BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar tar Belaka akang Peneliti itian
Tuju Tu juan an pemb pemban angu guna nann nasi nasion onal al bida bidang ng kese keseha hata tann adal adalah ah terc tercap apai ainy nyaa kema kemamp mpua uann hidup hidup sehat sehat untuk untuk seti setiap ap pendu penduduk duk agar agar dapat dapat menc mencap apai ai deraj derajat at kesehatan kesehatan masyarakat masyarakat yang optimal, optimal, hal ini sesuai dengan tujuan tujuan yang ingin dicapai WHO yaitu sehat untuk semua pada tahun 2010.1 Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Provinsi Jawa Barat sebagai landasan landasan pembangunan pembangunan secara keseluruhan keseluruhan masih menghadapi menghadapi berbagai berbagai masalah masalah dan kendal kendala, a, teruta terutama ma bila bila diliha dilihatt dari beberapa beberapa indika indikator tor SDM yaitu yaitu AKI (Angka (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi), AKABA (Angka Kematian Balita) dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).2 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat digunakan sebagai salah satu indikator indikator pembangunan bidang kesehatan dan sebagai bagian dari pencerminan provinsi dalam keberhasilan meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) khususnya indikator kesehatan ibu dimana pada saat ini masih sangat mempri memprihat hatink inkan an dan masih masih memerl memerluka ukann perhat perhatian ian yang yang sunguh-s sunguh-sung ungguh guh karena karena masih tingginya tingkat kematian ibu bersalin.3 Salah satu hasil dari sasaran dalam pencapaian MDGs (Millenium Development Goals)
atau Sasaran Pembangunan Milenium adalah menurunnya AKI dan AKB
tahun 2015, yaitu : a.
Menur Menurunn unnya ya AKI AKI 2/3 2/3 dari dari penca pencapa paia iann di di tah tahun un 1990 1990 men menja jadi di 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. 1
b. b.
Menu Menurun runny nyaa AKB AKB 2/3 2/3 dari dari penca pencapa paia iann di tahun tahun 1990 1990 menj menjad adii 23
per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.4 Berda Berdasa sarka rkann data data Surve Surveii Demo Demogr grafi afi Keseh Kesehat atan an Indon Indonesi esiaa (SDKI (SDKI), ), AKI AKI Indonesi Indonesiaa telah telah menurun menurun dari 307 per 100.000 100.000 kelahir kelahiran an hidup hidup pada pada tahun tahun 2003 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Penurunan AKI tersebut diikuti dengan peningkatan indikator terhadap AKI yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, meningkat dari 38,5% pada tahun 1992 menjadi 73,4% pada tahun 2007. Dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, kita masih menghadapi beberapa kenyataan yang cukup menyedihkan dimana AKI kita tetap masih yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti sistem pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.5 Berdasarkan Berdasarkan data Profil Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa Jawa Barat tahun tahun 2007, AKI di Jawa Barat sebanyak 788 kasus terlapor dan di Kota Cimahi sebanyak 10 kasus terlapor. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, AKB di Jawa Barat 39 per 1000 kelahiran hidup dan di Kota Cimahi sebanyak 60 kasus terlapor. Dari data tersebut menunjukkan bahwa AKI dan AKB masih tinggi. Sebagian besar kematian ibu dan bayi dapat dicegah walaupun dengan teknologi dan sumber daya yang terbatas. terbatas. Pelayanan Pelayanan kesehatan maternal maternal yang bermutu sangat 2
b. b.
Menu Menurun runny nyaa AKB AKB 2/3 2/3 dari dari penca pencapa paia iann di tahun tahun 1990 1990 menj menjad adii 23
per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.4 Berda Berdasa sarka rkann data data Surve Surveii Demo Demogr grafi afi Keseh Kesehat atan an Indon Indonesi esiaa (SDKI (SDKI), ), AKI AKI Indonesi Indonesiaa telah telah menurun menurun dari 307 per 100.000 100.000 kelahir kelahiran an hidup hidup pada pada tahun tahun 2003 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Penurunan AKI tersebut diikuti dengan peningkatan indikator terhadap AKI yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, meningkat dari 38,5% pada tahun 1992 menjadi 73,4% pada tahun 2007. Dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, kita masih menghadapi beberapa kenyataan yang cukup menyedihkan dimana AKI kita tetap masih yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti sistem pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.5 Berdasarkan Berdasarkan data Profil Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa Jawa Barat tahun tahun 2007, AKI di Jawa Barat sebanyak 788 kasus terlapor dan di Kota Cimahi sebanyak 10 kasus terlapor. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, AKB di Jawa Barat 39 per 1000 kelahiran hidup dan di Kota Cimahi sebanyak 60 kasus terlapor. Dari data tersebut menunjukkan bahwa AKI dan AKB masih tinggi. Sebagian besar kematian ibu dan bayi dapat dicegah walaupun dengan teknologi dan sumber daya yang terbatas. terbatas. Pelayanan Pelayanan kesehatan maternal maternal yang bermutu sangat 2
diperlukan untuk mencegah kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi. Untuk itu diperlukan pelayanan kesehatan yang benar-benar berfungsi dan memprioritask memprioritaskan an kehamilan kehamilan dan pertolongan pertolongan persalinan. persalinan.6 Puskesmas sebagai unit pelaksana pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama diharapkan mampu memenuhi tuntutan ini.7 Penyebab langsung kematian ibu di Jawa Barat masih karena perdarahan, ekla eklamp mpsi si dan infek infeksi si dan part partus us lama lama.. Penda Pendara rahan han merup merupak akan an fakt faktor or terbe terbesar sar penyebab kematian ibu. Penyebab tidak langsung dan mendasar yang mempengaruhi AKI dan AKB adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan sendiri dapat diuraikan sebagai berikut : 8 1.
Ibu Ibu ham hamil il mende enderi ritta ane anemi mi (53 (53 %). %).
2.
Ibu Ibu hamil hamil dan dan bersal bersalin in deng dengan an 4 Terl Terlal aluu (Hami (Hamill atau atau bersa bersali linn terla terlalu lu
muda dan tua umurnya, terlalu banyak anaknya dan terlalu dekat jarak kehamilan/persalinannya). 3.
Pema Pemanf nfaa aata tann pelaya pelayana nann keseha kesehata tann yang masi masihh rendah rendah dita ditand ndai ai dengan dengan
penca pencapai paian an K4, persal persalina inann oleh oleh tenaga tenaga kesehat kesehatan an dan N2 yang yang masih masih rendah. 4.
Pena Penang ngan anan an keha kehami mila lann dan dan pers persal alin inan an sert sertaa pera perawa wattan bay bayi yang yang
tidak/ tidak/ belum belum adekuat adekuat (kompet (kompetensi ensi dan kualit kualitas as sumber sumber daya daya kesehat kesehatan an masih kurang, pertolongan persalinan oleh paraji). 5.
Kond Kondis isii ibu dan dan bay bayi yang ang tidak idak seha sehat, t, denga dengann peny penyak akiit akib akibat at
lingkungan dan perilaku yang tidak sehat dan penyakit menular. 6.
Adanya 3 Terlambat : 3
• Terlambat mengetahui tanda bahaya dan memutuskan rujukan. • Terlambat merujuk karena masalah transportasi dan geografi. • Terlambat ditangani ditempat pelayanan karena tidak efektifnya
pelayanan di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Adapun Penyebab mendasar yang dapat mempengaruhi AKI dan AKB adalah : 7 1.
Masih kurangnya kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal.
2.
Tradisi dan budaya daerah, yaitu anggapan bahwa anak perempuan
lebih baik cepat menikah dan punya anak. 3.
Ekonomi keluarga kurang mampu.
4.
Lingkungan yang buruk mempengaruhi kondisi kesehatan ibu maupun
bayi. Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis empat pilar Safe Motherhood , yaitu :9 1. Program keluarga berencana 2. Pelayanan antenatal 3. Persalinan yang bersih dan aman 4. Pelayanan obstetri esensial \ Persalinan yang bersih dan aman sebagai pilar ketiga, yaitu memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar
4
persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan dibawah pengawasan bidan atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.9 Namun kendala utama yaitu masih banyaknya pertolongan persalinan oleh paraji (dukun bayi) karena tingginya kepercayaan, keberadaannya yang dekat dan biaya yang murah.10 Kepercayaan masyarakat terutama ibu hamil terhadap paraji masih sedemikian besar sehingga walaupun ada tenaga kesehatan tingkat pemanfaatannya masih belum maksimal, ini berkaitan dengan pola perilaku, kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan tertentu yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, disamping itu tradisi nenek moyang yang masih dipegang erat oleh masyarakat serta sistem sosiokultural yang ada di daerah tersebut dimana dukun bayi biasanya berasal dari daerah sekitar tempat tinggal ibu hamil dan mereka telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem organisasi sosial dan sistem keagamaan yang berlaku didaerah tersebut. Berdasarkan data dari laporan tahunan Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009, cakupan LINAKES (persalinan oleh tenaga kesehatan) adalah 84,35 %, padahal target LINAKES yang sudah ditetapkan adalah 87,5 %. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan sebesar 3,15 %. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengamatan tentang (LINAKES) dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Cimahi Selatan.
5
Dalam makalah ini penulis mencoba
menguraikan upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh pemegang subprogram Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan upaya tersebut.
1.2
Identifikasi masalah
1.
Apa saja yang menjadi hambatan/masalah pengelola subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan.
2.
Apa saja upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan program KIA untuk meningkatkan nilai cakupan subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan.
1.3
Tujuan Pengamatan
Adapun tujuan pengamatan ini adalah : 1. Mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh petugas subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan. 2. Menganalisa pelaksanaan program LINAKES yang dapat digunakan sebagai acuan untuk perencanaan subprogram LINAKES. 3. Menyelesaikan salah satu syarat kepaniteraan bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
6
1.4
Manfaat Pengamatan
1.4.1 Bagi Puskesmas
Dapat memberikan masukkan pada pengelola subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan dalam upaya meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
1.4.2 Bagi Penulis
Dengan pengamatan ini, penulis mendapatkan informasi mengenai masalah/hambatan yang dihadapi pengelola subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan dan upaya meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta sebagai pengalaman belajar lapangan.
1.5 Kerangka Pemikiran Target cakupan subprogram pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kota Cimahi di Puskesmas Cimahi Selatan pada Tahun 2009 yaitu sebesar 87,5 % . Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dipengaruhi oleh faktor manusia/tenaga (man), dana (money), material, peralatan (machine), metode (methode), market, waktu (minute). Masalah atau hambatan utama yang dihadapi pengelola subprogram LINAKES Puskesmas Cimahi Selatan adalah masih adanya tenaga non kesehatan (paraji/dukun bayi) di wilayah kerja puskesmas yang masih melakukan pertolongan persalinan, 7
masih adanya ibu bersalin yang memilih ditolong oleh paraji karena masalah biaya ataupun karena sosial budaya, kemitraan paraji dengan bidan belum berjalan dengan baik, dan program RW siaga belum terlaksana dengan optimal, belum lengkapnya pelaporan data jumlah ibu bersalin di rumah sakit, dokter praktek swasta atau bidan praktek swasta di wilayah kerja Puskesmas.
CAKUPAN PERSALINAN TENAGA KESEHATAN
TENAGA
DANA
- Bidan Puskesmas Bidan praktek swasta
MATERIAL
PERALATAN
METODE
Ketersediaan peralatan - Konseling - Sistem pencatatan & pelaporan - Prosedur pertolongan persalinan - Pertemuan antar bidan - Kemitraan bidan dan paraji - Kunjungan rumah - Program RW siaga Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
8
WAKTU
BUMIL - Pengetahuan / pendidikan - Sosial budaya - Kepercayaan pada paraji
Ketersediaan bahan habis pakai
APBD Tarif persalinan bidan mahal TABULIN & DASOLIN
MARKET
Konseling Pencatatan & pelaporan Pertolongan persalinan Pertemuan antar bidan Kemitraan bidan dan paraji Kunjungan rumah Program RW siaga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tujuan Program KIA 8
Salah satu unsur yang penting untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan di antara ibu, bayi dan anak adalah memberikan pemeliharaan dalam waktu hamil yang cukup baik dan dimulai sedini mungkin. Penurunan angka kematian ibu maternal, bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan di bidang kesehatan. Kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Tujuan umum program kesehatan Ibu dan Anak adalah : 1) Tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju NKKBS. 2) Meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Tujuan khusus program kesehatan ibu dan anak adalah : 1) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga,
9
paguyuban 10 keluarga, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya. 2) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah TK 3) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki. 4) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita. 5) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam keluarganya. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata tingkat 1 memiliki kegiatan tersendiri untuk program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yaitu : 1. Pelayanan keluarga berencana. 2. Pelayanan kesehatan ibu waktu hamil. 3. Pelayanan pertolongan persalinan. 4. Pelayanan ibu masa nifas. 5. Pelayanan ibu masa menyusui. 6. Pelayanan anak balita. 7. Pelayanan anak pra sekolah. 8. Pelayanan kemitraan paraji dan bidan. 9. Pelayanan bayi baru lahir (s/d 40 hari). 10
2.2
Pemantauan Pelayanan KIA11
Pemantauan merupakan salah satu fungsi utama dalam pengelolaan suatu program. Kegiatan-kegiatan harus secara teratur dipantau (di berbagai tingkatan administrasi) agar dapat diketahui kemajuan serta permasalahan operasional yang dihadapi untuk diambil tindakan-tindakan korektif jika diperlukan. Disamping itu kemajuan serta permasalahan operasional perlu juga diumpanbalikkan kepada para penguasa wilayah sehingga dapat diketahui serta mendapatkan bantuan yang diperlukan. Salah satu alat pemantauan sederhana yang dikembangkan untuk KIA adalah Pemantauan Wilayah Setempat (PWS KIA). Pengumpulan dan pengolahan data merupakan kegiatan pokok dari PWS KIA. Data yang dikumpulkan mulai tingkat Puskesmas yang kemudian dilaporkan sesuai jenjang administrasi adalah sebagai berikut : pengumpulan data puskesmas dilakukan dengan menggunakan Rekapitulasi pemantauan KIA puskesmas yang dikembangkan oleh daerah masing-masing sesuai dengan indikator yang ditetapkan yang juga berfungsi sebagai laporan. Laporan tersebut dikirimkan puskesmas ke Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II setiap bulan selambatlambatnya tanggal 10 pada bulan berikutnya. Pemantauan pelayanan KIA pada umumnya terdiri dari berbagai kegiatan pokok sebagai berikut : 1.
Peningkatan pelayanan antenatal ibu hamil (ANC) di semua
fasilitas pelayanan kesehatan KIA maupun dukun dengan mutu yang memadai serta jangkauan yang setinggi-tingginya. 2.
Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih difokuskan
kepada kecenderungan pertolongan oleh tenaga profesional yang
secara terus menerus meningkat. 3.
Peningkatan deteksi dini faktor risiko ibu hamil di institusi
pelayanan ANC maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi disamping pengamatannya secara terus-menerus. 4.
Peningkatan pelayanan neonatal pada bayi umur kurang dari 1
bulan dengan mutu yang memadai dan jangkauan yang setinggitingginya.
2.3
Empat Pilar Safe Motherhood 9
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis empat pilar Safe Motherhood , yaitu :
1. Program keluarga berencana 2. Pelayanan antenatal 3. Persalinan yang bersih dan aman 4. Pelayanan obstetri esensial Safe Motherhood
adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh
perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman, dan pelayanan obstetri esensial. Keluarga Berencana (KB)
Konsep KB pertama kali diperkenalkan di Matlab, Bangladesh pada tahun 1976. KB bertujuan merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, dan menentukan jumlah anak. Dengan demikian, diharapkan tidak ada
lagi kehamilan yang tidak diinginkan sehingga angka aborsi akan berkurang. Pelayanan KB harus menjangkau siapa saja, baik ibu/calon ibu maupun perempuan remaja. Dalam memberi pelayanan KB, perlu diadakan konseling yang terpusat pada kebutuhan ibu dan berbagai pilihan metode KB termasuk kontrasepsi darurat. Angka kebutuhan tak terpenuhi ( unmet need ) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi. Angka pemakaian kontrasepsi ( contraceptive prevalence rate ) di Indonesia baru mencapai 54,2% pada tahun 2006. Bila KB ini
terlaksana dengan baik maka dapat menurunkan diperlukannya intervensi obstetri khusus. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan. Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal meliputi: a. Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual. b. Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema, dan pre-eklampsia. c. Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan. Persalinan yang Aman
Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan setiap penolong kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi.
Sebagian besar komplikasi obstetri yang berkaitan dengan kematian ibu tidak dapat dicegah dan diramalkan, tetapi dapat ditangani bila ada pelayanan yang memadai. Kebanyakan pelayanan obstetri esensial dapat diberikan pada tingkat pelayanan dasar oleh bidan atau dokter umum. Akan tetapi, bila komplikasi yang dialami ibu tidak dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar, maka bidan atau dokter harus segera merujuk dengan terlebih dahulu melakukan pertolongan pertama. Dengan memperluas berbagai pelayanan kesehatan ibu sampai ke tingkat masyarakat dengan jalur efektif ke fasilitas rujukan, keadaan tersebut memastikan bahwa setiap wanita yang mengalami komplikasi obstetri mendapat pelayanan gawat darurat secara cepat dan tepat waktu. Pelayanan Obstetri Esensial
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah cesar, pengobatan penting (anestesi, antibiotik, dan cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta secara manual, dan aspirasi vakum untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta masyarakat, mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu. Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang meliputi: a. Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu. b. Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan. c. Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
2.4 Sasaran Pembangunan Milenium12
Komunitas Internasional melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB di New York pada bulan September tahun 2000 telah mendeklarasikan suatu kesepakatan global yang disebut Deklarasi Milenium. Deklarasi yang disetujui oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 Kepala Pemerintahan, Kepala Negara dan Tokoh-tokoh dunia ini menghasilkan 8 Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals
(MDGs). Kedelapan Sasaran Pembangunan
Milenium ini telah menjadi salah satu acuan penting yang ingin dicapai dalam pembangunan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2015. Secara singkat MDGs berisikan kesepakatan dunia untuk menanggulangi/mengurangi kemiskinan, kelaparan, kematian ibu dan anak, penyakit, buta aksara, diskriminasi perempuan, penurunan kualitas lingkungan hidup dan kurangnya kerjasama dunia. Kedelapan Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs) itu adalah: 1. Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan (MDG ke-1) a.
Target 1: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami
kemelaratan ekstrim hingga separuhnya. b.
Target 2: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kelaparan
hingga separuhnya. 2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua (MDG ke-2) a. Target 3: pada tahun 2015 semua anak Indonesia baik laki-laki maupun perempuan mampu memperoleh pendidikan dasar yang lengkap.
3. Mendorong adanya kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan (MDG ke3) a. Target 4: Menghilangkan perbedaan jender pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. 4. Mengurangi jumlah kematian anak (MDG ke-4) a. Target 5: pada tahun 2015 dapat menurunkan kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun hingga dua per tiganya (dari kondisi tahun 1990). 5. Meningkatkan derajat kesehatan ibu (MDG ke-5) a. Target 6: pada tahun 2015 dapat menurunkan tingkat kematian ibu dalam proses melahirkan hingga tiga per empatnya (dari kondisi tahun 1990). 6. Memerangi penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (MDG ke-6) a. Target 7: Menghentikan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. b. Target 8: Menghentikan kecenderungan penyebaran Malaria dan penyakit penyakit utama lainnya di Indonesia. 7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup (MDG ke-7) a. Target 9: Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam
kebijakan dan
program-program
Pemerintah,
mengurangi
hilangnya sumber daya lingkungan. b. Target 10: Mengurangi jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air minum sehat dan sanitasi dasar hingga separuhnya. c. Target 11: Mencapai perbaikan yang signifikan bagi kehidupan penduduk yang tinggal di daerah-daerah kumuh hingga separuhnya. 8. Mengembangkan kemitraan global untuk tujuan pembangunan (MDG ke-8)
a. Target 12: Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional. b. Target 13: Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.\ c. Target 14: Membantu kebutuhan-kebutuhan negara-negara berkembang dan negara-negara kepulauan kecil (melalui program pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara kepulauan kecil dan ketentuan sidang umum ke-22). d. Target 15: Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang. e. Target 16: Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda. f.
Target 17: Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical" untuk menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara-negara berkembang.
g. Target 18: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Semua target MDGs yang ingin dicapai merupakan tanggung jawab seluruh sektor baik pemerintah maupun masyarakat. Sebagai contoh, untuk mencapai target MDG ke-4 yaitu pada tahun 2015 dapat menurunkan angka kematian anak -anak usia di bawah 5 tahun (balita) hingga dua per tiganya (dari kondisi tahun 1990), tidak akan dapat dicapai melalui upaya 1 kelompok saja (misal sektor Kesehatan saja) tetapi banyak sektor lain harus berperan, misalnya sektor ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan yang menjadi salah satu penyebab tingginya kesakitan dan kematian, sektor pendidikan untuk mengentaskan buta aksara yang menjadi penyebab ketidaktahuan masyarakat, dsb. Contoh lain target MDG 5 tidak akan tercapai apabila target MDG 1, 2, 3 dan 6 tidak tercapai. Sebenarnya semua target MDGs saling terkait, bila ingin mencapai semua target MDGs semua sektor dan masyarakat harus bekerja keras gotong royong, bahu-membahu, saling mengisi dan terintegrasi. 12 2.5
Asuhan Persalinan Normal12
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Fokus asuhan kesehatan ibu selama 2 dasawarsa terakhir, yaitu : 1. Keluarga berencana 2. Asuhan antenatal terfokus 3. Asuhan pasca keguguran 4. Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan komplikasi 5. Penatalaksanaan komplikasi Asuhan antenatal terfokus bertujuan : 1. Mempersiapkan kelahiran 2. Mengetahui tanda-tanda bahaya 3. Memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan Fokus utama asuhan persalinan normal telah mengalami pergeseran paradigma. Dulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal.
Praktek-praktek pencegahan pada asuhan persalinan normal meliputi : 1. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis. 2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf. 3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinan dan nifas. 4. Menyiapkan rujukan ibu bersalin atau bayinya. 5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya. 6. Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin. 7. Mengasuh bayi baru lahir. 8. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayinya. 9. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya. 10. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan. Ada 5 dasar asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu : 1. Membuat keputusan klinik 2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi 3. Pencegahan infeksi 4. Pencatatan (rekam medis) 5. Rujukan
2.6
Pelayanan Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan, tidak termasuk pertolongan persalinan pendampingan. Pertolongan persalinan dilakukan oleh dokter ahli, dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya yang telah memperoleh pelatihan tehnis untuk melakukan pertolongan kepada ibu bersalin. Dilakukan sesuai dengan pedoman dan prosedur teknis yang telah ditetapkan .14 Pelayanan pertolongan persalinan mempunyai tujuan yaitu menciptakan persalinan yang aman, mengurangi resiko gangguan kesehatan dan mengurangi kematian bagi ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan , dimana prinsip pelayanan didasarkan pada: -
Tenaga penolong, prosedur tindakan, tempat dan waktu
pertolongan persalinan sesuai dengan kondisi ibu melahirkan. -
Pelayanan dilakukan tepat waktu sehingga mencegah “Tiga
Terlambat (3T)” yaitu terlambat mengambil keputusan oleh keluarga, terlambat merujuk ke pelayanan kesehatan dan terlambat dilakukan tindakan oleh pemberi pelayanan. Beberapa kriteria resiko kehamilan atau persalinan yaitu : 1.
Usia waktu hamil (sangat muda/sangat tua).
2.
Postur tubuh (tinggi badan) : ukuran panggul sempit.
3.
Berat badan.
4.
Riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (perdarahan dll).
5.
Kesehatan ibu hamil : anemia, hipertensi, DM.
Kehamilan dengan resiko rendah dapat ditolong oleh dukun bayi terlatih, bidan dirumah. Kehamilan dengan resiko tinggi ditolong oleh dokter umum, dokter spesialis, Rumah Sakit Umum sebagai rujukan.
2.7 Standar Pelayanan Kebidanan 15
Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan akan melindungi masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksana pelayanan. Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut : A. Standar Pelayanan Umum. ( 2 standar ): 1.
Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat.
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, temasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, KB, kesiapan dalam mengahdapi kehamilan dan menjadi calon ibu, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik. 2.
Pencatatan dan Pelaporan.
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat.
Di samping itu, bidan mengikutsertakan kader untuk pencatatan dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya. B. Standar Pelayanan Antenatal. ( 6 standar) : 1.
Identifikasi ibu hamil.
Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi untuk memberikan motivasi kepada ibu agar memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur. 2.
Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal.
Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Memberikan pelayanan imunisasi, mendeteksi kehamilan resiko tinggi khususnya anemia, kurang gizi dan hipertensi. 3.
Palpasi abdominal.
Memperkirakan usia kehamilan, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. 4.
Pengelolaan anemia pada kehamilan.
5.
Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan.
6.
Persiapan persalinan.
Memberikan saran yang tepat untuk memastikan persalinan yang bersih dan aman. C. Standar Pertolongan Persalinan. (4 standar) :
1.
Asuhan persalinan kala I.
Menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan klien selama proses persalinan berlangsung. 2.
Persalinan kala II yang aman.
Pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat. 3.
Penatalaksaan aktif persalinan kala III.
Melakukan penegangan tali pusat dengn benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap. 4.
Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Mengenali secara tepat tanda gawat janin pada kala II yang lama dan
segera
melakukan
episiotomi
dengan
aman
untuk
memperlancar persalinan diikuti dengan penjahitan perineum. D. Standar Pelayanan Nifas. (3 standar) : 1.
Perawatan bayi baru lahir.
2.
Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan.
3.
Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas.
E. Standar Penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Beberapa keadaan gawat darurat obstetri neonatal yang paling sering terjadi yaitu : 1.
Perdarahan dalam kehamilan pada trimester III
2.
Eklamsia
3.
Partus lama/macet
4.
Persalinan menggunakan vakum ekstraktor
5.
Retensio placenta
6.
Perdarahan postpartum primer
7.
Perdarahan postpartum sekunder
8.
Sepsis puerpueralis
9.
Asfiksia neonatorum
2.8 Kemitraan Paraji dan Bidan
Program Kemitraan paraji dan bidan merupakan salah satu program sebagai upaya untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Kemitraan paraji dan bidan sendiri adalah suatu bentuk kerjasama bidan dan paraji yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan paraji dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan dukun serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada. Keberhasilan dari kegiatan kemitraan paraji dan bidan adalah ditandai dengan adanya kesepakatan antara bidan dan paraji dimana paraji akan selalu merujuk setiap ibu hamil dan bersalin yang datang. serta akan membantu bidan dalam merawat ibu setelah bersalin dan bayinya. Sementara bidan sepakat untuk memberikan sebagian penghasilan dari menolong persalinan yang dirujuk oleh
paraji kepada paraji yang merujuk dengan besar yang bervariasi. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam peraturan tertulis disaksikan oleh pempinan daerah setempat (Kepala Desa, Camat). 16 Landasan kemitraan (7 Saling) : 10 1. Saling memahami kedudukan tugas dan fungsi. 2. Saling memahami kemampuan masing – masing. 3. Saling menghubungi. 4. Saling mendekati. 5. Saling bersedia membantu dan dibantu 6. Saling mendorong dan mendukung. 7. Saling menghargai. Peran Paraji dalam Kemitraan Paraji dan Bidan A. Peran paraji dalam pelayanan kebidanan. 1. Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat. a. Membantu bidan dalam merencanakan kunjungan ke posyandu. b. Mendampingi bidan dalam melaksanakan kunjungan. c. Memberikan masukan tentang kebutuhan masyarakat akan kunjungan dan materi penyuluhan. d. Memberikan penyuluhan tentang : kebersihan, kesiapan kehamilan, makanan bergizi dan pencegahan anemia, perencanaan KB, bahaya kehamilan usia muda. 2. Identifikasi ibu hamil. a. Mengenali tanda-tanda kehamilan serta memotivasi ibu
dengan tanda-tanda kehamilan untuk segera diperiksa oleh bidan. b. Melakukan kunjungan rumah dan memberi penyuluhan kepada ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. c. Menyampaikan keuntungan dan kerugian dari tradisi yang berkembang dan membantu menghilangkan tahayul. d. Mendorong ibu hamil untuk mempersiapkan biaya dan tempat persalinan yang aman. B. Peran paraji dalam pemeriksaan dan pemantauan kehamilan. 1. Memberikan penyuluhan kepada bumil : a. Ibu hamil mendapat imunisasi TT lengkap (2 kali) b. Menjelaskan faktor resiko pada ibu hamil terkait umur, jumlah anak, jarak kehamilan, tinggi badan dan lingkar lengan atas. c. Kehamilan dengan faktor resiko harus segera dirujuk ke puskesmas/bidan. d. Tanda – tanda bahaya pada kehamilan dan persalinan : 1)
muntah terus menerus dan menolak makan
2)
pusing kepala yang hebat dan kaki yang bengkak
3)
mengalami perdarahan
4)
keluar cairan sebelum waktunya disertai panas
badan tinggi 5)
penyakit menahun
6)
pucat, lesu dan letih
e. Ibu hamil dengan tanda bahaya harus segera dirujuk ke puskesmas/Rumah Sakit f. Cara perawatan payudara pada kehamilan > 7 bulan g. Makanan bagi ibu hamil h. Tablet zat besi bagi ibu hamil i. Mengapa harus bersalin di bidan/sarana kesehatan C. Peran paraji dalam pelayanan persalinan. Cara membantu bidan mendampingi ibu bersalin : 1. Tenangkan hati ibu dan keluarganya dengan mendampingi ibu bersalin dengan doa dan kebiasaan yang biasa dianut sesuai dengan ajaran agama. 2. Bantu bidan dalam menolong persalinan sesuai dengan permintaan bidan (mengambilkan alat, memegang ibu, menenangkan ibu, membersihkan alat). D. Peran paraji dalam pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas. Memberikan pelayanan pada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI secara ekslusif.
2.9 Desa siaga 2.9.1 Definisi17
Desa Siaga adalah Desa/Kelurahan yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat-daruratan kesehatan secara mandiri.
Desa yang dimaksud di sini dapat berarti Kelurahan atau negeri atau istilahistilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.9.2
Tujuan Desa Siaga18
1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan. 2. Meningkatnya kegiatan masyarakat desa dalam mengantisipasi dan melaksanakan tindakan penyelamatan ibu hamil, melahirkan, nifas, bayi dan anak menuju penurunan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu. 3. Meningkatnya
kegiatan
masyarakat desa dalam
pengamatan
(surveilans) penyakit/faktor-faktor resiko dan kesiap-siagaan serta penanggulangan bencana, kejadian luar biasa, wabah, kegawatdaruratan, dan sebagainya. 4. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi (Kadarzi) serta melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 5. Meningkatnya sanitasi dasar. 6. Meningkatnya kemauan dan kemampuan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan melaksanakan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan, mengembangkan berbagai upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM) dan sistem pembiayaan berbasis masyarakat. 2.9.3
Sasaran Desa Siaga 18
1. Semua individu, keluarga di desa supaya mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, serta peduli dan tanggap terhadap masalah kesehatan di desa. 2. Tokoh masyarakat (agama, perempuan, pemuda), kader, petugas kesehatan yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga di desa. 3. Sektor terkait (para pejabat di Pemda kab/kota, camat, kepala desa, LSM, dll) sebagai pendukung kebijakan/dana/tenaga/sarana. 2.9.5
Pendekatan dan Tahap Pengembangan Desa Siaga18
Pengembangan Desa Siaga adalah proses membangkitkan peran serta masyarakat melalui penggerakan dan pemberdayaan masyarakat. Proses yang dilaksanakan pada dasarnya adalah memfasilitasi masyarakat menjalani proses pembelajaran melalui siklus/spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat),dengan tahapan sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah, penyebab masalah, sumber daya untuk mengatasi masalah. 2. Perumusan masalah, penetapan prioritas masalah dan perumusan alternatif pemecahan masalah. 3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan kegiatan dan melaksanakannya.
4. Memantau dan mengevaluasi serta membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan. 2.9.6
Langkah-langkah Pokok 19
1. Pengembangan
Tim Petugas,
bertujuan mempersiapkan para petugas
agar memahami tugas dan fungsinya dalam pengembangan desa siaga serta siap bekerja sama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat. 2. Pertemuan
Tingkat Desa,
bertujuan mengenalkan konsep Desa Siaga,
penyadaran pentingnya wadah koordinasi Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) serta dukungan para pemuka masyarakat/para kader dalam menggerakkan dan pemberdayaan masyarakat dengan memfasilitasi masyarakat menjalani proses pembelajaran melalui siklus/spiral pemecahan masalah yang terorganisasi. Diharapkan para pemuka masyarakat siap menjadi Tim Pengembangan Masyarakat. 3. Survei
Mawas Diri/Identifikasi Masalah dan Potensi ,
bertujuan agar
pemuka masyarakat /kader mampu melakukan telaah mawas diri sehingga dapat diidentifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi desa yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. 4. Musyawarah
Masyarakat Desa,
adalah pertemuan warga masyarakat
untuk membahas hasil survey mawas diri, merumuskan masalah, menetapkan prioritas masalah, merumuskan alternatif pemecahan masalah, menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak,
dukungan dan kontribusi masing-masing masing-masing pihak serta merencanakan kegiatan dan jadwal pelaksanaannya. 5. Pelaksanaan Kegiatan : a. Pemilihan pengurus dan kader desa siaga. b. Orientasi/pelatihan kader desa siaga. c. Pengembangan Poskedes dan UKBM lain. d. Penyelenggaraan kegiatan desa siaga sesuai perencanaan yang dibuat, diharapkan secara bertahap memenuhi 8 indikator desa siaga. 6. 2.9.7
Pembinaan dan peningkatan.
Indikator Desa Siaga
1. Adanya Forum Masyarakat Desa. 2. Adanya sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya. 3. Adanya UKBM yang dikembangkan. 4. Adanya system pengamatan penyakit dan factor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat). 5. Adanya sistem kesiap-siagaan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat. 6. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat. 7. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 8. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya keluarga sadar gizi (kadarzi). Tabel 2.1 Strata Desa Siaga STRATA No.
KRITERIA INDIKATOR
1
2
3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Adanya Forum Masyarakat Desa Adanya sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya Adanya UKBM yang dikembangkan Adanya sistem pengamatan penyakit dan faktor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat) Adanya sistem kesiap-siagaan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya PHBS Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya Kadarzi
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√*
√
√*
√
√* √*
√ √
Keterangan : Strata Pratama : memenuhi 4 indikator minimal (indikator 1 sampai dengan 4) Strata Madya : memenuhi 4 indikator minimal 2 indikator tambahan (*) Strata Utama : memenuhi 8 indikator (1 sampai 8) 2.9.7
Definisi Operasional
1. Adanya Forum Masyarakat Desa di setiap desa siaga Forum Masyarakat Desa adalah wadah berkumpulnya masyarakat desa untuk mengkomunikasikan permasalahannya yang ada di desa dan mengupayakan pemecahannya sesuai dengan potensi yang ada di desa tersebut. Keberadaan forum masyarakat desa sangat diperlukan karena yang dapat memecahkan masalah yang ada di desa adalah masyarakat desa itu sendiri. Suatu desa dikatakan memiliki Forum Masyarakat Desa bila minimal : a. Ada fasilitator masyarakat desa. Fasilitator masyarakat desa adalah tokoh masyarakat atau tokoh agama yang telah dilatih tentang penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat di desa siaga.
b. Ada Susunan Kepengurusan Desa Siaga dan jejaring promosi kesehatan desa yang berfungsi sebagai pendorong bergulirnya siklus/spiral pemecahan masalah-masalah kesehatan di desa dan menyebarluaskan informasi kesehatan. Susunan kepengurusan desa siaga dihasilkan dari pertemuan tingkat desa. Kepengurusan inilah yang menjadi motor penggerak kegiatan-kegiatan forum masyarakat desa dan kegiatan-kegiatan desa siaga lainnya. Anggota jejaring promosi kesehatan desa adalah tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan menjadi agen pembaharu dan merupakan perpanjangan tangan forum masyarakat desa dalam menyebarluaskan informasi kesehatan kepada masyarakat dan lingkungannya. Forum masyarakat desa dapat menggunakan forum-forum yang sudah ada misalnya merevitalisasi satgas GSI. c. Ada kegiatan penyebarluasan informasi kesehatan dalam berbagai cara dan bentuk. d. Ada kegiatan masyarakat sebagai pelaksanaan siklus/spiral pemecahan masalah-masalah kesehatan di desa secara berkesinambungan. 2. Adanya sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya Suatu desa dikatakan mempunyai sarana sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya bila minimal : a. Ada sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah atau pun swasta, Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), wahana pelayanan kesehatan dasar minimal 1 dengan minimal 1 orang tenaga kesehatan (bidan/perawat/dokter) yang kompeten di bidangnya,
misalnya puskesmas, puskesmas pembantu, wahana pelayanan kesehatan dasar, polindes, poskestren, balai pengobatan swasta, rumah bersalin swasta, bidan praktek, dokter praktek, dokter keluarga, poskedes, dan lain-lain. b. Kompetensi minimal yang harus dimiliki petugas adalah sesuai dengan kewenangannya dalam Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD), Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri Neonatal (PPGD-ON) dan penanganan bencana. c. Ada suatu mekanisme konsultasi dan rujukan medis yang terjadwal yang merupakan kerja sama dengan sarana/fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta berupa kunjungan visitasi dokter ke sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang tidak mempunyai dokter. 3. Adanya UKBM yang dikembangkan Suatu desa dikatakan mempunyai UKBM yang dikembangkan bila minimal : a. Ada UKBM Posyandu, yaitu Posyandu madya, minimal 1 posyandu per RW atau per 100 balita. b. Ada UKBM Siaga Maternal, yaitu : tabulin/dasolin/arlin/dll, donor darah desa, angkutan ibu bersalin/ambulan desa, notifikasi dan pemetaan ibu hamil/bersalin. Selanjutnya dalam tahap berikutnya dapat dikembangkan :
a. UKBM lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya warung obat desa, Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD), Saka Bakti Husada (SBH), Tanaman Obat Keluarga (Toga), dll. b. Poskesdes apabila dibutuhkan, yaitu bila belum ada sarana pelayanan kesehatan dasar di desa, sekaligus dapat sebagai UKBM yang berfungsi sebagai wadah/pusat pengembangan/revitalisasi UKBMUKBM yang ada di desa. c. Dana persalinan seperti tabulin/dasolin/arlin/dll dapat dikembangkan menjadi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). 4. Adanya sistem pengamatan penyakit dan faktor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat) Suatu desa dikatakan mempunyai sistem pengamatan penyakit dan faktor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat) bila minimal: a. Ada kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan di tingkat masyarakat, dilaporkan secara lengkap, tepat waktu (dengan periode 24 jam atau rutin/bulanan). Kegiatan ini dilakukan oleh dasa wisma/kader posyandu/toma/toag/LSM/karang taruna/RT/RW terlatih, dengan metode kurir/teknologi komunikasi yang dilaporkan secara tertulis dalam bentuk format surveilans. b. Adanya data pemantauan wilayah setempat dan katong-kantong resiko yang disajikan dalam bentuk pemetaan. Kegaiatan ini dilakukan oleh kader terlatih yang merupakan bagian dari sistem waspada.
c. Alur pelaporan : kasus/kejadian → dilaporkan oleh tenaga surveilans berbasis masyarakat terlatih → kepada aparat desa dan pemberi pelayanan kesehatan dasar yang ada di desa, misalnya polindes, puskesdes, pustu, poskestren, dll. Hal-hal di atas dikemas dalam Sistem Waspada yang mencakup : a. Wawar tentang tanda-tanda bahaya kesehatan, faktor resiko lingkungan dan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan atau berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan bencana serta kegawat-daruratan, dilakukan dengan cara kampanye dan promosi melalui : • Forum masyarakat desa • Jejaring promosi kesehatan di desa • Penggunaan kentongan, sirine, dll
b. Sistem Notifikasi Ibu Hamil dan Keluarga Rentan/Resiko serta Lingkungan dan Perilaku Beresiko dilaksanakan → formulir waspada. c. Pa parkan dan pampangkan cara pelaporannya, dibuat Stiker Waspada untuk setiap Kepala Keluarga dan pampangkan di Peta Waspada. d. Dasa Wisma menjadi motor penggerak dan pelaksananya. 5. Adanya sistem kesiap-siagaan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat Suatu desa dikatakan mempunyai sistem kesiap-siagaan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat bila minimal : a. Adanya gladi atau simulasi bencana : 1)
Minimal 1 kali setahun di daerah tidak rawan
2)
Minimal 2 kali setahun di daerah rawan bencana
6. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat Suatu desa dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat bila minimal ada gerakan masyarakat untuk memelihara/meningkatkan kualitas lingkungan yang dilaksanakan secara rutin, minimal 1 kali seminggu di setia RT. Contoh : a. K3 (kebersihan, keindahan dan ketertiban) b. Jumsih (Jumat Bersih dan PSN) c. Kegiatan Kelompok Raksa Desa misalnya kegiatan Kelompok Pemakai Air (pokmair), dsb 7. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Suatu desa dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan terwujudnya PHBS bila minimal : a. Ada pendataan dan visualisasi data PHBS Rumah Tangga yang diperbaharui minimal 1 kali setahun. b. Ada kegiatan promosi PHBS minimal 1 kali sebulan. c. Ada kegiatan tindak lanjut/intervensi dari hasil pendataan dan promosi PHBS. d. Ada kegiatan pemantauan pasca-intervensi. 8. Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Suatu desa dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan terwujudnya Kadarzi bila minimal : a. Ada pendataan dan visualisasi data Kadarzi setiap Rumah Tangga yang diperbaharui minimal 1 kali setahun. b. Ada kegiatan promosi Kadarzi minimal 1 kali sebulan. c. Ada kegiatan tindak lanjut/intervensi dari hasil pendataan promosi Kadarzi. d. Ada kegiatan pemantauan pasca-intervensi. 19
2.3.8
Sistem Desa Siaga
1. Sistem Pendataan atau Notifikasi Sistem Notifikasi adalah sistem yang menginformasikan kepada masyarakat tentang keberadaan ibu hamil yang normal ataupun beresiko, kemudian diberikan tanda untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa ada ibu hamil yang normal atau beresiko yang sewaktu-waktu membutuhkan pertolongan. Bentuk dari Sistem ini dapat berupa : a. Bendera b. Stiker c. Pemetaan ibu hamil 2. Sistem Donor Darah Sistem donor darah adalah kelompok pendonor darah dalam masyarakat yang bertujuan mempersiapkan persediaan darah di PMI.
Bentuk dari sistem donor darah ini dapat berupa : a. PMI datang ketengah-tengah warga berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan antara warga dan PMI b. Warga datang ke PMI unutk mendonorkan darahnya c. Tersedianya daftar calon pendonor Hal ini perlu diperhitungkan mengingat bahwa kebutuhan darah bagi ibu melahirkan yang mengalami komplikasi harus cepat, sedangkan waktu yang diperlukan PMI untuk menyediakan darah bersih ± 2 – 3 jam.
3. Sistem Dana Sistem Dana adalah tabungan yang dikembangkan masyarakat (Dasolin) atau oleh ibu hamil (Tabulin) yang keduanya digunakan untuk biaya persalinan. Selain itu pemerintah meningkatkan anggaran kesehatan ibu dan anak untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah sebesar 30%. Bentuk dari sistem dana ini dapat berupa : a. Uang yang dikumpulkan rutin oleh masyarakat dan dikelola oleh pengurus. b. Uang yang dikumpulkan oleh ibu hamil dan dikumpulkan di Bidan atau Bank. c. Adanya alokasi dana dari pemerintah untuk kalangan menengah ke bawah. 4. Sistem transportasi
Sistem yang dikembangkan untuk mengantar ibu hamil yang akan melahirkan terutama jika ibu berada dalam keadaan darurat. Bentuk dari Sistem Transportasi ini dapat berupa : a. Kendaraaan mobil warga b. Kendaraan motor warga c. Ambulan Puskesmas d. Becak 19 2.3.9
Indikator Keberhasilan
Keberhasilan upaya pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu : 1.Indikator Masukan Indikator masukan adalah indicator untuk mengukur seberapa besar masukan yang telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut : a. Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa. b. Ada/tidaknya
Poskesdes
dan
sarana
pembangunan
serta
perlengkapannya. c. Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat. d. Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan). 2.Indikator Proses Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut : a. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
b. Berfungsi/tidaknya Poskesdes. c. Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada. d. Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana. e. Berfungsi/tidaknya sistem surveilans berbasis masyarakat. f. Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS. 3.Indikator Keluaran Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut : a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes. b. Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain. c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan. d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS. 4.Indikator Dampak Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas hal-hal berikut : a. Jumlah penduduk yang menderita sakit. b. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa. c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia. d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia. e. Jumlah balita dengan gizi buruk. 18
2.3.10 Manfaat Desa Siaga
1. Bagi masyarakat : a. Adanya kesiapan penanganan komplikasi persalinan di tengahtengah masyarakat. b. Adanya kesiapan penanganan kegawatdarauratan untuk berbagai masalah kesehatan, misalnya demam berdarah, kecelakaan, stroke, dan lain-lain. c. Masalah kesehatan bukan lagi menjadi tanggung jawab individu melainkan tanggung-jawab bersama-sama. d. Adanya keterbukaan antara masyarakat, petugas kesehatan dan pemerintah. e. Akses terhadap pelayanan kesehatan menjadi lebih mudah. 2. Bagi petugas kesehatan : a. Terjadinya kerjasama yang harmonis antara petugas kesehatan dan masyarakat. b. Adanya kemudahan untuk mendapatkan bantuan dari masyarakat terutama saat melakukan pemantauan terhadap ibu hamil dan penanganan persalinan. c. Adanya dukungan masyarakat untuk terlibat dalam mengatasi masalah kesehatan. 3. Bagi aparat pemerintah : a. Terjadinya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. b. Adanya masukan-masukan dari masyarakat mengenai pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah.
20
BAB III OBJEK DAN METODE PENGAMATAN
3.1
Objek Pengamatan
1. Pelaksanaan program KIA-KB subprogram pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Cimahi Selatan. 2. Upaya-upaya yang dilakukan agar mencapai target LINAKES. 3. Masalah/hambatan yang dihadapi pengelola subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan mendapat gambaran upaya-upaya peningkatan cakupan subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009.
3.3 Metode Pengamatan
Metode yang digunakan dalam pengamatan ini berupa : 1.
Data primer
Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan petugas penanggung jawab subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan. 2.
Data sekunder
Data yang diperoleh dari tertulis yang tersedia di Puskesmas Cimahi Selatan. Data yang digunakan adalah data laporan subprogram LINAKES Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009. 3.4
Tempat Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan di bagian subprogram LINAKES Puskesmas Cimahi Selatan.
3.5
Waktu Pengamatan
Waktu pengamatan dari tanggal 3 Januari 2011 – 22 Januari 2011.
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Geografi
Puskesmas Cimahi Selatan terletak di Jl. Baros No.16, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Puskesmas Cimahi Selatan terletak pada ketinggian 685 – 700 m di atas permukaan laut dan memiliki wilayah kerja seluas 773,576 Ha yang terdiri dari 2 (dua) kelurahan, yaitu: a. Kelurahan Utama
: 380,163 Ha
b. Kelurahan Leuwi Gajah
: 393,413 Ha
Berdasarkan peta wilayah, tampak bahwa wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan memiliki batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Kelurahan Baros dan Cigugur Tengah
b. Sebelah Selatan
: Desa Lagadar, Marga Asih dan Kabupaten
Bandung c. Sebelah Barat
: Kelurahan Cibeber
d. Sebelah Timur
: Kelurahan Cibeureum
Wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan mempunyai hal yang spesifik, yaitu : a. Memiliki wilayah kerja seluas 773,576 Ha dengan skala 5 (<30 km) yang berarti mempunyai beban ringan. b.
Memiliki jumlah kelurahan dengan skala 5 (<6) yang berarti mempunyai beban ringan. c. Memiliki kepadatan penduduk rata-rata jiwa/Ha, dan mobilitas penduduk yang tinggi (banyak kost-kostan/kontrakan mahasiswa & buruh pabrik). d. Dilalui jalan nasional dan jalan tol, sehingga mobilitas penduduk tinggi dan memudahkan masuknya penyakit menular. Juga rawan terjadi kecelakaan lalu lintas, sehingga dibutuhkan Rumah Sakit dan Puskesmas yang mempunyai Unit Gawat Darurat. e.
Memiliki wilayah industri yang cukup luas (terutama di Kelurahan Utama dan Kelurahan Leuwigajah) sehingga rawan terjadi kebakaran dan keracunan makanan pada karyawan pabrik. Selain itu menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh pencemaran dari limbah pabrik (pencemaran udara, suara, tanah, dan air).
f.
Memiliki wilayah kontrakan buruh pabrik yang banyak berada di ganggang kecil, kepadatan penduduknya cukup tinggi, dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik disertai mobilitas penduduk yang juga cukup tinggi
g. Memiliki 1 TPA Sampah Leuwigajah yang pernah mengalami longsor dan menimbulkan banyak korban jiwa pada tahun 2004. Tabel 4.1
Tipologi Wilayah Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 KELURAHAN
TIPOLOGI KELURAHAN
LUAS WILAYAH (Ha)
JUMLAH RW
JUMLAH RT
380,163 393,413 773,576
16 20 36
91 126 217
Utama Dataran Rendah Leuwi Gajah Dataran Rendah LUAS WILAYAH BINAAN PUSKESMAS
Sumber Data : Profil Kelurahan Utama, Leuwigajah, 2009
Tabel 4.2 Kondisi Keterjangkauan Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 KEL
LUAS WILAYAH (Ha)
Utama Leuwi Gajah LUAS WILAYAH BINAAN PUSKESMAS
380,163 393,413 773,576
JARAK TERJAUH KE PKM (KM)
5 5
RATA-RATA WAKTU TEMPUH KE PKM
Roda 2 (menit) 20 20
Roda 4 (menit) 30 30
KONDISI KETERJANGKAUAN KELURAHAN KE PKM
Roda 2
Roda 4
Jalan Kaki
Terjangkau Terjangkau
Terjangkau Terjangkau
Terjangkau Terjangkau
Sumber : Data Puskesmas Cimahi Selatan,2009
Berdsarkan Tabel 4.2, penduduk kedua kelurahan relatif mudah mengakses pelayanan Puskesmas karena Puskesmas dapat dijangkau baik dengan berjalan kaki, kendaraan roda 2 maupun kendaraan roda 4.
4.2 Data Demografi a. Keadaan Penduduk
Tabel 4.3 Gambaran Wilayah dan Kependudukan Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009
KELURAHAN
LUAS WILAYAH (Ha)
Kel. Utama Kel. Leuwi Gajah LUAS WILAYAH BINAAN PUSKESMAS
380,163 393,413 773,576
JUMLAH JUMLAH PENDUDUK KK
43.711 47.106 90.817
KEPADATAN PENDUDUK (Ha)
13.571 12.942 26.513
141,84 119,14
Sumber Data : Profil Kecamatan Cimahi Selatan Tahun 2009
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 KELURAHAN
Kel. Utama Kel. Leuwi Gajah
JUMLAH PENDUDUK
LAKILAKI 21.896 23.762
PEREMPUAN
JUMLAH TOTAL
21.815 23.344
43.711 47.106
Sumber Data: Profil Kecamatan/ Data Kependudukan Kota Cimahi Tahun 2009
b. Keadaan Sosial Ekonomi
Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Penduduk (Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan) Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN
Strata III Strata I D IV / S 1 Akademi / D II / D III DI
KELURAHAN Kel. Utama Kel. Leuwi Gajah Jumlah % Jumlah %
13 70 696 716
0,03 0,16 1,59 1,64
25 196 2552 1841
0,05 0,42 5,42 3,91
320
0,73
555
1,18
SLTA /Sederajat SLTP / Sederajat SD / Sederajat Tidak / Belum Tamat SD / Sederajat
12.193 11.643 7637 3678
27,89 26,64 17,47 8,41
13950 8938 8278 4286
29,61 18,97 17,57 9,10
Tidak / Belum Sekolah JUMLAH
6745
15,43
6485
13,77
43.711
47.106
Sumber Data : Profil Kependudukan Kota Cimahi Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 4.5, penduduk
Kelurahan Utama dan Leuwigajah
pendidikan terakhir terbanyaknya adalah SLTA, maka pada daerah ini penyuluhan tentang pentingnya persalinan di tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan. Tabel 4.6 Mata Pencaharian Penduduk Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 MATA PENCAHARIAN
Wiraswasta Karyawan Swasta Karyawan BUMN / BUMD PNS / TNI / POLRI / PENSIUNAN Pedagang / Perdagangan Buruh / Industri Bidang Kesehatan Tidak Bekerja Kelompok Profesi Pertanian Pengusaha JUMLAH
KELURAHAN Kel. Utama Kel. Leuwi Gajah Jumlah % Jumlah %
122 219 890
0,52 0,93 3,79
110 346 3541
1,03 3,23 33,09
2618 15.872 8 3664 56 23.429
11,17 67,75 0,03 15,55 0,24
801 5809 20 19 54 10.700
7,49 54,29 0,19 0,18 0,50
Sumber Data: Profil Kependudukan Kota Cimahi Tahun 2009
4.3 Data Sumber Daya a. Sumber Daya Manusia
Tabel 4.7 Data Ketenagaan Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009
NO
Jenis Tenaga
1 2
Kepala Puskesmas Tata Usaha
3 4 5 6
Kemampuan Teknis
Dokter SKM D2/D3/Perawa RR/Perencanaan/EV t Bendahara SMEA/SMA Bagian Kartu Pekarya Poliklinik Umum dr. Umum Perawat
7 8
Kamar Suntik Poli Gigi
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
UGD KIA/KB Perkesmas Kesehatan Gizi PSM Kesling/Penyuluhan Laboratoriun Surveilan P2P Imunisasi UKS
Perawat drg Perawat Gigi Perawat Bidan Bidan AKZI Bidan Sanitarian SMK/D3 Perawat Bidan Perawat
Standar
Beban Kerja Jumlah Kekurangan (Tugas Kel Kota DTP Rangkap) 1 1 1 1 Cukup 1 1 1 2 Lebih 1
1
1
1
Cukup
1 1 1 1
2 1 2 1
1 1 1 1
1 1 3 2
Kurang Cukup Lebih Lebih
0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 4 2 0 1 0 2 1 1 1 2 1
1 1 1 4 2 1 1 0 1 1 0 1 1 1
0 1 2 1 3 0 1 0 1 2 0 1 1 1
Kurang Cukup Lebih Kurang Lebih Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Lebih Cukup Cukup Kurang Cukup
√ √ √
√ √ √ √ √ √ √
20 21 22 23
Jamkesmas Setiap Pustu Setiap BDD Perawatan
24
Kamar Bersalin
25 26
Apotik Rekam Medis Total
Perawat Perawat Bidan dr. Umum Perawat Pekarya Bidan Asisten Apoteker D3 RM
1 1 1 0 0 0 0
21
1 1 0 0 0 0 0
1 1 0 1 7 4 2
29
39
1 0 0 0 0 0 0
Cukup Kurang Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
1
Cukup
1 28
Cukup
Tabel 4.8 Tenaga Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 yang Sudah Mendapat Pelatihan No
Nama pelatihan
1
APN
2
PONED
3 4
BBLR USG
5
MTBS/MTBM
6
IUD
7
Papsmear
Jenis tenaga
Jumlah
Dokter Bidan Dokter Bidan Bidan Dokter Dokter Bidan Perawat Bidan Dokter Bidan
2 4 2 3 2 1 1 1 2 2 1 1
4.4 Data KIA Tabel 4.9 Rekapitulasi laporan PWS (pemantauan wilayah setempat) KIA di Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009 Sasaran
Bumil
Bulin
1854
1770
Jumlah Bidan Praktek Swasta
12
Jumlah Paraji
Bermitra
Tidak Bermitra
3
7
Jumlah Kematian Ibu
Jumlah Kematian Bayi
2
16
Tabel 4.10 Rekapitulasi laporan PWS (pemantauan wilayah setempat) Pertolongan Ibu Bersalin di Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009.
√ √ √
Puskesmas
36
Pertolongan Ibu Bersalin Tenaga Kesehatan Bidan Praktek Rumah Bersalin Swasta
1373 Total : 1493 orang
84
Paraji
61
Gambar 4.1 Penolong Persalinan Di Kelurahan Leuwigajah
Keterangan Keterangan : Bidan praktek swasta RW Siaga Rumah Bersalin Budi Luhur Gambar 4.2 Penolong Penolong Persalinan Di Kelurahan Kelurahan Utama
Keterangan Keterangan : Bidan praktek swasta Paraji
RW Siaga
Tabel 4.11 Jumlah RW Siaga di Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009
No.
Kelurahan
Jumlah RW
1. 2.
Utama Leuwigajah
16 20
Sumber Data : Data Puskesmas Cimahi Selatan 2009
4.5 Pelaksanaan Subprogram Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan 4.5.1 Target
Target cakupan subprogram pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesma Puskesmass Cimahi Cimahi Selatan Selatan untuk tahun 2009 berdasarkan berdasarkan Standar Standar Pelayana Pelayanann Minimal (SPM) Kota Cimahi adalah 87,5 % . 4.5.2 Sasaran
Sasaran pengamatan ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009 . 4.5.3 Pembahasan
Berdasark Berdasarkan an tabel tabel 4.9, jumlah persalinan persalinan ibu hamil di tenaga tenaga kesehata kesehatann berjumlah berjumlah 1493 orang sedangkan sedangkan persalinan persalinan pada paraji berjumlah berjumlah 61 orang orang (3,45%). Berdasarkan data tersebut ternyata minat masyarakat khususnya wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan lebih memilih untuk melakukan persalinan di tenaga kesehatan baik itu di Puskesmas maupun pada bidan serta dokter swasta (rumah (rumah sakit) sakit) dan tenag tenagaa keseh kesehata atann yang yang berada berada di wilaya wilayahh kerja kerja Puskes Puskesma mass Cimahi Selatan. Dari data di atas, bila dihitung angka cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga bidan atau tenaga tenaga kesehatan yang memiliki memiliki kompetensi berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) kota Cimahi didapatkan nilai sebagai berikut: •
Pertolonga Pertolongann persali persalinan nan oleh tenaga tenaga terlat terlatih ih = 1493 1493 orang orang
•
Jumlah total ibu bersalin (BULIN)
= 1770 orang
•
Target LINAKES (tahun 2009)
= 87,5 % x jumlah total
BULIN
= 87,5 % x 1770 = 1549 orang (proyeksi sasaran)
•
Cakupan = Jumlah total LINAKES x 100 % Jumlah total BULIN = 1493 / 1770 x 100 % = 84,35 %
•
Kesenjangan = cakupan – target (%) = 84,35 % - 87,5 % = (3,15 %) berarti minus / negatif Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih kurang (3,15 %) dan
belum memenuhi target (87,5 %), masih ada masyarakat yang memilih pertolongan oleh dukun paraji (3,45 %) dikarenakan masih adanya paraji yang melakukan pertolongan persalinan sendiri secara aktif. Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa jumlah paraji yang melakukan pertolongan persalinan secara aktif berjumlah 10 orang. Hal ini menjadi suatu masalah atau hambatan yang dihadapi oleh petugas puskesmas dalam upaya membangun kemitraan dengan paraji. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah : a.
Tenaga (man)
Tenaga yang tersedia yaitu empat orang bidan pengelola program KIAKB subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan yang terdiri atas : 1)
1 orang bidan penanggung jawab program KIA.
2)
1 orang bidan penanggung jawab program KB.
3)
1 orang bidan penanggung jawab program imunisasi.
4)
1 orang bidan penanggung jawab program Promosi
Kesehatan. Berdasarkan Tabel 4.7, jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan melebihi standar, yaitu 3 bidan. Meskipun jumlah bidan melebihi standar, tetapi dalam pelaksanaan program tidak berjalan maksimal, karena 1 petugas KIA memegang program Promosi Kesehatan yang berada di luar program KIA, padahal kegiatan KIA itu banyak. Selain itu, saat pelaksanaan dari Senin-Sabtu terdapat petugas yang pergi ke Posyandu atau Posbindu secara bergantian, sehingga tenaga kesehatan yang berada di dalam gedung jumlahnya kurang. Berdasarkan Tabel 4.8, bidan yang sudah mendapatkan pelatihan APN, yaitu 4 orang dan pelatihan PONED, yaitu 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa bidan di Puskesmas Cimahi Selatan sudah kompeten. Jadi, didapatkan masalah mengenai ketenagaan, yaitu pelaksanaan kegiatan tidak berjalan maksimal, karena terdapat petugas yang melaksanakan tugas rangkap. b.
Dana (money)
Berdasarkan hasil wawancara diperole data : 1)
Dana atau anggaran yang digunakan dalam melaksanakan program
berasal dari dana lokasi umum Puskesmas (Dinas Kesehatan) dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kota Cimahi dalam pengadaan
beberapa material (bahan habis pakai). Penggunaan dana tersebut sesuai dengan target yang telah ditentukan. 2)
Dana untuk pelaksanaan RW Siaga berasal dari swadaya
masyarakat. Dana dari swadaya masyarakat belum berjalan, karena belum diadakan pertemuan antara puskesmas dan RW-RW. Selain itu, belum berjalannya program RW Siaga, yaitu TABULIN (Tabungan Ibu Bersalin) dan DASOLIN (Dana Sosial Bersalin) karena belum diadakan pertemuan intern antar-RW untuk penjajakan dalam membentuk TABULIN dan DASOLIN. 3)
Tarif setiap persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas
Cimahi Selatan dikenakan tarif sebesar Rp 350.000,-. Bila dibandingkan dengan tarif persalinan di paraji ada yang sebesar Rp 400.000,- maka tarif di puskesmas lebih murah, tetapi kelebihan di paraji adalah pembayaran tarif persalinan dilakukan secara bertahap, sehingga masyarakat merasa lebih ringan. Tetapi untuk ibu hamil yang tidak mampu ada pelayanan jamkesmas yang dapat digunakan untuk bersalin secara gratis. Jadi, didapatkan masalah mengenai dana, yaitu dana untuk pelaksanaan RW Siaga. c.
Peralatan (machine)
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data, yaitu peralatan yang digunakan, yakni alat-alat untuk melakukan pertolongan persalinan seperti partus Kit, resusitasi Kit, dan tersedianya ruang PONED di Puskesmas Cimahi Selatan.
Jadi, dari segi jumlah sudah mencukupi, tetapi ada beberapa alat yang sudah kurang layak pakai.
d.
Material
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data, yaitu material terdiri atas obat-obatan uterotonika, infusion set, transfusion set, dan sarung tangan yang tersedia lengkap di bagian KIA-KB. Jadi, dalam hal material, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sudah mencukupi. e. Metode
Metode yang digunakan dalam program ini meliputi hal-hal berikut. 1)
Konseling terhadap ibu hamil
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data yaitu konseling terhadap ibu yang sedang hamil mengenai bagaimana proses persalinan yang aman dan baik melalui pendekatan individu untuk agar masyarakat melakukan pertolongan persalinan di tenaga kesehatan. Selain itu juga dijelaskan tentang mekanisme pelayanan persalinan yang ada di puskesmas (promosi) beserta kemudahan dan manfaatnya kepada BUMIL, kader posyandu serta masyarakat umum sehingga diharapkan sasaran penyuluhan dapat lebih memilih untuk memeriksakan kehamilan dan melakukan persalinan ditolong tenaga kesehatan terutama di puskesmas. 2)
Sosialisasi kepada kader-kader posyandu saat lokakarya mini
Berdasarkan hasil wawancara, sosialisasi kepada kader posyandu mengenai persalinan oleh tenaga kesehatan saat lokakarya mini sudah
berjalan, karena adanya kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan kader, sehingga kader selalu menyempatkan diri untuk hadir di acara lokakarya mini. 3)
Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta Berdasarkan hasil wawancara, pertemuan antara bidan puskesmas
dan bidan praktek swasta belum berjalan rutin. Hal itu disebabkan adanya kesibukan dari bidan swastanya sendiri dan juga karena ada acara lain di puskesmas yang berbarengan dengan acara pertemuan bidan. Selain itu, mungkin juga karena kurangnya motivasi dari bidan swastanya sendiri. 4)
Kemitraan antara bidan dan paraji Berdasarkan Tabel 4.9, paraji yang bermitra, yaitu 3 orang dan
paraji yang tidak bermitra, yaitu 7 orang. Hal tersebut menunjukkan kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan optimal. Berdasarkan hasil wawancara, kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan dengan baik, karena belum dicapai kesepakatan jadwal kegiatan kemitraan antara bidan dan paraji atau karena paraji mungkin belum merasakan manfaat dan mengerti pentingnya kemitraan ini. Jadi, didapatkan masalah, yaitu kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan baik. 5)
Pendataan dan pelaporan a) Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian bidan swasta sudah melakukan pendataan dan pelaporan ibu hamil dan ibu bersalin setiap bulannya kepada Puskesmas Cimahi Selatan. Tetapi sebagian lagi belum
berkoordinasi dengan baik dalam hal pelaporan dengan pengelola KIA Puskesmas Cimahi Selatan. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kesibukan dari bidan praktek swasta sendiri, sehingga tidak sempat untuk melakukan pelaporan kepada pengelola KIA Puskesmas Cimahi Selatan. Oleh karena itu, pengelola KIA Puskesmas Cimahi Selatan melakukan terobosan dengan cara melakukan “jemput bola”, dimana pengelola sendiri yang mendatangi bidan praktek swasta atau rumah sakit untuk mendapatkan laporan. b) Pendataan dan pelaporan dari kader posyandu. Berdasarkan hasil wawancara, pendataan dan pelaporan dari kader posyandu sudah dilaksanakan dengan baik setiap bulannya melalui acara lokakarya mini. c) Pendataan dan pelaporan dari paraji. Berdasarkan hasil wawancara, pendataan dan pelaporan dari paraji belum berjalan optimal. Hal tersebut karena belum adanya kemitraan yang berjalan dengan baik antara bidan dengan paraji. 6)
Kunjungan rumah pada ibu hamil resiko tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara, kunjungan rumah yang dilakukan oleh bidan puskesmas kepada ibu hamil resiko tinggi disesuaikan dengan jam kerja puskesmas. Pada saat kunjungan rumah, kepada ibu hamil dan keluarganya dijelaskan tentang pentingnya memeriksakan kehamilan secara teratur kepada tenaga kesehatan di puskesmas atau bidan praktek swasta.
7)
Menerima persalinan normal di Puskesmas Cimahi Selatan selama
24 jam (on call) . Kegiatan ini merupakan upaya meningkatkan jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan. 8)
Program RW siaga Program RW siaga adalah salah satu program pemerintah untuk
mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi, diharapkan seluruh RW (100%) dapat menjadi RW Siaga. Berdasarkan Tabel 4.11, di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan telah terbentuk 36 RW Siaga berarti sudah 100 %. Akan tetapi tidak seluruh RW Siaga yang telah dibentuk tersebut aktif dalam menjalankan perannya sebagai RW Siaga. Hal ini dikarenakan masih sulit mengumpulkan masyarakat sehingga pertemuan dengan masyarakat belum rutin. f.
Market (Sasaran)
Sasaran dari program ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dalam periode 1 tahun. Berdasarkan Tabel 4.5, persentase strata pendidikan yang terbanyak, yaitu SLTA (28,75%). Walaupun strata pendidikan terbanyak itu SLTA, tetapi jumlah itu baru + 1/4 dari seluruh jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan.
Berdasarkan Tabel 4.6, persentase mata pencaharian yang terbanyak, yaitu buruh pabrik (61,02%). Hal ini menunjukkan strata ekonomi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cimahi selatan masih rendah. Berdasarkan data diatas, strata pendidikan dan ekonomi yang rendah bisa mengakibatkan masih banyaknya ibu hamil memilih bersalin di paraji. Selain itu, paraji masih menolong persalinan. Berdasarkan Gambar 4.1 dan 4.2, seharusnya ibu hamil dapat bersalin di tenaga kesehatan karena hampir di tiap RW terdapat bidan praktek swasta. g.
Waktu
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut : 1)
Konseling kepada ibu hamil secara individual dilakukan baik di
dalam gedung maupun di luar gedung. Konseling di dalam gedung selalu diberikan setiap kunjungan ke ruang KIA dan secara khusus di ruang konseling terjadwal setiap hari Sabtu. 2)
Sosialisasi kepada kader posyandu saat lokakarya mini yang
dilakukan setiap 1 bulan sekali. 3)
Kemitraan antara bidan dan paraji dilakukan 3 bulan sekali, tetapi
pada kenyataannya belum berjalan rutin seperti yang direncanakan karena belum terjalin kesepakatan jadwal antara bidan dan paraji. 4)
Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta
dijadwalkan setiap 3 bulan sekali. 5)
Pendataan dan pelaporan a) Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta.
Bidan praktek swasta melapor ke pengelola KIA secara rutin setiap 1 bulan sekali paling lambat tanggal 25. b) Pendataan dan pelaporan dari kader posyandu. Kader posyandu melapor ke pengelola KIA secara rutin setiap 1 bulan sekali paling lambat tanggal 5. c) Pendataan dan pelaporan dari paraji. Pelaporan dari paraji dilakukan secara berkala setiap 3 bulan sekali. Pelaporan dari paraji belum berjalan dengan baik. 6)
Kunjungan ke rumah ibu hamil resiko tinggi dilakukan disesuaikan
dengan jam kerja puskesmas. 7)
Pertolongan persalinan dilakukan di Ruang KIA-KB Puskesmas
Cimahi Selatan dalam bentuk pelayanan 24 jam (on call). Kegiatan ini sudah berjalan sebagaimana mestinya. 8)
Program RW siaga seharusnya dilakukan setiap 1 bulan sekali,
tetapi dalam pelaksanaannya tidak berjalan satu bulan sekali. Hal ini karena
belum
diadakan
pertemuan
membicarakan dana swadaya masyarakat.
dengan
masyarakat
untuk
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat disimpulkan : a. Hasil cakupan program pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Cimahi Selatan tahun 2009 (84,35 %) berada di bawah target SPM Kota Cimahi seharusnya (87,5 %) sehingga terdapat kesenjangan antara target dengan cakupan yaitu 3,15 % dan dapat dikatakan program tersebut belum terlaksana secara baik. b. Jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan masih kurang. c. Dana untuk pelaksanaan RW Siaga yang berasal dari swadaya masyarakat belum berjalan sebagaimana mestinya. d. Ada beberapa alat yang sudah kurang layak pakai. e. Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta belum berjalan rutin. f. Kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan baik. g. Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta dan paraji belum berjalan optimal. h. Program RW siaga belum berjalan rutin. i. Masih adanya ibu hamil yang memilih persalinan di paraji. j. Masih adanya paraji yang menolong persalinan.
5.2 Saran
a. Kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan ke Dinas Kesehatan untuk penambahan jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan. b. Pelaksanaan RW Siaga lebih ditingkatkan lagi dan adakan pertemuan rutin dengan masyarakat agar program ini bisa berjalan optimal. c. Kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan ke Dinas Kesehatan untuk memperoleh alat baru untuk menggantikan alat yang sudah tidak layak pakai. d. Meningkatkan koordinasi dengan bidan praktek swasta agar pertemuan dapat berjalan rutin dan pelaporan dapat berjalan optimal. e. Melakukan pendekatan yang lebih intensif dengan paraji dan meningkatkan koordinasi dengan paraji agar kemitraan antara bidan dan paraji dapat berjalan rutin dan terjalin kerjasama yang baik, sehingga kegiatan dan pelaporan dapat berjalan optimal. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran paraji terhadap pentingnya upaya kemitraan dengan bidan. f. Memberikan konseling tentang persalinan aman dan biaya secara jelas kepada ibu hamil yang dilakukan secara rutin dan menggunakan bahasa awam, sehingga persalinan di paraji dapat berkurang. g. Penyuluhan kepada pembuat keputusan di keluarga dan orang yang berpengaruh di lingkungan setempat (tokoh masyarakat) mengenai