KONDISI WILAYAH TAHUN 2025 DAN 2035 ASPEK KEPENDUDUKAN Tabel IV. 1 Jumlah Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar Kecamatan JKW Migrasi Masuk Migrasi Keluar 2013
2014
2015
2013
2014
Kemusu
107
153
73
102
289
166
Wonosegoro
197
195
243
260
251
354
37
44
12
19
15
19
Juwangi
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Trendline 1000 y = 155.36ln(x) + 398.88 R² = 0.8054
800 600 400 200
y = 366.59e-0.019x R² = 0.043
0 2013 2014 2014 2015 2015 Migrasi Masuk
Migrasi Keluar
Expon. (Migrasi Masuk)
Log. (Migrasi Keluar)
Diagram 4. 1 Trendline Jumlah Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Hingga tahun 2025, jumlah migrasi keluar akan terus lebih banyak dibanding jumlah migrasi masuk. Rata-rata migrasi keluar tersebut dilakukan oleh penduduk usia produktif yang bekerja atau pindah ke wilayah lain. Hal ini nantinya berimplikasi pada tingginya dependency ratio . Selain itu, banyaknya migrasi keluar nantinya juga berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk. Atas dasar hal tersebut, kemudian menjadikan permasalahan migrasi keluar menjadi masalah utama pada aspek kependudukan kependudukan di wilayah studi.
Studio Proses Perencanaan E |
VI
2015
B
A
B
ASPEK EKONOMI Permasalahan Ekonomi Saat Ini Adanya perbedaan perbedaan pendapatan pendapatan wilayah wilayah mikro dengan makro makro Tabel IV. 2 Pendapatan Per Kapita Masyarakat Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
ADHB Per Kapita 471356 520550 579158 678313 755614 1205838 961023 (juta rupiah) Penduduk 133626 134644 135077 135719 136101 136228 136619 (jiwa) Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Pendapatan Per Kapita (2011) 961023 (juta rupiah) / 136.619 (jiwa) 7,03 juta rupiah / kapita Standar Bank Dunia 9,49 juta rupiah Pendapatan masyarakat JKW masih dibawah standar dengan selisih sekitar 2,5 juta rupiah. Hal ini tentu berdampak besar karena pendapatan masyarakat akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Tentunya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat perlunya ada usaha-usaha dari pemerintah dalam mendorong produksi sektor-sektor ekonomi baik primer, sekunder maupun tersier. Pada wilayah JKW, khususnya sektor primer menjadi prioritas utama dalam pengendalian nilai PDRB dalam setiap tahunnya tahunnya karena wilayah JKW adalah daerah produksi.
ASPEK INFRASTRUKTUR
Ruas jalan yang rusak, tidak rata, dan dan berlubang berlubang di wilayah pedesaan lebih banyak dari wilayah perkotaan Kondisi jalan di wilayah pedesaan pada tahun 2025 dan 2035 cenderung masih dalam kondisi rusak, berlubang dan tidak rata dikarenakan jumlah penduduk yang makin meningkat sehingga mobilitas semakin tinggi, dan kendala dalam perbaikan jalan sepenuhnya tidak berada di tangan pemerintah melainkan sebagian besar merupakan lahan perhutani. Studio Proses Perencanaan E |
VI
2011
B
A
B
Jumlah sarana pendidikan TK, SMA, dan perguruan tinggi belum memenuhi standar
Jumlah prasarana TK,SMA dan PT yang dibutuhkan tahun 2025
VI
Tabel IV. 3 Jumlah Sarana Pendidikan yang dibutuhkan Tahun 2025 TK
SMA
PT
MESO
142
4
2
B
KOTA/WIL
17/125
1/3
2
B
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dengan jumlah penduduk meso 142.179 jiwa dan kawasan perkotaan 16.567 jiwa serta wilayah sebesar 125.612 jiwa, lalu untuk jumlah prasarana TK,SMA dan PT yang dibutuhkan tahun 2035 Tabel IV. 4 Jumlah Sarana Pendidikan yang dibutuhkan Tahun 2035 TK
SMA
PT
MESO
148
5
2
KOTA/WIL
18/130
1/4
2
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Dengan jumlah penduduk meso 147.744 jiwa dan kawasan perkotaan 17. 402 jiwa serta serta wilayah sebesar 130.342 130.342 jiwa dan dengan standar perhitungan sarana sebagai berikut ; - Minimal tersedia 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk. - Minimal tersedia 1 unit SLTA untuk setiap 30.000 penduduk - Minimal tersedia 1 unit Perguruan Tinggi untuk setiap 70.000 penduduk TPS dan TPA belum tersedia di wilayah mikro Kebutuhan akan TPS dan TPA di wilayah maupun perkotaan sebenarnya hanya dalam jumlah kecil, <10. Kondisi terkait ketersediaan prasarana persampahan ini pada tahun 2025 dan 2035 kemungkinan sudah terpenuhi dikarenakan kebijakankebijakn wilayah terkait mulai mencangangkan pembuatan TPS agar warga tidak membuang sampah ke sungai dan sekitarnya lagi.
Studio Proses Perencanaan E |
A
ASPEK TATA GUNA LAHAN Luasan Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Tahun Eksisting dan Tahun 2035 Tabel IV. 5 Proyeksi Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Tahun 2035 Guna Lahan Eksisting Tahun 2035 Luasan Permukiman Layak
Persen
Luasan
Persen
189.40
11.47%
273.69
16.57%
63.00
3.81%
0.00
0.00%
2.38
0.14%
2.31
0.14%
12.94
0.78%
16.52
1.00%
pendidikan (luas/ha)
5.22
0.32%
11.23
0.68%
kesehatan (luas/ha)
0.97
0.06%
1.32
0.08%
RTH
0.00
0.00%
3.75
0.23%
Hutan Negara
843.78
51.08%
843.78
51.08%
Persawahan
380.54
23.04%
380.54
23.04%
Tegalan
153.51
9.29%
118.59
7.18%
Jumlah
1651.73
100.00%
1651.73
100.00%
Permukiman Tidak Layak perkantoran (luas/ha) perdagangan dan jasa (luas/ha)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Persentase Tata Guna Lahan Kecamatan JKW Tahun Eksisting dan Tahun 2035 Tabel IV. 6 Prosentase Tata Guna Lahan Eksisting dan Tahun 2035 Guna Lahan Eksisting Tahun 2035 Permukiman
16.81%
17.70%
Tegalan
27.16%
19.89%
0%
0.06%
Hutan Negara
44.39%
44.39%
Sawah
11.65%
14.86%
0%
3.09%
RTH
Industri
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan tabel penggunaan lahan tahun eksisting dan proyeksi tahun 2035, terjadi sedikit perubahan tata guna l ahan, baik di lingkup perkotaan maupun lingkup wilayah studi mikro. Perubahan penggunaan lahan permukiman pada lingkup perkotaan maupun mikro disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk di kedua kawasan Studio Proses Perencanaan E |
VI B
A
B
ini yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman. Kebutuhan lahan untuk permukiman tersebut dipenuhi melalui konversi guna lahan tegalan menjadi lahan permukiman ataupun industry dan RTH. Hal ini dikarenakan lahan untuk persawahan yang ada di kawasan ini sebagian merupakan sawah berkelanjutan dan menjadi sumber penghidupan mayotitas penduduk di wilayah ini, sama halnya dengan lahan persawahan, lahan untuk hutan negara juga diproyeksikan tidak akan dikonversi menjadi lahan terbangun karena mengacu pada RTRW Kabupaten Boyolali tahun 2011-2031 yang masih tetap mempertahankan eksistensi hutan negara tersebut sebagai penopang kegiatan kegiatan ekonomi di wilayah ini.
PERMASALAHAN WILAYAH TAHUN 2015 DAN 2035 ASPEK KEPENDUDUKAN Tabel IV. 7 Jumlah Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar Kecamatan JKW Migrasi Masuk 2013
2014
Migrasi Keluar
2015
2013
2014
2015
Kemusu
107
153
73
102
289
166
Wonosegoro
197
195
243
260
251
354
37
44
12
19
15
19
Juwangi
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
VI
Trendline 1000 y = 155.36ln(x) + 398.88 R² = 0.8054
800
VI
600
B
400
A B
200 y= 0
366.59e-0.019x R² = 0.043
2013 2014 2014 2015 2015 Migrasi Masuk
Migrasi Keluar
Expon. (Migrasi Masuk)
Log. (Migrasi Keluar)
Diagram 4. 2 Trendline Jumlah Migrasi Hingga Tahun 2035 Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Hingga tahun 2035, jumlah migrasi keluar akan terus lebih banyak dibanding jumlah migrasi masuk. Rata-rata migrasi keluar tersebut dilakukan oleh penduduk usia produktif yang bekerja atau pindah ke wilayah lain. Hal ini nantinya berimplikasi pada tingginya dependency ratio . Selain itu, banyaknya migrasi keluar nantinya juga berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk. Atas dasar hal tersebut, kemudian menjadikan permasalahan migrasi keluar menjadi masalah utama pada aspek kependudukan kependudukan di wilayah studi
ASPEK EKONOMI Salah satu hal yang berpotensi menimbulkan permasalahan untuk 20-30 tahun kedepan adalah rendahnya pendapatan per kapita. Nilai pendapatan perkapita didapatkan dari perhitungan PDRB ADHB dibagi dengan jumlah penduduk. Pada tahun 2005, nilai pendapatan per kapita sebesar 3,53 juta rupiah kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 7,03 juta rupiah. Jika dibandingkan dengan standar (negara dengan pendapatan rendah) menurut world bank, pendapatan perkapita seharusnya sebesar 9,5 juta rupiah, tentunya ada target
Studio Proses Perencanaan E |
yang belum tercapai pada tahap ini dengan selisih sebesar 2,5 juta rupiah. Dalam kurun waktu 20 tahun kedepan (dari tahun 2005), pada tahun 2025 nilai PDRB meningkat menjadi 57,2 juta rupiah dan pada tahun 2035 meningkat kembali menjadi 90,5 juta rupiah. Dari data PDRB dan penduduk tersebut didapatkan pendapatan perkapita sebesar 398 juta rupiah/tahun pada tahun 2025 dan 606 juta rupiah/tahun pada tahun 2035. Proyeksi tersebut menimbulkan target yang cukup besar dan mendorong pemerintah untuk melakukan upaya-upaya upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan pendapatan masyarakat. Jika tidak diantisipasi maka pendapatan yang rendah tersebut akan menghambat aktivitas perekonomian salah satunya produksi sektor akan menurun dan berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi sehingga wilayah JKW akan menjadi tertinggal. tertinggal. Pendapatan perkapita bergantung bergantung pada nilai PDRB ADHB. Nilai tersebut dipengaruhi nilai tambah dari hasil produksi setiap tahunnya. Nilai tambah akan bergantung dari hasil produksi tiap struktur ekonomi. Jika dikaitkan dengan proyeksi struktur ekonomi. Pada tahun 2035 sektor ekonomi yang mendominasi adalah sektor tersier. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah JKW telah bertansisi menjadi tahap konsumsi massal (W.W Rostow, 1956) dimana memiliki karakteristik industri yang stabil, pergeseran ke ekonomi tersier dan tingkat pendapatan tinggi. Wilayah JKW memiliki sektor tersier yang terdiri dari sektor Perdagangan; Angkutan& Komunikasi; Keuangan, Persewaan; Jasa-Jasa. Pada tahun 2011, sektor ini memiliki kontribusi yang cukup besar sebanyak 47,8% dan menuruti hasil proyeksinya pada tahun 2035 yaitu sebesar 52,5% artinya masih ada target sebesar 4,7% pada 30 tahun kedepan. Hal ini menandakan bahwa berdasarkan pertumbuhan kontribusi sektor, dapat diperkirakan terjadi peningkatan setiap tahunnya, jika tidak di fasilitasi oleh pemerintah, hal ini dapat menimbulkan permasalahan. permasalahan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
VI
Proyeksi Sektor Tersier y = 0.0032x + 0.4486 R² = 0.6195
60.0%
Proyeksi = 4,7%
40.0%
B
VI A
20.0%
B 0.0% 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Sektor Tersier
Linear (Sektor Tersier)
Diagram 4. 3 Proyeksi Sektor Perekonomian T ersier Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
y = 0,0032x + 0,4486 y = 0,0032 (24) + 0,4486 = 0,5254 = 52,5%
ASPEK INFRASTRUKTUR Proyeksi permasalahan terkait kondisi jalan ialah hambatanhambatan jalan dan permasalahan yang belum terselesaikan karena terkendala kepemilikan tanah atas akses jalan tersebut. Kemungkinan kondisi ini belum terselesaikan melihat dari 1985, bersamaan dengan dengan dibangunnya jalan di banyak lokasi. Hingga saat ini belum pernah ada perbaikan atau perawatan terkait jalan yang telah berumur 32 tahun tersebut. Terkait permasalahan akan ketersediaan sarana pendidikan, dapat dilihat dari saat ini GAP atau kekurangan prasarana prasarana masih cukup tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan pemenuhan prasarana masih akan terus tertinggal.
ASPEK TATA GUNA LAHAN Luasan Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Tahun Eksisting dan Tahun 2035
Studio Proses Perencanaan E |
Tabel IV. 8 Proyeksi Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Tahun 2035 Guna Lahan Eksisting Tahun 2035 Luasan Permukiman Layak
Persen
Luasan
Persen
189.40
11.47%
273.69
16.57%
63.00
3.81%
0.00
0.00%
2.38
0.14%
2.31
0.14%
12.94
0.78%
16.52
1.00%
B
pendidikan (luas/ha)
5.22
0.32%
11.23
0.68%
kesehatan (luas/ha)
0.97
0.06%
1.32
0.08%
B
RTH
0.00
0.00%
3.75
0.23%
Hutan Negara
843.78
51.08%
843.78
51.08%
Persawahan
380.54
23.04%
380.54
23.04%
Tegalan
153.51
9.29%
118.59
7.18%
Jumlah
1651.73
100.00%
1651.73
100.00%
Permukiman Tidak Layak perkantoran (luas/ha) perdagangan dan jasa (luas/ha)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Persentase Tata Guna Lahan Kecamatan JKW Tahun Eksisting dan Tahun 2035 Tabel IV. 9 Prosentase Tata Guna Lahan Eksisting dan Tahun 2035 2035 Guna Lahan Eksisting Tahun 2035 Permukiman
16.81%
17.70%
Tegalan
27.16%
19.89%
0%
0.06%
Hutan Negara
44.39%
44.39%
Sawah
11.65%
14.86%
0%
3.09%
RTH
Industri
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Berdasarkan tabel penggunaan lahan tahun eksisting dan proyeksi tahun 2035, terjadi sedikit perubahan tata guna l ahan, baik di lingkup perkotaan maupun lingkup wilayah studi mikro. Perubahan penggunaan lahan permukiman pada lingkup perkotaan maupun mikro disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk di kedua kawasan ini yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman. Kebutuhan lahan untuk permukiman tersebut dipenuhi melalui konversi guna lahan tegalan menjadi lahan permukiman ataupun industry dan RTH. Hal ini dikarenakan lahan untuk persawahan yang ada di kawasan ini sebagian merupakan sawah Studio Proses Perencanaan E |
A
VI
berkelanjutan dan menjadi sumber penghidupan mayotitas penduduk di wilayah ini, sama halnya dengan lahan persawahan, lahan untuk hutan negara juga diproyeksikan tidak akan dikonversi menjadi lahan terbangun karena mengacu pada RTRW Kabupaten Boyolali tahun 2011-2031 yang masih tetap mempertahankan eksistensi hutan negara tersebut sebagai penopang kegiatan kegiatan ekonomi di wilayah ini.
ISU WILAYAH KESENJANGAN Kesenjangan yang dimaksudkan dalam isu wilayah ini adalah : Tidak tersebar meratanya sarana prasarana penunjang di semua wilayah mikro, baik itu sarana pendidikan, prasarana jalan, dan prasarana persampahan. persampahan. Hal ini tentunya menjadi isu yang harus diperhatikan di wilayah mikro karena sarana prasarana penunjang tersebut akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Belum meratanya penggunaan lahan dan permukiman yang cenderung linier dengan jalan juga menjadi penyebab mengapa belum terjangkaunya semua wilayah oleh sarana prasarana penunjang. Hal ini juga mengindikasikan terjadinya kesenjangan karena tidak semua penduduk dapat terlayani oleh sarana prasarana tersebut Adanya perbedaan dari segi upah dan jenis pekerjaan yang tersedia di wilayah mikro dengan wilayah lain diluarnya telah menyebabkan terjadinya kesenjangan, yaitu masyarakat merasa kurang puas dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada, sehingga banyak masyarakat terutama yang berusia produktif memilih untuk bermigrasi keluar wilayah mikro untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan tentunya dengan upah yang lebih besar.
KEAMANAN Keamanan yang dimaksudkan dimaksudkan dalam isu wilayah ini adalah : Adanya resiko bencana bencana alam seperti banjir, kekeringan, kekeringan, angin kencang, dan kebakaran hutan yang ada di wilayah mikro akan menimbulkan sebuah isu keamanan, yang mana keamanan
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
VI
masyarakat untuk bertempat tinggal di wilayah tersebut patut menjadi perhatian serius. Karena bencana alam yang kadang tidak bisa diprediksikan kedatangannya akan mengancam kehidupan masyarakat dan berpotensi menimbulkan menimbulkan korban jiwa dan materi. Adanya ruas jalan yang rusak juga masuk ke dalam isu keamanan karena adanya rusak jalan yang rusak tersebut dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kecelakaan ataupun kriminalitas kriminalitas di jalanan. jalanan. Hal ini tentu akan mengganggu mengganggu dan mengancam kehidupan masyarakat. masyarakat.
TUJUAN PERENCANAAN “ Terwujudnya Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro (JKW) di tahun 2035 yang bebas dari kesenjangan dan aman bagi masyarakat”
GAGASAN PERENCANAAN 1) Mengembangkan industri padat karya Minimnya lapangan pekerjaan yang layak menjadi masalah utama di Kecamatan JKW karena menyebabkan tingginya jumlah migrasi keluar penduduk dari wilayah JKW. Penduduk yang bermigrasi tersebut menginginkan kehidupan yang lebih layak dan nyaman. Minimnya lapangan pekerjaan yang layak juga menyebabkan rendahnya pendapatan masyarakat karena pekerjaan yang tersedia cenderung terbatas dan nilai jualnya rendah. Untuk itulah dibuat gagasan perencanaan yaitu mengembangkan industri padat karya yang merupakan industri yang banyak mengandalkan dan memerlukan tenaga kerja didalamnya sehingga hal ini berdampak pada tenaga kerja banyak terserap sehingga dapat menekan jumlah migrasi keluar penduduk, industri padat karya juga berpeluang memiliki nilai jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk, serta industri padat karya juga berpotensi mengundang banyak investor masuk. 2) Membangun sarana pendidikan dan persampahan serta memperbaiki prasarana jalan Minimnya jumlah sarana pendidikan yang ada di wilayah mikro menjadi masalah karena berkaitan dengan pemenuhan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
VI
kebutuhan pendidikan penduduk usia sekolah, penduduk yang tidak terfasilitasi oleh sarana pendidikan akan mempengaruhi kualitas sdm wilayah mikro itu sendiri, pemenuhan kebutuhan prasarana persampahan juga penting karena akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, karena buang sampah pada tempatnya adalah salah satu budaya hidup sehat. Selain itu, kualitas jalan yang buruk juga akan berdampak pada banyak hal antara lain mobilitas dan aksesibilitas penduduk terganggu, ancaman kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas di jalan. Untuk itulah dibuat gagasan perencanaan yaitu membangun sarana pendidikan dan persampahan persampahan serta memperbaiki jalan. 3) Membangun sistem peringatan dini bencana Kecamatan JKW yang beresiko terkena bencana seperti banjir, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan menjadi masalah utama karena resiko bencana tersebut berpotensi menimbulkan kekhawatiran kekhawatiran bagi masyarakat dan potensi korban jiwa dan materi. Untuk itulah dibuat gagasan gagasan perencanaan perencanaan yaitu menyediakan menyediakan sistem peringatan dini bencana agar dapat menjadi peringatan dan penanda bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri apabila bencana itu terjadi sehingga dapat meminimalkan korban jiwa dan materi. 4) Membangun Membangun cluster permukiman yang saling terintegrasi terintegrasi Permukiman yang terbentuk linier dengan jalan dan belum tercapainya pemerataan penggunaan lahan menjadi masalah karena permukiman yang hanya terbentuk linier mengikuti jalan menyulitkan penyebaran sarana prasarana penunjang dalam rangka pemenuhan jangkauan pelayanan. Dan penggunaan lahan yang belum merata menyebabkan inefisiensi dan tidak proporsionalnya proporsionalnya guna lahan di JKW. Untuk itulah dibuat gagasan perencanaan yaitu membentuk cluster permukiman yang saling terintegrasi agar memaksimalkan penggunaan lahan di Kecamatan JKW dan mempermudah penempatan sarana prasarana penunjang dan pemenuhan jangkauan pelayanan sarana prasarana tersebut.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
VI