BAB IV PEMECAHAN MASALAH
Analisa SWOT Untuk menganalisis masalah tingginya angka penemuan kasus ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru Utara, berdasarkan analisis menggunakan sistem SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) dapat dilihat sebagai berikut:
1. Strength: •
Puskesmas Banjarbaru Utara memiliki tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan yang baik.
•
Berjalannya program pemantauan kasus ISPA dengan baik.
•
Memiliki Posyandu dan kader yang cukup untuk melakukan mencapaian balita sehat.
2. Weakness : •
Jumla Jumlah h tenaga tenaga keseh kesehata atan n yang yang bertan bertangg ggung ung jawab jawab menan menanga gani ni kasus kasus ISPA masih sangat kurang.
•
Motivasi tenaga kesehatan masih kurang untuk memberikan informasi dan pelayanan gizi kepada ibu balita.
•
Metode penyampaian informasi mengenai gizi dan penyakit ISPA masih kurang menarik.
•
Kurang optimalnya tatalaksana ISPA sesuai langkah MTBS oleh tenaga kesehatan.
39
•
Kurangnya sumber dana Puskesmas untuk melakukan berbagai program.
3. Oppotunity : •
Memiliki penduduk dengan rata-rata pendidikan terakhir SMA. Hal ini dapat dijadikan kesempatan memberikan pendidikan mengenai ISPA agar membantu menjadi
kader
untuk pengendalian ISPA pada
masyarakat lain. •
Posyandu di Wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru Utara tersebar merata, sarana untuk melakukan program balita sehat.
4. Threat : •
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru Utara yang sanagat padat.
•
Jumlah balita dengan bawah garis merah masih banyak, yang sebenarnya merupakan faktor terjadinya ISPA karena gizi yang kurang baik
•
Kurangnya kesadaran ibu balita mengenai ASI eksklusif yang sebenarnya dapat menjadi pertahanan tubuh balita.
40
•
Oppotunity
•
Threat
Strength Meningkatkan kerjasama lintas program untuk pengendalian penyakit ISPA balita melalui perbaikan gizi balita. Meningkatkan motivasi, pengetahuan dan pelatihan untuk masyarakat mengenai penyakit ISPA untuk dibentuk sebgai kader pengendalian penyakit ISPA balita.
•
•
Weakness Mengadakan peelatihan kembali pada tenaga kesehatan mengenai tatalaksana ISPA sesuai MTBS. Mengadakan penyuluhan tentang penyakit ISPA dan pentingnya gizi pada ibu balita
Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat disusun beberapa alternatif pemecahan masalah yaitu : 1. Melakukan pengarahan terhadap petugas kesehatan mengenai pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI dan pemberian makanan tambahan, yang dapat menjadi pengendalian ISPA. 2. memberikan penyuluhan mengenai pemberian gizi yang baik kepada masyarakat terutama orangtua/ibu yang memiliki anak balita oleh tenaga kesehatan 3. Pendidikan tenaga kesehatan di Puskesmas
Banjarbaru Utara, sehingga diharapkan
tumbuhnya pemahaman dan peningkatan kualitas tatalaksana ISPA pada balita yang berdasarkan pada MTBS.
4. mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dengan mengikuti pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non petugas kesehatan.
41
Seluruh suatu
alternatif pemecahan masalah tersebut sebenarnya merupakan
kerangka konsep yang berkesinambungan,
setiap program
saling
berhubungan dan berkaitan.
Prioritas Pemecahan Masalah Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah metode MCUA. Hal ini dilakukan setelah identifikasi penyebab-penyebab yang paling mungkin dan mempunyai daya ungkit yang paling besar terhadap pemecahan masalah bila berhasil dihilangkan. Setelah hal tersebut dilakukan maka dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini: 1. Pendanaan yang paling kecil 2. Ketersediaan sumber daya 3. Memerlukan waktu yang cepat untuk penerapan 4. Mudah penerapannya 5. Mendapat perhatian dari masyarakat 6. Ketersediaan sarana dan prasarana Adapun penentuan alternatif pemecahan masalah penanggulangan ISPA Puskesmas Banjarbaru Utara dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah Dengan Metode MCUA
42
n o
Alternatif Pemecahan Masalah
Kriteria/Bobot
Melakukan pengarahan terhadap petugas kesehatan mengenai pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI eksklusif dan pemberian makanan tambahan yang dapat menjadi pengendalian ISPA
S 1 2
3 4
5
6
memberikan penyuluhan mengenai pemberian gizi yang baik kepada masyarakat terutama orangtua/ibu yang memiliki anak balita oleh tenaga kesehatan
Pendidikan tenaga kesehatan di Puskesmas Banjarbaru Utara, sehingga diharapkan tumbuhnya pemahaman dan peningkatan kualitas tatalaksana ISPA pada balita yang berdasarkan pada MTBS
mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dengan mengikuti pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non petugas kesehatan
BS 16 12
S 2 4
BS 8 16
S 3 3
BS 12 12
S 2 2
BS 8 8
16
2
8
3
12
1
4
16
3
12
3
12
1
4
8
4
16
1
4
2
8
16
4
16
3
12
3
12
Pendanaan (4) 4 Ketersediaan 3 sumber daya (4) Cepat 4 penerapan (4) Mudah 4 Penerapannya (4) Mendapat 2 perhatian dari masyarakat (4) Ketersedian 4 sarana dan prasarana (4) Jumlah BS Rangking I Keterangan : S = Skor
84
76 II
64
44
III
IV
B = Bobot
Keterangan skor:
43
Skor 1 : Pendanaan sangat banyak/ Tidak tersedia SDM/ Sangat lambat penerapannya/
Sangat
sulit
pelaksanaannya/
Tidak
mendapat
perhatian masyarakat/ Tidak tersedia sarana dan prasarana Skor 2 : Pendanaan cukup banyak/ Cukup tersedia SDM/ Cukup lambat penerapannya/
Cukup
sulit
pelaksanaannya/
Cukup
mendapat
perhatian masyarakat/ Cukup tersedia sarana dan prasarana Skor 3 : Pendanaan sedikit/ Tersedia SDM/ Cepat penerapannya/ Mudah pelaksanaannya/ Masyarakat memberi perhatian/ Tersedia sarana dan prasarana Skor 4 : Pendanaan sangat kecil/ Banyak tersedia SDM/ Sangat cepat penerapannya/ Sangat mudah pelaksanaannya/ Tersedia sarana dan prasarana Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode MCUA pada tabel 4.2, maka didapatkan prioritas pemecahan masalah dengan urutan sebagai berikut: 1. Melakukan pengarahan terhadap petugas kesehatan mengenai pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI dan pemberian makanan tambahan, yang dapat menjadi pengendalian ISPA. 2. memberikan penyuluhan mengenai pemberian gizi yang baik kepada masyarakat terutama orangtua/ibu yang memiliki anak balita oleh tenaga kesehatan. 3. Pendidikan tenaga kesehatan di Puskesmas
Banjarbaru Utara, sehingga
diharapkan tumbuhnya pemahaman dan peningkatan kualitas tatalaksana ISPA pada balita yang berdasarkan pada MTBS
44
4. Mengembangkan
dan
meningkatkan
peranan
masyarakat
dengan
mengikuti pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non petugas kesehatan. Dari tabel 4.1 diperoleh kesimpulan bahwa prioritas pemecahan masalah yang sesuai untuk mengatasi permasalahan adalah melakukan pengarahan terhadap petugas kesehatan mengenai pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI dan pemberian makanan tambahan, yang dapat menjadi pengendalian ISPA di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara. Dengan dilakukan pengarahan kepada tanaga kesehatan diharapkan akan termotivasi untuk melakukan promosi dan memberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif dan pemberian makanan. Dengan demikian, akan tercapai balita sehat dengan status gizi yang baik (penurunan balita BGM dan tercapainya ASI eksklusif), dan secara langsung dapat menurunkan kasus penemuan ISPA pada balita.
Rencana Kegiatan / Anggaran Perencanaan kegiatan ( Plan of Action) dalam kegiatan pengarahan terhadap petugas kesehatan akan peranan dan fungsi penyuluhan pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI dan pemberian makanan tambahan, yang dapat menjadi pengendalian ISPA di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara sebagai berikut: Berdasarkan analisa masalah di bagian Pemberantasan Penyakit Menular khususnya Program penanggulangan ISPA Puskesmas Banjarbaru Utara dengan menggunakan metode Bryant didapatkan prioritas masalah, yakni masih terdapat
45
asupan gizi yang kurang baik pada balita (BGM dan cakupan ASI) yang merupakan salah satu faktor yang sangat memicu penyakit ISPA pada balita. Untuk permasalahan ini dapat dilakukan kegiatan dengan cara penyuluhan kesehatan mengenai ISPA dan pentingnya gizi, ASI eksklusif kepada masyarakat terutama orangtua/ibu yang memiliki balita. Kegiatan ini akan dilaksanakan di dalam dan luar gedung. Di dalam gedung dengan pemanfaatan dinding Puskesmas untuk menempelkan bahan promosi kesehatan ISPA dan Gizi, poli umum dan anak sebagai wadah penjaringan penyakit ISPA, dan ruangan P2M sebagai ruangan pengobatan dan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga. Sedangkan kegiatan di luar gedung Puskesmas melakukan penyuluhan Puskesmas Keliling (Pusling), Posyandu Balita dan Lansia, dan Puskesmas Pembantu (Pustu) serta bagian gizi untuk penyuluhan mengenai pentingnya gizi dan ASI eksklusif. Tetapi pada kenyataan di lapangan, di puskesmas Banjarbaru Utara sudah dilakukan penyuluhan. Hal ini terjadi karena program tidak dilakukan secara optimal dan kurangnya motivasi petugas kesehatan akan peranan dan fungsi penyuluhan tentang gizi dan penyakit ISPA kepada masyarakat sehingga dapat menyebabkan tingginya kasus ISPA yang terjadi di Puskesmas Banjarbaru Utara. Berdasarkan permasalahan ini maka diprioritaskanlah pemecahan masalah dengan melakukan pengarahan terhadap petugas kesehatan mengenai pentingnya peranan dan fungsi promotif ASI dan pemberian makanan tambahan, yang dapat menjadi pengendalian ISPA di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara.
a. Analisis Situasi 1. Keadaan Daerah
46
Puskesmas Banjarbaru utara terletak atau berada diwilayah Kecamatan Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru dengan jarak ± 2 km dari pusat Pemerintah Kota Banjarbaru dan dapat ditempuh ± 15 menit dengan kondisi jalan yang baik dengan luas kerja wilayah 25,23 km 2. Jarak terjauh dengan Puskesmas pada Kelurahan Mentaos dan Kelurahan Loktabat Utara yang terdekat, seluruh wilayah dapat ditempuh dengen menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4 sepanjang musim. Jumlah penduduk diwilayah puskesmas banjarbaru utara adalah 28.353 jiwa yang terbagi atas 2 kelurahan yakni kelurahan Mentaos dan kelurahan Loktabat utara. Pendidikan penduduk rata-rata tamatan SLTA dengan pekerjaan sebagai pekerja swasta.
2. Sarana Upaya Kesehatan Yang ada Sarana yang ada diwilayah kerja Puskesmas Banjarbaru Utara adalah 17 sarana Pendidikan, 12 Tempat Ibadah, dan 2 balai Kelurahan. Sedangkan sarana dan prasarana yang dimiliki Puskesmas adalah 1 puskesmas pembantu (PUSTU), 12 Posyandu, 7 kendaraan dinas dan 1 Puskesmas Keliling.
3. Masalah Kesehatan Berdasarkan hasil identifikasi masalah penanggulangan ISPA Puskesmas banjarbaru utara sebagai berikut: a. Angka penemuan kasus ISPA masih tergolong tinggi
47
b. Masih terdapat asupan gizi yang kurang baik pada balita (BGM dan cakupan ASI) yang merupakan salah satu pemicu penyakit ISPA pada balita c. Konseling
MTBS jarang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas
Banjarbaru Utara terhadap orang tua terutama dalam
hal penanganan
ISPA pada balita. d. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Banjarbaru Utara yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kasusu ISPA
b. Tujuan dan Masalah 1. Tujuan Umum Tujuan Umum kegiatan ini untuk menurunkan angka kejadian ISPA di puskesmas Banjarbaru Utara. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus kegiatan ini : a. Menurunkan kasus penemuan ISPA b. Meningkatkan kerja sama lintas program dalam penemuan kasus ISPA c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari penyakit ISPA dan pemanfaatan Puskesmas dalam pemeriksaan dan pengobatan ISPA
d. Kebijakan Pelaksanaan dan Pokok-Pokok Kegiatan 1. Kegiatan-kegiatan pokok Pokok kegiatan meliputi:
48
a. Tahap persiapan meliputi penyusunan rencana kegiatan dan koordinasi dengan pemegang program masing-masing dan lintas sektor (kelurahan) mengenai kegiatan penyuluhan. b. Tahap pengorganisasian meliputi pembentukan dan pemilihan anggota organisasi pelaksana kegiatan, persamaan persepsi, dan komitmen mengenai cara kerja pelaksanaan kegiatan. c. Tahap pelaksanaan meliputi pengumpulan petugas dan sarana prasarana, kemudian melakukan kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan terus berlanjut baik di dalam maupun di luar gedung. d. Tahap evaluasi dapat dilihat dengan menurunnya kasus ISPA di Puskesmas banjarbaru Utara. 2. Pengaturan sumber daya (tenaga, dana dan media) Pengkajian sumber daya dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan: a. Tenaga
pelaksana
penyuluhan
adalah
koordinator
program
penanggulangan ISPA dan bagian gizi puskesmas banjarbaru utara b. Dana yang diperlukan sesuai dengan anggaran yang dimiliki puskesmas banjarbaru utara c. Media dan sarana yang dibutuhkan adalah materi sosialisasi, LCD, laptop, Pengeras suara, Poster dan pamflet mengenai penyakit ISPA
e. Organisasi dan Penggerakan Pelaksana Penanggung Jawab
: Bahrul Ilmi S.KM.MM
Ketua
: dr. Rita Ervina
49
Sekretaris
: drg. Halida
Bendahara
: Eka Ari Pratini
Pelaksana koordinator
: Marlinda Krispianti, A.M.Kep
Anggota
: Masful Halifa Jessie Aprizada Alan, A.M.Kep
f. Sumber Daya Yang Dimanfaatkan Sumber daya yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah petugas gizi dan petugas penanggulangan ISPA puskesmas Banjarbaru Utara.
g. Perkiraan Faktor-Faktor Penunjangn dan Penghambat Rencana Pelaksanaan Serta Pemecahan Masalahnya 1. Faktor-faktor penunjang dan penghambat pelaksanaan Faktor penunjang pelaksanaan kegiatan adalah: a. Adanya komitmen dari koordinator penanggulangan ISPA dan gizi puskesmas untuk melaksanakan kegiatan b. Kegiatan penyuluhan merupakan program yang seharusnya ada dalam penanggulangan ISPA tetapi kurang dilakukan dengan baik sehingga pelaksanaannya tidak membutuhkan program baru. c. Puskesmas Banjarbaru Utara memiliki petugas gizi yang bisa berkerjasama dengan program ISPA dengan meningkatkan kualitas balita sehat karena gizi yang cukup.
50
d. Puskesmas memiliki fasilitas yang mendukung kegiatan seperti, Pusling, dan media promosi kesehatan ISPA baik untuk di dalam maupun di luar ruangan gedung puskesmas
Faktor penghambat pelaksanaan kegiatan ini: a. Kurang samanya persepsi dan komitmen dari semua program yang terkait dalam penemuan kasus ISPA secara dini di masyarakat seperti pelaksanaan Posyandu balita, Pelaksanaan Pusling dan Pustu b. Koordinasi yang kurang baik antar program di puskesmas banjarbaru Utara c. Pengumpulan masyarakat di balai kelurahan harus menyesuaikan waktu yang disanggupi masyarakat. 2. Cara menjaga atau meningkatkan peranan faktor penunjang Cara menjaga dan meningkatkan faktor penunjang tersebut dengan menjalin komunikasi yang baik dan lancar kepada semua pemegang program kesehatan yang terkait dengan penanggulangan penyakit ISPA, dan gizi di Puskesmas Banjarbaru Utara. 3. Cara mengurangi faktor penghambat Pemecahan masalah yang bisa dilakukan untuk mengurangi faktor penghambat adalah: a. Mendapatkan komitmen lisan dan tertulis bagi semua program terkait ISPA untuk melaksanakan penyuluhan dan penemuan kasus ISPA pada setiap bidangnya.
51
b. Menjalin kerjasama yang baik pada setiap pengelola program puskesmas Banjarbaru Utara. c. Mendapatkan bantuan dari kelurahan untuk mengumpulkan perwakilan masyarakat untuk mendapatkan penyuluhan mengenai penyakit ISPA.
h. Pengawasan Pengendalian dan Penilaian 1. Pemantauan Pemantauan dilakukan untuk mengetahui keberhasilan penyuluhan baik di dalam maupun di luar gedung terkait dengan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan rumah mereka serta pemanfaatan puskesmas untuk pemeriksaan dan pengobatan ISPA bagi masyarakat. 2. Penilaian Penilaian dilakukan untuk menilai penurunan angka penemuan kasus ISPA pada akhir tahun.
52