A. Pengertian 1. Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar mamae pada manusia. ASI merupakan salah satu makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi ba yi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006). ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual. ASI mengandung mengandun g nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam AS I mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2004). Pada persalinan tindakan seksio sesarea seringkali ibu mengalami kesulitan dalam memberikan ASI kepada bayinya segera setelah lahir, terutama jika ibu diberikan anestesi umum. Ibu relatif tidak dapat menyusui bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut membuat proses menyusui sedikit terhambat. Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Beberapa masalah yang terjadi pada ibu setelah menjalani operasi seksio sesarea seperti tindakan anastesi, mobilisasi terganggu, ADL terganggu, serta pemberian ASI langsung setelah melahirkan tidak terpenuhi yang akan mempengaruhi proses menyusui (Manuaba, 2010). Pijat
oksitosin
merupakan
salah
satu
solusi
untuk
mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009). Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang reflek oksitosin atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi
sumbatan
ASI,
merangsang
pelepasan
hormone
oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007; King, 2005) Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pijat oksitosin merupakan tindakan yang dapat dilakuka n pada ibu pasca seksio sesarea untuk meningkatkan produksi ASI sehingga proses menyusui dapat terpenuhi. a. Komposisi ASI ASI bersifat khas untuk bayi karena susunan kimianya, mempunyai nilai biologis tertentu, dan mengandung substansia yang spesifik. Ketiga sifat itulah yang membedakan ASI dengan susu formula. Pengeluaran ASI bergantung pada umur kehamilan sehingga ASI yang keluar dari ibu dengan kelahiran prematur akan berbeda dengan ibu yang bayinya cukup bulan. Dengan demikian pengeluaran ASI sudah diatur sehingga sesuai dengan tuanya kehamilan (Manuaba, 2010). Kandungan yang terkandung dalam ASI diantaranya : 1. Kolostrum Berwarna kuning kental dengan protein berkadar tinggi. Mengandung immunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Z, Fe), vitamin (A, E, K, dan D), lemak dan rendah laktosa. Pengeluaran kolostrum berlangsung sekitar dua tiga hari dan diikuti ASI yang mulai berwarna putih. 2. Karbohidrat Laktosa ialah karbohidrat primer di dalam ASI. Laktosa juga merupakan jenis karbohidrat yang jumlahnya paling banyak dalam diet bayi sampai usia 6 bulan (Bobak, 2004). 3. Protein Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Selain itu, komposisi asam amino ASI sangat sesuai untuk kemampuan metabolisme bayi baru lahir. 4. Taurin
Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. 5. Lemak Lemak pada ASI lebih mudah dicerna dan diabsorbsi daripada lemak di dalam susu sapi. Kandungan lemak dalam ASI sekitar 70-78%. 6. Mineral dan vitamin Kebanyakan mineral dan vitamin yang direkomendasikan terkandung dalam jumlah adekuat dalam ASI. Susu ibu memiliki kandungan kalsium dan zat besi yang rendah, tetapi rasio kalsium terhadap fosfat adalah 2:1. Rasio ini optimal untuk mineralisasi tulang. Kandungan vitamin C dan E dalam ASI dalam jumlah yang adekuat namun kandungan vitamin K lebih rendah. 2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI (Lawrence, 2004) antara lain : 1) Faktor bayi Kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan akan mempengaruhi refleks hisap bayi. Kondisi kesehatan bayi seperti kurangnya kemampuan bayi untuk bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat struktur mulut dan rahang yang kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi produksi ASI, selain itu semakin sering bayi menyusui dapat memperlancar p roduksi ASI. 2) Faktor ibu a)
Faktor fisik Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah adanya kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara hipoplastik. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah usia ibu, ibu ibu yang usianya lebih muda atau kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih tua. Produksi ASI juga
dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan cairan ibu. Ibu yang menyusui membutuhkan 300 – 500 kalori tambahan selama masa menyusui. b)
Faktor psikologis Ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih, kurangnya dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu dapat mempengaruhi kurangnya produksi ASI. Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya tidak mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya perubahan maternal attainment, terutama pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai bayi atau primipara.
c)
Faktor sosial budaya Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media yang memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat menjadi hal-hal yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI.
A. Pengertian Laktasi Laktasi mempunyai dua pengertian, pertama adalah pembentukan air susu dan kedua adalah periode setelah kelahiran dimana pada waktu itu air susu terbentuk (Depkes RI, 1997). Sedangkan menurut Bobak (2000), Laktasi dikatakan sebagai suatu proses dari upaya yang disebut breast feeding (menyusui), sebagai hasil dari kegiatan sejumlah hormon-hormon, refleks-refleks, instingtif dan perilaku pembelajaran ibu dan bayi. Laktasi merupakan bagian integral dari daur reprodu ksi manusia. Laktasi di bawah kontrol hormon pituitari, prolaktin dan oksitosin. Hal ini dipengaruhi oleh proses pengisapan bayi dan emosi ibu (Bobak, 2000). Prolaktin merangsang sel-sel epitel alveoli untuk membuat ASI yang dikenal dengan refleks prolaktin, sedangkan oksitosin menyebabkan kontraksi mioepitel yang melapisi alveoli sehingga ASI bisa mengalir ke duktus, ini dikenal dengan refleks oksitosin atau let down reflex. Laktasi berlangsung di bawah kontrol sejumlah glandula endokrin terutama hormon pituitari, prolaktin dan oksitosin. Peningkatan dan pemeliharaan laktasi pada manusia dibedakan paling tidak dengan tiga faktor : 1. Struktur anatomi dari glandula mammae dan perkembangan alveoli, duktus dan nipple (puting susu). 2. Permulaan dan pemeliharaan ekskresi air susu. 3. Pancaran pengeluaran air susu atau dorongan air susu dari alveoli ke puting susu. Sintesis ASI di dalam alveoli merupakan proses yang kompleks yang akan melibatkan empat mekanisme sekresi yaitu eksositosis, sintesis dan transfer lemak, sekresi ion dan air, serta transfer immunoglobin dan jaringan ekstra seluler. Setelah lahir, inhibisi atau hambatan sintesis ASI oleh plasenta menjadi hilang dan kadar progesteron dalam darah ibu akan menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Antara 30 – 40 jam terjadi perubahan komposisi ASI dengan cepat, antara lain dengan adanya peningkatan sintesis laktosa sehingga menyebabkan volume AS I juga terus
meningkat karena laktosa adalah komponen osmotik ASI yang paling aktif (Bobak, 2000; Akre, 1994). Mekanisme Laktasi (Menyusui)
Mekanisme laktasi atau menyusui dipengaruhi oleh tiga refleks maternal yang utama yaitu : Prolaktin, ereksi nipple dan refleks let down (Bobak, 2000) 1. Prolaktin
Prolaktin ialah suatu hormon peptide yang diproduksi oleh pituitari anterior. Prolaktin merupakan hormon kunci untuk menginisiasi dan mempertahankan sekresi ASI. Adanya reseptor pada puting susu, apabila dirangsang dengan isapan bayi akan menimbulkan impuls yang dikirim ke nervus vagus dan dilanjutkan ke hypotalamus. Hipotalamus merangsang pituitari anterior untuk mengeluarkan prolaktin yang menyebabkan produksi ASI oleh alveoli mammae (Bobak, 2000). Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran ASI tetap berlangsung. 2. Ereksi Nipple
Stimulus pada puting susu yang disebabkan oleh isapan mulut bayi menimbulkan ereksi nipple. Stimulus membuat puting susu lebih menonjol. Refleks ereksi nipple membantu dalam propulsion (dorongan) air susu keluar melalui sinus-sinus laktiferus kearah lubang puting susu. 3. Let Down
Pancaran air susu dari alveoli dan aliran air susu terjadi sebagai hasil pancaran air susu atau disebut refleks let down. Timbulnya stimulus isapan pada hipothalamus akan meningkatkan pengeluaran oksitosin dari pituitari posterior. Kontraksi dari sel-sel muscleike (seperti otot) ini menyebabkan air susu terdorong melalui sistem saluran dan masuk ke sinus-sinus laktiferus dan memungkinkan bayi untuk menyusui.
Tanda keberhasilan let down gampang dikenal dengan pemberian ASI. Refleks let down adalah karakteristik dengan adanya perasaan sensasi yang menimbulkan perasaan adanya tarikan atau memeras dari dalam. Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah jika ibu melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan memikirkan untuk menyusui bayi. Sebaliknya faktor-faktor yang dapat menghambat refleks let down adalah stres, seperti keadaan bingung (pikiran kacau, takut, cemas). Keadaan emosi dan
psikologik
ibu
mempengaruhi
sikap
ibu
dalam
menyusui.
Daftar Pustaka
Akre, J, 1994, Pemberian Makanan Untuk Bayi Dasar-Dasar Fisiologis,.
Perinasia, Jakarta.
Bobak, Irene M. (2000). Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Edisi 1 Jilid 2,
Bandung: IAPK Padjajaran.