TUGAS MATA AJAR KEPERAWATAN KOMUNITAS II “Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur”
Fasilitator : Eka Mishbahatul MH, S.Kep., Ns., M.Kep. Disusun Oleh : Alfi Rahmawati Mufidah (131511133041) Dyah Rohmatussolichah
(131511133043)
Hesti Lutfia Arif
(131511133050)
Fifa Nasrul Ummah
(131511133056)
Alip Nur Apriliyani
(131511133063)
Ni Komang Ayu Santika
(131511133066)
Ayu Rahmawati
(131511133075)
Regina Dwi Fridayanti
(131511133130)
Kelompok 1/A-2 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
DAFTAR ISI
DAFTAR DAFTAR ISI..................................................................... ISI................. ........................................................................................................ .................................................... ii ii KATA PENGANTAR PENGANTAR.............................................. ..................................................... ............................................................ ....... v BAB 1 ........................................................................................... ......................................... 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN .............................................................. .................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................... ......................................... 2 1.3 Tujuan........................................................................................................................... 3 1.4 Manfaat......................................................................................................................... 3 BAB 2 ........................................................................................... ......................................... 4 TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKA PUSTAKA ..................................................... ....................................................................................................... .................................................. 4
2.1 Definisi Pasangan Usia Subur ...................................................................................... 4 2.2 Kelompok Pasangan Usia Subur ................................................. ................................. 4 2.3 Jumlah Pasangan Usia Subur S ubur (PUS) menurut Kelompok Umur .................................. 4 2.4 Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur ..................................... 5 2.5 Intervensi Nasional pada Agregat Pasangan Usia Subur ........................................... 10 2.6 Peran Perawat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur ................................. 14 BAB 3 ........................................................................................... ....................................... 16 16 KASUS .................................................... .......................................................................................................... ............................................................................ ...................... 16 BAB 4 ........................................................................................... ....................................... 18 18 ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN..................................................... ............................................................................................ ....................................... 18
4.1 Pengkajian .......................................................................... ........................................ 18 4.2 Analisa Data ............................................................... ................................................ 19 4.3 Diagnosa Keperawatan ........................................................ ............................................................................................... ....................................... 21 4.4 Intervensi Keperawatan ....................................................... .............................................................................................. ....................................... 21 4.5 Implementasi ............................................................................... ............................... 23
ii
4.6 Evaluasi ....................................................................................... ............................... 25 BAB 5 ........................................................................................... ....................................... 26 26 KESIMPULAN KESIMPULAN ..................................................................................................... ............................................... ................................................................... ............. 26 DAFTAR DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA ............................................... ..................................................... .......................................................... ..... 27
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum .Wr.Wb. Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Asuhan K eperawatan Komunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur ”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eka Mishbahatul MH, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas II dan teman-teman yang telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Terima kasih. Wassalamualaikum .Wr.Wb.
Surabaya, 30 Agustus 2017 Penyusun
v
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk yang secara fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan (Manuaba, 2010). Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada pendataan keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan. Dari jumlah tersebut dilihat dari kelompok umur istri tercatat sebanyak 1.768.557 istri atau 3,91% berusia di bawah 20 tahun, 15.628.354 istri atau 34,58% berusia 20-29 tahun, dan 27.793.086 istri atau 61,50% berusia 30 tahun ke atas (BKKBN, 2011). Beberapa permasalahan yang sering dialami oleh pasangan usia subur (PUS) yaitu infertilitas, penggunaan kontrasepsi, anemia gizi besi, pernikahan dini, kanker serviks, dan penyakit menular seksual (PMS). Di Indonesia prevelensi pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Samsiyah, 2010). Sedangkan tingkat prevelensi pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan tingkat kesetaraan KB di antara pasangan usia subur mencapai 61,9% dalam lima tahun terakhir (SDKI, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase anemia di Indonesia pada wanita usia subur tidak hamil (≥ 15 tahun) di perkotaan sebesar 19,7%. Selanjutnya hasil riskesdas 2013 menunjukkan persentase anemia pada WUS umur 15-44 tahun sebesar 35,3 %. Indonesia termasuk negara dengan persentase penikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37) (BKKBN, 2012). Tahun 2013 persentase perempuan yang menjalani pernikahan muda sekitar 2,6% saat usia 15 tahun. Sedaangkan jumlah perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebesar 23.9% (Kemenkes, 2013). Menurut Depkes RI (2008), insidens kanker serviks adalah 100 per 100.000 perempuan pertahun. Pada Kasus PMS (penyakit menular seksual) pada tahun 2012 tercatat 48.789.954 orang, sedangkan jumlah kasus baru sejak tahun 2013 terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Depkes RI, 2013). Terdapat beberapa faktor penyebab permasalahan yang sering terjadi pada pasangan usia subur. Pada pengunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor usia, agama, budaya, dan pendidikan. 1
Sedangkan menurut Rizqi A (2016), faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah umur, paritas, jarak kehamilan, status gizi, dan frekuensi ANC (fariansjah, 2009). Kemudian faktor yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu rendahnya persepsi mengenai pernikahan, rendahnya tingkat endidikan, dan rendahnya status ekonomi keluarga. Selanjtnya faktor risiko terjadinya kanker serviks yaitu perlikau seksual, usia, kebersihan organ kewanitaan, sosial ekonomi, dan jumlah perkawinan. Sedangkan pendidikan, pengetahuan, sikap, dan perilaku adalah faktor yang memepengaruhi terjadinya penyakit menular seksual. Pemerintah berupaya menerapkan berbagai program dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan pasangan usia subur antara lain dengan program Keluarga Berencana, Kunjungan Nifas, Keluarga Harapan, ANC (antenatal care), P4K (Program pernecanaan persalinan dan pencegahan komplikasi), paket zat besi, dan imunisasi TT sebelum menikah. Diharapkan dengan program-program tersebut dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada pasangan usia subur (PUS). Selain itu peran petugas kesehatan juga diperlukan dalam upaya promosi kesehatan pada pasangan usia subur yang berisiko terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk itu, sebagai perawat komunitas dalam permasalahan pasangan subur ini maka peran yang dapat dilakukan yaitu memberi edukasi mengenai pentingnya pengaturan jumlah anak serta jarak kehamilan; memberi edukasi pada pasangan usia subur mengenai penggunaan alat kontrasepsi dan pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai; menyarankan pasangan usia subur untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan mengkonsultasikan pada petugas kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.2 Bagaimana jumlah kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) menurut kategori umur? 1.2.3 Apa saja macam kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.4 Bagaimana masalah dan kebutuhan yang dialami Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.5 Bagaimana intervensi nasional pada Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.6 Bagaimana peran perawat komunitas pada Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)?
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Setelah perkuliahan Keperawatan Komunitas II ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Menjelaskan definisi kelompok Pasangan Usia Subur
2.
Menjelaskan jumlah kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) menurut kategori umur
3.
Menyebutkan macam kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)
4.
Menjelaskan masalah dan kebutuhan yang dialami Pasangan Usia Subur (PUS)
5.
Menjelaskan intervensi nasional pada Pasangan Usia Subur (PUS)
6.
Menjelaskan peran perawat komunitas pada Pasangan Usia Subur (PUS)
7. Menjelaskan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) 1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis 1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam tentang asuhan keperawatan pada kelompok pasangan usia subur. 2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada kelompok pasangan usia subur.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk yang secara fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan (Manuaba, 2010). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur 15-49 tahun dan masih menstruasi, atau pasangan suami-istri yang istrinya berusia kurang dari 15 tahun dan sudah menstruasi, atau istri sudah berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih menstruasi (datang bulan). Namun dalam mini survei dibatasi wanita PUS umur 15-49 tahun (BKKBN, 2011). 2.2 Kelompok Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang usia istrinya antara 15 - 49 tahun yang kemudian dibagi menjadi 3 (tiga ) kelompok yakni: 1. Dibawah usia 20 tahun 2. Antara 20 - 35 tahun 3. Usia diatas 35 tahun Berdasarkan pertimbangan fisik dan mental usia terbaik melahirkan adalah antara 20 - 35 tahun, sehingga sangat dianjurkan bagi setiap wanita dapat menikah diatas 20 tahun. 2.3 Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) menurut Kelompok Umur
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada Pendataan Keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan. Dari jumlah tersebut dilihat dari kelompok umur istri tercatat sebanyak 1.768.557 istri atau 3,91% berusia di bawah 20 tahun, 15.628.354 istri atau 34,58% berusia 20-29 tahun, dan 27.793.086 istri atau 61,50% berusia 30 tahun ke atas.
4
Tabel1. Persentase PUS menurut kelompok umur istri Hasil Pendataan Keluarga 2010 dan 2011 (BKKBN, 2011) 2.4 Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur
Masalah yang dapat dialami oleh pasangan usia subur antara lain: 1. Penggunaan Kontrasepsi Salah satu masalah bagi pasangan usia subur yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan)
dan
kehamilan.
Dalam
penyelesaian
masalah
tersebut
diperlukan
penyampaian infomasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan usia subur (Indeks artikel Kompas.com, 2009). Kontrasepsi berawal dari kata control berarti mencegah atau melawan sedangkan konsepsi adalah pertemuan antra sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadi kehamilan sebagai akibat pertemuan antar sel yang matang dengan sel sperma (Fitria 2008). 1) Syarat-syarat kontrasepsi (Hartanto,2007) a Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya b Lama kerja dapat di atur menurut keinginan c Efek samping yang merugikan tidak ada atau minimal d Harganya dapat dijangkau masyarat e Cara penggunaan sederhana f Tidak mengganggu hubungan suami istri g Tidak memerlukan control yang ketat selama pemakaian 2) Tujuan dari pengguan alat kontrasepsi (Hartanto,2007)
5
a Menunda kehamilan Di tunjukkan untuk PUS yang istrinya berusia < 20tahun b Mengatur kehamilan Ditujukan untuk PUS yang istrinya berusia antara 20- 30/ 35tahun c Menghentikan atau mengakhiri kehamilan Ditujukan untuk PUS yang istrinya berusia diatas 30 tahun, terutama 35 tahun dan telah mempunyai 2 orang anak. 2. Infertilitas Infertilitas merupakan suatu ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Bumer dan Suddarth, 2001). Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetap belum memiliki anak. (Sarwono, 2000). Klasifikasi Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu: a. Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun koitus teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturutturut. b. Infertilitas sekunder yaitu disebut infertilitas sekunder jika perempuan pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun koitus teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut. 3. Kista Kista adalah suatu kantong tertutup yang dilapisi oleh selaput (membran) yang tumbuh tidak normal di rongga maupun struktur tubuh manusia. Terdapat berbagai macam jenis kista, dan pengaruhnya yang berbeda terhadap kesuburan. Hal penting lainnya adalah mengenai ukuran kista. Tidak semua kista harus dioperasi mengingat ukuran juga menjadi standar untuk tindakan operasi. Jenis kista yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah sindrom ovarium polikistik. Penyakit tersebut ditandai amenore (tidak haid), hirsutism (pertumbuhan rambut yang berlebihan, dapat terdistribusi normal maupun tidak normal), obesitas, infertilitas, dan pembesaran indung telur. Penyakit ini disebabkan tidak seimbangnya hormon yang mempengaruhi reproduksi wanita. 6
4. Kanker Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali), menginfiltrasi/ merembes, dan menekan jaringan tubuh sehingga mempengaruhi organ tubuh (Akmal, dkk., 2010). Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menempati urutan kedua pada wanita yang berada dalam usia subur di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker ini menempati urutan pertama dari seluruh kejadian kanker pada wanita dan lebih dari separuh penderitanya datang ke fasilitas pengobatan sudah pada stadium lanjut. Pada pria, jenis kanker yang sering dialami diantaranya adalah: kanker paru-paru, kanker usus, kanker testis, dan juga kanker penis. 5. Penyakit Menular Seksual (PMS) PMS adalah penyakit infeksi yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual dan merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit pada dewasa muda lakilaki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Kasus PMS di Indonesia sendiri sejak tahun 2013 terus meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena adanya penambahan kasus baru akibat penularan melalui pengguna narkoba dengan jarum suntik. Beberapa faktor penghambat dari perilaku PUS tentang PMS disebabkan masih kurangnya informasi-informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan PMS itu sendiri, dan sikap dari PUS tentang PMS tersebut. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung. Beberapa faktor penghambat dari perilaku PUS tentang PMS disebabkan masih kurangnya informasi-informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan PMS itu sendiri, dan sikap dari PUS tentang PMS tersebut. Cara penularan PMS, meliputi: a.
Hubungan seksual penetratif yang tidak terlindung, baik per vaginal, anal, maupun oral. Hal ini merupakan cara penularan utama, yaitu lebih dari 90 persen. Saat melakukan hubungan seksual secara genitor-genital dapat timbul luka-luka atau radang pada epitel dinding vagina, hubungan seksual secara ano-genital juga lebih memudahkan perlukaan atau radang karena epitel mukosa anus relatif lebih tipis dan
7
lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina. Luka-luka tersebut merupakan jalan masuk mikroorganisme penyebab PMS. b.
Melalui transfusi darah, jarum suntik atau kontak langsung dengan cairan darah (sifillis dan HIV/AIDS).
c.
Penularan terjadi karena hygien personal yang tidak baik, yaitu melalui pakaian atau handuk yang sudah terkontaminasi dengan penyebab PMS dan digunakan secara bergantian (Trikomoniasis vaginalis).
6. Anemia Zat Besi Pada Ibu Hamil Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Menurut World Health Organization (WHO) dikatakan anemia jika kadar hemoglobin <11 gr/dl pada ibu kekurangan gizi karena pada masa kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang di kandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil berpengaruh terhadap terjadinya gangguan gizi seperti anemia. Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization) melaporkan prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan diperkirakan 30-40% penyebab anemia karena kekurangan zat besi.3,4 Kelainan ini ditandai oleh serum iron (SI) menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 40,1% dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5%.6 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia naik menjadi 37,1%. 7 Dengan demikian keadaan ini mengindikasi bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi. Dari hasil penelitian sebelumnya, persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi didapatkan 12-28% kematian janin, 30% kematian perinatal dan 7-10% angka kematian neonatal. 8
7. Kurang Energi Kronis Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan risiko penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, lahir dengan BBLR. Bila BBLR bayi mempunyai risiko kematian, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola makanan adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya KEK. Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anakanaknya. Ibu hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori/hari. Jika ibu tidak punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu dsb, maka status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya. 8. Pernikahan Dini Di Indonesia masalah pernikahan dini menjadi masalah yang bisa dikatakan serius. Masalah pernikahan dini ini juga menjadi salah satu masalah yang timbul pada psanagan usia subur. Hukum perkawinan di negeri ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang mana salah satu poin dalam undangundang tersebut mensyaratkan, batas usia pernikahan adalah minimal 16 tahun untuk perempuan.
9
Poin dalam undang-undang tentang perkawinan itu bertabrakan dengan kampanye Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dan Badan Penasihat
Perkawinan
dan
Perceraian
Kementerian
Agama
yang
justru
mengkampanyekan bahwa usia siap menikah ialah pada usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Pada riset United Nations Children’s Fund (UNICEF) mencatat, satu dari enam anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Angkanya 340.000 anak per tahun. Adapun yang di bawah usia 15 tahun mencapai 50.000 anak per tahun. Demgam demikan,
United National Development Economic and Social Affair
(UNDESA), menempatkan Indonesia pada peringkat ke-37 dunia dan peringkat ke-2 seASEAN sebagai salah satu negara dengan angka pernikahan usia dini yang tinggi. Mengapa isu pernikahan dini menjadi krusial? Isu pernikahan dini adalah salah satu topik yang menjadi perhatian penting pada kerangka kerjasama Sustainable Development Goals. Pemerintah di seluruh dunia sudah bersepakat menghapus perkawinan anak pada 2030. Seringkali pernikahan dini yang biasanya berlangsung tanpa kesiapan mental dari pasangan berakhir dengan perceraian. Ada pula dampaknya pada kesehatan perempuan. Karena dilakukan pada usia muda, seringkali organ reproduksi perempuan belum siap, sehingga bisa menyebabkan kesakitan, trauma seks berkelanjutan, pendarahan, keguguran, bahkan sampai yang fatal, kematian ibu saat melahirkan. 2.5 Intervensi Nasional pada Agregat Pasangan Usia Subur
1. Program Keluarga Berencana Salah satu intervensi nasional pada agregat pasangan usia subur adalah program keluarga
berencana
(KB).
Keluarga
Berencana
merupakan
suatu
usaha
untuk
merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Visi dari program
KB (Keluarga Berencana) nasional pada tahun 2015 yaitu mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis. Cara untuk mewujudkan keluarga berkualitas tersebut dengan cara mengatur jarak kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepsi.
10
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program KB sebagai berikut; a.
Prioritaskan pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan usia subur yang istrinya mempunyai keadaan “4 terlalu” yaitu : terlalu muda (usia kurang dari 20 thn), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu tua (usia lebih dari 35 thn).
b.
Tanggung jawab dalam kesetaraan ber-KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri.
c.
Setiap metode kontrasepsi mempunyai keuntungan dan kelemahan masingmasing. Setiap klien berhak untuk mendapatkan informasi mengenai hal ini,sehingga dapat mempertrimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.
Dalam mewujudkan program KB yang dibentuk pemerintah dibutuhkan penyuluhan kesehatan agar program KB dapat berjalan secara maksimal. Para petugas kesehatan harus memberi penyuluhan tentang KB (Keluarga Berencana) serta dalam hal pemilihan alat kontrasepsi. 2. Program ANC ( Antenatal Care) Menurut Depkes RI (2010) pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya. Antenatal Care merupakan pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan. Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga untuk memantau keadaan ibu dan janin secara seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara tepat (WHO, 2007). Pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil biasa dikenal dengan sebutan K1 dan K4. Pelayanan antenatal meliputi 5 hal yang biasa dikenal dengan istilah 5T, yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status imunisasi TT (Tetanus Toksoid), dan memberikan Tablet Fe (tablet tambah darah) (Depkes RI, 2009). Berikut pelayanan antenatal: a.
Timbang berat badan
11
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. b.
Ukur tekanan darah Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi ( 140/90 mmHg ) pada kehamilan dan preeklamsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah dan atau proteinuria).
c.
Ukur tinggi fundus uteri Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
d.
Imunisasi Tetanus Toksoid Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
e.
Memberikan tablet tambah darah (Fe) Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi merupakan suatu kegiatan yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan dilingkungan sekitar ibu hamil dalam rangkan meningkatkan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapai komplikasi dan tanda bahaya saat persalinan bagi ibu sehingga dapat melahirkan bayi yang sehat. 4. Program Kunjungan Nifas Program kunjungan nifas merupakan program pelayanan kesehatan untuk ibu nifas mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Tujuan program ini 12
adalah untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas. Pemantauan terhadap ibu nifas dilakukan dengan melakukan kunjungan minimal sebanyak 4 kali kunjungan: Kunjungan Waktu
Tujuan
6 – 8 jam setelah I
persalinan
Mencegah perdarahan masa nifas karena atoniauteri.
Pemantauan keadaan umum ibu.
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda – tanda perdarahan abnormal.
II 6
hari
setelah
persalinan
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mamperlihatkan tanda – tanda penyulit.
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda – tanda perdarahan abnormal.
2 minggu setelah III
persalinan
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mamperlihatkan tanda – tanda penyulit.
Menanyakan pada ibu tentang penyulit – penyulit yang ia alami.
IV
6 minggu setelah
persalinan
Memberi konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda – tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
5. Program Keluarga Harapan (PKH)
13
Program Keluarga Harapan merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian uang non tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau memiliki anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan/atau memiliki anak usia SD dan/atau SMP dan/atau anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Peserta PKH akan menerima bantuan apabila memenuhi kewajibannya, antara lain: menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran tertentu, memeriksakan kesehatan dan/atau memperhatikan kecukupan gizi dan pola hidup sehat anak dan ibu hamil. Khusus untuk ibu hamil/ nifas, bekewajiban untuk: a Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu sekali pada usia kehamilan sekali pada usia 0-3 bulan, sekali pada usia kehamilan 4-6 bulan, dua kali pada kehamilan 7-9 bulan, dan mendapatkan suplemen tablet Fe. b Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. c Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatan dan mendapat pelayanan KB pasca persalinan setidaknya 3 (tiga) kali pada minggu I, IV dan VI setelah melahirkan. 2.6 Peran Perawat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur
1. Care Giver Perawat memberikan asuhan keperawatan terhadap masalah yang dialami oleh pasangan usia subur 2. Concelor Perawat memberikan konseling kepada pasangan usia subur mengenai masalah-masalah kesehatan yang dialami, misalnya mengenai KB (Keluarga Berencana). 3. Educator Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasangan usia subur, misalnya: mengenai pemilihan alat kontrasepsi sehingga pasangan usia subur dapat mengontrol kehamilan. 4. Collaborator
14
Perawat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, seperti bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasangan usia subur, sepeti: pemasangan alat kontrasepsi; pemeriksaan ibu hamil; dan pasca melahirkan.
15
BAB 3 KASUS
Di desa Sejahtera terdapat 50 KK dengan jumlah warga sebanyak 300 jiwa dengan pasangan usia subur terdiri dari 40 KK yang berusia rata-rata 25-40 tahun. Sisanya 10 KK bukan termasuk pasangan usia subur dengan rincian 5 KK berusia 41-50 tahun dan 5 KK berusia 51-60 tahun. Warga desa bekerja sebagai buruh bangunan dengan rata-rata penghasilan setiap bulan adalah sekitar 600 ribu. Komunikasi antarwarga berjalan dengan baik karena jarak rumah satu dengan yang lain sangat berdekatan dan tidak ada pembatas antar rumah satu dengan yang lainnya. Hubungan setiap pasangan usia subur pun berjalan dengan lancar, sehingga jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Di desa Sejahtera tidak terdapat pelayanan polisi, tetapi terdapat 8 pos ronda yang terletak di setiap RT. Di desa Sejahtera tidak ada tempat rekreasi terdekat, sehingga warga memilih melakukan rekreasi ke pasar. Warga desa Sejahtera mayoritas beragama islam. Dari data yang diperoleh, pasangan usia subur di desa Sejahtera mayoritas berpendidikan SMP dan warga dengan usia lanjut tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Fasilitas kesehatan yang ada di desa Sejahtera adalah 1 bidan praktik swasta, 1 praktik dokter umum, dan 1 puskesmas yang letaknya cukup jauh dari rumah warga. Warga yang menggunakan sepeda untuk melakukan aktivitas menjadi malas untuk pergi ke puskesmas bila sedang sakit, sehingga memilih mengkonsumsi jamu atau obat-obatan yang dijual di toko. Warga juga lebih memilih pergi ke dukun untuk melakukan persalinan. Dalam 2 bulan terakhir ini, terdapat 8 orang yang menderita kista dan 12 orang tertular PMS seperti gonore, sifilis, dan kutil kelamin. Selain itu kematian di desa Sejahtera dalam 2 bulan terakhir terdapat 5 orang yang sudah meninggal dunia akibat perdarahan saat persalinan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, 40 KK pasangan usia subur di desa Sejahtera terdapat 15 KK menggunakan alat kontrasepsi dan 25 KK tidak menggunakan alat kontrasepsi. 25 KK yang tidak menggunakan alat kontrasepsi tersebut memiliki kepercayaan bahwa KB dilarang oleh agama, dan mereka takut akan mengalami perubahan fisik dan kesehatan. Namun beberapa ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi tersebut menderita anemia dan sebagian besar tidak memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan, serta mereka memiliki kebiasaan bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi makanan tertentu sehingga gizi pada ibu hamil tidak tercukupi. Di desa Sejahtera ini belum ada pemberian jaminan kesehatan kepada warga yang
16
tidak mampu dan tidak ada program kesehatan yang dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan.
17
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 Pengkajian
A. Data Inti a. Sejarah Desa Sejahtera memiliki 50 KK yang terdiri dari 300 jiwa. Dari 50 KK tersebut, terdapat 40 KK pasangan usia subur. b. Demografi Desa Sejahtera terdapat 50 KK, terdiri dari: a) Umur
: 25-40 tahun= 40 KK : 41-50 tahun= 5 KK : 51-60 tahun= 5KK
b) Pekerjaan
: warga desa bekerja sebagai buruh bangunan
c) Agama
: mayoritas islam
d) Suku
: mayoritas Jawa
e) Data Statistik Berdasarkan informasi dari kepala desa setempat, pasangan usia subur terdiri dari: 1) 15 KK menggunakan alat kontrasepsi 2) 25 KK tidak menggunakan alat kontrasepsi
B. Data Subsistem a. Lingkungan fisik 1) Jarak rumah satu dengan yang lain sangat berdekatan dan tidak ada pembatas antar rumah satu dengan yang lainnya. 2) Kebiasaan : warga desa malas untuk pergi ke puskesmas dan memilih mengkonsumsi jamu atau obat-obatan yang dijual di toko. Warga juga lebih memilih pergi ke dukun untuk melakukan persalinan. Pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi memiliki kebiasaan bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi makanan tertentu. b. Pelayanan kesehatan dan sosial
18
1 bidan praktik swasta, 1 praktik dokter umum, dan 1 puskesmas c. Ekonomi Rata-rata penghasilan setiap bulan adalah sekitar 600 ribu. d. Politik dan pemerintahan Di desa Sejahtera belum ada pemberian jaminan kesehatan kepada warga yang tidak mampu dan tidak ada program kesehatan yang dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan. e. Komunikasi Komunikasi antarwarga berjalan dengan baik dan hubungan setiap pasangan usia subur berjalan dengan lancar. f. Pendidikan Dari data yang diperoleh pasangan usia subur di desa Sejahtera mayoritas berpendidikan SMP dan warga dengan usia lanjut tidak pernah mengikuti pendidikan formal. g. Keamanan dan transportasi Hubungan setiap pasangan usia subur berjalan dengan lancar, sehingga jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Di desa Sejahtera tidak terdapat pelayanan polisi, tetapi terdapat 8 pos ronda yang terletak di setiap RT. Mayoritas warga menggunakan sepeda untuk melakukan aktivitas. h. Rekreasi Di desa Sejahtera tidak ada tempat rekreasi terdekat, sehingga warga memilih melakukan rekreasi ke pasar. 4.2 Analisa Data Analisa Data
Masalah Kesehatan
DS:
-
-
Warga
yang
tidak
menggunakan kontrasepsi kepercayaan
alat memiliki bahwa
KB
Diagnosa Keperawatan
Pasangan usia subur yang Konflik tidak
menggunakan
kontrasepsi
merasa
pengambilan
alat keputusan takut
akan mengalami perubahan fisik dan kesehatan
dilarang oleh agama.
19
-
Warga memiliki kebiasaan bila
ibu
hamil
berpantang
untuk
mengkonsumsi
makanan tertentu.
DO: -
Warga memilih pergi ke dukun
untuk
melakukan
persalinan -
Di desa Sejahtera belum ada pemberian kesehatan
jaminan kepada
warga
yang tidak mampu dan tidak ada program kesehatan oleh tenaga kesehatan. DS: -
-
nutrisi:
Warga memiliki kebiasaan
dan sebagian besar tidak kurang dari kebutuhan tubuh.
bila
untuk
memeriksakan
mengkonsumsi
kehamilannya
ibu
hamil
berpantang
makanan tertentu.
ke
tenaga
kesehatan -
DO: -
Ibu hamil menderita anemia Ketidakseimbangan
Gizi pada ibu hamil tidak tercukupi
Di desa Sejahtera tidak ada program
kesehatan
yang
dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan. -
Terdapat sudah akibat
5
orang
meninggal perdarahan
yang dunia saat
persalinan. 20
4.3 Diagnosa Keperawatan
a. Domain 10. Prinsip Hidup. Kelas 3. Keselarasan Nilai/Keyakinan/Tindakan. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. b. Domain 2 Nutrisi. Kelas 1 Makan Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. 4.4 Intervensi Keperawatan
a. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Primer
Sekunder
NOC NIC Kepercayaan mengenai kesehatan Konseling (5240) (1700) - Sediakan informasi factual - Mendapatkan sumberyang tepat dan sesuai sumber untuk melakukan - Identifikasi adanya tindakan perbedaan antara pandangan - Merasakan pentingnya pasien terhadap situasi mengambil tindakan dengan pandangan dari tim (contohnya KB) tenaga kesehatan Pembuatan keputusan (0906) Pendidikan kesehatan (5510) - Mengidentifikasi - Identifikasi faktor internak informasi yang relevan atau eksternal yang dapat - Mengidentifikasi meningkatkan atau kemungkinan konsekuensi mengurangi motiasi untuk dari masing-masing berprilaku sehat pilihan - Pertimbangkan riwayat individu dalam konteks personal dan riwayat sosial budaya individu, keluarga, dan masyarakat - Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok sasaran Konseling (5240) - Gunakan alat pengkajian (misalnya, kertas dan pensil, audio-tape, videotape) untuk membantu meningkatkan kesadaran diri pasien dan 21
Tersier
Kepercayaan mengenai kesehatan (1700) - Merasakan manfaat [dari tindakan] - Merasakan peningkatan gaya hidup
pengetahuan konselor terhadap situasi dengan cara yang tepat. Pendidikan kesehatan (5510) - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah prilaku
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Primer
Sekunder
Tersier
NOC NIC Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100) - Identifikasi asupan gizi - Anjurkan pasien terkait dengan - Identifikasi asupan kebutuhan makanan tertentu makanan berdasarkan perkembangan atau Kepercayaan mengenai kesehatan usia (misalnya., peningkatan (1700) kalsium, protein, cairan, dan - Mendapatkan sumberkalori untuk wanita menyusui; sumber untuk melakukan peningkatan asupan serat untuk tindakan mencegah konstipasi pada orang - Merasakan pentingnya dewasa yang lebih tua) mengambil tindakan
Monitor nutrisi (1160) - Monitor kalori dan asupan makanan - Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan Kepercayaan mengenai kesehatan Manajemen nutrisi (1100) (1700) - Tentukan status gizi dan - Merasakan manfaat [dari kemampuan (pasien) untuk tindakan] memenuhi kebutuhan gizi - Merasakan peningkatan - Tentukan jumlah kalori dan gaya hidup jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
22
4.5 Implementasi
Diagnosa Keperawatan
Hari, Tanggal, Waktu
Intervensi
Implementasi
Domain 10. Prinsip Hidup. Kelas 3. Keselarasan Nilai/Keyakina n/Tindakan. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Senin, 11 Konseling (5240) Konseling (5240) September - Sediakan informasi - Menyediakan informasi 2017, 08.00factual yang tepat factual yang tepat dan selesai dan sesuai sesuai - Identifikasi adanya - Mengidentifikasi adanya perbedaan antara perbedaan antara pandangan pandangan pasien pasien terhadap situasi terhadap situasi dengan pandangan dari tim dengan pandangan tenaga kesehatan dari tim tenaga - Menggunakan alat kesehatan pengkajian (misalnya, - Gunakan alat kertas dan pensil, audio pengkajian tape, videotape) untuk (misalnya, kertas membantu meningkatkan dan pensil, audiokesadaran diri pasien dan tape, videotape) pengetahuan konselor untuk membantu terhadap situasi dengan cara meningkatkan yang tepat. kesadaran diri pasien Pendidikan kesehatan (5510) dan pengetahuan - Mengidentifikasi faktor konselor terhadap internal atau eksternal yang situasi dengan cara dapat meningkatkan atau yang tepat. mengurangi motiasi untuk Senin, 11 Pendidikan kesehatan berprilaku sehat September (5510) - Mempertimbangkan riwayat 2017, 11.00- Identifikasi faktor individu dalam konteks selesai internal atau personal dan riwayat sosial eksternal yang dapat budaya individu, keluarga, meningkatkan atau dan masyarakat mengurangi motiasi - Menentukan pengetahuan untuk berprilaku kesehatan dan gaya hidup sehat perilaku saat ini pada - Pertimbangkan individu, keluarga, atau riwayat individu kelompok sasaran dalam konteks - Mengajarkan strategi yang personal dan riwayat dapat digunakan untuk sosial budaya menolak perilaku yang tidak individu, keluarga, sehat atau berisiko daripada dan masyarakat memberikan saran untuk - Tentukan menghindari atau mengubah pengetahuan prilaku kesehatan dan gaya 23
12 2 Selasa, September Nutrisi. Kelas 1 2017, 08.00Makan selesai Domain
Ketidakseimba ngan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan tubuh
(00002)
pada
agregat
ibu hamil dari pasangan subur
usia yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Selasa, 12 September 2017, 09.00selesai
hidup perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok sasaran - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah prilaku Manajemen nutrisi (1100) Manajemen nutrisi (1100) - Anjurkan pasien terkait - Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan dengan kebutuhan makanan makanan tertentu tertentu berdasarkan berdasarkan perkembangan atau usia perkembangan atau usia (misalnya., peningkatan (misalnya., peningkatan kalsium, protein, cairan, dan kalsium, protein, cairan, kalori untuk wanita menyusui; dan kalori untuk wanita peningkatan asupan serat untuk menyusui; peningkatan mencegah konstipasi pada orang asupan serat untuk dewasa yang lebih tua) mencegah konstipasi - Tentukan status gizi dan pada orang dewasa yang kemampuan (pasien) untuk lebih tua) memenuhi kebutuhan gizi - Tentukan status gizi dan - Menentukan jumlah kalori dan kemampuan (pasien) jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi untuk memenuhi persyaratan kebutuhan gizi gizi - Tentukan jumlah kalori Monitor nutrisi (1160) dan jenis nutrisi yang - Memantau kalori dan asupan dibutuhkan untuk makanan memenuhi persyaratan - Memantau kecenderungan gizi terjadinya penurunan dan Monitor nutrisi (1160) kenaikan berat badan pada - Monitor kalori dan pasien asupan makanan - Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan
24
4.6 Evaluasi
Berdasarkan hasil wawancara pada masyarkat atas tindakan asuhan keperawatan di desa Sejahtera didapatkan hasil, sebagai berikut: a. Dianosa keperawatan: Konflik pengambilan keputusan pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kotrasepsi S: Dari hasil wawancara beberapa warga yang belum menggunakan alat kontrasepsi telah menggunakan alat kontrasepsi, warga memahami akan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi, beberapa masyarakat mengatakan gaya hidup yang meningkat, dan merasakan manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi. O: Prosentase penggunaan alat kontrasepsi di desa Sejahtera meningkat, angka kelahiran pada desa Sejahtera menurun dan terkendali A: Masalah teratasi P: Lanjutkan intervensi b. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi S: Dari hasil wawancara para ibu hamil di desa Sejahtera mengatakan bahwa telah mengonsumsi makanan bergizi tanpa berpantangan, para ibu hamil mengatakan bahwa merasa lebih sehat dan merasakan manfaat dengan memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan setempat O: Prosentase ibu hamil dengan anemia di desa Sejahtera menurun, Angka Kematian Ibu (AKI) di Desa Sejahtera menurun. A: Masalah teratasi P: Lanjutkan intervensi
25
BAB 5 KESIMPULAN
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang usia istrinya antara 15 - 49 tahun yang kemudian dibagi menjadi 3 (tiga ) kelompok yakni: dibawah usia 20 tahun, antara 20 - 35 tahun, usia diatas 35 tahun. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada Pendataan Keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan.Masalah yang dapat dialami oleh pasangan usia subur antara lain masalah yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi, infertilitas, kista, kanker, pernikahan dini dan penyakit menular seksual. Salah satu intervensi nasional pada agregat pasangan usia subur adalah program keluarga berencana (KB), Program ANC, P4K, Program Kunjungan Nifas, dan Program Keluarga Harapan. Keluarga Berencana merupakan suatu usaha untuk merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Peran Perawat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur yaitu sebagai care giver, concelor, educator, collaborator, sekaligus consultant.
26