Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
1. PENDAHULUAN
Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap tarikan. Dengan mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan tekanan sedangkan tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yang dikenal sebagai beton bertulang ( reinforced concrete concrete ). Jadi pada beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan ( rebar ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton tidak dapat efektif 100 % digunakan, karena bagian yang tertarik tidak diperhitungkan sebagai pemikul tegangan. bagian tekan
c h
grs. netral
bagian tarik d
penulangan b
Gambar 001
Hal ini dapat dilihat pada sketsa gambar disamping ini. Suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral ( bagian yang diarsir ), sedangkan bagian dibawah garis netral adalah bagian tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya tarik karena beton tidak tahan terhadap tegangan tarik.
Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh besi penulangan ( rebar ). ). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang adalah bera t sendiri ( self weight ) weight ) yang besar, bes ar, yaitu 3 2.400 kg/m , dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan ( bagian tarik ). Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian kemudian disebut beton pratekan atau beton prategang ( prestressed concrete ). concrete ). Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton pratekan. Beton bertulang : Cara bekerja beton bertulang adalah mengkombinasikan antara beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton bekerja memikul tegangan tekan dan baja penulangan memikul tegangan tarik. Jadi dengan menempatkan penulangan pada tempat yang tepat, beton bertulang dapat sekaligus memikul baik tegangan tekan maupun tegangan tarik. Beton pratekan : Pada beton pratekan, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja bermutu tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang kombinasinya secara pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja dengan menahannya kebeton, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton sebelum be ban bekerja telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban bekerja bekerj a tegangan tarik t arik yang terjadi dapat di-eliminir oleh tegangan tekan yang telah diberikan pada penampang se belum beban bekerja.
01
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
2. PRINSIP DASAR DASAR BETON PRATEKAN PRATEKAN
Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang : Konsep Pertama :
Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene F Fr eyssinet menggambarkan dengan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu ( pratekan ) tekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :
F
F
c
c.g.c
c Tendon konsentris
F M. c + A I GARIS NETRAL
c
+
= c
F/A AKIBAT GAYA PRATEGANG F
y M.y/I
F + M.c A I F - M. c A I
M.c/I AKIBAT MOMEN EKSTERNAL M
AKIBAT F DAN M
Gambar 002 Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb. Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah : M . M .c Tegangan lentur : f = I Dimana : M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang penampang I : momen inersia penampang. 02
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
2. PRINSIP DASAR DASAR BETON PRATEKAN PRATEKAN
Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang : Konsep Pertama :
Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene F Fr eyssinet menggambarkan dengan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu ( pratekan ) tekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :
F
F
c
c.g.c
c Tendon konsentris
F M. c + A I GARIS NETRAL
c
+
= c
F/A AKIBAT GAYA PRATEGANG F
y M.y/I
F + M.c A I F - M. c A I
M.c/I AKIBAT MOMEN EKSTERNAL M
AKIBAT F DAN M
Gambar 002 Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb. Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah : M . M .c Tegangan lentur : f = I Dimana : M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang penampang I : momen inersia penampang. 02
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini di jumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah : a. Diatas garis netral : f Total Total =
F A
+
M . M .c I
→ tidak
boleh melampaui tegangan hancur beton.
b. Dibawah garis netral : f Total Total =
F
−
M . M .c
A
I
≥
0 → tidak boleh lebih kecil dari nol.
Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban tarik. Konsep Kedua :
Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana beton menahan betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : q
q C
C
T
T Besi Tulangan
kabel prategang
BETON BERTULANG
BETON PRATEGANG
(B)
(A)
Gambar 003 Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang mana membentuk suatu kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen luar akibat beban luar. Konsep Ketiga :
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan sbagai berikut :
03
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Kabel prategang dg. lintasan parabola F
F h
L
F
F Beban merata w b
Gambar 004 Suatu balok beton diatas dua perletakan ( simple beam ) beam ) yang diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan : w b = Dimana :
w b h L F
8 F . .h L2 : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F : tinggi parabola lintasan kabel prategang. : bentangan balok. : gaya prategang.
Jadi beban merata akibat beban ( mengarah kebawah ) diimbangi oleh gaya merata akibat prategang w b yang mengarah keatas. Inilah tiga konsep dari beton prategang ( pratekan ), yang nantinya dipergunakan untuk menganalisa suatu struktur beton prategang. 3. METHODE PRATEGANGAN
Pada dasarnya ada 2 macam methode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu : 3.1. Pratarik ( Pre-Tension Method )
Methode ini baja prategang diberi gaya prategang dulu sebelum beton dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Adapun prinsip dari Pratarik ini secara singkat adalah sebagai berikut :
04
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
KABEL ( TENDON ) PRATEGANG ABUTMENT
LANDASAN ANGKER
F
F
(A)
BETON DICOR
F
F
(B)
TENDON DILEPAS GAYA PRATEGANG DITRANSFER KE BETON
F
F
(C)
Gambar 005 Tahap 1 : Kabel ( Tendon ) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap ( gambar 005 A ). Tahap 2 : Beton dicor pada pada cetakan ( formwork formwork ) dan landasan yang sudah disediakan sedemikian sehingga melingkupi melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering ( gambar 005 B ). Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur kuat untuk menerima gaya prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton ( gambar 005 C ). Setelah gaya prategang ditransfer kebeton, kebeton, balok beton tsb. akan melengkung melengkung keatas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok balok beton tsb. akan rata. 3.2. Pascatarik ( Post-Tension Post-Tension Method )
Pada methode Pascatarik, beton dicor lebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Secara singkat methode ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
05
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
BETON DICOR SALURAN TENDON
(A)
TENDON ( KABEL/BAJA PRATEGANG ) ANGKER
F (B)
(C)
F
GROUTING
F
F
Gambar 006 Tahap 1 : Dengan cetakan ( formwork ) yang telah disediakan lengkap dengan saluran/selongsong kabel prategang ( tendon duct ) yang dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, beton dicor ( gambar 006 A ). Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong ( tendon duct ), kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Methode pem berian gaya prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik ( ditarik dari satu sisi ). Ada pula yang ditarik dikedua sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan. ( Gambar 006 B ). Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah ditransfer kebeton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata kebalok yang arahnya keatas, akibatnya balok melengkung keatas ( gambar 006 C ).
06
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Karena alasan transportasi dari pabrik beton kesite, maka biasanya beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara segmental ( balok dibagi bagi, misalnya dengan panjang 1 ∼ 1,5 m ), kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan disite, stelah balok segmental tsb. dirangkai. 4. TAHAP PEMBEBANAN
Beton prategang dua tahap pembebanan, tidak seperti pada beton bertulang biasa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang adalah Tahap Transfer dan Tahap Service. 4.1. Tahap Transfer
Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya prategang direansfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang. 4.2. Tahap Service
Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti live load, angin, gempa dll. mulai bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus dipertimbangkan didalam analisa strukturnya. Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis terhadap kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin,nilai retak terhadap nilai batas yang di-ijinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan kom binasi pembebanan, konsep kopel internal ( internal couple concept ) atau methode be ban penyeimbang ( load balancing method ), yang akan dibahas pada kuliah-kuliah berikutnya. 5. PERENCANAAN BETON PRATEGANG
Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu : 1. Wor k method ( metode beban kerja ) ki ng sstr ess m Prinsip perencanaan disini ialah dengan menhitung tegangan yang terjadi akibat pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban ) dan membandingkan dengan te-gangan yang di-ijinkan. Tegangan yang di-ijinkan dikalikan dengan suatu faktor ke-lebihan tegangan ( overstress factor ) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.
07
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
2. Limit sstate m method ( metode beban batas ) Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api , kelelahan dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur te rsebut. Dalam menghitung menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu faktor beban ( load factor ), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ( reduction factor ). Tahap batas ( limit state ) adalah suatu batas tidak di-inginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur. Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah : Berdasarkan SNI 03-2874-2002 1. U = 1,4 D …………………………………………. ( 4 ) 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) ………………. ( 5 ) 3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) ……… ( 6 ) 4. U = 0,9 D ± 1,6 L …………………………………... ( 7 ) 5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E ………………………….. ( 8 ) 6. U = 0,9 D ± E ………………………………………. ( 9 ) Dimana :
U = D = L = A = R = W= E =
Kuat perlu Dead Load ( Beban Mati ) Live Load ( Beban Hidup ) Beban Atap Beban Air Hujan Beban Angin Beban Gempa
Catatan : a. Jika ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan didalam perencanaan, maka pada persamaan 5, 7 dan 9 ditambahkan 1,6 H, kecuali bila akibat tekanan tanah H akan mengurangi pengaruh beban W dan E, maka pengaruh tekanan tanah H tidak perlu diperhitungkan. b. Jika ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban fluida 1,4 F harus ditam bahkan pada persamaan 4, dan 1,2 F pada persamaan 5. c. Untuk kombinasi beban ini selanjutnya dapat dipelajari dalam buku code beton SNI 03 – 2874 – 2002 Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan ( Strength Limit State ), menetapkan bahwa aksi design ( R u ) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ∅. R u ≤ ∅ R n Dimana :
( 5.1 )
R u = aksi desain R n = kapasitas bahan ∅ = faktor reduksi 08
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Sehingga untuk aksi design , momen, geser, puntir dan gaya aksial berlaku : Mu ≤ ∅ Mn Vu ≤ ∅ Vn Tu
≤ ∅ Tn
Pu
≤ ∅ Pn
Harga-harga Mu, Vu, Tu dan Pu diperoleh dari kombinasi pempebanan yang paling maksimum, sedangkan M n, Vn, Tn dan Pn adalah kapasitas penampang terhadap Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial. Faktor Reduksi kekuatan menurut SNI 03 – 2874 – 2002 untuk : Lentur tanpa gaya aksial ……………………………………… : Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur …………………… : Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : tulangan spiral : : tulangan sengkang : Gaya geser dan Puntir ………………………………………… :
∅ =
0,80 ∅ = 0,80 ∅ = 0,70 ∅ = 0,65 ∅ = 0,75
Untuk lebih memahami hal ini agar mempelajari sumbernya, yaitu SNI 03 −2874 −2002 Desain untuk tahap batas kemampuan layan ( serviceability limit state ) harus diperhitungkan sampai batas lendutan, batas retakan atau batasan-batasan yang lain. Untuk batas kekuatan lentur ( bending stress limit ), suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal ( beban layan ) sampai tahap batas ( beban batas/ultimate load ). Sedangkan untuk geser dan puntir , analisis dilakukan pada suatu tahap batas saja, karena pada geser dan puntir batas dari kedua tahap tersebut tidak sejelas pada analisis lentur. Karena kekuatan beton prategang sangat tergantung pada tingkat penegangan ( besarnya gaya prategang ) maka dikenal istilah : Pr ategang Penuh ( fully prestressed ) dan Pr ategang S Se bagian ( partially prestressed ). Untuk komponen-kompenen struktur dari beton prategang penuh, maka komponen tersebut direncanakan untuk tidak mengalami retak pada beban layan, jadi pada komponen tersebut ditetapkan tegangan tarik yang terjadi = nol ( σtt = σts = 0 ). Dimana :
σtt :
tegangan tarik ijin pada saat transfer gaya prategang σts : tegangan tarik ijin pada saat servis
Untuk kompomen struktur yang direncanakan sebagai beton prategang sebagian, maka komponen tersebut dapat didesain untuk mengalami retak pada beban layan dengan batasan tegangan tarik pada saat layan diperbolehkan maksimum : σts = 0,50
f c'
( 5.2 )
Dimana : f c′ : kuat tekan beton Oleh karena itu konstruksi beton prategang harus didesain sedemikian sehingga mempunyai kekuatan yang cukup dan mempunyai kemampuan layan yang sesuai ke butuhan. Disamping itu konstruksi harus awet, tahan terhadap api, tahan terhadap kelelahan ( untuk beban yang berulang-ulang dan berubah-ubah ), dan memenuhi persyaratan lain yang berhubungan dengan kegunaannya.
09
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban terbatas ( dead load dan beban konstruksi ). 2. Kehilangan gaya prategang. Untuk perhitungan awal kehilangan gaya prategang ini biasanya ditentukan 25 % untuk sistem pratarik ( pre-tension ) dan 20 % untuk sistem pascatarik ( post-tension ). 3. Pada kondisi servis dengan gaya prategang efektif ( sudah diperhitungkan kehilangan gaya prategangnya ) dan beban maksimum ( beban mati, beban hidup dan pengaruh-pengaruh lain ). 4. Perlu diperhitungkan pengaruh-pengaruh lain yang mempengaruhi struktur beton prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, pengaruh P delta pada gedung bertingkat tinggi, serta perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan. Tegangan-tegangan yang di-ijinkan beton untuk struktur le ntur SNI 03 – 2874 – 2002 A.Tegangan sesaat setelah penyaluran gaya prategang dan sebelum terjadinya kehilangan gaya prategang sebagai fungsi waktu, tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar ………………………………………. : 0,60 f ci′ 2. Tegangan tarik serat terluar ( kecuali item 1 dan 3 ) ………………. : 0,25
f ci'
3. Tegangan tarik serat terluar diujung struktur diatas tumpuan ………: 0,50
f ci'
Apabila tegangan melampaui nilai-nilai tersebut diatas, maka harus dipasang tulangan extra ( non prategang atau prategang ) untuk memikul gaya tarik total beton yang dihitung berdasarkan asumsi penampang penuh sebelum retak. B. Tegangan pada saat kondisi beban layan ( sesudah memperhitungkan semua kehilangan gaya prategang yang mungkin terjadi ), tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan beban hidup tetap ………………………………………………….. : 0,45 f c′ 2. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan beban hidup total …………………………………………………… : 0,60 f c′ 3. Tegangan tarik serat terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekanan ………………………………………………… : 0,50
f c'
Dari uraian-uraian diatas, pada prinsipnya konsep beton prategang dan beton bertulang biasa adalah sama, yaitu sama-sama dipasangnya tulangan pada daerah-daerah dimana akan terjadi tegangan tarik. Bedanya pada beton bertulang biasa, tulangan akan memikul tegangan tarik akibat beban, sedangkan pada beton prategang tulangan yang berupa kabel prategang ( tendon ) ditarik lebih dahulu sebelum bekerjanya beban luar. Penarikan kabel ini menyebabkan tertekannya beton, sehingga beton menjadi mampu menahan beban yang lebih tinggi sebelum retak. Pada dasarnya elemen struktur beton prategang akan mengalami keretakan pada beban yang lebih tinggi dari beban yang dibutuhkan untuk meretakan elemen struktur dari beton bertulang biasa. Demikian pula dengan lendutan, untuk beton prategang lendutannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang biasa, oleh karena itu konstruksi beton prategang itu banyak dipergunakan untuk bentangan-bentangan yang panjang. 10
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 6. MATERIAL BETON PRATEGANG 6.1. Beton
Seperti telah di ketahui bahwa beton adalah campuran dari Semen, Agregat kasar ( split ), Agregat halus ( pasir ), Air dan bahan tambahan yang lain. Perbandingan berat campuran beton pada umumnya Semen 18 %, Agregat kasar 44 %, Agregat halus 31 % dan Air 7 %. Setelah beberapa jam campuran tersebut dituangkan atau dicor pada acuan ( formwork ) yang telah disediakan, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk acuan ( formwork ) yang telah dibuat. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik ( f c′ ) pada usia 28 hari. Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan contoh ( sample ) beton dengan ukuran kubus 150 x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai-bagai benda uji ( sample ). Benda Uji
Perbandingan Kekuatan
Kubus 150 x 150 x 150 mm
1.00
Kubus 200 x 200 x 200 mm
0.95
Silinder ( Dia. 150 ) x ( H = 300 ) mm
0.83
Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai umur beton ( benda uji ). Umur Benda Beton ( hari )
Perbandingan kekuatan
3
7
14
21
28
90
365
0.40
0.65
0.88
0.95
1.00
1.20
1.35
Pada konstruksi beton prategang biasanya dipergunakan beton mutu tinggi dengan kuat tekan f c′ = 30 ∼ 40 MPa, hal ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada pengangkuran tendon ( baja prategang ) agar tidak terjadi keretakankeretakan. Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. SNI 03 – 2874 – 2002 menetapkan untuk kuat tarik beton kan ACI menetapkan
σts =
0,60
σts =
0,50
f c' sedang-
f c' .
Modulus elastisitas beton E dalam SNI 03 – 2874 – 2002 ditetapkan : Ec = (wc )1,5 x 0,043
f c'
Dimana : Ec : modulus elastisitas beton ( MPa ) wc : berat voluna beton ( kg/m 3 ) f c′ : tegangan tekan beton ( MPa ) Sedangkan untuk beton normal diambil : E c = 4700
f c' MPa 11
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
6.2. Baja Prategang
Didalam praktek baja prategang ( tendon ) yang dipergunakan ada 3 ( tiga ) macam, yaitu : a. Kawat tunggal ( wire ). Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pra-tarik ( pretension method ). b. Untaian kawat ( strand ). Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pasca-tarik ( post-tension ). c. Kawat batangan ( bar ) Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem pra-tarik ( pretension ). Selain baja prategang diatas, beton prategang masih memerlukan penulangan biasa yang tidak diberi gaya prategang, seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Tabel Tipikal Baja Prategang Jenis Baja Prategang
Diameter ( mm )
( mm )
Beban Putus ( kN )
Untaian Kawat
3 4 5 7 8 9.3
7.1 12.6 19.6 38.5 50.3 54.7
13.5 22.1 31.4 57.8 70.4 102
1900 1750 1600 1500 1400 1860
( strand )
12.7
100
184
1840
15.2
143
250
1750
23
415
450
1080
Kawat Batangan
26
530
570
1080
( bar )
29
660
710
1080
32
804
870
1080
38
1140
1230
1080
Kawat Tunggal ( wire )
Luas 2
Tegangan Tarik ( MPa )
Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bendel kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multi-wire dan multi-strand . Untuk jenis post-tension method ini tendon dapat bersifat bonded ( dimana saluran kabel diisi dengan material grouting ) dan unbonded saluran kabel di-isi dengan minyak gemuk atau grease. Tujuan utama dari grouting ini adalah untuk : ∼ ∼
Melindungi tendon dari korosi Mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya. 12
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Material grouting ini biasanya terdiri dari campuran semen dan air dengan w/c ratio 0,5 dan admixe ( water reducing dan expansive agent ) Common Types from CPCI Metric Design Manual Tendon Type
Grade
Size
f pu
Designation
MPa Seven - wire Strand
Prestressing Wire
Deformed
1860 1860 1860 1860 1760 1550 1720 1620 1760 1080 1030 1100
9 11 13 15 16 5 5 7 7 15 26 26
Nominal Dimension Area ( mm )
Diameter ( mm ) 9.53 11.13 12.70 15.24 15.47 5.00 5.00 7.00 7.00 15.0 26.5 26.5
Mass ( kg/m )
55 74 99 140 148 19.6 19.6 38.5 38.5 177 551 551
0.432 0.582 0.775 1.109 1.173 0.154 0.154 0.302 0.302 1.44 4.48 4.48
7. KEHILANGAN GAYA PRATEGANG
Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Immediate Elastic Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan oleh : − Perpendekan Elastic Beton. − Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini ter jadi pada beton prategang dengan sistem post tension. − Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur 2. Time dependent Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana hal ini disebabkan oleh : − Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton. − Pengaruh temperatur. − Relaksasi baja prategang. Karena banyaknya faktor yang saling terkait, perhitungan kehilangan gaya prategang ( losses ) secara eksak sangat sulit untuk dilaksanakan, sehingga banyak dilakukan metoda pendekatan, misalnya metoda lump-sum ( AASHTO ), PCI method dan ASCEACI methods.
13
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
7.1. Perpendekan Elastis Beton
Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik pengaruh kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik perubahan regangan pada baja prategang yang diakibatkan oleh perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan beton pada baja prategang tersebut. 1. Sistem Pra-Tarik
Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis ( elastic shortening ) tergantung pada rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton dimana baja prategang terletak dan dapat dinyatakan dengan persamaan : ES = n . f c Dimana :
( 7.1.1 )
ES
= kehilangan gaya prategang
f c
= tegangan beton ditempat baja prategang.
n
= ratio antara modulus elastisitas baja prategang dan modulus elastisitas beton. Jadi : n = Dimana :
E S E C ES : modulus elastisitas baja prategang. EC : modulus elastisitas beton.
Jika gaya prategang ditransfer ke beton, maka beton akan memendek ( per pendekan elastis ) dan di-ikuti dengan perpendekan baja prategang yang mengikuti perpendekan beton tersebut. Dengan adanya perpendekan baja prategang maka akan menyebabkan terjadinya kehilangan tegangan yang ada pada baja prategang tersebut. Tegangan pada beton akibat gaya prategang awal ( P i ) adalah : f c =
P i AC + nAS
Sehingga kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis dapat dirumuskan sebagai berikut : ES = Dimana :
n P . i AC + n. AS
( 7.1.2 )
ES
= kehilangan gaya prategang
Pi
= Gaya prategang awal
AC
= Luas penampang beton
AS
= Luas penampang baja prategang
n
= Ratio antara modulus elastisitas baja ( ES ) dan modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya ( ECi )
14
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Contoh Soal 1
Suatu komponen struktur beton prategang dengan sistem pra-tarik panjang balok L = 12,20 m, dengan penampang 380 x 380 mm diberi gaya prategang secara konsentris dengan baja prategang seluas AS = 780 mm2 yang diangkurkan pada abutment dengan tegangan 1.035 MPa. Jika modulus elastisitas beton pada saat gaya prategang ditransfer ECi = 33.000 MPa dan modulud elastisitas baja prategang E S = 200.000 MPa, maka hitunglah kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton. Penyelesaian : Gaya prategang awal Pi = f S . AS = 1035 x 780 = 807.300 N n=
E S E Ci
=
200.000 33.000
= 6,06
Luas penampang beton : A C = 380 x 380 = 144.400 mm 2 Jadi kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis : ES =
n P . i AC + n. AS
=
6,06 x807.300 144.400 + 6,06 x 780
= 32,81 MPa
2. Pasca -Tarik
Pada methode post tension ( pasca – tarik ) yang hanya menggunakan kabel tunggal tidak ada kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton, karena gaya prategang di-ukur setelah perpendekan elastis beton terjadi. Jika kabel prategang menggunakan lebih dari satu kabel, maka kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata semua kabel. Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : ES = ∆ f c =
n. P i Ac
( 7.1.3 )
Dimana : ES = kehilangan gaya prategang f c
= tegangan pada penampang beton
Pi
= gaya prategang awal
Ac = luas penampang beton n
=
E S E C
ES = modulus elastisitas kabel/baja prategang EC = modulus Elastisitas beton
15
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Atau secara praktis untuk beton prategang dengan methode pasca tarik kehilangan gaya prategang dapat dihitung dengan persamaan : ES = 0,5
E S E C
f c
( 7.1.3 )
Dimana : ES = kehilangan gaya prategang f c = tegangan pada penampang beton ES = modulus elastisitas kabel/baja prategang EC = modulus elastisitas beton Contoh Soal 2
Jika pada contoh 1 diatas digunakan methode pasca tarik dan anggap baja prategang dengan A S = 780 mm 2 terdiri dari 4 buah kabel prategang masingmasing dengan luas 195 mm 2. Kabel prategang ditarik satu persatu dengan tegangan sebesar 1.035 MPa, maka hitunglah kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis. Penyelesaian : Kehilangan prategang tendon 1 Ini disebabkan oleh gaya prategang pada ketiga kabel lainnya Gaya prategang pada ke 3 kabel : Pi = 3 x 195 x 1.035 = 605.475 N n = 6,06 ( telah dihitung pada contoh 1 diatas ) AC = 144.400 ( telah dihitung pada contoh 1 diatas ) Jadi kehilangan gaya prategang pada tendon 1 dapat dihitung dengan persamaan ( 7.1.3 ) ES1 =
6,06 x605.475 144.400
= 25,41 MPa
Kehilangan prategang tendon 2 Kehilangan gaya prategang pada tendon 2 ini diakibat gaya prategang pada kedua kabel pratengan yang ditarik kemudian. Dengan cara yang sama seperti diatas dapat dihitung gaya prategang pada ke 2 tendon yang akan ditarik setelah tendon ke 2, yaitu : Pi = 2 x 195 x 1.035 = 403.650 N ES2 =
6,06 x 403.650 144.400
= 16,94 MPa
Kehilangan prategang tendon 3 Pi = 1 x 195 x 1.035 = 201.825 N ES3 =
6,06 x 201.825 144.400
= 8,47 MPa 16
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Kehilangan prategang tendon 4 Pi = 0 x 195 x 1.035 = 0 N
6,06 x0
ES4 =
144.400
= 0 MPa
Jadi kehilangan gaya prategang rata-rata : ESRATA2 =
ES 1 + ES 2 + ES 3 + ES 4 4
=
25,41 + 16,94 + 8,47 + 0 4
= 12,71 MPa
Kehilangan gaya prategang rata-rata ini mendekati ½ nya kehilangan gaya prategang pada tendon ke 1, yaitu : ½ x 25,41 = 12,705 MPa Jadi prosentase kehilangan gaya prategang :
12,71 1.035
x 100 % = 1,23 %
Kalau dihitung dengan menggunakan persamaan ( 7.1.3 ), sebagai berikut. Gaya prategang total Pi = 4 x 195 x 1.035 = 807.300 N Jadi :
f c =
P i AC
Jadi : ES = 0,5 x
=
E S E C
807.300 144.400
= 5,59 MPa
x f c = 0,5 x 6,06 x 5,59 = 16,94 MPa
Presentase kehilangan prategangan ;
16,94 1.035
x 100 % = 1,64 %
Jika dibandingkan dengan hasil diatas, ternyata lebih besar. 7.2. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Geseran Sepanjang Tendon
Pada struktur beton prategang dengan tendon yang dipasang melengkung ada gesekan antara sistem penarik ( jacking ) dan angkur, sehingga tegangan yng ada pada tendon atau kabel prategang sehungga akan lebih kecil dari pada bacaan pada alat baca tegangan ( pressure gauge ) Kehilangan prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh : Pergerakan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang, untuk itu dipergunakan koefisien wobble K .
Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien geseran µ
Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga koefisien wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan koefisien kelengkungan µ = 0,15 ∼ 0,25
17
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Kita tinjau gambar dibawah ini :
α R
R
Ujung pendongkrakan
P1 1
P1 α
P2
µ P1 α
α
2
α
P1
L
P2
Tekanan Normal Akibat
Kehilangan Gaya Prategang
Gaya Prategang
Akibat Gesekan µ P1 α
Gambar 007 Kehilangan Gaya Prategang total akibat geseran disepanjang tendon yang dipasang melengkang sepanjang titik 1 dan 2 adalah : P1 − P2 = − µ P1 α → α = Jadi :
P1 − P2 = − µ P1
L R
( 7.2.1 )
L R
Untuk pengaruh gerakan selongsong ( wobble ) seperti yang telah dijelaskan diatas, disustitusikan : K. L = µ . α pada persamaan ( 7.2.1 ), sehingga didapat : P1 − P2 = − K L P1
( 7.2.2 )
Persamaan ( 7.2.1 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat geseran disepanjang tendon, sedangkan peramaan ( 7.2.2 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat pengaruh gerakan/goyangan dari selongsong kabel prategang ( cable duct ). Jadi kehilangan gaya prategang total sepanjang kabel akibat lenkungan kabel adalah : P1 − P2 = − K L P1 − µ P1 α
P − 1 P 2 P 1 Dimana :
P1 = P2 = L = α = µ = K =
= − K L − µ α
( 7.2.3 )
gaya prategang dititik 1 gaya prategang dititik 2 panjang kabel prategang dari titik 1 ke titik 2 sudut pada tendon koefisien geseran koefisien wobble 18
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Menurut SNI 03 – 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon post tension ( pasca tarik ) harus dihitung dengan rumus : Ps = Px e ( K Lx + µ α )
( 7.2.4 )
Jika nilai ( K Lx + µ α ) < 0,3 maka kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : Ps = Px ( 1 + K L x + µ α ) Dimana : Ps = Px = K = µ = Lx = e =
( 7.2.5 )
gaya prategang diujung angkur gaya prategang pada titik yang ditinjau. koefisien wobble koefisien geseran akibat kelengkungan kabel. panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau. 2,7183
Koefisien friksi tendon pasca tarik untuk persamaan ( 7.2.4 ) dan ( 7.2.5 ) dapat digunakan tabel 14 sesuai 03 – 2874 – 2002 pada Lampiran 01 Sedangkan menurut ACI 318, kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada tendon dapat dihitung dengan persamaan : Ps = Px . e − µ ( αt + β p Lpa ) Dimana : Ps Px L pa αt β p
µ
( 7.2.6 )
= = = =
gaya prategang di-ujung angkur gaya prategang pada titik yang ditinjau jarak dari tendon yang ditarik jumlah nilai absolut pada semua deviasi angular dari tendon sepanjang L pa dalam radian. = deviasi angular atau dalam wobble, nilainya tergantung pada diameter selongsong ( ds ). Untuk selongsong berisi strand dan mempunyai diameter dalam : ds ≤ 50 mm → 0,016 ≤ β p ≤ 0,024 50 mm < ds ≤ 90 mm → 0,012 ≤ β p ≤ 0,016 90 mm < ds ≤ 140 mm → 0,008 ≤ β p ≤ 0,012 Selongsong metal datar → 0,016 ≤ β p ≤ 0,024 Batang yang diberi gemuk ( greased ) dan dibungkus β p = 0,008 = koefisien geseran akibat kelengkungan, dengan nilai : µ ≈ 0,2 untuk strand dengan selongsong besi yang mengkilap dan dilapisi zinc. µ ≈ 0,15 untuk strand yang diberi gemuk dan dibungkus. µ ≈ 0,5 untuk strand pada selongsong beton yang tidak dibentuk ( unlined ). 19
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 3
Suatu komponen struktur beton prategang dengan bentangan 18,30 m diberi gaya prategangan dengan kabel/tendon yang dipasang melengkung seperti gambar di bawah ini. 0 6 . 0 0 6 . 0
D
A α1
B
α
5.35
C 3.80
3.80
5.35
18.30
Tentukan kehilangan gaya prategang total akibat geseran pada tendon, jika koefisien geseran µ = 0,4 dan koefisien wobble K = 0,0026 per m. Pnyelesaian : Segmen A – B ( Tendon lurus ) Tegangan dititik A : PA = 1,0 L = 5,35 m → K L = 0,0026 x 5,35 = 0,014
P B − P A
= − K L = − 0,014
P A
Kehilangan gaya prategang : P B – 1 = − 0,014 Tegangan dititik B : P B = 1 – 0,014 = 0,986 Segmen B − C ( Tendon melengkung ) L = 2 x 3,80 = 7,60 m 0,60 α1 = = 0,066 → α = 2 x α1 = 2 x 0,066 = 0,132 5,35 + 3,80
P C − P B P B
= − KL − µ α
Kehilangan gaya prategang : P C − P B
= − ( K L + µ α ) x P B = − ( 0,0026 x 7,60 + 0,4 x 0,132 ) x 0,986 = − 0,072
Tegangan dititik C : P C = P B – 0,072 = 0,986 – 0,072 = 0,914
20
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Segmen C – D ( Tendon lurus ) L = 5,35 m → K L = 0,0026 x 5,35 = 0,014 P D − P C P C
= − KL = − 0,014
Kehilangan gaya prategang : P D
− P C = − 0,014 x 0,914 = − 0,013
Tegangan dititik D : P D = 0,914 – 0,013 = 0,901 Jadi kehilangan prategang total dari titik A sampai dengan titik D : P A − P D = 1 – 0,901 = 0,099 atau P A − P D P A
x 100 % =
0,099 1
x 100 % = 9,9 %
Cara penyelesaian diatas dihitung segmen per segmen, tetapi dapat pula dihitung sekaligus seperti dibawah ini : L = 5,35 + 3,80 + 3,80 + 5,35 = 18,3 m
α = 0,132 ( sudah dihitung diatas ) Dengan menggunakan persamaan ( 7.2.3 ) P D − P A = − K L − µ α = − 0,0026 x 18,3 − 0,4 x 0,132 = − 0,10 atau 10 % P A 7.3. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Slip di Pengangkuran
Hal ini terjadi pada saat baja/kabel prategang dilepas dari mesin penarik ( dongkrak ) kemudian kabel ditahan oleh baji dipengangkuran dan gaya prategang ditransfer dari mesin penarik ke angkur. Besarnya slip pada pengankuran ini tergantung pada type baji dan tegangan pada kabel prategang ( tendon ). Slip dipengangkuran itu rata-rata biasanya mencapai 2,5 mm. Besarnya Perpanjangan Total Tendon :
∆ L =
f C E S
L
( 7.3.1 a )
Kehilangan gaya prategang akibat slip : Dimana :
ANC : ∆ : f c : ES : L : Srata2 :
ANC =
S Rata− Rata
∆ L
x 100 %
( 7.3.1 b )
kehilangan gaya prategang akibat slip dipengangkuran. deformasi pada angkur tegangan pada beton modulus elastisitas baja/kabel prategang panjang kabel. harga rata-rata slip diangkur
21
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Kehilangan gaya prategang akibat pemindahan gaya dapat digambarkan seperti gambar diagram dibawah ini : P
Px A
Ps Px - Ps
B Ps(X)
1/2
Ps g e s e r
Z
C
D
L 1/2 X
X
Diagram kehilangan Tegangan Gambar 008 Garis ABC adalah tegangan pada baja prategang ( tendon ) sebelum pengangkuran dilaksanakan. Garis DB adalah tegangan pada tendon setelah pengangkuran tendon dilaksanakan. Disepanjang bentangan L terjadi penurunan tegangan pada ujung pengangkuran dan gaya geser berubah arah pada suatu titik yang berjarak X dari ujung pengangkuran. Karena besarnya gaya geser yang berbalik arah ini tergantung pada koefisien geseran yang sama dengan koefisien geseran awal, maka kemiringan garisDB akan sama dengan garis AB akan tetapi arahnya berlawanan. Perpendekan total tendon sampai X adalah sama dengan panjang penyetelan angker ( anchorage set ) d, sehingga kehilangan tegangan pada ujung penarikan kabel dapat dituliskan sebagai berikut : Ps = 2 E p Dimana :
d X
( 7.3.2 )
Ps : Gaya prategang pada ujung angkur Ps = Px . e – ( µ α + K Lx ) Px : Tegangan pada baja prategang di-ujung pengangkuran L : Panjang bentang, atau jarak yang ditentukan sepanjang kabel ( dengan asumsi kabel ditarik dari satu sisi saja ). K : Koefisien wabble µ : Koefisien geseran tendon Lx : Panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau. d : Penyetelan angkur ( Anchorage Set ) E p : Modulus Elastisitas Baja Prategang 22
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Nilai X tergantung dari tegangan pada tendon akibat gaya penarikan tendon P x dan karateristik gesekan dari tendon ( λ ) yang didapat pada tabel 7.3. dibawah ini : Tabel 7.3. Nilai
λ dan X untuk Berbagai Profil Tendon ( Naaman, 1982 )
Linear
µα + K X
X jika kurang dari L
X
λ=
Ps Ps
Ep d K Px
X=
KX
b
Parabolis
Melingkar
λ=
Gambar
Profil Tendon
λ=
a
R
Ps
λ=
2µa b
2
µ R
X=
+K
X =
+K
Ep d 2µ a /b 2 +K
(
) Px
Ep d ( µ /R + K ) P x
Px
λ=(
Bentuk Lain z
Z L
) P1
x
X=
Ep d ( Z /L )
L X
Kehilangan tegangan sepanjang L :
Z = Px − Ps ( L )
Contoh Soal 4
Tentukan kehilangan tegangan akibat slip pada angkur, jika panjang tendon L = 3 m, tegangan beton pada penampang f c = 1.035 N/mm 2. Modulus elastisitas baja prategang Es = 200.000 N/mm 2 dan harga rata-rata slip adalah 2,5 mm. Penyelesaian : Perpanjangan kabel tendon total : f 1.035 x 3.000 = 15,53 mm ∆ L = C L = E S 200.000 Jadi prosentase kehilangan gaya prategang akibat slip diangkur : 2,5 ANC = x 100 % = 16,10 % 15,53
23
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 5
Suatu balok prategang sistem post-tension dengan lintasan kabel parabolis seperti gambar sketsa dibawah ini. TENDON PARABOLIK
5 4 . 0
7,50
7,50
Tegangan tendon pada ujung pengangkuran P x = 1.200 N/mm 2 . Modulus elastisitas baja prategang E p = 195.000 MPa, koefisien wobble K = 0,0025/m, koefisien geseran tendon µ = 0,15 / rad. Jika anchorage set d = 5,0 mm, maka : a. Tentukan nilai X dan gaya prategang pada ujung angkur ( P s ) b. Tentukan nilai tegangan di pengangkuran. c. Gambar diagram tegangan sebelum dan sesudah pengangkuran. Penyelesaian : Pada gambar diatas dapat diketahui : a = 0,45 m dan b = 7,50 m Penyetelan angkur ( anchorage set ) : d = 5,00 mm = 0,005 m Dari tabel 7.3 untuk untuk profil tendon parabolik diperoleh :
λ =
2µ .a b2
+ K =
2 x0,15 x0,45 7,50 2
+ 0,0025 = 0,0049
Px = 1.200 N/mm 2 = 1,2 x 10 9 N/m2 E p = 195.000 N/mm 2 = 1,95 x 10 11 N/m2 Dari tabel 7.3 diatas, untukprofil tendon parabolik diperoleh : X=
E p .d
2µ .a + K . P 2 X b
=
E p .d λ . P X
=
1,95 x1011 x 0,005 0,0049 x1,2 x10 9
= 12,88 m
Dari persamaan 7.3.2, diperoleh : Gaya prategang di ujung angkur : PS = 2 E p
d X
= 2 x 1,95 x 10 11 x
0,005 12,88
= 151,4 MPa
Px – Ps = 1.200 – 151,4 = 1.048,6 MPa
24
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
A
P x = 1.200
4 , 1 5 1 = s
∆ Ps
B
Ps ( X )
P
Px - Ps = 1.048,6
1/ 2 Ps
Z = 151,4 MPa
G e s e r
D
C
X = 12,88 m
L = 15 m
X 2
Diagram diatas adalah diagram kehilangan tegangan akibat slip diangkur pada saat pemindahan ( transfer ) gaya prategang. 7.4. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Creep ( Rangkak )
Kehilangan Gaya Prategang yang diakibatkan oleh Creep ( Rangkak ) dari beton ini merupakan salah satu kehilangan gaya prategang yang tergantung pada waktu ( time dependent loss of stress ) yang diakibatkan oleh proses penuaan dari beton selama pemakaian. Ada 2 cara dalam menghitung kehilangan gaya prategang akibat creep ( rangkak ) beton ini, yaitu : 7.4.1.
Dengan methode regangan rangkak batas. Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep ( rangkak ) dapat ditentukan dengan persamaan : CR = εce . f c . Es Dimana :
CR
εce f c Es 7.4.2.
: : : :
( 7.4.1 )
Kehilangan tegangan akibat creep ( rangkak ) Regangan elastis Tegangan beton pada posisi baja prategang. Modulus elastisitas baja prategang.
Dengan mothode koefisien rangkak Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep ( rangkan ) dapat ditentukan dengan persamaan : CR = εcr . Es =
ϕ
f c E c
Es =
ϕ f c
E s E c
= ϕ f c n
( 7.4.2 )
25
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
ϕ = n=
ε cr ε ce
→ εcr = ϕ . εce = ϕ .
f c E c
E s E c
Dimana :
ϕ εcr εce Ec Es f c n
: : : : : : :
koefisien rangkak regangan akibat rangkak regangan elastis modulus elastisitas beton modulus elastisitas baja prategang tegangan beton pada posisi/level baja prategang angka ratio modular
Creep ( Rangkak ) pada beton ini terjadi karena deformasi akibat adanya tegangan pada beton sebagai fungsi dari waktu. Pada struktur beton prategang creep ( rangkak ) mengakibatkan berkurangnya tegangan pada penampang. Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara tendon dan beton ( bonded members ) kehilangan tegangan akibat rangkak dapat diperhitungkan dengan persamaan : CR = K cr
Dimana :
CR K cr
E s E c
( f ci − f cd )
( 7.4.3 )
: kehilangan prategang akibat creep ( rangkak ) : koefisien rangkak, yang besarnya : pratarik ( pretension ) 2,0 pasca tarik ( post-tension ) 1,6 : modulus elastisitas baja prategang : modulus elastisitas beton : tegangan beton pada posisi/level baja prategang sesaat setelah transfer gaya prategang. : tegangan beton pada pusat berat tendon akibat dead load ( beban mati ).
Es Ec f ci f cd
Untuk struktur dimana tidak terjadi lekatan yang baik antara tendon dan beton ( unbonded members ), besarnya kehilangan gaya prategang dapat ditentukan dengan persamaan : CR = K cr
E s E c
f cp
( 7.4.4 )
Dimana : f cp : tegangan tekan beton rata-rata pada pusat berat tendon
26
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Contoh Soal 6
Suatu balok beton prategang dimensi 250 x 400 mm dengan lintasan tendon berbentuk parabola. Sketsa penampang balok ditengah-tengah bentangan seperti gambar dibawah ini. Modulus elastisitas beton : Ec = 33.330 MPa 0 0 2
Modulus elastisitas baja prategang : Es = 200.000 MPa
TENDON 5 Dia 12,7 mm
Tendon terdiri dari 5 buah kawat, masing - masing dengan diameter 12,7 mm
0 0 2 5 7
Posisi tendon ditengah-tengah bentangan seperti gambar disamping.
250
Tegangan tarik pada tendon akibat gaya prategang awal f i = 1.200 N/mm 2. Regangan elastis εce = 35 x 10 – 6 dan kosfisien rangkak ϕ = 1,6 maka : Hitunglah kehilangan gaya prategang akibat creep ( rangkak ) dengan cara regangan rangkak batas dan dengan cara koefisien rangkak . Penyelesaian : Perhitungan section properties penampang Luas penampang beton : A = 250 x 400 = 100.000 mm 2 : I = 112 250 x 400 3 = 1,33 x 10 9 mm4 : W = 1 6 250 x 400 2 = 6,67 x 10 6 mm3
Momen inersia Section Modulus
Eksentrisitas tendon : e = ½ x 400 – 75 = 125 mm Luas penampang total kabel prategang : A p = 5 x ¼ π 12,72 = 633,4 mm 2 Gaya prategang awal : P = A p x f i = 633,4 x 1.200 = 760.080 N Jadi tegangan beton ditengah-tengah bentangan balok f c =
P A
+
P .e W
=
760.080 100.000
+
760.080 x125 6,67 x10
6
= 7,60 + 14,24 = 21,84 N/mm 2
Perhitungan dengan regangan rangkak batas Dari persamaan ( 7.4.1 ), kehilangan tegangan pada baja prategang : CR = εce . f c . Es = 35 x 10 -6 x 21,84 x 200.000 = 152,88 N/mm 2 Jadi prosentase kehilangan prategang terhadap tegangan awal tendon : % CR =
CR f i
x 100 % =
152,88 1.200
x 100 % = 12,73 %
27
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Perhitungan dengan koefisien rangkak Dari persamaan ( 7.4.2 ) diatas, kehilangan tegangan pada baja prategang : E s
CR = ϕ f c
E c
= 1,6 x 21,84 x
200.000 33.330
= 209,68 N/mm 2
Jadi prosentase kehilangan tegangan pada baja prategang : CR
%CR =
f i
x 100 % =
209,68 1.200
x 100 % = 17,47 %
Contoh 7
Suatu simple beam prategang dengan sistem post tension bentangan 19,80 m. Dimensi penampang ditengah-tengah bentangan seperti sketsa dibawah ini.
TENDON PRATEGANG
0 0 6
Beban mati ( Dead Load ) : 6,9 kN/m dan beban mati tambahan : 10,6 kN/m Balok tersebut diberi gaya prategang sebesar 2.758 kN. Modulus elastisitas baja prategang : Es = 189.750 N/mm 2
0 0 1
400
Modulus elastisitas beton : Ec = 30.290 N/mm2
Tegangan tarik batas ( ultime tensile stress ) kabel prategang f pu = 1.862 N/mm2 Kosfisien rangkak ( creep coefficient ) K cr = 1,6 Hitunglah prosentase kehilangan tegangan pada baja pratrgang akibat rangkak. Penyelesaian : Section Properties
:
A = 400 x 600 = 240.000 mm 2 I =
1 12
W=
1
6
x 400 x 600 3 = 7,20 x 10 9 mm4 x 400 x 600 2 = 24 x 106 mm3
Eksentrisitas tendon ditengh bentang : e = ½ x 600 – 100 = 200 mm Kita ambil tegangan awal kabel prategang 75 % dari tegangan tarik batas prategang, jadi : f si = 75 % x f pu = 75 % x 1.862 = 1.396,50 N/mm 2 Momen akibat beban mati ( dead load ) : Mg =
1
8
x 6,9 x 19,80 2 = 338,13 kNm
Momen akibat beban mati tambahan : Ms =
1
8
x 11,6 x 19,80 2 = 568,46 kNm
28
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Tegangan beton pada pusat baja prategang ( tendon ) akibat gaya prategang : TEKAN
P.e W
Mg W TARIK
TEKAN y
neutral axis
0 0 6 e
TARIK
P 2
0 0 1
f cp =
f cp =
P A
P .e 2
+
240.000
+
TEKAN
y
M g. e W. y
P.e W.y
DIAGRAM TEGANGAN
DIAGRAM TEGANGAN
AKIBAT GAYA PRATEGANG
AKIBAT DEAD LOAD
→ lihat diagram tegangan diatas.
W . y
2.758
P/A
e
2.758 x 200 2 6
24 x10 x300
= 1,15 x 10 -2 + 1,53 x 10 -2 = 2,68 x 10 -2 kN/mm2
f cp = 26,8 N/mm2 ( tegangan tekan ) Tegangan beton pada pusat tendon akibat beban mati ( Dead Load ) f g =
M g .e W . y
=
338.130 x 200 6
24 x10 x300
= 9,39 x 10 -3 kN/mm2 = 9,4 N/mm2 ( tegangan tarik )
Jadi tegangan beton di pusat tendon pada saat transfer gaya prategang : f ci = f cp − f g = 26,8 – 9,4 = 17,4 N/mm 2 Tegangan beton di pusat tendon akibat beban mati tambahan : f cd = f cd =
M S .e
( ingat rumusnya sama dengan untuk Mg )
W . y
568.458 x 200 6
24 x10 x300
= 1,58 x 10 -2 kN/mm2 = 15,80 N/mm2
Kehilangan tegangan pada tendon akibat rangkak dapat dihitung dengan persamaan ( 7.4.3 ), diperoleh : CR = K cr
E s E c
( f ci − f cd ) = 1,6
189.750 30,290
( 17,40 – 15,80 ) = 16,04 N/mm 2
Jadi presentase kehilangan tegangan pada tendon adalah: %CR =
CR f si
x 100 % =
16,04 1.396,50
x 100 % = 1,15 % 29
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
7.5. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Penyusutan Beton
Seperti telah dipelajari dalam Beton Teknologi, penyusutan beton dipengaruhi oleh :
Rasio antara voluma beton dan luas permukaan beton. Kelembaban relatif waktu antara akhir pengecoran dan pemberian gaya prategang.
Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan : SH = εcs . Es Dimana : SH Es
εcs
( 7.5.1 )
: kehilangan tegangan akibat penyusutan beton : modulus elastisitas baja prategang : regangan susut sisa total beton Untuk pra-tarik ( pre-tension )
εcs = 300 x 10 -6 Untuk pasca tarik ( post-tension )
εcs =
200 x10 −6 log10 (t + 2)
( 7.5.1a )
Dimana t adalah usia beton ( hari ) pada waktu transfer gaya Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat pula dihitung dengan persamaan SH = εsh . K sh . Es Dimana :
( 7.5.2 )
SH : Kehilangan tegangan pada tendon akibat penyusutan beton Es : Modulus elastisitas baja prategang
εsh
: Susut efektif yang dapat dicari dari persamaan berikut ini :
εsh = V : S : RH : K sh :
8,2 x 10-6
1 − 0,06 V S
( 100 – RH )
( 7.5.3 )
Volune beton dari suatu komponen struktur beton prategang Luas permukaan dari komponen struktur.beton prategang Kelembaban udara relatif Koefisien penyusutan, harganya ditentukan terhadap waktu antara akhir pengecoran dan saat pemberian gaya prategang, dan dapat dipergunakan angka-angka dalam tabel dibawah ini: Tabel Koefisien Susut K sh
Selisih waktu antara pengeciran dan Prategangan ( hari ) K sh
1
3
5
7
10
20
30
60
0.92
0.85
0.80
0.77
0.73
0.64
0.58
0.45
30
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 8
Suatu komponen struktur berupa balok beton prategang. Gaya prategangan diberikan setelah ± 48 jam setelah pengecoran beton. Kelembaban udara relatif 75 % dan ratio voluma terhadap luas permukaan V/S = 3. Tegangan tarik batas ( ultimate tensile stress ) baja prategang f pu = 1.862 N/mm2 dan modulus elastisitas baja prategang adalah Es = 189.750 N/mm 2 Hitunglah prosentase kehilangan gaya prategang akibat penyusutan beton : Penyelesaian : Gaya prategang diberikan 48 jam setelah pengecoran atau 2 hari setelah pengecoran, jadi menurut persamaan ( 7.5.1a ) diatas, diperoleh : Regangan susut sisa total :
εcs = εcs =
200 x10 −6 log10 (t + 2) 200 x10 −6 log10 (2 + 2)
→ t = 2 hari = 0,00033
Jadi kehilangan tegangan pada baja prategang akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan ( 7.5.1 ) sebagai berikut : SH = εcs x Es = 0,00033 x 189.750 = 62,62 N/mm 2 Kita ambil tegangan awal baja prategang 75 % dari tegangan batas kabel prategang, jadi, tegangan awal : f si = 75 % x f pu = 75 % x 1.862 = 1.396,5 N/mm 2 Jadi prosentase kehilangan tegangan pada baja prategang akibat penyusutan beton adalah : % SH =
SH f si
x 100 % =
62,62 1.396,5
x 100 % = 4,48 %
Sekarang dicoba dengan menggunakan persamaan ( 7.5.2 ) Penyusuan efektif dihitung dengan persamaan ( 7.5.3 ), diperoleh : V εsh = 8,2 x 10 -6 1 − 0,06 ( 100 – RH ) S εsh = 8,2 x 10 -6 ( 1 – 0,06 x 3 ) ( 100 – 75 ) = 1,68 x 10 -4 Dari tabel koefisien susut ( K sh ) untuk pemberian gaya prategang setelah 2 hari di peroleh : K sh = 0,885 ( dengan interpolasi linear ), sehingga kehilangan tegangan pada baja prategang adalah : SH = εsh . K sh . Es = 1,68 x 10 -4 x 0,885 x 189.750 = 28,21 N/mm 2 Jadi prosentase kehilangan gaya prategang : SH 28,21 % SH = x 100 % = x 100 % = 2,02 % f si 1.396,5
31
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 7.6. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja Prategang
Relaksasi baja prategang terjadi pada baja prategang dengan perpanjangan tetap selama suatu periode yang mengalami pengurangan gaya prategang. Pengurangan gaya prategang ini akan tergantung pada lamanya waktu berjalan dan rasio antara prategang awal ( f pi ) dan prategang akhir ( f py ). Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat relaksasi baja prategang dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : RE = C [ K re – J ( SH + CR + ES ) ] Dimana : RE C K re J SH CR ES
( 7.6.1 )
: Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang : Faktor Relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis kawat/ baja prategang. : Koefisien relaksasi, harganya berkisar 41 ~ 138 N/mm2 : Faktor waktu, harganya berkisar antara 0,05 ~ 0,15 : Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton. : Kehilangan tegangan akibat rangkak ( creep ) beton : Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis
Kehilangan tegangan akibat relaksasi terhadap prosentase nilai prategangan awal dapat pula ditentukan dengan persamaan berikut ini :
RE = R 1 −
2 xECS f pi
( 7.6.2 )
Dimana : RE : Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang R : Relaksasi yang direncanakan ( % ) ECS : Kehilangan tegangan akibat rangkak ditambah akibat penyusutan. f pi : Tegangan pada tendon sesaat setelah pemindahan gaya gaya prategang.
32
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
8. ANALISIS PENAMPANG BETON PRATEGANG
Ada 2 macam analisis penampang beton prategang, yaitu : 1. Analisis P Penam pang JJangk a P Pendek Analisis penampang jangka pendek biasanya dilakukan untuk penampang utuh artinya penampang yang tidak retak. 2. Analisis P Penam pa Pan ja pang JJangk a P jang Analisis penampang jangka panjang biasanya dilakukan untuk suatu waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh waktu, hal ini dilakukan untuk mengakomodasi pengaruh susut dan creep ( rangkak ) beton yang sangat tergantung pada usia komponen struktur beton prategang tsb. Analisi ini dilakukan oleh Gilbert ( 1990 ) dan biasa disebut ″ Time Dependent Analysis ″ 8.1. Analisis Penampang Jangka Pendek
Penam pa Tidak R etak pang T Analisis jangka pendek biasanya dilakukan dengan mentransformasikan luas penulangan menjadi suatu luasan ekuivalen beton dengan menggunakan Teori Rasio Modulus. 1
s
As1
d
εoi (n-1)As1
K i
p
d
2
s
d
h
y
A p
εi
(n-1)A p (n-1) As2
A s2 b Penampang Tidak Retak
Transformasi Penampang
Regangan
(b)
(c)
(a)
Gambar 009 Pada gambar diatas, ( a ) adalah gambar penampang tidak retak, sedangkan ( b ) gambar transformasi penampang kepenampang beton. Gamnar ( c ) adalah gambar diagram re-gangan, dimana εoi adalah regangan pada serat atas dari penampang. Regangan pada keda-laman y dapat dinyatakan sebagai :
εi = εoi + y . K i
→ dimana K i adalah kelengkungan awal.
Tegangan awal beton pada kedalaman y dari serat atas penampang :
σi = Ec . εi = Ec ( εoi + y . K i ) Gaya aksial Ni pada penampang : Ni =
∫
σ
i
∫
dA = E c (ε oi
. i ).dA = Ec εoi ∫ dA + Ec . K i ∫ y.dA + y K
Ni = Ec . εoi . A + Ec . K i . B Dimana : A =
∫ dA
→ Luas transformasi penampang. 33
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
∫
B = y.dA Momen dari luas transformasi terhadap sisi atas penampang Momen terhadap sisi atas penampang dapat dihitung sebagai berikut : Mi =
∫
σ
i
∫
. y.dA = E c (ε oi
+ y. K i ). y.dA
∫
Mi = Ec . εoi . y.dA + Ec . K i
∫ y .dA 2
Mi = Ec εoi B + Ec K i Is ………….. ( 8.1.1 ) Dimana :
B : Momen dari luas transformasi terhadap sisi atas penampang.
∫
Is = y 2 .dA : momen inersia dari transformasi penampang terhadap sisi atas penampang. Dari persamaan-persamaan diatas, maka dapat diperoleh :
εoi =
B M . i − I s . N i
E c ( B 2 − A I . s )
( 8.1.2 )
Dan : K i =
B. N i − A M . i
E c ( B 2 − A I . s )
( 8.1.3 )
Dengan mengetahui harga εoi dan K i dapat diperoleh distribusi regangan setelah transfer gaya prategang untuk setiap kombinasi beban luar dan akibat gaya prategang. Contoh Soal 9
Suatu balok komponen struktur beton prategang dengan ukuran lebar balok 400 mm dan tinggi balok 900 mm. Penulangan non prategang pada sisi bawah terdiri dari 4 D25 dan pada sisi atas terdiri dari 2 D25, dengan beton decking setebal 60 mm dari titik berat tulangan. Saluran baja prategang ( tendon ) diameter 65 mm dan terletak pada 700 mm dari sisi atas balok, sedangkan luas penampang baja prategangnya A p = 1200 mm2 (unbounded). Modulus elastisitas beton E c = 30.000 N/mm 2 dan baja Es = 200.000 N/mm 2. Momen yang harus dipikul M = 125 kNm, sedangkan gaya prategang awal Pi = 1.400 kN. Tentukan diagram regangan dan tegangan untuk balok tersebut. Penyelesaian : Luas penulangan non prategang : Sisi atas
: As1 = 2 x ¼ x π x 252 =
982 mm2
Sisi bawah : As2 = 4 x ¼ x π x 252 = 1.963 mm2 Ratio antara modulus elastisitas baja dan beton : E 200.000 n = s = = 6,67 E c 30.000 34
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Luas penampang saluran baja prategang ( cable duct ) : Aduct = ¼ x π x 652 = 3.318 mm 2 60
60
2 D25
(n-1) As1
0 0 9
0 0 7
Ø 65
0 0 7
0 4 8
0 0 9
Unbounded (n-1) As2 4 D25
60
400
400
PENAMPANG BETON
PENAMPANG TRANSFORMASI
Luas penampang transformasi : A = ( 400 x 900 ) + ( n - 1 ) A s1 + ( n – 1 ) A s2 − Aduct Karena dalam saluran kabel prategang tidak digrouting ( unbounded ), maka baja atau luas kabel prategang tidak ditransformasikan kedalam beton. Jadi : A = 360.000 + ( 6,67 – 1 ) 982 + ( 6,67 – 1 ) 1.963 – 3.318 A = 360.000 + 5.568 + 11.130 – 3.318 = 373.380 mm 2 Statis momen luas penampang transformasi terhadap sisi atas balok : B = ( 400 x 900 ) x 450 + ( n – 1 ) A s1 x 60 + ( n – 1 ) A s2 x 840 - A duct x 700 B = 162.000.000 + ( 6,67 – 1 ) 982 x 60 + ( 6,67 – 1 ) 1.963 x 840 – 3.318 x 700 B = 162.000.000 + 334.076 + 9.349.376 – 2.322.600 B = 169.360.852 mm 3 = 1,694 x 10 8 mm3 Momen Inersia Penampang Transformasi terhadap sisi atas balok : Balok : 112 x 400 x 900 3 + 400 x 900 x 450 2 = 97.200.000.000 mm 4 Tulangan Atas : ( 6,67 – 1 ) x 982 x 60 2 = 20.044.584 mm 4 Tulangan Bawah : ( 6,67 – 1 ) x 1.963 x 840 2 = 7.853.476.176 mm 4 Duct kabel : 3.318 x 700 2 = 1.625.820.000 mm 4 Is = 97.200.000.000 + 20.044.584 + 7.853.476.176 – 1.625.820.000 Is = 103.447.700.760 mm 4 = 1,03 x 10 11 mm4 Ni = − Pi = − 1.400 kN = − 1,4 x 10 6 N Mi = M – P i . d p = 125.000.000 − 1.400.000 x 700 = − 855.000.000 Nmm Mi = − 855 x 10 6 Nmm
35
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Regangan diserat atas : B M . i − I s N . i
− (1,694 x108 x855 x106 ) − 1,03 x1011 (−1,4 x10 6 ) = εoi = E c ( B 2 − A. I s ) 30.000{(1,694 x108 ) 2 − (373.380 x1,03 x1011 )} εoi = − 2,86 x 10 -8 Kelengkungan awal : B. N i − A M . i
− (1,694 x108 x1,4 x10 6 − 1,03 x1011 (−855 x10 6 ) K i = = E c ( B 2 − A. I s ) 30.000{(1,694 x108 ) 2 − (373.380 x1,03 x1011 )} K i = − 2,75 x 10 -6 Regangan diserat bawah :
εi = εoi + y . K i = − 2,86 x 10 -8 + 900 x ( − 2,75 x 10 -6 ) εi = − 2,86 x 10 -8 − 24,75 x 10 -4 = − 2,48 x 10 -3 Tegangan diserat atas :
σoi = Ec . εoi = 30.000 x ( − 2,86 x 10 -8 ) = − 8,58 x 10 -4 N/mm2 Tegangan diserat bawah :
σi = Ec . εi = 30.000 x ( − 2,48 x 10 -3 ) = − 74,40 N/mm2 Tegangan pada baja tulangan : Tegangan pada tulangan atas ( y = 60 mm )
σs1 = Es ( εoi + y K i ) = 200.000 { − 2,86 x 10 -8 + 60 x ( − 2,75 x 10 -6 ) } σs1 = 200.000 x ( − 1,65 x 10 -4 ) = − 33 N/mm2 Tegangan pada level tulangan bawah ( y = 840 mm )
σs2 = Es ( εoi + y K i ) = 200.000 { − 2,86 x 10 -8 + 840 x ( − 2,75 x 10 -6 ) } σs2 = 200.000 x ( − 0,002310 ) = − 462 N/mm2 60
0 0 9
2 D25
- 2,86 x 10
-8
- 8,58 x 10
-4
0 0 7
Ø 65
Unbounded 60
4 D25 400
PENAMPANG BETON
- 2,48 x 10
-3
REGANGAN
- 74,40
TEGANGAN
36
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Penampang Retak Hal ini terjadi jika momen pada penampang melebihi momen retak, maka akan terjadi keretakan pada penampang. Perilaku jangka pendek penampang retak dapat dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Distribusi regangan adalah linear sepanjang tinggi penampang balok. 2. Ikatan terjadi dengan sempurna antara beton dengan semua baja tulangan. 3. Perilaku material pada saat tertentu ( instant ) adalah linear. 4. Analisis tidak melibatkan pengaruh perilaku non-elastis, dari susut dan creep (rangkak).. 5. Tegangan tarik pada beton diabaikan ( tidak ada tension stiffening effect ). A s1
d s1
ε oi
εs
σoi 1
σs
Cs
1
c s
h d
Cc
p
2
dc
d
A p
εp εbi
A s 2 b
εs
σp σs
2
2
Regangan
Tegangan
M
Tp Ts Gaya Dalam
Penampang Retak
Gambar 010 Pada analisis diatas terdapat 2 variabel yang belum diketahui, yaitu c ( kedalaman garis netral dari serat atas ) dan εoi ( regangan diserat atas balok ). Dari persamaan keseimbangan : T p + Ts + Cs + Cc= 0 M = T p . d p + Ts . ds2 + Cc . dc + Cs . ds1 Jika diagram tegangan dianggap linear, maka : Cc = ½ σoi . b . c = ½ Ec . εoi . b . c Dari diagram regangan, diperoleh : ( - εs2 ) : εoi = ( ds2 – c ) : c
εs1 : εoi = ( c – ds1 ) : c
→ εs2 =
→ εs1 =
− ε oi (d s 2 − c) c ε
oi
(c − d s1 ) c
Sehingga gaya dalam menjadi : Ts = σs2 . As2 = εs2 . Es . As2 Ts = Es . As2 .
− ε oi (d s 2 − c) c
( 8.1.4 )
37
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Cs = σs1. As1 = εs1 . Es . As1 Cs = Es . As1 .
ε
oi
(c − d s1 )
( 8.1.5 ) c Regangan pada Tendon terikat, terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Regangan efektif : Dimana :
ε pe =
P e
( 8.1.6 )
A p E . p
ε pe : regangan efektif pada tendon akibat gaya prategang efektif. Pe : gaya prategang efektif. A p ; luas penampang baja prategang E p : modulus elastisitas baja prategang
2. Regangan tekan instan pada beton :
P e pe .e 2 − − εce = E c A I 1
( 8.1.7 )
3. Regangan batas pada baja prategang : ( - ε pt ) : εoi = ( d p – c ) : c
ε pt =
− ε oi (d p − c)
( 8.1.8 )
c
Regangan total pada baja prategang :
ε p = ε pe + εce + ε pt
( 8.1.9 )
Gaya dalam baja prategang : T p = E p . A p . ε p T p = E p . A p { ε pe + εce + ε pt } T p = E p . A p
− ε oi (d p − c) ε ε + + pe ce c
( 8.1.10 )
Jika kita mempunyai diagram momen – kelengkungan dari suatu penampang beton prategang , maka pada setiap titik pada kurva berlaku : K i =
− ε oi c
=
M − P e .e
Untuk penyelesaian harga an diatas terpenuhi.
E c I av
( 8.1.11 )
εoi dan c digunakan cara trial and error sehingga persama-
38
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 10 Suatu balok komponen struktur beton prategang dengan ukuran lebar balok 400 mm dan tinggi balok 900 mm. Penulangan non prategang pada sisi bawah terdiri dari 4 D25 dan pada sisi atas terdiri dari 2 D25, dengan beton decking setebal 60 mm dari titik berat tulangan. Saluran baja prategang ( tendon ) diameter 65 mm dan terletak pada 700 mm dari sisi atas balok dan tendon terdiri dari strand 10 Ø 12,7 mm ( bounded ). Modulus elastisitas beton Ec = 30.000 N/mm 2 dan modulus elastisitas baja Es = 200.000 N/mm 2. Gaya prategang efektif pada saat terjadi momen akibat beban luar Pe = 1.250 kN, sedangkan momen lentur yang bekerja M = 1291,2 kNm. Mutu beton dengan tegangan tekan f c′ = 40 N/mm2, tegangan leleh baja penulangan non prategang f y = 400 N/mm2 dan tegangan baja prategang f p = 1.840 N/mm2. Tentukan regangan dan tegangan pada saat penampang retak.
Penyelesaian : 60
60
2 D25
(n-1)As1
0 0 9
0 0 7
0 4 8
Ø 65
0 0 7
0 0 9
(n-1) A p
Bounded
(n-1) As2 60
4 D25 400
400
PENAMPANG BETON
PENAMPANG TRANSFORMASI
Luas penulangan non prategang : Sisi atas
: As1 = 2 x ¼ x π x 252 =
982 mm2
Sisi bawah : As2 = 4 x ¼ x π x 252 = 1.963 mm2 Luas penampang saluran baja prategang ( cable duct ) : Aduct = ¼ x π x 652 = 3.318 mm 2 Luas penampang baja prategang : A p = 10 x ¼ x π x 12,72 = 1.267 mm 2 Ratio antara modulus elastisitas baja dan beton : E 200.000 n = s = = 6,67 E c 30.000 Luas penampang transformasi : A = ( 400 x 900 ) + ( n – 1 ) A s1 + ( n – 1 ) A s2 + ( n – 1 ) A p A = 360.000 + ( 6,67 – 1 ) 982 + ( 6,67 – 1 ) 1.963 + ( 6,67 – 1 ) 1.267 A = 360.000 + 5.568 + 11.130 + 7.184 = 383.882 mm 2
39
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Statis momen penampang transformasi terhadap sisi atas penampang : B = ( 400 x 900 ) x 450 + ( n – 1 ) A s1 60 + ( n – 1 ) A s2 840 + ( n – 1 ) A p 700 B = 162.000.000 + ( 6,67 – 1 ) 982 x 60 + ( 6,67 – 1 ) 1.963 x 840 + ( 6,67 – 1 ) 1.267 x 700 B = 162.000.000 + 334.076 + 9.349.376 + 5.028.723 = 176.712.175 mm 3 B = 1,77 x 10 8 mm3 Momen inersia penampang transformasi terhadap sisi atas : Balok : 112 400 900 3 + 400 900 450 2 = 97.200.000.000 mm 4 Penulangan Atas : ( 6,67 – 1 ) 982 x 60 2 Penulangan Bawah : ( 6,67 – 1 ) 1.963 x 840 2 Baja prategang : ( 6,67 – 1 ) 1.267 x 700 2
= = =
20.044.584 mm 4 7.853.476.176 mm 4 3.520.106.100 mm 4
Is = 97.200.000.000 + 20.044.584 + 7.853.476.176 + 3.520.106.100 Is = 1,086 x 10 11 mm4 Gaya aksial pada penampang : N i = - Pi = - 1.250 kN = − 1,25 x 10 6 N Mi = M – P i . d p = 1.291,2 x 106 – ( 1,25 x 10 6 ) x 700 = 416,2 x 10 6 Nmm Regangan diserat atas :
εoi =
B M . i − I s N . i
E c ( B 2 − A I . s )
=
(1,77 x108 x 4,16 x108 ) − (1,086 x1011 ) x( −1,25 x10 6 ) 30.000 x[(1,77 x108 ) 2
− 383.882 x(1,086 x1011 )]
εoi = − 6,73 x 10 -4 Tegangan beton diserat ( sisi ) atas :
σoi = Ec . εoi = 30.000 ( − 6,73 x 10 -4 ) = − 20,19 N/mm2 Momen inersia penampang transformasi sebelum terjadi retak ( momen inersia terhadap pusat berat penampang sebelum r etak ) I = 112 400 900 3 + ( n – 1 ) A s1 ( 450 – 60 ) 2 + ( n – 1 ) A s2 ( 840 – 450 ) 2 + ( n – 1 ) A p ( 700 – 450 ) I = 2,43 x 10 10 + ( 6,67 – 1 ) 982 x 390 2 + ( 6,67 – 1 ) 1.963 x 390 2 + ( 6,67 – 1 ) 1.267 x 250 2 I = 2,43 x 10 10 + 0,08 x 10 10 + 0,17 x 10 10 + 0,04 x 10 10 = 2,72 x 10 10 mm4 Regangan pada baja prategang akibat gaya prategang efektif :
ε pe =
P e A p xE p
=
1,25 x10 6 1.267 x 200.000
= 4,93 x 10 -3
Regangan batas pada baja prategang :
ε pt =
− ε oi (d p − c) c
=
− 6,73 x10 −4 (700 − c) c
Regangan tekan instan pada beton :
P e P e .e 2 − − εce = E c A I 1
40
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
1,25 x106 1,25 x10 6 x 250 2 − = − 2,04 x 10 -4 εce = − 10 30.000 383.882 2,72 x10 1
Gaya dalam baja prategang :
− ε oi (d p − c) ε pe + ε ce + c
T p = E p . A p
6,73 x10 −4 (700 − c ) −3 −4 T p = 200.000 x 1.267 4,93 x10 + 2,04 x10 + c 170.538,20(700 − c) T p = 1.300.955,60 + (A) c Gaya tarik pada penulangan non prategang bawah : Ts = Es . As1 Ts =
− ε oi (d s 2 − c) c
= 200.000 x 1.963 x
6,73 x10 −4 (840 − c ) c
264.219,80(840 − c)
(B) c Gaya tekan pada penulangan non prategang atas : Cs = Es As1 Cs =
ε
oi
(c − d s1 )
= 200.000 x 982 x
c
− 132.177,20(c − 60) c
− 6,73 x10 −4 (c − 60) c
(C)
Gaya tekan pada beton didaerah tekan : Cs = ½ Ec . εoi . b . c = ½ x 30.000 x ( - 6,73 x 10 -4 ) 400 c Cs = − 4.038 c
(D)
Dengan cara trial and error dari persamaan A, B, C dan D dapat dihitung nilai c sebagai berikut : c
T p
Ts
Cs
Cc
∑H
100
2,324,185
1,955,227
-52,871
-403,800
3,822,741
300
1,528,340
475,596
-105,742
-1,211,400
686,794
400
1,428,859
290,642
-112,351
-1,615,200
-8,050
Dengan pembulatan, sampai ∑ H < 10.000 N sudah dianggap cukup, dari perhitungan trial and error diatas ketemu c = 400 mm. M = T p . d p + Ts . ds2 – Cs . ds1 – Cc . dc M = ( 1.428.859 x 700 ) + ( 290.642 x 840 ) – ( 112.351 x60 ) – ( 1.615.200 x 1 3 400 ) M = 1.000,20 + 244,14 − 6,74 − 215,36 = 1.022,24 kNm 41
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
− ε oi
K i =
=
c
Ec . Iav =
− (−6,73x10 −4 ) 400
M − P e .e K i
=
= 1,68 x 10 -6 mm-1
1.022,24 x10 6
− (1,25 x106 x 250)
1,68 x10
−6
= 4,22 x 10 14 Nmm2
Ec . I = 30.000 x 2,72 x 10 10 = 8,16 x 10 14 Nmm2 Kekakuan sisa penampang =
E c . I av E c I .
x 100 % =
4,22 x1014 8,16 x1014
x 100 % = 51,72 %
Untuk penampang retak, tegangan pada level baja prategang dan penulangan non prategang atas dan bawah :
σ p =
T p A p
σs1 = σs2 =
C s A s1
T s A s 2
1.428.859
=
=
1.267
=
112.351 981
290.642 1.963
= 1.128 N/mm2
= 115 N/mm2
= 148 N/mm2
Regangan beton di serat terbawah :
ε bi = εoi + y K i = ( - 6,73 x 10-4 ) + 900 ( 1,68 x 10 -6 ) = 8,39 x 10-4 Tegangan beton di serat paling bawah :
σ bi = Ec . ε bi = 30.000 x 8,39 x 10 -4 = 25,17 N/mm 2 ( Tegangan tarik ini melampaui tegangan tarik yang di-ijinkan oleh SNI 03 – 2874 – 2002 sebesar 0,5 60
40 = 3,16 N/mm 2 )
f c' = 0,5
ε oi = - 6,73 x 10 - 4
2 D25
2
20,19 N/mm
0 0 4
0 0 9
0 4 8
0 0 7
Ø 65
Bounded 60
4 D25 400
PENAMPANG BETON
ε bi = 8,39 x 10 - 4 REGANGAN
25,1 N/mm
2
TEGANGAN
42
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 9. Desain Terhadap Lentur
9.1. Tahap pembebanan pada balok prategang : 1. Gaya prategang awal P i pada kondisi transfer, yaitu pada saat gaya prategang ditransfer dari strand ( tendon ) ke beton. 2. Beban mati total W D dapat di-asumsikan bekerja bersama-sama Pi jika balok ditumpu sederhana ( tanpa perancah ). 3. Perlu dipertimbangkan jika ada beban mati tambahan seperti beban pekerja, peralatan dll, WSD ( Superimposed dead load ). 4. Akibat kehilangan gaya prategang jangka pendek ( short term losses ), menye babkan gaya prategang menjadi Peo 5. Pada saat layan ( service condition ) diperhitungkan beban-beban hidup ( liveload ), beban gempa ( earthquake load ) dll. Pada saat ini akibat kehilangan gaya prategang akibat pengaruh waktu ( long term losses ) gaya prategang effektif menjadi Pe. 6. Beban lebih ( overload ) pada kondisi-kondisi tertentu, hal ini mengarah pada kondisi batas pada keadaan unlimited. Hal-hal yang harus dihindari : a. Pada saat operasi penarikan tendon : Putusnya tendon. Gagalnya angkur. b. Pada transfer gaya prategang : Retak/crushing beton ( akibat gaya prestress ) Retak pada daerah angker. c. Pada kondisi layan : Putusnya tendon Retak yang berlebihan d. Pada kondisi beban batas : Retak/crushing beton Keruntuhan geser 9.2. Tegangan yang di-ijinkan pada Tendon Prategang ( Sesuai ACI dan SNI ) Tegangan tarik pada tendon tidak boleh melebihi : a. Akibat gaya penarikan ( jacking ) : Tegangan tarik pada tendon tidak boleh melebihi 0,94 f py dan harus lebih kecil dari : − 0,80 f pu
−
Nilai maksimum yang direkomendasikan oleh produsen tendon b. Segera setelah transfer gaya prategang: Tegangan tarik pada tendon tidak boleh melebihi 0,82 f py dan tidak boleh lebih besar dari : 0,74 f pu.
43
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
c. Pada beton prategang dengan sistem pasca tarik, pada daerah angkur dan sam bungan segera setelah penyaluran gaya prategang, tegangan tarik pada tendon tidak boleh melebihi 0,70 f pu. Dimana : f py f pu
= tegangan leleh baja prategang ( tendon ). = tegangan ultimate baja prategang ( tendon )
Berdasarkan peraturan perencanaan CSA ( Kanada ), tegangan tarik pada tendon dibatasi seperti tabel dibawah ini : Batasan Tegangan Tendon ( dalam f py ) Pada Saat Penarikan
f py
Jenis Tendon
Setelah
Pasca Tarik
Pra Tarik
Transfer Tegangan
0,9
0,85
0,80
0,74
0,85
0,80
0,80
0,70
Batang Prategang Polos
0,85
0,80
0,80
0,70
Batang Prategang Ulir
0,80
0,75
0,80
0,66
Strand dan Kawat low relaxation Strand dan Kawat nor mal Stress Relieved
9.3. Pemilihan Penampang Pada kondisi layan, balok diasumsikan homogen dan elastik, sedangkan pemilihan penampang biasanya didasarkan pada modulus penampang minimum yang diperlukan untuk menahan semua pembebanan setelah terjadinya kehilangan prategang. Ditinjau balok prategang di bawah ini. y
cgc e
x
P
x
P
cgs
ya y b
y
Tendon
Gambar 011 Tegangan beton ditengah-tengah bentang balok secara umum dapat ditulis : f ca =
−
f cb =
−
P Ac P Ac
Dimana :
+
− − f ca f cb
P .e. y a I g P .e. yb I g
− +
M . y a I g M . yb I g
( 8.2.1 )
( 8.2.2 )
: Tanda minus adalah tekanan. Tegangan beton pada serat paling atas dari balok : Tegangan beton pada serat paling bawah dari balok. 44
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
P e
: Gaya prategang : Eksentrisitas gaya prategang terhadap pusat berat penam pang beton. : Luas penampang beton : Momen Inersia penampang beton terhadap garis netral penampang beton ( sumbu x – x ) : Jarak dari pusat berat penampang beton ke sisi/serat atas penampang. : Jarak dari pusat berat penampang beton ke sisi/serat bawah nampang. : Momen luar yang harus dipikul balok. : Garis yang melalui pusat berat penampang. : Garis lintasan tendon
Ac Ig ya y b M cgc cgs
Tegangan y yang tter jadi pada ssaan ttr ansf er : P P .e. y a M . y I f ca = − i + i − D a → Ig = r 2 . Ac dan Sa = g y Ac a I g I g f ca =
P i
−
Ac
e. y a
.1 −
r 2
M D
−
≤ ¼
S a
f ci '
( 9.3.1 )
Dengan cara yang sama untuk tegangan pada serat bawah balok : f cb =
−
P i Ac
.1 +
e. yb
M D
2
S b
r
+
Dimana : Pi MD Sa S b r f ci′
= = = = =
≤ 0,60
f ci '
( 9.3.2 )
Gaya prategang awal Momen maksimum akibat beban mati ( dead load ) Section modulus penampang terhadap sisi atas Section modulus penampang terhadap sisi bawah Jari-jari inersia
= Kuat tekan beton pada saat transfer gaya prategang
Tegangan e ef ek tif setelah k k ehilangan g gaya pr ategang f ca =
−
f cb =
−
P e Ac P e Ac
e. y a
M D
2
S a
e. yb
M D
2
S b
.1 −
.1 +
r
r
−
+
≤ ¼
≤ 0,60
f c'
f c '
( 9.3.3 )
( 9.3.4 )
45
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Tegangan pada k k ondisi llayan (( sser vice )) f ca =
−
P e Ac
e. y a
.1 −
r 2
M T
−
S a
≤ 0,60 f c′
untuk beban hidup tetap
f cb =
−
P e Ac
.1 +
e. yb r 2
Dimana : Pe =
+
M T S b
≤
¼
( 9.3.5 )
≤ 0,45 f c′
f c '
( 9.3.6 )
ML =
Gaya prategang effektif setelah semua kehilangan prategang diperhitungkan. Momen total maksimum ( MD + MSD + ML ) Momen akibat beban mati ( dead load ) Momen akibat beban mati tambahan ( superimpose dead load ). Momen akibat beban hidup.
f c′ =
Kuat tekan beton umu 28 hari
MT = MD = MSD =
9.4. Daerah Batas Penempatan Tendon
Tegangan tarik pada serat beton terjauh akibat beban layan tidak boleh melebihi nilai maksimum yang di-ijinkan oleh peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu ditentukan daerah batas pada penampang beton dimana pada daerah tersebut gaya prategang dapat diterapkan pada penampang tanpa menyebabkan terjadinya ter jadinya tegangan tarik pada penampang beton.
1/2 b
1/2 b
h 2 / 1
k a k b
Pi
h 2 / 1
e
Inti ( Kern ) 1/6 b
1/6 b
Gambar 012 Tegangan tarik pada serat beton yang paling atas akibat gaya prategang P i : f a =
−
P i Ac
+
P i .e. y a I c
= 0
→ Ic =
r 2 . Ac
46
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
− −
P i Ac
Ac r 2 y a
r 2
= 0
→ batas titik inti ( kern ) terbawah :
→ r =
1 12 1
r 2 . Ac
2
y a
Jadi k b =
P i .e. y a
1 − e. y a = 0 r 2
P i
e= Jadi k b =
+
h2
2h
=
1
6
I c Ac
=
1 12
b.h 3
b.h
=
1 12
h2 dan ya = ½ h
h
Dengan cara yang sama dapat dihitung pula batas ti tik inti ( kern ) teratas : k a =
r 2 yb
=
1
6
h
Demikian pula untuk arah mendatar dapat diketahui batas titik inti dati titik berat penampang : 1 6 b 9.5. Daerah Batas Eksentrisitas disepanjang bentang balok Eksentrisitas rencana tendon disepanjang bentangan balok haruslah sedemikian rupa sehingga gaya tarik yang timbul pada serat penampang yang dikontrol atau ditinjau terbatas atau tidak ada sama sekali. Jika MD adalah momen akibat beban mati ( M min ), maka lengan kopel antara garis pusat tekanan ( C – line ) dan garis pusat tendon ( cgs ) adalah a min ( lihat gambar dibawah ini )
k b C
a min e b
Pi
R D Gambar 013 MD = Mmin = Pi x amin amin =
M D P i
( 9.5.1 )
Nilai ini menunjukkan jarak maksimum dibawah batas bawah ( terendah ) daerah kern ( inti ). 47
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
e b = ( amin + k b )
( 9.5.2 )
Jika MT adalah momen total akibat beban mati, beban mati tambahan dan beban hidup ( M maks ), maka lengan kopel antara garis pusat tekanan ( C – line ) dan garis dan garis pusat tendon ( cgs ) adalah a maks ( lihat gambar dibawah )
C
k t et
a maks
Pe R T
Gambar 014 MT = Mmaks = Pe . amaks amaks =
M T P e
et = ( amaks – k t )
( 9.5.1 ) ( 9.5.2 )
Tegangan tarik dengan batasan nilai tertentu biasanya di-ijinkan oleh beberapa peraturan yang ada, baik pada saat transfer maupun pada saat kondisi layan. Jika hal ini diperhitugkan, maka cgs dapat ditempatkan sedikit diluar batas e b dan et. 9.6. Perencanaan untuk Kekuatan Lentur dan Daktilitas Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 pasal 20.7 kekuatan lentur penampang beton prategang dapat dihitung dengan methode kekuatan batas seperti pada peremcanaan beton bertulang biasa.
Dalam perhitungan kekuatan dari tendon prategang, f y harus diganti dengan f ps yaitu tegangan pada tendon prategang pada saat tercapainya kekuatan nominal penampang. Bila tidak dihitung secara lebih teliti berdasarkan konsep kompatibilitas regangan, nilai f ps boleh didekati dengan formula sbb: Untuk tendon d dengan llek atan pe penuh (( bo bounded ))
f ps = f pu 1 −
f pu d ρ ω ω ' + ( − ) p β 1 f ' d c p γ p
( 9.6.1 )
Dengan syarat f se ≥ 0,5 f pu
48
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Dimana : f ps f pu f se
= tegangan pada tendon pada saat penampang mencapai kuat nominalnya ( MPa ). = kuat tarik tendon prategang yang disyaratkan ( MPa ). = tegangan efektif pada baja prategang ( tendon ) sesudah memperhitungkan semua kehilangan prategang yg. mungkin terjadi ( MPa ).
γ p
= suatu faktor yang memperhitungkan tipe tendon prategang f py
untuk
f pu f py
untuk
f pu f py
untuk
f pu
≥ 0,80 → γ p = 0,55 ≥ 0,85 → γ p = 0,40 ≥ 0,90 → γ p = 0,28
f py
= kuat leleh tendon prategang ( MPa )
β1
= suatu faktor yang besarnya sesuai SNI – 03 – 2002 pasal 12.2, dimana : Untuk f c′ Untuk Untuk
f c′ d
≤ 30 MPa → β1 = 0,85 30 < f c′< 55 MPa → β1 = 0,85 − 0,008 ( f c′ - 30 ) f c′ ≥ 55 → β1 = 0,65
d p
= kuat tekan beton ( MPa ) = tinggi effektif penampang ( jarak dari serat tekan terjauh dari garis neral pepusat tulangan tarik non prategang ) = jarak dari serat tekan terjauh kepusat tendon prategang
ρ p
= ratio penulangan prategang, ρ p =
A ps b
= luas penampang baja prategang = lebar efektif flens tekan dari komponen struktur.
ω
=
ω′
=
As
= luas penulangan tarik non prategang
ρ . f y f c ' ρ '. f y f c '
→ ρ =
A s
→ ρ′ =
A s '
A ps b.d p
b.d b.d
As′ = luas penulangan tekan non prategang Jika dalam menghitung f ps pengaruh tulangan tekan non prategang diperhitungkan maka suku :
f pu d ( ) ρ ω ω ' + − p ≥ 0,17 dan d′ ≤ 0,15 d p f ' dp c 49
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Untuk tendon ttan pa pa llek atan Dengan r r atio a antar a bentangan d dan ttinggi k k om ponen ≤ 3 35 f ps = f se + 70 +
f c ' 700. ρ p
≤ f y atau ≤ f se + 400
( 9.6.2 )
Dengan r r atio a antar a be dan ttinggi k k om po 35 bentangan d ponen > 3 f ps = f se + 70 +
f c ' 300. ρ p
≤ f y atau ≤ f se + 400
( 9.6.3 )
Untuk menjamin terjadinya leleh pada tulangan non prategang, maka SNI membatasi indeks tulangan sebagai berikut : 1. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang saja :
ω p ≤ 0,36 β1 Dimana :
ω p = ρ p
f ps
( 9.6.4 )
f c '
2. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang, tulangan tarik dan tulangan tekan non prategang :
ω p + ( ω - ω′ )
d d p
≤ 0,36 β1
3. Untuk penampang bersayap
ω pw + ( ωw − ωw′ ) Dinama :
d d p
≤ 0,36 β1
ω pw, ωw, ωw′ adalah
indeks tulangan untuk penampang yang mempunyai flens, dihitung sebagai ω p, ω dan ω′ dengan b sebesar lebar badan.
50
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 9.7. Proses Desain Penampang Dalam desain komponen struktur prategang terhadap lentur , harus bisa menjamin agar batasan tegangan ijin tidak dilanggar ( dilampaui ), defleksi atau lenditan yang terjadi masih dalam batasan yang di-ijinkan dan kompomen struktur mempunyai kekuatan yang cukup. Kita lihat penampang beton prategang seperti dibawah ini :
εcu = 0,003
'
0,85 f c
'
'
d '
As h
d
εs '
c
a
d p
a 2 / 1 d =
Grs. Netral
εi
∆ε p
A p As
'
Cs
'
f s
Grs. Berat
f ps
εy
s
Z
f y
'
Cc
2 / a p
d- d
'
d =
T p
p
Z
Ts
b
Gambar 015 Dari keseimbangan : Cs′ + Cc′ = T p + Ts Dimana : Cs′ = As′ x f s′ Cc′ = 0,85 f c′ a b T p = A p x f ps Ts = As x f y Keseimbangan momen terhadap garis berat ( titik berat ) : Mn = Cc′
h − a + C ′ h − d ' + T d − h + T d − h p p s s 2 2 2 2 2
( 9.7.1 )
Bila penulangan tekan diabaikan : Momen luar hanya ditahan oleh tulangan tarik dan baja pratekan : Mn = Ts . Zs + T p . Z p Mn = Ts ( d – ½ a ) + T p ( d p – ½ a ) Dimana :
Ts ( d – ½ a )
: momen nominal yang dipikul tulangan tarik
T p ( d p – ½ a )
: momen nominal yang dipikul baja prategang
Prosentasi pratekan :
ρ =
− 12 a) 100 % T p (d p − 12 a) + T s (d − 12 a ) T p ( d p
51
[email protected]
Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo
Bila merupakan Prategang Penuh ( tulangan non prategang tidak diperhitungkan ), momen nominal hanya dipikul oleh baja prategang Mn = T p ( d p – ½ a ) Contoh Soal 11 Suatu balok prategang penuh dan tendon terikat ( bounded ) dengan ukuran penampang 400 x 800. Mutu beton f c′ = 40 MPa dan modulus elastisitas beton Ec = 30.000 MPa. Kabel prategang terdiri dari 12 Ø 12,7 mm dengan tegangan leleh f py = 1780 MPa, kuat tarik baja prategang f pu = 1910 MPa dan modulus elastisitas baja prategang E p = 195.000 MPa. Kabel prategang terletak 700 mm dari sisi atas balok prategang. Hitunglah momen yang dapat dipikul balok dengan menggunakan SNI 03 – 2874 – 2002. Penyelesaian ::
εcu = 0,003
'
0,85 f c
'
a
c
Grs. Netral
2 / a -
Grs. Berat
d =
'
Cc
d p h A p
p
f ps
ε p
T p
p
Z
b
Rumus praktis dari SNI 03 – 2874 – 2002 yang dipergunakan adalah ( 9.6.1 )
f ps = f pu
γ p f pu d + (ω − ω ') 1 − ρ p β f ' d p 1 c
Untuk f c′ = 40 Mpa
→ β1 = 0,85 − 0,008 ( f c′ - 30 ) β1 = 0,85 – 0,008 ( 40 – 30 ) = 0,77 Luas baja prategang : A ps = 12 x ¼ x π x 12,7 2 = 1.520 mm2 Ratio baja prategang :
ρ p = Faktor :
A ps b.d p
f py f pu
=
=
1.520 400 x700
1.780 1.910
= 0,0054
= 0,93 ≥ 0,90
→ γ p = 0,28
Karena penulangan non prategang tidak diperhitungkan, maka :
ω =0 dan juga ω′ = 0 Tegangan pada tendon pada saat penampang mencapai kuat nominalnya :
52
[email protected]