ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
Dosen Pengampu : Ns. Dera Alfiyanti, S.Kep, M.Kep
DISUSUN OLEH :
NAMA : ARBELLA NOVANTICA NOVANTICA NIM : G2A011009
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN AJARAN 2011-2012
DAFTAR ISI
BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................. .................................................... ............................................. ............................................ ..................... 1
BAB II
: KONSEP DASAR
A. Pengertian ............................................. ................................................................... ............................................ .................................... .............. 2 B. Etiologi / Predisposisi ................ ...................................... ............................................ ............................................ ......................... ... 3 C. Patofisiologi ............................................................ .................................................................................. ........................................ .................. 4 D. Menifestasi Klinik ............................................ .................................................................. ............................................ ......................... ... 5 E. Penatalaksanaan .......................................................... ................................................................................ .................................... .............. 6 F. Pengkajian Fokus .................................. ........................................................ ............................................ .................................... .............. 8 G. Pemeriksaan Penunjang .......................................... ................................................................ ........................................ .................. 10 H. Pathways Keperawatan ........................................ .............................................................. ........................................... ..................... 12 I. Diagnosa Keperawatan ...................................................... ............................................................................ ............................. ....... 13 J. Fokus Intervensi dan Rasional Ras ional ........................................... .................................................................. ............................. ...... 13
BAB III
: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................... ................................................................. ............................................ .................................... .............. 18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat mengetahui penyakit anemia hanya menyerang orang dewasa. Tetapi pada kenyataanya, penyakit anemia tidak hanya menyerang orang dewasa melainkan menyerang anak-anak dan bayi yang masih rentan sekali terhadap berbagai penyakit. Fakta yang menunjukkan bahwa anemia tidak hanya menyerang orang dewasa adalah berdasarkan hasil-hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita hamil 50-70 %, anak balita 30-40 %, anak sekolah 25-35 % dan pekerjaan fisik berpenghasilan rendah 3040 % (Husaini, 1989). Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)1995, prevalensi rata-rata nasional pada ibu hamil 63,5 %, anak balita 40,1 % (Kodyat, 1993). Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rnedahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya angka kesakitan, dengan demikian tingginya angka pada anak-anak balita harus lebih diperhatikan, agar angka presentasinya tidak terus bertambah. Hal ini terjadi karena biasanya pada anak balita, sering terjadi anemia defisiensi zat gizi, ini secara perlahan – lahan akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. Anak – anak akan lebih mudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh dan dalam hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (Wijayanti, T, 1989). Dengan adanya banyak fakta yang disebutkan diatas, maka mengenai penyakit anemia pada anak, penulis mencoba untuk mengulas tentang bagaimana cara perawatan terhadap anak yang menderita penyakit anemia secara spesifik dan cara pencegahan terhadap penyakit anemia pada anak secara dini. Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih tahu tentang anemia pada anak – anak, sehingga apabila terdapat tanda – tanda yang muncul mengenai penyakit anemia dapat segera diatasi dan dirawat secara intensif.
BAB II KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Anemia adalah istilah menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit melainkan merupkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terjadi kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkat oksigen ke jaringan. ( Smeltzer .2002 ). Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal. ( Handayani.2008 ) Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah. (Doenges, 2000). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah. (Price.2006). Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah.1997). Jadi, anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patofisiologis yang mendasar
yang diuraikan melalui anemnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Klasifikasi anemia menurut Muttaqin,Arif (2008): Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan etiologi : 1. Klasifikasi morfologi : a) Anemia Normositik Normokrom b) Anemia Makrositik Normokrom c) Anemia Mikrositik Hipokrom 2. Klasifikasi etiologi : a) Hemolisis : merupakan penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah.
B. ETIOLOGI Menurut Muttaqin Arif(2008), berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kurangnya kofaktor untuk eritropoesis, seperti : asam folat, vitamin B12, dan besi . Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan (oleh tumor atau obat) atau rangsangan yang tidak memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal kronis. Peningkatan penghacuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas sisem retikuloendotelial yang berlebihan. (misal : hipersplenisme ) atau akibat sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah abnormal. Penyebab anemia yang lain yaitu : 1) Perdarahan hebat a. Akut (mendadak) 1. Kecelakaan 2. Pembedahan 3. Persalinan 4. Pecah pembuluh darah b. Kronik (menahun) 1. Perdarahan hidung 2. Wasir (hemoroid) 3. Ulkus peptikum
4. Kanker atau polip di saluran pencernaan 5. Tumor ginjal atau kandung kemih 6. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
2) Berkurangnya pembentukan sel darah merah 1. Kekurangan zat besi 2. Kekurangan vitamin B12 3. Kekurangan asam folat 4. Kekurangan vitamin C 5. Penyakit kronik
3) Meningkatnya penghancuran sel darah merah 1. Pembesaran limpa 2. Kerusakan mekanik pada sel darah merah 3. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah 4. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal 5. Sferositosis herediter 6. Elliptositosis herediter 7. Kekurangan G6PD 8. Penyakit sel sabit 9. Penyakit hemoglobin C 10.Penyakit hemoglobin S-C 11.Penyakit hemoglobin E 12.Thalasemia 4) Kegagalan dan kerusakan sumsum tulang 1. Anemia aplastik 2. Keganasan 3. Osteoporosis 4. Myelo fibrosis (penyakit ginjal kronis dan defisiensi vitamin D)
C. PATOFISIOLOGI Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah
merah
berlebihan
atau
keduanya.
Kegagalan
sumsum
(misal.berkuranganya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar zat toksik, invasi tumor, atau kebanyakan penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui peradarahan atau hemolisis( destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahahan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelia, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma ( konsentrasi normalanya 1 mg/ dl atau kurang ; kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera) Apabila sel darah merah mengalami pengancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasma melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (misal: Apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl ) hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Jika ada atau tidak adanya hemoglobinemia atau hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisi dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut. (Smeltzer, 2002)
D. MANIFESTASI KLINIS (Menurut Handayani,2008) Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :
1. Gejala umum anemia Gejala umum anemia dapat juga disebut sebagai sindrom atau anemic syndrome. Gejala umum atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemglobin yang sudah menurun sedemikian rupa dibawah e titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ – organ yang terkena : a. Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat berktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung. b. Sistem syaraf : sakit kepala, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas. c. Sistem urigenital : gangguan hid dan libido menurun. d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus. 2. Gejala Khas masing-maing anemia Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah, sebagai berikut : a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis. b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue). c. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi. d. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali. 3. Gejala akibat penyakit dasar Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya : anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala, seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
E. KOMPLIKASI Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. (Sjaifoellah, 1998).
F. PENATALAKSANAAN a) Penatalaksanaan umum Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. 1)
Transplantasi sel darah merah.
2)
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3)
Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4)
Menghindari
situasi
kekurangan
oksigen
atau
aktivitas
membutuhkan oksigen. 5)
Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6)
Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) : 1)
Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
yang
a) Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. b) Pemberian preparat Fe c) Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan d) Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan. 2)
Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3)
Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4)
Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan
pemberian cairan dan transfusi darah. b) Penatalaksanaan Terapi Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini : a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan. b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efesien. Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah : a. Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut. b. Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia yang di jumpai, misalnya preperat besi untuk anemia defesiensi besi. c. Terapi kausal, terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defesiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang. d. Terapi ex-juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi kembali. (Wiwik&Hariwibowo, A. S (2008)
G. PENGKAJIAN FOKUS 1. Demografi Nama
:
Usia
:
Tanggal Lahir
:
Jenis Kelamin
:
Suku Bangsa
:
Tanggal Masuk
:
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama : kelemahan, kelelahan, malaise b. Riwayat konsumsi obat c. Riwayat minum alcohol d. Riwayat terjadinya kehilangan darah berlebihan e. Riwayat keluarga f. Riwayat nutrisi : kekurangan nutrisi esensial seperti besi, Vitamin B12 dan asam folat
Menurut doengoes (2000) , asuhan keperawatan pada klien dengan anemia pengkajiannya adalah sebagai berikut : 1.
Pengkajian a.
Aktivitas/istirahat
Gejala
:
keletihan,
kelemahan,
malaise
umum.
Kehilangan
produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat
(penurunan
aliran
darah
ke
perifer
dan
vasokontriksi
kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP). c.
Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya : penolakan transfuse darah. Gejala : depresi. d.
Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine Tanda : distensi abdomen. e.
Makanan/cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Tanda : Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. f.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan
pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP). g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara, sakit kepala (DB) h.
Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea. i.
Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB), Hilang libido (pria dan wanita), Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Wiwik&Hariwibowo (2008) pemeriksaan laboratorium pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut : a.
Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut : 1) Tes penyaring Tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi. 2) Pemeriksaan rutin Merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. 4) Pemeriksaan atas indikasi khusus Pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini: a)
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin
serum. b) Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12. c)
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
b.
c.
Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi : 1)
Faal ginjal
2)
Faal endokrin
3)
Asam urat
4)
Faal hati
5)
Biakan kuman
Pemeriksaan penunjang lainnya, pada beberapa kasus anemia diperlukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1)
Biopsy
kelenjar
uang
dilanjutkan
dengan
pemeriksaan
histopatologi 2)
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.
3)
Pemeriksaan sitogenetik.
4)
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction,
FISH = fluorescence in situ hybridization).
I. PATHWAYS KEPERAWATAN
Hemalosis oleh aktivitas sistem retikulo endotelin yang
Sel darah merah Kekurangan darah akut
sedikit O2 yang
Dan kronis
sumsum tulang tertkan
dikirim ke jaringan
(oleh tumor/obat)
Hipoksia Jaringan
Mekanisme kompensasi tubuh : 1. 2. 3. 4.
Frekuensi Pernapasan
Resiko tinggi pola napas tidak efektif
frekuensi jantung
Curah jantung dan pernapasan Pelepasan O2-hemoglobin Mengembangkan volume plasma Redistribusi alirandarh ke organ-organ vital
Perfusi Jaringan
perfusi ke saluran cerna
beban kerja jantung
Anoreksia, nausea,
Hipertrofi ventrikel
aliran darah tidak
Pengisian LV
adekuat ke sistematik
aliran tidak adekuat ke jantung & otak
Curah jantung
kelemahan fisik
Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari
sakit kepala
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan
resiko tinggi stroke dan iskemia miokard
Nyeri dada
BB
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Aktual / Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah disirkulasi. 2. Aktual / Resiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan menurunnya suplai darah ke miokardium. 3. Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan diparu sekunder dari edema paru akut. 4. Aktual / Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, muntah, anoreksia. 5. Aktual / Resiko tinggi intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan.
K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. DX : Aktual / Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah disirkulasi. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perfusi perifer meningkat Kriteria Hasil : 1. Klien tidak mengeluh pusing 2. TTV dalam batas normal 3. Konjungtiva merah (tidak pucat) 4. CRT < 3 5. Urine > 600 ml/hari
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji status mental klien secara teratur.
Mengetahui derajat hipoksia dalam otak.
2. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi
Mengetahui
perifer, dan diaforesis secara teratur. 3. Catat adanya keluhan pusing.
derajat
hipoksemia
dan
peningkatan tahanan perifer. Keluhan
pusing
merupakan
manifestasi
penurunan suplai jaringan otak yang parah. 4. Patau frekuensi dan irama jantung .
Perubahan
dan
frekuensi
irama
jantung
menunjukkan komplikasi distritmia.
2. DX : Aktual / Resiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan menurunnya suplai darah ke miokardium. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respons nyeri dada. Kriteria Hasil : 1. Penurunan nyeri dada 2. TTV dalam batas normal 3. Wajah rileks 4. Tidak terjadi penurunan perfusi perifer 5. urine > 600 ml/hari
INTERVENSI 1. Catat
karakteristik
nyeri,
RASIONAL lokasi,
intensitas,serta lama penyebarannya. 2. Anjurkan
pada
klien
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
untuk Nyeri
melaporkan nyeri dengan segera.
berat
dapat
menyebabkan
syok
kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
3. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan dalam.
menurunkan
nyeri
sekunder
dari
iskemia
jaringan otak.
3. DX : Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal kelebihan cairan diparu sekunder dari edema paru akut. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas. Kriteria Hasil : 1. Klien tidak sesak napas
2. RR dalam batas normal 3.Respons batuk berkurang
INTERVENSI 1. Auskultasi bunyi napas (krakels).
RASIONAL Indikasi
edema
paru
sekunder
akibat
dekompensasi jantung. 2. Kaji adanya edema.
Curiga gagal kongestif/ kelebihn volume cairan.
3. Ukur intake dan output.
Penurunan
curah
jantung,
mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan pengeluaran urine. 4. Kolaborasi
Natrium meningkatkan retensi cairan dn volume
Diet tanpa garam.
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium.
4. DX : Aktual / Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, muntah, anoreksia. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi. Kriteria Hasil : 1. Klien dapat melakukan pemenuhan nutrisi sesuai anjuran. 2. Klien dan keluarga dapat mengetahui asupan nutrisi yang tepat pada klien. 3. asupan meningkat pada porsi makan yang disediakan.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Jelaskan tentang manfaat makan bila
Dengan pemhaman klien akan lebih kooperatif
dikaitkan dengan kondisi klien saat
mengikuti aturan.
ini. 2. Ajurkan agar klien memakan makanan yang disediakan rumah sakit.
Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu proses penyembuhan klien.
3. Beri makanan dalam keadaan hangat
Untuk meningkatkan selera dan mencegah
dan porsi kecil serta diet tinggi kalori
mual , mempercepat perbaikan kondisi, serta
tinggi protein.
mengurangi beban kerja jantung.
4. Pemberian multivitamin.
Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan.
5. DX : Aktual / Resiko tinggi intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan. Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. Kriteria Hasil : 1. Klien dapat menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa menunjukkan gejala-gejala yang berat, terutama mobilisasi ditempat tidur.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Catat frekuensi dan irama jantung
Respons
klien
serta perubahan tekanan darah selama
mengindikasikan
dan sesudah aktivitas.
miokardium.
2. Tingkatkan istiraha, batas aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang
terhadap
aktivitas
penurunan
dapat oksigen
Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.
tidak berat. 3. Pertahankan
klien
tirah
baring
Untuk mengurangi beban jantung.
sementara sakit. 4. Pertahankan
rentang
selama sakit kritis.
gerak
pasif
Meningkatkan
kontraksi
membantu aliran vena balik.
otot
sehingga
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patofisiologis yang mendasar
yang diuraikan melalui anemnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium. Anak-anak berisiko tinggi untuk menderita anemia disebabkan karena pertumbuhannya yang pesat dan kebutuhan akan zat besi yang meningkat. Anemia ini dapat terjadi sebagai akibat kurangnya zat besi dalam makanan sehari-hari. Kurangnya zat besi ini dapat disebabkan karena kemiskinan, pengetahuan yang kurang atau ketidakpedulian akan kesehatan. Anemia defisiensi besi ini paling sering ditemukan pada anak berusia 6 bulan hingga 3 tahun. Risiko tertinggi juga ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah hingga berusia 2 bulan, bayi yang menggunakan ASI dan tidak menerima makanan atau minuman yang telah difortifikasi dengan zat besi atau suplemen zat besi, hingga usia 4 bulan dan bayi yang minum susu botol tapi yang tidak difortifikasi zat besi . Bayi yang mulai mencoba makanan padat, sebaiknya diberikan makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging, kuning telur dan sayur-sayuran seperti bayam.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Merillynn.2000. Rencana
Asuhan
Keperawatan
Nursing
care
plans.
Guidelines for planing and documenting patient care .Jakarta : EGC Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit . Cetakan I. Jakarta, EGC. Smeltzer, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC Wiwik. H., & Haribowo, A. S .2008. Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sitem hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan kardiovaskular dan hematologi. Jakarta : Salemba Medika