RANCANGAN BUKU AJAR MATA KULIAH
: ANALISA STRUKTUR 1
SKS
: 3 SKS
BAHASAN
: TINJAUAN MATA KULIAH
1. Deskripsi Singkat Mata kuliah Analisa Struktur 1 merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program strata 1 Teknik Sipil di semester 3. Mata kuliah ini mencakup penjelasan tentang cara menghitung gaya dalam, garis pengaruh gaya dalam dan lendutan untuk balok dan rangka batang. Gaya dalam, lendutan merupakan fenomena umum keseimbangan benda dalam merespon beban luar yang bekerja padanya. Teori balok dan rangka batang merupakan teori struktur sederhana yang banyak digunakan dalam perencanaan struktur bangunan teknik sipil, disamping merupakan dasar teori mata kuliah analisa struktur selanjutannya maupun mata kuliah terapan seperti struktur baja, beton bertulang dan kayu. Penguasaan mahasiswa pada mata kuliah ini akan sangat membantu dalam penguasaan mata kuliah analisa struktur lanjutan, mata kuliah yang berhubungan dan juga bermanfaat langsung saat terjun kedunia pekerjaan kesipilan. 2. Relevansi (Kegunaan) Dalam perencanaan struktur jembatan, struktur rangka atap, balok gedung bertingkat, gaya dalam, lendutan merupakan hal yang menentukan menentukan dimensi struktur. Dimensi terlalu kecil akan memberikan tegangan yang melampaui kemampuan material dan lendutan melampaui lendutan batas peraturan. Dimensi terlalu besar akan over design dan mahal. Penguasaan mahasiswa akan teori menghitung gaya dalam, lendutan balok dan rangka batang akan sangat berguna bagi seorang teknik sipil dalam merencana bangunan yang ekonomis dan kuat. 3. Standar Kopetensi Mata kuliah ini mendukung pencapaian kompetensi lulusan dalam perencanaan struktur rangka atap, struktur jembatan rangka dan struktur balok jembatan maupun bangunan gedung. Dukungan menekankan pada perhitungan gaya dalam dan deformasi struktur akibat beban-beban yang bergerak maupun tidak bergerak. 4. Kopetensi Dasar (Tujuan Instruksional Umum) Setelah menempuh perkuliahan ini :
1
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung gaya dalam rangka batang dengan metoda Keseimbangan titik kumpul, Cremona, Ritter dan Culman.
• Mahasiswa mampu menghitung garis pengaruh gaya dalam balok dan rangka batang akibat pengaruh beban berjalan.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung perpindahan titik simpul rangka batang dengan cara Williot dan usaha virtuil.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung lendutan balok dengan metoda analitis dan metoda luasan bidang momen.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori energi regangan batang tertarik, benda tergeser, balok terlentur, benda dengan beban kejut, teorema Castigliano, Teorema Betti dan teorema Maxwell dan dapat menghitung lendutan balok maupun rangka batang dengan teorema Castigliano, Betti dan Maxwell.
5. Indikator Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap bahasan adalah mampu menghitung benar untuk kasus-kasus yang diberikan dengan prosentase mahasiswa menghitung benar mencapai 85 %. Indikator kemampauan meliputi :
• Mampu menghitung gaya batang dengan cara keseimbangan titik kumpul, Cremona, Ritter maupun Culman secara benar untuk persoalan atau kasus yang diberikan.
• Mampu menghitung secara benar garis pengaruh gaya dalam balok dan rangka batang akibat beban berjalan dari kasus yang diberikan.
• Mampu menghitung secara benar perpindahan titik simpul persoalan rangka batang yang diberikan dengan cara Williot dan usaha virtuil.
• Mampu menghitung secara benar lendutan balok tertumpu sederhana, balok kantilever dan balok beroverstek dengan cara analitis maupun metoda luasan bidang momen.
• Mampu menghitung secara benar lendutan balok, portal sederhana, rangka batang dengan menggunakan teorema Castigliano dan Maxwell dari kasus yang diberikan.
POKOK BAHASAN I : Gaya dalam rangka batang 1.1 SUB POKOK BAHASAN : Keseimbangan titik kumpul 2
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung gaya dalam rangka batang dengan metoda Keseimbangan titik kumpul, Cremona, Ritter dan Culman.
• Mahasiswa mampu menghitung garis pengaruh gaya dalam balok dan rangka batang akibat pengaruh beban berjalan.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung perpindahan titik simpul rangka batang dengan cara Williot dan usaha virtuil.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan mampu menghitung lendutan balok dengan metoda analitis dan metoda luasan bidang momen.
• Mahasiswa mampu menjelaskan teori energi regangan batang tertarik, benda tergeser, balok terlentur, benda dengan beban kejut, teorema Castigliano, Teorema Betti dan teorema Maxwell dan dapat menghitung lendutan balok maupun rangka batang dengan teorema Castigliano, Betti dan Maxwell.
5. Indikator Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap bahasan adalah mampu menghitung benar untuk kasus-kasus yang diberikan dengan prosentase mahasiswa menghitung benar mencapai 85 %. Indikator kemampauan meliputi :
• Mampu menghitung gaya batang dengan cara keseimbangan titik kumpul, Cremona, Ritter maupun Culman secara benar untuk persoalan atau kasus yang diberikan.
• Mampu menghitung secara benar garis pengaruh gaya dalam balok dan rangka batang akibat beban berjalan dari kasus yang diberikan.
• Mampu menghitung secara benar perpindahan titik simpul persoalan rangka batang yang diberikan dengan cara Williot dan usaha virtuil.
• Mampu menghitung secara benar lendutan balok tertumpu sederhana, balok kantilever dan balok beroverstek dengan cara analitis maupun metoda luasan bidang momen.
• Mampu menghitung secara benar lendutan balok, portal sederhana, rangka batang dengan menggunakan teorema Castigliano dan Maxwell dari kasus yang diberikan.
POKOK BAHASAN I : Gaya dalam rangka batang 1.1 SUB POKOK BAHASAN : Keseimbangan titik kumpul 2
1.1.1 Pendahuluan 1.1.1.1 Deskripsi singkat Membahas konsep keseimbangan benda, keseimbangan titik kumpul, formulasi indikator pembedaan pembedaan jenis rangka batang statis tertentu dan tak tertentu. 1.1.1.2 Relevansi Penguasaan teori menghitung gaya dalam rangka batang sangat diperlukan dalam perencanaan struktur rangka atap dan jembatan. 1.1.1.3.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasalahan keseimbangan benda dan titik simpul rangka batang. 1.1.1.3.2 Kompetensi dasar Mahasiswa menjelaskan teori dan mampu menghitung gaya batang dengan cara keseimbangan titik simpul. 1.1.2 Penyajian 1.1.2.1 Keseimbangan Titik Kumpul PRINSIP KESEIMBANGAN
Dalam benda bidang, syarat seimbang adalah :
• Kalau
semua gaya yang bekerja pada benda baik beban maupun reaksi perletakan melalui 1 titik syarat seimbang cukup : Kx = 0 o
P3 P2
Pi
P1
o
Pn
R1 R2
R3
(1)
• Kalau gaya beban dan reaksi perletakan tidak melalui 1 titik syarat seimbang : Kx = 0 o o
o
Gambar 1 : Benda bidang seimbang
∑ ∑ Ky = 0
∑ ∑ Ky = 0 ∑ Mz = 0
(2)
3
RANGKA BATANG Struktur rangka batang adalah struktur yang tersusun oleh kumpulan elemen batang yang tersambung satu sama lain secara sendi. Gaya dalam yang ada hanya gaya normal yaitu gaya yang tegak lurus penampang dan sejajar dengan sumbu batang. Gaya-gaya batang dan beban luar yang bekerja pada 1 titik simpul dalam keadaan seimbang. Persamaan keseimbangan yang dimiliki 1 titik kumpul ada 2. Kalau jumlah titik simpul rangka batang K, jumlah persamaan keseimbangan yang dimiliki adalah 2K. Jumlah anu yang dicari adalah gaya batang sebanyak batang S dan reaksi perletakan sebanyak R. Kalau jumlah anu yang dicari sama dengan jumlah persamaan keseimbangan yang ada dikatakan rangka batang adalah Rangka Batang Statis Tertentu. S+R=2K
Rangka Batang Statis Tertentu
Kalau jumlah anu yang dicari lebih banyak dari jumlah persamaan keseimbangan yang ada, dikatakan rangka batang adalah Rangka Batang Statis Tak Tertentu. S+R>2K
Rangka Batang Statis Tak Tertentu.
Terdapat beberapa cara untuk mencari gaya batang Rangka Stastis Tertentu :
• • • •
Keseimbangan Titik Simpul Cara Cremona Cara Ritter Cara Culman
KESEIMBANGAN TITIK SIMPUL Banyak persamaan keseimbangan yang dimiliki 1 titik simpul adalah 2. Maka banyak gaya batang yang akan dipecahkan maksimum harus 2. Dengan menguraikan gayagaya batang baik yang sudah diketahui harganya atau yang belum dan gaya luar yang bekerja menjadi 2 gaya yang sejajar sumbu X dan sumbu Y, akan diperoleh 2 persamaan dengan 2 anu gaya batang yang dicari. Dengan menggunakan eliminasi Gauss kedua gaya batang akan didapat. Contoh : RAV A
1
C
2
E
3
G
RAH 8 RB
9
10 4
B
11
12
13
5 D
14
6 F
15 7
H
4M
α I
20 T 4M
4M
4M
4M
Gambar 2 : Rangka Batang Bidang 4
Mencari Reaksi Perletakan :
∑ Ky = 0
RAV – 20 = 0
RAV = 20 ton
∑ MzA = 0
- RBx4 + 20x8 = 0
RB
∑ Kx = 0
RB – RAH = 0
RAH = 40 ton
= 40 ton
(3)
Dimulai dari titik simpul yang jumlah anu maksimum 2. Yang memenuhi titik simpul B dan I. Dicoba dari titik simpul B :
∑ Kx = 0
S4 + RB = 0
S4 = - 40 ton
∑ Ky = 0
S8 + 0 = 0
S8 = 0 ton
Catatan : Permisalan semua gaya batang yang belum diketahui besar dan arah adalah tarik, dengan arah meninggalkan titik simpul. Apabila dari hasil perhitungan didapat harga negatip, berarti arah gaya batang yang bersangkutan berlawanan dengan arah permisalan semula. Dengan demikian batang tersebut adalah tekan. Simpul A :
∑ Ky = 0
RAV - S8 - S9 sin α = 0
∑ Kx = 0
- RAH + S1 + S9 cos α = 0
20 - S9x
1 2
=0
S9 = 20 2 ton
S1 = 40 – 20 = 20 ton
Dengan cara yang sama diterapkan pada titik-titik simpul D, C, F, E, H, G dan I akan didapat hasil analisis seperti tersebut pada tabel 1 : Tabel 1 : Hasil Analisis Keseimbangan Titik Simpul
Batang
Gaya Batang (ton)
Batang
Gaya Batang (ton)
S1
20
S9
20 2
S2
0
S10
- 20
S3
0
S11
20 2
S4
- 40
S12
0
S5
- 20
S13
0
S6
0
S14
0
S7
0
S15
0
S8
0 5
1.1.2.2 Latihan Rangka batang pada gambar (2) : titik kerja gaya 20 ton berada di H Tabel 2 : Gaya batang akibat beban 20 ton vertikal di H
Batang
Gaya Batang (ton)
Batang
Gaya Batang (ton)
S1
40
S9
20 2
S2
20
S10
- 20
S3
0
S11
20 2
S4
- 60
S12
- 20
S5
- 40
S13
20 2
S6
- 20
S14
0
S7
0
S15
0
S8
0
1.1.3. Penutup 1.1.3.1 Tes formatif Tentukan gaya batang rangka batang gambar (2) ababila gaya 20 ton bekerja dititik I dengan arah mendatar. 1.1.3.2 Umpan balik Hasil perhitungan gaya batang harus memenuhi bahwa resultante gaya di semua titik simpul harus 0. 1.1.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung gaya batang dengan membuat soal latihan sendiri. 1.1.3.4 Rangkuman Setiap benda maupun titik dalam kondisi yang diam berati seimbang. Dengan keseimbangan dapat menghitung gaya dalam.
6
1.1.3.5 Kunci jawaban tes formatif Tabel 3 : gaya batang akibat 20 ton horisontal di I
Batang
Gaya Batang (ton)
Batang
Gaya Batang (ton)
S1
0
S9
0
S2
0
S10
0
S3
0
S11
0
S4
20
S12
0
S5
20
S13
0
S6
20
S14
0
S7
20
S15
0
S8
0
1.2 SUB POKOK BAHASAN : Cara Cremona 1.2.1 Pendahuluan 1.2.1.1 Deskripsi singkat Membahas konsep keseimbangan benda, keseimbangan titik kumpul dengan cara grafis pada rangka batang statis tertentu. 1.2.1.2 Relevansi Penguasaan teori menghitung gaya dalam rangka batang sangat diperlukan dalam perencanaan struktur rangka atap dan jembatan. 1.2.1.3.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasahan keseimbangan benda dan titik simpul rangka batang. 1.2.1.3.2 Kompetensi dasar Mahasiswa mampu menghitung gaya batang dengan cara Cremona. 1.2.2 Penyajian 1.2.2.1 Cara Cremona
7
CREMONA Cara Cremona adalah cara untuk menghitung reaksi perletakan dan gaya batang secara grafis. Dalam mencari reaksi perletakan berpegang pada prinsip benda r
seimbang bahwa resultante gaya luar dan reaksi perletakan harus sama dengan 0 . Sedang dalam mencari gaya batang berpegang pada prinsip titik simpul seimbang bahwa resultante gaya-gaya batang dan beban luar dititik simpul harus sama r
dengan 0 . Seluruh diagram keseimbangan vektor gaya dari reaksi perletakan, beban luar hingga gaya-gaya batang di semua titik simpul dijadikan 1. Diagram gabungan akan berupa 1 diagram gaya-gaya yang menutup. Analisis dapat dilakukan dalam arah searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam. RAV A
1
C
2
E
3
G
RAH 8 RB
9
10 4
11
12
13
5
B
14
6
D
F
15 7
H
4M
α I
20 T 4M
4M
4M
4M
(a) RA
+1
‐10
+11
+9
(b) ‐5
20 T
‐4
RB
Gambar 3 : Rangka Batang Seimbang (a) Garis-garis Kerja Gaya (b) Diagram Cremona Penataan arah reaksi perletakan juga harus sesuai dengan arah analisis yang ditetapkan. Arah yang tidak konsisten akan menyebabkan diagram vektor tidak menutup. Arah gaya reaksi yang sudah diketahui adalah RB. Ditentukan titik potong RB dan beban 20 ton. Resultan RB dan gaya 20 ton akan melalui titik potong 8
r
tersebut. Resultan antara resultan RB dan 20 ton dengan RA akan berupa vektor 0 . Hal ini hanya bisa dipenuhi apabila kedua vektor segaris kerja, sama besar dan berlawanan arah. Dengan demikian arah gaya reaksi RA melalui A dan titik potong RB dan 20 ton (F). Dengan mengambil arah searah jarum jam, diagram gaya reaksi dan gaya-gaya batang disajikan dalam diagram Cremona berikut : Gaya gaya batang yang tidak tersebut berharga 0. + menyatakan tarik dan – menyatakan tekan. Arah reaksi perletakan yang tergambar merupakan arah yang benar. Gaya-gaya batang dihitung berdasar besaran skala. Kalau disajikan dalam tabel sesuai dengan tabel 1. 1.2.2.2 Latihan Rangka batang pada gambar (2) : titik kerja gaya 20 ton berada di H Dikerjakan secara grafis akan diperoleh gaya batang seperti pada tabel 2. 1.2.3. Penutup 1.2.3.1 Tes formatif Tentukan gaya batang rangka batang gambar (2) ababila gaya 20 ton bekerja dititik I dengan arah mendatar dengan cara Cremona. 1.2.3.2 Umpan balik Hasil perhitungan gaya batang harus memenuhi bahwa resultante gaya di semua titik simpul harus 0. 1.2.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung gaya batang cara Cremona dengan membuat soal latihan sendiri. 1.2.3.4 Rangkuman Setiap benda maupun titik dalam kondisi yang diam berati seimbang. Dengan penerapan keseimbangan grafis dapat menghitung gaya dalam. 1.2.3.5 Kunci jawaban tes formatif Hasil perhitungan dengancara Cremona sama seperti pada tabel 3.
2. POKOK BAHASAN : Garis Pengaruh 2.1. SUB POKOK BAHASAN : Garis Pengaruh Balok
9
2.1.1 Pendahuluan 2.1.1.1 Deskripsi singkat Membahas gaya lintang dan momen suatu titik di balok yang besarnya dipengaruhi oleh posisi beban berjalan. 2.1.1.2 Relevansi Pengaruh beban berjalan pada gaya lintang dan momen pada balok merupakan gambaran pengaruh beban kendaraan atau kereta api pada gaya lintang dan momen jembatan balok. 2.1.1.2.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasalahan dan pengaruh beban bergerak pada jembatan balok. 2.1.1.2.2 Kompetensi dasar Mahasiswa mampu menghitung dan menggambarkan grafik garis pengaruh gaya lintang dan momen pada balok. x
2.1.2. Penyajian C A
(a)
0.6 L
0.4 L
B
L
(b)
1
1
(c)
MC (d) DC
C 0.4 L
2.1.2.1. Garis Pengaruh Balok
B
Garis pengaruh gaya lintang dan momen adalah grafik yang menyajikan besar gaya lintang dan momen suatu titik di balok akibat pengaruh beban berjalan satu satuan gaya. Dengan menerapkan prinsip keseimbangan balok atau bagian balok, gaya lintang dan momen suatu titik akan diperoleh.
MC (e) 0.6 L
A
DC
Gambar 6 : Garis Pengaruh Reaksi Perletakan (a) (b) (c) (d)
Contoh : Menggambar garis Pengaruh Gaya Lintang dan Momen titik C
Balok dengan beban berjalan Garis Pengaruh RA Garis Pengaruh RB Potongan kanan 10
∑ MzB = 0
RAxL – 1*(L - x) = 0
RA = 1 – x/L
RA merupakan fungsi x pangkat 1, fungsi RA merupakan garis lurus seperti tergambar (6.b)
∑ MzA = 0
- RBxL + 1* x = 0
RB = x/L
RB juga merupakan fungsi x pangkat 1, fungsi RB merupakan garis lurus seperti tergambar (6.c) 0.4
+
_
Kalau beban di kiri C, dikaji keseimbangan potongan CB : (a)
∑ Ky = 0
0.6 (b) + 0.24 L Gambar 7a : Garis Pengaruh Gaya Dalam di C (a) Garis Pengaruh Gaya Lintang (b) Garis Pengaruh Momen
DC = RB
Sesuai ketentuan gaya lintang dinyatakan negatip. Dengan demikian beban berjalan dari A – C, gaya lintang C = - RB.
∑ MzB = 0
MC = RB*0.4 L
Sesuai ketentuan momen dinyata kan positip.
Kalau beban dikanan C, dikaji keseimbangan potongan AC :
∑ Ky = 0
DC = RA
Sesuai ketentuan gaya lintang dinyatakan positip.
∑ MzA = 0
MC = RA*0.6 L
Sesuai ketentuan momen dinyata kan positip.
Gambar garis pengaruh gaya lintang dan momen di C dinyatakan dalam gambar (7).
2.1.2.2. Latihan 0.5
+
_
(a)
0.5
Garis pengaruh gaya lintang dan momen untuk titik D ditengah bentang disajikan pada gambar (7.b).
(b) + 0.25 L
Gambar7.b : Garis Pengaruh Gaya Dalam di D (c) Garis Pengaruh Gaya Lintang (d) Garis Pengaruh Momen 11
2.1.3. Penutup 2.1.3.1 Tes formatif Tentukan garis pengaruh gaya lintang dan momen untuk titik E yang berjarak 0.2 L dari tumpuan kiri balok gambar (6). 2.1.3.2 Umpan balik Jumlah gaya lintang posistip dan negatip sama dengan 1. Besar momen ekstrim sama dengan perkalian bentang kiri dan kanan dibagi bentang tottal. 2.1.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung dan menggambar garis pengaruh gaya lintang dan momen soal soal berikut : x D
C A
0.6 L
0.4 L
B
L
Hitung dan gambar garis pengaruh gaya lintang di C dan D kedua balok berikut :
0.2 L
x C
D A
0.5 L
0.5 L
B
L
0.2 L 2.1.3.4 Rangkuman
Dengan keseimbangan potongan, garis pengaruh gaya lintang dan momen akan dapat digambar dan grafik berupa kumpulan fungsi linier terhadap posisi beban. 2.1.3.5 Kunci jawaban tes formatif 0.8 + _
(a)
(a) Garis Pengaruh Gaya Lintang (b) Garis Pengaruh Momen
02 +
(b)
0.16 L 12
2.2. SUB POKOK BAHASAN : Garis Pengaruh Rangka Batang Pendahuluan 2.2.1.1 Deskripsi singkat Membahas gaya normal suatu batang pada rangka batang yang besarnya dipengaruhi oleh posisi beban berjalan. 2.2.1.2 Relevansi Pengaruh beban berjalan pada gaya normal rangka batang merupakan gambaran pengaruh beban kendaraan atau kereta api pada gaya dalam jembatan rangka batang. 2.2.1.2.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasalahan dan pengaruh beban bergerak pada jembatan rangka batang. 2.2.1.2.2 Kompetensi dasar Mahasiswa mampu menghitung dan menggambarkan grafik garis pengaruh gaya normal pada rangka batang. 2.2.2. Penyajian 2.2.2.1. Garis Pengaruh Rangka Batang Garis pengaruh pada rangka batang merupakan grafik yang menggambarkan besar gaya normal suatu batang akibat pengaruh beban berjalan 1 satuan gaya. Untuk menghitung dan menggambar garis pengaruh gaya normal suatu batang dipergunakan cara analisis Ritter. 2.2.2.2. Latihan Sebagai contoh akan menghitung garis pengaruh gaya normal batang 2, 6 dan 12 rangka batang yang tercantum pada gambar (8), diambil potongan Ritter I – I. Untuk beban dikiri potongan, dikaji keseimbangan potongan kanan :
∑ MzI = 0
- S2x4 – RBx8 = 0
S2 = - 2 RB
∑ MzD = 0
S6x4 – RBx12 = 0
S6 = 3 RB
∑ Ky = 0
S12xsin α + RB = 0
S12 = -RB 2
Untuk beban dikanan potongan, dikaji keseimbangan potongan kiri :
13
∑ MzI = 0 ∑ MzD = 0 ∑ Ky = 0
S2x4 + RAx8 = 0
S2 = - 2 RA
- S6x4 + RAx4 = 0
S6 = RA
- S12xsin α + RA = 0
x C
S12 = RA 2
I D
1
2
E
F
3
G
4 15
9
10
11
13
12
5
6 I
RA
15
7
H
A
14
8
4M
4M
4M
α B
J
RB
I 4M
17
16
4M
(a) (b)
(c)
C
D
2
A
6 H
RA
I 4M
F
G
12
12
α
E
2
(d)
6 I
4M
4M 6 I
α B
J
RB 4M
(e)
4M
Gambar 8 : Potongan Ritter pada Rangka Batang Bidang (a) Rangka batang dengan beban berjalan (b) Garis Pengaruh RA (c) Garis Pengaruh RB (d) Potongan kiri (e) Potongan kanan
14
Grafik garis pengaruh dinyatakan dalam gambar (9). 0.5V2 + _
(a)
0.25V2
(b) _ 0.5 0.75
1 0.5
+
(c)
Gambar 9 : Garis Pengaruh Gaya Normal Rangka Batang (a) Garis Pengaruh S12 (b) Garis Pengaruh S2 (c) Garis Pengaruh S6
2.2.3. Penutup 2.2.3.1 Tes formatif Tentukan garis pengaruh gaya batang 3, 7, 14 rangka batang gambar (8). 2.2.3.2 Umpan balik Garis pengaruh gaya batang atas umumnya negatip, gaya batang bawah umumnya tarik dan gaya batang vertikal dan diagonal terjadi silang tanda. 2.2.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung dan menggambar garis pengaruh gaya batang soal soal berikut :
• Hitung dan gambar garis pengaruh batang 10, 11 dan 13. • Hitung dan gambar garis pengaruh batang 1, 5 dan 10. 2.2.3.4 Rangkuman Dengan keseimbangan potongan, garis pengaruh gaya batang akan dapat digambar dan grafik berupa kumpulan fungsi linier terhadap posisi beban. 2.2.3.5 Kunci jawaban tes formatif 15
0.25V2 + _
(a)
0.5V2
(b) _ 0.5 1 0.5
0.75 +
(c)
Gambar 9.b : Garis Pengaruh Gaya Normal Rangka Batang (a) Garis Pengaruh S14 (b) Garis Pengaruh S3 (c) Garis Pengaruh S7
3. POKOK BAHASAN : Lendutan 3.1. SUB POKOK BAHASAN : Lendutan Rangka Batang 3.1.1. Pendahuluan 3.1.1.1 Deskripsi singkat Membahas perpindahan titik-titik simpul rangka batang akibat beban luar yang bekerja. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara analitis yaitu dengan usaha virtuil atau dengan cara grafis yaitu cara Williot. 3.1.1.2 Relevansi Lendutan rangka batang sesuai dengan lendutan rangka batang jembatan datu atap. Lendutan yang besar akan dirasakan tidak aman oleh pemakai. Sehingga lendutan terbesar menurut peraturan perencanaan harus dibatasi. Materi ini akan diperlukan bagi seorang sarjana teknik sipil dalam bertindak sebagai perencana struktur. 3.1.1.2.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasalahan rangka batang yang berhubungan dengan beban, dimensi, bentang dan lendutan. 3.1.1.2.2 Kompetensi dasar Mahasiswa mampu menghitung dan menggambarkan grafik lendutan rangka batang. 16
3.1.2. Penyajian 2.1.2.1. Lendutan Rangka batang Ada beberapa cara untuk menghitung lendutan, diantaranya :
• Cara Williot • Usaha Virtuil • Formulasi Castigliano Untuk cara ke tiga akan dibahas setelah pembahasan Energi Regangan. C 1.1 Cara Williot Menggambarkan perpindahan suata titik pertemuan 2 buah batang, diawali dengan menempatkan kedua batang pada posisi akhir yaitu batang mengikuti perpindahan ujung yang lain. Dalam pergeseran batang tetap diposisikan sejajar arah semula.
ΔL1 C’ C 1 +1
ΔL1
ΔL2 2
‐2
A’
O
B’
C’
ΔL2 A’
A
(a)
(b)
B
B’
(c)
Gambar 10 : Diagram Williot (a) Kondisi awal Titik C (b) Sketsa perpindahan titik C (c) Diagram Williot perpindahan titik C
Dengan demikian perpindahan ujung batang yang berhubungan dengan titik yang akan digambarkan perpindahannya sama dengan perpindahan titik ujung yang lain. Perubahan panjang digambarkan dengan arah sesuai arah batang. Kedua batang yang ujung-ujung batangnya tidak bertemu dilingkarkan sampai kedua ujung bertemu. Titik temu hádala posisi baru titik tersebut. Dalam batasan deformasi Sangay kecil gerakan melingkar batang dapat didekati dengan gerakan tegak lurus. Penggambaran
diagram
Williot
hanya
menampilkan
perpindahan
titik-titik 17
sebelumnya, perubahan panjang dan gerakan tegak lurus. Semua perpindahan titik simpul diukur dari titik awal O. Sketsa penggambaran perpindahan titik simpul dan diagram Williot disajikan pada gambar (10). Contoh 1 : 20 t
C
1
D
‐20
2 0
20V2
α
RAH
ΔL3 3
‐20
4
0
RAV
O
ΔL4 B
5
A
4M
C’ B’ D’
(b)
ΔL1
RB 4M
(a)
Gambar 11 : Perpindahan titik simpul Rangka Batang beban 20 ton (a) Sketsa Rangka Batang (b) Diagram Williot
Dengan menggunakan keseimbangan titik kumpul gaya batang rangka batang pada gambar (12) yang berbeban 20 ton, dapat diperoleh. Hasil gaya batang tercantum dalam gambar. Berdasar gaya batang terhitung, perubahan panjang batang dihitung dengan menggunakan humus Robert Hooke : S
Δ L
σ = E ε
σ =
Dimana :
Δ L perubahan panjang batang
A
ε =
L
dengan demikian Δ L =
SL EA
ε regangan normal
L panjang batang S gaya batang (gaya normal penampang) E modulus elastisitas A luas penampang batang
Perhitungan perubahan panjang batang disajikan pada tebel 4.
18
Tabel 4 : Perubahan Panjang Batang ΔLi =
SiLi
i
Si (Kg)
Li (cm)
Ai (cm2)
1
-20000
400
20
-0.2
2
0
400
20
0
3
20000V2
400V2
20
0.4
4
-20000
400
20
-0.2
5
0
400
20
0
Berdasar
perubahan
panjang
batang
yang
EAi
dihasilkan
(cm)
dipergunakan
untuk
menggambar diagram Williot seperti ditunjukkan pada gambar (11.b). Contoh 2 :
B”
B’
C ‐ 10V2
1
20 4 10
A
‐ 10V2
RA 4M
2
3 5
D
D”
ΔL31
D’
4M
α
C’
10 20 T
C”
B RB
4M
(a)
ΔL1
ΔL2
O ΔL4 ΔL5
(b)
Gambar 12 : Perpindahan titik simpul Rangka Batang beban 20 ton (a) Rangka dan Gaya batang (b) Diagram Williot
Dengan menggunakan keseimbangan titik kumpul gaya batang rangka batang pada gambar (12) yang berbeban beban 20 ton, dapat diperoleh. Hasil gaya batang tercantum dalam gambar. Berdasar gaya batang terhitung, perubahan panjang batang dihitung. Hasilnya disajikan pada tabel 5.
19
Tabel 5 : Perubahan Panjang Batang ΔLi =
SiLi
i
Si (Kg)
Li (cm)
Ai (cm2)
1
-10000V2
400V2
20
-0.2
2
20000
400
20
0.2
3
-10000V2
400V2
20
-0.2
4
10000
400
20
0.1
5
10000
400
20
0.1
EAi
(cm)
Persoalan berbeda dengan contoh 1 dimana titik kedua setelah titik sendi adalah titik rol yang tidak mungkin pindah vertikal. Contoh 2 titik kedua adalah titik yang dimungkinkan berpindah vertical. Untuk mengatasi kesulitan ini, titik kedua setelah sendi
dianggap
tidak
pindah
vertical.
Kemudian
dilanjutkan
penggambaran
perpindahan titik-titik yang lain. Setelah tergambar ternyata titik rol B pindah vertical. Ini merupakan kesalahan akibat asumís titik D tidak pindah vertical. Kesalahan harus dikoreksi dengan cara rangka batang diputar secara kaku dengan titik pusat titik sendi A. Besar pemutaran sebesar kesalahan yang terjadi. Hasil pemutaran kaku akan memberikan perpindah titik kumpul tergambar sebagai (”). Perpindahan yang benar adalah dari (”) ke (’). Dengan demikian titik rol B hanya perpindah horisontal dari B” ke B’. 1.2 Usaha Virtuil Benda yang seimbang kalau diberi beban/perpindahan maya, usaha yang dilakukan oleh beban luar akan sama dengan energi regangan yang tersimpan dalam benda. Rangka batang seperti pada gambar (13), diberi beban maya satu satuan gaya yang sangat kecil di B dalam arah horisontal. Gaya ini akan menimbulkan gaya batang αi. Berdasar Hukum Usaha Virtuil akan diperoleh persamaan seperti berikut : 1 * δ BH =
n
∑ i =1
S i α i Li EAi
atau
δ BH =
n
∑ i =1
S i α i Li EAi
Si adalah gaya batang yang ke i akibat beban luar αi adalah gaya batang yang ke i akibat beban satu satuan gaya di B dalam
arah horisontal. 20
Li adalah panjang batang yang ke i Ai adalah luas penampang batang yang ke i E adalah modulus elastisitas.
0
C
C
‐ 10V2
1
2
3
20
4 10
A
0
‐ 10V2
D
RA
20 T
4M
5 10
4M
1
1
α B
0 2
3
4
5
1
A
RB 4M
0
D
4M
1
α
1
B
RA (a)
RB 4M
(b)
4M
Gambar 13 : Beban maya di B dalam arah horisontal (a) Rangka, Gaya batang akibat beban luar. (b) Gaya batang akibat beban satu satuan gaya di B arah horisontal
Tabel 6 : Perpindahan horizontal titik B
δBH
Siα iLi
(cm)
i
Si (Kg)
αi
Li (cm)
Ai (cm2)
1
-10000V2
0
400V2
20
0
2
20000
0
400
20
0
3
-10000V2
0
400V2
20
0
4
10000
1
400
20
0.1
5
10000
1
400
20
0.1
δBH
0.2
EAi
Penempatan posisi dan arah beban maya disesuaikan dengan perpindahan titik dan arah yang diinginkan. Apabila ternyata perpindahan yang dihitung berharga negatip berarti arah perpindahan berlawanan denga arah beban maya. 3.1.3. Penutup 3.1.3.1 Tes formatif Tentukan perpindahan vertikal titik D rangka batang gambar (13). 21
3.1.3.2 Umpan balik Pada rangka batang tertumpu sendi dan rol umumnya perpindahan vertikal titik-titik simpul oleh beban gravitasi mempunyai arah kebawah, perpindahan horisontal titiktitik simpul bawah mempunyai arah kekanan dan titik-titik simpul atas kekiri 3.1.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung dan menggambar garis pengaruh gaya batang soal soal berikut :
• Hitung perpindahan vertikal titik C rangka batang gambar (13) • Hitung perpindahan horisontal titik D rangka batang gambar (11) 3.1.3.4 Rangkuman Untuk menghitung perpindahan suatu titik lebih efisien mempergunakan cara uasah virtuil dan kalau menghitung perpindahan seluruh titik simpul lebih cepat dipergunakan cara Williot. 3.1.3.5 Kunci jawaban tes formatif Tabel 7 : Perpindahan vertikal titik D
δDV
Siα iLi
(cm)
i
Si (Kg)
αi
Li (cm)
Ai (cm2)
1
-10000V2
-0.5V2
400V2
20
0.1V2
2
20000
1
400
20
0.2
3
-10000V2
-0.5V2
400V2
20
0.1V2
4
10000
0.5
400
20
0.05
5
10000
0.5
400
20
0.05
δDV
0.3 + 0.2V2
EAi
3.2. SUB POKOK BAHASAN : Lendutan Balok 3.2.1. Pendahuluan 3.2.1.1 Deskripsi singkat
22
Lendutan balok dapat dihitung dengan menggunakan cara analitis, metoda Luasan Bidang Momen dan Teorema Castigliano. Cara analitis adalah cara yang menggunakan integrasi persamaan diferensial turunan kedua lendutan. Metoda Luasan Bidang momen mengembangkan persamaan turunan kedua lendutan kearah lausan dan statis momen bidang momen. Dan Teorema Castigliano merupakan hasil jabaran lanjut dari teori energi regangan beban satis. 3.2.1.2 Relevansi Lendutan balok sesuai dengan lendutan balok jembatan, balok gedung bertingkat. Lendutan terbesar menurut peraturan perencanaan harus dibatasi. Lendutan yang melampaui batas dapat dirasakan oleh pemakai, sehingga timbul kesan tidak aman. Materi ini sangat diperlukan bagi seorang sarjana teknik sipil saat terjun dalam dunia perencanaan struktur. 3.2.1.2.1 Standar kompetensi Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang permasalahan balok yang berhubungan dengan beban, dimensi , bentang dan lendutan. 3.2.1.2.2 Kompetensi dasar Mahasiswa mampu menghitung lendutan balok statis tertentu. 3.2.2. Penyajian 3.2.2.1. Lendutan Balok Ada beberapa cara untuk menghitung lendutan, diantaranya :
• Cara Analitis • Metoda Luasan Bidang Momen • Formulasi Castigliano Untuk cara ke tiga akan dibahas setelah pembahasan Beban Impact. C
1 Cara Analitis Untuk mencari lendutan balok dengan cara analitis, dilakukan integrasi persamaan hubungan lendutan dengan momen lapangan. Momen lapangan disesuaikan momen lapangan balok yang dikaji yang sangat dipengaruhi oleh macam beban yang bekerja. Integrasi turunan kedua fungsi lendutan akan terdapat 2 konstanta integrasi untuk setiap momen lapangan. Dengan memanfaatkan harga batas, konstanta integrasi akan dapat ditemukan.
23
1. Balok Dengan Beban Merata Mx = RA x – ½ q x2
x
Mx = ½ q L x – ½ q x2
q X
A
φA
y" = −
B
φB
RA
RB
M x EI z
EIz y” = - Mx
L
EIz y” = ½ q x2 - ½ q L x
Y
EIz y’ = 1/6 q x3 – ¼ qLx2 + C1 Gambar 14 : Balok dengan beban merata
EIz y = 1/24 q x4 – 1/12 qLx3 + C1 x + C2 Dari lendutan yang terjadi terdapat 2 titik yang diketahui harganya, yaitu titik A dan B : x=0
y=0
x=L
memberikan harga C2 = 0
y=0
memberikan harga C1 =
qL3
24
Persamaan turunan pertama lendutan dan lendutan menjadi : EIz y’ =
EIz y =
1 6
3
qx – 1
24
4
1 4
qx –
2
qLx + 1 12
qL3
24 3
3
qLx +
qL
24
x
Fungsi lendutan sudah definitip. Kalau harga E, Iz, q dan L diketahui fungsi lendutan dan turunan dapat digambar. Dalam bangunan sipil lendutan umumnya sangat kecil sehingga sudut yang dibentuk oleh garis singgung menyinggung balok melendut dengan sumbu x juga sangat kecil. Tangen sudut yang sangat kecil akan sama dengan sudutnya itu sendiri. Hanya sudut harus dalam radial.
φA = sudut yang dibentuk oleh garis singgung di A terhadap sumbu x atau terhadap arah sebelum dibebani. φA juga menyatakan rotasi penampang atau titik di A.
24
ϕ A =
φA = y’ untuk x = 0
qL3
24 EI z
ϕ B = −
φB = y’ untuk x = L
3
qL
24 EI z
Lendutan terbesar y max terjadi kalau y’ = 0 atau : 1
1
3
qL3
2
qx – qLx + =0 ini merupakan polinom pangkat 3 yang 4 6 24 mempunyai akar x 3 buah. Karena kondisi simetris salah satu akar pasti x = ½ L. Kalau dimasukkan akan memenuhi persamaan. Harga lendutan didapat dengan memasukkan x = ½ L ke persamaan y : y max =
5ql 4 384 EI z
2. Balok Dengan Beban Terpusat R A =
x P A
B φA
RA
X
φB
a
b
RB
Pb
R B =
L
Pa L
Terdapat 2 momen lapangan : Lapangan 1 : 0 < x < a Mx = RA x =
Pb L
x
EIz y” = - Mx L Y
EIz y” = -
Gambar 15 : Balok dengan beban terpusat
Pb
EIz y’ = -
Pb L
x
x 2 + C1
2 L Pb 3 EIz y = x + C1 x + C2 6 L
Lapangan 2 : a < x < L
Mx =
Pb L
x - P (x-a)
EIz y” = - Mx EIz y” = -
Pb L
x + P (x-a)
25
EIz y’ = EIz y = -
Pb
2 L Pb 6 L
2
x 2 + ½ P (x-a) + C3 3
x 3 + + 1/6 P (x-a) + C3 x + C4
Konstanta C1, C2, C3 dan C4 dapat dipecahkan dengan menggunakan 4 buah persamaan harga batas :
x=0 x=a
y=0 y’L = y’R yL = yR y=0
x=L
(a) (b) (c) (d)
Dari harga batas (a) didapat C 2 = 0 Dari harga batas (b) didapat C 1 = C3 Dari harga batas (c) didapat C 4 = 0 Pab( L + b)
Dari harga batas (d) didapat C3 =
6 L Dengan demikian fungsi turunan lendutan dan lendutan adalah :
Lapangan 1 : 0 < x < a EIz y’ = -
Pb
x 2 +
Pab( L + b)
2 L 6 L Pb 3 Pab( L + b) EIz y = x x + 6 L 6 L Lapangan 2 : a < x < L Pb 2 Pab( L + b) 2 EIz y’ = x + ½ P (x-a) + 2 L 6 L
EIz y = -
Pb
6 L
Pab( L + b)
3
x 3 + + 1/6 P (x-a) +
6 L
x
Rotasi penampang di A dan B adalah : Pab( L + b)
φA = y’ untuk x = 0
ϕ A =
φB = y’ untuk x = L
ϕ B = −
6 EI z L Pab( L + a)
6 EI z L
Lendutan terbesar untuk keadaan a = b = ½ L akan terjadi di titik x = ½ L : y max =
PL3
48 EI z
26
3. Balok Dengan Beban Momen diujung R A =
x A
M
φB
φA
B RB
L
Y
Gambar 16 : Balok dengan beban Momen
Harga batas : x=0 x=L
L M
Mx = X
RA
M
x L M EIz y” = x L M 2 EIz y’ = x + C1 2 L M 3 EIz y = x + C1 x + C2 6 L
y=0
memberikan harga C2 = 0
y=0
memberikan harga C1 = -
ML
6 Persamaan turunan pertama lendutan dan lendutan menjadi : M 2 ML EIz y’ = x 2 L 6 M 3 ML EIz y = x x 6 L 6 Rotasi dan lendutan terbesar : ML ϕ A = − φA = y’ untuk x = 0 6 EI z ϕ B =
φB = y’ untuk x = L
ML
3 EI z
Ymax terjadi bila y’ = 0 atau : M
2 L
x 2 -
ML
6
Y max =
1 27
=0
didapat akar yang rasional x = 13 L 3
3 ML2
2 Metoda Luasan Bidang Momen Akibat beban sebarang balok seperti pada gambar (17) melendut. Turunan kedua fungsi lendutan adalah : y" = −
M x EI z
Ditarik garis singgung melalui kedua ujung elemen sepanjang dx. Kedua garis singgung akan membentuk sudut sebesar d φ dan akan memotong garis vertikal 27
melalui B di 2 titik. Jarak kedua titik potong adalah df. Sudut yang dibentuk oleh garis singgung dengan sumbu x dinyatakan oleh y’. Selisih arah kedua garis singgung atau sudut yang dibentuk oleh kedua garis singgung adalah dy’. Dengan demikian : dx
x
dy' = y” dx dy’ = −
q A
B df
f B
Bidang M
Mx
Y
X
Gambar 17 : Lendutan dan Bidang Momen
M x EI z
dφ = −
M x EI z
dx
atau
dx
untuk perhitungan semi grafis tanda minus tidak diperhatikan, dengan demikian : dφ =
L
atau
M x EI z
dx
Kalau seluruh dφ dijumlah dari A sampai B, maka hasil penjumlahan akan sama dengan sudut yang dibentuk oleh garis
singgung melalui A dan melalui B. B
M x
A
z
ϕ AB =
∫ EI
dx
Formulasi ini menyatakan bahwa sudut yang dibentuk oleh garis singgung memalui A dan B sama dengan luas bidang momen dari A sampai B dibagi EIz. Dengan mengacu pada asumsi bahwa lendutan sangat kecil, besar df = x d φ atau : df = −
M x EI z
x dx
Kalau seluruh df yang dihasilkan oleh garis singgung dari A sampai B dijumlah akan sama dengan f B, yaitu panjang bagian garis vertical melalui B yang terpotong oleh garis singgung melalui A dan melalui B : f B =
B
M x
A
z
∫ EI xdx
Formulasi ini menyatakan bahwa f B sama dengan statis momen luasan bidang momen antara A dan B terhadap B dibagi EIz.
Contoh 1 : Balok dengan 2 buah beban terpusat dengan posisi simetris gambar (18). Reaksi di A dan B sama dengan P. Momen di bawah beban sama dengan Pa. Bidang momen berupa trapesium. 28
Menghitung rotasi penampang atau rotasi garis singgung di A dan B : 1 1 PaL {2 ( L − 2a + L) Pa 12 L} ( L − a) f A = f A = 2 EIz EIz ϕ B =
f A
ϕ B =
L
Pa
2 EIz
P
idem
ϕ A =
ymax
B
φA
f B
a
L – 2 a L
Y
Pa
+
2 EIz
( L − a )
Bid. M
Pa
Lendutan
X
φB
a
Pa
Menghitung maksimum :
P
A f A
( L − a)
Dikaji bagian A – C. Berhubung simetris titik tengah bentang C mempunyai lendutan yang maksimum. ymaks = f A
(a)
f A
sama dengan statis momen luasan bidang momen antara A – C terhadap A dibagi EIz
ymax C
A
(b)
y maks =
Gambar 18 : Balok dengan 2 beban terpusat (a) Bidang momen (b) Sketsa lendutan di tengah bentang
1 2
1 EIz
{ 12 Pa 2 23 a +
Pa( L − 2a)( a +
y maks =
Pa ⎛ L2
⎜
EIz ⎜⎝ 8
L − 2a
−
4
)}
a 2 ⎞
⎟
6 ⎠⎟
Luasan dan posisi titik berat bentuk-bentuk Bidang Momen : 1. Segi tiga a
b
h
Luas = 12 Lh
*C
1 3
( L + a)
1 3
( L + b)
29
2. Parabola 1 L
h
*C
5 8
q
Luas = 23 Lh
3 8
L
L
Luasan yang dinyatakan merupakan setengan bidang momen balok dengan beban merata. 3. Parabola 2 L
Luas = 1/3 Lh
q
*C h
¼L
¾L
Luasan yang dinyatakan merupakan bidang momen kantilever terjepit dengan beban merata. 4. Hiperbola L
Luas = 1/4 Lh q
*C h
1/5 L
4/5 L
Luasan yang dinyatakan merupakan bidang momen kantilever terjepit dengan beban merata.segitiga. Contoh 2 : Balok tertumpu sederhana sendi dan rol dengan beban merata segitiga seperti gambar (19). Dengan menggunakan 3 persamaan keseimbangan diperoleh reaksi perletakan : RA = 1/6 qL RB = 1/3 qL. 30
L
Dengan menggunakan dingan seharga didapat :
q φA
qx = x/L q Mx = 1/6 qL x – 1/6 qx 3/L
ΦB
ymaks
f B f A
Untuk mempermudah penyele saian, bidang momen dipisah menjadi 2 bentuk segitiga untuk R A dan hiperbola untuk akibat q.
(a)
x
M1
+
1/6 q L
f B = (1/6 qL2 L/2 1/3L – 1/6 qL 2 L/4 1/5L)/EIz
(b)
f B =
2
2
M2
_
perban
1/6 q L (c)
Gambar 19 : Balok dengan beban merata segitiga (a) Sketsa lendutan
7 qL4 360 EIz
dengan demikian φA =
7qL3
360 EIz fA = (1/6 qL L/2 2/3L – 1/6 qL 2 L/4 4/5L)/EIz 2
f A =
8qL4 360 EIz
φB =
8qL3 360 EIz
(b) Bidang momen akibat RA (c) Bidang momen akibat q
Posisi lendutan maksimum ymaks berada dititik C yang ber garis singgung sejajar sumbu X. Misal posisi titik tersebut berjarak x dari titik A. Tentukan M1 dan M2 dalam x : M1 = 1/6 qL x M2 = – 1/6 qx 3/L Untuk seksi A – C : Sudut yang dibentuk garis singgung mealalui A dan C = φA. Persamaan ini adalah : 1/6 qL x ½ x – 1/6 qx 3 /L ¼ x = 7/360 q L3 x4 – 2 L2 x2 + 7/15 L4 = 0 x2 = L2 – L2 1 −
7 15
ymaks = f A
atau
x = 0.5193 L ymaks =
1 ⎧1 2 2 ⎨12 qL(0.5193 L) 3 L − EIz ⎩
1 24
q (0.5193 L) 5
4 5
1⎫
⎬
L ⎭
4
ymaks = 0.00652
qL
EIz 31
3. Teorema Castigliano 3.1. Energi Regangan dalam Tarikan Awal
Antara
Akhir
L
x dx
δ
Btang ditarik secara statis artinya beban berkembang secara bertahap tanpa hentakan. Kondisi awal batang mempunyai panjang L dan luas penampang A dengan gaya tarik 0. Kondisi akhir panjang batang berubah menjadi (L + δ) dengan gaya tarik P. Diamati kondisi antara : Panjang batang (L+x) dengan beban Px.
Beban ditambar sebesar dPx dan batang bertambah panjang sebesar dx. Dengan P dPx adanya pertambahan panjang dx beban bergerak dan melakukan usaha sebesar Gambar 20 : Batang ditarik secara statis (Px+dPx)dx. dPx dan dx sangat kecilmendekati 0, maka dPxdx diabaikan. Sehingga usaha saat penambahan beban dPx adalah Pxdx. Atau : Px
dW = Pxdx.
(4)
Material bersifat elastis linier, dengan mengacu rumus Robert Hooke : σx = E εx
padahal σx = Px/A dan εx = x/L, sehingga
Px = EAx/L
(5)
Persamaan (5) masuk ke (4) diperoleh : dW = EAx/L dx
(6)
Kalau seluruh dU dari awal hingga akhir dijumlah, akan diperoleh total usaha : δ
W =
EA xdx L 0
∫
atau
W =
EA
2 L
δ 2
Menurut Hukum Kekekalan Energi, usaha yang dilakukan beban akan berubah menjadi Energi Regangan dalam benda. Energi regangan batang dinyatakan dengan U, sehingg : U =
EA
2 L
δ 2
(7)
Formulasi energi regangan dapat dinyatakan dalam bentuk lain :
32
U =
Pδ
2
P 2 L
U =
dan
(8)
2 EA
Energi regangan persatuan volume ω : ω =
E ε 2
2
ω =
σε
dan
2
ω =
σ 2
(8)
2 E
3.2. Batang tertarik secara mendadak Suatu beban berat W dijatuhkan setinggi h seperti gambar (21). Setelah menekan platform, platform masih tersu turun hingga mencapai δ. Beban mealakukan usaha sebesar : W(h+ δ). Pada batang yang bertambah panjang δ tersimpan energi regangan
U =
EA
δ 2 .
Menurut hukum kekekalan 2 L energi usaha yang dilakukan beban sama dengan energi yang tersimpan, sehingga diperoleh persamaan : EA
L
2 L W
δ 2 = W (h+ δ) atau
2 δ -
2WL EA
δ -
2WL EA
h =0
h
Misal
δ
WL EA
dinyatakan sebagai δSt maka persamaan
menjadi Gambar 21 : Batang dengan beban impact
δ2 - 2 δSt δ - 2 δSt h = 0 δ = δSt +
δ St + 2δ St h 2
diperoleh (9)
δSt adalah perubahan panjang kalau seandainya W bekerja secara statis.
Contoh : Memasukkan paku ke kayu dengan menggunakan Palu. Paku diameter 4 mm panjang 5 cm dipukul dengan palu berat 0.30 Kg dengan tinngi jatuh 30 cm. Berapa tegangan kerja paku?. Jawab : W = 0.30 Kg
A = ¼ π (0.4)2 = 0.12566 cm2.
L = 5 cm
E = 2.1 106 Kg/cm2. h = 30 cm δSt =
WL EA
-6 δSt = 5.684 10 cm
33
δ St + 2δ St h 2
δ = δSt +
δ = 0.01847 cm
Ini merupakan tegangan yang terjadi akibat σ = E δ/L σ = 7758.83 Kg/cm2. beban impact palu. Bandingkan dengan tegangan yang terjadi kalau palu dibebankan di pakau secara statis : σSt =
0 .3
= 2.39 Kg/cm2.
0.12566
Tegangan hancur kayu sekitar 4 kali tegangan ijin. Misal tegangan ijin kayu 150 Kg/cm2 maka tegangan hancur = 600 Kg/cm2. Kayu tidak kuat menahan tegangan ujung paku sebesar 7758.83 Kg/cm2. Maka kayu akan hancur dan paku akan masuk kedalam kayu. 3.3. Energi Regangan dalam Geseran Benda seperti gambar (22) memikul gaya geser P secara statis. Pada kondisi beban akhir benda berubah bentuk dengan kedua penampang bergeser relatip sebesar δ. Analog penjabaran seperti pada pembebanan tarik statis, energi regangan pada benda : δ
U=
P
Pδ
(10)
2
Tinjau rumusan Robert Hooke untuk geser :
γ
L
τ = G γ padahal
γ=
P
sehingga
Gambar 22 : Benda dibebani geser
P=
secara statis
GA L
δ L
dan τ =
P A
δ
(11)
Persamaan (11) dimasukan ke persamaan (10) didapat energi regangan : U =
GA
ω =
τγ
δ 2
dan
U =
L
P
2
2 L 2GA Kalau dibagi dengan volume AL akan diperoleh energi persatuan volume : ω =
2
Gγ 2
2
φ
M
dan
ω =
τ 2 2G
(12)
(13)
3.4 Energi Regangan Lentur L
Gambar 23 : Kantilever dengan beban
Berdasar metoda luasan bidang momen, diperoleh :
Momen
34
ML
ϕ =
EIz
Berdasar analogi pembebanan statis tarik, pada pembebanan statis momen diperoleh energi regangan : U =
M ϕ
2
, U =
M 2 L
2 EIz
dan U =
EIzϕ 2
(14)
2 L
Dikaji balok melendut seprti gambar (24). dφ
dφ = dy’
x dx
padahal
dφ = y” dx
atau
dy’ = y” dx, sehingga : dφ =
Gambar 24 : Balok Melendut
Elemen
dx
yang
Mx EIz
dx
semula
lurus
menjadi
melengkung dengan sudut lengkung kedua garis singgung ujung elemen = d φ. Berdasar humus (13), energi remangan dalam eleven sepanjang dx adalah :
Mx2
dU =
2 EIz
dx
Kalau energi regangan lentur seluruh elemen dijumlah, didapat : L
U =
Mx
L
2
∫ 2 EIz dx
∫
U =
atau
x =0
x =0
EIz ⎛ d 2 y ⎞
2
⎜ ⎟ dx 2 ⎜⎝ dx 2 ⎠⎟
(15)
Contoh : Lendutan oleh Momen Lentur dan Gaya Geser
P δ
L P
(a) (b) (c)
PL Gambar 25 : Kantilever dengan beban terpusat (a) Sketsa balok melendut (b) Bidang Gaya Lintang (c) Bidang Momen
Balok kantilever berpenampang empat persegi panjang lebar b, tinggi h dengan beban statis P diujung seperti pada gambar (25). Dengan menggunakan metoda luasan bidang momen, lendutan ujung kantilever dapat dihitung. δ =
PL3
3 EIz
(16)
Persamaan (16) merupakan lendutan hanya oleh momen lentur.
Untuk mendapatkan lendutan oleh gaya geser, dikaji elemen kecil panjang dx tinggi dy dan lebar b. Energi yang tersimpan dalam elemen tersebut adalah dU : 35
τ 2
dU =
2G
Distribusi tegangan geser pada lapis y : τ =
b dx dy
Sehingga dU =
P
2 2
(
h
2
P
2 Iz
(
h2
4
− y 2 )
− y 2 ) 2 bdxdy . Persamaan ini menyatakan energi geser
4 8GIz yang tersimpan dalam elemen. Total energi regangan geser dalam balok adalah : U G =
P2
∫∫ 8GIz
2
(
h2
4
− y 2 ) 2 bdxdy
U G =
didapat
P 2 Lh 2
20GIz
Kalau energi regangan momen lentur dan energi regangan geser dijumlah diadapat Total energi regangan U : U =
P 2 L3
6 EIz
+
P 2 Lh 2
Untuk pembebanan statis U =
20GIz
Pδ
2
Dengan demikian diperoleh persamaan : Pδ
2
=
P 2 L3
6 EIz
+
P 2 Lh 2
20GIz
3 h 2 E ⎞ PL3 ⎛ ⎜ ⎟ 1+ δ= 3 EIz ⎜⎝ 10 L2 G ⎠⎟
atau
Untuk
PL3
δ= 1 20
3 EIz
≤
h L
≤
+
PLh 2
atau
10GIz
1 10
dan μ = 0.25 diperoleh :
3 1 PL3 ⎛ PL3 ⎞ 2.5 ⎟ = (1 + 0.0075 ) δ= ⎜1 + 3 EIz ⎝ 10 100 ⎠ 3 EIz
Karena lendutan akibat geser sangat kecil dibanding akibat momen lentur, untuk perhitungan lendutan yang diperhitungkan hanya pengaruh momen lentur. 3.5. Beban Impact pada balok L/2
P
Analogi pemecahan pembebanan impact gambar (26) seperti pemecahan beban impact pada batang tarik.
L/2
δ
(a)
δ St =
W h δ
L Gambar 26 : Balok dibebani P (a) Pembebanan statis P (b) Pembebanan Impact W
WL3
48 EIz
(b)
δSt hádala lendutan dibawah beban seandai nya beban bekerja secara status.
Persamaan energi adalah : W(h+δ) =
24 EIz L3
δ 2
atau
36
WL3
δ − 2
24 EIz
δ −
WL3
24 EIz
h=0
atau
δ 2 − 2δ St − 2δ St h = 0
Merupakan persamaan kuadrat dalam δ dan mempunyai akar : δ = δ St + δ St + 2δ St h 2
sama seperti persamaan (9).
Contoh : Pembebanan impact dengan h = 0. Dengan menggunakan persamaan (9) didapat δ = 2 δSt. Difleksi sebesar ini 48 EIz sepadan dengan pembebanan statis akibat P = 2δ St atau P = 2 W. 3 L
P3 P2
3.6 . Persamaan Umum Energi Regangan P4
δ3 δ4
δ2
Pn
δn
δ1
P1
Gambar 27 : Benda memikul beban
L/2
U = ½ P1 δ1 + ½ P2 δ2 +…. + ½ Pn δn (17) U merupakan fungsi P1, P2 , …. , Pn.
L/2 P
M φ
δ
P δ1
(a) (b)
φ1
L M
Benda memikul beban sebarang dalam kondisi seimbang seperti gambar (27). Benda mengalami deformasi dan titik-titik dimana Pi bekerja mengalami perpin dahan. Besarnya energi regangan tidak terpengaruh oleh proses pembebanan tetapi hanya tergantung pada kondisi akhir pembebanan. Besar energi regangan :
δ2
(c)
φ2
L Gambar 28 : Balok dibebani P & M (a) Pembebanan statis Bersama‐sama (b) Pembebanan Statis P (c) Pembebanan Statis M
Untuk membuktikan energi regangan hanya tergantung pada kondisi akhir pembebanan, dikaji contoh seperti gambar (28) berikut : Balok dengan beban P ditengah bentang dan M di atas perletakan. Kalau dikaji secara terpisah hanya akibat P seperti (b) : δ 1 =
PL3
PL2
ϕ 1 = 48 EIz 16 EIz dan akibat M seperti (c) : δ 2 =
2
ML
16 EIz
ϕ 2 =
ML
3 EIz
37
Kalau P dan M bekerja bersama secara statis seperti (a), energi regangan : PL3
U=½P( U=
48 EIz
P 2 L3
+
96 EIz
ML2
+
16 EIz
PML2
16 EIz
+
)+½M(
PL2
16 EIz
+
ML
3 EIz
)
M 2 L
(18)
6 EIz
Dicoba M bekerja lebih dulu baru P bekerja kemudian : Saat M bekerja U1 = ½ M Saat P bekerja U2 = M
ML
=
3 EIz
PL2
16 EIz
M 2 L
6 EIz
+1/2 P
PL3
48 EIz
=
2
Sehingga total energi regangan : U =
M L
6 EIz
PML2
16 EIz
+
2
+
PML
16 EIz
P 2 L3
96 EIz 2
+
3
P L
96 EIz
sama seperti (18).
3.7. Teorema Castigliano Akibat penambahan beban sebesar dP n energi remangan akan bertambah :
P3 P2
P4
δ3
U+
δ4 δ2
dδn δn
δ1
P1
Gambar 29 : Benda mendapat
Pn dPn
∂U dPn ∂Pn
(19)
Pembebanan dibalik dP n bekerja lebih dulu baru P1, P2 , …. , Pn bekerja kemudian. Energi regangan saat dPn bekerja : ½ dPn dδn. karena sangat kecil diabaikan. Energi regangan saat P 1, P2 , …. , Pn bekerja : ½ P 1 δ1 + ½ P2 δ2 +…. + ½ Pn δn + dPn δn = U + dPn δn (20)
Energi regangan tidak tergantung pada proses, dengan demikian persamaan (19) sama dengan persamaan (20) dan diperoleh : δ n =
∂U ∂Pn
(21)
Rumusan ini menyatakan bahwa perpindahan suatu titik sama dengan turunan parsial energi regangan ke gaya dititik itu bekerja. x Rumusan tersebut ditemukan oleh seorang Italian dari Torino yang bernama Castigliano (1875). P φ
δ
M
L
Gambar 30 : Kantilever dengan beban
Contoh : Balok kantilever dengan beban terpusat dan momen diujung. Diminta menentukan δ dan φ diujung kantilever.
terpusat dan momen 38
Mx = - M – P x Menggunakan persamaan (14), energi regangan : L
U =
Mx 2
∫ 2 EIz dx 0
L ∂U L Mx ∂ Mx (− M − Px) δ = = ∫ (− x ) dx dx = ∫ ∂P 0 EIz ∂P EIz 0
δ =
PL3
3 EIz
+
ML2
2 EIz
L ∂U L Mx ∂ Mx (− M − Px ) ϕ = = ∫ dx = ∫ (−1) dx ∂ϕ 0 EIz ∂ϕ EIz 0
ϕ =
PL2
2 EIz
+
ML EIz
3.8. Teorema Betti (1872)
P3 P2
δ3 δ2
δ4
δ3’ δ2’
P4 δ4’
δ1’
δ1
P1
Gambar 29 : Benda mendapat memikul 2 ragam
Benda saat memikul beban P 1 dan P2 mengalami deformasi. Pada titik-titik terjadi perpindahan δ1, δ2, δ3, δ4. Pada saat memikul P3 dan P4, pada titik-titik terjadi perpindahan δ1’, δ2’, δ3’, δ4’. Kalau P1, P2 bekerja lebih dulu baru P3, P 4 bekerja kemudian, energi regang an :
U1 = ½ P1 δ1 + ½ P2 δ2 U2 = P1 δ1’ + P2 δ2’ + ½ P3 δ3’ + ½ P4 δ4’ Total energi regangan U = U1 + U2 U = ½ P1 δ1 + ½ P2 δ2 + P1 δ1’ + P2 δ2’ + ½ P3 δ3’ + ½ P4 δ4’
(22)
Kalau dibalik, P3, P4 bekerja lebih dulu baru P 1, P2 bekerja kemudian, energi regangan : U1 = ½ P3 δ3’ + ½ P4 δ4’ U2 = P3 δ3 + P4 δ4 + ½ P1 δ1 + ½ P2 δ2 Total energi regangan U = U1 + U2
39
U = ½ P3 δ3’ + ½ P4 δ4’ + P3 δ3 + P4 δ4 + ½ P1 δ1 + ½ P2 δ2
(23)
Karena kondisi akhir sama, persamaan (22) sama dengan persamaan (23), didapat : P1 δ1’ + P2 δ2’ = P3 δ3 + P4 δ4
(24)
Rumusan (23) dikenal sebagai teorema timbal balik ( Reciprocal Theorem ) dari Betti.
3.9. Teorema Maxwell P2 δ2
Langkah sama seperti pada pembahas an teorema Betti, diperoleh rumusan :
δ2’
P1 δ1’ = P2 δ2 δ1’
δ1
Untuk P1 = P2 diperoleh :
P1
δ1’ = δ2
(25)
Gambar 30 : Benda mendapat memikul
Contoh : L/2
L/2 P δ1
(a)
Dari perhitungan dengan menggunakan metoda luasan bidang momen atau analitis, akibat beban terpusat seperti gambar (31 a), didapat :
φ1 3
L M
δ 1 =
δ2
(b)
φ2
L Gambar 31 : Balok dibebani P & M (a) Pembebanan Statis P
2
PL
48 EIz
ϕ 1 =
PL
16 EIz
Dan akibat beban momen seperti gambar (31 b) didapat : ϕ 2 =
ML
3 EIz
(b) Pembebanan Statis M
Dengan
menggunakan
teorema
Maxwell
diperoleh persamaan : P δ2 = M φ1 atau δ2 = M
PL2
16 EIz
/P =
ML2
16 EIz
40
3.2.3. Penutup 3.2.3.1 Tes formatif Tentukan perpindahan vertikal titik D balok pada gambar (31). L
L/4 P
C EI
D
Gambar 31 : Balok dengan overstek
3.2.3.2 Umpan balik Teorema Castigliano merupakan cara menghitung lendutan yang paling mudah dibanding kedua cara yang lain. 3.2.3.3 Tindak lanjut Mahasiswa harus mau melakukan latihan menghitung lendutan balok berikut :
• Hitung perpindahan vertikal titik tengah bentang C balok gambar (31) • Hitung Rotasi titik-titk diatas perletakan dan ujung overstek balok gambar (31) 3.2.3.4 Rangkuman Perhitungan lendutan yang dihitung dengan menggunakan cara analitis, metoda luasan bidang momen dan teorema Castigliano akan memberikan hasil yang sama. Untuk struktur yang relatip rumit teorema castigliano paling mudah untuk diaplikasikan. 3.2.3.5 Kunci jawaban tes formatif RA = ¼ P arah kebawah Untuk sona 0 < x < L :
Mx = - ¼ P x 2
⎛ 1 Px ⎞ ⎟⎟ dx U1 = ∫ ⎜⎜ 4 2 EI ⎠ 0 ⎝ L
Untuk sona L < x < 5/4 L : Mx = - ¼ P x + 5/4 P (x-L)
41