ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA URETRA
Kelas 4C Di Susun Oleh : Kelompok 3 1. PUTRI WAHYU NINGSIH
(201401126) (2014011 26)
2. FATIMATUS SAADAH
(201401127) (2014011 27)
3. SITI AMINAH
(201401128) (2014011 28)
4. PUTRI MEI KUSMIWATI
(201401130) (2014011 30)
5. DINDA RAGIL HARDINA PUTRI
(201401131) (2014011 31)
6. SAADAH EKA SEPTIANI
(201401132) (2014011 32)
7. LENI MASLUCHAH
(201401133) (2014011 33)
8. RIZKI NUR IMAMA
(201401134) (2014011 34)
9. EMMA FAUZIYAH ALAWIYAH
(201401135) (2014011 35)
10. INTAN SURYANI
(201401136) (2014011 36)
11. RUCHUS ADHI PRADANA
(201401137) (2014011 37)
12. MOCHAMMAD RIZKI HIDAYAT
(201401140) (2014011 40)
13. M.DANU SETIAWAN
(201401141) (2014011 41)
14. DIANA TRI SETIA PUJI ASTUTI
(201401143) (2014011 43)
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN AJARAN 2017/2018 Jalan Jabon Km.6 Mojokerto Telp/Fax. (0321)3902032
www.stikes.ppni.ac.id
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA URETRA
Kelas 4C Di Susun Oleh : Kelompok 3 1. PUTRI WAHYU NINGSIH
(201401126) (2014011 26)
2. FATIMATUS SAADAH
(201401127) (2014011 27)
3. SITI AMINAH
(201401128) (2014011 28)
4. PUTRI MEI KUSMIWATI
(201401130) (2014011 30)
5. DINDA RAGIL HARDINA PUTRI
(201401131) (2014011 31)
6. SAADAH EKA SEPTIANI
(201401132) (2014011 32)
7. LENI MASLUCHAH
(201401133) (2014011 33)
8. RIZKI NUR IMAMA
(201401134) (2014011 34)
9. EMMA FAUZIYAH ALAWIYAH
(201401135) (2014011 35)
10. INTAN SURYANI
(201401136) (2014011 36)
11. RUCHUS ADHI PRADANA
(201401137) (2014011 37)
12. MOCHAMMAD RIZKI HIDAYAT
(201401140) (2014011 40)
13. M.DANU SETIAWAN
(201401141) (2014011 41)
14. DIANA TRI SETIA PUJI ASTUTI
(201401143) (2014011 43)
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN AJARAN 2017/2018 Jalan Jabon Km.6 Mojokerto Telp/Fax. (0321)3902032
www.stikes.ppni.ac.id i
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA URETRA
Kelas 4C Di Susun Oleh : Kelompok 3 1. PUTRI WAHYU NINGSIH
(201401126) (2014011 26)
2. FATIMATUS SAADAH
(201401127) (2014011 27)
3. SITI AMINAH
(201401128) (2014011 28)
4. PUTRI MEI KUSMIWATI
(201401130) (2014011 30)
5. DINDA RAGIL HARDINA PUTRI
(201401131) (2014011 31)
6. SAADAH EKA SEPTIANI
(201401132) (2014011 32)
7. LENI MASLUCHAH
(201401133) (2014011 33)
8. RIZKI NUR IMAMA
(201401134) (2014011 34)
9. EMMA FAUZIYAH ALAWIYAH
(201401135) (2014011 35)
10. INTAN SURYANI
(201401136) (2014011 36)
11. RUCHUS ADHI PRADANA
(201401137) (2014011 37)
12. MOCHAMMAD RIZKI HIDAYAT
(201401140) (2014011 40)
13. M.DANU SETIAWAN
(201401141) (2014011 41)
14. DIANA TRI SETIA PUJI ASTUTI
(201401143) (2014011 43)
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN AJARAN 2017/2018 Jalan Jabon Km.6 Mojokerto Telp/Fax. (0321)3902032
www.stikes.ppni.ac.id i
`KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmad dan hidayah-Nya, sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang selalu bersama dalam segala hal dan atas petunjuk serta restu-Nyalah laporan Makalah ini bisa terselesaikan. 2. Ibu Ika Ainur Rofi’ah, yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas Makalah ini. 3. Sahabat sekelas dan seperjuangan, kekompakan kalian yang membuat bangga. 4. Dan yang terakhir, untuk seseorang yang selalu menemani dan mendukung dalam proses penyelesaian Makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kegawatdaruratan II. Kami menyusun sebagai bahan ajar yang diharapkan dapat memberikan pemahaman dan perhatian serta kemampuan terhadap ilmu pengetahuan tentang “ ASKEP TRAUMA URETRA”. URETRA ”. Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi pembaca. kami sadar dalam makalah kami memiliki kekurangan. Oleh karena itu kami akan memperbaiki makalah ini, kami mengharapkan masukan saran dan kritik untuk lebih dapat menyempurnakan makalah ini. Wassalamualaikum Wr. Wb. Mojokerto,
April 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI Halaman Sampul .............................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................. ii Daftar Isi........................................................................................................... iii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1 1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 1 1.3 TUJUAN ................................................................................................... 2 1.4 MANFAAT ............................................................................................... 2 BAB II : KONSEP LAPORAN PENDAHULUAN 2.1 ANATOMI & FISIOLOGI ....................................................................... 3 2.2 DEFINISI .................................................................................................. 6 2.3 KLASIFIKASI .......................................................................................... 7 2.4 ETIOLOGI ................................................................................................ 8 2.5 PATOFISIOLOGI..................................................................................... 9 2.6 MANIFESTASI KLINIS .......................................................................... 11 2.7 KOMPLIKASI .......................................................................................... 12 2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 13 2.9 PENATALAKSANAAN .......................................................................... 13 2.10DIAGNOSIS BANDING .......................................................................... 15 BAB III : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 KASUS ..................................................................................................... 17 3.2 PENGKAJIAN.......................................................................................... 18 3.3 ANALISA DATA ..................................................................................... 22 3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................. 23 3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................ 23 BAB IV : ASUHAN KEPERAWATAN KEP 4.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 33 4.2 SARAN ..................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34 iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan produk sistem genitalia. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra anterior dan uretra posterior. Uretra anterior dibagai menjadi uretra bulbaris, penil dan glandular. Uretra dilengkapi dengan sfingfter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Trauma uretra merupakan kasus yang jarang, dan lebih sering ditemukan pada pria yang biasanya berhubungan dengan fraktur pelvis atau straddle injury. Trauma uretra ini jarang dialami oleh wanita dan biasanya berkaitan dengan fraktur pelvis. Cedera ini biasanya berhubungan dengan laserasi vagina dan merupakan petunjuk utama untuk mengarah ke diagnosis. Tetapi, cedera ini sering terlewatkan karena pemeriksaan vagina, biasanya hanya dilakukan pada cedera yang berat. Bermacam-macam bagian dari uretra dapat terkena laserasi,transeksi, ataupun kontusio. Tatalaksananya pun berbeda-beda tergantung dari tingkat cederanya. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, Hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya. 1.2
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan Trauma Uretra? Apa saja anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan Trauma Uretra? Apa saja etiologi dari Trauma Uretra? Bagaimana patofisiologi dari Trauma Uretra? Apa saja manifestasi klinis dari Trauma Uretra? Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Trauma Uretra? 1
Apa saja penatalaksanaan dari Trauma Uretra? Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan diagnose Trauma Uretra? 1.3
TUJUAN 1.3.1
Umum
Memahami tentang Trauma Uretra dan Asuhan Keperawatannya pada klien. 1.3.2
Khusus
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Trauma Uretra Mengetahui apa saja anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan Trauma Uretra Mengetahui apa saja etiologi dari Trauma Uretra Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Trauma Uretra Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Trauma Uretra Mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi Trauma Uretra Mengetahui apa saja yang dilakukan penatalaksanaan dari Trauma Uretra Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diagnose Trauma Uretra
1.4
MANFAAT 1.4.1
Teoritis
Memberikan
pengetahuan
tentang
Trauma
Uretra
kepada
masyarakat. Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan keperawatan untuk lebih mengenalkan askep Trauma Uretra kepada peserta didiknya. Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya dibidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan masalah perkemihan
2
1.4.2
Praktis
Sebagai wacana untuk masukan/ pertimbangan dalam membuat standar prosedur dalam melaksanakan perawatan pengidap Trauma Uretra guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah pengetahuan, keahlian dan peran dalam masalah perkemihan seperti Trauma Uretra.
3
BAB II KONSEP DASAR LAPORAN PENDAHULUAN 2.1
ANATOMI & FISIOLOGI
Uretra erupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang befungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki – laki uretra berjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menmbus lapisan fibrosa yang mnembus tulang pubis kebagian penis panjangnya kurang lebih 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari : Uretra Prostatica, Uretra Membranosa, dan Uretra Kavernosa. Lapisan Uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa (Nuari & Widayati, 2017; 11). Uretra adalah tubulus muskular yang berdinding tipis yang mengalirkan urin keluar tubuh. Uretra memanjang dari dasar kendung kemih hingga meatus urinarius eksterna. Pada wanita uretar memanjang 3 – 5 cm, dan meatus urinarius terletak di anterior hingga orifis vagina. Pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm yang berfungsi sebagai saluran semen serta urin. Kelenjar prostat mengelilingi uretra di dasar kandung kemih pria. Meatus urinarius pria terletak di ujung glans penis. (Lemone, 2015; 970). Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit ke arah atas, panjangnya kurang lebih 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di seblah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran eksresi (Nuari & Widayati, 2017; 11). Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra 4
interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing (Purnomo, 2003; 7). Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23 – 25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria (Purnomo, 2003; 7). Menurut (Purnomo, 2003;8) Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika seperti tampak pada gambar 2-1.
5
Gambar 2 – 1. A. Pembagian UretraPria, B. Uretra Prostatika Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Seperti diperlihatkan pada gambar 2-1, uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis (Purnomo, 2003; 8). Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna (Purnomo, 2003; 9).
2.2
DEFINISI
Trauma retra adalah trauma yang terjadi sepanjang uretra dan biasanya berhubungan dengan intervensi pembedahan (Nursalam, 2006; 90). Ruptur uretra adalah kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan oleh rudapaksa yang datang dari luar (patah tulang panggul atau straddle injury) atau dari dalam (kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra). (Purnomo, Daryanto, & Seputra, 2010; 8) Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa: ureter terikat , crushing karena terjepit oleh klem, putus (robek), atau devaskularisasi
karena
banyak
jaringan
(Purnomo, 2003; 121).
6
vaskuler
yang
dibersihkan
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya (Purnomo, 2000; 98). 1. Anterior Ruptur uretra anterior terjadi akibat rudapaksa atau trauma langsung. Ruptur biasanya terjadi di daerah yang melekuk (Nursalam, 2006; 92). 2. Posterior Uretra posterior terdiri atas pars membranosa dan pars prostatika. Antara os pubis dengan prostat terdapat pubo prostatikum (Nursalam, 2006; 93).
2.3
KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis : 1. Uretra
posterior
masih
utuh
dan
hanya
mengalami
stretching
(perengangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang 2. Uretra
posterior
sedangkan
terputus
diafragma
pada
urogenitalia
perbatasan masih
prostate-membranasea,
utuh.
Foto
uretrogram
menunjukkan ekstravasai kontras yang masih terbatas di atas diafragma 3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai ke perineum
7
2.4
ETIOLOGI
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptur uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena fals route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans uretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenic (Purnomo, 2000; 98). Cedera ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus urogenitalia. Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun trauma tajam, atau trauma iatrogenik. Operasi endourologi transureter (ureteroskopi atau ureterorenoskopi, ekstraksi batu dengan Dormia, atau litotripsi batu ureter) dan operasi di daerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi, bedah digestif, atau bedah vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya cedera ureter iatrogenik (Purnomo, 2003; 121). 1. Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra.
8
2. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptur uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul paa selangkan atau stratdle injuri dapat meyebabkan ruptur uretra pada bulbosa. 3. Pemasangan kateter pada uetra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena salah jalan (falseroute). 4. Intervensi operasi trans uretra dapat menimbulkan cidera uretra iotrogan. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior. 1. Anterior a. Pemasangan tetap logam b. Endoksopi biasanya rigid dan lurus c. Trauma dikenal dengan straddle injury, yaitu daerah perineum terbentur sehingga terdorong ke simpisis d. Kecelakaan 2. Posterior a. Trauma tidak langsung berupa fraktur, malposisi, dan disaligmen. b. Trauma tulang pelvis c. Trauma abdomen bawah yang mengenai simpisis pubis d. Trauma panggul: retak os pubis ischii e. Akibat trauma prostat yang diikuti oleh ligamen pubo prostatikum tertarik (terjadi tarik menarik antara ligamen dengan uretra pars prostatika), pars membranosa menderita sehingga terjadi ruptur uretra posterior. (Nursalam, 2006; 92-92).
2.5
PATOFISIOLOGI
Uretra pars membranasea melalui diafragma urogenital dan bagian ini yang sering mengalami kerusakan. Diafragma urogenital terikat pada rami inferior os pubis dan bila terjadi patah tulang panggul maka diafragma bergerak dan terjadi robekan pada uretra pars membranase tersebut. Uretra bagian proksimal terdorong ke atas oleh hematoma di daerah periprostatika dan perivesikal. Ruptur di daerah uretra anterior terjadi pada straddle injury 9
atau instrumentasi iatrogenic (kataterisasi,sistoskopi). (Purnomo et al., 2010; 8). Trauma pada uretra
Ruptur uretra anterior
Ruptur uretra posterior
Spasme otot perineum:
Spasme otot perineum:
Hematom periviseka
Ekstravasal saluran urine:
Perdarahan perurethram
Hematome penis dan inguinalis
Retensi urine
Anuria, Iritasi kulit/inguinal
Perdarahan dalam masif
Aktual/resiko syok hipovolemik
Tindakan Pembedahan
Nyeri Kerusakan Integritas Kulit Gangguan Eliminasi Urine
Iritasi Integritas jaringan kulit
Respon psikologis:Koping maladaptif
Kecemasan/ Anixety Kurang pengetahuan
10
Aktual/Resiko Tinggi Infeksi
2.6
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Purnomo et al., 2010; 8) gejala klinis dari trauma uretr a yaitu: 1. Riwayat trauma yang khas: ruptur uretra anterior/ straddle injury, ruptur uretra posterior, patah tulang panggul (os pubis/simpisis pubis). 2. Pada umunya didapatkan perdarahan uretra, baik pada ruptur anterior maupun posterior. 3. Pada ruptur uretra posterior biasanya tidak dapat melakukan miksi, sedangkan pada ruptur uretra anterior didapatkan hematoma atau pembengkakan di daerah kantong buah zakar, kadang-kadang disertai pula dengan pembengkakan perineum dan batang penis, disebut sebagai hematoma kupu-kupu. 4. Pada patah tulang panggul dan ruptur uretra posterior, kemungkinan besar terjadi kerusakan organ ganda (multipel). Menurut (Nursalam, 2006; 90), gejala klinis dari trauma uretra yaitu: 1. Terdapat perdarahan peruretra yaitu darah yang keluar dari meatus uretra eksternum seteah mengalami trauma (harus dibedakan dengan hematuri, yaitu urine bercampur darah). 2. Pada trauma uretre yang berat, pasien tidak dapat miksi sehingga terjadi retensi urine. 3. Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi engan memasukkan kontras melalui uretra, sehingga dapat diketahui adanya ruptur uretra dan lokasinya. Sedangkan menurut (Nursalam, 2006; 92-94) klasifikasinya, dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Anterior a. Perdarahan uretra b. Jika pars squamosa ruptur, maka darah yang tertimbun di perineum terbentur sehingga terjadi pembengkakan perineum dan kerusakan berlanjut. c. Jika facin bun rusak dan “fenomena kupu – kupu” (butterfly phenomenom) terbentuk akibat kerusakan seluruh 11
komponen facia
bun
(FB),
maka
urine
tertampung
pada
skrotum,
sehingga
menimbulkan pembesaran, warna kehitaman, mengkilat, dan jika ditekan akan membentuk lekukan sehingga bagian sisinya berbentuk seperti kupu – kupu. 2. Posterior a. Perdarahan
ekstravesika
(banyak
pembuluh
darah
sehingga
perdarahan hebat) b. Syok dan hemoragik, pucat, dan denyut nadi meningkat c. Retensio urine total karena saluran putus d. Jika terdapat fraktur tulang panggul, kemungkinan terjadi kerusakan organ ganda e. Pada rektaltouge, terdapat gejala seakan akan prostat ditarik ke atas/ posisi prostat tinggi (prostat terdorong hematoma), uretra ruptur f. Edema pada skrotum, penis daan anterior perineum pada ruptur uretra anterior g. Nyeri suprapubik dan mengeras h. Hematuria i. Tidak dapat berkemih 2.7
KOMPLIKASI
Menurut (Purnomo et al., 2010; 9) komplikasi yang bisa terjadi pada kasus trauma uretra, yaitu: 1. Dini
: Perdarahan, Infeksi, Infiltrate Urin
2. Lanjut
: Striktur Uretra.
Menurut (Nursalam, 2006; 93) trauma uretra anterior, yaitu: 1. Striktur (penyempitan saluran kemih) Menurut (Nursalam, 2006; 95) trauma uretra posterior, yaitu : 1. Syok, perdarahan, dan peritonitis 2. Infeksi saluran kemih 3. Striktur uretra.
12
2.8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Purnomo, 2003; 122) Trauma Uretra dapat dilakukan pemeriksaan PIV; pada pemeriksaan PIV tampak ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah lesi atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematoma atau urinoma. Pada cedera yang lama mungkin didapatkan hidroureteronefrosis sampai pada daerah sumbatan. Menurut (Nursalam, 2006; 91), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah: 1. Colok dubur pada penderita dengan patah tulang panggul, dugaan ruptur uretra posterior ditemukan pada massa lunak yang menonojol ke dalam rektum yang menunjukkan adanya kumpulan darah di rongga perut, prostat tidak berada pada tempatnya semula akan tetapi berpindah ke atas dan melayang 2. Uretrografi retrogad, pada ruptur uretra anterior ditemukan adanya ekstravasasi dari cairan kontras.
2.9
PENATALAKSANAAN
Menurut (Purnomo et al., 2010; 9) penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah: 1. Perdarahan diatasi dengan pemasangan infus dan pemberian cairan elektrolit atau darah, tergantung derajat perdarahan yang ditemui 2. Pembedahan darurat; Pada ruptur uretra selalu dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urin (diversion) 3. PER (Primary Endoscopy Realignment), selanjutnya dipasang kateter 16Fr selama 2 minggu 4. Bila PER tidak berhasil, dilakukan sachse atau end to end anastomose 4 – 6 bulan sesudah trauma 5. Kateter sistostomi diganti tiap 2 minggu, sampai dkerjakan operasi definitive.
13
Menurut (Purnomo, 2003; 122) penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah: 1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end) 2. Inplantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap Boari, atau Psoas hitch) 3. Uretero-kutaneostomi 4. Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang lain) 5. Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi. Menurut klasifikasi trauma uretra: 1. Anterior Sistostomi dengan cara memasukkan selang secara operatif tertutup melalui suprapubik Definitif: a. Jika komponen uretra rusak, FB masih baik konservatif b. Jika luka sembuh secara spontan, lakukan, sistostomi (indikasi sistostomi sembuh adalah urine dapat keluar tanpa menimbulkan rasa sakit). c. Jika komponen uretra dan FB tidak bisa sembuh spontan, lakukan reseksi dan anastomose d. Insisi pada penis dan edema abdomen (Nursalam, 2006; 93). 2. Posterior a. Sistostomi pada retensi urine (pemasangan tetap kontraindikasi). Setelah 14 hari sistostomi dan hematomi mengalami direabsi, kandung kemih turun ke bawah dan daerah yang terputus tersambung lagi, maka lakukan pengecekan dengan mengklem sistostomi dan monitor kelancaran berkemih. b. Jika berkemih tidak lancar, maka terjadi malposisi sambungan uretra atau fraktur disalignment, untuk itu lakukan terapi operatif. c. Deintif konservatif anatamosa d. Penatalaksanaan syok dan perdarahan 14
e. Pembedahan (Nursalam, 2006; 94).
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan colok dubur pada pasien dengan patah tulang panggul dan persangkaan ruptur uretra, didapatkan massa lunak yang menonjol ke dalam rektum yang disebabkan kumpulan darah rongga panggul. Selain itu prostat didapatkan tidak berada di tempatnya semula, prostat pindah ke atas (melayang).
Pemeriksaan
selanjutnya
adalah
pembuatan
uretrogram
retrogad (pada ruptur uretra terjadi ekstravasasi cairan kontras) serta uretrografi (Purnomo et al., 2010; 8). Menurut (Purnomo et al., 2010; 9), diagnosis banding pada Trauma Uretra yaitu ruptur buli-buli; bila ada pembuatan uretrogram tidak didapatkan ekstravasasi kontrassepanjang uretra, cairan kontras ke dalam buli-buli dan terdapat ekstravasasi kontras di luar buli. Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adalah adanya hematuria pasca trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenik bisa diketemukan pada saat operasi atau setelah pembedahan. (lihat tabel 2-1) (Purnomo, 2003; 122). Tabel 2-1 Kecurigaan Cedera Ureter Iatrogenik Saat operasi Lapangan operasi banyak cairan Hematuria Anuria/Oliguri jika cedera bilateral Pasca Bedah
Demam Ileus Nyeri pinggang akibat obstruksi Luka operasi selalu basah Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak Hematuria
persisten
hematoma/urinoma di abdomen
15
dan
Fistula
ureterokutan/fistula
ureterovagina
Jika diduga terdapat kebocoran urine melaui pipa drainase pasca bedah, pemberian zat warna yang dieksresikan lewat urine, memberikan warna pada cairan di dalam pipa drainase atau pada luka operasi. Selain itu pemeriksaan kadar kreatinin atau kadar ureum cairan pipa drainase kadarnya sama dengan yang berada di dalam urine. Cedera ureter dari luar seringkali diketemukan pada saat melakukan eksplorasi laparotomi karena cedera organ intraabdominal sehingga seringkali tidak mungkin melakukan pemeriksaan pencitraan terlebih dahulu. Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan. Ruptur uretra posterior seringkali memberikan gambaran klinis yang khas berupa : (1) perdarahan peruretram, (2) retensi urine dan (3) pada pemeriksaan colok dubur terdapat floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom (Purnomo, 2000; 100).
16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Tn L. datang dengan rujukan dari RSUD Tulehu, Ambon dengan keluhan nyeri saat menggerakkan paha, serta terdapat perdarahan dari saluran kemih sejak 1 hari SMRS. Darah keluar menetes, berwarna merah segar, bercampur dengan urin. Pasien mengaku saat ingin BAK dirasakan nyeri dan meringis kesakitan. BAK keluar sedikit dan bercampur darah. Nyeri dirasakan seperti tertekan, skala nyeri yang dirasakan pada skala 7. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan saat kerja saat naik diatas lemari untuk mengecat dinding dengan ketinggian 2 meter, kemudian pasien jatuh, pubisnya terbentur penyangga kursi (terbuat dari kayu) yang berada tepat di bawah lemari, kemudian terjatuh dari kursi kelantai dengan benturan mengenai pinggang kanan. Setelah jatuh pasien sempat merasa tidak dapat bangun sehingga dibantu oleh salah satu anggota keluarga untuk di bawa ke RSUD Tulehu. Saat sampai di RSUD Tulehu pasien mengeluh nyeri saat menggerakan paha. Kemudian dilakukan pemasangan kateter, namun karena keluar darah dari kemaluan, pihak RSUD Tulehu tidak melanjutkan dan memutuskan untuk merujuk pasien ke RSU Haulussy untuk mendapat penanganan lanjutan. Pasien di rujuk dengan diagnosis sementara Suspect Rupture Uretra. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis hemodinamik stabil, status urologis didapatkan jejas pada regio pinggang kanan dan suprapubik, dan genitalia externa keluar darah. TD 120/80 mmHg, frekuensi napas 20 kali/menit, 90 kali/menit, suhu 38 ºC, akral hangat merah kering,, JVP 5-2 cm, mukosa lembab. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak terdapat ikterik. Pupil isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), tidak terdapat deformitas di hidung dan tidak ada nyeri tekan. Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, dada terlihat simetris saat ekspirasi maupun inspirasi, sonor pada paru kiri dan kanan,
17
ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri = kanan. Pada pemeriksaan jantung: iktus kordis tidak terlihat, tetapi saat di lakukan palpasi teraba kordis pada ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra. Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-). Terdapat jejas pada sudut costovertebrae +/+ tetapi tidak terdapat massa, terdapat nyeri tekan -/+, saat di perkusi tidak ada nyeri ketok. Suara abdomen saat diperkusi timpani, tidak terdapat pembesaran hepar dan limpa, terdapat nyeri tekan (+) pada regio supra pubis. Tidak terdapat eodema di kedua ekstremitas, tidak terdapat massa pada regio suprapubis akan tetapi terdapat jejas dan nyeri tekan. Buli buli kosong, saat diperkusi redup. Dari pemeriksaan penunjang, laboratorium didapatkan peningkatan ureum dan creatinin.
3.2 PENGKAJIAN
Nama
: Tn. L.
Usia
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Benteng Karang
Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan
: Pekerja lepas
Agama
: Kristen Protestan
Tanggal Masuk RS : 19 – 02 – 14 3.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri saat menggerakan paha dan saat BAK. 3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan rujukan dari RSUD Tulehu, Ambon dengan keluhan nyeri saat menggerakkan paha, serta terdapat perdarahan dari saluran kemih sejak 1 hari SMRS. Darah keluar menetes, berwarna merah segar, bercampur dengan urin. Pasien mengaku saat ingin BAK dirasakan nyeri dan meringis kesakitan. BAK keluar sedikit dan bercampur darah. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan saat kerja saat naik diatas lemari untuk mengecat dinding dengan ketinggian 2 18
meter, kemudian pasien jatuh, pubisnya terbentur penyangga kursi (terbuat dari kayu) yang berada tepat di bawah lemari, kemudian terjatuh dari kursi kelantai dengan benturan mengenai pinggang kanan. Setelah jatuh pasien sempat merasa tidak dapat bangun sehingga dibantu oleh salah satu anggota keluarga untuk di bawa ke RSUD Tulehu. Saat sampai di RSUD Tulehu pasien juga mengeluh nyeri saat menggerakan paha. Kemudian dilakukan pemasangan kateter, namun karena keluar darah dari kemaluan, pihak RSUD Tulehu tidak melanjutkan dan memutuskan untuk merujuk pasien ke RSU Haulussy untuk mendapat penanganan lanjutan. Pasien di rujuk dengan diagnosis sementara Suspect Rupture Uretra. 3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis seperti kanker, tumor, HIV, atau penyakit menular seperti TBC ,hepatitis, atau penyakit kulit. 3.2.4 Pengkajian ABCDE 1. Airway
-
Faring hiperemis (-)
-
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing
-/2. Breathing
-
Frekuensi napas
-
Inspeksi
: 20 kali/menit
: Dada terlihat simetris saat ekspirasi maupun
inspirasi -
Perkusi
: Sonor pada paru kiri dan kanan
-
Palpasi
: Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri = kanan
3. Circulation
-
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
-
Frekueni nadi
: 90 kali/menit
-
Suhu
: 38 ºC
-
Mukosa
: Lembab 19
-
JVP
: 5-2 cm
-
Akral
: hangat, merah, kering
-
Jantung
:
-
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
-
Palpasi
: Iktus kordis teraba pada ICS V 1
jari medial linea midklavikula sinistra -
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
4. Disability
-
GCS: 456
-
Kesadaran Komposmentis
-
Konjungtiva tidak anemis (-/-)
-
Sklera ikterik (-/-)
-
Pupil isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+).
5. Exposure
-
Deformitas pada hidung (-),nyeri tekan sinus (-)
-
Ekstremitas
-
Perkusi
-
Terdapat nyeri tekan (+) pada regio supra pubis, hepar dan
: edema --/-: Timpani pada seluruh abdomen
limpa tidak teraba membesar -
Adanya jejas pada regio suprapubis
-
Saat akan dilakukan pemasangan kateter keluar darah dari kemaluan
-
-
Sudut costo vertebrae
:
Inspeksi
: massa -/-, jejas +/+
Palpasi
: massa -/-, nyeri tekan -/+
Perkusi
: nyeri ketok -/-
Regio suprapubis :
Inspeksi
: massa (-), jejas (+)
Palpasi
: buli-buli kosong, nyeri tekan (+)
Perkusi
: redup 20
3.2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 19-02-2014
HEMATOLOGI
Hemoglobin
13,3
g/dl
13,2-17,3
Hematokrit
32
%
33-45
Leukosit
9.9
ribu/ul
5,0-10,0
Trombosit
150
ribu/ul
150-440
Eritrosit
3.40
juta/ul
4,40-5,90
Kimia klinik
SGOT
59
U/l
SGPT
23
U/l
Ureum darah
83
mg/dl
20-40
Kreatinin darah
1.8
mg/dl
0,6-1,5
GDS
106
mg/dl
70-140
21
3.3 ANALISA DATA
Data DS: Pasien mengeluh nyeri saat menggerakan paha dan saat BAK. P: Jatuh dan terbentur Q: Tertekan R: Suprapubis, dan pinggang kanan belakang S: 7 T: Nyeri dirasakan hilang timbul saat bergerak DO: Pasien terlihat meringis kesakitan. KU: Lemah, GCS 456 Komposmentis TD: 120/80 RR: 20 x/menit S: 380C Nadi: 90 x/menit DS: Pasien mengatakan susah BAK, urine keluar sedikit disertai darah segar menetes DO: Adanya urine yang bercampur darah Peningkatan ureum dalam darah 83 mg/dl serta Kreatinin 1,8 mg/dl
Etiologi
Problem
Trauma pada uretra Ruptur uretra anterior Inflamasi Histamin, Bradikinin, Seretonin, Sitokin, Leukotrein, Prostaglandin Nyeri
Nyeri Akut
Trauma pada uretra Ruptur uretra anterior Retensi urine Gangguan Eliminasi Urine
DS: -
Gangguan Eliminasi Urine
Trauma pada uretra
Resiko Kekurangan
Ruptur uretra anterior Retensi urine Hematuria Resiko Kekurangan Volume Cairan
Volume Cairan
22
DO: Adanya urine yang bercampur darah Mukosa lembab\ Suhu 380C Akral hangat merah kering Konjungtiva tidak anemis
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cidera fisik : trauma ditandai dengan adanya jejas pada regio suprapubis 2. Gangguan Eliminasi Urine b/d obstruksi ditandai dengan retensi urine, pasien susah BAK 3.
Resiko Kekurangan Volume Cairan
3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
NOC
Nyeri akut b/d agen cidera Tujuan:
NIC 1. Sentuhan terapiutik
fisik : trauma ditandai dengan Kriteria Hasil:
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
adanya
- Pertimbangkan keinginan untuk dilakukannya sentuhan di tubuh
jejas
suprapubis
pada
regio
- Identifikasi tujuan yang saling menguntungkan selama sesi terapi - Nasehati klien untuk bertanya, muncul dalam pikiran klien - Atur niat untuk memberikan yang terbaik bagi klien
23
Ruptur uretra anterior Retensi urine Hematuria Resiko Kekurangan Volume Cairan
DO: Adanya urine yang bercampur darah Mukosa lembab\ Suhu 380C Akral hangat merah kering Konjungtiva tidak anemis
Volume Cairan
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cidera fisik : trauma ditandai dengan adanya jejas pada regio suprapubis 2. Gangguan Eliminasi Urine b/d obstruksi ditandai dengan retensi urine, pasien susah BAK 3.
Resiko Kekurangan Volume Cairan
3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
NOC
Nyeri akut b/d agen cidera Tujuan:
NIC 1. Sentuhan terapiutik
fisik : trauma ditandai dengan Kriteria Hasil:
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
adanya
- Pertimbangkan keinginan untuk dilakukannya sentuhan di tubuh
jejas
suprapubis
pada
regio
- Identifikasi tujuan yang saling menguntungkan selama sesi terapi - Nasehati klien untuk bertanya, muncul dalam pikiran klien - Atur niat untuk memberikan yang terbaik bagi klien
23
2. Monitor tanda tanda vital - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan - Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan - Monitor keberadaan dan kualitas nadi - Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang digunakan untuk perolehan data pasien. 3. Manajemen Nyeri - Lakukan pengkajian nyeri, komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intenstitas/beatnya nyeri atau faktor pencetus - Observasi
adanya
ketidaknyamanan
petunjuk
nonverbal
terutama
pada
mengenai
mereka
tidaknya
yang
tidak
berkomunikasi - Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat - Gunakan strategi komunikasi terapiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penrimaan pasien terhadaap nyeri.
24
2. Monitor tanda tanda vital - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan - Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat jika memungkinkan - Monitor keberadaan dan kualitas nadi - Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang digunakan untuk perolehan data pasien. 3. Manajemen Nyeri - Lakukan pengkajian nyeri, komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intenstitas/beatnya nyeri atau faktor pencetus - Observasi
adanya
ketidaknyamanan
petunjuk
nonverbal
terutama
pada
mengenai
mereka
tidaknya
yang
tidak
berkomunikasi - Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat - Gunakan strategi komunikasi terapiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penrimaan pasien terhadaap nyeri.
24
- Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
4. Pengalihan - Sarankan pasien untuk berlatih teknik distraksi atau pengalihan sebelum waktu yang dibutuhkan jika memungkinkan - Dorong pastisipasi keluarga dan orang terdekat dan lainnya, serta berikan pengajaran yang diperlukan - Evaluasi dan dokumentasikan respon pasien terhadap kegiatan
pengalihan 5. Terapi relaksasi - Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dan pakaian longgar - Minta klien utuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi - Gunakan suara yang lembut dengan irama yang hangat setiap kata - Tunjukkan/pratikkan teknik relaksasi pada klien - Dorong klien untuk mengulang praktik teknik relaksasi jika memungkinkan - Ciptakan lingkungan yang tenang dengan lampu yang redup dan suhu lingkungan yang nyaman
25
- Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
4. Pengalihan - Sarankan pasien untuk berlatih teknik distraksi atau pengalihan sebelum waktu yang dibutuhkan jika memungkinkan - Dorong pastisipasi keluarga dan orang terdekat dan lainnya, serta berikan pengajaran yang diperlukan - Evaluasi dan dokumentasikan respon pasien terhadap kegiatan
pengalihan 5. Terapi relaksasi - Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dan pakaian longgar - Minta klien utuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi - Gunakan suara yang lembut dengan irama yang hangat setiap kata - Tunjukkan/pratikkan teknik relaksasi pada klien - Dorong klien untuk mengulang praktik teknik relaksasi jika memungkinkan - Ciptakan lingkungan yang tenang dengan lampu yang redup dan suhu lingkungan yang nyaman
25
6. Pengurangan kecemasan - Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan - Menyatakan harapan terhadap perilaku klien - Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan prognosis - Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat 7. Manajemen Lingkungan: Kenyamanan - Tentukan
tujuan
pasien
dan
keluarga
dalam
mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal - Mudahkan transisi pasien dan keluarga dengan adanya temannya yang baru - Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus selalu dalam jangkauan - Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk istirahat. - Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung - Ciptakan lingkungan yang aman dan bersih. 8. Pemberian Obat
26
6. Pengurangan kecemasan - Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan - Menyatakan harapan terhadap perilaku klien - Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan prognosis - Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat 7. Manajemen Lingkungan: Kenyamanan - Tentukan
tujuan
pasien
dan
keluarga
dalam
mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal - Mudahkan transisi pasien dan keluarga dengan adanya temannya yang baru - Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus selalu dalam jangkauan - Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk istirahat. - Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung - Ciptakan lingkungan yang aman dan bersih. 8. Pemberian Obat
26
- Ikuti prosedur 5 benar dalam pengobatan obat - Verifikasi resep obat – obatan sebelum pemberian obat
- Catat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat - Beritahu klien mengenai jenis obat alasan pemberian obat, hasil
yang diharapkan, dan efek kelanjutan yang akan terjadi sebelum pemberian obat 9. Pemberian analgesik - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien - Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan - Cek adanya riwayat alergi obat Monitor tanda – tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik. Gangguan Eliminasi Urine
1. Perawatan Retensi Urin
b/d obstruksi ditandai d engan
- Lakukan pengkajian komprehensif system perkemihan
retensi urine, pasien susah
- Monitor adanya penggunaan agen-agen yang tidak sesuai resep
BAK
yang mengandung bahan anticholinergic atau alpha-agonist - Anjurkan paien/keluarga untut mencatat urin output, sesuai
27
- Ikuti prosedur 5 benar dalam pengobatan obat - Verifikasi resep obat – obatan sebelum pemberian obat
- Catat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat - Beritahu klien mengenai jenis obat alasan pemberian obat, hasil
yang diharapkan, dan efek kelanjutan yang akan terjadi sebelum pemberian obat 9. Pemberian analgesik - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien - Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan - Cek adanya riwayat alergi obat Monitor tanda – tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik. Gangguan Eliminasi Urine
1. Perawatan Retensi Urin
b/d obstruksi ditandai d engan
- Lakukan pengkajian komprehensif system perkemihan
retensi urine, pasien susah
- Monitor adanya penggunaan agen-agen yang tidak sesuai resep
BAK
yang mengandung bahan anticholinergic atau alpha-agonist - Anjurkan paien/keluarga untut mencatat urin output, sesuai
27
kebutuhan - Monitor intake dan output - Monitor efek dari obat-obat yang diresepkan, seperti channel blockers dan anticholinergics - Berikan privasi dalam melakukaneliminasi - Gunakan kekuatan sugesti dengan menggunakan air yang mengalir atau dengan menyiram toilet - Stimulasi reflek kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan air dingin, memberikan sentuhan pada paha bagian dalam atau air yang mengalir - Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) - Gunakan minyak esensial “spirits of wintergreen” dalam bedpan atau urinal - Berikan Maneuver Crade (tekanan intra abdomen yang keras dan tiba-tiba), jika diperlukan - Gunakan tehnik double-voiding - Anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat urin output, sesuai kebutuhan
28
kebutuhan - Monitor intake dan output - Monitor efek dari obat-obat yang diresepkan, seperti channel blockers dan anticholinergics - Berikan privasi dalam melakukaneliminasi - Gunakan kekuatan sugesti dengan menggunakan air yang mengalir atau dengan menyiram toilet - Stimulasi reflek kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan air dingin, memberikan sentuhan pada paha bagian dalam atau air yang mengalir - Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) - Gunakan minyak esensial “spirits of wintergreen” dalam bedpan atau urinal - Berikan Maneuver Crade (tekanan intra abdomen yang keras dan tiba-tiba), jika diperlukan - Gunakan tehnik double-voiding - Anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat urin output, sesuai kebutuhan
28
- Anjurkan cara untuk menghindari konstipasi impaksi feses - Monitor intake dan output - Monitor derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi - Bantu toiletingpada interval yang regular, sesuai kebutuhan - Rujuk pada spesialis perkemihan, sesuai kebutuhan 2. Manajemen cairan - Jaga intake atau asupan yang akurat dan catat output (pasien) - Monitor status hidrasi (misalnya, membrane mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan TD ortostatik) - Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya, peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematocrit dan peningkatan kadar osmolalitas urin) - Monitor TTV pasien - Berikan terapi IV, sepertiyang ditentukan - Berikan cairan, dengan tepat - Berikan diuretic yang diresepkan - Tingkatkan asupan oral - Distribusikan asupancairan selama 24 jam
29
- Anjurkan cara untuk menghindari konstipasi impaksi feses - Monitor intake dan output - Monitor derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi - Bantu toiletingpada interval yang regular, sesuai kebutuhan - Rujuk pada spesialis perkemihan, sesuai kebutuhan 2. Manajemen cairan - Jaga intake atau asupan yang akurat dan catat output (pasien) - Monitor status hidrasi (misalnya, membrane mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan TD ortostatik) - Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya, peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematocrit dan peningkatan kadar osmolalitas urin) - Monitor TTV pasien - Berikan terapi IV, sepertiyang ditentukan - Berikan cairan, dengan tepat - Berikan diuretic yang diresepkan - Tingkatkan asupan oral - Distribusikan asupancairan selama 24 jam
29
- Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian minum dengan baik 3. Monitor cairan - Tentukan jumlah dan jenis intak/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi - Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan kedua tangan, dan lepaskan (dimana, kulit akan turun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi dengan baik) - Monitor asupan dan pengeluaran dan catat - Cek kembali asupan dan pengeluaran pada pasien dengan terapi intravena - Monitor membrane mukosa,turgor kulit dan respon haus - Monitor warna, kuantitas dan berat jenis urine - Berikan cairan dengan tepat - Konsultasikan ke dokter jika pegeluaran urine kurang dari 0,5 ml/kg/jam atau asupan cairan orang dewasa kurang dari 2000dalam 24 jam - Berikan agen farmakologis untuk meningkatkan pengeluaran
30
- Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian minum dengan baik 3. Monitor cairan - Tentukan jumlah dan jenis intak/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi - Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan kedua tangan, dan lepaskan (dimana, kulit akan turun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi dengan baik) - Monitor asupan dan pengeluaran dan catat - Cek kembali asupan dan pengeluaran pada pasien dengan terapi intravena - Monitor membrane mukosa,turgor kulit dan respon haus - Monitor warna, kuantitas dan berat jenis urine - Berikan cairan dengan tepat - Konsultasikan ke dokter jika pegeluaran urine kurang dari 0,5 ml/kg/jam atau asupan cairan orang dewasa kurang dari 2000dalam 24 jam - Berikan agen farmakologis untuk meningkatkan pengeluaran
30
urine 4. Bantuan Berkemih - Pertimbangkan kemampuan dalam rangka mengenal keinginan untuk BAK - Tetapkan waktu untuk memulai dan mengakhiri (berkemih) dalam jadwal bantuan berkemih jika tidak (berkemih) dalam 24 jam - Berikan pendekatan dalam 15 menit interval yang disarankan untuk bantuan berkemih - Berikan waktu (5 detik) untuk meminta bantuan terkait dengan aktifitas toileting Resiko Kekurangan Volume Cairan
1. Manajemen Cairan - Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien - Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output (pasien) - Monitor status hidrasi (misalnya, membrane mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik) - Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (missal peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematocrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urin)
31
urine 4. Bantuan Berkemih - Pertimbangkan kemampuan dalam rangka mengenal keinginan untuk BAK - Tetapkan waktu untuk memulai dan mengakhiri (berkemih) dalam jadwal bantuan berkemih jika tidak (berkemih) dalam 24 jam - Berikan pendekatan dalam 15 menit interval yang disarankan untuk bantuan berkemih - Berikan waktu (5 detik) untuk meminta bantuan terkait dengan aktifitas toileting Resiko Kekurangan Volume Cairan
1. Manajemen Cairan - Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien - Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output (pasien) - Monitor status hidrasi (misalnya, membrane mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik) - Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (missal peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematocrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urin)
31
- Monitor tanda-tandavital pasien - Berikan cairan dengan tepat - Monitor reaksipasien terhadap terapi elektrolityang diresepkan
32
- Monitor tanda-tandavital pasien - Berikan cairan dengan tepat - Monitor reaksipasien terhadap terapi elektrolityang diresepkan
32
BAB IV PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “ straddle injury”. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami laserasi, terpotong, atau memar, sehingga perlunya penanganan yang tepat. Penatalaksanannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera. 4.2
SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
BAB IV PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “ straddle injury”. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami laserasi, terpotong, atau memar, sehingga perlunya penanganan yang tepat. Penatalaksanannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera. 4.2
SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien. 2. Agar
dapat
memberikan
asuhan
keperawatan
yang
berkualitas
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa keperawatan. 3. Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien
untuk bertahan hidup, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi pemberian obat yang dianjurkan. 4. Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita trauma uretra.
33