1
BAB I PENDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu meningkat. Keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari perkembangan teknologi modern. Perkembangan lalulintas itu sendiri dapat memberi pengaruh, baik yang bersifat negative maupun yang bersifat positif bagi kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui sejumlah kendaraan yang beredar dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini nampak juga membawa pengaruh terhadap keamanan lalu lintas yang semakin sering terjadi, pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor tidak sekedar oleh pengemudi kendaraan yang buruk, pejalan kaki yang kurang hati-hati, kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan cacat pengemudi, rancangan jalan, dan kurang mematuhinya rambu-rambu lalu lintas” ( Suwardjoko : 2005 :135) Lalu lintas dan pemakai jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga
penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur. Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek pengaturan,
2
pengendalian, dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas jalan. Dalam rangka pembinaan lalu lintas jalan, sebagaimana tersebut di atas, diperlukan penetapan suatu aturan umum yang bersifat seragam dan berlaku secara nasional serta dengan mengingat ketentuan lalu lintas yang berlaku secara internasional. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka kecelakaan lalu lintas yang selalu meningkat. Dewasa ini, perkembangan lalu lintas yang semakin meningkat sangat pesat, keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari perkembangan teknologi modern. Perkembangan lalu lintas itu sendiri dapat memberi pengaruh baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif. Faktor penyebab timbulnya permasalahan dalam lalu lintas adalah manusia sebagai pemakai jalan, jumlah kendaraan, keadaan kendaraan, dan juga kondisi rambu-rambu lalu lintas, merupakan faktor penyebab timbulnya kecelakaan dan pelanggaran berlalu lintas (Ramdlon naming : 1983 : 23) Permasalahan-permasalahan yang muncul tidak hanya menyangkut satu segi saja, tapi membawa pengaruh pada segi sosial, ekonomi seperti pendapat Ramdlon Naning yang menyatakan ada dua pengaruh yang sosial dalam masyarakat, yaitu : 1. Satu pihak a. Terdapat penambahan penduduk.
3
b. Kenaikan taraf hidup rakyat, bahwa dalam hal ini kemungkinan rakyat untuk memiliki kendaraan motor pribadi atau pertambahan kebutuhan sarana Lalu Lintas, akan membawa akibat mobilitas peningkatan manusia hingga menimbulkan peningkatan frekuensi dan volume Lalu Lintas di Jalan Raya. 2. Dipihak Lain Masih ada keterbatasan sarana dan prasarana serta peralatan Lalu Lintas yang ada, dibanding dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Dalam penulisan skripsi ini, ruang lingkup pembahasan yang mengenai pelanggaran terhadap fungsi Marka Jalan diadakan pembatasan. Pembahasan mengenai materi hukumnya difokuskan pada pasal 19, peraturan pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan Lalu Lintas jalan. Dalam pasal 19 ayat (1) diatur Marka Jalan berfungsi untuk mengatur Lalu Lintas Jalan atau memperingatkan serta menuntun pemakai Jalan dalam berlalu lintas di jalan. Pasal 19 ayat 1, peraturan pemerintah No 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalulintas, jalan Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis pembujur, garis melintang, garis serong, serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas dijalan. Pada hakikatnya kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dapat dikatakan bahwa kesalahan terletak pada pemakai jalan yang
4
mana tidak mentaati dan mematuhi fungsi dari Marka Jalan. Latar belakang terjadinya pelanggaran terhadap Marka Jalan adalah adanya tingkat pendidikan yang heterogen atau tingkat pendidikan yang masih rendah, meskipun tidak dapat dipakai tolak ukur. Dengan tingkat pendidikan maka manusia cukup lemah dan tidak dapat menghayati makna dari peraturan lalu lintas serta norma-norma yang berlaku didalam masyarakat tertentu. Pendidikan yang dimaksud di atas, berupa pendidikan formal dan pendidikan non normal. Apabila pendidikan formal yang memiliki oleh seseorang itu rendah maka untuk memahami pendidikan non formal juga rendah. Latar belakang lain yang mengakibatkan pelanggaran lalu lintas adalah masih adanya sikap masa bodoh atau acuh terhadap Undang-Undang mengenai Marka Jalan. Berdasarkan uraian yang telah di atas, maka saya selaku penulis tertarik untuk menyusun proposal skripsi sebagai penulisan tugas akhir ini dengan judul ”PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENINDAK
PELANGGARAN
MARKA
JALAN
LALU
LINTAS
DI
WILAYAH POLRES KOLAKA” 1.2. Rumusan Masalah Untuk menghindari atau mencegah timbulnya suatu pelanggaran atau kecelakaan lalu lintas, maka dari uraian latar belakang di atas, peneliti ingin merumuskan suatu permasalahan antara lain sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah Peran
kepolisian dalam menindak
Marka Jalan lalu lintas di jalan raya?
pelanggaran
5
2.
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran
Marka Jalan lalu lintas ? 3.1. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penulisan penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan penelitian sebagai berikut: Tujuan Penelitian: a) Ingin mengetahui peran
kepolisian dalam melakukan penindakan
pelanggaran lalu lintas khususnya penyalahgunaan fungsi Marka Jalan. b) Ingin mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pengemudi atau pemakai
jalan
melakukan
pelanggaran
lalu
lintas
khususnya
penyalahgunaan fungsi dari Marka Jalan. Kegunaan Penelitian: 1. Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai tambahan pemikiran atau referensi bagi ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya yang berkaitan dengan ketertiban lalu lintas di jalan raya. 2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan arahan bagi praktisi hukum di dalam membuat kebijakan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas khususnya pelanggaran terhadap marka jalan yang terjadi di wilayah Polres Kolaka 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pemahaman masyarakat pada umumnya dan bagi si pemakai jalan pada khususnya
6
tentang arti dan fungsi dari marka jalan agar ketertiban lalu lintas di jalan raya bisa terkendali.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Lalu Lintas dan Pelanggaran Lalu Lintas Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas ditata dalam sistem transportasi Nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, teratur, lancar, dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Lalu lintas yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tcrsendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh Wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan modal transportasi lain Pengembangan lalu lintas yang ditata dalam kcsatuan sistem dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendominasikan unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi jalan kendaraan beserta pengemudinya, peraturan-peraturan dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh dan berdayaguna dan bcrhasil. Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanan kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat, dan daerah serta unsur instansi sektor, dan antar unsur terkait serta terciptanya
8
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam penyelesaian lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu. Untuk memahami pengertian lalu Lintas tersebut , penulis kemukakan beberapa pengertian lalu lintas baik menurut Undang-undang No .22 Tahun 2009 , maupun pendapat pakar hukum. Menurut pasal 1 angka 2 UndangUndang No.14 Tahun 1992 yang berbunyi ” gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”. Sedangkan menurut W.J.S.Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia, bahwa lalu lintas adalah : 1.
Perjalanan bolak-balik
2.
Perihal perjalanan di jalan dan sebagainya
3.
perhubungan antara sebuah tempat
Menurut Muhammad Ali lalu Lintas adalah ”Berjalan, Bolak balik, perjalanan di jalan” Sedangkan W.J.S. Poerwadarminta menulis yang dimaksud dengan lalu lintas adalah ”bolak-balik atau hilir mudik (berjalan)”. Ramdlon Naning juga menguraikan pengertian tentang lalu lintas adalah ”gerak pindah manusia dengan atau tampa alat pengerak dari satu tempat ketempat yang lainnya. ”. Ketertiban lalu lintas adalah salah satu perwujudan disiplin nasional yang merupakan cermin budaya bangsa karena itulah setiap insan wajib turut mewujudkannya (Pradya Paramita, : 1985 : 74). Telaah dan definisi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lalu lintas adalah” setiap hal
9
yang ada kaitannya dalam menggunakan sarana jalan umum sebagai sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai. Subekti juga memberikan definisi tentang lalu lintas adalah sebagai berikut :”segala penggunaan jalan umum dengan suatu pengangkutannya.. Dapat ditarik
kesimpulan juga bahwa
pengertian Lalu Lintas dalam arti luas adalah hubungan antar manusia dengan ataupun tanpa disertai alat penggerak dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya. Seperti dipahami bahwa sebenarnya Seorang pengemudi kendaraan bermotor tidak menginginkan terjadinya gangguan kendaraan selama perjalanan. Apakah gangguan ringan, seperti mogok sampai gangguan yang terberat. Selain si pengemudi sendiri yang akan mengalami keterlambatan sampai ketujuan, gangguan tersebut dapat juga mengakibatkan timbulnya kemacetan, pelanggaran atau kemacetan lalu lintas. Tentang pengertian lalu lintas dalam kaitannya dengan lalu lintas jalan, Ramdlon Naning menegaskan bahwa apa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas jalan adalah "Perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas”.
Pelanggaran yang dimaksud tersebut adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 106 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 yang berbunyi : Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib: a. berperilaku tertib; dan/atau
10
b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan. jika ketentuan tersebut dilanggar maka dikualifikasikannya sebagai salah satu pelanggaran yang terlibat dalam kecelakaan. Untuk memberikan penjelasan mengenai pengertian pelanggaran lalu lintas, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pengertian pelanggaran itu sendiri. Dalam KUHP membagi tindak pidana atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada buku II yaitu tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam buku III yaitu tentang Pelanggaran. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai kriteria pembagian tindak pidana, kejahatan dan pelanggaran, yaitu yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif. Artinya bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten, artinya suatu perbuatan dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan daripada kejahatan. Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya ”Handen Leer Boek
11
Van Het Nederlandse Strafrecht” yang dikutip Bambang Poernomo (2002 : 40) menyatakan bahwa: “Perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman lebih berat dari pada pelanggaran dan ini nampaknya didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan”. Apabila hal ini dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dalam praktek sehari-hari di mana pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran ternyata memang pada umumnya lebih ringan daripada sanksi pelaku kejahatan. KUHP tidak memberikan pengertian atau definisi tentang kejahatan maupun pelanggaran. Untuk menguraikan tentang pengertian pelanggaran, maka dikemukakan beberapa pendapat sarjana hukum. Di antaranya
adalah
Wirjono
Prodjodikoro
yang
menyatakan
bahwa
”overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggra sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada perbuatan melanggar hukum.” Menurut Bambang Poernomo ( 2002 : 46) bahwa : Pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Dari beberapa pengertian pelanggaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut: a.Adanya perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.
12
b.
Menimbulkan akibat hukum. Jadi harus mempertanggungjawabkan
atas perbuatan tersebut. Dengan berpedoman pengertian-pengertian tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan atau peraturan perundang-undangan lainnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang pengemudi menurut pasal 106 UU No.22 Tahun 2009 adalah: (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda. (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. (4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan: a. rambu perintah atau rambu larangan; b. Marka Jalan; c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; d. gerakan Lalu Lintas; e. berhenti dan Parkir; f. peringatan dengan bunyi dan sinar; g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain. (5) Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; b. Surat Izin Mengemudi; c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah. (6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan. (7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan
13
penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia. (8) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia. (9) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang. Jadi dalam hal ini jelas pengemudi kemungkinan dan akibat dari perbuatannya dalam berlalu lintas adalah merupakan perbuatan pidana. Dengan demikian pengertian pelanggaran lalu lintas lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian pelanggaran pada umumnya, hal ini disebabkan karena ruang lingkupnya lebih khusus hanya mengenai lalu lintas. Sedangkan mengenai ancaman pidana bagi pelanggaran lalu lintas menurut undang-undang lalu lintas adalah denda atau pidana kurungan. Jadi di sini dapat disebutkan bahwa terdapat dua golongan pelanggaran lalu lintas, yaitu: a. pelanggaran b.
lalu lintas yang dilakukan dengan kesengajaan (delik dolus)
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan tidak adanya
kesengajaan (delik culpa)
Menurut Ramdlon Naning, bahwa: ”Lalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien bagi terselenggaranya kegairaan serta aktivitas kerja menuju terwujudnya kesejahtraan masyarakat yang di cita-citakan, sebaliknya Lalu lintas yang tidak aman, tidak tertib, tidak lancar, dan tidak efisien akan membawa kesulitan atau permasalahan di
14
bidang Lalu lintas, yaitu peningkatan kecelakaan, pelanggaran dan kemacetan Lalu lintas dari tahun ketahun. ” Berpedoman dari beberapa pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu lintas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pelanggaran lalu lintas adalah : perbuatan atau tindakan manusia yang mengemudi kendaran umum atau kendaraan bermotor juga pejalan kaki, berjalan umum ialah tidak mematuhi peraturan-peraturan perundangundangan lalu lintas yang berlaku. Dengan demikian, untuk menghindari pelanggaran lalu lintas, maka diharapkan warga mengetahui dan patuh terhadap peraturan-peraturan lalu lintas demi menjaga keselamatan jiwa, harta maka setiap warga harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang terdapat dipinggir jalan raya. Pada umumnya orang merasa melanggar peraturan Lalu Lintas hanya apabila si pelanggar tertangkap oleh petugas, padahal sebenarnya tertangkap atau tidak, suatu pelanggaran sudah dilakukan. Dengan adanya perkembangan arus lalu lintas membawa konsekuensi baik yang beraspek positif maupun negatif dan juga dapat menimbulkan permasalahan dengan akibat yang semakin kompleks. Setiap tahun jumlah pelanggaran lalu lintas di kabupaten Kolaka menunjukkan angka yang cukup tinggi. Terutama sering sekali yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum kecelakaan lalu lintas terjadi oleh karena kurang hati-hatinya pemakai jalan raya yang menunjukkan jumlah yang meningkat. Latar belakang terjadinya pelanggaran lalu lintas antara lain kurangnya rasa disiplin pribadi yang merupakan kesadaran yang dilakukan terutama sekali
15
terhadap orang lain. Tanpa adanya kesadaran dan disiplin yang tinggi maka akan sangat bahaya dan merugikan keselamatan si pemakai jalan. Baik pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan sengaja (kesengajaan)
maupun
dengan
kealpaan,
diharuskan
untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan karena kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat dalam pasal 316 Undang-undang no.22 tahun 2009, yang berbunyi : ”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, dan Pasal 300, adalah pelanggaran”. Atas dasar pasal 316 Undang-undang no.22 tahun 2009 dapat diketahui pasal-pasal mana yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas. Dari ketentuan pasal 316 ini dapat disimpulkan bahwa seseorang dikategorikan melakukan pelanggaran lalu lintas apabila melanggar ketentuan-ketentuan Undangundang no.22 tahun 2009 yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut: Pasal 274 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). (2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2). Pasal 275 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
16
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 276 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek tidak singgah di Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). . Pasal 277 Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Pasal 278 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 279 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 280 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17
68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 281 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Pasal 282 Setiap Pengguna Jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 283 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 284 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 285 (1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto
18
Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 286 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 287 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (5) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
19
Pasal 288 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 289 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 290 Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 291 (1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
20
Pasal 292 Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping yang mengangkut Penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 293 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Pasal 294 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 295 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 296 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 297 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
21
Pasal 298 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 299 Setiap orang yang mengendarai Kendaraan Tidak Bermotor yang dengan sengaja berpegang pada Kendaraan Bermotor untuk ditarik, menarik bendabenda yang dapat membahayakan Pengguna Jalan lain, dan/atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Pasal 300 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang: a.tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan atau tidak menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf c. b.tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf d; atau c. tidak menutup pintu kendaraan selama Kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf e.
Thomas
Subroto
menjelaskan
bahwa
Tujuan
pemerintah
mengadakan peraturan perundang-undangan atau ketetapan-ketetapan terhadap lalu lintas adalah: Mewujudkan lalu lintas dan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efesien. 1. Mengatur dan menyalurkan secara tertib segala jenis kendaraana.Melindungi semua jalan dan jembatan agar jangan dihancurkan atau dirusak dan jangan sampai susut melewati batas dikarenakan kendaraan-kendaraan yang berat.
22
Ditinjau dari sudut pelanggaran, pelenggaran lalu lintas dapat dibagi dalam: Pelanggaran lalu lintas tidak bergerak (Standing violation) misalnya pelanggaran tanda-tanda larangan parkir. b. Pelanggaran lalu lintas bergerak (Moving violation) misalnya melampaui batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan sebagainya. a.
Kalau ditinjau dari akibat yang ditimbulkan pelanggaran dapat dibedakan atas: Pelanggaran yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas misalnya kelebihan muatan orang ataupun barang, melebihi kecepatan dan sebagainya. b. Pelanggaran yang tidak menimbulkan keccelakaan lalu lintas misalnya tidak membawa surat-surat kelengkapan, pelanggaran rambu larangan parkir dan sebagainya. a.
Siapapun yang ada di jalan umum baik pejalan kaki, pengemudi roda dua, pengemudi roda empat atau lebih, harus tunduk pada Undang-undang dan peraturan yang berlaku. Apabila penegak hukum menjalankan tugasnya dengan baik, maka keamanan dan kelancaran jalan raya akan selalu terpelihara. Jumlah kendaraan tiap tahunnya makin meningkat dan membawa pengaruh terhadap keamanan lalu lintas yang dapat menimbulkan kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. ”dalam situasi demikian, biasanya hak manusia sebagai pengemudi kendaraan bermotor harus memberi kesempatan kepada penyeberang jalan yang jelas-jelas melanggar, yang mana perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Akibat dari terjadinya pelanggaran lalu lintas tidak hanya menyangkut pada si pemakai jalan raya baik pejalan kaki, pengemudi roda dua, pengemudi roda empat, dalam hal ini berlaku untuk angkutan barang
23
atau orang. Namun ditonjolkan diberbagai mass media dan kesempatan ceramah yang dilakukan oleh penegak hukum hanyalah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum baik bus, taksi, mikrolet, becak, ojek dan lain-lain. Pelanggaran lalu lintas disebabkan oleh banyaknya faktor antara lain manusia, dimana ia berlaku sebagai pengemudi kendaraan umu, keadaan jiwa yang belum matang, pengaruh keadaan lingkungan yang kurang sehat, sehingga menimbulkan rasa ego yang tinggi dan saling berlomba untuk menonjolkan diri sendiri. Faktor keadaan itu sendiri meliputi kesehatan pengemudi kendaraan umum cukup baik., adanya SIM, S'I'NK, KTP, bagi kendaraan umum dalam muatannya barang atau penumpang, kendaraannya harus dilengkapi surat tanda lulus uji, ban cukup anginnya, rem, lampu rem, penghapus kaca, spion, spidometer, semuanya berfungsi dengan baik, tersedianya alat dongkrak, kunci roda, ban segitiga pengamanan dan untuk kendaraan umum terdapat kotak obat yang sesuai dengan keperluan, tersedianya air untuk radiator, pembersih kaca untuk wiper dan oli yang cukup, serta terdapat rancangan kendaraan cacat pengemudi. Mengenai faktor alam bencana yang tidak dapat diduga seperti tanah longsor, banjir, angin ribut dan lain-lain. Untuk itu pengemudi angkutan umum harus berhati-hati dan menyiapkan diri benar-benar dalam bencana pada faktor alam. Jika terjadi kecelakaan pada faktor alam maka baik penumpang atau pengemudi kendaraan mendapatkan santunan asuransi kecelakaan.
24
Apabila kita jumpai peristiwa lalu
lintas,
baik kemacetan lalu
lintas, maupun pelanggaran lalu lintas serta kecelakaan lalu lintas, maka tidak pertama peristiwa tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting artinya bagi polisi lalu lintas apabila masyarakat aktif membantu sehingga memperlancar proses pemeriksaan dan penyelesdaian dari pada peristiwa tersebut ( Soejono Soekanto : 1082 : 317). Manusia sebagai pemakai jalan khususnya sebagai pejalan kaki juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas, dalam hal ini khususnya penyeberangan jalan sembarangan atau kurangnya rasa disiplin dalam mematuhi rambu-rambu pentyeberangan jalan. Sebagai contoh : Dikota-kota besar baisanya di jalan raya terdapat penyeberangan baik
Zebra
Cross
atau
jembatan
penyeberangan
sebagai
sarana
penyeberangan lainnya, selain itu juga pejalan kaki harus berjalan di trotoar atau bagian paling pinggir dari jalanan disebelah kiri. Akan tetapi peraturan tersebut sering dilanggar oleh pejalan kaki dan tempat penyeberangan tersebut seringkali kosong dan biasanya yang penuh dibawah jembatan penyeberangan. Dalam situasi yang demikian hak manusia sebagai pengemudi kendaraan umum, pejalan kaki atau pengendara sepeda motor sudah jelas melanggar peraturan lalu lintas. Akibatnya terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dimana pengemudi angkutan umum harus menguasa keadaan atau sikap. Dalam hal ini akibat tidak terlalu parah maka jangan emosi atau panik, bersikap tenang tetapi waspada, jangan menyalahkan orang lain yang
25
akibatnya akan mempersulit perneriksaan atau penyidikan petugas, jangan melarikan diri karena perbuatan tersebut dinilai pengecut atau tidak bertanggung jawab, menghindari pengroyokan, mengamankan tempat kejadian dalam usaha pengusutan atau penentuan kondisi dari suatu peristiwa, memberi pertolongan dalam hal ini membawa korban ke rumah sakit,.menghubungi memberitahukan
petugas
apa
yang
penjaga terjadi
lalu serta
lintas lokasi
terdekat tempat
untuk
kejadian,
memindahkan kendaraan atau korban dimana petugas sebelumnya memberi tanda pada tempat kendaraan atau korban yang terletak dengan menggunakan kapur atau benda yang tidak dapat dihapus. 2.2 Rambu-rambu Lalu Lintas Rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Agar rambu dapat terlihat baik siang ataupun malam atau pada waktu hujan maka bahan harus terbuat dari material yang reflektif (memantulkan cahaya). Pengelompokan rambu berdasarkan jenis pesan yang disampaikan, rambu lalu lintas dapat dikelompokkan menjadi rambu-rambu sebagai berikut : 1.
Rambu peringatan Rambu yang memperingatkan adanya bahaya agar para pengemudi berhati-hati dalam menjalankan kendaraannya. Misalnya: Rambu yang
26
menunjukkan adanya lintasan kereta api, atau adanya persimpangan berbahaya bagi para pengemudi. 2.
Rambu petunjuk Rambu yang memberikan petunjuk atau keterangan kepada pengemudi atau pemakai jalan lainnya, tentang arah yang harus ditempuh atau letak kota yang akan dituju lengkap dengan nama dan arah letak itu berada.
3.
Rambu larangan dan perintah Rambu ini untuk melarang/memerintah semua jenis lalu lintas tertentu untuk memakai jalan, jurusan atau tempat-tempat tertentu. Misalnya:
Rambu dilarang berhenti.
Kendaraan harus lewat jalur tertentu.
Semua kendaraan dilarang lewat Menurut cara pemasangan dan sifat pesan yang akan disampaikan maka secara garis besar sistem perambuan dapat dikelompokkan atas: 1. Rambu tetap. 2. Rambu tidak tetap. Yang dimaksud dengan rambu tetap adalah semua jenis rambu yang ditetapkan menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan yang dipasang secara tetap, sedangkan rambu tidak tetap adalah rambu yang dipasang dan berlaku hanya beberapa waktu, dapat ditempatkan sewaktu-waktu dan dapat dipindahpindahkan. Dalam berlalu lintas di jalan raya Marka Jalan mempunyai peranan yang sangat penting. Di mana fungsi dari Marka Jalan itu sendiri adalah menuntun atau
27
mengatur pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan sehingga terhindar dari kemacetan maupun kecelakaan. Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jenis-jenis dan fungsi dari Marka Jalan adalah sebagai berikut :. 1. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan yaitu: a.
Pasal 19 ayat (1), marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas
atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya. Pasal 19 ayat (2), marka jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari: a)
Marka membujur, adalah tanda yang sejajar dengan sumbu jalan.
b)
Marka melintang, adalah tanda yang tegak lurus terhadap sumbu jalan.
c)
Marka serong, adalah tanda yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalan lalu lintas kendaraan.
d)
Marka lambang, adalah tanda yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah, dan larangan untuk
28
melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalu lintas lainnya. e)
Marka lainnya, adalah tanda yang merupakan kombinasi dari marka membujur, marka melintang, marka serong, dan marka lambang sehingga membentuk arti tertentu.
b.
Pasal 20, marka membujur sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (2) huruf (A) berupa: a)
Garis utuh.
b)
Garis putus-putus.
c)
Garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putusputus.
d) c.
Garis ganda yang terdiri dari 2 garis utuh. Pasal 21 ayat (1), marka membujur berupa garis utuh berfungsi
bagi larangan, bagi kendaran yang melintasi garis tersebut yang artinya bahwa marka dengan garis utuh yang membujur berfungsi untuk pemisah jalur atau lajur jalan yang tidak boleh dilintasi oleh kendaraan jenis apapun. Pasal 21 ayat (2), marka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila berada di tepi jalan hanya berfungsi sebagai peringatan tanda tepi jalur lalu lintas. Pasal 21 ayat (3), marka membujur berupa garis putus-putus sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf (B), merupakan pembatas
29
lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan/atau memperingatkan akan ada marka membujur yang berupa garis utuh di depan. Pasal 21 ayat (4), marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf (C) menyatakan bahwa kendaraan yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut. Pasal 21 ayat (5), marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari 2 garis utuh sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf (D) menyatakan bahwa kendaraan dilarang melintasi garis ganda tersebut. d.
Pasal 22 ayat (1), marka melintang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (2) huruf (B) berupa: a)
Garis utuh.
b)
Garis putus-putus. Pasal 22 ayat (2), marka melintang berupa garis utuh sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf (A) menyatakan batas berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu stop. Pasal 22 ayat (3), marka melintang berupa garis putus-putus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (B), menyatakan batas yang tidak dapat dilampauhi kendaraan sewaktu memberi kesempatan kepada kendaraan yang mendapat hak utama pada persimpangan.
30
e.
Pasal 23 ayat (1), marka serong sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (2) huruf (C) berupa garis utuh. Pasal 23 ayat (2), marka serong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dibatasi dengan garis utuh digunakan untuk menyatakan: a)
Daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan.
b)
Pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas.
Pasal 23 ayat (3), marka serong sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilarang dilintasi kendaraan. Pasal 23 ayat (4), marka serong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dibatasi dengan rangka garis putus-putus digunakan untuk menyatakan kendaraan tidak boleh memasuki daerah tersebut sampai mendapat kepastian selamat. f.
Pasal 24 ayat (1), marka lambang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (2) huruf (D), dapat berupa panah segi tiga atau tulisan, dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu atau untuk memberi tahu pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan ramburambu. Pasal 24 ayat (2), marka lambang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditempatkan secara sendiri atau dengan rambu lalu lintas tertentu. g.
Pasal 25 ayat (1), marka lainnya sebgaimana dimaksud dalam pasal
ayat (2) huruf (E), adalah marka jalan selain marka membujur, marka melintang, marka serong, dan marka lambang.
31
Pasal 25 ayat (2), marka lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berbentuk: a)
Garis utuh baik membujur, melintang maupun serong untuk
menyatakan batas tempat parkir. b)
Garis-garis utuh yang membujur tersusun melintang jalan
untuk menyatakan tempat penyeberangan. c)
Garis-garis utuh yang saling berhubungan merupakan
kombinasi dari garis melintang dan garis serong yang membentuk garis terbiku-biku untuk menyatakan larangan parkir. h.
Pasal 26, marka jalan yang dinyatakan dengan garis-garis pada
permukaan jalan dapat digantikan dengan paku jalan atau kerucut lalu lintas.
2. Bab VII pasal 23 ayat (1) d, Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi bahwa pengemudi kendaraan bermotor waktu mengendarai kendaraan bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu, Marka Jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan kendaraan dan atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
32
3. Bab XIII
pasal 61 ayat (1) berbunyi bahwa barang siapa melanggar
ketentuan mengenai rambu-rambu, dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan kendaraan dan atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan (satu bulan) dan denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000;- (Satu Juta Rupiah).
2.3. Teori tentang sebab-sebab Terjadinya kejahatan Kejahatan atau tindak criminal merupakan salah satu bentuk dari prilaku “prilaku menyimpang” yang selalu ada dalam masyarakat. Terhadap permasalahan tersebut, telah banyak usaha-usaha penanggulangan yang dil;akukan dalam berbagai cara, baik dengan cara menggunakan hukum pidana dengan sangsi yang berupa pidana ataupun tanpa menggunakan jalur hukum. Modernisasi yang kita alami sekarang ini hampir berlangsung dalam segala bidang yang banyak membawa pengaruh dalam pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Modernsasi tersebut merombak struktur masyarakat dan norma yang mengatur pola kehidupan. Karena adanya perubahan-perubahan tersebut maka timbulah prilaku menyimpang.
33
Menurut Edwin Lemert, bahwa aspek-aspek prosesual dari prilaku menyimpang (kejahatan), dengan menunjukan bahwa karir prilaku menyimpang sering kali mengalami perubahan-perubahan penting sesuai dengan perjalanan waktu. Dalam teori Lemert (Muliyanah W. Kusumah : 1982 : 8), tindakan-tindakan prilaku menyimpang sering kali merupakan langkah “Ambil resiko” yang memperlihatkan sifat coba-coba untuk melakukan pola-pola prilaku yang dilarang. Tindakan ini menjadi sasaran reaksi social, yang pada giliranya dapat mempengaruhi pengalamanpengalaman karir selanjutnya dari prilaku penyimpangan. Tanpa mengurangi arti penting kelompok teori yang lain dan sesuai dengan masal;ah yang akan di bahas, maka teori undercontrol di utamakan sebagai pokok bahasan. Teori Undercontrol/Consensus adalah teori dalam mengkaji prilaku menyimpang
(pelanggaran)
mendasarkan
diri
bahwa
kita
semua
menyepakati isi serta berlakunya kaedah-kaedah mayarakat termasuk Norma-norma hukum, social dan moral dan lain-lain. Oleh karena itu merupakan kewajaran bila semua warga masyarakat mematuhi aturan-atura hukum tersebut. Konsekwensi dari kerangka dasar kajian teori ini, yaitu " Kenapa ada seseorang yang bisa menolak aturan sosial sementara hampir semuanya
(masyarakat)
menerima".
Menurut
John
Hagan
mengklasifikasikan teori-teori yang termasuk dalam kelompok teori undercontrol itu, sebagai berikut
34
2.3.1
Teori Netralisasi. Pada dasarnya teori netralisasi ini beranggapan bahwa aktifitas
manusia selalu dikendalikan oleh pikirannya. Dengan demikian pertanyaan dasar yang dilontarkan teori ini : " Pola pikir yang bagaimanakah yang terdapat di dalam benak orang-orang, baik dalam hal tertentu berubah menjadi jahat ". Pertanyaan ini sekaligus mencerminkan suatu anggapan bahwa kebanyakan orang dalam berbuat sesuatu dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Teori ini beranggapan bahwa di dalam masyarakat selalu dapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik di dalam kehidupan masyarakat dan jalan yang layak untuk mencapai hal tersebut. Hal yang menarik dari teori ini adalah terdapat Pada caranya menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah prosesnya sehingga seseorang yang pada umumnya berpikiran baik sampai melakukan kejahatan/berperilaku menyimpang. Menurut teori ini, orang-orang tersebut berperilaku menyimpang/jahat disebabkan karena adanya kecenderungan di kalangan mereka yang merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai
2.3.2 Teori Control Teori control atau disebut juga teori kontrol sosial, berangkat dari anggapan, bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya menjadi baik atau jahat. Baik jahatnya seseorang sepenuhhya tergantung pada masyarakatnya, ia akan menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan akan menjadi
35
jahat apabila masyarakatnya membuat demikian Seseorang dapat melemahkan atau terputus ikatan sosial dengan masyarakat, manakala di masyarakat itu telah terjadi pemerosotan fungsi lembaga kontrol sosial, baik formal maupun informal termasuk lembaga kontrol social,baik formal maupun informal termasuk lembaga control social. Informal disini adalah sarana-sarana tersebut dapat diidentikkan dengan lembaga adat, suatu sistem kontrol asosial yang tidak tertulis namun memperoleh pengakuan keabsahan keberlakuannya di masyarakat. Dengan demikian, bahwa manakala dalam suatu masyarakat, dimana kondisi lingkunganya tidak menunjang atau tidak berfungsi dengan baik lembaga kontrol asosial tersebut, sedikit banyak akan mengakibatkan melemah atau terputusnya ikatan sosial anggota masyarakatnya dan pada giliranya akan memberi kebebasanpada anggotanya untuk berperilaku menyimpang. Adapun mengenai pelanggaran lalulintas terdapat banyak teori, namun menurut pengalaman POLRI dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di masyarakat dapat di katakan bahwa banyak faktor yang turut rnempengaruhi terjadinya suatu pelanggaran. Untuk terjadinya suatu pelanggaran maka 2 (unsur) unsur harus bertemu yaitu Niat untuk melakukan suatu pelanggaran dan Kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut. Jika hanya ada salah satu dan kedua unsur tersebut diatas maka tidak akan terjadi apa apa, yaitu ada niat untuk melakukan pelanggaran tetapi tidak ada kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut, maka tidak
36
mungkin terlaksana pelanggaran itu. Lebih lanjut dijelaskan, sebaliknya walaupun ada kesempatan, tetapi tidak ada niat untuk melanggar maka juga tidak akan terjadi suatu pelanggaran. Jadi jelas kedua unsur, yaitu Niat dan Kesempatan adalah sangat penting dalam hal terjadinya pelanggaran. Teori dari A. Lacassagne (Soedjono : 1982 : 29) beranggapan bahwa terjadinya kejahatan atau sebab timbulnya kejahatan meliputi: a). Lingkungan yang memberi kesempatan akan timbulnya kejahatan b). Lingkungan-lingkungan pergaulan yang memberi contoh atau tauladan c). Lingkungan ekonomi (kemiskinan, kesengsaraan) d). Lingkungan yang berbeda-beda(differtial Association)
2.4 Penanggulangan kejahatan Upaya
atau
kebijakan
untuk
melakukan
Pencegahan
dan
Penangulangan Kejahatan termasuk bidang " kebijakan kriminal" (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas,
yaitu
"
kebijakan
sosial"
(social
policy)
yang
terdiri
dari
"kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial" (social-welfare policy) dan "kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat" (social-defence policy).Dengan demikaian, sekiranya kebijakan penanggulangaan kejahatan (politik kriminai) dilakukan dengan menggunakan sarana "penal" (hukum pidana), maka "kebijakan hukum pidana: ("penal policy") khususnya pada tahap kebijakan yudikatif /aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto)
37
harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa "socialwelfare" dan "social-defence" , Bertolak dari diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal pokok sebagai berikut : a) Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan harus menunjang Aspek "social welfare" (SW) dan "social defence" (SD} yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan perlindungan masyarakat yang bersifat Immateriel, terutama nilai kepercayaan, kebenaran, kejujuran dan keadilan b.)
Pencegahan dan penanggulangan kejahatan
harus dilakukan
dengan "pendekatan integral"; ada keseimbangan sarana penal" dan non penal". Dilihat dan sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis meialui sarana”non penal" karena kebijakan ”penal" mempunyai keterbatasan /kelemahan yaitu bersifat frakmentasi/simplastik/tidak preventif, harus didukung oleh infra struktur dengan biaya tinggi. c.)
Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana yang fungsionalisasi/operasionalisasinya melalui beberapa tahap : 1) Fomulasi (kebijakan legislatif) 2) Aplikasi (kebijakan yudikatif?yudicial) 3) Eksekusi (kehijakan eksekutif/administratif) Dengan adanya tahap formulasi maka upaya pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum (aparat legislatif), bahkan kebijakan legislatif merupakan tahap paling strategis dari upaya Pencegahan darn Penanggulangan Kejahatan melalui "penal policy", oleh karena itu, kesalahan
38
atau kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi Penghambat upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
2.5 Kewenangan Kepolisian Kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran lalu lintas dan Angkutan jalan raya jalan raya ini diatur dalam Bab II Pasal 2 PP No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan
yang
Menyatakan Bahwa : a)
Polisi Negara Republik Indinesia
b)
Pejabat Dinas lalulintas angkutan jalan raya (DLLAJR) Menurut UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia pasal 13 bahwa tugas pokok Kepolisian adalah : a. Memlihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b. Menegakkan hukum, dan c.
Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepollisian Negara Republik Indonesia bertugas : 1.
Melaksanakan penjagaan, pengawalan dan patroli terhadp
pengaturan,
kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai dengan kebutuhan. 2.
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, kelancaran di jalan.
39
3.Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketahanan warga masyarakat terhadap hokum dan peraturan perundang-undangan. 4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional. 5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. 6. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus penyidik, pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. 7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. 8.
Menyelenggarakan
identifikasi
kepolisian,
kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian. 9.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
10. Melayani kepentingan warga masyrakat untuk sementara sebelum ditanggani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang. 11. Memberikan kepentingan warga masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta; 12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.6 Tugas polisi Lalu lintas Polisi lalu lintas merupakan Agent Of Change Salah satu penegak hukum lalu lintas adalah Polisi lalu lintas (polantas) tugas pokok polisi tersebut yaitu: 1.
Menyelenggarakan masyarakat
pengendalian
social
dalam
40
2.
Memperlancar interaksin sosial
3.
Mengadakan perubahan atau menciptajkan yang baru
Menurut Soerjono Soekanto, dalam melakukan tugasnya, Polisi lalu lintas dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari: 1.
Diri pribadinya (Raw-Input)
2.
Pendidikan, Tempat pekerjaan maupun Instansi lain (instrument-Input)
3.
Lingkungan social(Enviroment-Input) Lebih lanjut dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1993,
yang menvatakan bahwa Pemeriksaan kendaraan bernotor di jalan yang dilakukan oleh Polisi Negara Rcpublik Indonesia scbagaimana dirnaksud dalam pasal 2 huruf a, meliputi pemeriksaan administratif pengemudi dan kendaraan, yang terdiri dari pemeriksaan : a)
Surat ijin mengemudi
b)
Surat tanda nomor kendaraan bermotor
c)
Surat tanda coba kendaraan bemotor
d)
Tanda nomor kendaraan bermotor
e)
Tanda coba kendaraan bermotor Sedangkan dalam pasal 4 PP No. 42 Tahun 1993, yang menyatakan bahwa
Pemeriksaan kendaman bermotor di jalan yang dilakukan oleh pemeriksaan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b, mcliputi pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan, yang terdiri dari Pemeriksaan
41
kendaraan bermotor dijalan raya yang dilakukan oleh pejabat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) sebagai mamna dimaksud dalam Pasal II huruf b, meliputi pemeriksaan persyaratan teknis dan layak jalan, yang terdiri dari : pemeriksaan tanda bukti lulus uji, bagi kendaraan lulus uji pemeriksaan fisik kendaraan bermotor yang meliputi : a) Sistem rem; b)
Sisrem kemudi;
c)
Posisi roda depan;
d)
Badan dan kerangka kendaraan
e)
Pemuatan;
f)
Klakson
g)
Lampu-lampu
h)
Penghapus kaca
i)
Kaca spion
j)
Ban
k)
Emisi gas buang
l)
Kaca depan dan kaca jendela
m)
Alat pengukur kecepatan
n)
Sabuk keselamatan, dan
o)
Perlengkapan dan peralatan Pemeriksaan terhadap kewajiban memiliki tanda bukti lulus uji untuk
kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan mobil penumpang serta pemeriksaan
42
terhadap kewajiban melengkapi sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalarn ayat 1, diiaksanakan setelah kewajiban tersebut dinyatakan berlaku. Adapun pejabat Dinas Lalu Lintas Angkutan jalan Raya (DLLAJR) berwenang beroprasi di jalan raya bukan sebagai penyidik, tetapi sebagai penyelenggara oprasi uji petik di jembatan timbang terhadap seluruh kcndaraan bermotor angkutan jalan barang, tambahan trayek dan layak jalan merupakan kewenangan mutlak DLLAJR. Dan maksud diadakan uji petik ini adalah supaya ada SLUM tuntutan dalam pelaksanaan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan khususnya pelanggaran kelebihan muatan barang. Dengan demikian pejabat lalu lintas angkutan jalan raya tidak diperkenankan melakukan penyidikan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya. Tugas tersebut merupakan wewenang pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini berarti bahwa dalam tugas-tugas operasional DLLAJR selalu bersama-sama dengan Kepolisian atau instansi lain.
43
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis Empiris yaitu melihat berlakunya hukum dimasyarakat, efektifitas dan implementasi dalam peraturan hukum ketika sudah di berlakukan di masyarakat. Dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 3.2 Lokasi Penelitian
44
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Polres Kolaka dengan pertimbangan karena di lokasi tersebut banyak terjadi pelanggaran lalu lintas khususnya penyalahgunaan fungsi dari Marka Jalan oleh pemakai jalan. 3.3 Jenis dan Sumber Data a. Data Primer (Field research) Yaitu data yang diperoleh secara langsung mengenai jawaban permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi, data primer diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan responden yakni pemakai jalan yang pernah melakukan pelanggaran Marka Jalan dan pihak Polantas Polres Kolaka.
b. Data Sekunder (library research) Sumber data ini diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa literaturliteratur, peraturan perundang-undangan, peraturan-peraturan lain, dan informasi dari media cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta dari dokumentasi. 3.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Populasi dan Sampel. Populasi penelitian ini adalah para pemakai jalan yang melanggar fungsi dari Marka Jalan di Wilayah Polres Kolaka. Sample dipilih secara porposive sampling. Porposive sampling adalah cara pengambilan subyek
45
bukan didasarkan atas strata atau daerah tetapi didasarkan pada tujuan tertentu 2. Dokumentasi Digunakan untuk memperoleh sumber data sekunder yang dapat berupa catatan-catatan, buku-buku, dan hasil karya ilmiah hukum yang terkait dengan fokus penelitian. 3.5. Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode deskriptif yang dianalisa
secara
kualitatif,
yaitu
suatu
metode
analisa
dengan
menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diteliti sebagaimana adanya serta memusatkan pada ketentuan yang ada dengan masalah-masalah yang aktual. Dalam hal ini juga membandingkan dengan teori-teori yang ada sehingga dapat menghasilkan sebuah penelitian yang bisa di pertanggung jawabkan.
46
BAB IV HASIL PENELIITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Mengenai Pelanggaran Marka Jalan Di Wilayah
A.
Polres Kolaka Berdasarkan data yang tercatat di Polres Kolaka, jumlah dari banyaknya pelanggaran pada tahun 2008/2009 adalah : Tabel 1. Jumlah pelanggaran diwilayah Polres Kolaka Tahun 2008 Jenis Pelanggaran No
Batas Muatan 87
1
Marka Kecepatan -
SuratKelengkapan
Rambu 137
500
Lain-lain surat 355
-
Jumlah 1192
47
Sumber data: Sat Lantas Polres Kolaka
Tabel 2. Jumlah pelanggaran diwilayah Polres Kolaka Tahun 2009 Jenis Pelanggaran No
Batas
Marka Kecepatan
Muatan 1
54
SuratKelengkapan
Rambu -
120
Lain-lain
Jumlah
surat 368
205
-
825
Sumber data: Sat Lantas Polres Kolaka
Dari tabel 1 dan 2 diatas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan jumlah pelanggaran yang terjadi di wilayah Polres Kolaka adalah pelanggaran terhadap Marka jalan, yaitu pada tahun 2008 jumlah pelanggaran Marka jalan sebanyak 137 (seratus tiga puluuh tujuh) pelanggar. Dan pada tahun 2009 sebanyak 120 (seratus dua puluh) pelanggar. Dari banyaknya pelanggaran terhadap Marka jalan yang terjadi sangat berdampak sekali pada tingkat kecelakaan dalam Lalu lintas jalan raya. Pelanggaran
yang dilakukan oleh pemakai jalan tersebut telah
melanggar pasal 19 ayat 1 PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana jalan dan Lalu lintas, dalam pasal 19 ayat 1 yang berbunyi bahwa marka jalan berfungsi untuk mengatur Lalu lintas jalan atau memperingatkan serta menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan Adapun identifikasi jenis marka jalan yang sesuai dari hasil penelitian dilapangan yang dilakukan oleh Penulis melalui hasil wawancara dengan responden mengenai pelanggaran marka jalan di Wilayah Polres Kolaka di peroleh data sebagai berikut:
48
No 1 2 3 4 5
Tabel 3 Identifikasi Jenis Pelanggaran Marka Jalan Jenis Marka Jumlah Marka Membujur 9 Marka Melintang
13
Marka Serong
-
Marka Lambang
-
Marka Lainnya Jumlah
3 25
Sumber data: Sat lantas polres kolaka
Dari tabel 3 diatas merupakan identifikasi jenis marka jalan yang dilanggar dan dari data diatas bisa penulis jelaskan sebagai berikut.: Marka membujur. Dalam hal ini adalah marka membujur garis utuh dalam pasal 21 ayat (1) berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan yang melintasi garis tersebut dengan jumlah 9 (sembilan) orang. Marka melintang, dalam hal ini adalah marka melintang berupa garis utuh sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat (2) yang menyatakan batas berhanti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu stop yang jumlahnya adalah 13 (tiga belas) orang. Marka serong, sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat (2) digunakan untuk menyatakan
daerah
yang tidak
boleh dimasuki kendaraan
dan
pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. Dari data diatas jumlah pelanggar adalah kosong (tidak ada). Marka lambang, sebagaimana
diatur dalam pasal 24 ayat (2) marka
lambang dalam hal ini berupa panah segitiga atau tulisan berfungsi untuk mengulanggi maksud rambu-rambu atau untuk memberitahu pemakai jalan yang
49
tidak dapat dinyatakan dengan rambu-rambu. Dari tabel diatas jumlah pelanggar adalah kosong (tidak ada) Marka lainnya, sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat (1) adalah marka jalan selain marka menbujur, marka melintang, marka serong marka lambang yang berbentuk , Garis utuh baik membujur, melintang maupun serong untuk menyatakan batas tempat parkir, Garis-garis utuh yang saling berhubungan merupakan kombinasi dari garis melintang dan garis serong yang membentuk garis terbiku-biku untuk menyatakan larangan parkir.Di lihat dari tabel diatas jumlah pelanggar marka lainnya adalah 3 (tiga) orang
Tabel 4 Jumlah Pelanggaran Marka Jalan di Tinjau Dari Segi Jenis Kelamin Pelanggar Jenis Kelamin Laki-laki
Jumlah 17
Perempuan Jumlah
8 25
Sumber data: Sat Lantas Polres Kolaka
Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa Laki-laki lebih banyak melakukan Pelanggaran terhadap Marka Jalan dengan jumlah 17 pelanggar. Hal ini disebabkan bahwa laki-laki lebih banyak dalam bergaul dan banyak melakukan aktivitas di luar rumah, seorang laki-laki cenderung ceroboh dalam mengendarai kendaraan. Bila di hubungkan dengan teori dari A. Lacassagne yang menyatakan bahwa terjadinya pelanggatran disebabkan karena lingkungan pergaulan yang
50
memberi contoh atau tauladan sehingga laki-laki cenderung melakukan pelanggaran marka jalan apabila berada di jalan raya.
4.2 Penanganan Kepolisian Terhadap Pelanggaran Marka Jalan di Jalan Raya Dari ketentuan pasal 7 ayat (1 } KUHAP tersebut di atas, maka dalam menangani perkara lalu lintas kepolisian (Polantas) berwenang untuk menyuruh berhenti dan memeriksa para Pengemudi kendaraan yang disangka telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Terhadap pengemudi yang melakukan pelanggaran tersebut dikenai tindakan berupa tilang (bukti pelanggaran). hal ini sesuai dengan pernyataan yang telah disampaikan oleh Aiptu Riky Crisman, yaitu dalam punyelesaian pelanggaran terhadap Marka jalan untuk tindakan penyelesaian menggunakan sistem tilang (bukti pelanggaran). Adapun dasar hukum dari sistem tilang adalah " Juklak Kapolri nopol : Juklak / 01 / 1/ 1994 "yang mengatur tentang operasional tilang dan administrasi tilang (hasil Wawancara Aiptu Riky Crisman kepala Ops. Laka lantas tanggal 20 September 2010) Penyelesaian perkara pelanggaran Marka jalan dengan sistem tilang diperbarui dengan mempergunakan surat-surat isian (forrnulir) yang terdiri dari lima (5) lembar, yaitu :
51
a. Lembar
yang berwarna merah untuk pelanggar menghadiri siding
pengadilan b. Lcmbar yang, berwarna biru untuk pelanggar membayar uang titipan denda ke Bank Rakyat Indonesia (BRI). . c. Lembar yang berwarna hijau untuk pengadilan d. Lembar yangberwarna putih untuk kejaksaan. e. Lcmbar yang berwarna kuning umtuk kepolisian Dalam bukti pelanggaran tersebut telah dicantumkan idcntitas pelanggar, identitas kendaraan, tanggal, waktu dan tempat sidang, kesatuan dan petugas penindak, pasal yang dilanggar, jumlah uang titipan, jumlah aneka penalti. Adapun fungsi dari blangko tilang tersebut menurut Aiptu Riky Crisman adalah a. Berita acara pemeriksaan 1). Sebagai pengakuan si pelanggar 2). Sebagai acara persidangan 3). Sebagai surat keutusan Hakim 4). Sebagai perintah Eksekusi b. Sebagai surat penunjukkan terhadap wakil untuk menghadiri sidang pengadilan tilang Pada lembar b yaitu yang berwarna biru untuk pelanggar membayar uang titipan denda ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) tidak berlaku kembali sejak berlakunya Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan yang sah. Dan segala denda yang berhubungan dengan pelanggaran tilang diserahkan ke kejaksaan.
52
Dalam usaha pemeriksaan perkara pelanggaran Marka jalan dapat diselesaikan dengan pemeriksaan singkat, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan, tetapi cukup dengan membuat catatan mengenai data pelanggaran tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 212 jo pasal 207 ayat (1) huruf a KUHAP. Menurut pasal 212 KUHAP, bahwa: “ Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 207 ayat (l ) huruf a segera diserahkan kepada pcngadilan selambatlambatnya pada kesempatan hari pertama berikutnya.” Scdang menurut pasal 207 ayat (1) huruf a KUHAP, bahwa : “Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat Ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan”. Nampak jelas dari uraian diatas, bahwa sebagai penyidik kepolisian memangmempunyai hak untuk menyidik pelanggaran terhadap Marka jalan. Dari segi alat bukti yang dipergunakan untuk menentukan adanya pelanggaran Marka jalan kepolisian hanya memperkirakan dengan melihat keadaan jalan dan kendaraan yang menyangkut pelanggaran tersebut. Menurut Aiptu Riky Crisman, bahwa upaya penanggulangan pelanggaran Lalu lintas di Wilayah Polres Kolaka tidak saja dilakukan oleh aparat pemerintah akan tetapi dilakukan oleh aparat Masyarakat. Berhubung jumlah personil lalu lintas kurang memadai bila dibandingkan dengan perkembangan lalu lintas di
53
Wilayah Polres Kolaka, maka berkat kepaduan fungsi semua personil lalu lintas dengan sarana dan prasarana yang ada dan di tunjang dengan adanya partisipasi masyarakat serta kerja sama antar intansi dengan bimbingan atasan atau pimpinan, maka polisi lalulintas dapat melakukan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab (hasil wawancara tanggal 20 September 2010). Apabila pemakai jalan melanggar Marka jalan, maka akan diberikan sanksi pidana kurungan dan ataupun denda. Aturan yang memuat hal tersebut adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan Pasal 61 (1) yang berbunyi: barang siapa melanggar ketentuan mengenai rambu-rambu, dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan kendaraan dan atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara pengandengan dan penempelan dengan kendaraan lain, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan (satu bulan) dan denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000;- (satu juta rupiah). Ada beberapa pasal yang
digunakan sebagai acuan polisi lalu lintas
(Polantas) dalam menindak pelanggaran yang terjadi di wilayah Polres Kolaka. Terhadap pelanggaran marka jalan di atur dalam pasal-pasal sebagi berikut: Pasal 287 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
54
(4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (5) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Tentang jenis pelanggaran mengemudikan kendaraan bermotor di jalan melanggar marka jalan sebagai garis berhenti bagi kendaraan bermotor yang diwajibkan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas / rambu stop. Menurut Aiptu Riky Crisman (hasil wawancara tanggal 20 September 2010) yang termasuk upaya penindakan kepolisian terhadap marka jalan adalah 1)
Upaya Preventif Yang termasuk upaya preventif adalah : Pendidikan masyarakat di bidang lalu lintas khususnya marka jalan, dengan cara ini di harapkan adanya pembinaan terarah, individu-individu yang melakukan penyimpangan tingkah laku di jalan raya dan menjauhkan mereka
55
dari pengaruh- pengaruh negative yang menimbulkan tindakan pelanggaran Marka jalan yang sangat membahayakan bagi dirinya maupun orang lain a) Mengadakan pengawasan dan patroli kesasaran yang sering terjadi pelanggaran marka jalan b) Mengadakan pembinaan pada pelanggar marka jalan untuk dimintai keterangan tentang sebab-sebab terjadinya pelanggaran marka jalan c)
Menghimbau semua Warga Kolaka dan khususnya pemakai jalan agar mematuhi aturan marka jalan karena dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan yang dihimbau secara langsung lewat radio.
2. Upaya Represif Yaitu tindakan dalam jangka panjang untuk meminimalkan terhadap pelanggar marka jalan, antara lain : a.
Menambah jumlah sarana pos Polisi yang agak rawan terhadap
pelanggaran marka jalan b.
Peningkatan giat rekayasa lalu lintas yang berupa perbaikan atau
penyempurnaan marka jalan atau rambu-rambu lalu lintas serta sistim pengaturan arus lalu lintas yang diharapkan bisa mengurangi terjadinya pelanggaran marka jalan juga mencegah timbulnya kecelakaan lalu lintas c.
Pemanfaatan
potensi
masyarakat
untuk
diarahkan
dalam
menanggulangi dalam permasalahan lalu lintas. d.
Meningkatkan
kegiatan
Turjawali
(peraturan,
penjagaan,
pengawalan patroli) terutama didaerah rawan pelanggaran dan rawan kecelakaan
56
Dari upaya penyelesaian terhadap pelanggaran terhadap marka jalan yang dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas di atas, setelah di analisa ternyata upaya tersebut sesuai dengan teori moralistik dan teori abolisionalistik. Yang dimaksud teori moralistik adalah pembinaan yang dilakukan dengan cara membentuk moral spiritual kearah yang positif. Dimana yang termasuk teori moralistik adalah upaya preventif yang dilakukan oleh polisi lalu lintas. Berdasarkan teori abolisionalistik adalah pembinaan yang dilakukan dengan cara konsepsional yang harus direncanakan atas dasar hasil penelitian kriminologis, dengan mengalih sumber-sumber penyebabnya dari faktorfaktor yang berhubungan dengan perbuatan kejahatan. Dimana yang termasuk dalam teori nabolionalistik ini adalah upaya represif.
4.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Marka Jalan Tabel 5 Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Marka Jalan No 1 2 3 4
Faktor Penyebab Disengaja Tidak disengaja Tidak Mengerti Aturan Marka Jalan Keadaan Jalan Jumlah
Jumlah 10 2 8 5 25
Sumber data: Sat Lantas Polres Kolaka
Dari tabel 5 diatas bisa kita lihat bahwa faktor penyebab terjadinya pelanggaran marka jalan di Wilayah Polres Kolaka. Faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap fungsi dari marka jalan di wilayah Polres Kolaka, yang paling banyak adalah karena para pemakai jalan dengan sengaja melakukan
57
pelanggaran marka jalan dengan jumlah 10 pelanggar dari jumlah keseluruhan dan yang paling sedikit adalah faktor tidak sengaja dengan jumlah 2 pelanggar. Adapun faktor-faktor penyebab pelanggar melakukan pelanggaran Marka Jalan dari hasil wawancara dengan responden yang sudah dianalisa adalah sebagai berikut : a). Faktor disengaja Dalam hal ini pelanggaran marka jalan yang dilakukan oleh pemakai jalan disebabkan karena adanya unsur kesengajaan. Dimana aturan lalu lintas tentang marka jalan yang telah dibuat dan diberlakukan, disalah gunakan atau di langgar oleh pemakai jalan. Dari hasil wawancara dengan Budi siswanto bahwa pelanggaran yang dilakukannya disebabkan karena dia menganggap bahwa melanggar marka jalan biasanya tidak di tilang oleh Polisi dan dengan alasan itu dia dengan sengaja melanggar marka jalan. Dari alasan diatas setelah dianalisa maka faktor kesengajaan ternyata bisa menyebabkan pemakai jalan melakukan pelanggaran terhadap marka jalan dan apabiala dihubungkan dengan teori Netralisasi (John Hogan : 1987) bahwa aktifitas manusia selalu di kendalikan oleh pikiranya dan baik buruknya tingkah laku seseorang juga di kendalikan oleh pikiranya. Maka jelas bahwa pelanggaran terhadap marka jalan yang dilakukan oleh pemakai jalan di jadikan sebagai kebiasaan untuk melanggar marka jalan ketika sedang berlalu lintas dijalan raya.
b. Faktor ketidak sengajaan
58
Dari hasil wawancara dengan Afif Awaludin bahwa pelanggaran yang dilakukan dikarenakan dia tidak sengaja melakukan pelanggaran marka jalan dimana dalam mengendarai kendaraan di jalan raya terburu-buru agar cepat sampai tujuan, sehingga dalam perjalanan ia dengan tidak sengaja melakukan pelanggaran marka jalan. Sesuai teori yang dikemukakan oleh (Sutherland : 1983 : 21) bahwa gejala-gejala psikologi (psychologis) yang merupakan unsur penting dalam menentukan tingkah laku Manusia. Dari teori tersebut apabila dikaitkan dengan permasalahan diatas maka jelas bahwa psikologi seorang pengendara kendaraan di jalan raya sangat mempengaruhi terjadinya pelanggaran terhadap marka jalan
c. Faktor ketidak fahaman (tidak mengerti) tentang aturan marka jalan Faktor ini merupakan tingkat pemahaman pemakai jalan terhadap aturan marka jalan masih minim. Dari hasil wawancara dengan Deyu Candra, bahwa pelanggaran yang dilakukan disebabkan karena ia tidak mengerti tentang aturan marka jalan .Dari penjelasannya dia menjelaskan bahwa sosialisasi tentang aturan marka jalan kurang optimal sehingga hal itu yang menjadi sebab tidak mengertinya tentang aturan marka jalan. Dari alasan tersebut diatas setelah di analisa bahwa kurangnya sosialisasi tentang pemberlakuan aturan tentang marka jalan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya pemakai jalan yang menyebabkan
59
tingkat kepahaman tentang aturan marka jalan rsndah, berdampak pada timbulnya pelanggaran marka jalan.
d). Faktor jalan Dari hasil wawancara dengan Ardiansyah Ramadhan, bahwa dia melanggar marka jalan di sebabkan karena garis Marka jalan kurang jelas sehingga dia melakukan pelanggaran terhadap marka jalan. Ketidak jelasan atau kurang jelasnya garis marka jalan menyebabkan ia melakukan pelanggaran marka jalan. Ternyata dari alasan diatas bisa dijadikan sebagai faktor penyebab pemakai jalan melakukan pelanggaran terhadap fungsi dari marka jalan karena faktor ini bisa menimbulkan terjadinya pelanggaran marka jalan oleh pemakai jalan. Setelah dianalisa, ternyata dari keempat faktor penyebab terjadinya pelanggaran marka jalan di Wilayah Polres Kolaka bisa di klasifikasikan menjadi 2 (dua) faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor indogen yang berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru dalam hal ini oleh pemakai jalan dalam lalu lintas di jalan raya. Dalam hal ini yang menjadi faktor internal adalah faktor disengaja, pemakai jalan tidak mengarti aturan marka jalan dan faktor ketidak sengajaan.. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar yang meliputi faktor jalan.
60
BAB V PENUTUP
5.1 1.
Kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran terhadap fungsi dari marak jalan oleh pemakai jalan di wilayah Polres Kolaka adalah adalah faktor yang disengaja oleh pemakai jalan, faktor tidak di, tingkat pemahaman tentang aturan marka jalan masih minim dan yang terakhir dalah faktor jalan dimana faktor jalan ini merupakan ketidakelasan garis marka jalan sehingga menyebabkan pelanggran marka jalan.
2.
Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh polisi lalu lintas dalam menangani pelanggaran marka jalan yang terjadi di wilayah Polres Kolaka adalah dengan menggunakan system tilang (bukti pelanggaran) dan untuk menanggulangi agar tidak terjadi pelanggaran terhadap marka jalan adalah mengadakan pembinaan pada pelanggar marka jalan untuk dimintai keterangan tentang sebab-sebab terjadinya pelanggarn marka jalan, mengadakan pengawasan dan patroli ke sasaran yang sering terjadi
61
pelanggaran terhadap fungsi dari marka jalan serta meningkatkan Giat Rekayasa Lalu Lintas yang berupa perbaikan atau penyempurnaan marka jalan serta system pengaturan arus lalu lintas yang diharapkan bias mengurangi terjadinya pelanggaran marka jalan juga mencegah timbulnya kecelakaan lalu lintas.
5.2 Saran Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penulisan tugas akhir ini, maka akan lebih mencapai sasaran apabila ada beberapa masukan yang bias direalisasikan selanjutnya. Oleh karena itu ada beberapa saran penulis, antara lain: 1. Perlu adanya penambahan pos-pos penjagaan di tempat yang sering terjadi pelanggaran marka jalan. 2. Pemerintah kabupaten kolaka harus memperbaiki prasarana dalam berlalu lintas khususnya memperjelas garis marka jalan yang kurang jelas.
62
PENGESAHAN PROPOSAL
63
Peranan kepolisisan dalam menindak pelanggaran maraka jalan Lalulintas di wilayah Polres Kolaka
Oleh :
Nama
: Susi Susanti
Nim
: D1 A2 26064
Program Studi
: Ilmu Hukum
Bagian
: Pidana
Telah disetujui untuk diajukan pada seminar proposal dihadapan tim penilai Proposal Program Studi Ilmu Hukum Universitas 19 November Kolaka
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs.H.M.JUNUS KASIM, SH.,MH
LAODE FAISI, SH.
64
Mengetahui : Dekan Fakultas Hukum
MUHAMMAD AS ARI AM,SH.,LL,M