ASKEP STROKE PADA LANSIA TUGAS:KEPERAWATAN GERONTIK
ASKEP STROKE PADA LANSIA LA NSIA
Oleh: KASRIANI HUTRI SULFIANA L. ELIZABETH YUNITA D. ISMAWATI HASMIRAN KOKODI ALI L. HERLIAN AL RAFIUT SADIAH HERLIN MUH. TAUFIK B. G4 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2O12
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia. Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita. Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini. Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasratmereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di
Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian stroke ? 2. Apa jenis-jenis stroke ? 3. Bagaimana etiologi stroke ? 4. Bagaimana patofisiologi penyakit stroke ? 5. Apa tanda dan gejala stroke ? 6. Bagaimana menjelasakan prinsip penanganan ? 7. Bagaimana komplikasi dari penyakit stroke ? 8. Bagimana prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke baik hemoragik maupun non-hemoragik ? C. Tujuan khusus 1. Menjelaskan pengertian stroke. 2. Mampu menyebutkan klasifikasi stroke. 3. Mampu menyebutkan etiologi stroke. 4. Mampu menjelaskan patofisiologi penyakit stroke. 5. Mampu menyebutkan tanda dan gejala stroke. 6. Mampu menjelasakan prinsip penanganan. 7. Mampu menjelaskan komplikasi dari penyakit stroke. 8. Mampu menguraikan prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke baik hemoragik maupun non-hemoragik
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. LANSIA 1. Definisi Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) men etapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (2003) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal. 2. Ciri-Ciri Lansia Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu : a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi. b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain. c. Perubahan peran Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. d. Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk. 3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah: a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 2002): 1) Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur. 2) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian). 3) Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani. 4) Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap. 5) Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.
6) Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau. 7) Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol. 8) Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah. 9) Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna. 10) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan. 11) Makan disesuaikan dengan kebutuhan b. Minum air putih 1.5 – 2 liter Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit. Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya. c. Olah raga teratur dan sesuai Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif. d. Istirahat, tidur yang cukup Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan. e. Menjaga kebersihan Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang term asuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air.
Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik. f. Minum suplemen gizi yang diperlukan Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan. g. Memeriksa kesehatan secara teratur Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat. h. Mental dan batin tenang dan seimbang Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah: 1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang. 2) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain. 3) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat. i. Rekreasi Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
B.STROKE A. Pengertian Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo,
2000). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000) Stroke adalah defisit neurologi yang memiliki awitan mendadak dan berlansung 24 jam sebagai akibat dari cerebrovaskuler disease (CVD). (Carolyn, 1999). B. Insiden Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya : tekanan darah tetap terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan hindari merokok.Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam, sering ditemukan pada pria daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75 tahun.
C. Faktor Resiko Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ; 1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia. Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. D. klasifikasi stroke Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi : a. Stroke Hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat
hipertensi yang tidak terkontrol. b. Stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : 1. TIA’S (Trans Ischemic Attack) Gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. 3. Stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. 4. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent. E. Etiologi 1. Trombosis (penyakit trombo – oklusif) Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga perm ukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. 2. Embolisme Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas. 3. Perdarahan serebri Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim –enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler –kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut –serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme. F. Patofisiologi 1. Stroke non hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. 2. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh ak an menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. G. Manifestasi Klinik Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidenrifikasi secara jelas terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh darah mengalami stenosis pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang berat pada beberapa jam atau hari, termasuk hemiplegia, kehilangan/gangguan bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu. Kondisi yang terjadi di atas yang bersifat sementara disebut Transient Ischemic Attacks (TIA), atau manifestasi klinik yang terjadi secara gradual disebut Stroke in Evolution. Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk terjadinya perdarahan serebral : 1. Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala). 2. Vertigo (pusing) atau sinkop. 3. Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis). 4. Epistaxis. 5. Perdarahan retina. Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu : Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina, konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan status mental lainnya. Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara, dan perobahan refleks. Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal
dari otak menuju ke sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia. Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga menyebabkan terjadinya deformitas yang serius. Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan simbol -simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada korteks serebral. Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis dan memahami bahasa yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia sensorik yang berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi simbolik yang berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan deng an kata-kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama yang berhubungan dengan pembuluh darah Middle cerebral artery. Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan, berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat dikoordinasikan. Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan hemiplegia. Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan, taktil, atau inform asi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubu tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada objek. Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx. Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa : 1. Hemianesthesia : Kehilangan sensasi. 2. Paresthesia. 3. Kehilangan sensasi pada oto sendi. Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat : 1. kurangnya perhatian. 2. kehilangan memori 3. faktor emosi. 4. tidak mampu berkomunikasi. Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan ROM (range of motion). Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata mengebabkan tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan berkurangnya air mata. Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi klien labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social withdrawal terutama aphasia, gangguan perilaku seksual,
regresi, dan marah. Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri. Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada jalur pramidal ( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan gangguan refleks. Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada middle cerebral artery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih keras daripada ekstremitas bawah. 2. Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi sehubungan dengan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria. 3. Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol perasaannya. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan masalah mobilitas dan dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan. 4. Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi dirinya. H. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
3. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotisaliran darah dan atau muncul plak) atau arteriosklerotik. 4. EEG untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik. 5. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark. 6. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 7. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik. I. Pencegahan Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke. Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mensegah terjadinya komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi. J. Penatalaksanaan Medis Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: 1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil 2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan 3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil 4. Bed rest 5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia 6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit 7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi 8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik 9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK 10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT 11. Penatalaksanaan spesifik berupa: • Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik • Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi. TERAPI KHUSUS Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA. 1. Pentoxifilin Mempunyai 3 cara kerja: a. Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus b. Meningkatkan deformalitas eritrosit c. Memperbaiki sirkulasi intraselebral 2. Neuroprotektan a. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen b. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak c. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin d. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan Pengobatan konservatif Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri. Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan. K. Komplikasi Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998): a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama) 1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memperberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian. 2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal. b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama) 1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama 2. Infark miokard 3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi. 4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat. c. Komplikasi Jangka panjang Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer. Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu: 1. Hipoksia serebral Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat. 2. Aliran darah serebral Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. 3. Embolisme serebral Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral. Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN STROKE A. PENGKAJIAN a. Wawancara Menurut Doengoes (1999:613-614) data dasar pengkajian pasien pada penderita sroke adalah, 1. Aktifitas atau Istirahat • Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen) • Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonusus, penurunan rentang gerak 2. Sirkulasi • Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, palpitasi, nyeri dada (angina) • Tanda : Hipertensi otostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir 3. Integritas ego • Gejala : Karakter stress. Contoh : financial, hubungan dsb, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan • Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian 4. Eliminasi • Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare/konstipasi • Tanda : Perubahan warna kulit, contoh : kuning pekat, coklat, oliguria dapat menjadi anuria 5. Makanan atau Cairan • Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah • Tanda : Distensi abdomen/asistes pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, edema umum (tergantung) ulserasi gusi, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga 6. Neurosensori • Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah • Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran 7. Nyeri atau kenyamanan • Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk pada malam hari) • Tanda : Gelisah 8. Pernafasan • Gejala : Nafas pendek, dispneu nocturnal proksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak • Tanda : Takipneu, dispneu, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul) batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru) 9. Keamanan • Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi • Tanda : Demam, ptekie, keterbatasan gerak sendi 10. Seksualitas • Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilisasi 11. Interaksi social • Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga b. Pengkajian Fisik Menurut Mensjoer (2000:532), pengkajian fisik yang ditemukan pada pasien GGK adalah,
1. Umum : malaise 2. Kulit : pucat, mudah lecet dan rapuh 3. Kepala dan leher : lidah kering dan berselaput, vector uremik 4. Mata : fundus hipertensif, mata merah 5. Kardiovaskuler : hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung 6. Pernafasan : edema paru, efusi pleura 7. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum 8. Perkemihan : nokturia, poliuria, haus, proteinuria 9. Reproduksi : penurunan libido, impotensi amenore 10. Saraf : letargi, malaise, tremor, kejang, koma 11. Sendi : gout, klasifikasi ekstra tulang 12. Tulang : hiperparati roidisme, defisiensi vitamin D 13. Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah perdarah Pengkajian khusus : 1.Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang 2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala. 3. Kekakuan atau flaksiditas leher. 4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular. 5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit. 6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri. 7. Kemampuan untuk bicara 8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam. B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan vasospasme serebral. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan menelan. 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral. 5. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi 6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik 7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik. C.INTERVENSI KEPERAWATAN Dx1.: Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral. Dibuktikan oleh : a. Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori b. Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan c. Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional d. Perubahan tanda-tanda vital Tujuan Pasien / kriteria evaluasi : a. Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik b. Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK c. Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
Intervensi : a. Monitor dan catat status neurologis secara teratur R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf b. Monitor tanda-tanda vital R/ menentukan keadaan klien c. Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0 R/ melihat reaksi dan fungsi d. Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang R/ mengurangi penurunan penglihatan e. Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi R/ mengurangi penurunan fungsi f. Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral. R/ agar tidak kaku g. Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi R/ Untuk kenyamanan Kolaborasi : a. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi b. Berikan medikasi sesuai indikasi c. Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar ) d. Antihipertensi e. Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine. f. Manitol Dx : 2 Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun, hilang rasa ujung lidah Ditandai dengan: a. Keluhan masukan makan tidak adekuat b. Kehilangan sensasi pengecapan c. Rongga mulut terinflamasi Kriteria evaluasi : a. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan b. BB stabil c. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat Intervensi : a. Pantau masukan makanan setiap hari R/ untuk menentukan intake dan output b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi R/ melihat penuruna BB c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program R/ menjaga keseimbangan BB d. Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan R/ untuk kenyamanan e. Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah R/ melihat output
Kolaborasi: a. Pemberian anti emetic dengan jadwal regular b. Vitamin A,D,E dan B6 c. Rujuk ahli diit d. Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral Dx 3 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif Dibuktikan oleh : Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot. Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop. a. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh b. Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya c. Terpeliharanya integritas kulit Intervensi : a. Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring ) R/ mencegah terjadinya dekubitus b. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas R/ agar tidak terjadinya kekakuan c. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral R/ kenyamanan klien d. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi R/ untuk kenyamanan e. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk R/ untuk kenyamanan Kolaborasi a. Konsul ke bagian fisioterapi b. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik c. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi Dx 4 : Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih. Ditandai : a. Gangguan artikulasi b. Tidak mampu berbicara / disartria c. ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek d. Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif. Tujuan pasien / kriteria evaluasi a. Pasien mampu memahami problem komunikasi b. Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi c. Menggunakan sumber bantuan dengan tepat Intervensi : a. Bantu menentukan derajat disfungsi R/ agar tidak terjadinya disfungsi
b. Sediakan bel khusus jika diperlukan R/ mencegah kegawatdaruratan c. Sediakan metode komunikasi alternative R/ kenyamanan d. Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien R/ untuk kenyamanan e. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas R/ terciptanya saling kepercayaan f. Bicara dengan nada normal R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara Dx 5 : Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan) Ditandai ; a. Disorientasi waktu, tempat , orang b. Perubahan pola tingkah aku c. Konsentrasi jelek, perubahan proses piker d. Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh e. Perubahan pola komunikasi f. Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik. Tujuan / kriteria hasil : a. Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya. b. Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat c. Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi Intervensi : a. Kaji patologi kondisi individual R/ mencegah penurunan kesadaran b. Evaluasi penurunan visual R/ mencegah penurunan kesadaran c. Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh R/ agar pasien tidak tersinggung d. Sederhanakan lingkungan R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan e. Bantu pemahaman sensori R/ mengurangi ketidak reaksi saraf f. Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan R/ mengurangi kematian sel-sel saraf g. Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim R/ menjaga kenyamanan h. Pertahankan kontak mata saat berhubungan R/ meningkatkan kepercayaan i. Validasi persepsi pasien R/ menentukan keluhan Dx 6 : Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol /koordinasi otot Ditandai dengan : Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toileting Kriteria hasil: a. Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri b. Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan c. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri Intervensi: a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri R/: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh R/: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan R/:Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya R/: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi R/: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus Dx.7: Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama 1) Tujuan Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit 2) Kriteria hasil - Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka 3) Rencana tindakan a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin R/: Meningkatkan aliran darah kesemua daerah b) Rubah posisi tiap 2 jam R/: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol R/:Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi R/: Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit R/: Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA http://imam-14naruto.blogspot.com/2011/05/askep-lansia-dengan-stroke.html http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-stroke/ Guyton & Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran ed 11. Jakarta: EGC. 2007