BATU KAPUR/GAMPING Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat
Pemanfaatan batu kapur Bayah untuk Industri peleburan logam
Pada bidang industri metalurgi (peleburan logam), batu kapur (CaCO3) merupakan bahan tambang yang dipakai sebagai fluks (bahan pengikat pengotor logam/ terak). Pengumpanan kedalam tanur peleburan dilakukan bersama-sama dengan komponen bahan baku dan bahan bakar, Kemudian batu kapur ini akan terurai menjadi kapur bakar (CaO) pada temperatur kurang lebih 9500 C. Kapur bakar (CaO) inilah yang berfungsi sebagai bahan pengatur kebasaan terak, sehingga pada setiap proses peleburan selalu dibutuhkan batu kapur. Dalam prakteknya, apabila ke dalam tanur saat pengumpanan yang dimasukan kapur gamping (CaCO3), bukan kapur bakarnya (CaO), maka tanur tersebut bekerja ganda, yaitu terlebih dahulu menguraikan batu kapur menjadi kapur bakar. Hal ini tentunya merugikan, karena berkaitan dengan energi yang diperlukan cukup tinggi untuk proses penguraian tersebut (konsumsi energi yang tinggi pada saat proses penghilangan CO2), padahal tujuan utama proses adalah melakukan proses peleburan logam dengan energi yang seminimal mungkin. Untuk itu ,di dalam industri metalurgi, dilakukan proses secara terpisah yaitu proses kalsinasi dengan tanur kalsinasi tersendiri untuk menghasilkan CaO. Keuntungannya adalah proses dapat menggunakan bahan bakar yang murah untuk pembakarannya dan tentunya membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Teknologi penguraian batu kapur merupakan teknologi yang sederhana dan mudah dikuasai. Tanur kalsinasi ini juga dapat dibuat dengan sederhana dan murah.
BATUKAPUR
Batukapur sering pula disebut dengan batugamping (limestone).Batukapur merupakan batuan padat yang termasuk batuan sedimen. Batuan ini terbentuk lantaran sisa-sisa organisme laut. Karakter dari batukapur adalah: komposisinya kalsium karbonat (CaCO3); warna putih, abu-abu, kuningtua, abu-abu kebiruan, jingga, dan hitam; dan berat jenisnya 2,6--2,8. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan batuan kapur. Umumnya berupa pegunungan kapur yang tersebar di berbagai Provinsi, yakni di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; Penen--Medan dan Tarutung (Sumatera Utara, berupa endapan air panas); Karangputih (Sumatera Barat, berupa endapan berlapis); Karangnunggal (Jawa Barat, berupa endapan berlapis lensa), Kuripan--Bogor, Cipanas, Cirebon (Jawa Barat, berupa fresh water limestone), dan di berbagai daerah di Jawa Barat lainnya; berbagai daerah di Jawa Tengah; Bluto--Madura (berupa endapan berlapis), pulau Madura pada umumnya, dan berbagai daerah di Jawa Timur; berbagai daerah di Kalimantan Barat; dan di Tonasa (Sulawesi Selatan, berupa endapan berlapis), serta di berbagai tempat lainnya di Indonesia. Pemanfaatan batukapur dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk batu pondasi bangunan, bata (batu kumbung), pengeras jalan, dan serbuk kapur. Di samping itu batukapur digunakan pula sebagai bahan mentah dalam industri semen Portland, semen Roma, kalk zandsteen, dan semen alam. Dalam industri keramik, batukapur dipakai sebagai bahan mentah dalam pembuatan gelas, alat-alat dari gelas, dan email. Dalam industri gula, batu kapur digunakan untuk pembuatan kalsium. Sedang dalam industri kimia, batu kapur digunakan untuk pembuatan gas CO2, CaC, CaO, dan CaCl2. Di samping itu batukapur juga digunakan untuk pemberi warna pada industri minyak, untuk bahan-bahan kedokteran, pasta, pencegah penyakit tanaman, dan pupuk. Pada industri logam, batukapur dipakai untuk merendahkan titik lebur(flux), bahan-bahan tahan api, dan bahan cetak ofset (litografi). Posting tersebut di atas berkaitan dengan matapelajaran Geografi SMA yang diberikan di kelas XI.IPS dengan Standar Kompetensi: 2. Memahami sumberdaya alam, Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi jenisjenis sumberdaya alam, dengan Materi Pembelajaran: Potensi sumberdaya alam. Di samping itu berkaitan pula dengan Materi Pembelajaran: Lithosfer yang diberikan untuk kelas X semester 2, serta materi dengan judul yang sama pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Kebumian. Sumber: - Direktorat Pertambangan, Departemen Pertambangan. 1969. Bahan Galian Indonesia. Jakarta: Departemen Pertambangan. - Dari berbagai sumber lain.
Penggunaan Pecahan Batu Kapur Sumenep sebagai Agregat Kasar ditinjau terhadap Kuat Tekan Beton – Bambang Sujatmiko August 19, 2008 by lppm
Posted in: Penelitian no comments ABSTRAK PENGGUNAAN PECAHAN BATU KAPUR SUMENEP SEBAGAI AGREGAT KASAR DITINJAU TERHADAP KUAT TEKAN BETON Oleh : Bambang Doen tetap Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas dr Soetomo
Sujatmiko
Disampaikan pada seminar “ Penelitian Dosen Muda “ Universitas Dr Soetomo Surabaya 14 Nopember 2007. Makalah penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa batu kapur Sumenep dapat digunakan untuk campuran beton sebagai agregat kasar ditinjau terhadap kuat tekan dan untuk membuktikan bahwa batu kapur layak dijadikan sebagai agregat kasar yang nilainya mendekati / sama dengan batu pecah. Uji pemeriksaan batu kapur di laboratorium dan pembahasan hasil diperoleh bahwa, kadar keausan yang terabrasi 24,28 % ( syarat yang diijinkan < 50 %.), komposisi campuran dengan 100% batu kapur mempunyai nilai kuat tekan rata-rata yang mendekati dari komposisi campuran yang menggunakan 100% batu pecah, dari uji porositas menunjukan semakin tinggi angka porositas pada beton, maka akan berpengaruh terhadap nilai kuat tekan beton, serta hasil nilai berat volume beton komposisi campuran 100 % batu kapur memiliki berat volume lebih rendah dibandingkan dengan komposisi campuran yang lain (75%, 50%, 25%, 0%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa batu kapur Sumenep secara fisik memenuhi syarat dan layak untuk dijadikan sebagai agregat kasar dalam pembuatan beton sesuai dengan standart ASTM, Sebaiknya perlu diadakan pembersihan terhadap Lumpur untuk memperoleh mutu beton yang diharapkan.dan perlu penelitian kandungan kimia batu kapur untuk pemakaian campuran yang lebih maksimal.