.
Petugas estimasi keselamatan pembangunan
8.
Petugas estimasi keselamatan proses produksi
9.
Petugas penyelamat
10. Tenaga kerja baru atau sebelum tenaga kerja mendapat rotasi pekerjaan 2.6 Jenis Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jadwal dan isi program pelatihan Berbagai obyek pelatihan disesuaikan dengan peraturan mengenai jadwal dan isi program pelatihan. Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok penyebabnya, dicari secara tuntas, hingga dapat diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan. Menurut Soehatman Ramli (2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Induksi K3 Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.
2. Pelatihan Khusus K3 Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja. Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya. 3.
Pelatihan K3 Umum Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk menanamkan budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja. Misalnya pelatihan mengenai dasar K3 dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan pemadam kebakaran.
2.7 Manfaat Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Widuri (1992) setiap program pelatihan kerja ada manfaatnya, demikian juga
dengan pelatihan K3. Manfaat pelatihan K3 yaitu : a.
Meningkatkan ilmu dan keterampilan pekerja
b.
Mengurangi kecelakaan kerja
c.
Mengurangi absensi dan penggantian pekerja
d.
Mengurangi beban pengawasan
e. f.
Mengurangi waktu yang terbuang Mengurangi biaya lembur
g.
Mengurangi biaya pemeliharaan mesin
h.
Mengurangi keluhan-keluhan
i.
Meningkatkan kepuasaan kerja
j.
Meningkatkan produksi
k.
Komunikasi yang baik
l.
Kerjasama yang baik
2.8 Indikator Keberhasilan Pelatihan K3
Untuk mengetahui efektifitas dari suatu pelatihan K3 dapat diukur dengan memperhatikan indikator keberhasilan pelatihan (Widuri, 1992), yaitu : 1.
Prestasi kerja karyawan
2.
Kedisplinan karyawan
3.
Absensi karyawan
4.
Tingkat kerusakan produksi, alat-alat dan mesin
5.
Tingkat kecelakaan karyawan
6.
Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga dan waktu
7.
Tingkat kerja sama karyawan
8.
Tingkat upah karyawan
9.
Prakarsa karyawan
10. Kepemimpinan dan kepuasaan manajerial.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri
Rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama pada sektor industri menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja di Indonesia. Masih sering ditemukan anggapan bahwa penerapan K3 cenderung mahal karenanya dibutuhkan alokasi budget yang cukup besar dalam pelaksanaannya. Tidak hanya karyawan yang dapat merasakan manfaat K3 ini. Perusahaan juga dapat diuntungkan dengan penerapannya. Ketika perusahaan Anda telah menerapkan K3 dalam proses kerja, stakeholder akan meyakini bahwa prosedur kerja perusahaan Anda sudah bagus sehingga terjamin kualitas hasil kerjanya. Penerapan K3 juga dapat menjadi tolak ukur Standard Operating Procedures (SOP) sehingga apabila terjadi kecelakaan, perusahaan dapat mengidentifikasi bagian proses mana yang salah dan perlu diperbaiki. Tidak hanya itu, tingkat produktivitas karyawan juga akan meningkat seiring dengan jaminan keamanan yang diberikan oleh perusahaan. 3.2 Upaya pencegahan dan penanganan bahaya yang dilakukan dalam sektor industri 3.2.1 Upaya pencegahan terhadap bahan kimia berbahaya
1. Pemasangan Label dan Tanda Pada Bahan Berbahaya Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan peringatan pada wadah atau tempat penyimpanan untuk bahan berbaha ya adalah tindakan pencegahan yang esensial. Tenaga kerja yang bekerja pada proses produksi atau pengangkutan biasanya belum mengetahui sifat bahaya dari bahan kimia dalam wadah/packingnya, demikian pula para konsumen dari barang tersebut, dalam hal inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat penting. Peringatan tentang bahaya dengan label dan tanda merupakan syarat penting dalam perlindungan keselamatan kerja, namun hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai perlindungan yang sudah lengkap, usaha perlindungan keselamatan lainnya masih tetap diperlukan. Lambang yang umum dipakai untuk bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya adalah sebagai berikut:
A. Lembar Data Bahaya
Lembar data bahaya (Hazard Data Sheets/HDSs) terkadang disebut Material Safety Data Sheets (MSDSs) atau Chemical Safety Data Sheet (CSDSs) adalah lembar informasi yang detail tentang bahan-bahan kimia. Umumnya lembar ini disiapkan dan dibuat oleh pabrik kimia atau suatu program, seperti International Programme On Chemical Safety (IPCS) yang aktifitasnya terkait dengan World Health Organization (WHO), International Labour Organization (ILO), dan United Environment Programme (UNEP). HDSs/MSDSs/CSDSs merupakan sumber informasi tentang bahan kimia yang penting dan dapat diakses tetapi kualitasnya dapat bervariasi. Jika anda menggunakan HDSs, berhati-hatilah terhadap keterbatasannya, sebagai contoh, HDSs sering sulit untuk dibaca dan dimengerti. Keterbatasan lain yang serius adalah seringnya tidak memuat informasi yang cukup tentang bahaya dan peringatan penting yang anda butuhkan ketika bekerja dengan bahan kimia tertentu. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kapanpun dimungkinkan untuk menggunakan sumber informasi lain secara bersama-sama dengan HDSs. Suatu ide yang baik untuk mewakili kasehatan dan keselamatan dengan menyimpan lembar data bahaya pada setiap penggunaan bahan kimia di tempat kerja. Informasi berikut harus muncul pada semua lembar data bahaya, akan tetapi urutan dapat berbeda dari yang dijelaskan dibawah ini.
Bagi an 1 : I dentifi kasi produk dan pabrik Identifikasi produk : nama produk tertera disini dengan nama kimia atau nama dagang, nama yang tertera harus sama dengan nama yang ada pada label. Lembar data bahaya juga harus mendaftar sinonim produk atau substansinya, sinonim adalah nama lain dengan substansi yang diketahui. Contohnya Methyl alcohol juga dikenal sebagai Metanol atau Alkohol kayu. Identifikasi pabrik : nama pabrik atau supplier, alamat, nomor telepon, tanggal HDSs dibuat, dan nomor darurat untuk menelepon setelah jam kerja, merupakan ide yang baik bagi pengguna produk untuk menelepon pabrik pembuat produk sehingga mendapatkan informasi tentang produk tersebut sebelum terjadi hal yang darurat.
Bagian 2 : Bahan-bahan berbahaya Untuk produk campuran, hanya bahan-bahan berbahaya saja yang tercantum pada daftar
khusus
bahan
kimia,
dan
yang
didata
bila
komposisinya
≥
1%
dari
produk. Pengecualian untuk zat karsinogen yang harus di daftar jika komposisinya 0,1% dari
campuran.
Batas
konsentrasi
yaitu
Permissible
Exposure Limit
(PEL) dan
The
Recommended Threshold Limit Value (TLV ) harus didata dalam HDSs.
Bagian 3 : Data F isik Bagian ini mendata titik didih, tekanan, density, titik cair, tampilan, bau, dan lainlain. Informasi pada bagian ini membantu anda mengerti bagaimana sifat bahan kimia dan jenis bahaya yang ditimbulkannya.
Bagi an 4 : Data Kebakaran Dan Ledakan Bagian ini mendata titik nyala api dan batas mudah terbakar atau meledak, serta menjelaskan kepada anda bagaimana memadamkan api.
Informasi pada bagian ini
dibutuhkan untuk mencegah, merencanakan dan merespon kebakaran atau ledakan dari bahan-bahan kimia.
Bagi an 5 : Data Reaktifitas Bagian ini menjelaskan kepada anda apakah suatu substansi stabil atau tidak, bila tidak, bahaya apa yang ditimbulkan dalam keadaan tidak stabil. Bagian ini mendata ketidakcocokan substansi, substansi mana yang tidak boleh diletakkan atau digunakan secara bersamaan. Informasi ini penting untuk penyimpanan dan penanganan produk yang tepat.
Bagian 6 : Data Bahaya Kesehatan Rute tempat masuk (pernafasan, penyerapan kulit atau ingestion), efek kesehatan akut dan kronik, tanda-tanda dan gejala awal, apakah produknya bersifat karsinogen, masalah kesehatan
yang
makin
buruk
bila
terkena,
dan
pertolongan
pertama
yang
direkomendasikan/prosedur gawat darurat, semuanya seharusnya terdaftar di bagian ini.
Bagi an 7 : Tindakan Pencegahan Untuk Penanganan Informasi dibutuhkan untuk memikirkan rencana respon gawat darurat, prosedur pembersihan, metode pembuangan yang aman, yang dibutuhkan dalam penyimpanan, dan penanganan tindakan pencegahan harus detail pada bagian ini. Akan tetapi sering kali pabrik pembuat produk meringkas informasi ini dengan satu pernyataan yang simple, seperti hindari menghirup asap atau hindari kontak dengan kulit.
Bagi an 8 : Pengukuran Kontrol Metode yang direkomendasikan untuk control bahaya termasuk ventilasi, praktek kerja dan alat pelindung diri/Personal Protective Equipment (PPE) dirincin pada bagian ini. Tipe respirator, baju pelindung dan sarung tangan material yang paling resisten untuk produk harus diberitahu.
Lebih dari rekomendasi perlindungan material yang paling
resisten, HDSs boleh dengan simple menyatakan bahwa baju dan sarung tangan yang tidak dapat ditembus harus digunakan. Bagian ini cenderung menekankan alat pelindung diri daripada control engineering.
3.2.2 Metoda Pengendalian Resiko Kecelakaan Kerja di Industri 1.
Teknis
Eliminasi : penghilangan sumber bahaya
Subtitusi : mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya
Isolasi : proses kerja yang berbahaya disendirikan Enclosing : mengurung / memagari sumber bahaya
Ventilasi
Maintenance
2.
Administratif
Monitoring lingkungan kerja
Pendidikan dan pelatihan
Labelling
Pemeriksaan kesehatan
Rotasi kerja
Housekeeping: 5S
Sanitasi yang bersih, mandi, fasilitas kesehatan.
3. Alat pelindung diri
Topi pengaman
Pelindung telinga
Face shield
Masker
Respirator
Sarung tangan
Sepatu
3.3 Kecelakaan Kerja yang Sering Terjadi di Industri. Elektronik (manufaktur)
Teriris, terpotong Terlindas, tertabrak Berkontak dengan bahan kimia atau bahan berbahaya lainnya Kebocoran gas Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan
Produksi metal (manufaktur)
Terjepit, terlindas Tertusuk, terpotong, tergores Jatuh terpeleset Terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal
Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik)
Terjepit, terlindas Teriris, terpotong, tergores Jatuh terpeleset Tertabrak Terkena benturan keras Terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun Rawan dengan bahan bakar yang mudah terbakar.
Konstruksi
Kemungkinan jatuh dari ketinggian Kejatuhan barang dari atas Terinjak Terkena barang yang runtuh, roboh Berkontak dengan suhu panas, suhu dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising Terjatuh, terguling Terjepit, terlindas Tertabrak Terkena benturan keras
DAFTAR PUSTAKA
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat, Jakarta. Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta. Santoso, M. S. 2002. Pentingnya Keselamatan Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi dan Operasional. Edisi Pertama. PT Bumi Aksara. Jakarta. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi dan Operasional . Jakarta : Bumi Aksara Sukarmin, Y. 1997. Penanganan Faktor Manusia sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan. Cakrawala Pendidikan. Jakarta. Widuri, A. 1992. Psikologi Industri. HIPSMI. Jakarta. Woro. 2007. Kcecelakaan kerja dan cidera yang dialami oleh pekerja industry. Jakarta