BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau bali adalah pulau yang sangat terkenal di didalam maupun di luarnegeri. Bai terkenal dengan budaya, pemandangan alam yang indah dan yang paling mencirikan Bali adalah Arsitektur Bali. Arsitektur Tradisional Bali telah ada sejak zaman dahulu yang turun menurun di warisakan sebagai landasan dalam membanguan sebuah hunian yang berfilosofi tinggi. Aturan aturan atau tata cara itu di atur dalam lontar Asta Kosala kosali. Arsitektur Tradisional Bali yang memiliki konsepsi-konsepsi yang dilandasi agama Hindu, merupakan perwujudan budaya, dimana karakter perumahan tradisional Bali sangat ditentukan norma-norma agama Hindu, adat istiadat serta rasaseni yang mencerminkan kebudayaan. Arsitektur tradisional Bali merupakan cerminana dari karakter masyarakan Bali mengenai kebiasaan kebiasaan orang Bali. Arsitektur tradisonal Bali memiliki kaedah kaedah tersendiri dalam pembangunannya. Berkaitan dengan fungsi, kebutuhan, penempatannya, dan civitas di dalamnya. Seiring dengan perkembangan pariwisata di bali maka akan berpengaruh pada gaya hidup atau life style masyarakat Bali pada khususnya. Akan tetapi Di Bali saat ini ditemukan berbagai corak arsitektur, mulai dari Arsitektur tradisional bali kuno, tradisional bali yang di kembangkan, arsitektur masakini yang berstyle Bali bahkan arsitektur yang sama sekali tidak memiliki nuansa Bali. Mengetahui aspek-aspek arsitektur tadisional Bali di butuhkan pengetahuan yang mendalam terutama aspek filosofi, religius dan sosial budaya. Yang sekarang arstektur tradisional Bali telah mengalami perkembangan karena perubahan zaman dan iklim yang sekarang menjadi arsitektur Bali. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka kami dapat memperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana arsitektur yang berkembang saat ini di Bali ?
2.
Bagaimana contoh banguanan non tradisional di Bali? 3.
Bagaimana akulturasi antara arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur masa kini pada objek observasi?
1.3 Tujuan Penulisan 1
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut. 1.
Untuk mengetahui bagaimana arsitektur yang berkembang saat ini di Bali. 2.
Untuk mengetahui bagaimana contoh banguanan non tradisional di Bali.
3.
Untuk mengetahui bagaimana Bagaimana akulturasi antara arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur masa kini pada objek observasi.
1.4 Manfaat Penulisan Hasil dari penulisan laporan observasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. a. Bagi Penulis Dapat memperluas pengetahuan penulis mengenai Arsitektur Bali dan Arsitektur Masa Kini untuk kemudian dapat dijadikan acuan dalam mengerjakan tugas-tugas mata kuliah lainnya. b. Bagi Pembaca Diharapkan bagi pembaca bisa
memanfaatkan tugas ini sebagai referensi
mengenai Arsitektur Bali dan Arsitektur Masa Kini.
BAB II METODE DAN OBYEK 2
2.1 METODE PENDATAAN Dalam melakukan pendataan terhadap arsitektur Bali maupun arsitektur masa kini yang bertujuan untuk meredisign suatu bangunan, penulis menggunakan metode pengamatan langsung terhadap objek yang akan dibahas dan kemudian didata dengan bantuan sketsa, foto serta wawancara dengan pihak yang berkompeten, ataupun civitas yang ada. a. Sketsa Sketsa merupakan penyajian visual sebuah obyek yang diamati yang dimana dituangkan pada sebuah kertas gambar dengan pengerjaan yang cepat, singkat, dan efektif tanpa mengurangi informasi yang ada. Cara ini dilakukan karena lebih efisien dan mudah, dengan sketsa yang sistematis semua informasi bisa dijelaskan dan masalah yang ada mampu untuk diselesaikan. b. Foto Foto merupakan salah satu hal yang penting saat melakukan observasi. Dengan adanya foto, semua dokumentasi baik berupa bangunan, komponen, dll dapat didokomentasikan dengan baik, jelas, dan lebih nyata. c. Wawancara Selain mengumpulkan informasi dengan sketsa dan foto, dalam pengumpulan data juga dapat melalui wawancara dengan penghuni / pemilik bangunan, atau yang mengerti. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai arsitektur yang digunakan demi penyempurnaan tugas ini.
2.2 METODE ANALISIS Metode analisis merupakan metode yang digunakan untuk melakukan analalisi terhadap sistem dan komponen sistem yang diamati. Metode yang digunakan dalam 3
melakukan analisis adalah dengan cara membandingkan antara arsitektur Bali dengan arsitektur masa kini yang bertujuan untuk meredisign suatu bangunan yang pada bangunan tersebut yang pada bangunannya telah ada prinsip – prinsip dan teori – teori dasar dalam merancang sebuah bangunan. Analisi dilakukan berdasarkan prinsip – prinsip dan teori – teori yang telah dipahami dari hasil pembelajaran mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan sebelumnya. Tidak lupa metode analisis ini juga menggunakan pengamatan obyek secara langsung. Dengan adanya pengamatan secara langsung maka penulis dapat merasakan aspek – aspek kenyamanan, keamanan dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan serta menentukan seberapa berhasilnya sebuah desain bangunan.
BAB III LANDASAN TEORI
4
3.1. KONSEP DASAR PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI Arsitektur Bali terutama Arsitektur Tradisional Bali adalah sebuah aturan tata ruang turun temurun dari masyarakat Bali yang bersifat luas dan meliputi segala aspek kehidupan masyarakat di Bali. Ini pula yang semestinya dipahami oleh arsitek Bali dalam merancang sebuah bangunan dengan memperhatikan tata ruang masyarakat Bali. Konsep-konsep dasar pada Arsitektur Tradisional Bali yaitu: a. Konsep Keseimbangan Konsep keseimbangan merupakan konsep keseimbangan unsur semesta, seperti konsep Tri Hita Karana, Catur Lokapala dan Dewata Nawa Sanga. Konsep ini harus menjadi panutan dalam membangun di berbagai tataran arsitektur termasuk keseimbangan dalam berbagai fungsi bangunan. Konsep Tri Hita Karana dapat dilihat pengaplikasiannya dari adanya bentuk keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan lingkungannya baik dalam tingkat perumahan maupun desa. Konsep Catur Lokapala adalah konsep empat pura sebagai pelindung dan menjaga rasa aman dan nyaman (raksanam), yaitu Pura Lempuyang pada arah Timur, Pura Luhur Batukaru pada arah Barat, Pura Puncak Mangu pada arah Utara, dan Pura Andakasa pada arah Selatan. Konsep Dewata Nawa Sanga adalah aplikasi dari pura-pura utama yang berada di delapan penjuru arah di Bali yang yang dibangun menyeimbangkan pulau Bali. Pura-pura utama tersebut dimaksudkan untuk memuja manifestasi Tuhan yang berada di delapan penjuru mata angin dan di tengah sebagai pusat. Aplikasi konsep yang dapat disebut pola natah ini dapat kita jumpai pada rumah tradisional Bali yang memiliki natah atau halaman tengah sebagai pengikat dan penentu nilai zona bangunan, serta pemberian nama bangunan disekitarnya seperti Bale Daje,Bale Dauh,Bale Delod,Bale Dangin, dll. b. Konsep Rwa Bhineda (Hulu-Teben/Purusa-Pradana) Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk Hulu-Teben yang merupakan dua kutub berkawan dimana Hulu bernilai utama dan Teben bernilai nista/ kotor. Yang dimaksud dengan Hulu adalah arah terbitnya matahari, arah gunung dan arah jalan raya (margi agung) atau kombinasi daripadanya. Sedangkan Teben adalah arah terbenamnya matahari, dan arah laut. Perwujudan Purusa-Pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Pertiwi, yang disebut juga dengan embryo kehidupan dimana Purusa adalah sebagai jantan dan Pradana sebagai betina. c. Konsep Tri Angga dan Tri Mandala 5
Konsep Tri Mandala dan Tri Angga memiliki konsep yang serupa yaitu membagi bagian bangunan dengan tiga nilai yaitu utama, madya, dan nista. Konsep Tri Mandala adalah sistem pembagian area secara horizontal yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama, seperti tempat pemujaan. Madya Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya, seperti tempat tinggal penghuni, dan Nista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai nista, seperti contohnya kandang ternak. Sedangkan konsep Tri Angga adalah pembagian area secara vertical yaitu Utama Angga adalah atap, Madya Angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Nista Angga adalah batur atau pondasi. Utama
Madya Nista
d. Konsep Keharmonisan dengan Lingkungan Konsep ini menyangkut pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat, khususnya insan-insan ahli pembangunan tradisional setempat. Di dalam menentukan atau memilih tata letak pekarangan rumah pun menurut aturan tradisional Bali ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan yaitu: a. Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau Utara pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti: sawah, ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura. b. Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan lurus langsung bertemu dengan pekarangan rumah. c. Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/rumah sebuah keluarga lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalingkuhan. d. Pekarangan rumah tidak boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalebon Amuk. e. Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah- menyebelah jalan umum dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan: Karang Negen.
6
f. Pekarangan rumah yang sudut Barat Dayanya bertemu dengan sudut Timur Lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah-menyebelah jalan umum, ini tidak boleh. Pantangan ini dinamakan: Celedu Nginyah. Desain interior dalam konsep Arsitektur Tradisional Bali Madya juga dapat berarti rancangan ruang di dalam ruang atau space in space pada area rumah tinggal. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pola Zonasi Pola zonasi rumah tinggal era Bali Madya memiliki pola teratur, dengan konsep ruang Sanga Mandala, yang membagi pekarangan menjadi 9 bagian area. Tata nilai ruangnya ditata dari area atau zona Utamaning Utama sampai zona Nistaning Nista untuk bangunan paling provan. Jadi konsep zonasi unit bangunan di dalam pekarangan rumah tradisional Bali Madya, ditata sesuai dengan fungsi dan nilai kesakralan dari unit bangunannya. Zona Parahyangan untuk tempat suci, zona Pawongan untuk bangunan rumah dan zona Palemahan untuk kandang ternak, teba dan tempat servis/ pelayanan. Filosofi Tri Hita Karana sangat jelas diterapkan pada sonasi ruang rumah tinggal era Bali Madya, karena zona ruangnya telah didesain agar keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama dan ala lingkungan tetap terjaga, sehingga pemilik dan pemakai bangunan memperoleh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. b. Pola Sirkulasi Desain pola sirkulasi pada rumah tinggal tradisional Bali Madya adalah dari pintu masuk/angkulangkul menuju dapur (paon), yang memiliki makna sebagai tempat untuk membersihkan segala hal buruk yang terbawa dari luar rumah, kemudian baru dapat memasuki bangunan-bangunan lainnya, seperti ke Bale Dauh, Bale Gede/Dangin, Meten/Gedong dan bangunan lainnya. Sedangkan pola religiusnya dimulai dari Sanggah/Merajan, baru kemudian ke Bale Meten/Bale Daja, Bale Gede/dangin, Bale Dauh, Paon, Jineng, Penunggun Karang, Angkul-angkul dan bangunan tambahan lainnya. Proses aktivitas yang dimulai dari tempat suci ini dilakukan pada saat upacara secara tradisional Bali. c. Orientasi Orientasi bangunan rumah tradisional Bali Madya adalah menghadap ke ruang tengah (natah),yang memiliki makna tempat bertemunya langit dan bumi, sehingga tercipta kehidupan di bumi. Langit (akasa) adalah purusa, sebagai simbol unsur lakilaki dan bumi (pertiwi) adalah pradana, yang merupakan simbol unsur perempuan. 7
Unsur purusa dan predana inilah bertemu pada natah, sehingga tercipta kehidupan di rumah tinggal tradisional Bali Madya. Pada rumah tradisional Bali Madya, bangunan tempat tidur (Bale Meten) berorientasi ke Selatan, bangunan tempat anak muda/ tamu (Bale Dauh) berorientasi ke Timur, bangunan tempat upacara (Bale Gede/Dangin) berorientasi ke Barat, sedangkan dapur (Paon) berorientasi ke utara. Keempat unit bangunan pokok tersebut berorientasi ke tengah/natah sebagai halaman pusat aktivitas rumah tinggal. Orientasi pintu masuk tempat suci keluarga (Sanggah/ merajan) kearah Selatan atau ke arah Barat. d. Lay Out Ruang Maksud dari lay out ruang adalah perencanaan, rancangan, desain, susunan, tata letak tentang ruang-ruang yang terdapat pada desain interior rumah tinggal tradisional Bali Madya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa desain interior tradisional Bali Madya adalah seluruh compound bangunan yang terdapat di dalam tembok penyengker, sehingga ruang kosong di tengah yang disebut natah adalah termasuk ruang keluarga sebagai tempat bermain dan berkumpulnya keluarga. 3.2. ARSITEKTUR MASA KINI Arsitektur modern memiliki ornament yang sangat minim. Pada arsitektur modern fungsi lebih diutamakan dalam menentukan bentuk, ukuran dan bahan. Di Indonesia rumah-rumah dengangaya arsitektur modern mulai banyak diterapkan pada awalt tahun 70-an.
Di
masa
sekarang
pun
banyak
rumah-rumah
baru
yang
dibangun
dengan gaya arsitektur modern dengan penyesuain terhadap bahan bangunan dengan teknologi terkini, perkembangan budaya dan wawasan serta gaya hidup penghuninya. Eksterior rumah dengan gaya arsitektur modern didominasi dengan jendela yang berukuran lebar dan atau tinggi, list plang beton memanjang dan kanopi yang menjeorok ke depan. Dengan kolom yang simple atau bahkan tanpa kolom. Bentuk masa rumah modern di dekorasi dengan ornament garis vertical, horizontal, dan diagonal yang sederhana pada dinding eksterior yang luas. Interior rumah modern ditata dengan ornament yang sederhana, plafond bertingkat dan void di ruang-ruang public yang meberikan kesan luas. Ruang pada rumah dengan gaya Arsitektur Modern umunya transparan, menerus, ruang-ruang saling terhubung dengan ruang-ruang perantara dibatasi oleh dekorasi interior yang tidak masiv. Bahan bangunan berupa stainless steel finishing polished, aluminum anodized, kaca berwarna / tinted glass, marupakan bahan dengan jenis 8
finishing mencirikan rumah modern dimasa-masa awal berkembangnya di Indonesia. Disaat sekarang ini banyak bahan engunan dengan teknologi modern yang menjadi komponen penting seperti galvanized metal, granitile, grc, perforated metal dll. 3.3. AKULTURASI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI TERHADAP ARSITEKTUR MASA KINI Pada masa sekarang alkulturasi atau penggabungan nilai Arsitektur Tradisional Bali dengan Arsitektur Masa Kini menjadi pilihan bagi banyak orang dalam merancang bentuk eksterior maupun interior rumah tinggal. Seiring berjalannya waktu, maka semakin berkembang pula kebutuhan dan kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berpengaruh pula terhadap arsitektur yang berkembang. Akan tetapi, pengaruh modernisasi perlahan-lahan mungkin akan mulai mengikis arsitektur tradisional sehingga penggabungan nilai Arsitektur Tradisional Bali dengan Arsitektur Masa Kini dapat menjadi alternatif untuk merancang arsitektur yang mengikuti perkembangan jaman tanpa menghapuskan Arsitektur Tradisional Bali. Alkulturasi atau penggabungan nilai ATB dan AMK dilakukan dengan cara mengaplikasikan nilai – nilai dan filosofi ATB kedalam bangunan AMK. Selain itu dengan memaksimalkan penggunaan bahan – bahan lokal dan juga memaksimalkan penggunaan ornamen – ornamen khas tradisional Bali. Berikut ini pengaplikasian nilai – nilai dan filosofi ATB kedalam AMK adalah penerapan konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan lingkungan sekitar) dalam membuat rancangan sebuah rumah tinggal yang menggunakan konsep AMK harus memiliki hubungan yang baik dengan ketiga aspek yang ada pada konsep Tri Hita Karana, menjaga hubungan manusia dengan Tuhan melalui upacara pamlaspas pada saat rumah sudah selesai di bangun, menjaga hubungan manusia dengan manusia melalui IMB (Izin Membangun Bangunan) yang resmi agar tidak terjadi kesenjangan antar sesama manusia, menjaga hubungan manusia dengan lingkungan sekitar melalui pelestarian lingkungan di sekitar area rumah yang akan di bangun maupun yang sudah terbangun. Penerapan konsep Tri Angga yang menganalogikan bagian tubuh manusia (kepala, badan, kaki) kedalam sebuah bangunan, kepala pada bangunan adalah atap atau upper stuktur, badan pada bangunan adalah bagian tembok atau super struktur, kaki pada bangunan adalah bagian pondasi, konsep Tri Angga sudah menjadi Perda Provinsi Bali, yang berarti setiap bangunan yang akan dibangun di Bali harus memiliki konsep Tri 9
Angga. Memaksimalkan penggunaan bahan – bahan lokal dan ornamen khas tradisional Bali juga dapat menambah nilai ATB pada AMK, akan tetapi jika bangunan AMK tidak memiliki konsep atau filosofi ATB maka ornamen yang ditambahkan hanya akan menjadi arsitektur tempelan. 3.4. TEORI HIBRID Ikhwanuddin (2005) dalam bukunya Menggali Pemikiran Postmodern Dalam Arsitektur,mengemukakan pemikiran adanya sebuah konsep arsitektur yang dapat dipergunakan untuk menciptakan karya arsitektur berkarakter budaya lokal, yaitu konsep desain hybrid.
Gagasan
pokok
konsep
desain hybrid adalah
mencampur
atau
menggabungkan dua atau lebih kode arsitektur untuk kemudian dapat menghasilkan kode arsitektur yang baru. Kode arsitektur yang dimaksud dapat berupa karakter, elemen atau pola, serta bisa berasal dari sejarah, memori, tradisiatau masa kini. Pengertian hybrid sendiri adalah penggabungan dua unsur yang berlawanan tetapi tetap mempertahankan karakter unsur-unsur tersebut. Konsep hybrid telah diterapkan di berbagai negara maju di berbagai belahan dunia ini. Dalam desain arsitektur perlu memperhatikan karakter budaya lokal, agar karya-karya arsitektur tidak asing berada di suatu tempat dan agar suatu tempat memiliki karakternya yang unik. Salah satu cara untuk mendesain karya-karya berkarakter lokal adalah dengan menggunakan konsep desain yang tepat dan diantaranya adalah konsep hybrid. Sehingga konsep desain hybrid, dengan gagasan pokoknya mencampur atau menggabungkan dua hal yang berbeda untuk menghasilkan sesuatu yang baru, menjadi hal yang menarik untuk diangkat sebagai topik penelitian ini. Perkembangan hybrid di Indonesia merupakan bagian perkembangan desain postmodern yang mulai menggejala dari akhir tahun 80-an hingga kini (Sachari, 2001:163). Desain postmodern sendiri membawa nilai-nilai baru, terutama mengakui adanya pluralitas, perlunya menggali kekayaan sejarah dan ekspresi bentuknya, melahirkan bentuk-bentuk yang lebih kompleks dan model kerja kolektif (Widagdo, 2000:214). Upaya kreatif para arsitek untuk dapat mengawinkan suatu konsep desain dari luar yang dalam hal ini adalah konsep desain modern dan budaya lokal nyatanya menghasilkan karya hybrid yang
masih
lebih
memunculkan
karakter
desain
modern
dan
menenggelamkan karakter desain lokalnya, dikarenakan masih banyak yang belum dapat diterapkan dalam komposisi yang tepat. Investor asing yang mempekerjakan arsitek lokal, seringkali menjadi dominan membawa pengaruh gaya desain-desain arsitektur di 10
Negara asalnya. Penyebab lainnya, adanya arsitek lokal yang berkolaborasi dengan arsitek asing mencoba menghadirkan unsur modern dalam desain yang bercita rasa lokal, namun
justru
menghasilkan
desain hybrid yang
“tanggung”
karena
kurangnya
pemahaman atas desain modern dan lokal itu sendiri. Seharusnya pada bangunan hybrid, unsur-unsur lokal juga masih bisa terlihat atau tidak hilang dari kehadiran modernitas itu sendiri. Namun kenyataannya, bangunan bangunan hybrid tersebut terlalu menonjolkan ”kemodernannya” dan menenggelamkan unsur lokalnya.
11
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. CONTOH BANGUNAN NON-TRADISIONAL DI BALI
Gambar: Lokasi Regents School Bali Sumber: http://maps.google.com/
Pada studi kasus ini kami menggunakan objek dengan fungsi sebagai sekolah internasional bernama “Regents School Bali” yang beralamat di Jalan Badak Agung No.23 A, Denpasar Timur, Kota Denpasar. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah internasional di Bali yang terhitung baru dibangun dan dibuka, menawarkan jenjang pendidikan TK, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama). Mayoritas siswanya adalah bukan masyarakat asli Bali, melainkan dari ras Tionghoa, Barat, ataupun blasteran. Siswa yang bersekolah di Regents School ini tidak mengenakan seragam sebagaimana sekolah negeri maupun swasta yang ada di Indonesia, hal ini dikarenakan sekolah ini dari awal memang di tujukan kepada anak – anak yang bukan berkewarganegaraan Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa anak – anak lokal juga bisa bersekolah di sekolah ini, karena statusnya yang bertaraf internasional tentu saja akan memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk menuntut ilmu disekolah ini. Regent School ini masih dalam proses pembangunan dan perluasan lahan untuk menambah ruang kelas untuk belajar para siswanya. Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian bangunan yaitu ruang lobby, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan ruang kelas. Dalam tugas kali ini kami akan membahas bangunan utama yang ada di Regents School ini yang berfungsi sebagai lobby, bangunan ini memiliki konsep bangunan modern dengan desain minimalis tetapi sebagai bangunan yang berdiri di Bali, bangunan ini 12
seharusnya memiliki atau memperlihatkan ciri – ciri dari sebuah bangunan yang berarsitektur Bali, baik dari ornamen, langgam, maupun hal – hal lain yang melambangkan arsitektur Bali. Bentuk dasar dari bangunan ini adalah berbentuk persegi panjang. Bangunan ini didominasi oleh warna putih yang juga dihiasi staind glass pada bagian badan bangunan Regents School dan juga terdapat irama berupa sun screen yang diatur agar terlihat rapi dan menarik.pada bagian dalam bangunan elemen samping menggunakan tembok yang telah difinishing dengan cat berwarna cream. Pada bagian bawah bangunan menggunakan lantai keramik biasa sebagai bagian penutup dari elemen bawah bangunan. Pada bagian atap bangunan ini menggunakan plat beton yang juga dipadu padankan dengan atap limasan yang berukuran lebih kecil. 4.2. AKULTURASI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DENGAN ARSITEKTUR MASA KINI PADA OBJEK OBSERVASI
Gambar: Regents School Bali Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dasar pertimbangan dalam melakukan perubahan pada bangunan Regent School ini tentu saja agar bangunan ini lebih memperlihatkan tampilan bangunan Bali, tidak hanya menonjolkan desain modern pada bangunan tanpa merubah konstruksi dasar pada bangunan Regents School. Pada dasarnya bangunan Bali memiliki konsep Tri Angga dimana pada bangunan ini haruslah memiliki kepala (utama angga), badan (madya angga), dan kaki / bataran (nista angga). Hal ini sudah tercermin dari bangunan Regents School namun identitasnya harus lebih diperlihatkan agar tampilan bangunan Bali tetap ada. Konsep Tri Angga dalam hal ini dapat dilihat pada bagian bangunan secara vertikal. 13
Bangunan ini memiliki tiga pembagian yang didasarkan kepada bagian tubuh manusia yakni atap sebagai kepala (utama angga), dinding dan tiang sebagai badan (madya angga), dan pondasi sebagai kaki (nista angga). Pada bagian atap menggunakan dak beton dengan terdapat atap limasan dengan material genteng tetapi dengan bentuk lebih kecil sehingga membuatnya hampir tidak terlihat. Selain itu bentuk atap limasan tersebut tidak mencerminkan gaya bali karena tidak dilengkapi oleh ikut cledu dan murda. Jadi pada bagian atap kami memodifikasinya dengan cara penambahan ikut cledu dan murda, dan memperbesar bagian tersebut serta melengkapinya dengan leher, sehingga bagian atap dapat lebih terlihat pada bangunan.
Gambar: Redesign pada bagian Atap Regents School Bali
Pada bagian badan langgam Bali sama sekali belum terlihat, ini dapat dilihat langsung pada bagian badan dari bangunan Regent School yang menggunakan material – material modern seperti staind glass dan sun screen yang disusun secara vertikal dan juga cara pengerjaannya yang belum termasuk kedalam Arsitektur Bali. Jadi pada bagian ini kami memutuskan untuk menambahkan material batu – bata merah atau paras merah pada 14
bagian kolom dinding bangunan Regents School sehingga unsur Asitektur Bali dapat dirasakan pada bangunan ini. Tujuan atau fungsi lain kami menambahkan material batu bata merah adalah untuk memberi nilai tambah pada estetika bangunan Regent School yang kental dan memberi tampilan yang tidak monoton pada bangunan.
Gambar: Redesign pada bagian kolom Regents School Bali
Stained glass yang ada pada dinding menggunakan bingkai aluminium diganti dengan stained glass dengan bingkai jendela yang terbuat dari kayu. Kayu juga memberi kesan green architecture pada bangunan ini selain dari Arsitektur Bali harus mengoptimalkan penggunaan bahan – bahan lokal sebagai bahan material utama bangunan.
15
Pada lantai dasar pintu kaca yang ada kami modifikasi bahannya menggunakan pintu khas Bali yang memiliki nilai estetika tersendiri sehingga memberi kesan bali yang kental dipadupadankan dengan konsep modern minimalin sehingga menimbulkan perpaduan yang manis pada bangunan Regent School. Pintu ini juga difungsikan sebagai bukaan pada bangunan, serta menambahkan kesan selamat datang bagi pengunjung, tamu ataupun orang tua murid yang ingin mendaftarkan anaknya di sekolah ini yang notabene sekolah ini merupakan salah satu sekolah internasional yang ada di Bali yang murid – muridnya didominasi oleh orang beras Tionghoa, Barat, ataupun blasteran. Sehingga mendapatkan juga kesan dan nuansa Bali pada bangunan.
Gambar: Bagian pintu pada Regents School Bali yang di beri aksen style Bali.
Bagian bawah pada bangunan Regents School tepatnya bagian tangga menuju lobby dimodifikasi dengan menambahkan nose pada tangga yang tentunya mengandung estetika Arsitektur Bali.
16
Gambar: Redesign tangga pada Regents School Bali
Konsep keharmonisan dengan lingkungan juga merupakan bagian dari prinsip Arsitektur Bali, sehingga harus diterapkan pada bangunan lobby Regents School ini. Pada material sudah diganti dengan menggunakan bahan – bahan lokal seperti kayu, bata merah, dan paras, sehingga menimbulkan keharmonisan dengan lingkungan sekitarnya. Paving pada area parkir didepan lobby juga diganti dengan grass block agar menambah kesan hijau pada lingkunan sekitar Regents School.
17
Gambar: Redesign terhadap penggunaan elemen bawah di area parkir Regents School Bali.
Gambar:Tampak Depan Redesign Bangunam Regents School Bali. 18
Gambar:Tampak Samping Redesign Bangunam Regents School Bali.
Gambar:Perspektif Redesign Bangunam Regents School Bali.
19
BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN
Bangunan Regents School merupakan sebuah bangunan yang beralamat di Jalan Badak Agung No.23 A, Denpasar Timur, Kota Denpasar. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah internasional di Bali yang terhitung baru dibangun dan dibuka, menawarkan jenjang pendidikan TK, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama). ini memiliki konsep yang didominasi konsep modern. Dimana hampir seluruh desain bangunan pada Regent School didesain modern dengan penggunaan bahan yang angat minim bahan lokalnya. Dasar pertimbangan dalam melakukan perubahan pada bangunan Regent School ini tentu saja agar bangunan ini lebih memperlihatkan tampilan bangunan Bali, tidak hanya menonjolkan desain modern pada bangunan tanpa merubah konstruksi dasar pada bangunan Regents School. Jadi pada bagian atap kami memodifikasinya dengan cara penambahan ikut cledu dan murda, dan memperbesar bagian tersebut serta melengkapinya dengan leher, sehingga bagian atap dapat lebih terlihat pada bangunan. Stained glass yang ada pada dinding menggunakan bingkai aluminium diganti dengan stained glass dengan bingkai jendela yang terbuat dari kayu. Pada lantai dasar pintu kaca yang ada kami modifikasi bahannya menggunakan pintu khas Bali yang memiliki nilai estetika tersendiri sehingga memberi kesan bali yang kental dipadupadankan dengan 20
konsep modern minimalin sehingga menimbulkan perpaduan yang manis pada bangunan Regent School. Bagian bawah pada bangunan Regents School tepatnya bagian tangga menuju lobby dimodifikasi dengan menambahkan nose pada tangga yang tentunya mengandung estetika Arsitektur Bali. Konsep keharmonisan dengan lingkungan juga merupakan bagian dari prinsip Arsitektur Bali, sehingga harus diterapkan pada bangunan lobby Regents School ini
21
DAFTAR PUSTAKA Gomudha, Wayan, 1999, Penggunaan Teori Dekontruksi Pada Kajian Spasial Hunian Tradisional Bali, Bandung. http://didikanantha.blogspot.co.id/2011/01/arsitektur-bali.html http://sejarahharirayahindu.blogspot.co.id/2011/11/catur-loka-pala.html http://arsitekturtradisionalrumahadatbali.blogspot.co.id/2012/07/konsep-tata-ruang-sangamandala.html http://kosmologidanmitologiarsitekturbali.blogspot.co.id/ https://cvastro.com/arsitektur-bali-tata-ruang-masyarakat-bali.htm
22