Ujian Tengah Semester HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Analisis Hasil Wawancara Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Oleh: Fathia Fathurahman
(110110090339)
Indana Nurfahmi
(110110090341)
Rohmadoni N.
(110110090343)
Handrey Pramana
(110110090345)
Firman Rahmadi
(110110090346)
Veronica A. Suwandy
(110110090347)
Erwin Permana
(110110090349)
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2012
HASIL WAWANCARA HAKIM DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG
Nama Hakim : Tanya :
Hakim Hujja Tulhaq, SH. MH.
Apakah saat ini terjadi peningkatan ataupun penurunan jumlah perkara di PTUN?
Jawab :
Masuknya perkara di PTUN Bandung ini relatif meningkat dari tahun ke tahun, terutama masalah tanah, kepegawaian, dan perizinan. Di PTUN Bandung ini, perkara yang masuk berasal dari berbagai daerah karena disebabkan oleh luasnya wilayah Bandung.
Tanya :
Apakah yang menjadi dasar dalam gugatan tata usaha negara (TUN)?
Jawab :
Ada dua dasar utama yang menjadi dasar dalam gugatan gugatan TUN. Yang pertama yaitu, objek TUN melanggar aturan-aturan yang berlaku. Contohnya terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan, padahal tanah tersebut tidak ada.Dan kedua asas-asas pemerintahan yang baik dilanggar.
Tanya :
Apakah jumlah perkara TUN yang semakin meningkat ini disebabkan karena kualitas pejabat yang buruk ataukah karena semakin tingginya kesadaran hukum masyarakat saat ini?
Jawab :
Ketidakcermatan
pejabat
dalam
melakukan
beschikking,
sehingga
menyebabkan hak-hak sebagai masyarakat dilanggar. Pejabat sebagai penyelenggara pemerintahan harus memiliki kontrol yuridis agar dalam menetapkan beschikking tidak melanggar hak-hak masyarakat. Pejabat mengeluarkan
beschikking
berdasarkan
peraturan,
intinya
ada
pada
kepentingan. Dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat juga semakin meningkat mengenai PTUN. Kesadaran hukum masyarakat tersebut tergantung tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan yang meningkat tersebut masyarakat
HASIL WAWANCARA HAKIM DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG
Nama Hakim : Tanya :
Hakim Hujja Tulhaq, SH. MH.
Apakah saat ini terjadi peningkatan ataupun penurunan jumlah perkara di PTUN?
Jawab :
Masuknya perkara di PTUN Bandung ini relatif meningkat dari tahun ke tahun, terutama masalah tanah, kepegawaian, dan perizinan. Di PTUN Bandung ini, perkara yang masuk berasal dari berbagai daerah karena disebabkan oleh luasnya wilayah Bandung.
Tanya :
Apakah yang menjadi dasar dalam gugatan tata usaha negara (TUN)?
Jawab :
Ada dua dasar utama yang menjadi dasar dalam gugatan gugatan TUN. Yang pertama yaitu, objek TUN melanggar aturan-aturan yang berlaku. Contohnya terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan, padahal tanah tersebut tidak ada.Dan kedua asas-asas pemerintahan yang baik dilanggar.
Tanya :
Apakah jumlah perkara TUN yang semakin meningkat ini disebabkan karena kualitas pejabat yang buruk ataukah karena semakin tingginya kesadaran hukum masyarakat saat ini?
Jawab :
Ketidakcermatan
pejabat
dalam
melakukan
beschikking,
sehingga
menyebabkan hak-hak sebagai masyarakat dilanggar. Pejabat sebagai penyelenggara pemerintahan harus memiliki kontrol yuridis agar dalam menetapkan beschikking tidak melanggar hak-hak masyarakat. Pejabat mengeluarkan
beschikking
berdasarkan
peraturan,
intinya
ada
pada
kepentingan. Dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat juga semakin meningkat mengenai PTUN. Kesadaran hukum masyarakat tersebut tergantung tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan yang meningkat tersebut masyarakat
dari tahun ke tahun semakin tahu apabila ada hak-hak mereka yang dilanggar maka dapat diperjuangkan di PTUN. Apabila sengketa tersebut antar lembaga negara, sebelum diajukan ke PTUN, mengajukan keberatan terlebih dahulu pada badan administratif.
Tanya :
Bagaimana dengan sanksi bagi pejabat tersebut?
Jawab :
Sanksi jika kesalahan berasal dari dari dalam kepegawaian maka direhabilitasi, jika mengenai mengenai hal lain lain maka (ketetapan) (ketetapan) batal atau atau tidak sah. sah.
NAMA
: Fathia Fathurahman
NPM
: 110110090339
Hakim
: Hujja Tulhaq, S.H., M.H.
ANALISIS HASIL WAWANCARA
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. 1. 2. 3.
4.
Apakah saat ini terjadi peningkatan peningkatan ataupun penurunan penurunan jumlah perkara di PTUN? Apakah yang menjadi menjadi dasar dalam gugatan gugatan tata tata usaha negara (TUN)? Apakah jumlah perkara TUN yang semakin meningkat ini disebabkan disebabkan karena kualitas pejabat yang buruk ataukah karena semakin tingginya kesadaran hukum masyarakat saat ini? Bagaimana dengan sanksi bagi pejabat tersebut?
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Disini terlihat bahwa, salah satu karakter dan agenda bangsa Indonesia adalah terwujudnya model negara yang berbasis negara kesejahteraan (Welfare State). Maka segala upaya dan agenda pembangunan yang dilakukan oleh segenap bangsa Indonesia harus memiliki tujuan dan orientasi kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau publik. Salah satu faktor penting dari meningkatnya kesejahteraan rakyat dalam suasana bangsa yang sudah merdeka adalah adanya pelayanan pelayanan yang berkualitas dari pejabat pemerintah sebagai aparatur negara dalam melayani kepentingan publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan negara dalam hal ini pemerintah amat strategis dan penting dalam melayani dan mendampingi masyarakat dalam mengelola dan memberdayakan potensi bangsa yang sudah merdeka ini. Kehadiran sebuah kedaulatan rakyat dalam negara merdeka tidak memiliki makna apa-apa apabila tidak ada pemerintah dengan pejabat pemerintahan sebagai instrumen dalam mengelola potensi bangsa untuk menjaga kedaulatan tersebut. Pemerintah yang kuat adalah pemerintah yang memiliki dukungan dan hubungan yang baik dari rakyat. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dari sebuah negara
dalam menata bangsanya adalah adanya hubungan yang baik dan produktif antara negara dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hubungan yang baik dan dinamis diantara keduanya (negara dan rakyat) itu ditandai dengan kuatnya check and balances antara keduanya, jadi dengan kata lain tidak ada yang saling mendominasi. Prof. Bagir Manan pun mengatakan bahwa, “..sejarah telah memberikan contoh dan bukti yang berlimpah bahwa kekuasaan tanpa batas lebih banyak melahirkan kesewenang-wenangan dan hilangnya kebebasan serta kemerdekaan warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan...”. maka dari itu kekuasaan tersebut haruslah diawasi dalam pelaksanaannya, karena jika tidak sangat memungkinkan berakibat terjadinya suatu penyalahgunaan kekuasaan dan/atau kewenangan. Pada dasarnya Negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Namun pada kenyataannya, seringkali segala tindakan atau perbuatan penguasa atau pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara menimbulkan sejumlah permasalahan yang merugikan orang atau badan hukum perdata sehingga mengakibatkan terjadinya Sengketa Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, kehadiran dari hukum administrasi menjadi penting. Hukum Administrasi Administrasi Negara yang prosesnya prosesnya berperkara di Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara kemudian dengan jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 serta juga perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu masyarakat dapat lebih berpartisipasi dan turut mengontrol kebijaksanaan para pejabat administrasi. Sehingga, kualitas produk-produk kebijakan pejabat administrasi yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum. Namun sampai saat ini upaya pemanfaatan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai kontrol yuridis untuk mencari keadilan di ranah sengketa administrasi masih cukup rendah. Hal ini tentunya menjadi kurang maksimalnya dunia peradilan, khususnya Pengadilan Tata Usaha Negara untuk melakukan peran dan fungsinya. Disini tantangan pun semakin meningkat dalam upaya untuk memperkuat Negara Hukum dalam ranah Peradilan Tata Usaha Negara. Jika ditilik dalam Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang terjadi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, dari Tahun ke Tahun kasus gugatan relatif meningkat, terutama dalam masalah pertanahan, kepegawaian, dan perizinan. Hal ini terjadi karena untuk wilayah Jawa Barat, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
hanya terdapat di Ibukota Jawa Barat sendiri, yakni Bandung. Sedangkan wilayah dan kota di Jawa Barat itu cukup banyak dan otomatis semua perkara yang ada di tiap kota mengenai Sengketa Tata Usaha Negara akan dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Terdapat beberapa dasar dalam Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara, yang diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara itu, diantaranya pertama adalah objek Tata Usaha Negara yang melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Seperti contohnya, dalam terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan perundang-undangan, padahal tanah tersebut tidak ada. Dan yang kedua adalah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. Asas-asas pemerintahan yang baik ini berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan jabatan dan wewenang, atau lebih tepat “untuk mencapai dan memelihara adanya pemerintahan dan administrasi yang baik, yang bersih”, maka ada beberapa asas kebonafidean pemerintah/administrasi negara, yang dapat dibagi menjadi dua golongan atau kategori, yakni (1) asas-asas yang mengenai prosedur dan atau proses pengambilan keputusan, yang bilamana dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal karena hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya, (2) asas-asas yang mengenai kebenaran dari fakta-faktanya yang dipakai sebagai dasar untuk pembuatan keputusannya. Bilamana asas-asas hukum tersebut tidak dijunjung tinggi, maka bonafiditas dan kebersihan daripada pemerintahan/administrasi tidak akan tercapai, dan keputusan-keputusannya serta tindakan-tindakannya tidak akan mempunyai wibawa serta efek yang diharapkan. Kemudian jumlah perkara Tata Usaha Negara yang semakin meningkat ini dapat disebabkan pula oleh karena dari kualitas pejabat itu sendiri. Dimana terdapat suatu kemungkinan ketidakcermatan dari pejabat itu dalam melakukan Beschikking, sehingga menyebabkan hak-hak sebagian masyarakat dilanggar. Pejabat sebagai penyelenggara pemerintahan harus memiliki kontrol yuridis agar dalam menetapkan beschikking tidak melanggar hak-hak masyarakat. Lalu selain itu, kesadaran masyarakat pun ikut mempengaruhi meningkatnya perkara Tata Usaha Negara, dimana dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat akan hukum semakin meningkat. Kesadaran hukum masyarakat tersebut tergantung tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan yang meningkat tersebut yang menjadikan masyarakat semakin tahu jika terdapat hal-hal yang mengakibatkan hak-hak mereka yang dilanggar oleh pejabat administrasi dan akhirnya diperjuangkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Jadi dengan kata lain, jika masyarakat menganggap bahwa dalam beschikking yang dibuat oleh pejabat administrasi itu terdapat suatu kepentingan baginya (masyarakat) maka masyarakat akan mengajukan gugatan. Apabila kasus tersebut menyangkut antar lembaga negara, maka sebelum diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara, terlebih dahulu mengajukan keberatan kepada badan administratif.
Untuk masalah sanksi yang diberikan kepada pejabat jika terbukti melakukan suatu kesewenang-wenangan dalam membuat keputusan ataupun beschikking adalah Sanksi jika kesalahan berasal dari dalam kepegawaian maka direhabilitasi, jika mengenai hal lain maka (ketetapan) batal atau tidak sah. Namun jika kita melihat pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang berbunyi.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pasal 116 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 dibentuk dua lembaga eksekusi yakni: (1) uang paksa ( dwangsom ) dan (2) sanksi administratif. Disamping itu masih dapat pula diterapkan sanksi berupa pengumuman dalam media cetak terhadap pejabat yang enggan mematuhi putusan. Dalam kenyataannya ternyata kedua lembaga tersebut menimbulkan permasalahan yakni menyangkut hal-hal sebagai berikut:
banyak
Belum adanya produk hukum yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme cara pembayaran uang paksa maupun sanksi administratif Terhadap siapa uang paksa tersebut dibebankan, apakah pada keuangan pribadi pejabat yang enggan melaksanakan putusan atau pada keuangan instansi pejabat Tata Usaha Negara; Sanksi administratif apa yang dapat dijatuhkan kepada tergugat yang enggan melaksanakan putusan.
Oleh karena itu, sangat mendesak untuk dibuat aturan tentang hal-hal tersebut, karena praktis lembaga eksekusi tersebut belum dapat diterapkan dengan maksimal, sehingga berdampak pada seluruh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah berkekuatan hukum tetap. Banyak putusan yang tidak dipatuhi oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara, dalam arti tidak dapat dieksekusi. Keadaan ini tentunya akan sangat merugikan para pencari keadilan yang telah dinyatakan sebagai pemenang atau gugatannya dikabulkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Indana Nurfahmi 110110090341
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Analisis Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus ada tolak ukur berapa perkara yang masuk ke PTUN. Banyak atau sedikitnya perkara menjadi tolak ukur pejabat berkualitas baik/buruk,
atau
kesadaran
hukum
masyarakat
yang
tinggi/rendah.
Namundariwawancara hakim yang sayalakukan, belum ada kepastian mengenai banyak atau sedikitnya perkara yang masuk ke PTUN. Karenamenurut para hakim mengenaijumlah perkara yang masukiturelatif.Namun dari tahun ketahun cenderung mengalami peningkatan. Dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara tentu memiliki maksud-maksud tertentu, diantaranya adalah Menciptakan pemerintah yang bersih, Mencegah pejabat dalam tugasnya tidak melampaui batas wewenang, Mencegah pejabat salah menerapkan UU/Peraturan yang telah dibuat. Oleh karena itu dalam ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan bahwa ” alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.” Sehingga dalam menakar tindak administrasi negara ada 2
tolak ukur yang dapat digunakan yaitu peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik ( Algemene Beginsellen van behoorlijk bestuur ). Dalam teori trias politica oleh Montesqiue dikenal tiga (3) cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang mana di dalam konstitusi Indonesia, ketiga cabang kekuasaan tersebut terbagi dalam delapan lembaga negara utama (primary organs). Dalam prakteknya pelaku cabang kekuasaan eksekutif disebut sebagai pemerintah ( bestuur ) atau pejabat administrasi negara yang merupakan subjek hukum, sebagai drager van de rechten en plichten atau pendukung hak dan kewajiban.
Sebagai
subjek
hukum,
pemerintah
melakukan
tindakan
hukum
administrasi
(administratieve rechtshandeling ), yang menurut H.J.Romeijn diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus yang dimaksudkan untuk menimbulkan hukum dalam bidang hukum administrasi. Tindakan hukum administrasi negara dalam lingkup wilayah kewenangan yang sangat luas, mengakibatkan banyaknya tindak pejabat administrasi negara yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Hal inilah yang menjadi pembahasan untuk melihat atau menakar sejauh mana tindak/perbuatan pejabat administrasi negara tersebut sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan masyarakat. Selain telah diatur dalam perundang-undangan, tolak ukur pemerintah atau pejabat administrasi Negara dalam bertindak adalah asas pemerintahan yang baik. Asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika. Asas-asas tersebut ada yang tertulis dan tidaktertulis. Asas ini sebagai perwujudan pemerintahan yang baik, baik dari sistem dan pelaksanaan pemerintahan. Pada awalnya dengan adanya kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku sehingga merugikan masyarakat luas. Oleh sebab itu perlu adanya asas-asas untuk membatasi dari wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar dari pelampauan wewenang. Di dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, Pasal 1 (6) yaitu Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. berikut ini adalah asas-asas yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, yaitu : 1. Asas Kepastian Hukum •
adalah asas dalam rangka negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara •
adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara
3. Asas Kepentingan Umum •
adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif
4. Asas Keterbukaan •
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara
5. Asas Proporsionalitas •
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara
6. Asas Profesionalitas •
adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila dikaitkan dengan pembuatan peraturan perundang-undangan, dapat
digunakan teori hukum progresif dari Prof Satjipto Rahardjo, dimana dalam membuat peraturan tidak hanya terpaku pada undang-undang semata, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek sosial dalam masyarakat. Dalam hukum progresif, hukum adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Hukum harus peka terhadap sesuatu yang terjadi di masyarakat. Hukum harus mempunyai nurani hukum dalam menciptakan keadilan masyarakat. Hukum progresif memandang hukum sebagai kajian sosial yang berhubungan dengan politik,ekonomi,budaya dan sosiologi. Hukum bukan sesuatu yang tertutup terhadap dunia luar (open logical system).Menurut saya dengan
penerapan hukum progresif ini dapat meminimalisir adanya sengketa antara masyarakat dengan pejabat administrasi Negara, karena hukum yang dibuat adalah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, untuk melibatkan masyarakat lebih jauh dalam pembuatan peraturan undang-undang, masih banyak menemui banyak kendala, ini dikarenakan kesadaran hukum masyarakat yang masih sangat kurang, ini juga berkaitan dengan banyaknya perkara yang masuk ke pengadilan Tata Usaha Bandung, menurut para hakim kesadaran masyarakat masih kurang untuk melaporkan pejabat-pejabat yang bersalah. Menurut pendapat saya pribadi, kesadaran masyarakat sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut, masih banyak tingkat pendidikan masyarakat yang rendah sehingga tidak mengetahui adanya peradilan Tata Usaha Negara. Membahas
mengenai
kesadaran
hukum
masyarakat,
kesadaran
hukum
masyarakat Indonesia secara umum masih kurang, terlebih lagi secara khusus mengenai pengetahuan tentang Peradilan Tata usaha negara, bisa dikatakan sangat kurang, apalagi masyarakat yang tinggal di daerah yang letaknya jauh dari pengadilan Tata Usaha Negara, di Bandung contohnya, Pengadilan Tata Usaha Negara yang ada adalah untuk keseluruhan daerah Provinsi Jawa Barat, sehingga sangat sulit terjangkau oleh masyarakat yang berada di daerah. Hakim yang kami wawancarai pun berpendapat demikian, dimana menurut beliau seharusnya
Pengadilan Tata Usaha
Negara ada di setiap kota/kabupaten, sehingga lebih dekat dengan masyarakat apabila masyarakat memerlukan sarana untuk memperjuangkan nasib mereka, jika ada hakhak mereka yang dilanggar oleh pemerintah dalam melakukan kebijakan. Msyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dibawah garis kemiskinan masih memiliki kesadaran akan hukum yang minim, itu dikarenakan untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup saja mereka masih sulit, apalagi memikirkan mengenai hukum, ini berkaitan dengan tindakan yang mnereka lakukan apabila diperlakukan kurang adil oleh pemerintah atau pejabat administrasi negara, kalau mereka memiliki kesadaran hukum yang baik, maka mereka tentu akan berusaha memperjuangkan nasib mereka dengan memperkarakan pemerintah yang bersalah tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara.
ke
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum. Menurut Soerjono Soekanto secara singkat sebagai berikut :
Pengetahuan tentang kesadaran hukum Secara umum,
perturan-peraturan
yang telah sah, maka dengan sendirinya peraturan-peraturan tadi akan tersebar luas dan diketahui umum. Tetapi sering kali terjadi suatu golongan tertentu di dalam mayarakat tidak mengetahui atau kurang mengetahui tentang ketentuanketentuan hukum yang khusus bagi mereka.
Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, berati bahwa masyarakat mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu. Artinya ada suatu derajat pemahaman yang tertentu terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Namun hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui ketentuan-ketentuan hukum tertentu dengan sendirinya mematuhinya, tetapi juga perlu diakui bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum adakalanya cenderung untuk mematuhinya.
Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Penghargaan atau sikap tehadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh manakah suatu tindakan atau perbuatan yang dilarang hukum diterima oleh sebagian besar warga masyarakat. Juga reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilainilai yang berlaku. Masyarakat mungkin menentang atau mungkin mematuhi hukum, karena kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.
Pentaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Salah satu tugas hukum yang penting adalah mengatur kepentingan-kepentingan para warga masyarakat. Kepentingan para warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber pada nilai-nilai yang berlaku, yaitu anggapan tentang apa yang baik dan apa yang harus dihindari.
Ketaatan masyarakat terhadap hukum, dengan demikian sedikit banyak tergantung apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidangbidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum. Ada juga suatu anggapan bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut
pada sanksi, karena ingin memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan sekelompok atau pimpinan karena kepentingannya terlindung, karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya. Menurut
Soerjono
Soekanto,
indikator-indikator
dari
kesadaran
hukum
sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran hukum. Dijelaskan lagi secara singkat bahwa :
Indikator pertama adalah pengetahuan hukum
Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Indikator kedua adalah pemahaman hukum
Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Indikator yang ketiga adalah sikap hukum
Seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.
Indikator yang keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku. Jadi kesimpulannya para pejabat administrasi Negara harus bertindak sesuai
dengan dasar hukum dalam membuat peraturan-peraturan, pejabat administrasi juga harus menerapkan asas-asas pemerintahan yang baik di pemerintahan. Ditambah lagi melibatkan masyarakat sebanyak mungkin dalam pembuatan peraturan-peraturan
berdasarkan teori hukum progresif tersebut. Selain sikap dan perilaku para pejabat yang perlu diperbaiki, kesadaran hukum masyarakat harus ditingkatkan, dapat dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan hukum, atau meningkatkan taraf pendidikan masyarakat. Karena kedua aspek ini harus saling diperbaiki agar meminimalisir jumlah perkara yang masuk ke PTUN, apabila masyarakatnya sudah sadar hukum dan juga pemerintah atau pejabatnya telah bertindak sesuai dengan kewajibannya. Maka pemerintahan akan berjalan dengan baik, masyarakat dapat mengkritisi apabila ada perbuatan pejabat yang melanggar hukum, melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Rohmadoni N. 110110090343 Analisis tugas hukum acara peradilan tata usaha Negara
Pendahuluan Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, pejabat tata usaha Negara akan mengeluarkan keputusan, kebijakan, dan penetapan sesuai dengan wewenang yang melekat padanya agar jalannya pemerintahan suatu Negara itu lancar.
Titik
sasaran dari penyelenggaraan pemerintahan suatu Negara adalah untuk melayani rakyatnya agar rakyatnya sejahtera dan makmur, sehingga tercapainya tujuan suatu Negara yang merupakan tujuan bersama rakyatnya. Terkadang pejabat tata usaha Negara ini melakukan suatu kesalahan dalam mengeluarkan suatu keputusan atau kebijakan. Kesalahan ini bisa terjadi karena prosedur hukumnya yang tidak sesuai dengan undang-undang atau karena isi dari keputusan tersebut merugikan masyarakat. Lalu bagaimanakah ketika keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Negara merugikan kepentingan rakyatnya? Rakyat mempunyai hak untuk mengajukan gugatan
terhadap
keputusan
pejabat
tata
usaha
Negara
yang
merugikan
kepentingannya, dengan harapan adanya perubahan keputusan yang lebih baik atau yang seharusnya sesuai dengan kepentingan rakyat, sehingga rakyat itu terlayani dengan
baik.
Disinilah
peran
peradilan
tata
usaha
Negara
berjalan
untuk
menyelesaikan sengketa tata usaha Negara, antara lain seperti tadi yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Negara tidak sesuai dengan prosedur hukum atau isinya merugikan kepentingan rakyat. PTUN merupakan lembaga yang melakukan kontrol yuridis terhadap perbuatan hukum pejabat TUN, jadi peranan PTUN adalah untuk melindungi masyarakat yang kedudukan hukumnya lemah dari kesewenangwenangan pejabat TUN. Dengan adanya PTUN maka akan menciptakan birokrasi yang lebih baik sehingga terciptanya pemerintahan yang bersih karena PTUN merupakan lembaga penegakan administrasi Negara untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum.
Sayangnya
Indonesia
terlalu
mengaplikasikan
asas
legalitas
terhadap
birokrasinya, sehingga PTUN terlalu melihat sisi prosedur hukumnya (rechtmatigheid) bukan menitikberatkan pada isinya (doelmatigheid). Padahal ranah administrasi itu tidak bisa dipaksakan terhadap asas legalitas, karena sifatnya adalah pelayanan terhadap rakyat, dan kita mengetahui bahwa kepentingan rakyat itu berbeda-beda sehingga asas manfaat lah yang mempunyai peranan dalam administrasi, Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara Berdasarkan pasal 4 UU No.9 tahun 2004: “Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Peradilan Tata Usaha Negara adalah Peradilan yang diperuntukkan untuk menguji dan menilai tentang tindakan-tindakan tata usaha negara bila terjadi suatu pelanggaran hukum tentang kesewenang-wenangan pemerintah. Contoh : proses pencabutan perizinan, pencabutan atas tanah. Apakah yang dimaksud dengan Sengketa Tata usaha Negara? Berdasarkan pasal 1 butir 4 UU No.5 tahun 1986: “Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di Daerah, sebagai akibat dari pada dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa-Kepegawaian berdasarkan peraturan perudang- undangan yang berlaku” Sistem Peradilan Tata Usaha Negara a. Peradilan Murni Administrasi Peradilan Murni Administrasi, yakni apa yang kita kenal dengan Pengadilan Administrasi sebagai suatu lembaga tersendiri di ranah kekuasaan yudikatif. suatu
Badan Pengadilan Tata Usaha Negara selain memenuhi syarat-syarat sebagai badan pengadilan biasa, yakni: 1. peradilan dilakukan oleh pejabat Negara yang bersatus sebagi hakim, artinya: 2. adanya suatu sengketa hukum yang dapat dirumus secara konkret 3. adanya ketentuan atau aturan hukum (tertulis maupun tidak) yang dapat diterapkan 4. adanya paling sedikit 2 pihak yang bersengketa hukum 5. harus ada ketentuan atau aturan hukum administrasi Negara (tertulis atau tidak) yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa hukum yang bersangkutan 6. salah satu diantara pihak-pihak yang bersengketa hukum harus administrasi Negara atau salah satu bagiannya (organ administrasi Negara yang bersangkutan) b. Badan Pengadilan Administrasi Semu Peradilan semu administrasi ini dikenal dengan sistem Quasi Rechtspraak. Badan pengadilan administrasi semu adalah suatu badan peradilan yang menangani perkara-perkara terlepas dari pengadilan biasa, dimana pejebat-pejabat Administrasi Negara mempunyai peranan, dan para anggota badan tersebut tidak mempunyai status sebagai hakim. Ciri-ciri perdailan semu administrasi:
Yang memutus perkara biasanya instansi yang secara hierarki lebih tinggi, atau diluar yang membuat keputusan
Meneliti rechtmatigheid dan doelmatigheid dari keputusan administrasi
Dapat mengganti, merubah atau meniadakan keputusan administrasi yang pertama
Dapat memperhatikan perubahan-perubahan keadaan sejak saat diambilnya keputusan, dapat juga mempehatikan perubahan yang terjadi selama prosedur berjalan
Badan yang memutus dapat dibawah pengaruh badan lain, walaupun merupakan badan diluar hierarki
c. Panitia atau team khusus Ini merupakan suatu cara yang paling banyak digunakan dalam penyelsaian sengketa administrasi. Panitia khusus ini bertugas menangani dan menyelesaikan berbagai masalah perselisihan atau pengaduan yang timbul di dalam pelaksanaan dan operasi pemerintah/administrasi Negara. Panitia pada umumnya dibentuk pada setiap pelaksanaan suatu proyek pembangunan yang banyak menyangkut pembebasan tanah, transmigrasi dan lain sebagainya. d. Pejabat atau instansi atasan Sistem ini dikenal dengan sistem Administratief Beroep, yang digunakan di Belanda, di mana yang berwenang untuk memeriksa dan memutus suatu perkara atau sengketa di dalam bidang Administrasi adalah Instansi yang secara hierarkhis lebih tinggi atau instansi lain di luar instansi yang telah mengeluarkan kebijakan yang “bermasalah” tersebut..
Freies Ermessen Freies Ermessen adalah
kebebasan bagi pejabat administrasi Negara untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada UU yang dilaksanakan dalam rangka pelayanan public untuk kesejahteraan rakyat. batas-batas kewenangan bebas tersebut, menurut Sjahran Basah adalah: 1. secara moral kepada Tuhan YME 2. secara hukum a. batas atas tidak boleh bertentangan dengan peraturan yanglebih tinggi
b. batas bawah peraturan yang dibuat atau sikap tindak administrasi Negara tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Keterkaitan analisis Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara Bandung dengan hasil wawancara dengan hakim Peradilan Tata Usaha Negara Bandung. Mengenai selain hal-hal diatas hakim juga menyuruh kita untuk menganalisis Undang-Undang mengenai Peradilan Tata Usaha Negara, ada pun Undang-Undang No 5 Tahun 1986, lalu perubahannya Undang-Undang No 9 Tahun 2004 dan menyikapi perubahan terakhir dari Undang-Undang No 51 Tahun 2009. Dari hasil wawancara bahwa diketahui dari tahun ke tahun laporan gugatan maupun perkara yang ada terus meningkat tiap tahunnya untuk wilayah Bandung dan sekitarnya, ada pun beberapa masalah seperti kepegawaian, tanah dan perizinan menjadi perkara yang paling banyak dipermasalahkan dibandingkan perkara lainnya. Hal ini mungkin disebabkan banyak penyelewengan administratif baik oleh pegawai itu sendiri pada bidang pertanahan dan perizinan yang berlaku. Luas wilayah Bandung juga menyebabkan peningkatan perkara hukum Tata Usaha Negara di wilayah Bandung, dikarenakan peradilan Tata Usaha Negara Bandung hanya terletak di wilayah kota Bandung sedangkan untuk daerah sekitarnya hanya sedikit. Dan dalam wawamcara hakim juga menerangkan terdapat dua dasar utama yang menjadi dasar dalam gugatan Tata Usaha Negara. Yang pertama yaitu, objek Tata Usaha Negara melanggar aturan-aturan yang berlaku. Contohnya terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan, padahal tanah tersebut tidak ada serta keputusan pejabat Negara yang merugikan kepentingan masyarakat dan beberapa hal lainnya tentang pelanggaran objek Tata Usaha Negara yang melanggar aturan aturan yang berlaku. Dalam hal ini Perlindungan terhadap hak-hak warga negara merupakan salah satu pilar utama negara hukum. Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak warga negara adalah adanya Peradilan Tata Usaha Negara yang berwenang untuk menguji keputusan Badan/Pejabat TUN yang
dianggap merugikan kepentingan masyarakat. Bagi setiap orang yang merasa kepentinganya dirugikan oleh adanya Keputusan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan untuk melindungi hak-hak yang dimilikinya. Dan Peradilan Tata Usaha Negara menjalankan hal-hal yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dianggap masih belum secara signifikan melindungi kepentingan masyarakat. Adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, memberi perubahan bagi kemajuan hukum yang melindungi kepentingan individu sebagai warga negara. Pembahasan makalah ini adalah dasar pengajuan gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Masalah dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut: (1) apa yang dimaksud dengan ”kepe ntingan yang dirugikan”; (2) apa yang menjadi dasar pengujian KTUN oleh Hakim PTUN.
Dan yang kedua adalah pelanggaran terhadap asas-asas pemerintahan yang baik. Ada pun beberapa Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik ( the general
principles of good government (AAUPB ) yang telah memperoleh tempat dalam peraturan perundang-undangn dan yurisprudensi di Belanda dan dikembangkan oleh ilmu hukum yaitu: (1) asas kepastian hukum; (2) asas keseimbangan; (3) asas kesamaan dalam mengambil keputusan; (4) asas bertindak cermat; (5) asas motivasi untuk setiap keputusan; (6) asas jangan mencapuradukan kewenangan; (7) asas permainan yang layak; (8) asas keadilan atau kewajaran; (9) asas menanggapi pengharapan yang wajar; (10) asas meniadakan suatu keputusan yang batal; (11) asas perlindungan
atas
pandangan
hidup;
(12)
asas
kebijaksanaan;
(13)
asas
penyelenggaraan kepentingan umum. Asas kepastian hukum (principle of legal security) menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu Keputusan Badan/Pejabat administrasi
Negara.
Asas
keseimbangan (principle
proportionality) menghendaki
proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman terhadap pegawai yang melakukan kesalahan. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of
equality) menghendaki agar dalam menghadapi kasus yang sama, pemerintah dapat mengambil
tindakan
yang
sama.
Asas
bertindak
cermat (principle
of
carefulness) menghendaki agar pemerintah senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Asas motivasi (principle of motivation) menghendaki agar dalam mengambil keputusan, pemerintah dapat bersandar pada alasan atau motivasi yang bersifat benar, adil, dan jelas. Asas tidak mencampuradukan kewenangan (principle of non misuse of
competence) menghendaki agar pemerintah dalam mengambil keputusan tidak menggunakan kewenangan atas kekuasaan diluar maksud pemberian kewenangan itu. Asas permainan yang layak (principle of fair play) menghendaki agar pemerintah dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk mendapatkan informasi yang adil dan benar. Asas
keadilan/kewajaran (principle
of
ressonableness
or
prohibition
of
arbitratiness) mengehendaki agar dalam melakukan tindakan, tidak berlaku sewenangwenang atau berlaku tidak wajar. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle
of
meeting
menimbulkan
raised
expectation) menghendaki
harapan-harapan
yang
wajar
agar bagi
tindakan yang
pemerintah
dapat
berkepentingan.
Asas
meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences
of an annulled decission) menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan maka akibat dari keputusan yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehingga orang yang terkena harus diberikn ganti rugi atau rehabilitasi. Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of protecting the personal
way of life) menghendaki agar setiap pegawai negeri diberi kebebasan atau hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan (cara) hidup yang dianutnya. Asas kebijaksanaan (sapientia) menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah diberi kebebasan untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of
public service) menghendaki dalam penyelenggaraan tugasnya, pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum.
Jadi, menurut wawancara dengan Hakim kedua hal diatas dapat digugat dalam Peradilan Tata Usaha Negara sesuai hal-hal dan ketetuan yang berlaku tersebut. Lalu hasil wawancara berikutnya adalah ketidakcermatan pejabat dalam melakukan
beschikking,
sehingga
menyebabkan
hak-hak
sebagai
masyarakat
dilanggar. Pejabat sebagai penyelenggara pemerintahan harus memiliki kontrol yuridis agar dalam menetapkan beschikking tidak melanggar hak-hak masyarakat. Jadi pelanggaran tersebut dapat digugat ke Peradilan Tata Usaha Negara, karena melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. Pejabat tersebut melakukan sebuah beschikking yang merugikan masyarakat, sehingga beschikking tersebut dapat ditinjau lagi oleh Hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk dilihat pelanggaran yang terjadi Hasil wawancara yang berikutnya adalah Pejabat mengeluarkan beschikking berdasarkan peraturan, intinya ada pada kepentingan. Lalu dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat semakin meningkat mengenai Peradilan Tata Usaha Negara. Kesadaran hukum masyarakat tersebut tergantung tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan yang meningkat tersebut masyarakat dari tahun ke tahun semakin tahu apabila ada hak-hak mereka yang dilanggar maka dapat diperjuangkan di Peradilan Tata Usaha Negara. Peningkatan kesadaran tersebut merupakan hal positif yang dapat mengurangi pelanggaran hak-hak masyakat serta ditandai tingkat pendidikan yang bertambah Wawancara berikutnya mengenai terjadinya apabila sengketa antar lembaga negara, sebelum diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara, mengajukan keberatan terlebih dahulu pada badan administratif. Hal ini sebenernya diperbolehkan oleh lembaga atau instansi yang terkait, untuk mencari kesalahannya terdahulu sebelum dibawa kedalam gugatan Peradilan Tata Usaha Negara. Tujuannya seperti penijauan awal, apabila kesalahan bisa diselesaikan diawal admnistratif tak perlu dibawa ke tingkat Peradilan Tata Usaha Negara.
Lalu hasil wawancara yang terakhir mengenai sanksi kalo dalam kepegawaian direhabilitasi, kalo mengenai hal lain batal atau tidak sah. Sanksi dalam kepegawaian dapat ditinjau dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang terjadinya kesalahan sehingga dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Atmosudirjo, Prof. Prajudi, “ Hukum Admi nistrasi Negara” , catatan ke 10,
Ghalia Indonesia.
UU No.5 Tahun 1986
UU No.9 Tahun 2004
UU No.51 Tahun 2009
www.scribd.com/doc/.../PTUN-Dan-Good-Governance
http://dewaarka.wordpress.com/2010/04/27/hukum-acara-peradilan-tatausaha-negara/
Catatan kuliah bapak Abi Ma’ruf
Nama : Handrey Pramana NPM : 11011009045 Tugas Wawancara Hukum Acara Tata Usaha Negara.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada salah satu hakim, bapak Hujja Tulhaq S.H, M.H di pengadilan tata usaha negara di bandung yaitu mengenai peningkatan jumlah perkara yang masuk ke peradilan tata usaha negara apakah menandakan buruknya kinerja pejabat pemerintahan ataukah karena kesadaran masyarakat akan hukum telah meningkat atau malah sebaliknya dimana terjadi penurunan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan tata usaha negara dengan asumsi bahwa hasil tersebut dikarenakan oleh baiknya kinerja pejabat atau karena kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum, dapat kita tarik kesimpulan bahwa masuknya perkara pengadilan tata usaha bandung relative meningkat dari tahun ke tahun terutama mengenai masalah tanah, kepegawaian, dan perizinan. Kebanyakannya perkara yang masuk ke pengadilan tata usaha di bandung berasal dari daerah-daerah yang disebabkan oleh luasnya wilayah di jawa barat, untuk menanggulangi masalah tersebut timbulah wacana untuk membangun peradilan tata usaha di daerah-daerah untuk membantu menyelesaikan perkara di daerah tersebut, dengan demikian diharapkan dapat membantu pengadilan tata usaha negeri bandung untuk menyelesaikan perkara-perkara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun tersebut. Jika dilihat dari pertanyaan diatas, kenaikan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan tata usaha bandung dapat diartikan karena sudah mulai tingginya angka kesadaran dari masyarakat tentang hukum, selain itu juga didukung oleh ketidak cermatan pejabat dalam melakukan beschikking, sehingga menyebabkan hak-hak masyarakat dilanggar. Dua dasar utama yang pada umumnya menjadi dasar gugatan dalam tata usaha negara adalah : 1. Objek tata usaha negara melanggar aturan-aturan yang berlaku, salah satu contohnya adalah terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan, padahal tanah tersebut tidak ada. 2. Kemudian terdapatnya pelanggaran asas-asas pemerintah yang dilanggar.
Dari data yang di keluarkan oleh pengadilan tata usaha di bandung, tercatat bahwa pada tahun :
Tahun 2009 terdapat 84 kasus Tahun 2010 terdapat 107 kasus Tahun 2011 terdapat 130 kasus Dan 3 bulan awal tahun 2012 terdapat 33 kasus tata usaha negara
Dimana setiap tahunnya tidak diketahui dengan pasti pihak penggugat atau tergugat yang memenangkan kasus yang masuk ke pengadilan tata usaha bandung. Pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam beschikking mengakibatkan banyaknya gugatan ke pengadilan tata usaha bandung, untuk itu pejabat sebagai penyelenggara pemerintahan harus memiliki kontrol yuridis supaya dalam menetapkan beschikking tidak melanggar hak-hak masyarakat. Pejabat yang mengeluarkan beschikking harus berdasarkan peraturan, inti nya adalah pada kepentingan, dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat semakin meningkatkan pengetahuan dan kesadarannya mengenai pengadilan tata usaha negara, kesadaran hukum masyarakat ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan dimana kepedulian masyarakat terhadap pendidikan semakin tinggi sehingga masyarakat tahu apabila hakhak mereka dilanggar oleh pejabat pemerintahan maka dapat diperjuangkan di peradilan tata usaha. Kemudian timbul pertanyaan mengenai, apakah mungkin terjadi perkara tata usaha negara diantara lembaga-lembaga pemerintahan, hal ini menurut bapak Hujja Tulhaq sangat dimungkinkan untuk terjadi. Dengan penjelasan dan pembahasan faktor-faktor yang ada seperti yang dikemukakan diatas dapat di ambil beberapa kesimpulan.
Bahwa PTUN penting dan masih dibutuhkan di Indonesia namun dengan catatan dalam melakukan eksekusinya perlu dilakukan penguatan fundamental baik dalam tata cara atau pun sanksi karena bila di lihat dari sudut pandang efektifitas, di Indonesia efektifitas dari efek jera lebih menimbulkan dampak psikologis di banding hanya memberikan sanksi administratif bagi orang-orang yang terlibat dalam suatu permasalahan. Keadaan PTUN yang dapat dikatakan seperti tidak memiliki taji ini bukan hanya dikarenakan aturan eksekusi yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya namun juga dikarenakan keadaan birokrasi yang ada di Indonesia membuat para aparatur negara “terbiasa” dengan keadaan yang seperti itu dan tidak menghiraukan hal-hal lain selain kepentingan pihak-pihak tertentu.
PTUN sebenarnya memiliki peran penting dalam pengawasan pembangunan nasional sebagai fungsi kontrol terhadap para administrasi negara. Para birokrat yang seharusnya memperbaiki mental dan dalam hal ini seharusnya bukan dilakukan secara evolusi namun lebih tepat digunakan cara revolusi karena butuh suatu gebrakan yang jelas dari pemerintah dalam menunjuk para pejabat negara yang kredibel dan kompeten serta memiliki mental yang baik sehingga dalam melaksanakan tugasnya, para administrasi negara benar-benar berdasarkan apa yang di maknakan dalam UUD 1945, di mana masyarakat adalah objek utama dari pembangunan. Baik masyarakat maupun pihak pemerintah memiliki kesadaran hukum yang tinggi karena tidak jarang para penyalahgunaan wewenang dan jabatan sendiri disebabkan “permintaan” dari pihak masyarakat yang ingin menempuh waktu yang relatif singkat untuk mendapatkan sesuatu sehingga apabila tidak ada permintaan maka aparatur negara sendiri akan malu untuk menawarkan suatu yang sifatnya negative.
Dalam beberapa tahun terakhir tidak dapat di lihat secara jelas apakah perkara di PTUN setiap tahunnya turun secara konsisten karena perkara yang terdapat di PTUN terkadang turun di tahun sebelumnya lalu meningkat dan akhirnya turun lagi di tahun ke-3. Keadaan yang seperti ini sebenarnya bukan lah indikator utama dalam menentukan apakah bila kasus yang terjadi di PTUN berkurang memiliki arti bahwa para aparatur negara telah menjadi lebih baik. Indikator utama apakah aparatur negara telah berubah menjadi lebih baik dan memiliki kesadaran hukum yang tinggi dapat di lihat dari proses pembangunan nasional yang berorientasi kepada masyarakat. Selama masyarakat bukan objek utama dari pembangunan maka dapat di katakan bahwa aparatur negara tidak berubah menjadi lebih baik dan telah memiliki kesadaran hukum yang tinggi. Aparatur negara yang baik adalah aparatur negara yang perannya sebagai pelaksana pem bangunan nasional memiliki mentalitas “kerakyatan”, dimana setiap hal yang dia lakukan guna mencapai kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 dimana memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan sosial.
Segala hal yang telah di kemukakan diatas pada dasarnya menciptakan suatu kesimpulan utama di mana seharusnya aparatur negara dan masyarakat bersama-sama dan berdampingan dalam melakukan pembangunan nasional dengan meningkatkan kesadaran hukum masing-masing pihak dan juga memperbaiki sikap serta mental dari masing-masing pihak sehingga timbul apa yang dinamakan masyarakat yang “sadar hukum” serta aparat yang “ sadar hukum” dan semua hal ini
bermuara kepada hal utama yaitu mental tiap-tiap individu.
Nama : Firman Rahmadi NPM : 110110090346 Wawancara dan analisis Hasil wawancara Hakim Hujja Tulhaq, SH.MH.
Dari Wawancara yang kelompok kami lakukan terhadap bapak hakim peratun Hujja Tulhaq ,kami berhasil mendapatkan beberapa poin penting dari penjelasan yang diberikan beliau diantaranya sebagai berikut : Seperti yang kita ketahui bahwa dasar landasan konstitusional peradilan tata usaha negara telah mengalami beberapa kali perubahan dari masa ke masa : UU no 5 tahun 1986 >> UU no 9 tahun 1004 >> UU no 51 tahun 2009 Perubahan ini sangatlah esensial dalam pelaksanaan peradilan tata usaha negara.Perubahan ini mencakup bentuk adaptasi dan penyesuaian akan dinamika sosial dan hukum dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap masalah tata usaha negara.Berangkat dari sejarah perubahan ini,bapak hakim Hujja Tulhaq mengatakan bahwa kita sebagai warga negara Indonesia wajib memahami esensi daripada perubahan tersebut dan mampu menyerap nilai nilai dan poin penting yang berguna untuk berpartisipasi meningkatkan stabilitas dan perkembangan eksistensi hukum peratun itu sendiri dalam pelaksanaannya di lapangan.Apalagi sebagai mahasiswa hukum,sudah seharusnya kita memahami dengan baik sejarah dan perkembangan hukum peratun nasional. Tentunya harus kita lihat beberapa perbedaan penting antara UU Peratun yang lama dan yang baru ,diantaranya mengenai beberapa istilah /kata kata secara lebih efisien yang digunakan dalam penyebutan partisi/organ peradilan ,syarat syarat profesi pengangkatan partisi peradilan ,pertimbangan undang-undang dalam menyikapi gugatan,penyusununan kata kata perihal sumpah,adanya beberapa ketentuan baru terhadap jabatan perwakilan pengadilan mulai dari pengangkatan hingga sistematika bekerjanya.Dari perkembangan landasan hukum ini baru kita dapat berangkat pada wujud kompetensi peratun itu sendiri,jika kita melihat dari 2 perspektif yaitu ,tinjauan kompetensi absolut dan juga relatif,secara perlahan kita semua dapat melihat ,secara relatif keadaan faktualnya sudah sesuai dengan wilayah hukumnya dan tidak ada intefensi ataupun tumpang tindih peradilan dalam ruang lingkup peradilan peratun di Bandung,namun secara absolut,memang pada dasarnya dalam praktek tetap masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan tidak berjalan sebagaimana mestinya,maka hal tersebutlah yang menjadi permasalahan,dimana harus ada koneksi
yang baik antar partisi peratun untuk menindak tegas segala sikap dan tindakan yang berbau KKN dalam ruang lingkup peradilan tata usaha negara ini. Beliau juga mengatakan bahwa jumlah perkara di PTUN Bandung ini relatif meningkat dari tahun ke tahun, terutama masalah tanah, kepegawaian, dan perizinan. Di PTUN Bandung ini, perkara yang masuk berasal dari berbagai daerah karena disebabkan oleh cukup luasnya wilayah Bandung.Adanya permasalahan yang semakin kompleks ini semakin banyak dan terjadi di dalam masyarakat seiring dengan dinamika sosial dan perkembangan akan kepentingan hukum yang semakin tinggi dimasyarakat.Terlepas dari hal tersebut,kita dapat melihat banyak permasalahan ini dilihat dari kompetensi daripada badan peradilan PTUN sendiri,tidak jarang kasus yang berlarut larut tidak kunjung selesai karena adanya praketek KKN didalamnya ataupun adanya ketidakcermatan para pejabat negara dalam mengeluarkan ketetapan (beschikking),sehingga menyebabkan bertentangannya beberapa kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dalam perkembangan kedepannya ,harus ada peningkatan kualitas dalam proses tinjauan yuridis terhadap segala ketetapan yang ada dan terselenggara dalam sistem hukum Indonesia.Walaupun dapat dikatakan tingkat intelektualitas masyarakat dari tahun ke tahun meningkat (terutama tingkat kesadaran dan pemahaman hukum dalam berkehidupan) ,hal tersebut bukanlah jaminan akan terciptanya kehidupan yang selaras dengan hukum yang ada.Itu semua tetap bergantung pada moril yang ada dalam individu masing-masing masyarakatnya. . Dalam melihat suatu perkara TUN,ada dua dasar utama yang menjadi dasar dalam suatu gugatan TUN yaitu : 1. Objek TUN melanggar aturan-aturan yang berlaku . : Contoh, terbitnya sertifikat tanah yang melanggar peraturan, padahal tanahtersebut tidak ada. 2. Asas-asas pemerintahan yang baik dilanggar Macam asas-asas pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut : Kecepatan dalam menangani masalah atau memutuskan perkara; obyektifitas dalam menilai kepentingan para fihak yang bersangkutan; Penilaian yang seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai fihak yang terkait; Kesamaan dalam memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama; Keadilan (fair play); Memberikan pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil; Larangan untuk menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut; Tidak mengecewakan kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang diucapkan pejabat atau hakim;
Menjamin kepastian hukum; Tidak melampaui kewenangan dan/atau menggunakan kewenangan yang
Dalam pemahaman lebih lanjut,kita dapat melihat bahwa kasus yang ada pada ruang lingkup PTUN tak lepas atau dekat dengan permasalahan hukum perdata,hal ini juga dilihat dalam sistem acaranya yang memiliki beberapa persamaan dan juga perbedaan dengan hukum acara perdata yakni : Pengajuan Gugatan Pada asasnya, baik hukum acara TUN maupun hukum acara perdata menganut asas bahwa gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yang daerah hukumya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal tergugat. Asas ini dikenal dengan Actor Sequitur Forum Rei .
Isi Gugatan
Gugatan lazimnya memuat identitas para pihak. Hal yang paling pokok yang harus dimuat dalam gugatan adalah dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan pengadilan.
Pendaftaran Perkara
Setelah surat gugatan dibuat dan dianggap cukup, maka gugatan tersebut diajukan ke pengadilan yang berwenang. Baik UU Nomor 5 Tahun 1986 maupun HIR mengharuskan penggugat untuk membayar uang muka biaya perkara dalam mengajukan gugatan.
Penetapan Hari Sidang
Setelah surat gugatan didaftarkan dalam buku daftar perkara dan telah dianggap cukup lengkap, pengadilan menentukan hari dan jam sidang di pengadilan.
Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan kepada para pihak akan dilakukan setelah gugatan dianggap cukup lengkap dan sempurna, serta telah ditetapkan hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Pemberian Kuasa
Apabila dikehendaki, para pihak dapat diwakili atau didampingi oleh seorang kuasa atau beberapa orang kuasa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum atau selama perkara diperiksa.
Pemeriksaan Perkara
Setelah para pihak dipanggil untuk datang pada hari dan tempat yang telah ditentukan, maka dimulailah pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Lazimnya, baik UU Nomor 5 Tahun 1986 maupun HIR menempuh prosedur pemeriksaan dengan majelis hakim, yang terdiri atas 3 orang hakim.
Pengikutsertaan Pihak Ketiga
Selama pemeriksaan perkara berjalan, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa dengan pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak ketiga (intervenient) yang membela haknya atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Pembuktian
Pada prinsipnya, hal-hal yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang kebenarannya dibantah oleh pihak lain. Prinsip yang dianut baik dalam hukum acara TUN maupun hukum acara perdata adalah siapa yang mendalilkan sesuatu, dialah yang harus membuktikannya.
Putusan Pengadilan
Setelah hakim berkesimpulan bahwa pemeriksaan perkara yang dilakukan telah dianggap cukup dan pihak yang berperkara menyatakan tidak akan mengajukan sesuatu lagi, maka hakim sesudah menyatakan menunda sidangnya sampai pada hari tertentu,
selanjutnya
pengambilan putusan.
persidangan
ditutup
untuk
diadakan
musyawarah
guna
Dalam Perbedaannya dapat kita lihat dengan jelas dalam beberapa poin berikut ini : Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari, yang dihitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan TUN. Hal ini berarti, apabila gugatan tersebut diajukan setelah lewat dari 90 hari, maka pengadilan tidak akan menerima gugatan tersebut.
Rapat Permusyawaratan Rapat permusyawaratan adalah suatu prosedur khusus dalam hukum acara
TUN, yang tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Rapat permusyawaratan adalah suatu
prosedur
penyelesaian
perkara
yang
disederhanakan
( vereenvoudigde
behandeling atau dismissal procedure ), yang menurut Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1986 memberikan kewenangan kepada ketua pengadilan untuk memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, sebelum pokok perkaranya diperiksa.
Pemeriksaan Persiapan
Proses pemeriksaan dengan acara biasa dalam hukum acara TUN juga agak berbeda dengan proses pemeriksaan menurut hukum acara perdata. Dalam hukum acara TUN dikenal adanya pemeriksaan persiapan sebelum diadakan pemeriksaan terhadap pokok sengketa. Fungsi pemeriksaan persiapan adalah untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Putusan Verstek Putusan verstek adalah putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa kehadiran pihak tegugat, yang telah dipanggil dengan patut. Hukum acara perdata mengenal putusan tanpa hadirnya tergugat atau verstek. Keputusan verstek ini dijatuhkan biasanya karena tergugat tidak diketahui tempat kediaman atau tempat kedudukannya.
Sedangkan hukum acara TUN tidak mengenal putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran tergugat atau verstek. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 72 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986.
Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal suatu istilah yang disebut gugat rekonvensi atau gugat balasan atau gugat balik. Gugat rekonvensi merupakan suatu hak istimewa yang diberikan oleh hukum acara perdata kepada penggugat untuk mengajukan suatu kehendak untuk menggugat dari pihak tergugat terhadap pihak penggugat secara bersama-sama dengan gugat asal. Apabila kita teliti, hukum acara TUN, yang tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tidak mengenal apa yang disebut gugat rekonvensi atau gugat balasan atau gugat balik ini. Sehubungan dengan hal ini, rasio kenapa hukum acara TUN tidak mengenal prosedur gugat rekonvensi barangkali bisa dikaitkan dengan kompetensi Peradilan TUN. Peradilan TUN hanya berwenang mengadili keputusan TUN saja. Lainnya tidak berwenang.
Pemeriksaan Acara Cepat
Disamping pemeriksaan perkara dengan acara biasa, hukum acara TUN juga mengenal pemeriksaan perkara dengan acara cepat. Mengapa pembuat UU membuka kemungkinan dilakukannya pemeriksaan perkara dengan acara cepat? Karena, apabila setiap perkara harus diperiksa dengan acara biasa akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kemungkinan bisa setengah tahun, satu tahun, dua tahun, atau bahkan lebih. Karena itu, ada perkara-perkara tertentu yang memerlukan adanya prosedur pemeriksaan yang dipercepat. Dalam hukum acara perdata tidak dikenal prosedur pemeriksaan perkara dengan acara cepat. Memang, terjadi juga pemeriksaan perkara dengan hakim tunggal, tetapi prosedurnya tetap menggunakan prosedur biasa, artinya tidak ada percepatan proses pemeriksaan dan pengmbilan putusan. Dalam perkara perdata, bisa saja penyelesaian suatu perkara memakan waktu bertahun-tahun.
Pembuktian
Ada perbedaan antara sistem hukum pembuktian dalam hukum acara TUN dengan hukum acara perdata. Dalam hukum acara TUN, dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, hakim TUN bebas untuk menentukan : 1. apa yang harus dibuktikan 2. siapa yang harus dibebani pembuktian, hal apa yang harus dibuktikan oleh para pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri 3. alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian 4. kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan Umumnya, sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara TUN adalah sistem vrij bewijsleer , yakni suatu ajaran pembuktian bebas dalam rangka memperoleh kebenaran material.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Berbeda dengan hukum acara perdata, dalam hukum acara TUN pelaksanaan (eksekusi) putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dilakukan oleh atau melalui jurusita, melainkan putusan tersebut disampaikan dengan surat tercatat. Dalam hukum acara perdata terdapat petugas jurusita, yang bertugas melaksanakan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain itu, dalam hukum acara perdata dikenal adanya upaya-upaya pemaksa agar suatu putusan pengadilan dilaksanakan oleh pihak yang dikalahkan.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan o
Pada prinsipnya, putusan pengadilan baru boleh dilaksanakan setelah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama.
Dari perbandingan tersebut dapat diketahui garis besar penting antara acara perdata dan peratun,dan dari semua pemahaman dari hasil wawancara dan analisis ini dapat saya simpulkan bahwa pada dasarnya peradilan tata usaha negara memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas hukum nasional dan penghubung antara banyak bidang hukum lain ,seperti pidana ataupun perdata.Segala permasalahan hukum yang ada pada dasarnya tetap bergantung pada negara sebagai otoritas /pemerintahan,karena seperti yang kita ketahui bahwa pada dasarnya hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan belaka,namun yang jadi permasalahan adalah bagaimana mewujudkan pemerintahan yang baik sehingga dapat menjalankan segala kebijakan,ketetapan dan keputusan hukum (dalam konteks ini peratun) menjadi lebih efisien transparan dan mampu menyelesaikan dan menekan angka sengketa hukum kedepannya
Nama :
Veronica Apriani Suwandy
NPM :
110110090347
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara seperti yang tercantum dalam Undangundang No. 5 tahun 1989 pasal 4.
Peradilan Tata Usaha Negara meliputi Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai Pengadilan Tingkat Kedua. Peradilan Tata Usaha Negara ini pada dasarnya menegakkan hukum publik, yakni hukum administrasi.
Menurut P. Nicolai dan kawan- kawan, sarana penegakan hukum administrasi negara berisi pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan UU yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakan kewajiban kepada individu dan penerapan kewenangan sanksi pemerintahan. Menurut Prajudi Atmosudirjo, tujuan peradilan administrasi adalah mengembangkan dan memeliharaan administrasi negara yang tepat menurut hukum (rechtmatig ) atau tepat menurut Undang-undang atau tepat secara fungsional dan atau berfungsi
efisien.
Selain
itu
tujuan
peradilan
administrasi
untuk
memberikan
pengayoman dan kepastian hukum bagi rakyat dan negara. Kepastian negara dalam menjalankan fungsi untuk mensejahteraka rakyat dan kepentingan rakyat akan hakhaknya.
Berdasarkan hasil wawancara yang kelompok kami lakukan, hakim mengatakan bahwa perkara yang masuk ke PTUN semakin meningkat. Hal ini ternyata memang benar adanya setelah saya cross check melalui web Pengadilan Tata Usaha Bandung http://ptun-bandung.go.id/info-perkara/statistik-perkara.html
bahwa sejak tahun 2009
hingga tahun ini jumlahnya semakin meningkat seperti yang telah saya gambarkan dibawah ini:
140
Jumlah Perkara yang Masuk di PTUN Bandung Tahun 2009- Maret 2012
120
129
100 80
107 94
60 40 20
32
0 2009
2010
2011
2012 (sampai Maret 2012)
Jika dilihat, peningkatan jumlah perkara yang masuk di PTUN ini memang signifikan. apalagi di tahun 2012 ini. dalam jangka waktu 3 bulan, perkara yang masuk saja sudah mencapai 32 kasus. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan. Apa yang menyebabkan banyak sekali perkara yang masuk ke dalam PTUN sampai saat ini. Apakah karena kinerja pejabat pemerintah tersebut sangat buruk ataukah karena memang kesadaran hukum masyarakat meningkat. Menurut hakim PTUN Hujja Tulhaq, SH. MH. , peningkatan jumlah perkara yang masuk ke PTUN disebabkan karena ketidakcermatan para pejabat dan kesadaran masyarakat akan hukum juga semakin meningkat sekarang ini.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu faktor terjadinya peningkatan ini adalah karena ketidakcermatan pejabat dan ketidak cermatan ini berhubungan langsung dengan Asas- asas pemerintahan yang baik dan harus di penuhi oleh setiap pejabat pemerintahan. Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “
Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Perad ilan Administrasi Negara” menguraikan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam Bab 1 paragraf F dengan sub Judul “Dasar - dasar atau asas- asas umum pemerintahan yang baik “
(general principle of good administration ) diantaranya: 1. Asas kepastian hukum 2. Asas keseimbangan 3. Asas kesamaan 4. Asas bertindak cermat 5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh 6. Asas jangan mencampur adukkan kewenangan 7. Asas permainan yang layak 8. Asas keadilan dan kewajaran 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar 10. Asas meniadakan akibat- akibat suatu keputusan yang batal 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi 12. Asas kebijaksanaan 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Secara resmi, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik ini, tercantum dalam penjelasan pasal 53 UU No. 9 tahun 2004 yang mengacu pada UU No. 28 tahun 1999 yang terdiri atas: 1. Asas kepastian hukum 2. Asas keterbukaan 3. Asas proposionalitas 4. Asas profesionalitas 5. Asas akuntabilitas 6. Asas tertib penyelenggaraan negara dan,
7. Asas kepentingan umum
Ketidakcermatan para pejabat ini tentu saja sangat bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Padahal dalam hukum administrasi negara, asas-asas ini berfungsi sebagai pedoman bagi para pejabat negara dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan perundang-undangan yang masih samar atau tidak jelas dan menghindari kemungkinan dilakukannya freies ermessen yang menyimpang dari ketentuan undang- undang. Menurut saya ketidakcermatan para pejabat ini tidak sesuai dengan asas profesionalitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para pejabat pemerintahan sesuai dengan asas- asas umum pemerintahan yang baik.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa selain faktor ketidakcermatan pejabat, faktor kesadaran hukum masyarakat juga berpengaruh. Kesadaran hukum menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kesadaran seseorang akan pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu diatur oleh hukum. Menurut Lemaire kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Krabbe mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Sebagai warga negara, masyarakat tentu memiliki peranan penting dalam suatu pemerintahan. Apalagi masyarakat secara tidak langsung telah memiliki kontrak dengan negaranya dan dengan adanya kontrak tersebut tentu ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh keduanya. Karena itulah kesadaran hukum perlu dimiliki oleh masyarakat. Karena dengan adanya kesadaran hukum ini, masyarakat akan tahu mana hak yang seharusnya didapat dan mana kewajiban yang harus dipenuhi sebagai warga negara. Seperti yang telah disampaikan oleh hakim PTUN Hujja Tulhaq, SH. MH. , kesadaran hukum masyarakat ini meningkat karena semakin tingginya pendidikan yang ditempuh. sebenarnya selain pendidikan masih ada cara- cara lain untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tersebut diantaranya: 1. Tindakan (action) Tindakan penyadaran hukum pada masyarakat ini dapat dilakukan dengan memperberat ancaman hukuman atau dengan lebih mangetatkan pengawasan ketaatan warga negara terhadap undang-undang. Selain itu pengawasan juga tidak
hanya dilakukan terhadap warga negara sebagai masyarakat saja namun juga terhadap para pejabat masyarakat. 2. Pendidikan (education) Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Hal yang perlu diperhatikan dan ditanamkan dalam pendidikan formal/nonformal adalah tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara.
Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Nilainilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Karena itulah dengan pendidikan kita jadi mengetahui dan kritis dengan masalah- masalah yang terjadi di Indonesia sehingga pengawasan terhadap pemerintah dapat dilakukan. Pendidikan formal ditempuh
dengan cara bersekolah dari mulai TK- SD – SMP- SMU-
Universitas. Sedangkan pendidikan nonformal ditemput melalui penyuluhan, kampanye dan juga pameran.
Jika memang meningkatnya kesadaran hukum masyarakat ini benar terjadi adanya, maka hal itu bagus karena negara kita perlu masyarakat yang dapat bertindak secara kritis dan dapat melakukan pengawasan bagi negara dan juga bertindak dengan penuh tanggung jawab. Namun jika ketidakcermatan pejabat seringkali terjadi maka hal ini harus menjadi wacana penting agar tiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh para pejabat administrasi ini tidak bermasalah sehingga citra pejabat yang mewakili masyarakat tidak buruk. Jika kinerja para pejabat buruk maka perlu dilakukan pembenahan secara terpadu agar hal tersebut tidak terulang kembali.
NAMA
: Erwin Permana
NPM
: 110110090349
Hakim
: Hujja Tulhaq, S.H., M.H.
Analisis Hasil Wawancara Terhadap Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Pertanyaan wawancara Terkait dengan jumlah kasus di PTUN Bandung,apakah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan apakah jumlah perkara yang banyak menunjukkan kinerja pejabat yang buruk ataukah kesadaran hukum masyarakat yang semakin baik?Dan apakah perkara dalam PTUN yang menurun menunjukkan kinerja pejabat yang semakin baik dan professional ataukah kesadaran hukum masyarakat yang semakin turun?
Jawaban Ya jika kita melihatnya kasus dari tahun ke tahun kita dapat melihat jumlah kasusnya cenderung meningkat dan peningkatan itu disebabkan karena kesadaran hukum dari masyarakat yang cenderung meningkat yang berarti sumber daya manusia Indonesia semakin
mengalami
peningkatan
hidup
seperti
di
bidang
pendidikan
yang
menyebabkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hukum semakin meningkat tetapi dilain pihak bukan berarti kualitas pejabat kita menurun atau tidak professional lagi karena kebanyakan dari pejabat itu memutuskan berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan akan tetapi tidak semua kebijakan yang dibuat menguntungkan masyarakat dan dapat juga dilihat melalui asas umum pemerintahan yang baik
Pembahasan Sejarah Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Apabila ditelusuri, pada sejak Indonesia merdeka hingga penghujung tahun 1986 , Indonesia belum mempunyai suatu lembaga Peradilan Administrasi Negara (TUN) yang berdiri sendiri.Dalam praktek, kita mengetahui adanya 3 lembaga yang melakukan fungsi seperti lembaga Peradilan TUN yaitu Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), Peradilan Pegawai Negeri, dan Peradilan Bea Cukai. Tetapi yang menjalankan fungsinya dalam praktiknya hanya Majelis Pertimbangan Pajak saja. 1 Untuk merealisasikan Peradilan TUN ini maka ditetapkan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1982 tentang GBHN. Selanjutnya dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN untuk Pelita IV, yang merupakan kelanjutan dari Pelita III, memang tidak disebutkan secara jelas tentang perwujudan Peradilan TUN. Namun karena rencana pembangunan merupakan rencana yang berkesinambungan maka sudah sepantasnya untuk tetap mengupayakan Peradilan TUN. Seiring dengan itu pada tanggal 16 April 1986 pemerintah melalui Surat Presiden Nomor R.04/PU/IV/1986 mengajukan kembali RUU Peradilan Administrasi ke DPR. Rancangan tersebut merupakan penyempurnaan dari RUU Peradilan Administrsi 1982. Akhirnya pada tanggal 20 Desember 1986, DPR secara aklamasi menerima Rancangan Undang Undang tentang Peradilan TUN menjadi UU. UU tersebut adalah UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344. Dengan demikian terwujudlah sudah badan atau wadah tunggal yang bebas dari pengaruh dan tekanan siapapun, yang diserahi tugas dan kewenangan untuk memeriksa , memutus , dan menyelesaikan sengketa TUN. Setelah itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 dinyatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU No. 5 Tahun 1986 mulai berlaku.
1
Erin-daryansyah's Blog.htm,20 April 2012,pkl 18.19
SUBYEK GUGATAN PTUN2 Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah: 1. pihak penggugat. Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah 2. pihak tergugat Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun 1986)
OBYEK GUGATAN TUN3 Obyek gugatan dalam sengketa TUN adalah berupa Keputusan TUN (beschikking). Menurut UU No. 5 Tahun 1986 jis UU No. 9 Tahun 2004dan UU No. 51 Tahun 2009, golongan Keputusan TUN yang dapatdigugat, yaitu : a. Kepuusan TUN Positip (Pasal 1 angka 9) :Yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata UsahaNegara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata b. Keputusan TUN Fiktif (pasal 3 ayat 1) :Yaitu Keputusan TUN yang seharusnya dikeluarkan oleh
Badan/Pejabat TUN menurut kewajibannya, tetapi
dikeluarkan, sehingga menimbulkan kerugian bagi
2
temyata tidak
seseorang atau badan hukum
Jhohandewangga's Blog.htm,14 April 2012,pkl 21.35 http://www.ptun.palembang.go.id/upload_data/BEBERAPA%20ASPEK%20DALAM%20HUKUM%20MATERII L.pdf,21 April 2012,pkl 14.32 3
perdata. Misalnya : Di Bidang kepegawaian, pejabat Atasan (PNS) yang berwenang membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)terhadap bawahannya untuk usulan kenaikan pangkat, apabila pada waktu yang ditentukan tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya maka PNS yang merasa dirugikan dapat menggugat atasannya tersebut berdasarkan keputusan TUN fiktif. c. Keputusan TUN Negatif (pasal 3 ayat 2) :Yaitu Keputusan TUN yang dimohonkan oleh seseorang atau badan hukum perdata kepada Badan/Pejabat TUN, ternyata tidak ditanggapi
atau
tidak
bersangkutan,sehingga
dikeluarkan
dianggap
bahwa
oleh
Badan/Pejabat
Badan/Pejabat
TUN
TUN
yang
tersebut
telah
mengeluarkan keputusan penolakan (Keputusan TUN Negatif). Misalnya : permohonan Sertifikat Tanah, IMB, KTP dsb, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan
tidak dijawab/tidak diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN yang
berwenang, maka Badan/Pejabat TUN ybs dapat digugat oleh si pemohon.
ALASAN GUGATAN TUN (Dasar Pengujian Keputusan TUN) Menurut pasal 53 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004, alasan-alasan yang dapat digunakan oleh Penggugat untuk mengajukan gugatan(beroepsgronden) terhadap Keputusan TUN adalah : a)Keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (onwetmatige); b) Keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik / AAUPB (Algemeene Beginselen van Behoorlijk Bestuur / The Principles of The Good Admnistration).Alasan gugatan tersebut di atas, juga sekaligus menjadi dasar pengujian (toetsings-gronden) bagi Hakim TUN untuk menguji suatu keputusan TUN yang ruang lingkupnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bertentangan Dengan Peraturan Perundangan Yang Berlaku Menurut penjelasan UU No. 5 Tahun 1986, suatu keputusan TUN dapatdinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila keputusan itu : 1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedura/formal (vormgebreken) contoh : Dalam kasus kepegawaian, sebelum keputusan pemberhentian pegawai dikeluarkan, seharusnya pegawai ybs diberi kesernpatan untuk membela diri. 2) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
bersifat
materii/substansial
(inhoudsgebreken).Dalam
praktek,
ini
adalah
menyangkut isi keputusan yang bertentangan dengan peraturan dasarnya, atau dengan peraturan yang lebih tinggi. contoh : Keputusan TUN tentang Izin Mendirikan Bangunan yang tidak sesuai dengan RUTRK (bestemmingsplan), lzin Prinsip suatu perusahaan pertambangan yang tidak sesuai dengan AMDAL, Sertipikat Hak Atas Tanah yang tidak sesuai dengan peruntukannyaatau diterbitkan kepada orang yang salah (error in persona/error inobjecto) dsb. 3) Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang tidak berwenang (bevoegdheidsgebreken). Ketidakwenangan ini dapat berupa : a) Ketidakwenangan tentang materi (onbevoegdheid ratione materiale).Yaitu apabila materi/substansi KTUN itu bukan menjadi wewenang dari Badan/Pejabat TUN yang menerbitkannya (kompetnsi absolut). b) Ketidakwenangan tentang tempat/wilayah (onbevoegdheid ratione loci).Yaitu apabila kewenangan untuk menerbitkan KTUN itu bukan termasuk dalam wilayah hukum dari Badan/Pejabat TUN melainkan termasuk kewenangan Badan/Pejabat yang TUN menerbitkannya di wilayah lain (kompetensi relatif). c) Ketidakwenangan tentang waktu (onbevoegdheid ratione tempori). Yaitu apabila keputusan TUN itu diterbitkan belum atau telah lewat waktu (kedaluarsa) dari yang ditentukan menurut peraturan yang berlaku.
b. Bertentangan Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik AAUPB sebagai suatu doktrin adalah bersifat universal yang sudah diakui dan diterapkan di banyak negara, dimana ada yang dirumuskan (dikodifikasikan) secara resmi dan ada pula yang tidak dikodifikasikan. Pada intinya, fungsi dari AAUPB adalah: 1) Sebagai pedoman atau kode etik bagi Badan/pejabat TUN dalam melaksanakan urusan pemerintahan (termasuk dalam rangka menerbitkan keputusan TUN), yang tujuan akhirnya adalah demi terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance); 2) Sebagai tolok ukur dan sekaligus alasan (beroepsgronden) bagi pihak yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu keputusan yang dilieluarkan oleh Badan/Pejabat TUN untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan tersebut; 3) Sebagai dasar atau kriteria pengujian (toetsingsgronden) bagi pengadilan atau hakim TUN untuk menilai apakah keputusan yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN itu telah sesuai atau tidak dengan norma-norma hukum dan keadilan, sehingga dapat diputuskan tentang sah atau tidaknya keputusan tersebut. Di Indonesia AAUPB hingga saat ini secara resmi belum/tidak dikodifikasikan tersendiri, namun sebagian di antaranya ada yang telah dimuat di dalam UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN (pasal 3), yang disebut dengan Asas-Asas Umum perryelenggaraan Negara (AAUPN). AAUPN inilah yang kemudian diadopsi oleh UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peratun, yang terdiri dari 7 (tujuh) asas, yaitu : 1) Asas Kepastian Hukum (principle of legal certainty) 2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara (Principle of governance orderliness) 3) Asas Kepentingan Umum (Principle of public service) 4) Asas Keterbukaan (Principle of open management/fair play) 5) Asas Proporsionalitas (Principle of proportionalty) 6) Asas Profesionalitas (Principle of professionality)
7) Asas Akuntabilitas (Principle of accountability)
Negara Hukum Penyelenggaraan tugas pemerintah dalam segala aspek kehidupan itu adalah sebagian dari tugas negara hukum modern (welfare state) yaitu penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurszog) atau disebut sebagai service public. 4 Ciri-ciri negara hukum 5 1.
Supremasi Hukum (Supremacy of Law
2.
Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):
3.
Asas Legalitas (Due Process of Law)
4.
Pembatasan Kekuasaan:
5.
Organ-Organ Eksekutif Yang Bersifat Independen:
6.
Peradilan Bebas dan Tidak Memihak:
7.
Peradilan Tata Usaha Negara:
8.
Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)
9.
Perlindungan Hak Asasi Manusia:
10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat): 11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Kesejahteraan (Welfare Rechtsstaat): 12. Transparansi dan Kontrol Sosial: 13. Berke-Tuhanan Yang Maha Esa:
Ditinjau dari kesadaran hukum Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Bahkan Krabbe menyatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum 6.Dengan begitu maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-
4
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id,21 April 2012,15.08 http://www.w3.org/1999/xhtml" ,21 April 2012,15.06 6 Krabbe dalam v.aveldoorn, Pengetahuan Ilmu Hukum, Jakarta : PT .Pradnya Paramita, h.9 5
undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.Sudikno Mertokusumo dalam buku Bunga Rampai Ilmu Hukum mengatakan :Kesadaran hukum adalah kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap toleransi.
7
Dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum merupakan cara pandang masyarakat terhadap hukum itu, apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan terhadap hukum, serta penghormatan terhadap hak-hak orang lain (tenggang rasa). Ini berarti bahwa dalam kesadaran hukum mengandung sikap toleransi.
Cara-Cara Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat 8 Peningkatan kesadaran hukum masyarakat pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dalam bentuk tindakan (action) dan pendidikan (education) Berikut penjelasannya : A. Tindakan (action) Tindakan penyadaran hukum pada masyarakat dapat dilakukan berupa tidakan drastik, yaitu dengan memperberat ancaman hukuman atau dengan lebih mangetatkan pengawasan ketaatan warga negara terhadap undang-undang. Cara ini bersifat isidentil dan kejutan dan bukan merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat B. Pendidikan (education) Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Hal yang perlu diperhatikan dan ditanamkan dalam pendidikan formal/nonformal adalah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi warganegara yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara.Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran 7 8
Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai., Op. Cit., h. 126 dalam Ibid, h.271 sadar%20hukum.html,21 April 2012,12.58
hukum masyarakat usaha pembinaan yang
efektif dan efesien ialah dengan
pendidikan. Kesimpulan Indonesia sebagai negara hukum modern bertugas menyelenggarakan aspek pemerintahan di semua bidang kehidupan seperti dalam konsep negara hukum modern,yang salah satu unsurnya yaitu “pengadilan tata usaha negara” Peradilan Tata
Usaha sendiri merupakan peradilan yang baru sehingga masih akan terus berkembang kedepannya,dilihat dari sejarahnya Indonesia hanya memiliki Majelis Pertimbangan Pajak,yang kemudian terus diusulkan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara dalam arti yang sebenarnya dikarenakan semakin bertambahnya kasus sehingga memerlukan Peradilan Tata Usaha Negara yang permanen. Berdasarkan data dan hasil wawancara ,kita dapat melihat dari jumlah kasus yang cenderung meningkat bukan semata-mata karena penurunan dari profesionalitas dari pejabat TUN itu sendiri karena Pejabat Administrasi sudah sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan dan juga asas umum pemerintahan yang baik, tetapi mungkin dilain pihak tidak “baik” menurut pandanga n masyarakat
Sehingga kasus yang cenderung meningkat tersebut lebih disebabkan oleh faktor kesadaran hukum dari masyarakat yang cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor “action” dan “pendidikan” seperti yang dijelaskan diatas.Masyarakat kini menjadi
lebih sadar hukum dan itu juga merupakan indikator bahwa telah terjadi peningkan kualitas dari SDM itu sendiri secara perlahan,Meskipun Indonesia terdiri dari berbagai suku,ras,agama,bahasa dan budaya tetapi tidak menjadi penghalang perubahan masyarakat akan kesadaran hukum di negara kita Indonesia.
Lampiran data rekapitulasi perkara dari tahun 2009-2012 DATA REKAPITULASI PERKARA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG TAHUN 2012
BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES JUMLAH
SISA PERKARA DIPUTUS DICABUT DISMISSAL SISA BULAN BULAN LALU INI MASUK 44 9 9 2 44 44 11 9 46 46 12 12 1 45
32
30
3
DATA REKAPITULASI PERKARA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG TAHUN 2011
BULAN
SISA PERKARA DIPUTUS DICABUT DISMISSAL SISA BULAN BULAN LALU INI MASUK JAN 40 12 6 2 1 43 FEB 43 11 7 2 45 MAR 45 10 9 2 44 APR 44 13 14 2 41 MEI 41 10 6 2 43 JUN 43 16 5 1 53 JUL 53 7 11 3 46 AGU 46 7 10 4 39 SEP 39 12 7 1 43 OKT 43 14 7 1 49 NOV 49 8 10 5 42 DES 42 9 7 44 JUMLAH 129 99 25 1
DATA REKAPITULASI PERKARA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG TAHUN 2010
BULAN
SISA PERKARA DIPUTUS DICABUT DISMISSAL SISA BULAN BULAN LALU INI MASUK JAN 36 10 4 2 1 39 FEB 39 18 7 1 49 MAR 49 14 8 3 52 APR 52 3 6 5 44 MEI 44 6 3 3 44 JUN 44 7 7 4 1 39 JUL 39 7 19 27 AGU 27 3 8 1 1 20 SEP 20 7 4 23 OKT 23 11 3 31 NOV 31 13 6 38 DES 38 8 4 4 40 JUMLAH 107 79 18 6
DATA REKAPITULASI PERKARA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG TAHUN 2009
BULAN
SISA PERKARA DIPUTUS DICABUT DISMISSAL SISA BULAN BULAN LALU INI MASUK JAN 39 5 5 2 37 FEB 37 4 13 2 1 25 MAR 25 9 6 1 27 APR 27 3 8 1 21 MEI 21 13 5 1 28 JUN 28 4 4 1 27 JUL 27 11 3 3 35 AGU 35 6 6 35 SEP 35 8 11 1 31 OKT 31 7 3 2 1 32 NOV 32 13 3 42 DES 42 11 13 1 3 36 JUMLAH 94 80 10 10