Civil Society: Bermimpi Lagi, Membangun Kembali
Negara Demokrasi
Mengenal bangsa Indonesia, berbagai pandangan mengenai negara ini terkdang mengena di benak kita. Negeri yang kaya sumber daya, budaya yang beragam, negara agraris, dan sebagaianya. Sebutan positif negara ini, dinegasiakan ketika menghadapi realita yang ada. Hal ini dipertegas, melalui makin ruwetnya berbagai kasus nasional atau ideologi yang terancam. Ruwetnya kasus nasional dapat dilihat kini pada kasus yang diangkat media kini. Ideologi bangsa Indonesia, Pancasila dihadapkan pada permasalahan globalisasi dan arus informasi. Sehingga mengakibatkan kehilangan kekuatan untuk mengarahkan potensi masyarakat dalam demokrasi. Padahal demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan rakyat hak untuk ikut serta dalam pemerintahan. Jika rakyat tidak mampu diarahkan bagaimana cara rakyat ikut serta dalam kegiatan demokrasi?
Demokrasi dapat diartikan sebagai sistem bernegara yang membuka ruang seluas – luasnya adanya perbedaan aspirasi, faham, atau ideologi. Dimana fungsi konstitusi demokraik menterjemahkan dalam sistem, bagaimaa, dan dengan apa pertarungan untuk menmenangkan aspirasi yang disampaikan agar tetap beradacdalam wialyah demokrasi. Konstitusi yang baik apabila mampu bertahan dalam waktu lama dimana perubahan atau penambahan tidak bersifat kerangka dasar konstitusi.
Dalam negara demokrasi penilaan baik atau buruknya harus dan oleh rakyat. Penilaian ini didasarka konstitusi yang baik apabila merupakan produk pemikiran berwawasan kenegarawanan. Konstitusi ini, selain mencakup dasar dan prinsip bernegara juga berisi cita – cita luhur yang dicapai bangsa. Selama masyarakat masih terjadi pertetangan pendapat atas konstitusi yang berlaku, menyiratkan makna belum terpenuhi konstitusi demokratik.
Maka ada faktor keberhasilan demokrasi yang menjadi tonggak atau alat ukur pencapaian demokrasi. Kekuatan demokrasi diantaranya: a.) Bottom up dan transparan, dimana demokrasi menempatkan rakyat sebagai subyek konsekuensi pata tatacara proses pengambilan kebiajakan negara (Undang - Undang) dan proses pengambilan keputusan (decision making process). Dimana ada keterikatan emosional antara rakyat (konstituen) dengan pejabat publik. Fakta empirik pada sejumlah negara demokrasi dengan sistem yang mapan membuktikan hal tersebut, b.) Akuntabilitas publik, dalam negara demokrasi sangat diutaamakan kesadaran akan arti anggaran negara yang berasal dari rakyat, berupa pajak. Maka setiap penggunaan dana harus dapat dipertanggungjawabkan pada rayat, c.) Kepemimpinan yang teruji, melaui peran rakyat sangat diperlukan pemimpin yang mampu menjadi faktor kunci dalam proses pemilihan, d.) Budaya kritik, diman demokrasi membuka seluas – luasnya rakyat untuk meyatakan pendapat. Kritik adalah cara terbaik meperolehkriteria tersebut. Maka budaya demokrasi tidak sekedar difahami sebagai budaya kebabasan, e.) Budaya bersaing, mengenai hal ini terjadi pro – kontra karena terletak siapa yang paling berhak memegang kekuasan. Masing – masing akan tetap bersikukuh pada keyakinannya yang dianut. Dalam faktor pemimpin, semua berhak dalam ikut serta tetapi yang perlu digaris bawahi bagaimana sikap kita terhadap kekalahan maupun kemenangan, untuk bersama membangun bangsa.
Sementara faktor yang menjadi kegagalan demokrasi atau ketidakberhasilan negara melalui sistem demokrasi sering dipersepsikan sebagai kegagalan demokrasi. Penganut faham ini meyakini demokrasi tidak bisa dihunakan disembaran tempat atau waktu. Demokrasi memerlukan standar pendidikan dan standar kesejahteraan pada level tertentu dahulu sebelum diimplementasikan. M. Henningsen dalam Demoracy, menyatakan civil society secara institusional bisa diartikan sebgai pengelompokan dari aggota – anggota masyarakat mandiri yang bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai kemesyarakatan pada umumnya.
Selain itu, negara demokrasi yang tidak berhasil menciptakan kesejahteraan rakyat bukan karena kegagalan sistem, melainakn kelelmahan dalam memahami demokrasi yang berdampak pada implementasi sistem demokrasi yang lemah pula. Contoh, kurang difahami makna kontrak sosial sebagi lamgkah implemetasi sistem. Dalam pemilu, partai atau calon presiden umumnya tidak diisyaratkan untuk menawarkan atau menjelaskan visi dan prohram pemerintahannya secara jelas dan mudah dimengerti konstituen.
Peran Civil Society
Istilah civil society menjadi salah satu alat utama pembangunan negeri. Social society terlepas dari istilah subversif yang ada pada relativisme kultural hegemonik Orde Baru. Tetapi istialh ini diperdebatkan kembali karena tidak sesuai dengan konteks bahasa. Maka kemudian Istilah social society kemudian dapat diterjemahkan melalui istilah masyarakat madani. Masyarakat Madani meruapakan kelembagaaan sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan berlebihan, sehingga mampu merumusakn dan menyuaarakan kepriatiann aspirasi masyarakat. Bahkan studi besar berjudul Emerging Civil Society in Asia Pasific Community, memasukkan kedalam kumpulan non-pemerintah yaitu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), LBH (Lembaga Bantuan Hukum), dan sebagainya.
Terkait sejarah pendefinsian civil society dapat dikaitkan memalui zaman modern, dengan makin meningkatnya pendidikan dan tingkat pendapatan. Teruatama ketika terjadi ketidakpuasan mulai timbul gejala baru dalam demokrasi: partisispasi. Gejala inilah yang dilihat oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859) pengamat sosial Perancis dalam kunjungannya ke Amerika, yakni timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela. Selain menyelenggarakan kepentingan mereka sendiri dengan melakukan kegaiatan inovatif, juga bertindak sebagai kekuatan negara. Ada tiga macam peranan yang dijalankan oleh perkumpulan dan perhimpunan negara tersebut:
Menyaring dan menyiarkan pendapat atau rumusan kepentingan yang jika tidak dilakukan pasti tidak akan didengar oleh pemrintah atau kalangan masyarakat umumnya;
Menggairahkan dan menggerakkan upaya – upaya swadaya masyarakat daripada menggatungkan kepada prakarsa negara;
Menciptakan forum pendidikan kewarganegaraan, menarik masyarakat untuk membentuk usaha bersama (cooperative ventures), dan dengan demikian mecairkan sikap menyendiri serta membangkitkan tanggung jawab sosial yang lebih luas.
Sehingga dapat diperoleh definisi tentang civil society itu sendiri, sebenarnya beragam. Tetapi ada dua definisi yang dapat mewakili. Pertama, civil society merupakan suatu masyarakat politik. Ini membedakan diri dan masyarakat ekonomi. Seperti halnya masyarakat ekonomi yang memiliki lembaga seperti, perusahaan, sisstem pasar, Maka masyarakat politik memiliki lembaga, tatanan hukum, tatanan sipil dan budaya kota. Kedua, yang disebut civil society tidak mencakup negara bahkan masyarakat sipil membedakan dirinya dari negara.
Serikat Buruh dan Sistem Kerja Kontrak/ Outsourcing
Buruh Kontrak dan Outsourcing menjadi permasalahan bagi Serikat Buruh di negara maju di awal 1980an, ketika perusahaan – perusahaan menuntut kelenturan dan menjadi maslah di negara – negara bekembang. Perusahaan pada saat ini berkonsentrasi pada bidang produksi. Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam jumlah besar, akuisis, dan merger untuk bersaing dalam pasar global. Sehingga konsentrasi ini mengakibatkan mereka untuk mepekerjakan karyawan sesedikit mugkin. Kemudian diimplikasikan pada opsi termurah yang berarti upaya menghindarkan tanggung jawab pemberi kerja. Selain itu buruh uga terancam tanpa jaminan kerja, tanpa kepastian kerja. Tentu hal ini dimaksudkan memberikan kontrak mati dan aktif memberikan keleluasaan pengusaha untuk memberikan keluwesan finansial.Dan inilah yang dinamakan Korja Kontrak.
Globalisasi spertinga mengakibatakan fenomena ini. Perusahaan ditunut untuk menghasilkan sesuatu lebih cepat. Kalah sekian seperdetik saja, maka perusahaan akan kehingan daya kompettif-nya. Dari berbagai faktor produksi, buruh-lah yang dirasa paling mungkin dimanipulasi. Tentu mereka tidak begitu saja mengurangi biaya distribusi misalnya. Mereka mampu menghentika buruhnya, atau menggunakam status kerja kontrak. Yang menghapus keawajiban pengusaha memberikan pesangon, yang hanya untuk buruh tetap.
Sehingga menghasilkan Perjanjian Kerja Waktu Ditentukan (PWKT) telah menghasilkan: ketidaklanggengan atau ketidakpastian hubungan kerja, terjadi kebijakan upah rendah, dan tidak mendaat atau dijaminkan pada program jaminan sosial. Ironis memang, karena penyerahan pekerjaan juga demikian. Dalam memerikan perlindungan bagi pekerja yang status hubungann kerjanya mendapat kendala: pekerja sukar membentuk Serikat Kerja, sukar merundingkan Perjanjian Kerja Bersama, dan pekerja pada perusahaan iduk statusnya sewaktu – waktu berubah dan terikat pada perjanjian kerja waktu tertentu, ayau dialihkan pada perusahaan lain penerima pekerjaan dari perusahaan induk. Menghadapi hal tersebut Seriakt Buruh sanagt berperan, dimana lemahnya posisi pekerja yang terikat Perjanjian Kerja Waktu Ditentukan (PWKT). Akan sangat berpengaruh terhadap gerakan Serikat Pekerja dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja. Ikut serta mereka diperlukan disini.