askep CHF Askep Congestive Heart Failure (Gagal Jantung) Bagikan Keteman Lewat: digg Tweet
1. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaring an dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2001). Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan Oksigen dan nutrisi. 2. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo (1997) penyebab kegagalan jantung yaitu : 1. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat menurunkan curah jantung. 2. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri. 3. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik. 4. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infa rk. Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif, yaitu: kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) , peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, penyakit jantung lain, faktor sistemik
3. Klasifikasi Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Menurut New York Heart Association (Mansjoer, 2001) klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu: Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan. Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas. Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi ak tivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas. Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat. 4. Patofisiologi Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan t erjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi , dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diata s sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung. Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akib at terjadinya kenaikan tekanan rata - rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bika keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites. 5. Manifestasi Klinis Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal akut, penurunan curah jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia, bunyi nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan chey ne-stokes, bukti - bukti radiologi tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal j antung kanan antara lain curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4 ventrikel kanan, hiperesonan pada perkusi. 6. Diagnosis Menurut Framingham ( Mansjoer, 2001) kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. a. Kriteria mayor terdiri dari: 1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2) Peningkatan vena jugularis 3) Ronchi basah tidak nyaring 4) Kardiomegali 5) Edema paru akut 6) Irama derap S3 7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O Refluks hepatojugular b. Kriteria minor terdiri dari: 1) Edema pergelangan kaki 2) Batuk malam hari 3) Dyspnea 4) Hepatomegali 5) Efusi pleura 6) Kapasitas vital berkurang menjadi ? maksimum
7) Takikardi (>120 x/ menit) Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat bersama an. 7. Potensial Komplikasi Menurut Brunner & Suddarth (2002) potensial komplikasi mencakup: syok kardiogenik, episode tromboemboli, efus i perikardium, dan tamponade perikardium. 8. Pemeriksaan penunjang Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu: a. Elektro kardiogram (EKG) Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. b. Skan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding . c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple) Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular. d. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi. e. Rongent dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. f. Enzim hepar Meningkat dalam gagal / kongesti hepar. g. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. h. Oksimetri nadi Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis. i. Analisa gas darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. k. Pemeriksaan tiroid Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif. 9. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart Failure adalah: a. Meningkatkan Oksigenasi dengan pemberian Oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas. b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung 1) Mengatasi keadaan reversibel termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia.
2) Digitalisasi,digoksin, condilamid. c. Menurunkan beban jantung 1) Menurunkan beban awal dengan: a) Diit rendah garam b) Diuretik: furosemid ditambah kalium c) Vasodilator: menghambat Angiotensin-converting enzyme (ACE), Isosorbid dinitrat (ISDN), nitrogliserin, nitroprusid. 2) Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol
S E L A S A ,
0 5
A G U S T U S
2 0 0 8
BAB I konsep dasar
BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. (Price Sylvia A. 1994 : 583) Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik berupa kelainan fungsi jantung sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.(Mansjoer, 1999 Jilid I : 423). Gagal jantung (dikenal juga sebagai insufisiensi krodiak) adalah keadaan dimana jantung sudah tidak mampu lagi memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. (C. Long, 1996 Vol. 2 : 579). Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darahuntuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisiann ventrikel kiri. (Noer, 1996 : 975). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah keadaan dimana jantung sudah tidak mampu memompa darah sesuai dengan kebutuhan tubuh dan kemampuannya hanya ada kalau disertai dengan peningkatan te kanan pengisian ventrikel kiri.
B. PENYEBAB
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kordiomiopati) penyakit penyakit pembuluh darah dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral kardiomiopati atau penyakit mio kardial).Faktor pencetus termasuk meningkatan asupan garam. Ketidakpatuhan menjalani pemgobatan gagl jantung , infark miokard akut, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam emboli paru, anemia, tiroksitosis, kehamilan dan endokarditis infektis (Mansjoer, 1999 Jilid I : 434). C. TANDA dan GEJALA Berdasarkan bagian jantung yang mengalami pemompaan gagal jantung terbagi menjadi gagal jantung kiri dan kanan. Pada gagal jantung kiri terjadi olyspnea effort, batuk, pembesaran jantung, irama derap bunyi S2 dan S4, pernafasan Cheyne stokes, takikardi dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan terjadi fatique colema, anoreksia dan lambung. Pada pemeriksaan fisik biasa didapatkan hiperteofi jantung kanan, irama derap atrium kanan, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, asites hidrotorak, peningkatan tekanan vena, hepotomigali dan edemapitting, kandiomegali, sedangkan pada gagl jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan antara gagal jantung kiri dan kanan. D. PATOFISIOLOGI Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktifitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal CO = HR x SV dimana curah jantung (CO = Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR = Heart Rate) volum sekuncup (SV = Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistemik saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung pada masa itu utama kerusakan dan tekanan serabut otot jantung volume sekuncup berkurang dan Scurah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada saat kontraksi tergantung pada tiga factor yaitu preload, kontraktifitas dan overload. CO yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk mempertahankan fungsi dua kali orang-orang tubuh vital.Respon awal adalah stimulus kepada setiap saraf simpatis yang menimbilkan dua pengaruh utama yaitu meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi miocorsium dan vasokonstriksi perifer. Vasokontriksi perifer menggeser kea rah darah arteri ke organ-organ yang kurang vital seperti kulit dalam ginjal dan juga ke organ-organ lain seperti otot. Kontraksi vena meninggalkan peregangan serabut otot cardium meningkatkan kontraktilitas. Pada respon berdampak perbaikan terhadap kardiak, namun selanjutnya meningkatkan kebutuhan O2 untuk miokarsium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak berada dalam kekurangan cairan untuk memulai status peningkatan volume ventrikel dengan mempercepat preload dan kegagalan komponer. Jenis kompensasi yang kedua terdiri dari pengaktifan system renin angiotensin, penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrosi glomerolus memicu
terlepasnya renin yang terinfeksi dengan angiotensin I dan II yang selanjutnya berdampak vasokontriksi perifer dan peningkatan reabsorbsi Na dan H2O oleh ginjal. Kejadian ini meningkatkan volume dan mempertahankan tekanan dalam waktu singkat. Namun menimbulkan tekanan baik preload maupun afterload pada w aktu jangka panjang. Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan jantung dimulai dari vntrikel kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari system ventrikel, maka ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan. Gejala-gejala kegagalan jantung merupakan dampak dari CO dan kongesti yang terjadi pada system vena atau sisetem pulmonal atau system lainnya (Long, 1996 : 580). F. FOKUS PENGKAJIAN Fokus pengkajia pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal. Semua tanda-tanda yang menunjukkan harus dicatat dan dil aporkan kepada dokter. a.
Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas. b.
Jantung
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal. c. Tingkat kesadaran d. Perifer Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ). e. Haluaran Urine ukur dengan teratur. Data dasar pengkajian pasien : 1.
Bernafas dengan normal
Dyspnea saat aktifitas, tidur, duduk, batuk denagn atau tanpa sputum, riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, takipnea, nafas dangkal. Tanda : Batuk kering/ nyring/ non produktif atau terus menerus dengan atau tanpa pembentukan sputum, mungkn bersama darah warna merah muda atau berbuih (edema pulmonal). Bunyi nafas : Mungkin tidak terdengar, krakles, mengi.
Fungsi mental : Mungkin menurun, letargi, kegelisahan Warna kulit : Pucat atau sianosis 2.
Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, peningkatan BB signifikan, pembengkakan pada ekstermitas bawah, otot tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein. Tanda : Penambahan BB dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema. 3.
Eliminasi
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih pada malam hari, diare atau konstipasi. 4.
Berpakaian
5.
Personal Hygiene
Keletihan/ kelemahan saat aktifitas perawatan diri, penampilan menandakan kelalaian perawatan diri. 6.
Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus menerus sepanjang hari, nyeri sesuai dengan aktifitas. 7.
Istirahat dan tidur
Insomnia, dyspnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan tenaga 8.
Temperatur suhu dan sirkulasi
Riwayat hipertensi, IM baru/ akut, episode GJK sebelumnya, penykit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, TD mungkin rendah, normal atau tinggi, frekuensi jantung, irama jantung, sianosis, bunyi nafas, edema. 9.
Rasa aman dan nyaman
Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah. 10.
Berkomunikasi dengan orang lain
Marah, ketukan, mudah tersinggung 11.
Bekerja
Dyspnea pada saat beraktifitas 12.
Spiritual
Sesuai kepercayaan yang diakuinya 13.
Belajar
Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat penyakit jantung. 14.
Rekreasi
Tidak dapat dilakukan, pasien hanya beristirahat. (Doenges, 1999 : 52-54). G. FOKUS INTERVENSI 1.
Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokard
Tujuan : menunjukkan TTV dalam batas yang diterima, penurunan episode dyspnea angina (melapor). Intervensi : a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi dan irama jantung b. Catat bunyi jantung c. Palpasi nadi perifer d. Kaji kulit terhadap sianosis dan pucat e. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang 2.
Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan dan kelemahan fisik.
Tujuan : Berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan diri sendiri mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital selama beraktifitas. Intervensi : a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktifitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretic. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, distrimia,dyspnea, berkeringat, pucat. c.
Kaji presipitator/ penyebab kelemahan contoh : pengobatan, nyeri, obat.
d.
Evaluasi peningkatan intoleransi aktifitas.
e.
Berikan bantuan dalam aktifitas perawatan diri sesuai dengan indikasi.
3.
Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerolus (GFR).
Tujuan : Keseimbangan masukan dan keluaran, bunyi nafas bersih, TTV dalam rentang yang dapat diterima, BB stabil, edema tidak ada. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : a. Pantau haluaran urine b. Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran 24 jam. c. Pertahankan duduk/ posisi semi fowler selama fase akut d. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan. e. Pantau TD dan VP (bila ada). 4.
Resti gangguan/ kerusakan pertukaran gas b.d penurunan curah jantung, perubahan membrane kapiler alveolus dan edema paru.
Tujuan : Mendemonstrasikan ventilasi O2 adekuat. Intervensi :
5.
a.
Auskultasi bunyi nafas, catat crakles, mengi.
b.
Anjurkan pasien untuk batuk efektif
c.
Dorong perubahan posisi sering
d.
Kolaborasi pemberian diuretic
Resti terhadap kerusakan intregitas kulit b.d tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan kerusakan kulit.
Intervensi :
6.
a.
Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi.
b.
Pijat area kemerahan atau memutih
c.
Ubah posisi sering
d.
Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.
Kurang pengetahuan pola hidup/ perilaku yang perlu.
Intervensi : a.
Diskusikan fungsi jantung normal
b.
Diskusikan obat/ tujuan pemberian obat dan efek samping
c.
Berikan kesempatan untuk menanyakan, mendiskusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup.
d.
Bahas ulang tanda dan gejala ya ng memerlukan perhatian medic cepat.
Diposkan oleh askep CHFdi 18:49Tidak ada komentar:
BAB II resume
BAB II RESUME KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan oleh Andri Priatmaka pada tanggal 22Juni 2008 di ruang Handayani RSU Purbowangi Gombongsebagai berikut : A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Pasien bernama Tn. 28 tahun, agama islam,Purwodadi Tambak, pekerjaan penjaga rumah, diagnosamedis CHF, tanggal masuk 18 Juni 2008 pukul 15.30 WIB.
P,
2. Riwayat Kesehatan Keluhan utama nyeri. Pasien datang ke RSU PKUPurbowangi Gombong melal ui IGD dengan kesadarancomposmentis, keadaan umum baik, terpasang infuse RL.Sa at dikaji pada tanggal 22 Juni 2008 pasien mengatakannyeri pada dada tetapi hilang ti mbul, skala nyeri 5, nyeriseperti ditusuk tusuk, nyeri timbul bila pasien bergerak,nyeri dating tibatiba kemudian menghilang. TTV : TD :110/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 36,5º C, RR : 36x/menit. Dari riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan ± 1 tahunyang lalu pernah menderita penyakit yang sama dan dirawatdi RS. Dari riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan Bapakpasien pernah mengalami s akit seperti yang dialami pasien B. FOKUS PENGKAJIAN Dari pengkajian pola istirahat tidur pasien mengatakan tidur6-8 jam perhari karena keadaan ruangan yang ramai. Dari kebutuhan rasa aman dan nyaman pasien mengatakanmerasakan aman ketika bersama k eluarga dan merasa tidak nyamanketika nyeri timbul. Dari pola personal hygiene pasien mengatakan dapat merawat dirisendiri dengan mandi 2x pe rhari, gosok gigi 2x sehari, potong kuku seminggu sekali, keramas 2x seminggu. Dari kebutuhan belajar pasien bertanya kepada keluarga, perawat,dokter dan orang lain. Dari pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadarancomposmentis, TD: 110/80 mmHg, N: 88104x permenit, S: 36,5° C, R: 28x permenit. Ekstermitas atas sebelah kanan terpasang infus D5%. Mulut: gigi terlihat bersih, dada terdengar bunyi jantung S3 (Galilop) pada dada sebelah kiri. Dari pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Juni 2008 didapatkan hasil normal, pasien mendapat terapi oral digoxsin 0,25mg 2x setelah tablet, zypras 0,5 mg 2x1 tablet, flurinucil syrup 3x1 cth.
Injeksi: rantin 2x1 ampul, lasix 1x1 ampul. Cairan infus RL. C. ANALISA DATA 1.Data subyektif: Pasien mengatakan nyeri pada dadanya dengan skala nyeri 5 Data obyektif: Ekspresi wajah meringis menahan sakit, pasien menunjukkan lokasi nyerinya. P: nyeri timbul bila pasien bergerak Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk R: pada dada sebelah kiri S: skala nyeri 5 T: nyeri hilang timbul dan datangnya tiba-tiba Masalah keperawatan yang muncul nyeri akut. 2. Data subyektif: pasien terpasang infus dan tanda-tanda infeksi tidak muncul, S: 36,5°C, jumlah leukosit normal. Masalah keperawatan yang muncul resiko tinggi infeksi dengan etiologi port de entre. 3. Data subyektif: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya. Data obyektif: pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien tampak bi ngung. Masalah keperawatan yang muncul kurang pengetahuan tentang penyakitnya dengan etiologi kurang informasi. D. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan ischemia 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entre 3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi E. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUSI Penulis menggabungkan intervensi, implementasi dan evaluasi untuk memudahkan pembaca dalam memahami penulisan ini. 1. Nyeri akut berhubungan dengan ischemia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil: nyeri terkontrol, ekspresi wajah tenang, kemudian rencana tindakannya adalah monitor tanda-tanda vital, kaji skala, frekuensi dan intensitas nyeri, ajarkan teknik relaksasi, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian analgetik. Implementasi yang dilakukan 23 Mei 2008 adalah mengkaji keadaan umum pasien, mengukur TTV, mengkaji skala intensitas dan frekuensi nyeri. Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Mei 2008 pukul13.30 WIB dengan masalah nyeri berhubungan dengan ischemia sudah agak berkurang atau sudah terkontrol dengan data subyektif : pasien mengatakan nyeri dapat terkontrol atau berkurang kemudian data obyektif pasien tampak tenang, sksla nyeri berkurang menjadi 3, TD: 100/70mmHg, N: 104x/menit, S: 36,5°C, RR: 28x/menit. Untuk planning selanjutnya adalah : kurangi aktifitas pasien, anjurkan pasien untuk istirahat cukup. 2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entre Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tanda-tanda infeksi tidak muncul dengan criteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak muncul, tanda-tanda vital dalam batas normal, kemudian rencana tindakannya adalah : monitor tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi, cuci tangan sebelum dan sesusdah melakukan tindakan, batasi pengunjung, pertahankan teknik septik anti septic, kolaborasi pemberian antibiotic. Implementasi yang dilakukan pada pukul 08.00 WIB mengukur tanda-tanda vital, mengobservasi tanda-tanda infeksi. 3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien paham dan mengertti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil : pasien terlihat tenang, kemudian rencana tindakannya adalah : kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikan informasi tentang penyakit dan penatalaksanaanya dengan bahasa yang mudah dipahami, lakukan penkes. Implementasi yang dilakukan pada pukul 09.45 WIB mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya pukul 10.00 WIB melakukan kontrak untuk penkes, pukul 10.15 WIB melakukan penkes (SAP dilampirkan). Evaluasi masalah kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi teratasi dengan data subyektif : pasien mengatakan sudah tahu tentang penyakitnya, data obyektif : pasien terlihat tenang, pasien tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya. Diposkan oleh askep CHFdi 18:47Tidak ada komentar:
BAB III
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas definisi, pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan rasional tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan. 1. Nyeri berhubungan dengan ischemia Nyeri akut adealah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan atau adanya serangan mendadak atau pelan yintensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksikan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Carpenito, 2001; Nanda, 2001). Penulis menyadari terdapat ketidakcocokan antara keluhan utama saat dikaji dan masalah keperawatan yang muncul. Yang seharusnya keluhan utamanya itu adalah nyeri bukan sesak nafas. Penulis mengangkat diagnosa tersebut karena pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri. Batasan karakteristik : laporan secara verbal atau non verbal, posisi antalgic untuk menghindari nyeri, gerakan melindungi gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), menarik bila disentuh (Carpenito, 2001; Nanda, 2001 : 123). Diagnosa ini muncul karena penulis menemukan data subyektif: pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri dengan skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul bila pasien bergerak atau aktivitas, nyeri dating tiba-tiba, data obyektif: ekspresi wajah meringis menahan sakit dan pasien menunjukkan lokasi nyerinya. Diagnosa nyeri diprioritaskan pertama karena yang dikeluhkan pasien pada saat itu adalah nyerinya, dan apabila tidak segera diatasi akan mengganggu aktivitas pasien dan mengganggu rasa nyaman pasien. Diagnosa nyeri diangkat dengan mempertimbangkan nyeri yang dirasakan pasien dan akan mengganggu pasien jika tidak segera diatasi. Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan : a. Mengukur tanda-tanda vital, mengkaji skala, frrekuensi dan intensitas nyeri. Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000 yaitu jika terjadi nyeri akan diikuti peningkatan tekanan darah dan nadi. Pada pengkajian didapatkan skala nyeri 5 kekuatan, dengan mengkaji tanda-tanda vital, mengkaji skala nyeri, tanda-tandanya serta penanganan yang tepat. b. Melatih teknik relaksasi (melatih nafas dalam) Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000 yaitu dengan teknik relaksasi akan membuat otot-otot menjadi rileks sehingga dapat mengurangi nyeri. Kekuatan : dengan dilakukan teknik nafas dalam diharapkan nyeri berkurang atau dapat terkontrol. c. Menciptakan lingkungan yang tenang
Kekuatan : dengan lingkungan yang tenang diharapkan pasien dapat mencukupi waktu istirahat seperti saat tidak sakit atau dirumah. d. Kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 13.30 WIB dengan masalah nyeri berhubungan dengan ischemia, masih terjadi dengan data subyektif : pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat terkontrol dengan skala nyeri 3,kemudian data obyektif : ekspresi wajah tenang, skala nyeri berkurang menjadi 3. TD : 110/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 36°C, RR : 24x/menit. Hal ini didukung oleh Carpenito, 2001 : 45 yaitu memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada, menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan peredaan rasa nyeri yang memuaskan, rencana masalah nyeri teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan yaitu : kurangi aktifitas pasien, anjurkan untuk i stirahat cukup. 2. Resiko Tinggi Infeksi Berhubungan dengan Pintu Masuk Organisme (port de entree) Resiko tinggi infeksi adalah keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen pathogen dan oportunis (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen dan eksogen (Carpenito, 2001 : 204). Batasan karakteristik mayor terdapatnya tanda-tanda infeksi (dolor, rubor, kalor, tumor dan fungsiolaesa) batasan karakteristik minor terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 37° C, terjadi peningkatan tekanan darah, nadi dan kemungkinan respirasi (Carpenito, 2001 : 205). Diagnosa tersebut ditegakkan karena penulis menemukan tanda-tanda sebagai berikut : data subyektif : terpasang infus, tanda-tanda infeksi tidak muncul S : 36°C. Diagnosa ini dijadikan diagnosa ke dua karena bila masalah tersebut tidak diatasi segera maka kemungkinan akan terjadi infeksi sehingga akan menimbulkan masalah baru dan memperlambat proses penyembuhan. Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan : a. Memonitor tanda-tanda vital Hal ini dilakukan agar penulis dan keluarga mengetahui tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi (Carpenito, 2001 : 205). Dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, RR : 22x/menit, S : 36° C, N : 76x/menit. Kekuatan : penulis dapat mengetahui perkembangan atau tandatanda infeksi seperti peningkatan nadi dan suhu. b. Mengkaji tanda-tanda infeksi dan peradangan Kekuatan : dapat mengetahui perkembangan atau tanda-tanda infeksi dan peradangan, kelemahan : jika tidak dilaksanakan tidak diketahui tanda-tanda dari infeksi atau peradangan yang dapat mengakibatkan atau mengacu terjadinya infeksi. c. Tingkatkan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan atau tindakan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bacterial. d. Membatasi pengunjung Membatasi pemajanan pada bakteri atau infeksi. Perlindungan isolasi dapat dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respon imun sangat terganggu. e. Pertahankan teknik septik antiseptik Hal ini dilakukan untuk menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri. f. Kolaborasi pemberian antibiotik Antibiotik yang diberikan yaitu Ampicillin 3x1gr. Ampicillin mengandung antibiotic yang bekerja menghambat dinding sel bakteri sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi (Theodorus, 1996 : 13) sehingga dapat mencegah timbulnya infeksi. Hal ini dilakukan sesuai intruksi untuk mengobati infeksi yang terjadi dengan diberikannya obat antibiotic dapat mempercepat proses penyembuhan (Doengoes,2000 : 725). Evaluasi pada masalah resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pintu masuk mikroorganisme tidak terjadi denga data obyektif : tanda-tanda infeksi tidak muncul, infuse dilepas, tanda-tanda vital dalam batas normal. Hal ini didukung oleh Carpenito, 2001 : 206 dengan criteria hasil yaitu memperlihatkan teknik cuci tangan yang sangat cermat pada waktu pulang, bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di RS, memperlihatkan pengetahuan tentan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi. Sedangkan diagnosa yang tidak muncul adlah : a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung. Perubahan curah jantung adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan jumlah darah yang dipompakan oleh jantung mengakibatkan gangguan fungsi jantung (Carpenito, 2001 : 44). Diagnosa ini tidak muncul karena penulis hanya terfokus pada nyerinya saja, yang seharusnya diagnosa ini muncul karena pasien mengalami kegagalan jantung, dimana jantung gagal melakukan fungsinya sehingga terjadi penurunan kontraktilitas jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air atau menurunnya laju filtrasi glomerulus. Kelebihan volume cairan adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau intertitial (Carpenito, 2001 : 142).
Diagnosa ini tidak muncul karena pasien tidak mengalami tanda-tanda kelebihan volume cairan seperti edema. c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema Diagnosa ini tidak diangkat oleh penulis karena data yang ada tidak mendukung untuk mengangkat diagnosa tersebut. Itegritas kulit masih baik, tidak ada kemerahan, turgor kulit baik. 3. Kurang Pengetahuan tentang Penyakitnya Berhubungan dengan Kurang Informasi Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan. Ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2001 : 223). Batasan karakteristik mayor mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilanketrampilan/permintaan informasi, mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan. Batasan karakteristik minor kurang integritas tentang rencana pengobatan ke dalam aktifitas sehari-hari, memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi (Carpenito, 2001 : 223). Penulis memunculkan masalah kurang pengetahuan tentang penyakitnya karena didapatkan data subyektif : pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, data obyektif : pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien tampak bingung. Diagnosa kurang pengetahuan diprioritaskan terakhir supaya program pengobatan berjalan lancer. Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan : a. Mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Penulis melakukan hal ini karena dengan mengetahui tingkat pengetahuan pasien akan mempermudah dalam menentukan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Kekuatan : penulis bias mengkaji pengetahuan, kelemahan : bila cara mengkaji tidak tepat dapat menyinggung perasaan pasien. b. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga tentang gagal jantung, penyebab, tanada dan gejala, cara merawat, serta diit. Hal ini dilakuakn untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit gagal jantung dan diitnya yang baik. Kekuatan : pengetahuan pasien bertambah dan mampu menjaga kondisi dengan penyakit gagal jantung. Evaluasi masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (tentang penyaikitnya) dapat diatasi sesuai waktu dan tujuan yaitu ditunjukkan denga data subyektif : pasien mengatakan sudah tahu tentang penyakitnya dan data obhyektif : pasien terlihat tenang, tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya. Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000 : 725 yaitu pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya dan proses perawatannya, dapat merubah gaya hidup.
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menyusun laporan yang berjudul “AsuhanKeperawatan Pada Tn. dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler: CHF di Ruang Handayani F2 RSU Purbowangi Gombong”, makapenulis dapat menyimpulkan bahwa :
P
1. Dalam melakukan pengkajian penulis menggunakan system pendekatan terhadap pasien dan keluarga untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan 2. Masalah-masalah keperawatan yang muncul. a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia b. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan informasi c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikro organisme 3. Adapun tindakan-tindakan keperawatanya dilakukan penulis sesuai dengan masalahmasalah yang muncul adalah sesuai yang tertulis pada laporan. A. SARAN Setelah penulis menyusun laporan ini,penulis menyarankan 1.Sebelum pelaksanaan uji komprensif,sebaiknya jauh-jauh hari sebelumnya pembimbing kampus memberitahukan terlebih dahulu agar mahasiswa siap melaksanakan ujian. 2.Sistem pendukung dalam tindakan keperawatan sebaiknya ditingkatkan agar tidak menghambat jalanya kegiatan dan untuk menambah tingkat pelayanan terhadap pasien. Semoga laporan yang penulis susun ini bermanfaat bagi yang membaca,khususnya mahasiswa STIKES Muhammadiyah Gombong. DAFTAR PUSTAKA
Brummer & Suddart. 2002. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. Carpenito,
L.
J.
2001. Rencana
Asuhan
dan
Dokumentasi
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Keperawatan. Jakarta : EGC.
Keperawatan,
Diane, Boughman. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Doenges, Marlyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Long. Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Vol. 2. Bandung : Yayasan Alummi Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Mahasiswa PSIK.B. 2001. Diagnosa Keperawatan. Nanda. Definisi dan Klafikasi. 20012002. Yogyakarta : FK-UGM. Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius : FKUL. Robin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzzare C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Theodorus, 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat . Jakarta : EGC. Diposkan oleh askep CHFdi 18:43Tidak ada komentar: