BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya ( Suliswati, 2009). Kecemasan
adalah
suatu
keresahan,
perasaan
ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang disertai dengan respon autonomis, sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu. Ini merupakan tanda bahaya yang memperingatkan bahaya yang akn terjadi dan memamoukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman (wilkinson, 2012) Dari hasil penelitian Shidqy yang dilakukan pada tahun 2009, 62% dari 8 pasien laki-laki penyakit jantung koroner adalah memiliki kecemasan. 40% dari mereka memiliki kecemasan ringan, 40% dari mereka memiliki kecemasan sedang, dan 20% memiliki kecemasan yang parah. Dari pasien kecemasan, ada 80%
dari mereka yang merasa bahwa kondisi kesehatan mereka semakin memburuk. Sebaliknya, pasien yang tidak cemas, 67% dari mereka merasa kondisi kesehatan mereka mengalami kemajuan, dan 33% dari mereka merasa lebih buruk. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dan munculnya kondisi yang lebih buruk dari penderita penyakit jantung koroner (Shidqy, 2009). Lebih dari 5 juta kateterisasi jantung diagnostik dan intervensi yang dilakukan setiap tahun di Pusat Kateterisasi Jantung. Di Amerika Serikat dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis, evaluasi, dan pengobatan penyakit jantung. meskipun telah
mengurangi
morbiditas
dan
mortalitas
penyakit
kardiovaskular, prosedur invasif tersebut tidak bebas dari komplikasi-komplikasi (PA-PSRS, 2007). Kateterisasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk rangkaian prosedur pencitraan untuk memasukkan kateter ke dalam bilik atau pembuluh darah jantung. Pada saat kateter berada di posisi yang telah ditentukan, maka alat tersebut dapat digunakan untuk melaksanakan sejumlah prosedur pemeriksaan lebih lanjut dan terapi seperti angiografi koroner (coronary angiography), angioplasti (angioplasty) dan pemasangan katup buatan (balloon valvuloplasty). (bernadus, 2013)
Kateterisasi jantung dilakukan melalui lintasan kateter ( suatu pipa lentur yang tipis) ke bagian kanan dan kiri jantung. Kateter dapat dimasukkan melalui arteri atau pembuluh darah di lengan atau bagian atas paha) yang kemudian perlahan-lahan diarahkan ke jantung dengan bantuan mesin sinar-x khusus. Begitu kateter berada di posisi yang telah ditentukan, maka cairan kontras (contrast dye) akan disuntikkan melalui kateter sehingga gambar sinar-x katup jantung, arteri koroner dan bilik jantung dapat direkam oleh mesin sinar-x untuk menghasilkan citra yang tepat.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan permasalahan kesehatan yang dihadapi di berbagai negara di dunia. Banyaknya faktor yang mempengaruhi, menyebabkan diagnosis dan terapi penyakit tersebut terus berkembang. Di Indonesia kemajuan perekonomian menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya prevalensi penyakit jantung koroner. Kemajuan perekonomian yang terus berkembang dan
maka
pola
hidup
masyarakatpun
berubah
menyebabkan perubahan pola kesehatan masyarakat
(Ramandika, 2012).
Penyakit
Jantung
Koroner
dapat
dideteksi
dengan
pemeriksaan diagnostik non-invasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan berbagai alat. Mulai dengan alat sederhana seperti EKG dan treadmill sampai alat yang
canggih yaitu MS-CT. Pemeriksaan secara invasif yang dilakukan adalah kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan penunjang dengan memasukkan kateter ke dalam sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk mengevaluasi anatomi pembuluh darah koroner disebut tindakan angiografi koroner. Kateterisasi jantung merupakan teknik yang diakui dunia internasional sebagai teknik terbaik dan terakurat untuk mendeteksi adanya sumbatan di pembuluh darah koroner (Ramandika, 2012) Penyakit jantung koroner masih menduduki peringkat teratas sebagai pembunuh nomor satu di dunia. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2010, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia (Ridwan, 2011). Penyakit jantung koroner adalah penyakit penyempitan pembuluh darah arteri koronaria yang memberi pasokan nutrisi dan oksigen ke otot-otot jantung, terutama ventrikel kiri memompa darah
ke
seluruh
tubuh.
Penyempitan
dan
penyumbatan
menyebabkan terhentinya aliran darah ke otot jantung. Sehingga dalam kondisi lebih parah, jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh. Sehingga sistem kontrol irama jantung akan
terganggu dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Ratna Dewi, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi penyakit jantung
koroner
di
Indonesia
sebesar
wawancara, sementara berdasarkan riwayat
0,5%
berdasarkan
diagnosis tenaga
kesehatan ditemukan sebesar 1,5%. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%), kemudian Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh, masing-masing 0,7%.
Prevalensi jantung koroner menurut
diagnosis atau gejala tertinggi di Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%). Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 – 74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6% menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun berdasarkan didiagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasar PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun
berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di pedesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah.
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana
Gambaran Kecemasan
Pada
Pasien
Pre
Kateterisasi Jantung Di RSUD Dr. M. yunus Bengkulu
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
adalah
Untuk
mengidentifikasi
Gambaran kecemasan pada pasien pre kateterisasi jantung Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.4.1 Masyarakat Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
dalam
mengurangi tingkat kecemasan pada pasien pre kateterisasi jantung 1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang keperawatan dalam mengurangi tingkat kecemasan pada pasien pre kateterisasi jantung 1.4.3
Penulis Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan gambaran kecemasan pada pasien pre kateterisasi jantung