2 r u t k e t i s r A i r o e T n a d h a r a j e S
. T . M , . T S , y d a u F l u r h a Z : n e s o D
3 1 0 2
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI ORGANIC ARCHITECTURE
YAYANG NISFULAWATI (1104104010046) HARDEA NOVRITA (1104104010085)
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI A. SEJARAH ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI Dekonstruksi adalah aliran arsitektur yang muncul sekitar 1970 dan menggantikan tren Post-Modern pada saat itu. Dekonstruksi berarti membongkar, pembongkaran disini berarti menata ulang desain lama dengan konsep dasar yang sama sekali baru. Dekon struksi merupakan kata untuk memperjelas hubungan Post-Modern dengan PostStrukturalis. Kata “Dekonstruksi” dipetik dari buku Jacques Derrida, De La Grammatologie (1967), seorang ahli
Post-Strukturalis yang juga seorang ahli bahasa, filsuf dan budayawan Perancis kelahiran Algeria, tahun 1930. Pakar ini menelaah secara radikal teori ilmu bahasa yang pada waktu itu menganut Strukturalisme yang pernah dikembangkan oleh Ferdinand deSaussure antara tahun 1906-1911. Sasaran Derrida adalah mendekonstruksikan cara berpikir metafisika fenomenologi tentang ada (being) dan kehadiran (presence). Dari latar belakang di atas dapat digambarkan bahwa pandangan dekonstruksi lahir dari suatu atmosfir yang berlandaskan pada konsep “filosofi-anti” yang merupakan paradigma konseptual untuk menelusuri pemahaman istilah dekonstruksi dalam
arsitektur, yaitu : • Logo Sentris, tidak adanya metaphora titik awal dan titik a khir dari konfigurasi denah menyebabkan sebuah karya berkesan “tidak selesai”. Konfigurasi ini mampu memberi peluang ba gi penikmat untuk melengkapi imajinasinya. • Anti -Sintesis, konsep anti-sintesis mengandung penolakan terhadap pandangan sementara bahwa arsitektur
adalah sintesis. • Anti Fungsional, dekonstruksi mendasarkan paham bahwa antara bentuk (form) dan fungsi (function) bukan
merupakan hubungan yang dependent melainkan lebih pada hubungan independent yang sejalan dengan konsep disjunctive di atas. • Anti Order, Order akan menghasilkan ekspresi keutuhan dan kestabilan. Order dalam arsitektur yang berakar
pada arsitektur klasik seperti unity, balance, dan harmony, akan memberi kecenderungan pada pembentukan space yang figuratif. Arsitektur dekonstruksi bukan mengarah pada kecenderungan ruang dan obyek yang figuratif karena arsitektur yang figuratif akan memperkuat keabsolutan order. Sejak pameran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yang diadakan di Museum Seni Modern di New York pada bulan Juli dan Agustus 1988, Dekonstruksi memberikan angin segar bagi dunia Arsitektur hingga dapat meneruskan atau menggantikan gaya Internasional (International Style), y ang dalam tahun tigapuluhan juga diperkenalkan dalam Museum yang sama. Tentu ini merupakan sukses besar bagi para dekonstruktivis yang ikut pameran itu, yaitu : Frank O. Gehry, Daniel Libeskind, Ren Koolhaas, Peter Eisenman, Zaha M. Hadid, Coop Himmelblau dan Bernard Tschumi. Aliran baru pada masanya ini merupakan ‘bahasa ekstrim’ di dalam modernism d an menekankan pada
prinsip sesuatu yang diekspresikan secara berlebihan dari motif -motif yang sudah familiar sebelumnya. Dekonstruksi juga berusaha mencari dan menampilkan bentuk -bentuk spektakuler. Motto dari dekonstruksi adalah “Bentuk mengikuti fantasi (Form follows fanta sy)”. Dekonstruksi merupakan sebuah konsep “mengganggu kesempurnaan (disturbed perfection)”, contohnya seperti tumpukan bata atau sebuah model mainan konstruksi
yang kemudian diruntuhkan di atas meja. Ini menghasilkan model abstrak, untaian dari elemen-elemen, dengan ukuran yang tidak teratur, struktur yang kacau, terlihat lemah dimana setiap saat bisa saja runtuh. Pada arsitektur dekonstruksi yang ditonjolkan adalah geometri 3-D bukan dari hasil proyeksi 2-D sehingga muncul kesan miring dan semrawut yang menunjuk kepada k ejujuran yang sejujur-jujurnya. Penggunakan warna sebagai aksen juga
ditonjolkan dalam komposisi arsitektur dekonstruksi sedangkan penggunaan tekstur kurang berperan. Bangunan yang menggunakan langgam arsitektur dekonstru ksi memiliki tampilan yang terkesan ‘tidak masuk akal’, dan memiliki bentukan abstrak yang k ontras melalui permainan bidang dan garis yang simpang siur. Ketidakteraturan dan melawan prinsip-prinsip konstruksi dari bangunan merupakan ciri yang khas dari a rsitektur Dekonstruksi.
B. PENGERTIAN ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI Arsitektur dekonstruksi merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang merupakan usaha -usaha percobaan untuk melihat arsitektur dari sisi yang lain. Dekonstruksi berarti membongkar, pembongkaran disini berarti menata ulang desain lama dengan konsep dasar yang sama sekali baru. Derrida mengembangkan konsep dekonstruksi kedalam berbagai eksperimen yang mengekspresikan ciri kebebasan retorikal atas struktur komposisi formal. Pandangan dekonstruksi la hir dari suatu atmosfir yang berlandaskan pada konsep “filosofi -anti kemapanan”. Dekonstruksi juga merupakan reaksi terhadap modernisme dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan filsafat. Modernisme dalam perkembangan filsafat ilmu berdasar pada ratio, logos dalam intelektual manusia. Sebagaimana peranan logos, yaitu menciptakan, mengorganisasi, menyusun suatu jalan pikiran dengan sistem yang jelas, maka hal-hal yang kecil, hal-hal yang dasar menjadi hilang. Pengalaman individual, pengalaman pribadi yang begitu “kaya” biasanya dihilangkan demi mencapai suatu konstruksi yang jelas, tegas dan tepat. Kata ‘dekonstruksi’ dipergunakan Derrida dalam buku De la Grammatologie (1967), di mana kata tersebut
merupakan terjemahan dari istilah Heidegger, yaitu: destruktion dan abbau. Dalam konteks ini, keduanya mempunyai kesamaan pengertian sebagai: operasi yang dilakukan atas struktur atau arsitektur ‘tradisional’ dari konsep dasar ontology atau metafisik barat (occidental). Tetapi dalam bahasa Perancis, istilah destruction mengimplikasikan suatu pengancuran total, tetapi Derrida tidak menginginkan adanya penghancuran yang total itu. Untuk itulah Derrida memakai kata ‘deconstruction’ yang diketemukannya dalam Littre untuk menandai
maksudnya dalam bahasa Perancis. Rumusan Derrida mengenai dekonstruksi (deconstruction) tidak pernah secara definitif diperoleh. Kesulitan terletak pada Phenomenon deconstruction sebagai gejala “mengada” yang tidak pernah menuju ke arah kebakuan. Derrida mengatakan bahwa “dekonstruksi buk an semata-mata metoda kritis”. Metoda kritis perlu
diartikan sebagai memiliki sifat kritis terhadap dirinya sendiri. Dengan hakekat kritis ini maka wilayah jelajah dekonstruksi tidak dibatasi pada konteks filosofi saja. Selain itu, oleh Derrida dekonstruksi juga dianggap bukanlah merupakan metoda berpikir yang destruktif, karena senantiasa membongkar habis struktur-struktur makna dan bangun suatu konsep. Menurut Derrida “sikap dekonstruksi senantiasa afirmatif da n tidak negatif”, sebab sesuatu
yang negatif tidaklah membuka diri pada pencarian pemahaman lebih utuh.
C. PRINSIP ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI Arsitektur dekonstruksi juga telah menggariskan beberapa prinsip penting mengenai arsitektur:
1. Tidak ada yang absolut dalam arsitektur, sehingga tidak ada satu langgam yang dianggap terbaik sehingga semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. 2. Tidak ada pen’dewa’an tokoh dalam arsitektur sehingga tidak timbul kecenderungan pengulangan ciri antara
arsitek satu dan yang lain hanya karena arsitek yang satu dianggap dewa yang segala macam karyanya harus ditiru. 3. Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus diakhiri, sehingga perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah kepada keragaman pandangan dan tata nilai.
4. Pengutamaan indera penglihatan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu karya dala m arsitektur harus diakhiri. Potensi indera lain harus dapat dimanfaatkan pula secara seimbang.
Selain prinsip-prinsip di atas, ada juga empat prinsipal dekonstruksi yang dapat ditransformasikan dan diaplikasikan melalui arsitektur yang merupakan buah pikir Derrida dan pengembangan dari Michael Benedikt, yaitu : 1. DIFFERENCE
Difference menurut Derrida bukanlah suatu konsep atau kata, meminjamkan dari pengertian Culler tentang definisi difference secara harfiah, Benedikt mendefinisikannya ke dalam tiga hal : Difference Sistem perbedaan-perbedaan universal yaitu, pengaturan ruang/jarak/spasi (spacing), dan perbedaan -perbedaan antara sesuatu/dua hal (distinctions between things); perhatiannya buk an terhadap kosakata tersebut, melainkan lebih kepada dimensi di sepanjang pokok soal dalam pembedaan koskata tersebut untuk saling memisahkan diri dan saling memunculkan. Deferral Proses dari meneruskan (passing along); menyerahkan (giving over); menunda atau menangguhkan (postponing); pen-skors-an (suspension); mengulur (protaction) dan sebuah jarak dalam waktu (a ‘spacing’ in time). Differing Pengertian berbeda yang ditunjukkan dengan tidak sependapat (disagreeing); tidak sepakat (dissenting) atau bahkan penyembunyian (dissembling). Selain memiliki pengertian diatas, difference juga sangat dekat artinya dengan kata Jepang ma yang artinya interval in space, interval in time dan moment/place/occasion. Pengertian dari ma ini lebih dekat pada hubungannya dengan penundaan waktu atau jarak waktu antara dua hal. Mendefinisikan seluruh pengertian tentang difference tersebut ke dalam satu pengertian tidak mudah. Dengan demikian, Benedikt memusatkan perhatiannya pada kata difference ini dalam tiga hal pokok yaitu, sistem universal kata difference dengan penekanan tidak pada arti katanya, proses pembedaannya dan pengertian yang ditimbulkan akibat pembedaan tersebut. 2. HIERARCHY REVERSAL
Segala sesuatu yang ada di dunia merupakan pasangan sebab akibat. Pasangan-pasangan ini berlaku di semua bidang, misalnya: di luar - di dalam, siang-malam, baik -buruk, benar-salah dan juga keberadaan-ketiadaan. Hubungan seperti ini disebut hubungan vertikal atau hirarkis. Benedikt melakukan dekonstruksi terhadap hirarki ini, khu susnya untuk menyerang adanya hirarki antara ‘presence -absence’. Menurutnya, presence tidaklah demikian sederhana. Kehadiran presence tidak akan dapat berarti tanpa disadarinya adanya absence. 3. MARGINALITY DAN CENTRALITY
Marginalitas dan sentralitas merupakan masalah titik ‘pokok’ yang dapat digunakan untuk menunjuk pada pengertian ‘penting’ dan ‘tidak penting’. Pengertian kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut :
Marginality/ Marginalitas Menunjukkan kedekatannya dengan batas-batas, pinggiran batas luar dan perbatasan terhadap apa yang ada di dalam dan apa yang ada di luar. Kata ‘margin’ mempunyai arah yang dibangun menuju ke pusat (central). Margin
sangat dekat dengan ambang batas, tetapi bukan ambang batas itu sendiri.
Centrality/ Sentralitas Menyatakan secara tidak langsung sebuah kedalaman dan pusat (heart), tempat makna/ arti terkonsentrasi dan merupakan ‘gravitasi’.
Dengan melihat central dan marginal berpindah tempat dengan ditukar atau dipertentangkan atau ditindas/ditahan secara dekonstruksi, maka mereka menjadi semakin menarik, dan dengan cara demikianlah semuanya dapat dilihat secara lebih jelas. 4. ITERABILITY DAN MEANING Untuk memahami iterability dan meaning adalah terkait dengan konsep Derrida tentang ‘tulisan’ atau ‘ teks’.
Dalam ilmu bahasa, suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang pada konsteks yang berbeda. Ini berarti bahwa ‘kata’ tergantung pada interability, dimana suatu kata adalah tergantung pada
bisa tidaknya diulang-ulang. Dengan adanya p erulangan ini merupakan pertanda adanya ‘meaning’. Dalam arsitektur, penggunaan unsur arsitektural secara berulang-ulang akan membuka pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dimaksudkannya. Unsur arsitektur tersebut dapat berupa; batu-bata, jendela, pintu, kolom sampai bentukan geometri dan hubungan abstrak formalnya. Salah satu contoh bangunan yang mengusung dekonstruksi adalah The Vila Olimpica Hotel Arts karya Frank O. Gehry yang berlokasi di Olympic Village, Barcelona, Spanyol ini memiliki luas 150.000 square feet. Dengan waktu pelaksanaan yang cukup lama (1989-1992), bangunan ini menjadi sebuah karya yang unik. Dengan menampilkan bentukan – bentukan trimatra, bangunan yang merupakan transformasi dari bentuk ikan yang direalisasikan dala m sebuah konstruksi sepanjang 54 meter dengan ketinggian 35 meter. Dengan bentukan dan dimensi seperti ini, bangunan ini menjadi landmark bagi daerah sekitar. Frank Gehry, di dalam mengkomposisikan ruang dan bidang tidak nampak prinsip-prinsip order dari arsitektur klasik yang digunakan seperti: unity, harmony, dan balance. Secara keseluruhan bangunan meninggalkan citra sebagai suatu k omposisi yang retak, terpunting, dan berkesan belum selesai. Sejak pameran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yang diadakan di Museum Seni Modern di New York pada bulan Juli dan Agustus 1988, Dekonstruksi menjadi sebuah aliran baru dalam Arsitektur dan dapat meneruskan atau menggantikan gaya Internasional (International Style), y ang dalam tahun tigapuluhan juga diperkenalkan dalam Museum yang sama. Tentu ini merupakan sukses besar bagi para dekonstruktivis yang ikut pameran itu, yaitu : Frank O. Gehry, Daniel Libeskind, Ren Koolhaas, Peter Eisenman, Zaha M. Hadid, Coop Himmelblau dan Bernard Tschumi. Sebenarnya yang memperkasai untuk menerapkan konsep dekonstruksi dalam bidang arsitektur pertama kali adalah Bernard Tschumi. Selanjutnya, bersama mantan mahasiswanya yang bernama Zaha Hadid dan Peter Eisenman, mencoba memperkenalkannya melalui pameran dengan nama “Deconstruction Architecture”. Pada sebuah simposium di “Tate Gallery” di London dalam bulan Maret 1988 terjadi beda pendapat antara pihak
yang berpegangan pada hubungan Dekonstruksi dengan filsafat da n pihak yang memandang Dekonstruksi sebagai perkembangan Sejarah Seni dan Konstruktivisme Rusia. Sukses ini berkat kombinasi filsafat Dekonstruksi; Jacques Derrida dan Konstruktivisme Rusia. Karena itu penting untuk meninjau pertalian antara teori dan praktek, antara renungan dan rancangan. Pada bulan Oktober tahun 1985 pada Colloquium di Paris duapuluh orang Arsitek, filsuf dan kritisi membicarakan peran teori dalam Arsitektur dari arti Arsitektur bagi filsafat.
Aliran Dekonstruksi tidak terdapat dalam Arsitektur saja, bahkan Jacques Derrida telah menemukan logik yang bertentangan dalam akal dan implikasi, dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa sebuah teks tidak pernah
setepatnya mengandung arti yang hendak dikatakannya atau tidak mengatakan yang dimaksudkan. Derrida berpendapat bahwa kegiatan Tschumi dan Eisenman dalam Arsitektur sama dengan perbuatannya dalam filsafat, yaitu kegiatan Dekonstruksi.
D. CIRI-CIRI ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI - Penampilan bidang-bidang simpang siur - Garis-garis yang tidak beraturan - Keseluruhan struktur seperti runtuh - Dekonstruksi membawa bentuk-bentuk geometri yang cenderung berbentuk “aneh”.
E. CONTOH ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
KONSEP RANCANGAN GEDUNG MESINIAGA
Penafsiran atas marka-lingkungan dari pencakar langit milik perusahaan besar yang mencengangkan ini, menjelajahi arah baru dari tipe bangunan yang biasanya tidak bersahabat. Pihak arsitek menjuluki tipe baru ini “bangunan tinggi beriklim -bio” dan memberinya pengendalian iklim serta penghematan energi yang peka. Yang patut dicatat adalah adanya dua spiral “taman angkasa” yang berputar ke atas sambil memberi bayangan dan
kontras visual terhadap permukaan baja dan alumunium dari gedungnya. Rangka beton pra tekan pada gedung itu selanjutnya ditingkahi oleh dua tipe penangkis sinar matahari serta tirai baja dan kaca yang membuat citra High Tech yang organik, apalagi setelah dilengkapi dengan mahkota logam dan umpak pada bagian landasan bangunannya. Menara Mesiniaga merupakan sebuah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Menara Mesiniaga memiliki langgam arsitektur campuran dari langgam kolonial, Cina, Eropa dan Malaysia.
bangunannya diperlihatkan seluruhnya dan penyejukannya dilakukan memlaui Gedung Mesiniaga merupakan buah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagiperancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Yang ditampilkan adalah suatu organisasi spasial memanjang yang diisi dengan hirarki tertentu. Bangunan tersebut memiliki tiga bagian struktur yaitu : umpak berselimut unsur hijau yang terangkat, badan yang bernuansa spiral dengan balkon untuk teras taman dan tirai yang memberi bayangan, dan bagian puncak tempat fasilitas rekreasi berupa kolam renang serta teras beratap. Struktur beton pratekan dan rangka bajapengudaraan alami dan buatan.
1. PEMBACAAN DEKONSTRUKSI GEDUNG MESINIAGA a. KONSEP ‘DIFFERENCE’ PADA RANCANGAN MESINIAGA Konsep difference-nya Derrida nampaknya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan metafisikanya ‘sebuah pohon raksasa’ -nya gedung Mesiniaga , dimana dengan pemaknaan bahwa tanda menghadirkan
sesuatu yang tidak hadir. Dengan menempatkan k onsep taman secara memutar dan kontiniu (continuous planting spiraling up), hal ini telah memberikan suatu makna ingin menghadirkan suatu bangunan y ang di metaforakan sebagai sebuah ‘pohon raksasa’.
Taman yang memutar dan bentuk bangunan yang berbentuk lingkaran adalah sebuah tanda yang menghadirkan sesuatu yang tidak hadir yaitu sebuah pohon yang dilengkapi dengan dedaunan. Sedangkan pohon itu sendiri merupakan tanda ‘ketidakhadiran yang tertunda’ dari apa yang semestinya dihadirkan.
Pohon pada konsep bangunan ini merupakan sebuah metafora dari apa yang seharusnya hadir dalam sebuah pelestraian alam, dimana pohon merupakan suatu unsur yang terpenting dalam memberikan seuatu keseimbangan alam. Spiral ‘taman angkasa’ yang dikembangan di dalam perencanaan bangunan Mesiniaga ini, dimana taman
tersebut berputar ke atas dipakai sebagai alat yang memberikan bayangan yang kontras visual kepada permukaan baja dan alumunium dari gedung tersebut, hal ini juga merupakan sebuah metafor dari apa yang seharusnya hadir yaitu sebuah alam yang ditumbuhi oleh beberapa tanaman yang hijau dan asri. Konsep sebuah pohon, yaitu sebuah unsur alam yang hidup dan tumbuh serta berdiri pada sebuah bidang tanah, merupakan sebuah konsep yang dipergunakan oleh Ken Yeang untuk membuat dan membangun Gedung Mesiniaga. Metafisikanya sebuah pohon terlihat jelas sekali pada bangunan ini, dimana penundaan kehadiran yang seharusnya hadir, sudah merupakan sebuah bukti adanya ‘defference’ -nya Derrida ada di
obyek ini.
Site yang ditata sedemikian rupa dan teratur dan ditumbuhi sebatang pohon pada areal sekitar site tersebut. Pohon-pohon menumbuhkan cabang-cabangnya, kolom-kolom menumbuhkan balok-balok. Pertumbuhan terus berlanjut, batang-batang menumbuhkan dedaunan. Bentuk yang sedang bertumbuh ini dapat kita lihat pada bangunan Gedung Mesiniaga dimana kolom-kolom tersebut dapat kita lihat karena
berada luar bangunan. Selanjutnya kehadiran mahkota baja yang berada pada puncak bangunan ini juga dapat di metaforkan sebagai puncak sebuah pohon yang selalu dipenuhi oleh dedaunan, dimana pemaknaan tersebut merupakan sebuah tanda menghadiran sesuatu makna yang tidak hadir. Sebuah puncak pohon yang selalu dipenuhi dengan dedaunan tersebut merupakan sebuah tanda ketidakhadiran, dimana kehadirannya ditandai dengan hadirnya sebuah rangka baja yang menyerupai sebuah mahkota. Seperti telah diungkapkan pada pembahasan terdahulu tentang penataan tapak, bahwa tanaman di sekitar bangunan yang ditata membentuk spiral pada kulit bangunan juga dipandang sebagai alam yang hijau. Ini sesuai dengan teori Yoshinibu Ashihara, bahwa untuk membentuk sebuah tatanan ruang luar, kita dapat memperlakukan tanaman di taman sebagai masa yang dapat juga membentuk ruang luar, sama seperti masa bangunan, jadi kedudukan masa bangunan dan masa tanaman memang sama bila ditinjau dari pembentukan ruang luar. Kenneth Yeang mengatakan konsepnya tentang rancangannya ini sebagai proses bangunan bio - klimatik, tetapi apa yang terlihat ternyata melangkah lebih jauh dari proses terjadinya sebuah bentuk. Bila kita melihat sketsa dari tema space of one hundred columns kita seolah diajak untuk membayangkan bahwa bentuk tersebut tumbuh dari site itu sendiri. Hal ini terlihat pada site dimana bangunan seakan muncul dari dalam tanah pada sebuah perbukitan.
Konsep “Continuous PalntingSpiraling Up” dari Gedung Mesiniaga
Penerapan konsep tersebut dengan menempatkan taman secara memutar keatas dan diakhiri oleh sebuah mahkota.
Terlihat dikejauahan, memperlihatkan seakan-akan bangunan tersebut tumbuh dari sebuah perbukitan
1.
Pembacaan dekonstruksi pada rumah tradisional Toraja (Tongkonan) Rumah asli Toraja disebut Tongkonan, berasal dari kata ‘tongkon‘ yang berarti ‘duduk bersa ma-sama‘.
Tongkonan selalu dibuat menghadap kearah utara, yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atap tongkonan berbentuk perahu, yang melambangkan asal-usul orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu dari Cina. Di bagian depan rumah, di bawah atap yang menjulang tinggi, dipasang tanduk-tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau ini melambangkan jumlah upacara penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik tongkonan. Di sisi kiri rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih, sedangkan di sisi kanan (menghadap ke arah timur) dipasang rahang babi. a. Konteks difference pada Tongkonan:
Konsep difference Derrida terlihat dari metafisikanya atap perahu pada tongkonan, dimana dengan pemaknaan bahwa tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir. Masyarakat Toraja sangat menghormati leluhur mereka dan mereka menganggap bahwa perihal ‘k ematian’ tak akan terlepa s dari kehidupan
mereka. Itu terlihat dari rancangan a tap Tongkonan yang menyerupai perahu yang k onon dipakai nenek moyang mereka dari Cina untuk berlayar. Jadi disini mereka ingin menghadirkan perahu tersebut sebagai wujud penghormatan mereka terhadap nenek moyang mereka. Bentuk perahu disini lebih sebagai penundaan atau sebuah simbolisasi untuk kehadiran, bukan perealisasian bentuk perahu secara utuh. b. Konteks Hirarki Riversal pada Tongkonan:
Pembalikan hirarki pada Tongkonan ini ialah pada atap perahu Tongkonan. Dimana perahu yang semestinya berada di atas air, namun disini perahu tersebut terletak di darat dan dibagian atas sebagai atap. c. Konteks pusat dan marginal pada Tongkonan:
Marginal adalah yang berada di batas tepian, di luar (out side), karena dianggap tidak penting. Sedangkan pusat adalah bagian terdalam yang menjadi daya tarik, makna dimana setiap gerakan berasal, dan merupakan pusat pergerakan dari marginal. Dalam rumah Tongkonan, pusatnya adalah bagian rumah dan atap perahunya yang menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja, dan marginalnya adalah tiang-tiang panggung penyangga rumah Tongkonan tersebut sehingga memberikan kesan tinggi dan agung pa da rumah Tongkonan tersebut. Selain itu tiang-tiang penyangga juga sebagai pelindung terhadap pusatnya (bagian rumah dan atap). d. Konteks iterabilitas dan m akna:
Iterabilitas berarti pengulangan. Jadi perulangan akan membuka pemahaman yang lebih baik terhadap suatu makna yang dimaksudkan dari sebuah karya arsitektur. Dalam rumah tongkonan ini terdapat perulangan pada bagian-bagian tiang panggung sehingga memberikan filosofi bahwa rumah tersebut tidak akan berdiri kokoh tanpa banyak tiang yang menyangganya, artinya masyarakat Toraja selalu diingatkan untuk bersatu, gotong royong, dan saling tol ong menolong. (dew).
Arsitektur Organik Arsitektur Organik adalah sebuah filosofi arsitektur yang mengangkat keselarasan antara tempat tinggal
•
manusia dan alam melalui desain yang menyelaraskan antara lokasi bangunan, perabot, dan lingkungan menjadi bagian dari suatu komposisi, di persatukan dan saling berhubungan. Secara visual, arsitektur organik mempresentasikan bentuk-bentuk alam yang tidak lurus, radikal dan
•
istimewa. Arsitektur organik juga memperhatikan lingkungan dan harmoni dengan tapaknya. •
Arsitektur organik dipopulerkan oleh Frank Lloyd Wright.
•
Arsitek Gustav Stickley, Louis Sullivan, Bruce Goff, Rudolf Steiner, Bruno Zevi dan Anton Alberts adalah semua arsitek terkenal dalam arsitektur organik.
•
Frank Lloyd Wright sendiri menganggap bahwa bangunan merupakan bagian dari alam, bangunan terkesan seolah-olah muncul dari alam atau dari tapak dimana bangunan itu berdiri. Wright tidak menyukai simetri yang statis, ia lebih menyukai kedinamisan alam yang tidak beraturan.
•
Arsitektur organik biasanya puitis, radikal, aneh dan secara lingkungan dapat dikenali, banyak segi, dan fleksibel. Arsitektur organik mengharmonisasikan antara ruang luar dan ruang dalam.
1. Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Organik •
Arsitektur organik mulai memudar setelah perang dunia kedua. Bentuk -bentuk organik diyakini kurang praktis dan ekonomis, sehingga menyebabkan penolakan terhadap gaya organik pada bangunan.
•
Di era tahun 1950-1960an, arsitektur organik mengalami kebangkitannya kembali. Kebangkitan ini ditandai oleh beberapa pencetus pergerakan modern yang mentransformasikan karakter geometris kaku menjadi karakter yang lebih hidup dan lebih organik.
•
Aplikasi ide-ide organik dari masa ke masa mengalami perubahan, walaupun perubahannya lebih dikarenakan oleh perkembangan teknologi. Pengaplikasian ide organik tersebut antara lain melalui ekspresi bentuk, penggunaan ornamen, sistem struktur, eksplorasi material, dan sebagainya.
2. Ciri-ciri Arsitektur Organik : 1. Terinspirasi bentukan alam 2. Adanya unsur pengulangan 3. Elastis, lentur, mengikuti aliran 4. Pendalaman terhadap konsep serta kepuasan dalam ide bentuk 5. Unik dan lain dari yang lain 6. Penuh dengan kejutan dan permainan 7. Mengkespresikan konsep ide secara kuat
Frank Llyod Wright (1867-1959 •
Frank Lloyd Wright adalah seorang arsitek terkenal dari awal tahun 1900-an dan pelopor arsitektur organik.
•
Wright juga seorang desainer interior andal, yang mengolah sampai ke detail kecil ruang interior, termasuk furniture, seni kaca, dan aspek lainnya.
•
Ia mengembangkan serangkaian gaya y ang bersifat perorangan, mempengaruhi rancang bangunan diseluruh dunia, dan hingga saat ini merupakan arsitek terkenal dari Amerika Serikat.
•
Salah satu karya spektakulerny a adalah “Fallingwater”, sebuah rumah peristirahatan keluarga.
2. Contoh-contoh Bangunan Arsitektur Organik 1. Johnson Wax Building (Frank Lloyd Wright)
Johnson Wax Building merupakan gedung administrasi yang dibangun pada tahun 1936, Wisconsin, Amerika Serikat, dengan konsep yang mengibaratkan seperti pohon yang memiliki akar, batang, dan ranting.
Pada exterior bangunan, konsep batang pohon diaplikasikan pada towernya, dimana Wright meletakkan core ditengah yang diibaratkan seperti batang pohon yang mewadahi ranting-ranting yaitu lantainya.
Pada bagian interior, bentuk kolomnya seperti jamur sehingga disebut juga mushroom pillar. Ruangan ini menciptakan ruang yang terkesan luas dengan kolom-kolom yang ramping.
2. Fallingwater (Frank Lloyd Wright)
Fallingwater adalah rumah yang didesain tahun 1935, Pennsylvania.
Pada karya Wright yang ini, arsitektur organik terlihat jelas karena rumah menyatu dengan alam, dan banyaknya bukaan pada dinding dan atap juga menunjukkan konsep hemat energi.
•
Material batu alam adalah suatu usaha menyelaraskan warna dengan konteksnya. Teras dan ruang keluarga yang berada disudut air terjun memiliki tujuan untuk menyatukan ruang dalam dan luar.
•
Cahaya yang masuk ketika siang hari membuat ruangan tidak terlalu panas karena dukungan alam dan tumbuhan disekitar.
3. Ward Willits House
Ward Willits House dibangun tahun 1901, oleh Frank Lloyd Wright, di High Land Park
Pada rumah Ward Willits ini konsep arsitektur organik bisa dilihat pada bentuk denah yang memperlihatkan bangunan bagian dari alam yang menjalar secara horizontal. Kemudian cerobong asap yang diletakkan dipertemuan atap sebagai “pengikat” ruang -ruang didalam rumah agar menjadi satu
kesatuan.
Rancangan ini memiliki sedikit perbedaan dengan
rancangan terdahulu dimana berkurangnya dekorasi pada dinding. Pada rancangan ini dinding hanya didekorasi dengan garis-garis horizontal berwarna hitam dan dinding dengan background dinding berwarna putih.
Hal ini juga menjadi ciri-ciri arsitektur organik dari
Frank Lloyd Wright dimana dekorasi garis-garis horizontal tersebut digambarkan seperti tumbuh menjalar.
Kesimpulan •
Arsitektur organik adalah arsitektur yang memperhatikan aspek ekologis. Arsitektur organik dan arsitektur hijau sama-sama bertemakan alam dan saling berbaur.
•
Arsitektur organik didesain dengan kesadaran ekologi untuk menciptakan arsitektur ramah lingkungan, jadi tidak hanya mempresentasikan dari segi bentuk saja tetapi juga mempresentasikan proses berkelanjutan seperti alam.
•
Dari sejarah perkembangannya, konsep arsitektur organik yang kemunculannya merupakan sebuah pengulangan.