BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
JANUARI 2014
UNIVERSITAS HASANUDDIN
CKD STAGE V ec PNC Sinistra
Oleh: Ulmi Fadillah Juniar C111 10 156
Pembimbing Kasus: dr. Guntur
Pembimbing Baca dr. Hasnawati
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. B
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Jl. Prof Abd Rauf Tarimana Kendari
Agama
: Islam
No. RM
: 590452
Tanggal masuk
: 6 Januari 2014
ANAMNESIS
Autoanamnesis Keluhan Utama
: Nyeri Perut
Anamnesis Terpimpin: Dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut terasa di seluruh bagian perut, terasa seperti ditusuk-tusuk, frekuensi frekuensi sering muncul dan tiap kali serangan ± 1 menit lamanya. Pasien juga mengeluh sering merasa mer asa pusing beberapa minggu belakangan tetapi tidak merasakan sakit kepala. Tidak ada sesak dan riwayat sesak, tidak ada batuk dan riwayat batuk, demam selama 3 hari menurun jika pemberian obat panas, tidak ada mual, dan tidak ada muntah. Buang air kecil lancer seperti kuning pekat volume ±1200 cc, pasien tidak merasakan rasa berpasir dan nyeri saat buang air kecil. Pasien belum BAB selama 1 minggu ini. Riwayat pemasangan CAPD ± 1 tahun t ahun yang lalu
RPS: Pada tahun 2007 pasien diopname dan didiagnosa oleh dokter mengalami gangguan ginjal. Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-). Sejak bulan Desember 2011 pasien mengeluh badan lemas dan terasa loyo, kemudian berobat di RS Kendari dan dirujuk ke RSWS. Pasien didiagnosa didiagnosa dengan gagal gagal ginjal kronik dan riwayat hemodialisa sebanyak 8x, lalu dilanjutkan dengan pemasangan CAPD sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat menderita Diabetes Mellitus sejak tahun 1997, Desember 2011 menggunakan insulin hingga saat ini
Riwayat menderita hipertensi sejak tahun 2000, pasien sempat mengkonsumsi Amlodipine 10 mg 1x1 dari puskesmas tetapi selanjutnya pasien tidak berobat teratur
II. STATUS PRESENT
Sakit Sedang / Gizi Cukup / Composmentis
BB
= 64 kg,
TB
= 170 cm,
IMT = 22,5kg/m2 (normal)
Tanda vital :
Tekanan Darah
: 179/90 mmHg
Nadi
: 64 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)
Suhu
: 36.5oC (Axilla)
III.PEMERIKSA III. PEMERIKSAAN AN FISIS
Kepala
Ekspresi
: biasa
Simetris muka
: simetris kiri = kanan
Deformitas
: (-)
Rambut
: hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: ke segala arah
Kelopak Mata
: edema (-)
Konjungtiva
: anemis (+)
Sklera
: ikterus (-)
Kornea
: jernih
Pupil
: bulat isokor
Telinga
Pendengaran
: kesan normal
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
Mulut
Bibir
: pucat (-), kering (-)
Lidah
: kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil
: T1 – T T1, hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-),
Gigi geligi
: dalam batas normal
Gusi
: dalam batas normal
Leher
Kelenjar getah bening
: tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
DVS
: R+1 cmH2O
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan, arteri karotis teraba
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Thoraks
-
-
-
Inspeksi
:
Bentuk
: simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan
Sela Iga
: Normal, tidak melebar
Palpasi
:
Fremitus raba
: sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
Perkusi
:
Paru kiri
: sonor
Paru kanan
: sonor
Batas paru-hepar
: ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan
: CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri -
: CV Th. IX sinistra
Auskultasi : Bunyi pernapasan
: vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/- ,Wh -/-
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pekak Batas atas jantung ICS II sinistra Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi
: bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Perut
Inspeksi
: Cembung, ikut gerak napas.
Palpasi
: Nyeri tekan (+) hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Tympani
Auskultasi
: Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Rectal Touche Spinchter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, pada hand scoen scoen : feses (+) berwarna kuning, darah (-), lendir (-).
Punggung
Palpasi
: NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok
: -/-
Auskultasi
: Bruit (-)
Gerakan
: Normal
Ekstremitas
Edema dorsum pedis -/Edema pretibial -/-
Laboratorium Jenis Pemerikaan WBC RBC HGB HCT
DARAH RUTIN (06/1/14)
DIABETES (06/1/14) GINJAL HIPERTENSI (06/1/14)
KIMIA HATI (06/1/14)
ELEKTROLIT (06/1/14)
HEPATITIS (06/1/14) KOAGULASI DAN TROMBOSIT (06/1/14) URINE RUTIN (06/1/14)
Hasil 15.18x10 3/Ul + 2.95x10 6/uL 9 g/dL * 24.6% -
Nilai Rujukan 4 - 10 x 103/uL 4 – 6 x 10 6/uL 12 - 16 g/dL 37 – 37 – 48% 48%
MCV
83,4 pl -
76
– 92 pl
MCH
30.5 pg *
22 – 31 pg
MCHC
36.6 g/dl *
32 – 36 g/dl
PLT
522 x 10 3/uL
150-400x10 3/uL
Neutr Lymph Mono
13,52 * 89 % 0.65 – 0.65 – 4,3% 4,3% 6.3
52.0 – 52.0 – 75.0 75.0 20.0 – 20.0 – 40.0 40.0 2.00 – 2.00 – 8.00 8.00
GDS
961 mg/dl
140 mg/dl
Ureum
121 mg/dl
10-50 mg/dl
Kreatinin
6.40 mg/dl
L (<1,3), P (<1,1) mg/dl
GFR (MDRD)
12,838 /mnt/1.73 m 2
SGOT
84 U/L
< 38 U/L
SGPT
70 U/L
< 41 U/L
Albumin Globulin Protein Total Natrium
3.6 gr/dl 2.0 gr/dl 8 gr/dl 122 mmol
3,5-5,0 gr/dl 1.6 -5 gr/dl 6.6 – 6.6 – 8.7 8.7 gr/dl 138-145 mmol
Kalium
2.5 mmol
3,5-5,1 mmol
Klorida
94 mmol
97-111 mmol
HbsAg
Non Reactive
Non reactive
Anti HCV
Non Reactive
Non Reactive
PT
10.7 c 12.4
10-14 detik
APTT
26.4 c 26.9
22-30 detik
Warna
Kuning Muda
Kuning Muda
pH
6.0
4.5 -8.0
BJ
1.010
1.005 – 1.005 – 1.035 1.035
Protein
++ / 100
-
Glukosa
++++ / 1000
-
Bilirubine
++ / 5.1
-
Urobilinogen
Normal
Normal
Keton
-
-
Nitrit
-
-
Blood
++ / 80
-
Leukosit
-
-
Vit. C
-
-
Sedimen Eritrosit
1
<5
Sedimen Torak
3
Sedimen Kristal Sedimen Epitel Sel
-
Sedimen Lain
-
Asam Urat
5.7
KIMIA LAIN (06/1/14)
2
P (2.4-5.7 mg/dl) L (3.5 – (3.5 – 7.0 7.0 mg/dl)
Pemeriksaan tambahan lainnya:
Foto thoraks AP (7/1/14) Kesan : Cardiomegaly dan Dilatatio et Elongatio aortae
EKG (06/11/13) Sinus ritme, HR : 64x/menit, Normo axis, Left axis, Left Ventricular Hyperthrophy
Foto Abdomen 3 posisi (7/1/2014) Kesan : Tidak tampak tanda-tanda peritonitis
USG Abdomen : Kesan : susp. ascites
IV. ASSESSMENT :
CKD stage V + CAPD susp peritonitis Hipertensi Grade II DM Tipe II non obes
V. PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN AWAL
-
Diet rendah natrium, rendah protein 0.6 gr/kg BB/ hari, dan rendah kalium
-
Restriksi cairan
-
Inj Ceftriaxone 1gr/12j/iv
-
Inj. Omeprazole 40 mg 1 vial/24 jam/iv
-
Amlodipine 10 mg 0-0-1
-
Valsartan 80 mg 0-0-1
-
Dulcolax sup 0-0-I
- Novorapid 6 – 6 – 6 – 6 – 6 6 IU
Rencana Pemeriksaan
-
Kontrol darah rutin, elektrolit,
-
Kontrol GDS, GDP
-
Balance cairan
-
Kontrol EKG
-
Foto Thorax
-
USG Abdomen
VI. PROGNOSIS
Ad functionam
: Dubia et malam
Ad sanationam
: Dubia et malam
Ad vitam
: Dubia et malam
FOLLOW UP
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
07/01/2014
S:
INSTRUKSI DOKTER
T : 170/90 mmHg
Nyeri perut (+), mual (-), demam (+),
N : 80x/i
sesak (-)
kalium, rendah protein 1.2
P : 20x/i
BAB : belum 1 minggu
gr/kgBB/hr
S : 36,7 ⁰C O:
Diet Rendah garam, rendah
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
SS/GC/CM
Ceftriaxon 1gr/12j/iv
Anemis +/+, icterus -/-
Omeprazole 40 mg 1 vial/24
MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH 2O
BP : Vesikuler
Amlodipine 10 mg 1-0-0
BT : Rh -/-, Wh -/-
Valsartan 80 mg 0-0-1
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Dulcolax supp 1x1
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/-
Balance Cairan : input – input – output output 1000 – 1000 – 900 900 = +100
PT : 10.7 c 12.4 APTT : 26.4 c 26.9 HBsAg (-) Anti HCV (-) GDS 961 Ur 121 Cr : 6.4 SGOT 84 SGPT 70 As urat : 5.7 Na : 122 K : 2.3 Cl : 94
A:
jam/iv
Novorapid 6 – 6 – 6 – 6 – 6 6 IU PCT 3 x 500 mg
Anjuran :
Kontrol DR
Kontrol Elektrolit
Kontrol Ureum dan Creatinine
Kontrol GDS
Konsul GH
Kultur cairan CAPD
CKD
stage
V
+
CAPD
susp
Peritonitis
DM tipe II non obese
HT grade II
Hiponatremia
Hipokalemia
08/01/2014
S : nyeri perut (+), demam (-),Nyeri perut
T : 140/90 mmHg
(+), nafsu makan menurun, demam (+)
P:
N : 100x/i P : 24 x/i S : 36,5⁰C
Diet Rendah garam, rendah kalium, rendah protein 1.2
O:
gr/kgBB/hr
SS / GC / CM
Restriksi cairan
Anemis +/+, ikterus -/-
Balance cairan kateter
MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH 2O
Ceftriaxon 1gr/12j/iv
BP : vesikuler
Omeprazole 40 mg 1 vial/24
BT : Rh -/-, Wh -/-
jam/iv
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Valsartan 80 mg 0-0-1
Hepar dan lien tidak teraba
PCT 3x500 mg
Ext : Edema -/-
Balance cairan : input-output
Anjuran :
1250-1200 : +50 cc
Kontrol DR
Kontrol Elektrolit
Kontrol
GDS : >600 mg/dl
A:
Ureum
dan
Creatinine
CKD stage V ec Nefropati diabetic
Kontrol GDS
HT Grade II
Foto BNO 3 posisi
DM tipe II non obes
USG Abdomen
Hiponatremia
Menunggu hasil kultur CAPD
Hipokalemia
09/11/2013
S:
T : 140/80 mmHg
Nyeri perut berkurang, demam berkurang
N : 72 x/i
BAB : lancer, kuning semi padat
kalium,
P : 20 x/i
O:
gr/kgBB/hr
S : 36,5⁰C
P:
Diet
Rendah
garam,
rendah
protein
SS / GC / CM
Restriksi cairan
Anemis +/+, ikterus -/-
Balance cairan kateter
MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH 2O
Ceftriaxon 1gr/12j/iv
BP : vesikuler
Amlodipine 10 mg 1-0-0
BT : Rh -/-, Wh -/-
Valsartan 80 mg 0-0-1
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
rendah 1,2
Anjuran :
Hepar dan lien tidak teraba
Pro double lumen
Ext : Edema -/-
HD sesuai jadwal
Balance cairan : input-output
Kontrol GDP. GDS, HbA1c
1050-900 : +150 cc
USG : susp ascites BNO : tidak ada tanda-tanda peritonitis
A:
CKD stage V ec Nefropati diabetic on CAPD on HD
HT Grade II
Hiponatremia
Hipokalemia
Anemia Normositik Normokrom
DM tipe 2 non obese
10/11/2013
S:
P:
T : 130/90 mmHg
Nyeri perut berkurang, demam berkurang
N : 66 x/i P : 20 x/i S : 36,6⁰C
O:
Diet
Rendah
kalium,
SS / GC / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
rendah
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
garam,
rendah
protein
1.2
MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH 2O
Balance cairan kateter
BP : vesikuler
Amlodipine 10 mg 1-0-0
BT : Rh -/-, Wh -/-
Ramipril 2.5 mg 0-0-1
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Anjuran :
Hepar dan lien tidak teraba
Pro double lumen
Ext : Edema -/-
HD Reguler
Balance cairan : input-output
Kontrol DR
700 – 700 – 800 800 = -100
Kontrol Elektrolit Kontrol GDP, GDS
GDP : 263 mg/dl
Kontrol Ureum/Creatinin
A:
CKD stg V ec Nefropati Diabetik
HT Grade II
Anemia Normositik Normokrom
Hiponatremia
Hipokalemia
DM type II non obese
11/11/2013
S:
P:
T : 160/80 mmHg
Nyeri perut berkurang
N : 92 x/i P : 20 x/i S : 36,5 oC
Diet
Rendah
kalium, O:
rendah
garam,
rendah
protein
1.2
gr/kgBB/hr
SS / GC / CM
Restriksi cairan
Anemis +/+, ikterus -/-
Balance cairan kateter
MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH 2O
Amlodipin 10 mg 1-0-0
BP : vesikuler
Ramipril 2,5 mg 0-0-1
BT : Rh -/-, Wh -/
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Anjuran :
Hepar dan lien tidak teraba
Pemasangan double lumen (konsul
Ext : Edema -/-
belum dijawab)
Balance cairan : input-output 1100 – 1100 – 1300 1300 = -200
Hb : 7.2 HCT : 21.2 Ur : 96 Cr : 7.49 WBC : 10.1 PLT : 447 GDP : 428 GD2PP : 428 HbA1c : 11
A:
CKD stg V ec Nefropati Diabetik
HT Grade II
Anemia Normositik Normokrom
Hiponatremia
Hipokalemia
DM type II non obese
RESUME
Seorang pria, 53 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan n yeri perut yang dialami sejak semimggu yang lalu. Nyeri perut terasa di seluruh se luruh bagian perut, terasa seperti ditusuk-tusuk, frekuensi sering muncul dan tiap kali serangan ± 1 menit lamanya. Pasien juga mengeluh sering merasa pusing beberapa minggu belakangan tetapi tidak merasakan sakit kepala. Tidak ada sesak dan riwayat sesak, tidak ada batuk dan riwayat batuk, demam selama 3 hari menurun jika pemberian obat panas, tidak ada mual, dan tidak ada muntah. Buang air kecil lancer seperti kuning pekat volume ±1200 cc, pasien tidak merasakan rasa berpasir dan nyeri saat buang air kecil. Pasien belum BAB selama 1 minggu ini. Riwayat pemasangan CAPD ± 1 tahun yang lalu. Pada tahun 2007 pasien diopname dan didiagnosa oleh dokter mengalami gangguan ginjal. Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-). Sejak bulan
Desember 2011 pasien mengeluh badan lemas dan terasa loyo, kemudian berobat di RS Kendari dan dirujuk ke RSWS. Pasien didiagnosa dengan gagal ginjal kronik dan riwayat hemodialisa sebanyak 8x, lalu dilanjutkan dengan pemasangan CAPD sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat menderita Diabetes Mellitus sejak tahun 1997, Desember 2011 menggunakan insulin hingga saat ini Riwayat menderita hipertensi sejak tahun 2000, pasien sempat mengkonsumsi Amlodipine 10 mg 1x1 dari puskesmas tetapi selanjutnya pasien tidak berobat teratur
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup serta komposmentis. Tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 64x/menit, pernapasan 20x/menit dan suhu 36.5 oC (axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri : ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : nyeri tekan. Pada ekstremitas tidak didapatkan edema pretibial dan edema dorsum pedis. Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 9 gr/dl, MCV : 83.4 pl, MCH : 30,5 pg, MCHC : 36.6 gr/dl, Ureum : 121 mg/dl, Kreatinin : 6.4 mg/dl, Albumin : 3,6 gr/dlAsam Urat: 5.7 mg/dl. Dan hasil urinalisis didapatkan Protein : ++, Glukosa : +++ Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali. Hasil USG abdomen susp ascites. Hasil
EKG : Sinus ritme, HR : 64x/menit, Normo axis, Left Ventricular
Hyperthrophy. Hasil Foto BNO 3 posisi tidak didapatkan tanda-tanda peritonitis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien ini diassessment dengan d engan CKD stage sta ge V ec. Nefropati Diabetik, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Diabetes Mellitus Type II Non Obes
DISKUSI
Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage V ec. Nefropati Diabetik, Hipertensi Grade II, Anemia Normositik Normokrom, Diabetes Mellitus Type II Non Obes Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa nyeri perut, penurunan nafsu makan juga dapat mendukung kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang menunjukkan adanya gangguan pada ginjal dengan GFR 12,838 /mnt/1.73 m 2, terdiagnosa pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 94 mg/dl, dimana kisaran normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl. Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan dorsum pedis serta adanya ascites. Didukung juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium albumin 2,6 gr/dl dan ditemukannya ditemukannya protein 3 (+++) pada urin pasien, hal ini menjelaskan bahwa pasien telah mengalami keadaan hipoalbuminemia. Gangguan Gangguan permeabilitas selektif pada penyaring glomerulus, dimana dalam hal ini terjadi peningkatan permeabilitas membran basalis sehingga terjadi proteinuria dan hipoalbuminemia pada pasien. Keadaan ini selanjutnya dapat menjelaskan bahwa terjadi penurunan tekanan osmotik kapiler yang menyebabkan transudasi ke dalam interstitium sehingga dapat menyebabkan edema. Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol > 160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks AP juga ditemukan adanya kardiomegali yang mungkin merupakan akibat kompensasi dari hipertensi yang sudah lama dan tidak terkontrol. Pada pasien ini juga ditemukan kadar asam urat yang tinggi yaitu sebesar 9,8 mg/dl. Peningkatan kadar asam urat serum dan pembentukan kristal-kristal yang menyumbat ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada stadium dini gagal ginjal kronik dapat timbul gangguan ekskresi ginjal sehingga kadar asam urat serum biasanya meningkat. Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu kadar hemoglobin 7,5 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan defisiensi
pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Diketahui juga bahwa racun uremik dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap eritropietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup sel darah merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel itu sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2 Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal, diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk. 2 GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4 Terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan GGK karena adanya data-data epidemiologi yang menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium lanjut, sehingga upaya penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini dan upaya preventif. Selain itu ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau pengobatan pada stadium dini dapat mengubah prognosis dari penyakit tersebut. Terlambatnya penanganan pada penyakit gagal ginjal kronik berhubungan dengan adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai 20% diatas nilai normal, sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi ginjal menjadi 30% diatas nilai normal. 2 GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m 2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih
berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien pasien GGK. 5
II.
DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6 Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis
6,7
1. Kerusakan ginjal (renal damage) damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit.1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60ml/menit/1,73m 2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik. 6 III.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m 2. Data pada tahun 19951999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di Malaysia dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahun. Di Negaranegara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun. 6
IV.
ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat.6 Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencat at penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6 Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui. 6 Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999) 6 Penyebab
Insiden
Diabetes Melitus - Tipe 1 (7%) - Tipe 2 (37%) Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar Glomerulonefritis Nefritis interstitialis Kista dan penyakit bawaan lain Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis) Neoplasma Tidak diketahui Penyakit lain
44%
27% 10% 4% 3% 2% 2% 4% 4%
Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000 6 Penyebab
Glomerulonefritis Diabetes Melitus Obstruksi dan Infeksi Hipertensi Sebab lain V.
PATOFISIOLOGI
Insiden
46,39% 18,65% 12,85% 8,46% 13,65%
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth factor . Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6 Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF - β). β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi , hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada pada LFG LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K +. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal ( Renal Renal Replacement Therapy) Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6 VI.
KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat ( stage) penyakit stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus KockcroftGault, yaitu:6 LFG (ml/menit/1,73m 2) =
(140 – (140 – Umur) Umur) x Berat Badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0,85 Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease), yaitu :10
LFG (ml/min/1.73 m 2) = 170 x [SCr] 0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN] -0.170 x [albumin]+ 0.318 Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl) SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl) Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 6 Derajat
1 2 3 4 5
LFG (ml/mnt/1.73m2)
Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringan Kerusakan ginjal dengan LFG sedang Kerusakan ginjal dengan LFG berat Gagal ginjal
Klasifikasi menurut NICE 2008
≥ 90
60 – 60 – 89 89
30 – 30 – 59 59
15 – 15 – 29 29 ≤ 15 atau dialisis
8
1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK 2. Proteinuria: a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih (dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih) 3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 – 45 – 59 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A) b. LFG 30 – 30 – 44 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B) 4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2, apabila keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.
Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008
8
Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi 6 Penyakit
Penyakit ginjal diabetes Penyakit ginjal non diabetes
Tipe Mayor (contoh)
Diabetes Tipe 1 dan 2 Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati) Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi
Rejeksi kronik Keacunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular) (glomerular) Transplant glomerulopathy
VII. DIAGNOSIS 6 Gambaran Klinis
Kardiovaskuler : a. Hipertensi b. Pembesaran vena leher c. Pitting edema d. Edema peri orbital e. Friction rub pericardial
Pulmoner : a. Nafas dangkal b. Krekels c. Kussmaul d. Sputum kental dan liat Gastrointestinal : a. Konstipasi / diare b. Anoreksia, mual dan muntah c. Nafas bau ammonia d. Perdarahan saluran GI e. Ulserasi dan perdarahan pada mulut Muskuloskeletal : a. Kehilangan kekuatan otot b. Kram otot c. Fraktur tulang Integumen : a. Kulit kering, bersisik b. Warna kulit abu-abu mengkilat c. Kuku tipis dan rapuh d. Rambut tipis dan kasar e. Pruritus f. Ekimosis Reproduksi : a. Atrofi testis b. Amenore Sindrom Uremia : a. Lemah letargi b. Anoreksia c. Mual dan muntah d. Nokturia e. Kelebihan volume cairan
f. Neuropati perifer g. Uremic frost h. Perikarditis i.
Kejang
j.
Koma
Gambaran Laboratorium 6
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi : a. Sesuai penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus, hipertensi, dll). b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hi per atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isosthenuria. Gambaran Radiologi 6
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis meliputi : a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalaim kerusakan. c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi d. Ultrasonografi ginjal bisa memerlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
6
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Biopsi ginjal ginjal indikasi-kontra indikasi-kontra dilakukan dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.
VIII. PENATALAKSANAAN 6,8
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarny adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit gagal gagal ginjal. Hal ini untuk untuk mengetahui mengetahui kondisi komorbid yang yang dapat memerburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid tersebut antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas aktivitas penyakit dasarnya.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis untuk mengurangi mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Tabel 7. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik 6 LFG ml/menit >60
25 – 25 – 60 60
5 – 25 25
< 60 (sindrom nefrotik)
Asupan protein g/kg/hari
Tidak dianjurkan 0,6 – 0,6 – 0,8 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai biologi tinggi
Fosfat g/kg/hari Tidak dibatasi
≤ 10 g
0,6 – 0,6 – 0,8 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino esensial atau asam keton
≤ 10 g
0,8 g/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton
≤9g
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
Farmakoterapi Farmakoterapi menurut NICE Guidelines 2008
8
a. Kontrol Tekanan Darah -
Pada orang dengak GGK, harus mengontrol tekanan sistolik < 140 mmHg (dengan kisaran target 120-139 mmHh) dan tekanan diastolik < 90 mmHg.
-
Pada orang dengan GGK dan diabetes dan juga orang dengan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira0kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, atau proteinuria 1gr/24 jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga te kanan istolik <130 mmHg (dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan diastolik < 80 mmHg.
b. Pemilihan agen antihipertensi 1st line: ACE inhibitor/ARBs (apabila ACE inhibitor tidak dapat mentolerir) ACE inhibitor/ARBs diberikan pada:
Pada GGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau lebih dari 3,5 mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24 jam atau lebih)
GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24 jam atau lebih), tanpa adanya hipertensi atau penyakit kardiovaskular.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR <30 mg/mmol (kira-kira ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria <0,5 gr/24 jam atau lebih)
Saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs, upayakan mencapai dosis terapi maksimal yang masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan 2 nd line (spironolakton)
Hal-hal yang perlu diingat saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs: -
Orang dengan GGK, harus mengetahui konsentrasi serum potassium dan perkiraan LFG sebelum memulai terapi. Pemeriksaan ini diulang antara 1 sampai 2 minggu setelah penggunaan obat dan setelah peningkatan peningkatan dosis.
-
Terapi ACE inhibitor/ARBs tidak boleh dimulai apabila konsentrasi serum potassium secara signifikan >0,5 mmol/L
-
Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut
-
Stop terapi tersebut, bila konsentrasi serum potassium meningkat >0,6 mmol/L atau lebih dan obat lain yang diketahui dapat meningkatkan hiperkalemia sudah tidak digunakan
-
Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan bila bata LFG saat sebelum terapi kurang dari 25% atau kreatinin plasma meningkaat dari batas awal kurang dari 30%.
-
Apabila perubahan LFG 25% atau lebih atau perubahan kreatinin plasma 30% ata lebih :
Investigasi adanya deplesi volume ataupun penggunaan NSAIDs.
Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), stop terapi atau dosis harus diturunkan dan alternative antihipertensi lain bisa digunakan.
IX.
PROGNOSIS 6,9
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya seringkali terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Ginjal Kronik . Palembang: Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2003: 13-22. 2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Ketiga. 2001(6): 531-4. 3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s Principles and Internal Medicine. 16 th edition. edition. 2005(11): 1653-63. 4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798overview. 2014. 5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice Guidelines : Anaemia of CKD. CKD . 2010(3): 25-35. 6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II . Edisi kelima. 2009(137): 1035-40. 7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney International . 2005(67): 2089-2100. 8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care Experience. Experience. 2008: 3-39. 9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. Nephrology. 2011 Jul;80(1): 17-28. 10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For For Chronic Kidney Kidney Disease : Evaluation, Classification, Stratification. Stratification. 2002(5): 89-90.