LAPORAN MANDIRI RESTORASI DIRECT DAN RESTORASI INDIRECT PADA ANAK
Oleh: ZULHIMA AINI RACMAH G1G012055
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2016 RESTORASI GIGI ANAK I. GIGI SULUNG
Gigi sulung yang karies harus direstorasi untuk mengembalikan fungsi yang normal sampai pergantian gigi pada waktunya. Pencabutan yang terlalu dini dapat menyebabkan maloklusi. Restorasi gigi susu yang mengalami karies perlu dilakukan karena penting sebagai estetik, mastikasi, dan mempertahankan ruang untuk tumbuhnya gigi permanen. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan restorasi gigi desidui yaitu umur anak, tingkat keparahan karies, kondisi gigi dan tulang pendukung, faktor tanggal fisiologis, pengaruhnya terhadap kesehatan anak, dan pertimbangan ruang dalam lengkung. Restorasi gigi pada dasarnya yaitu tindakan penggantian jaringan keras gigi yang rusak dengan bahan restorasi (Baum dkk., 1997). Gigi sulung memiliki perbedaan anatomi dengan gigi permanen yang perlu diperhatikan sebelum melakukan restorasi yaitu sebagai berikut (Duggal dkk., 2002). 1. Secara keseluruhan gigi-geligi susu lebih kecil dari pada gigi-geligi tetap 2. Tanduk pulpa gigi sulung lebih dekat ke permukaan daripada gigi permanen. 3. Enamel gigi susu lebih permeabel dan lebih mudah terabrasi. Derajat permeabilitas berkurang setelah akar mulai di resorbsi 4. Ketebalan enamel dan dentin gigi sulung lebih tipis daripada gigi tetap 5. Mahkota gigi-geligi depan susu membulat, dengan cingulum labial yang menonjol 6. Pulpa pada gigi sulung lebih besar dari gigi permanen jika dibandingkan dengan ukuran mahkotanya 7. Gigi sulung mempunyai proksimal kontak yang lebih datar dan lebar 8. Ruang pulpa gigi susu lebih besar dari pada gigi tetap, dengan tanduk pulpa yang menonjol dan lebih mengikuti morfologi luar gigi
II. RESTORASI DIRECT A. MACAM-MACAM BAHAN TUMPATAN 1. Resin Komposit Resin komposit merupakan bahan restorasi yang terdiri atas tiga komponen utama yaitu komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi (filler) inorganik, dan bahan interfasial untuk menyatukan resin. Matriks resin serta filler berkaitan satu sama lain secara antar atom atau molekul. Resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dengan struktur gigi sehingga diperlukan suatu bahan adhesif agar resin komposit dapat berikatan baik dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh melalui ikatan
secara mikromekanik dengan menggunakan sistem adhesif atau bonding system (Baum dkk., 1997). Prinsip adhesi resin komposit adalah keterpautan secara mikromekanik (mechanical interlocking), yaitu dari resin tags yang dihasilkan oleh infiltrasi monomer resin pada mikroporositas dari permukaan email yang telah dietsa. Perbedaan struktur pada email dan dentin berpengaruh terhadap efektivitas sistem adhesif. Keberhasilan adhesi pada enamel dengan nilai kuat rekat yang tinggi tidak dapat dicapai setara pada dentin (Hartono, 2001). Dentin memiliki kandungan air dan organik lebih tinggi dibandingkan email, sehingga dentin lebih sulit berikatan dengan sistem adhesif dibandingkan enamel. Keberhasilan penumpatan resin komposit didapat dengan cara menjaga daerah kerja tetap dalam keadaan kering selama proses penumpatan berlangsung. Resin komposit sendiri tidak berikatan dengan enamel. Untuk memperoleh ikatan, diciptakan ikatan fisik antara resin dan jaringan gigi yaitu dengan pengetsaan enamel dengan asam fosfat 30-50%, membentuk pori-pori yang akan dialiri unfilled resin (bonding agent) dan berpolimerisasi di dalamnya membentuk retensi mekanis (tag resin). Kelebihan penggunaan etsa yaitu kebocoran tepi tambalan dan diskolorasi tambalan dapat dihindarkan. Resin komposit merupakan bahan yang dapat mengiritasi pulpa jika pulpa tidak dilindungi bahan pelapis (Baum dkk., 1997).
2. Glass Ionomer Cement (GIC) Glass ionomer cement merupakan bubuk kaca silikat dan asam polialkenoat. Asam polialkenoat merupakan tambahan dari golongan dental semen berbasis air dan terdiri dari silicate cement, zinc phospate cement dan zinc polycarboxylate cement. Bahan ini biasanya digunakan dalam kedokteran gigi sebagai bahan tumpatan dan semen perekat. Sifat paling penting dari bahan tersebut adalah adhesi dengan email dan dentin yang menjamin seal pada tepi restorasi baik. Semen ionomer kaca melekat dengan enamel dan dentin secara fisiko khemikal, kavitas konvensional akan
memberikan retensi yang optimal. Semen ini mengandung fluor yang dapat membantu mencegah karies apabila marginal seal rusak. Semen ionomer kaca mengandung ion fluor dalam konsistensi tinggi yang dilepaskan terus menerus berkaitan dengan struktur gigi sehingga gigi lebih tahan terhadap karies (Baum dkk., 1997). Glass ionomer konvensional terdiri dari fluoroaluminosilicate glass, biasanya dalam garam stronsium atau kalsium dan cairan asam polialkenoat, sebagai contoh poliakrilik, maleat, itakonik dan asam trikarbalilik. Bahan konvensional dibuat dengan reaksi unsur asam antara cairan asam dan bubuk dasar (Pinkham, 1988). Penumpatan gigi sulung dengan GIC diawali dengan membersihkan dinding kavitas dengan menggunakan dentin kondisioner. Permukaan email dan dentin yang dibuang selama preparasi kavitas ditutupi oleh debris halus yang dikeluarkan oleh pembersih asam, akan mempengaruhi adhesi. GIC diletakkan pada kavitas dengan plastis instrumen. Restorasi dibentuk sesuai dengan anatomis gigi. Tumpatan GIC dioleskan varnish agar tidak terjadi kontaminasi selama pengerasan. Penggunaan varnish pada permukaan tumpatan glass ionomer bertujuan agar menghindari kontak dengan saliva. Pemolesan dilakukan dengan menggunakan white points atau set fine finishing bur dan bur tungsten carbide dengan kecepatan rendah. Kelebihan bahan restorasi semen ionomer kaca yaitu sebagai berikut (Mathewson dan Primosch, 1995). a. Bersifat adhesi Perlekatan terhadap dentin dan email berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin. Sifat ini menyebabkan kebocoran tepi tambalan dapat dikurangi. b. Antikaries Mengandung fluor sehingga mampu melepaskan bahan fluor untuk mencegah karies lebih lanjut c. Biokompatibilitas Bahan ini bersifat tidak menyebarkan panas sehingga tidak mengiritasi jaringan pulpa sejauh ketebalan sisa dentin ke arah pulpa tidak berkurang dari 0,5 mm
d. Mempunyai kekuatan kompresi yang tinggi B. PREPARASI GIGI SULUNG 1. Preparasi Kelas I Kavitas kelas I merupakan kavitas yang dimulai dengan kerusakan pada pit dan fissur yang terdapat pada permukaan oklusal gigi molar, permukaan bukal dan lingual/palatal, dan foramen caecum gigi anterior atas. Pit dan fissura merupakan hasil perpaduan yang tidak lengkap dari enamel dan sangat rentan terhadap karies (Baum dkk., 1997). Preparasi kavitas klas I yaitu sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Pembentukan outline berupa ekstensi pada groove atau fissure. b. Preparasi gigi menggunakan bur fisur menembus fosa dan groove yang terkena karies dengan kedalaman 1,5 mm. Preparasi dibuat meluas sampai permukaan gigi yang rentan karies hingga kedalaman kavitas sampai ± 0,5 mm masuk dentin. c. Dinding preparasi agak konvergen ke arah oklusal untuk menambah retensi tumpatan d. Pulpa wall dibuat datar dan halus e. Kavitas dibersihkan menggunakan air dan dikeringkan f. Kavitas siap untuk dilakukan penumpatan 2. Preparasi Kelas II Kavitas kelas II merupakan kavitas pada dataran aproksimal gigi posterior. Preparasi kavitas klas II dilakukan dengan cara sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Melakukan preparasi bagian boks proksimal dengan kedalaman preparasi ke arah pulpa 1 - 1,5 mm dimulai dari garis tepi ke arah gingival dan meluas ke arah bukolingual. Membentuk sudut yang tepat antara dinding gingival, dengan dinding bukal dan lingual yang sejajar terhadap kontur gigi, serta melebar di bagian servikal. b. Membebaskan titik kontak dan mengusahakan tidak merusak gigi tetangga. c. Preparasi Isthmus lebarnya 1/3 jarak inter tonjol sedalam 1,5 mm dan membuat retensi berbentuk groove pada bukoaksial dan linguoaksial line angle d. Membuang sisa jaringan karies dengan bur bulat e. Membuat bevel pada tepi kavitas
f. Kavitas dibersihkan menggunakan air dan dikeringkan g. Kavitas siap untuk dilakukan penumpatan 3. Preparasi Kelas III Lesi karies yang terdapat pada proksimal gigi anterior, dapat ditumpat dengan teknik restorasi klas III (Baum dkk., 1997). Bahan tumpatan yang dipilih adalah bahan tumpatan sewarna dengan gigi. Preparasi kavitas klas III dilakukan dengan cara sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Membuang jaringan karies dengan round bur dan membebaskan titik kontak dengan gigi tetangga. b. Preparasi pada proksimal berbentuk segitiga dengan dasar pada gingival area menggunakan inverted cone bur c. Membuat dovetail isthmus dan dovetail ke arah proksimal. d. Membuat bevel (0,5 mm) di seluruh tepi kavitas dengan tapered diamond bur e. Membersihkan kavitas dengan menggunakan air dan mengeringkan kavitas f. Kavitas siap untuk ditumpat 4. Preparasi Kelas IV Kavitas kelas IV merupakan kavitas pada dataran aproksimal gigi anterior di mana proses kariesnya telah sampai ke tepi insisal (Baum dkk., 1997). Preparasi kavitas klas IV dilakukan dengan cara sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Membuang jaringan karies menggunakan round bur b. Membebaskan titik kontak dengan gigi tetangga sampai tepi insisal. c. Membuat dovetail di labial terletak horizontal pada sepertiga tengah. d. Membuat bevel (0,5 mm) di seluruh tepi kavitas dengan tapered diamond bur e. Membersihkan kavitas dengan semprotan air dan mengeringkan kavitas f. Kavitas siap untuk ditumpat 5. Preparasi Kelas V Kavitas kelas V merupakan kavitas yang dimulai dengan kerusakan pada daerah sepertiga servikal gigi anterior atau posterior (Baum dkk., 1997). Pada anak sering dijumpai pada gigi sulung akibat minum susu botol atau asi saat menjelang tidur sampai tertidur yang disebut sebagai nursing bottle
caries atau nursing caries. Preparasi kavitas kelas V dilakukan dengan cara sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Membuang jaringan karies b. Membentuk kavitas sejajar dengan garis servikal, dasar kavitas atau dinding pulpa konveks sesuai kontur gigi, sudut kavitas membulat. c. Dinding sedikit konvergen ke arah insisal, d. Membuat retensi berupa undercut pada gingivoaksial line angle dan oklusoaksial line angle menggunakan bur inverted cone e. Membuat bevel pendek disekeliling tepi kavitas. f. Kavitas dibersihkan dan dikeringkan. g. Kavitas siap untuk dilakukan penumpatan III.RESTORASI INDIRECT 1. Stainless Steel Crown (SSC) Stainless steel crown adalah bentuk restorasi extra-coronal yang berguna dalam pemulihan gigi yang telah rusak parah, geraham desidui yang telah menjalani terapi pulpa dan hipoplasia gigi desidui atau gigi permanen (Cameron dan Widmer, 2003). SSC merupakan restorasi untuk gigi posterior desidui atau permanen muda yang sudah tidak memungkinkan dirawat dengan restorasi direct. Bahan restorasi ini dapat mudah dibentuk untuk diadaptasikan pada gigi yang mengalami kerusakan yang luas karena karies, fraktur mahkota, hipoplasia email, atau restorasi setelah perawatan saraf. Bahan yang digunakan terdiri dari paduan logam yang mengandung 18% chromium dan 8% nikel. SSC banyak digunakan dalam perawatan gigi anak-anak karena banyak keuntungannya SSC merupakan suatu bahan restorasi yang ideal untuk mencegah kehilangan gigi susu secara premature (Cameron dan Widmer, 2003). Penggunaan SSC merupakan salah satu restorasi gigi yang ideal karena memiliki sifat dan karakteristik yaitu biokompatibel terhadap pulpa gigi, tidak beracun di mulut, tahan terhadap cairan oral, tidak mudah pecah, tahan aus, memiliki daya tekan yang kuat setidaknya setara dengan enamel, memiliki dimensi yang stabil, memiliki koefisien ekspansi termal yang kompatibel dengan struktur gigi disekitarnya, memiliki karakteristik penanganan yang mudah, waktu kerja yang ideal, dan dapat ditempatkan dengan mudah (Pinkham, 1988). Indikasi penggunaan SSC yaitu sebagai berikut (McDonald dan Avery, 2004). a. Gigi molar desidui yang sudah mengalami karies yang luas.
b. Gigi yang mengalami malformasi seperti hipoplasia, hipokalsifikasi, dentinogenesis imperfekta, dan amelogenesis imperfekta. Kelainan ini menyebabkan gigi mudah terkena karies, karena permukaan oklusal gigi menjadi kasar yang dapat menyebabkan retensi dari plak. c. Karies proksimal yang memerlukan preparasi sampai permukaan bukal dan atau atau lingual. d. Gigi yang sudah mengalami perawatan endodontik . Struktur dentin pada gigi yang non vital lebih rapuh dan dapat menjadi fraktur karena tekanan oklusal dari kekuatan pengunyahan. e. Gigi molar desidui sebagai pegangan pada perawatan space maintainer atau sebagai retensi alat orthodonsi lepasan. Menurut Andlaw dan Rock (1992) tahap-tahap pemasangan restorasi SSC yaitu: a. Preparasi Gigi 1) Preparasi Oklusal Menggunakan bur fissure untuk mengurangi bagian oklusal sedalam 11,5 mm. Preparasi dimulai dari pit dan fissure kemudian diperluas hingga cusp, diratakan hingga kedalaman sama. 2) Preparasi Proksimal Menggunakan bur tapered diamond yang ditempatkan pada embrasur bukal atau lingual dengan posisi sudut kira – kira 20° dari vertikal dan ujungnya pada margin gingiva. Preparasi dilakukan dengan suatu gerakkan bukolingual mengikuti kontour proksimal gigi. 3) Preparasi Bukal dan Lingual Menggunakan bur tapered diamond permukaan bukal dan lingual dikurangi sedikit sampai ke gingival margin dengan kedalaman kurang lebih 1 – 1,5 mm. Sudut – sudut antara kedua permukaan dibulatkan baik bukal, lingual, maupun dengan proksimal. b. Pemilihan Mahkota Mahkota dipilih sesuai jarak mesio-distal gigi susu sebelum preparasi dengan mempertimbangkan pemilihan mahkota yang sedikit lebih besar dengan tujuan pada bagian servikal nantinya akan di bentuk dan dibuat rapat. c. Mencoba Mahkota SSC yang sudah dipilih diletakkan pada gigi yang telah dipreparasi dan diamati bagian gingiva. Mahkota yang terlalu tinggi atau rendah menyebabkan oklusi tidak baik dan tidak dapat memasuki sulkus gingiva. Mahkota yang telalu besar dipotong menggunakan gunting. Pengurangan
bagian servikal mahkota dilanjutkan dengan mencobakan kembali mahkota pada gigi. d. Membentuk Mahkota Membentuk mahkota dengan menempatkan tang dengan paruh cembung sebelah dalam dan paruh cekung sebelah luar mahkota yang akan dibentuk. Crimping dan conturing dilakukan pada tepi-tepi mahkota. e. Polishing Permukaan kasar akan mengiritasi gingiva dan memudahkan penumpukan plak. Margin mahkota dihaluskan menggunakan stone bur dan rubber wheel polish. f. Sementasi Bahan sementasi berupa zinc oxide eugenol dimasukkan pada bagian dalam mahkota, kemudian insersikan mahkota pada gigi. Kelebihan bahan perekat dibersihkan menggunakan sonde dan dental floss. 2. Poly Carbonate Crown (PCC) Mahkota polikarbonat dibuat dalam berbagai ukuran dan menghasilkan restorasi yang baik bentuknya bagi gigi sulung anterior. Keuntungan dari poly carbonate crown adalah estetik baik, fleksibel, dan adaptasi lebih baik. Kekurangan dari PCC adalah perubahan warna gigi dan kerapuhan gigi (Lee, 2002). Teknik pemasangan mahkota polikarbonat yaitu sebagai berikut (Andlaw dan Rock, 1992). a. Preparasi gigi dimulai dengan menghilangkan jaringan karies menggunakan round bur b. Preparasi proksimal, bukal, palatal, dan insisal sebanyak 1-1,5 mm c. Preparasi gigi untuk membuat retensi berupa artifisial groove dengan menggunakan inverted bur didaerah 1/3 gingival, mengelilingi gigi (Duggal dkk., 2002). d. Pasang dan cobakan mahkota pada gigi yang telah di preparasi e. Bagian margin mahkota dapat dikurangi seperlunya f. Bagian dalam mahkota dibuat kasar dengan tujuan untuk meningkatkan retensi mekanik bagi bahan semen g. Sementasi pada mahkota dan kelebihan semen dibersihkan dengan menggunakan sonde
DAFTAR PUSTAKA Andlaw, R.J., Rock, W.P., 1992, Perawatan Gigi Anak, Edisi 2, EGC, Jakarta. Baum, L., Phillips, R.W., Lund, M.R., 1997, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, Edisi 3, EGC, Jakarta. Cameron, A.C., Widmer, R.P., 2003, Handbook of Pediatric Dentistry, Ed 2nd, Mosby, Tokyo.
Duggal, M.S., Curzon, M.E.J., Fayle, S.A., Toumba, K.J., Robertson, A.J., 2002. Restorative Technique in Peadiatric Dentistry. Ed 2nd, Martin Dunitz, London. Hartono, R., Kosasih, A., Hidayat, H., Morganelli, J.C., 2001, Estetik dan Prostetik Mutakhir Kedokteran Gigi, Hipokrates, Jakarta. Lee, J.K., 2002, Restoration of Primary Anterior Teeth: Review of the Literature, Pediatric Dentistry, 24(5): 506-10. Mathewson, R.J., Primosch, R.E., 1995, Fundamentals of Pediatric Dentistry, Quintessence Publishing, Chicago. McDonald, R.E., Avery, D.R., 2004, Dentistry for Child and Adolescent, Ed 8th ., Mosby, St. Louis. Pinkham, J.R., 1988, Pediatric Dentistry : Infancy Through Adolescence, W.B.Saunders Company, Philadelphia.