ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN PEMASANGAN PEMASANGAN BIDAI
Nama klien
: Ny.K
Diagnosa Medis : Fraktur Tertutup No register
: 20856
Tanggal masuk :12 Februari 2013 (Jam 10.30)
1. Diagnosa keperawatan dan dasar pemikiran
a.
Diagnosa keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang DS : -
Klien mengatakan kesakitan di bagian kaki kiri
-
Klien mengatakan terpeleset ke selokan ketika sedang menyapu
DO : 1) hasil rongsen terlihat adanya fraktur cruris 1/3 dist al 2) Klien terlihat menangis kesakitan 3) Kaki terlihat bengkak b.
Dasar pemikiran Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter, 2002 ; Bare, 2002). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2002) Adanya
patahan
mengakibatkan
tulang
atau
sendi
saling
bergesekan atau terjadi pergerakan yang berdampak pada rasa nyeri yang dialami oleh klien. Oleh karena intervensi utama yang harus diberikan
adalah melakukan pembidaian yang bertujuan untuk mengimobilisasi (mempertahankan posisi bagian patah agar tidak bergerak) sehingga mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan, mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul, selain itu pembidaian juga mencegah terjadinya komplikasi dari fraktur serta mempermudah transfer pasien, untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah. 2. Tindakan keperawatan yang dilakukan
Pemasangan Bidai pada Ny. K dilakukan untuk mencegah pergerakan tulang yang
patah,
mencegah
bertambahnya
perlukaan
pada
patah
tulang,
mengurangi rasa sakit, mengistirahatkan daerah patah tulang 3. Prinsip-prinsip tindakan
a. Bersih b. Bidai harus melebihi dua persendian yang patah c. Bidai harus terbuat dari bahan yang kuat, kaku dan pipih. d. Bidai dibungkus agar empuk. e. Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak jaringan tubuh tapi jangan kelonggaran. Prosedur pemasangan Bidai : 1) Persiapan alat:
Spalk sesuai ukuran
Kasa balutan panjang
elastis verban
Gunting
Plester
2) Prosedur tindakan:
Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
Jika ada luka terbuka maka tangani terlebih dahulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril.
Posisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada posisi anatomi. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi
kesulitan
dalam
meluruskan
pembidaian
maka
pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang dibagian proksimal dan distal
Ukur bidai pada 2 sendi.
Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah tubuh yang keras/peka (lutut, siku,
ketiak,
dll),
yang
sekaligus
untuk
sela
antara
ekstermitas dengan bidai
Ikatlah bidai diatas dan bawah fraktur. Jangan mengikat tepat dibagian yang luka/ fraktur.
Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi pada ekstermitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cidera
Jika memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
4. Analisa tindakan
Dalam kasus ini tidak terdapat luka di lokasi fraktur (fraktur tertutp), penanganan yang diberikan di ruangan dengan mempertahankan prinsip bersih dimulai dengan memposisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada posisi anatomi. meluruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang
mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Prosedur pembidaian dilakukan sesuai dengan teori, karena patah tulang terjadi di tulang cruris maka pembidaian dilakukan dari pergelangan kaki sampai lutut. Tidak diberikan bantalan pada anggota gerak tubuh yang dibidai atau pada sela – sela yang kosong, sehingga bidai akan lebih kokoh dan lurus. Pembidaian tidak dilakukan terlalu ketat atau longgar sehingga tidak mengganggu sirkulasi ekstremitas yang dibidai namun telah mampu memcegah pergerakan atau pergeseran tulang. 5. Bahaya yang dapat terjadi
Bila pemasangan bidai terlalu longgar dapat menimbulkan gerakan pada
tulang yang patah Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan , beberapa hal berikut
yang bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian : cedera pembuluh darah, syaraf atau jaringan lain di bawahnya bila bidai terlalu ketat. Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan
pembidaian Gangguan sirkulasi atau saraf ,iskemi jaringan akibat pembidaian yang
terlalu ketat 6. Hasil yang didapat dan maknanya
S: -
Klien mengatakan kaki terasa sakit jika digerakan
-
klien mengatakan lebih nyaman setelah dibidai
-
Composmentis
-
Kaki kiri terpasang bidai
O:
A: Masalah teratasi sebagian. Masalah gangguan mobilisasi akibat fraktur belum teratasi. P : Lanjutkan Intervensi
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Kaji kemampuan melakukan ambulasi
Evaluasi keluhan nyeri, pertahankan lokasi dan karakteristik nyeri termasuk intervensi (skala 0-10)
Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage)
7. Tindakan keperawatan lain untuk diagnosa tersebut (mandiri dan kolaborasi) 1) Pantau respon nyeri pasien 2) Pantau timbulnya dislokasi pada tulang 3) Pantau KU pasien 4) Pantau TTV pasien 5) Kolaborasi pemberian analgesik 8. Evaluasi Diri Tindakan ini sudah dilakukan sesuai prosedur. Pembidaian dilakukan secepat mungkin untuk meminimalkan komplikasi dari fraktur. 9. Daftar Pustaka ▪
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8. 2002. Jakarta : EGC.
▪
Doenges E. Marlynn. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC.
▪
Gallo & Hudak. Keperawatan Kritis, edisi VI. 1997. Jakarta : EGC.
▪
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Buku I. 1994. Jakarta : EGC.
▪
Smeltzer, Suzanne et al. (2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner-Suddarth Vol 1. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Semarang, 12 Februari 2013 Pembimbing klinik,
Eko Susanto
Mahasiswa,
Nurista Latief Wijayanti 22020112210052