KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS ( ISPA )
Diajukan Memenuhi Syarat Mata Kuliah KMB 1
Disusun Oleh :
Bacilus Pani
Febri Christian
Januarius Aquino
Maria Fransiska Pea
Linda Cristin
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER
SEKOLAH RINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pernapasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang di mulai dari hidung, pharing, laring, trachea,bronchus,broncheolus,dan alveolus. Saluran pernafasan bagian atas di mulai dari hidung sampai trachea dan bagian bawah dari bronchus sampai alveolus (Donna,1995).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu Infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulant atau berurutan (Behrman Ricard,2000).
Berdasarkan data diatas kita sebagai perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif, dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden pneumonia melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum : Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Tujuan Khusus :Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami tentang :
Konsep dasar penyakit ISPA ini yang meliputi : pengertian, penyebab, manifestasi klinik, patofisiologi, dan penatalaksanaan ISPA.
Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan ISPA yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan dan health education pada keluarga.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisikan pendahuluan yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisikan tentang landasan teori yang berisikan tentang definisi, anatomi – fisiologi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan. Bab terakhir adalah penutup yang berisikan tentang simpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SISTEM PERNAFASAN ATAS
ANATOMI – FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN ATAS
Anatomi fisiologi sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring, laring dan trakhea.
Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
Hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel – partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara ). Ketiga hal tersebut dibantu dengan cocha. Kemudian udara akan diteruskan ke : Nasofaring ( terdapat pharyngeal tonsil dan tuba Eustachius ), orofaring , dan laringofaring.
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
Hidung Eksternal :
Radix (akar batang hidung)
Dorsum (batang hidung)
Kartilago alar (cuping hidung)
Nostril (lubang hidung)
Septum nasi (sekat)
Nasal Tip (ujung / puncak hidung.
Hidung Interna :
Kartilago Lateral
Kartilago Sekunder
Kartilago pinna nasi
Aparatus Justaglomerular
Sinus
Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis yaitu :
Sinus Frontal, terletak diatas mata dibagian tengah dari masing – masing alis.
Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
Sinus Edmoid, terletak diantara mata, tepat dibelakang hidung.
Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus edmoid dan dibelakang mata.
Keempat sinus diatas sering dikatakan sebagai satu kesatuan yang disebut dengan nama sinus paranasal, dimana sel pada tiap sinus adalah sel sekresi mukus, sel epitel dan beberapa sel yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh ( makrofag, limposit dan eosinofil ).
Fungsi dari sinus adalah melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk dan melindungi struktur disekitarnya ( mata dan syaraf ), meningkatkan resonansi suara, sebagai penyangga melawan trauma pada wajah dan menurunkan berat jenis kepala.
Faring
Faring merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal ( koana ).
Dua tuba Eustachius ( auditorik ) menghubungkan nasofaring dengan telingga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telingga.
Amandel ( adenoid ) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak didekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tualang.
Uvula ( anggur kecil ) adalah prosesus kerucut ( conical ) kecil yang menjulur kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
Dilewati oleh udara dan makanan
Berupa epitelium squamosa
Secara anterior akan terhubung dengan laring
Secara posterior terhubung dengan esofagus.
Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago ; kartilago tiroid, epiglotis, kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.
Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun.
Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah larng selama menelan.
Kartilago krikoid satu – satunnya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak dibawah kartilago tiroid ).
Kartilago aritenoid ( 2 buah ) kartilago aritenoid ; digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid.
Membran mukosa menghubungkan kartilago satu dengan lainnya dan dengan os hioideus.
Pita suara ; ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring. Otot pita suara ( vocal cord ) terdiri dari :
Otot sejati ( true vocal cord ).
Otot vestibular / palsu ( false vocal cord ).
Fonasi adalah Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi.Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
Nervus laring superior
Mensyarafi otot krikotiroid
Mensyarafi bagian atas vocal cord
Nervus laring berlapis (recurrent)
Mensyarafi seluruh otot laring kecuali otot krikotiroid
Mensyarafi bagian bawah vocal cord
Tonsil atau Amandel
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yangbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadapinfeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujunglipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ringof Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri juga atas jaringanlimfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapatpersediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada padapermukaan dalam sel-sel tonsil.Tonsil terdiri atas:
Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan
terletak di belakang koana
Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Ukuran tonsil
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsilmengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengantonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga Hidung& Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas selulertonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana sertamenyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitiskronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoidbekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihiukuran yang normal.
KONSEP DASAR
INFLUENZA
Pengertian
Influenza merupakan sinonim dari flue atau common cold. Influenza merupakan infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien pada semua tingkat usia. Istilah 'common cold' lebih menjelaskan suatu kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang memiliki ciri seperti hidung tersumbat (nasal congestion), suara serak (sore thorat), dan batuk.
Etiologi
Penyebab dari timbulnya influenza adalah Haemophillus influenza (tipe A,B, dan C)
Jenis-jenis influenza :
Virus Tipe A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
Virus Tipe B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin.Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
Virus Tipe C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein.Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus.Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.
Patofisiologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi.Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia.Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah.Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, eritrrosit dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.
Penyakit pada umumnya sembuh sendiri.Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu.Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder.Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain :
Nyeri kepala hebat
Nyeri otot
Demam dan menggigil
Kelelahan dan kelemahan
Anoreksia
Manifestasi klinik pada sistem pernafasan:
Sakit tenggorokan
Batuk, bersin, rinorrhea, dan hidung tersumbat
Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode akut.
Komplikasi
Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi saluran nafas (bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru (pneumonia) oleh bakteri.
Penularan
Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat bersin atau batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung dan kontak tak langsung.
Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul tetapi pada kasus influenza A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran virus influenza pada anak berlangsung selama kurang dari 1 minggu pada influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. masa inkubasi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.
Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium :
Kultur jaringan nasal atau sekret pharyngeal.
Kultur sputum
Penatalaksanaan
Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen medis yang biasa dilakukan berupa :
Medis :
Memberikan obat yang bersifat simpomatik (sesuai dengan gejala yang muncul) sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus.
Memberikan anti histamin untuk menurunkan rinorrhea.
Memberikan vitamin C dan ekspektoran.
Memberikan Vaksinasi : Vaxigrip boleh diberikan mulai bayi usia 6 bulan
Perawatan :
Menyarankan pasien agar melakukan bedrest
Mengkatkan intake cairan jika tak ada kontra indikasi
Memberikan obat kumur untuk menurunkan nyeri tenggorokan
FARINGITIS
Definisi
Faringitis merupakan suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang disebut juga sebagai radang tenggorokan ( brunner & Suddarth, vol 1, 2002 ).
Faringitis adalah : keadaan inflamasi pada struktur mukosa, sub mukosa tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain ; orofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis adalah penyakit tenggorokan ; merupakan spon inflamasi terhadap pathogen yang mengeluarkan toksin.
Etiologi
Virus ( virus penyebab common cold, influenza, adeno virus, mono nucleosis atau HIV ).
Bakteri ( Streptococcus group A, korine bakterium, arkano bakterium, Neisseria gonorrhoea atau Chlamydia pneumoniae ).
Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hipertermi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula – mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hipertermi, pembuluh darah dinding menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarn kuning, putih abu – abu, terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak – bercak pada dinding faring posteroir, atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak. Virus – virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebakan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.
Infeksi Streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A Streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan deman rheumatik dan kerusakan katub jantung.
Selanjutnya juga dapat menyebabkan glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya komplek antigen – antibodi.
Klasifikasi
Faringitis Akut
Inflamasi febris tenggorokan yang disebabkan oleh mikroorganisme virus hampir 70 % streptococcus group A. Paling sering disebut " Streephroat ".
Faringitis Kronis
Sering terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan yang berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat batuk kronis, penggunaan habitual alkohol dan tembakau.
Ada 3 jenis faringitis kronis :
Hipertrifik ; ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membran mukosa faring.
Atrofik ; tahap lanjut dan jenis pertama ( membran tipis, keputihan, licin dan pada waktunya berkerut ).
Granular kronik ; beberapa pembengkakan folikel limfe pada dinding faring.
Terdapat 2 bentuk faringitis kronik, yaitu :
Faringitis kronik hiperplastik ;
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral dan hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.
Faringitis kronik atrofi.
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhenitis atropi. Pada rhenitis atropi udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsang serta infeksi pada faring. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh sekret yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Tanda dan gejala
Tenggorokan merah.
Nyeri tenggorokan.
Demam.
Nyeri tekan nodus limfe servikal.
Malaise.
Batuk.
Suara serak.
Kesulitan menelan.
Komplikasi
Sinusitis.
Otitis media.
Abses peritonsial.
Mastoiditis.
Adenitis servikal.
Demam rematik.
Nefritis.
Pemeriksaan diagnostik ; pada klien faringitis dailakukan kultur organisme penyebab dari faringitis.
Penatalaksanaan
Pemberian terapi berdasarkan penyebabnya ;
Medis :
Bakterial ; antimikroba.
Streptokokus ; Antibiotik Penisilin.
Untuk klien yang alergi penisilin sefalosfrim.
Antibiotik diberikan selama 10 hari untuk Streptokokus group A.
Perawat :
Diit cair / lunak pada tahap akut.
Pemberian cairan intra vena perlu diberikan pada kondisi parah.
Banyak minum 2 – 3 liter / hari.
LARINGITIS
Pengertian
Laringitis adalah peradangan membran mukosa yang melapisi laring dan disertai edema pita suara.
Etiologi :
Virus.
Bakteri.
Perluasan infeksi rhinitis.
Faktor lain :
Suhu udara yang dingin.
Perubahan temperatur yang tiba-tiba.
Pemajanan terhadap debu.
Bahan kimia.
Asap / uap.
Penggunaan pita suara berlebihan.
Merokok berlebihan.
Patofisiologi
Laringitis merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang disebabkan oleh virus, bakteri ataupun oleh karena rhinitis. Virus yang merupakan penyebab terbanyak masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propia, submukosa dan adventisia diikuti dengan infiltrasi selular histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimormofonuklear ( PMN ). Terjadinya pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trachea dibawah pita suara. Karena trachea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan saluran nafas dalam, menjadikan sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah, sehingga dapat menyebabkan peningkatan hambatan jalan nafas atas. Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan menyebabkan stridor dan lebih lanjut lagi akan menyebabkan hipoksia karena ventilasi yang tidak adekuat.
Tanda dan gejala :
Laringitis akut :
Suara serak.
Tidak dapat mengeluarkan suara ( afonia ).
Batuk berat.
Tenggorokan nyeri dan gatal.
Laringitis kronis :
Suara serak yang persisten.
Nyeri tenggorokan memburuk pada pagi hari dan malam hari.
Batuk kering dan keras.
Komplikasi
Sinusitis kronis.
Bronkhitis kronik.
Pemeriksaan diagnostik : pada klien laringitis kultur organisme penyebab dari laring.
Penatalaksanaan
Laringitis Akut :
Medis :
Pemberian zat iritan.
Pemberia antibiotik pada klien dengan infeksi bakteri.
Perawat :
Mengistirahatkan suara.
Hindari merokok.
Istirahat ditempat tidur.
Inhalasi uap.
Laringitis Kronik :
Medis :
Pengobatan terhadap infeksi.
Pengobatan kortikosteroid topikal.
Perawat :
Istirahat suara.
Membatasi merokok.
Inhalasi uap.
SINUSITIS
Pengertian
Sinusitis adalah : suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung.
Sinusitis adalah : peradangan pada membran mukosa sinus. Sinusitis merupakan penyakit yang sering terjadi meskipun kejadiannya mulai berkurang dengan adanya antibiotika.
Klasifikasi Sinusitis
Sinusitis dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
Sinusitis Akut : suatu proses infeksi di dala sinus yang berlangsung 3 minggu. Macam – macam sinusitis akut :
Sinusitis maxilaris akut.
Sinusitis etmoidal akut.
Sinusitis frontal akut.
Sinusitis sphenoid akut.
Sinusitis kronis : proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3 – 8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun.
Etiologi Sinusitis
Sinusitis akut, yaitu :
Virus ( Rebrovirus, Influenza virus dan Parainfluenza virus ).
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas.
Bakteri ( Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Stapilococcus aureus ).
Dalam tubuh manusia terdapat banyak bakteri flora normal. Apabila terjadi penurunan daya tahan tubuh atau drainase sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri flora normal tersebut akan menjadi patogen dan ikut menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
Jamur ( jamur Aspergilus )
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan.
Peradangan menahun pada saluran hidung.
Biasanya pada penderita Rhenitis alergi dan juga Rhenitis vasomotor.
Septum nasi yang bengkok.
Tonsilitis yang kronik.
Pada sinusitis kronik :
Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
Alergi.
Karies dentis ( gigi geraham atas ).
Septum nasi yang bengkok.
Benda asing di hidung dan sinus paranasal.
Tumor di hidung dan sinus paranasal.
Patofisiologi Sinusitis
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus den mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi dan reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktifitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.
Faktor predisposisi :
Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertropi konka.
Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi osteum sinus serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Adanya infeksi pada gigi.
Lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat merubah mukosa dan merusak silia.
Manifestasi klinik
Sinusitis maksila akut,
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, ingus kental kadang – kadang berbau bercampur darah.
Sinusitis edmoid akut,
Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri diantara dua mata dan pusing.
Sinus frontal akut,
Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
Sinus spenoid akut,
Gejala : nyeri bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring.
Sinusitis kronis,
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang – kadang berbau, selalu terdapat ingus ditenggorokan, terdapat gejala – gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronchektasis, batuk kering dan sering demam.
Kompilkasi
Osteomyelitis pada tuamg – tulang yang berdekatan.
Abses otak.
Trombosis sinus venous.
Selulitis orbital.
Abses orbital.
Septicemia
Pemeriksaan Diagnostik
Rinoskopi anterior : tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit dan edema. Pada sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
Rinoskopi posterior : tampak mukopus di nasofaring.
Dentogen : Caries gigi ( PM 1, PM 2, M1 ).
2.5.4 Transiluminasi ( diaphanoscopia ) : sinus yang akit akan menjadi suram atau gelap. Pentingbila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
X- ray sinus paranasalis : dengan posisi water"s posteanterior dan lateral, akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara ( air fluid level ) pada sinus yang sakit.
Penatalaksanaan
Drainage :
Medical : Dekongestan lokal : efedrin 1 5 ( dewasa ), 0,5 % ( anak ).
Dekongestan Oral : pseudoefedrin 3 x 60 mg.
Surgical : irigasi sinus maksilaris.
Antibiotik diberikan dalam 5 – 7 hari ( sinusitis akut ) :
Ampisilin
Amoxilin
Sulfamektasol
Doksisiklin
Simtomatik :
Parasetamol, metampiron
Surgical : Operasi CWL ( Cadwll Luc ) bila degenerasi mukosa ireversibel.
Persiapan klien pada tindakan operasi CWL
Operasi ini adalah : membuka sinus maksila dengan menembus tulang pipi, melalui insisi dibawah bibir dibagian superior ( atas ) gigi geraham 1 dan 2.
Perawatan pasca bedah / tindakan :
Berikan posisi semi fowler.
Beri kompres es dipipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca bedah.
Observasi tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, suhu.
Observasi terhadap tanda perdarahan dari hidung atau mulut. Apabila terdapat perdarahan segera laporkan.
Anjurkan klien dan keluarga untuk selalu berada diruang yang hangat.
Anjurkan untuk makan cair untuk beberapa hari.
Anjurkan klien untuk tidur dengan menggunakan bantal yang lebih tinggi.
Ajarkan klien untuk menghindari batuk yang kuat, mengorek – ngorek hidung.
Tampon dicabut setelah hari ketiga.
TONSILITIS
Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus(Hembing, 2004).
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997)
Kesimpulan Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang bersifat akut maupun kronik di sebabkan oleh bakteri,virus
Etiologi
Streptococus beta hemoliticus
Streptococcus viridans
Streptococcus piogenes
Virus
Klasifikasi
Tonsilitis Akut
Tonsilis viral :
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling seringadalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakanpenyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi viruscoxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampakluka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeridirasakan pasien.
Tonsilitis bacterial :
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akanmenimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukositpolimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitisakut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritu ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri :
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kumanCoryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukanpada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensitertinggi pada usia 2-5 tahun.
Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikusyang terdapat dalam susu sapi.
Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atautriponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulutyang kurang dan defisiensi vitamin C.
Tonsilis Kronik :
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )
Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organismeyang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentukantibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadangamandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis makajaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapatpembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercakkuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritusdisebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadisatu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejalasakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapatmenyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi danotot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakitpada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukarmenelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yangtidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karenaproses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoidterkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid digantijaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antarakelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses inimeluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketandengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
Nyeri tenggorok
Nyeri menelan
Demam
Mual
Anoreksia
Tanda dan gejala tonsilitis kronis adalah :
Kelenjar limfa leher membengkak
Edema faring
Pembesaran tonsil
Tonsil hiperemia
Mulut berbau
Otalgia ( sakit di telinga )
Malaise
Pemeriksaan Penunjang,
Laboratorium : lekosit meningkat,hemoglobin turun
Usap tonsil untuk pemeriksaan sensitifitas obat
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsillitis akut:
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari danobat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergidengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obatnsimptomatik.
Pemberian antipiretik.
Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosaatau terapi konservatif tidak berhasil.Indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yan adekuat
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi danmenyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil denga sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusa / otitis media supurataif.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )
Persiapan operasi
Perawatan pra Operasi :
Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin.
Kaji adanya resiko perdarahan pada anak atau keluarga.
Kaji status hidrasi.
Siapkan anak secara khusus untuk menghadapi masa pascaoperasi.
Jelaskan pada pasien tentang tindakan operasi bila perlu orientasikan tempat.
Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul seperti adanya perdarahan.
Surat ijin operasi (informed concent).
Perawatan pasca operasi
Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10.
Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan.
Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi beri posisi telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah aspirasi.
Jika perlu lakukan penghisapan apabila anak muntah,hindari trauma.
Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.
Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu sampai 2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.
Tawarkan susu karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es krim dan air dingin selama 12 sampai 24 jam pertama bila anak tidak batuk.
Berikan diit secara bertahap daric air,lunak sampai padat.
.
Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
Abses pertonsil :
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
Otitis media akut :
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
Mastoiditis akut :
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
Laringitis :
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Sinusitis :
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau15
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Rhinitis :
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
PATOFLOW ( Terlampir )
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
Biodata : Nama, umur, jenis kelamin.
Riwayat Kesehatan :
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan utama :
Klien biasanya mengeluh nyeri kepala.
Nyeri menelan.
Badan panas ( demam ).
Tidak nafsu makan.
Mengeluh nyeri sinus dan tenggorokan.
Bersin – bersin.
Hidung tersumbat.
Riwayat Penyakit dahulu :
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
Klien sering menderita ISPA, faringitis berulang, otitis media.
Mempunyai riwayat penyakit HT.
Pernah menderita sakit gigi geraham.
Klien mempunyai riwayat alergi.
Riwayat Keluarga :
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarang.
Riwayat Psikososial :
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien ( cemas / sedih ).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem respirasi, yang meliputi :
Tanda – tanda vital :
Suhu : 38 – 39 oC, naik turun secara bertahap.
Inspeksi :
Menunjukkan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung, perdarahan.
Mukosa hidung ; warna kemerahan, pembengkakan atau eksudat dan polip hidung, yang mungkin terjadi pada rhenitis kronis.
Tenggorokan tampak warna kemerahan,lesi.
Pada tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetris, adanya drainase, ulserasi atau pembesaran.
Respirasi : tampak kesulian bernafas, batuk non produktif kemudian batuk keras dan produktif, erytema pada langit – langit yang keras bagian belakang, tekak, peningkatan respirasi, ronchi dan crackles.
Palpasi :
Sinus frontalis dan maksilaris ; ada nyeri tekan yang menunjukkan inflamasi.
Nodus limfe di leher ; apakah terjadi pembengkakan / pembesaran, nyeri tekan.
Didapatkan pembengkakan tonsil.
Adanya demam.
Perkusi :
Suara paru normal ( resonance ).
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler / tidak terdengan ronchi pada kedua sisi paru.
Nutrisi : adanya kesulitan menelan, menolak makan, nafsu makan menurun.
Aktifitas : klien tampak lemas, iritabel.
Persepsi Sensori : daya penciuman klien terganggu karena hidung tersumbat / buntu akibat pilek terus menerus ( purulen, serous, mukopurulent ).
Neurologi : myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
Integritas ego : tampak cemas, khawatir.
Diagnosa Keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan akibat proses inflamasi
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan, adanya iritasi jalan nafas akibat infeksi.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
Defisit volume cairan b.d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis ( berkeringat banyak ) berkaitan dengan demam.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat kesulitan menelan.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan dilakukannya pembedahan.
Kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya b.d kurang terpaparnya informasi.
C. Intervensi
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan akibat proses inflamasi
NOC
NIC
RASIONAL
Klien tidak ada gangguan saat istirahat maupun aktifitas berat.
Frekuensi pernafasan normal (16-20x / menit)
Bunyi nafas klien saat auskultasi tidak ada ronchi / whezing.
Kaji suara paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas dan produksi sputum.Monitor frekuensi.
Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi.
Pantau status kesadaran ( tingkat kesadaran, gelisah dan konfusi ).
Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat klien tampak somnolent.
Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut.
Identifikasi kebutuhan klien terhadap kemungkinan pemasangan jalan nafas.
Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan.
Jelaskan pada keluarga tentang kemungkinan penggunaan alat bantu yang diperlukan ( oksigen, nebulezer, ventilator non invasif ).
Ajarkan pada klien tehnik bernafas dan relaksasi.
Tindakan Kolaborasi :
Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan AGD an penggunaan alat bantu nafas sesuai dengan hasil pemeriksaa
Pemberian obat – obatan :bronkodilator, mukolitik.
Suara paru tidak bersih, frekuensi nafas yang meningkat adalah indikator adanya gangguan pada ventilasi.
Saturasi yang menurun menunjukan suplay oksigen menurun dijaringan.
Penurunan kesadaran merupakan indikator meningkatkan kadar CO2 dan suplay O2 ke otak menurun.
Adanya sumbatan jalan nafas membutuhkan intervensi yang tepat dengan mejaga kepatenan jalan nafas.
Alas bantu pernafasan mmbantu klien mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Teknik nafas yang benar meningkatkan ventilasi sehingga proses difusi dapat terjadi.
Pemeriksaan AGD inikator menunjukan peningkatan kadar C02 dalam darah dan evaluasi terhadap kemajuan asidosis respiratori, bronkodilator membuka jalan nafas, mukolitik mengencerkan jalan nafas.
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan, adanya iritasi jalan nafas akibat infeksi.
NOC
NIC
RASIONAL
Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang sampai hilang.
Bantu klien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif seperti distraksi, relaksasi, atau kompres air hangat / dingin.
Bantu klien lebih untuk lebih fokus pada aktivitas bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons klien terhadap ketidaknyamanan misalnya : suhu ruangan, pencahayaan, dan kegundahan.
Pemberian obat analgesik untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
Tekhnik distraksi, relaksasi atau kompres dingin mengalihkan perhatian klien.
Tindakan pengalihan dapat membantu klien utuk tidak terfokus pada nyerinya.
Suasana yang nyaman tidak menambah beban klien sehingga tidak meningkatkan stresor klien.
Analgesik memblok reseptor nyeri sehingga respons nyeri tidak dipersepsikan.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi :
NOC
NIC
RASIONAL
Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Suhu tubuh dalam batas normal
(36ºc-37ºc).
Pantau suhu klien minimal 2 jam sekali,sesuai dengan kebutuhan.
Gunakan matras dingin dan mandi dengan menggunakan air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu.
Anjurkan asupan cairan oral sedikitnya 2 liter / hari.
Ajarkan klien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti piretik / analgetik antipiretik.
kenaikan suhu klien dapat terpantau.
Kenaikan suhu klien tidak terjadi.
Asupan cairan yang cukup akan menggantikan cairan yang keluar oleh penguapan karena panas.
Membantu memandirikan klien dan keluarga dalam mengenali tanda-tanda dini hipertermi.
Merangsang hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan terjadi penurunan suhu tubuh.
Defisit volume cairan b.d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis ( berkeringat banyak ) berkaitan dengan demam.
NOC
NIC
RASIONAL
Intake cairan adekuat 2 – 3 liter sehari.
Tidak terdapat tanda – tanda dehidrasi.
Suhu tubuh dalam batas normal (36ºc - 37ºc).
Meningkatkan keseimbangan elektrolit dan mencegah dan mencegah komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak normal atau yang tidak diharapkan.
Memberikan dan memantau cairan obat intravena.
Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang.
Ajarkan keluarga tentang cara memantau asupan dan haluaran cairan misalnya dengan pispot atau urinal.
Hitung kebutahan cairan harian berdasarkan berat badan dan kehilangan cairan harus segera diganti sesuai jumlah yang hilang.
Pastikan klien minum dalam jumlah yang cukup dalam jadwal yang rutin bahkan. jika klien tidak merasa haus,
Pantau asupan dan haluaran cairan dengan cermat.
Peningakatan suhu akan meningkatkan evaporasi sehingga kebutuhan vairan akan meningkat.
Cairan intravena diperlukan apabila kebutuhan intake peroral kurang.
Peningkatan suhu meningkatkan metabolisme sehingga kebutuhan kalori juga meningkat.
Penggantian caira yang hilang mengurangi dehidrasi dan membantu menurunkan suhu.
Kebutuhan cairan yang cukup dapat menggantikan kebutuhan cairan yang hilang akibat penguapan.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat kesulitan menelan.
NOC
NIC
RASIONAL
Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Ajarkan klien dan kelurga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein klien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein dan kehilangan protein.
Diskusikan dengan dokter kebutuhan suplai nafsu makan, makanan pelengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat apat dipertahankan.
Rujuk kedokter untuk menentukan penyebeb ganguan nutrisi.
Informasi yang tepat akan menambah wawasan klien sehingga klien mudah untuk di ajak kerjasama (kooperatif).
makanan yang bergizi akan mempercepat proses pemenuhan Gizi.
Asupan yang tepat akan memenuhi kebutuhan klien.
Rencana parentral nutrisi diperlukan apabila kebutuhan secara oral tidak bisa dipenuhi dengan adekuat.
Intervensi yang tepat dalam pemberian nutrisi akan mempercepat proses penyembuhan klien.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
NOC
NIC
RASIONAL
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. (Kolor, Dolor, Rubor, Tumor, Fungsiolesa)
Jumlah leukosit dalam batas normal (5-10 ribu / mm3)
Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Pertahankan tehnik aseptik dengan Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan.
Jaga kebersihan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing – masing klien.
Ajarkan tindakan higiene seperti cuci tangan.
Berikan terapi antibiotik.
Mengenali dini tanda-tanda infeksi.
Mencegah infeksi silang.
Mengurangai infeksi.
Mencuci tangan salah satu cara untuk mengurangi jumlah kuman ditangan.
Antibiotik untuk membunuh mikroorganisme.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan dilakukannya pembedahan.
NOC
NIC
RASIONAL
Dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien tidak terjadi sampai teratasi.
Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada klien dan keluarga.
Minimalkan rasa cemas, nyeri, firasat atau ketakutan yang berhubungan dengan perkiraan sumber bahaya yang tidak teridentifikasi.
Membantu klien beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan, atau ancaman yang mengganggu.
Sering berikan penguatanpositif bila klien mendemontrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi cemas.
Anjurkan keluarga klien supaya tetap bersama klien selama menghadapi situasi baru atau ketika klien merasa sangat cemas.
Klien dan keluarga mengerti semua prosedur pengobatan (keluarga dan klien kooperatif) sehingga kecemasan berkurang.
Meninimalakan kecepasan adalah usaha untuk meningkatkan kerja sama sehingga tindakan keperawatan bisa terlaksana dengan sesuai prosedur.
Penerimaan tentang kondisi adalah usaha untuk mengurangi kecemasan.
Penguatan yang positif akan meningkatkan rasa percaya diri.
Dukungan orang terdekat akan mengurangi kecemasan.
Kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya b.d kurang terpaparnya informasi.
NOC
NIC
RASIONAL
Dalam waktu 1x30 menit kurang pengetahuan klien dapat teratasi.
Berikan informasi kepada klien dan keluarga mengenai penyakit faktor pencetus pencegahan serta pengobatan.
Berikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal-hal yang tidak klien ketahui tentang keadaan nya.
Informasi yang tepat dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan cara mengatasi nya (HE terlampir).
D. Evaluasi
Jalan nafas klien efektif.
Bebas dari rasa nyeri.
Bebas dari demam.
Nutrisi terpenuhi.
Pengetahuan klien bertambah tentang penyakit ISPA, penatalaksanaan dan pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telingga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Soemantri Irman, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan sistem pernafasn, Jakarta : Salemba Medika.
Manurung Santa, et all, 2014. Gangguan Siatem Pernafasan Akibat Infeksi, cet.2. Jakarta : TIM
Ignativicius, D.D., Workman, M. L., Misler, M.A. ( 2006 ). Medical Surgical Nursing. Across the Health Care Continum.5 th edition.Philadelphia : W.B. Saunders Company.