BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1
Definisi Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proporsional (dalam Juwita, 2013). kesehatan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun ( UUD No.13 tahun1993).
2.1.2
Batasan Lansia 2.1.2.1 batasan-batasan usia lanjut terdiri dari empat golongan, yaitu : 1. Usia pertengahan (middle age) yang merupakan kelompok usia antara 45-57 tahun 2. Lanjut usia (elderly age) yang merupakan kelompok usia antara 60-74 tahun 3. Usia tua (old age) yang merupakan kelompok usia antara 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) yang merupakan kelompok usia
diatas
90
tahun.
Menurut
World
Health
indonesia
(2003)
Organization (WHO, 2012) 2.1.2.2 Departemen
kesehatan
republik
mengklasifikasikan lansia sebagai berikut: 1. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 4. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
atau kegiatan
menghasilkan barang atau jasa.
yang dapat
5. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003). 2.1.3
Karakteristik Beberapa karakterisrik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia : 2.1.3.1 Jenis kelamin Jumlah lansia lebih didominasikan oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia perempuan menderita osteoprosis (Nugroho, 2008) 2.1.3.2 Status perkawinan Status masih berpasangan lengkap atau sudah hidup sendiri
(duda/janda)
sangat
mempengaruhi
kondisi
kesehatan fisik maupun psikologis lansia (Nugroho, 2008) 2.1.3.3 Living arrangement Keadaan pasangan: tanggungan keluarga, misalnya masih harus menanggung anak atau keluarga, tempat tinggal: rumah sendiri,tinggal bersama anak, atau tinggal sendiri. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala
keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun, akan cenderung
bahwa
lansia
akan
ditinggalkan
oleh
keturunannya dalam rumah yang berbeda (Nugroho, 2008). 2.1.4
Teori proses penuaan 2.1.4.1 Teori-teori Biologis 1. Teori genetika Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terurama di pengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya (Padila, 2013). 2. Teori radikal bebas Radikal
bebas
merusak
membran
sel
yang
menyebabkan kerusakan dan kemunduran secara fisik (Padila, 2013). 3. Teori Cross-Linkage (Rantai silang) Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan molekular, lama kelamaan akan meningkat
kekakuannya
(tidak
elastis).
Hal
ini
disebabkan oleh karena sel-sel yang suda tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013). 4. Teori imonologis Penurunan atau perubahan keefektifan sistem imun berperan
dalam
penuaan.
Tubuh
kehilangan
kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing sehingga imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap. Disfungsi sistem imun ini menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Menurut Padli, 2013). 5. Teori Stress-Adaptasi Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenarasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan
lingkungan
internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai (Padli, 2013).
6. Teori Genetik dan Mutasi Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua menjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Nugroho, 2008). 7. Teori Wear And Tear (Pemakaian Dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga mendorong malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Sebagai contoh adalah radikal bebas, radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal (Stanley & Berea, 2006 dalam putri, 2013. 2.1.4.2 Teori Psikososial 1. Teori Integritas Ego Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugastugas
yang
perkembangan.
harus
dicapai
Tugas
dalam
tiap
perkembangan
tahap terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas
ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Nugroho, 2008). 2. Teori Stabilitas Personal Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanakkanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak (Nugroho, 2008) 2.1.4.3 Teori Sosiokultural 1. Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi : kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen (Stanley, 2006). 2. Teori aktivitas Teori ini menegaskan bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan penuaan. Menurut Lemon et al (1972) dalam (Marta, 2012) orang tua
yang
aktif
secara
sosial
lebih
cenderung
menyesuaikan diri terhadap penuaan dengan baik.
2.1.5
Perubahan pada lansia Mujahidullah (2012) dan Banyu (2010) menyebutkan bahwa proses penuaan adalah masalah yang akan selalu dihadapi oleh semua manusia. Dalam tubuh terjadi perubahan-perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif, sel-sel mengecil atau menciut, jumlah sel berkurang, terjadi perubahan isi atau komposisi sel, pembentukan jaringan ikat baru menggantikan selsel yang menghilang atau mengecil akibat timbulnya kemunduran fungsi organ tubuh. Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia : 2.1.5.1 Sel jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun. 2.1.5.2 Sistem pernafasan saraf
pancaindra
mengecil,
sehingga
fungsinya
menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. 2.1.5.3 Sistem pendengaran gangguan pendengaran karena membran timpani menjadi atrofi. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
2.1.5.4 Sistem penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun dan katarak. 2.1.5.5 Sistem kardiovaskuler katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat. 2.1.5.6 Sistem respirasi otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya
aktivitas
dari
silia,
paru-paru
kehilangan elastisitas. 2.1.5.7 Sistem gastrointestinal esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun, sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan. 2.1.5.8 Sistem genittourinaria pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran darah keginjal menurun.
2.1.5.9 Sistem musculoskeletal pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tenton mengerut. 2.1.5.10 Sistem kulit (integumentary system) kulit akan mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, mekanisme produksi kulit menurun seperti produksi serum menurun, perubahan produksi VTD, gangguan permegtansi kulit. Kemudian kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh. 2.1.6 Masalah fisik Masalah fisik yang sering dijumpai pada lansia menurut Banyu (2010) adalah : 2.1.6.1 Mudah jatuh Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorng yang mendadak terbaring atau terduduk dilantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
2.1.6.2 Mudah lelah Disebabkan oleh : 1. Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi) 2. Gangguan organis 3. Pengaruh obat-obatan 2.1.6.3 Berat badan menurun Disebabkan oleh : 1. Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan 2. Adanya penyakit kronis 3. Gangguan
pada
saluran
pencernaan
sehingga
penyerapan makanan terganggu 4. Faktor-faktor sosioekonomis (pensiun) 2.1.6.4 Sukar menahan buang air besar Disebabkan oleh : 1. Obat-obat pencahar mulut 2. Keadaan diare 3. Kelainan pada usus besar 4. Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus) 2.1.6.5 Gangguan pada ketajaman penglihatan Disebabkan oleh :
1. Presbiopi 2. Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang) 3. Kekeruhan pada lensa (katarak) 4. Tekanan dalam mata yang meningkat (glaukoma). 2.1.7 Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia padilah (2013), mengemukakan bahwa ada beberapa masalah kesehatan yang terjadi pada lansia diantaranya : 2.1.7.1 Sistem kardiovaskuler : hipertensi, penyakit jantung koroner, distritmia, penyakit vaskular perifer, penyakit katup jantung. 2.1.7.2 Sistem respiratori 1. Gerakan pernafasan dangkal, sesak nafas, otot lemah 2. Volume dan kapasitas paru menurun 3. Gangguan transportasi gas 4. Imobilisasi : efusi pleura, pneumoni, tumor paru 5. Penyakit yang terjadi adalah pneumoni, TBC, Ca paru. 2.1.7.3 sistem neurologi, seperti : cerebro vaskuler accident. 2.1.7.4 Sistem gastrointestinal 1. Produksi saliva menurun, proses perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakarida 2. Fungsi lidah sebagai pelicin berkurang, proses menelan lebih sukar
3. Penurunan
fungsi
kelenjar
pencernaan
keluhan
kembung, perasaan tidak enak diperut 4. Intoleransi terhadap makanan terutama lemak 5. Kadar selulosa menurun, sembelit (konstipasi) 6. Gangguan motilitas otot polos esofagus atau refluks disease (refluks isi lambung ke esofagus) ada usia 6070 tahun 7. Penyakit yang sering diderita ; gastritis, ulkus peptikum. 2.1.7.5 Sistem muskulosceletal : penyakit sendi degeneratif (PSD), nyeri leher dan punggung, nyeri bahu, nyeri bokong, nyeri tungkai dan lutut, nyeri pada kaki 2.1.7.6 Sistem sensori, antara lain : penurunan kemampuan penglihatan, katarak, glaukoma, presbikusis. 2.1.7.7 Sistem
reproduksi
dan
perkemihan
menoupause, BPH, inkontinensia.
antara
lain
:
2.2
Konsep Dasar Hipertensi 2.2.1 Definisi Hipertensi (hypertension) atau tekanan darah tinggi adalaha merupakan
suatu
gangguan
pada
pembuluh
darah
yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh (Pudiastuti, 2013). Hipertensi
adalah suatu
keadaan dimana
seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal. Menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik > 90 mmHg (untuk usia kurang dari 60 tahun) dan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik > 95 mmHg (untuk usia lebih dari 60 tahun) (Nugroho, 2011). 2.2.2 Hipertensi Pada Lanjut Usia Hipertensi merupakan tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih 90 mmHg (Sheps, 2005).
2.2.3 Etiologi Menurut Endang Triyanto (2014), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah : 2.2.3.1 Usia Faktor usia sangan berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat
dengan
meningkatnya
usia.
Ini
sering
disebabkan oleh perubahan alamiah didalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. 2.2.3.2 Jenis kelamin Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause 2.2.3.3 stress Stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi
pengeluaran
beberapa
hormon
yang
akan
menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung yang berlebihan, akibatnya
seseorang
akan
mengalami
mual,
muntah,
mudah
kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. 2.2.3.4 Pola Hidup Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain seperti kencing manis, dan gangguan jantung. 2.2.3.5 Kurang nya Melakukan Aktivitas Fisik Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan
risiko
tekanan
darah
tinggi
karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Kegemukan ini dapat menyempitkan arteri korosis karena adanya lemak disaluran arteri. Kerja jantung lebih keras akan meningkatkan tekanan darah. Aktivitas fisik atau olahraga yang cukup selain dapat meningkatkan kesehatan tubuh
secara keseluruhan juga berfungsi untuk memperlancar sirkulasi darah dalam tubuh, menurunkan tekanan darah serta memperkuat jantung dan menghilangkan stress. 2.2.3.6 Kelebihan Zat Garam Pada Makanan Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil. Kadar garam yang tinggi bisa menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, garam diketahui dapat meningkatkan volume dan tekanan darah dalam arteri. Sehingga tingginya kadar garam dalam tubuh sangat berpotensi menyebabkan tekanan darah tinggi 2.2.3.7 Kurang nya Tidur Buruknya kualitas tidur berbanding lurus dengan kesehatan seseorang, kehilangan waktu tidur dapat berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Ini karena kekurangan waktu tidur membuat sistem saraf berada pada keadaan hiperaktif, yang kemudian memengaruhi sistem seluruh tubuh, termasuk jantung dan pembuluh darah. Waktu tidur yang pendek bisa membuat energi seseorang menurun, penumpukan lemak di tubuh, depresi dan juga mengganggu suasana hati sehingga lebih mudah marah
yang tentu saja berdampak pada meningkat nya tekanan darah. Hal lain yang membuat tidur cukup penting dalam menjaga tekanan darah karena tidur membantu darah mengatur hormon stress, membuat sistem saraf tetap sehat serta memperlambat denyut jantung. 2.2.3.8 Merokok Merokok dapat menyebabkan kekakuan dari pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang tinggi menjadi hilang. Rokok mengandung nikotin yang dapat memacu tubuh untuk memproduksi adrenalin. Produksi adrenalin inilah yang menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sehingga berpotensi menyebabkan tekanan darah tinggi. 2.2.3.9 Minum–minuman Beralkohol Kandungan alkohol dalam minuman keras dapat memicu kerusakan pada organ jantung. 2.2.3.10 Faktor Genetik Faktor
genetik
atau
keturunan
dapat
juga
merupakan salah satu penyebab hipertensi. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. 2.2.3.11 Berat badan berlebihan (obesitas) Obesitas atau kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antra obesitas dan hipertensi, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. 2.2.4 Klasifikasi Hipertensi Menurut The Sevent Report Of National Committe on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC VII)(dalam Sustriani,Alam & Hadibroto,2006) klasifikasi hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 130 – 139 80 -89 Hipertensi : Strage 1 140 -159 90 – 99 Strage 2 ≥ 160 ≥ 100 2.2.5 Gejala Hipertensi Menurut Dalyoko (2010), gejala-gejala yang mudah diamati anata lain yaitu: 2.2.5.1
Gejala ringan pusing atau sakit kepala
2.2.5.2 Sering gelisah 2.2.5.3 Wajah merah 2.2.5.4 Tengkung terasa pegal 2.2.5.5 Mudah marah 2.2.5.6 Telinga berdengung 2.2.5.7 Sukar tidur 2.2.5.8 Sesak nafas 2.2.5.9 Rasa berat ditengkuk 2.2.5.10 Mudah lelah 2.2.5.11 Mata berkunang-kunang 2.2.5.12 Mimisan (keluar darah dari hidung)
2.2.6 Patofisiologi Hipertensi Lanjut Usia Makanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan saraf vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis, pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Ulfah, 2012). Saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokonstriksi. Medulla adrenalin mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steriod lainnya yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Prive & Wilson, 2006). Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan data regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2010). 2.2.7 Komplikasi Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan, dan penyakit ginjal. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang yaitu pada mata, ginjal, jantung, dan
otak. Komplikasi pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan koroner dan miokard. Komplikasi pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang daat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Trasient ischemic attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna (Setiawan, 2008). 2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pengobatan
hipertensi
bertujuan
untuk
mengurangi
morbiditas dan mortalitas serta mengontrol tekanan darah. Pengobatan hipertensi ada dua cara yaitu secara farmakologi dan non farmakologi. 2.2.8.1 Farmakologi Menurut Knight (2000), selama tahun terakhir ini ada
kemajuan
pesat
yang
dicapai
dalam
bidang
pengobatan tekanan darah tinggi, karena itu sebagai keseluruhan sudah berkurang komplikasi yang berat. 1. Diuretik Diuretik merupakan antihipertensi yang telah diteliti secara luas seta secara konsisten efektif dalam uji klinis. Diuretik menurunkan tekanan darah pada
awalnya dengan cara menurunkan volume lasma (dengan
menekan
absorbsi
natriumoleh
tubulus
sehingga meningkatkan eksresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler perifer. 2. Agen penghambat Beta Adrenegik Obat
ini
efektif untuk
hipertensi
karena
menurunkan denyut jantung dan curah jantung. Bahkan setelah penggunaan kontinyu penghambat beta, curah jantung tetap lebih rendah dan resistensi vaskuler sistemik
lebih
tinggi
dengan
agen
yang
tidak
mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik atau penghambat alfa. Penghambat beta juga menurunkan pelepasan renin. Obat tersebut menetralkan efek takikardi yang disebabkan oleh vasodilatasi dan terutama bermanfaat pada pasien dengan kondisi lain yang menyertai yang mendapatkan manfaat dari bentuk terapi tersebut. Efek saming semua penghambat beta antara
lain
menginduksi
atau
mengeksaserbasi
bronkospasmus pada pasien yang sudah mempunyai kecenderungan (pasien asma, beberapa pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik), depresi konduksi nodus sinus dan atrioventrikuler, kongesti nasal. 3. Penghambat ACE (angeotensin converting enzyme) Obat ini semakin banyak digunakan sebagai pengobatan awal pada hipertensi ringan sampai sedang. Aksi utama kerja obat ini adalah dengan menghambat sistem
rennin-angiotensin-aldosteron,
menghambat
degradasi
tetapi
bradikinin,
juga
menstimulasi
sintesis prostlagandin dan kadang – kadang mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Ruam kulit dapat terjadi akibat penghambatan ACE jenis apa pun. Perubahan pengecap dijumpai lebih sering akibat kaptopril dari pada gen yang tidak mengandung sulfhidril
(ealapril
dan
lisinopril)
tetapi
sering
menghilang dengan terapi. Angiodema tidak bisa dijumpai tetapi merupakan efek saming yang potensial berbahaya dari semua agen ini sebab pengaruh inhibisi sekunder obat ini terhadap kinase. Menurut Moser et al (2008), penghambatan ACE diberikan pada pasien dengan diabetes dengan tanda – tanda nefropati. 4. Agen penghambat Reseptor Angiotensin II Meskipun losartan, anggota kelompok obat ini, kurang poten dalam menurunkan tekanan darah
dibandingkan dengan penghambatan ACE, antagonis angiotensi II yang lebih baru ( valsartan, irbesrtanm candesartan, telmisartan dan eprosartan) tampaknya sama potennya. Penghambat reseptor angiotensin II tidak mengakibatkan batuk dan jarang disertai dengan ruam kulit yang meruakan efek samping paling umum akibat penghambat ACE. Namun, obat tersebut masih menimbulkan resiko hipotensi dan gagal ginjal. 5. Agen penghambat saluran kalsium Agen kelas ini mengurangi tekanan darah dan sejumlah agen baru dengan durasi aksi yang lebih lama dan mungkin aktivitas inotropik negatif yang kurang poten tersedia. Obat ini berinteraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan dengan reflex takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan dari pada vasodilator yang lain. Penghambat saluran kalsuim dan diuretik kurang memberikan
manfaat
tambahan
jika
diberikan
bersamaan bila dibandingkan jika masing – masing obat tersebut dikombinasikan dengan penghambat beta atau penghambat ACE.
6. Antagonis Adrenoseptor Prazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah. Agen ini efektif sebagai terapi obat tunggal pada beberapa individu, tetapi dapat terjadi takfilaksis selama terapi jangka panjang dan relatif jarang terjadi efek samping. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop setelah dosis pertama, oleh karena itu sebaiknya diberikan dosis kecil dan diberikan pada saat tidur. 2.2.8.2 Terapi Non farmakologis Penatalaksanaan
non
farmakologis
dengan
modifikasi gaya hidup sangat enting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Penatalkasaan hipertensi dengan non farmakologi terdiri dari berbagai macam modifikasi gaya hidup menurut Ridwanamiruddin (2007). 1. Mempertahankan berat badan ideal 2. Kurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (Kplan, 2006). Jumlah yang lain dengan
mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mm ( 1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan komsumsi garam menjadi ½ sendok teh /hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Radmaarssy, 2007). 3. Menghindari rokok Merokok
sangat
besar
perannya
dalam
meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yang terdapat di dalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. 4. Penurunan stres dan pola tidur Stres memang tidak nyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stres sering terjadi dapa menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi (Sheps, 2005). Persaan gelisah dapat menyebabkan kategangan dan emosi terus menerus sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Usahakan tidur dan beristirahat secukupnya untuk mempertahankan kondisi badan,karena jika tidak cukup tidur dan istirahat dapat juga memicu tingginya tekanan darah ,oleh karena itu tekanan darah menurun pada waktu tidur yang cukup,lebih rendah pada waktu
siang hari. Menghindari stres dengan menciptakan suasana yang menyenangkan hati dan waktu tidur dan istirahat yang cukup. 5. Melakukan aktivitas fisik . 2.3 Konsep Dasar Gangguan Tidur 2.3.1
Definisi Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter & Perry, 2005). Gangguan tidur adalah suatu keadaan seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang sesuai. Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Tidur NREM dibagi menjadi empat tahap. Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak menyadari telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot
menandakan relaksasi selama tahap I. Tahap II dan III meliputi tidur dalam yang progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan (Asmadi, 2008). Kebutuhan
tidut
manusia
tergantung
pada
tingkat
perkembangan. Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat, 2008). Tabel 2.2 Kebutuhan tidur manusia Usia Tingkat perkebangan 0 -1 bulan Bayi baru lahir 1 bulan – 18 bulan Masa bayi 18 bulan – 3 tahun Masa anak 3 tahun – 6 tahun Masa presekolah 6 tahun – 12 tahun Masa sekolah 12 tahun – 18 Masa remaja tahun 18 tahun – 40 Masa dewasa tahun 40 tahun – 60 Masa muda paruh tahun baya 60 tahun ke atas Masa dewasa tua Sumber : Hidayat (2008). 2.3.2
Jumlah kebutuhan 14 – 18 jam /hari 12 – 14 jam/hari 11 – 12 jam/hari 11 jam/hari 10 jam/hari 8 – 5 jam/hari 7 – 8 jam/hari 7 jam/hari 6 jam/hari
Kebutuhan tidur lansia Kebutuhan tidur setiap orang berbeda – beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6 – 7 jam per hari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengembalikan lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et al, 2004). Kecenderungan tidur siang meningkat secara progresif dengan
bertambahnya usia. Peningkatan waktu tidur siang
hari yang
dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau lebih (Perry & Potter, 2005). pada lanjut usia menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat, sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium 1 ke stadium 1v, selama 70 – 100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode REM berlangsung kira – kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total. Umumnya tidur REM merupakan 20 – 25% dari jumlah tidur, staduim II sekitar 50% dan stadiu. Pada III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang normal berkisar 5 – 9 jam pada 90% orang dewasa. Pada usia lanjut efisiensi tidur berkurang, dengan waktu yang lebih lama ditempat tidur namun lebih singkat dalam keadaan tidur. Menurut Darmojo (2009), seiring bertambahnya usia, terdapat penurunan periode tidur. Seorang lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama ditempat tidur) dan mempunyai lebih sedikit waktu tidur nyenyaknya. 2.3.1
Fisiologi tidur lansia Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan
bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikulasi mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Fisiologi tidur seseorang dapat terganggu seiring terjadinya proses penuaan karena adanya kerusakan sensorik pada sistem saraf pusat (Hidayat, 2008). Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu RAS yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan, juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat, 2008). Saat tidur terdapat pelepasan serum serotinin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BRS).
Sedangkan
pada
saat
bangun
bergantung
dari
keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Demikian sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Menutur Potter (2005) seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan implus yang diterima dari pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti
stimulus bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur maka aktivitas RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa tertidur. 2.3.5 Kualitas tidur lansia Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorng individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun. Kualitas tidur yang mencangkup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif, seperti tidur dalam dan istirahat (Khasanah, 2012).Sebagian besar lansia berisiko mengalami gangguan tidur yang diakibatkan oleh karena faktor usia dan ditunjang oleh faktor – faktor penyebab lainnya seperti penyakit. Selama peroses penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda (Hidayat, 2008). Menurunnya kualitas tidur lansia akan berdampak buruk terhadap kesehatan, karena dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit, stres, konfusi, disorientasi, gangguan mood, kurang
fresh,
menurunnya
kemampuan
berkonsentrasi,
kemampuan membuat keputusan (Potter & Perry, 2005). Menurut Calhoun & Harding (2012), apabila tidur mengalami gangguan dan tidak terjadi penurunan tekanan darah saat tidur, maka akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi
yang berujung keada penyakit kardiovaskuler. Setiap 5% penurunan normal yang seharusnya terjadi dan tidak dialami oleh seseorang, maka kemungkinana 20% akan terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu salah satu faktor dari kualitas tidur yang buruk yaitu kebiasaan durasi tidur yang pendek juga dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah. Kebutuhan tudur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, dan kondisi kesehatan. Kebutuhan tidur pada usia lanjut 5 – 8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia lanjut yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai (Lumbantobing, 2004). Hal ini didukung oleh pendapat Calhoun & Harding (2012) yaitu apabila kualitas tidur mengalami kebiasaan durasi tidur yang pendek atau kualitas tidur yang buruk dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan hormon pengatur keseimbangan tekanan darah atau hormon aldosteron tidak bekerja secara optimal, sehingga kehilangan waktu tidur dapat membuat sistem saraf menjadi hiperaktif yang kemudian mempengaruhi sistem seluruh tubuh termasuk jantung dan pembuluh darah.
Penelitian tersebut juga diperkuat oleh pendapat gangwich (2006) dalam Zharfan (2013) menjelaskan bahwa tidur akan membuat denyut jantung menjadi lambat dan menurunkan tekanan darah secara signifikan. Sehingga seseorng yang durasi tidurnya tergolong kurang akan membuat sistem kardiovaskuler bekerja pada tekanan tinggi dan membuat tekanan darah dan denyut jantung naik. Kebutuhan yang terbesar bagi lansia adalah tigkat kesehatan agar dapat hidup sejahtera. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal (Stanley, 2006). 2.3.6
Faktor yang mempengaruhi gangguan tidur Menurut Perry & Potter (2005) penyebab gangguan atau susah tidur antar lain: 2.3.6.1 Faktor psikologi ( stress dan depresi) Stres
yang
berkepanjangan
sering
menjadi
penyebab dari insomnia jenis kronis, sedangkan berita – berita buruk gagal rencana dapat menyebabkan insomnia transient. Depresi paling sering ditemukan. Bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak diinginkan adalah gejala paling umum dari awal depresi, cema, neorosa dan
gangguan psokologi lainnya sering terjadi penyebab gangguan tidur. 2.3.6.2 Sakit fisik Sesak napas pada orang yang terserang asma, hipertensi,
penyakit
jantung
koroner
sering
dikarakteristikkan dengan episode nyeri dada yang tiba – tiba dan denyut jantung yang tidak teratur , sehinggan seringkali mengalami frekuensi terbangun yang sering nokturia atau berkemih pada malam hari, dan lansia yang mempunyai sindrom kaki tak berdaya yang terjadi pada saat sebelum tidur mereka mengalami berulang kali kekambuhan yang dapat mengganggu tidur lansia. 2.3.6.3 Faktor lingkungan Lingkungan
yang
bising
seperti
lingkunagn
lintasan pesawat, jet, lintasan ketera api, pabrik atau TV tetangga dapa menjadi faktor penyebab susah tidur. 2.3.6.4 Gaya hidup Alkohol, asap rokok, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab susah tidur. 2.3.6.5 Usia Usia merupakan jumlah lamanya kehidupan yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran . usia mempengaruhi
psikologi seseorang, semakin bertambah usia seseorng , semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai masalah sehingga dapat menggagu tidur. 2.3.7 Siklus tidur Selama tidur malam yang berlangsung rata – rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4 – 6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mangalami REM maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008). Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut.
Tahap tidur NREM I
NREM II
NREM III
NREM IV
REM NREM IV
NREM III
Skema 2.1 Tahapan Tidur (Mardjono, 2008). Siklus tidur ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur
seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter & Perry, 2005). 2.3.8 Kualitas tidur pada penderita hipertensi Menurut Buysse et al (2000), kualitas tidur dapat dinilai dengan melihat masa laten tidur, lama waktu tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, gangguan di siang hari, dan kualitas tidur umum. Menurut Javaheri (2008) dalam Deshita (2009), kualitas tidur yang buruk berhubungan denagn meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskuler.
Hal
ini
disebabkan
siklus
tidur
dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyaroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH), Slow Reacting Substance (SRS). Hormon – hormon ini masing – masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis enterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter nerepinefrin, dopamine, histamin,serotinin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan terbangun ( Potter & Perry, 2005). Begitu juga sebaliknya, orang yang menderita hipertensi akan memiliki resiko mendapatkan kualitas tidur yang buruk. Hal ini memperburuk keadaan si penderita (Potter & Perry,
2005).penderita hipertensi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulai tertidur (Mansoor, 2002) tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu 20 menit. Selain itu, gejala – gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa tidak nyaman, sulit bernafas, sukar tidur dan mudah lelah dapat membangunkan penderita dari tidurnya sehingga tidak mendapatkan waktu tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak pada aktivitas keesokan harinya (Bastaman, 1988; Potter & Perry, 2005). 3.8.9
Pengukuran gangguan tidur PSQI (pittsburgh sleep quality index) merupakan alat ukur tidur yang paling subjektif, Skala ini diperbarui pada tahun 2005. PSQI merupakan adaptasi dari teori yang dikemukakan oleh Buysee (1989). PSQI mengukur kualitas tidur dalam tujuh aspek yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. PSQI (pittsburgh sleep quality index) yang merupakan instrumen penelitian yang sudah baku serta di uji validitas reabilitasnya dengan hasil Alpha Cronbachs 0,753 dan telah diterjemahkan dalam bahasa indonesia (Maulida, 2011). Keuntungan menggunakan PSQI karena memiliki validitas dan rehabillitas yang tinggi. Namun metode PSQI ini juga memiliki
kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan keterbatasan dan kesulitan klien untuk memahani pertanyaan sehingga perlu untuk dipandu dalam pengisiannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan item ke lima dari kuesioner PSQI yaitu gangguan tidur yang terdiri dari 9 pertanyaan, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Wahyuni yang berjudul “ Kualitas tidur dan gangguan tidur pada lansia di panti werda bakti dharma palembang” dengan menggunakan item ganggu tidur dengan 9 pertanyaan pada PQSI untuk mengukur gangguan tidur. 2.3.9
Penatalaksanaan Berbagai upaya dalam bidang kesehatan yang dapat dilakukan untuk membantu lansia dengan gangguan tidur yaitu dengan penatalaksaan farmakologi dan nonfarmakologi.
2.3.9.1 Farmakologis Dengan pemberian obat – obatan dari golongan sedatif – hipnotik seperti Benzodiazepine atau non Benzodiazepine (Eszopiclone, Zaleplon, Zolpidem), lebih efektif dan aman untuk lanjut usia. 1. Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan untuk mengobati insomnia pada lanjut usia. Menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor Benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan adalah menurunkan fase tidur REM, dan mencegah terjaga di malam hari.
2. Non Benzodiazepine Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif pada reseptor Benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. 1) Eszopiclone Golongan Non – Benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh paling lama yaitu selama 5 jam pada usia lanjut dapat meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur. 2) Zaleplon Dapat digunakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan terjadinya kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat berhenti. 3) Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berkaitan secara selektif pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. 2.3.9.2 Non farmakologis Terapi non farmakologis untuk gangguan tidur diantaranya adalah : 1.
latihan relaksasi otot progresif merupakan salah satu pengobatan non farmakologis dalam mengatasi gangguan tidur adalah teknik relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot progresif dierkenalkan oleh Edmund Jacob tahun 1929 dengan buku
progressive
Relaxation,
merupakan
kombinasi
latihan
pernafasan dan rangkaian kontraksi serta relaksasi otot. Dilaksanakan
15 – 30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu cukup efektif dalam menurunkan gangguan tidur
karena dapat
memberikan pemijatan halus pada berbagai kelenjar – kelenjar tubuh, menurunkan
produksi
pengeluaran
hormon
kortisol produksi
dalam
darah,
mengembalikan
kortisol
dalam
bentuk
darah,
mengembalikan pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberikan keseimbangan emosi dan ketegangan pikiran. 2.
terapi musik terapi musik adalah salah satu bentuk penyembuhan dengan distraksi secara nonfarkakologi untuk mengobati atau mengurangi gangguan tidur. Mendengarkan musik sampai saat ini menjadi metode relaksasi yang sering dilakukan untuk mengatasi kesulitan tidur karena musik merupakan cara yang mudah untuk mengalihkan perhatian, musik lebih sederhana, mudah dimengerti, dan hampir semua orang menyukainya.
3.
Akupresur Akupresur
adalah
seni
penyembuhan
kuno
yang
dalam
pelaksanaannya menggunakan obyek bisa tangan atau kaki untuk merangsang / menstimulasi titik – titik kunci tertentu di tubuh dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan. Rasa sakit dan tidak nyaman adalah tanda bahwa ada tanda ketidak seimbangan energi yang jika dibiarkan akan mengakibatkan sakit dan penyakit.
Cara kerja akupresur adalah dengan mengidentifikasi suatu penyakit berdasarkan titik-titik akupresur atau acupoint. Titik-titik akupresur berada di meridian yaitu saluran yang berada diseluruh tubuh yang menghubungkan semua bagian jadi satu . Titik-titik ini merefleksikan kerja dari organ tubuh manusia. Memijat titik-titik ini akan menyeimbangkan keseimbangan aliran energi yang pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan sakit. Pijat refleksi atau reflexology adalah cara penyembuhan berdasarkan keseimbangan energi dengan cara memijat / menstimulasi area di kaki dan tangan yang terhubung dengan organ atau bagian dari tubuh. Pijat refleksi pada dasarnya sama dengan akupresur. Keduanya membangkitkan keseimbangan daya energi dengan memusatkannya pada area di tubuh dititik-titik yang tidak seimbang. Akupresur menggunakan area meridian dan titik akupuntur sedangkan pijat refleksi menggunakan area yang disebut dengan zona refleksin salah satunya yaitu zona pada kaki.. Area di kaki akan berefleksi dengan organ-organ di seluruh tubuh. Dengan memijat di titiktitik refleksi tertentu akan melancarkan aliran energi dan menghasilkan respon positif, salah satunya pengeluaran hormon – hormon yang dapat memicu fase tidur (Iswani & Wahyuni, 2013).
2.4
Konsep Pijet Refleksi Kaki 2.4.1 Menurut Soewito (1995), refleksologi adalah ilmu yang mempelajari tentang titik – titk tertentu pada kaki dan tangan manusia, untuk suatu
penyembuhan. Hardibroto (2006) menambahkan bahwa refleksologi adalah cara pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona) di kaki, tangan, dan telingan yang ada hubungannya dengan berbagai organ tubuh. Selain itu pamungkas (2009) juga mendefinisikan bahwa pijit refleksologi adalah jenis pengobatan yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dengan cara memberikan sentuhan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai zona terapi. Zona terapi adalah wilayah /daerah yang dibentuk oleh garis khayal (abstrak) yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan reflek – reflek yang berhubungan langsung dengan organ – organ tubuh. Pijet refleksi termasuk suatu terapi pelengkap atau alternatif berupa pemijitan daerah atau titik refleks pada kaki atau tangan. Pijat refleksi kaki adalah suatu teknik pemijitan pada kaki, membelai lembut secara teratur untuk meningkatkan refleksasi (Puthusseril, 2006). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pijet refleksi merupakan salah satu pengobatan pelengka alternatif yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dimana memberikan suatu sentuhan pijitan atau rangsangan pada kaki atau tangan yang dapat menyembuhkan penyakit serta memberikan kebugaran pada tubuh. 2.4.2
Sejarah refleksi Bukti yang paling nyata dari sebuah adanya praktik refleksologi pada kebudayaan kuno adalah ditemukanna lukisan praktik refleksologi tangan dan kaki pada lukisan dinding di makan Ankhmahor (bangsawan tertinggi di bawah firaun) di saqqara, yang
dikenal juga sebagai makan tabib. Lukisan dinding Mesir ini diperkirakan berasal dari tahun 2330 SM. Soewito (1995) menambahkan pada kaki terdapat gambaran tubuh, dimana kaki kanan mewakili tubuh bagian kanan dan kaki kiri mewakili tubuh bagian kiri. Potter & Perry menegaskan bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi rileksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh untuk segar kembali.
2.4.1 Manfaat pijat refleksi kaki Adapun manfaat pijat refleksi itu sendiri menurut Pamungkas (2009) diantaranya adalah Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh, menjaga kesehatan agar tetap prima, membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan, merangsang produksi endorphin yang berfungsi untuk relaksasi tubuh yang dapat memberikan efek mengantuk sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur, mengurangi beban yang ditimbulkan akibat stress, membuang toksin, memperkuat fungsi sistem limfatik yang menghilangkan racun dan zat bahaya lain dari tubuh, memperbaiki keseimbangan
kimiawi
tubuh
dan
meningkatkan
imunitas,
memperbaiki keseimbangan potensi elektrikal dari berbagai bagian tubuh dengan memperbaiki kondisi zona yang berhubungan,
menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organ-organ tubuh manusia. 2.4.2 Metode refleksi metode pijet refleksi yang berkembang di tanah air berasal dari dua sumber, yaitu metode dari taiwan dan metode yang diperkenalkan oleh Benjamin Gramm. Pada metode yang berasal dari taiwan ini dilakukan pemijitan dengan menekan buku jari telunjuk yang ditekuk pada zona refleksi. Sedangkan metode kedua adalah metode yang diperkenalkan oleh Benjamin Gramm, dimana metode ini mempergunakan alat bantu berupa stik kecil untuk menekan zona refleksi (Pamngkas, 2009), Menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009), waktu yang dibutuhkan untuk tindakan pemijitan sebaik nya di lakukan dua hari sekali atau tiga kali seminggu dengan waktu 10-20 menit. Setiap titik refleksi biasanya dipijat 5 menit, jika terasa sakit sekali boleh di pijat 10 menit. Terapi pijat kaki adalah upaya penyembuhan yang efektif dan aman, serta tanpa efek samping yang besar. Rasa rileks yang dapat mengurangi stres dan dapat memicu lepasnya endofrin, serta membuat nyaman, dan zat kimia otak yang menghasilkan rasa nyaman tersendiri (Azis, 2010). Pengobatan non farmakologis ini lebih aman dan lebih ekonomis, karena tidak memerlukan biaya yang besar untuk membeli obat, tindakan
pembedahan serta alat – alat kedokteran lain yang digunakan. Metode ini dirasa lebih aman untuk digunakan karena kecilnya efek samping yang ditimbulkan (Galea, 2008). Edwin Bowers C, menulis buku berjudul Zone Therapy yang kemudian dikenal sebagai refleksologi pada awal tahun 1960a menyebutkan bahwa Pijet refleks kaki , merupakan pemijitan dapat memberikan rangsangan berupa tekanan pada pada kaki dibagian bawah (telapak kaki), punggung kaki, dan bagian samping kaki. Titik refleksi pada kaki kanan dan kaki kiri semua berhubungan dengan sistem peredaran darah yang mengalir pada organ – organ saraf tubuh berdasarkan Rangsangan tersebut diterima oleh reseptor saraf (saraf penerima rangsangan) tersebut langsung dikirim ke otak. Sinyal yang dikirim langsung keotak dapat melepaskan ketegangan dan memulihkan keseimbangan seluruh tubuh (Barbara & Kevin K, 2012). tekanan titik pada saraf kaki memberikan rangsangan bioelektrik yang dapat melancarkan sirkulasi aliran darah dan cairan tubuh untuk menyalurkan nutrisi serta oksigen ke sel – sel tubuh menjadi lancar yang akan memberikan efek relaksasi. Selain itu dengan memberikan rangsangan yang diterima oleh saraf sensorik, dan langsung disampaikan oleh urat saraf motorik kepada organ yang dikehendaki. Apabila pijat refleksi di satu titik, maka tubuh akan melepaskan beberapa zat seperti : serotinin, histamin,
beradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat lain (Gunawan, 2011). Zat serotinin sendiri berperan dalam menginduksi rasa kantuk, salah satu fungsi serotinin adalah mengontrol jam biologis badan (cercadian rhytms) seperti rangsangan untuk tidur ,jika berkurangnya serotinin menyebabkan defek pada pola tidur seseorang (Curran,
2000). Sedangkan histamin mengalami
peningkatan neuron asetilkolin neuron norepiniprin keadaan ini akan memicu fase tidur REM. Sebagai tambahan, maningkatannya pelepasan GABA dan penurunan dari pelepasan histamin akan cenderung meningkatkan tidur NREM. Sedangkan keadaan terjaga atau bangun adalah pelepasan GABA berkurang dan pelepasan histamin meningkat (Barret Etal. 2011). Bradikinin dimulai dengan adanya prekalikrein plasma. Prekalikrein plasma yang berada dalam bentuk tidak aktif dan diaktifasi oleh tripsin. Kalikrein serta faktor hageman kemuadian diubah menjadi kalikrein plasma. Berikutnya, kinogen HMW yaitu kininogen dengan berat molekul tinggi, yang merupakan subtrat untuk kalikrenin plasma, diubah menjadi hormon bradikinin. Kininogen merupakan prekursor yang terdapat pada plasma cair. Selain itu, kininogen juga terdapat pada interstisial serta pada cairan limfa. Kerja kininogen HMW, hanya terbatas pada aliran darah sirkulasi dan merupakan subtrat yang penting bagi kalikrein
plasma. Bradikinin membantu tubuh dalam membuka dan memperbesar pembuluh darah, dengan begitu bradikinin dapat membantu melancarkan aliran darah serta menurunkan tekanan darah. Bradikinin juga berguna dalam pembuatan jaringan otot lunak seperti pembuluh darah agar memungkinkan untuk membuka dan berkontraksi. Sedangkan leuktorin LTE4 adalah zat yang mebentuk SRS. SRS ini mempunyai onset lebih lambat dengan masa kerja yang lebih lama di bandingkan histami. SRS bekerja menghambat rasa nyeri pada kepala dan tengkuk akibat tekanan darah tinggi atau hipertensi yang dapat memberikan efek relaksasi sehingga menimbulkan rasa nyaman dan merangsang rasa ngantuk (Karnen G.bratawijaya, 2004).
Zat – zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol serta flare reaction mengakibatkan terjadinya perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot – otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil (Kusyanti, 2012). Selain itu dalam keadaan rileks inilah yang dapat memberikan stimulus ke Reticular Activating system (RAS) yang berlokasi di batang otak teratas yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan pada saat terjaga keadaan rileks ini, stimulus pada RAS akan
semakin menurun. Dengan demikian akan diambil alih oleh batang otak yang lain yang disebut Bulbar syncbronizing Region (BSR) . BSR akan melepaskan serum serotinin yang dapat memberikan efek mengantuk sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur (Kurnia, 2009). Makanisme pemijatan pada telapak kaki untuk merespon sensor saraf kaki kemudian terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening mempengaruhi aliran dalam darah meningkat, sirkulasi darah lancar (Aditya, 2013). Aktifitas parasimpatik kemudian memberikan sinyal keotak, organ dalam tubuh, dan bioelektrik keseluruh tubuh. Sinyal yang dikirim ke otak akan mengalirkan gelombang alfa yang ada didalam otak (Guyton, 2014). Gelombang alfa akan membantu kontraksi otot untuk mengeluarkan zat kimia otak (neurotransmiter) seperti hormon serotinin dan lain – lain, yang dapat merangsang rasa nyaman dan merelaksasi. Kemudian rasa relaksasi dan perasaan nyaman yang dirasakan dapat menurunkan produksi kortisol dalam darah sehingga
memberikan
keseimbangan
emosi,
menurunkan
ketegangan pikiran sehingga meningkatkan kualitas tidur (Azis, 2014). Penekanan pada saat awal dilakukan dengan lembut, kemudian secara bertahap kekuatan penekanan ditambah sampai terasa sensasi yang ringan, tetapi tidak sakit, apabila titik tekan
dipijat dan diberi aliran energi maka sytem cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang disebut analgesia (Guyton & Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan mengeluarkan morfin serta zat lain seperti serotinin dan lain – lain sehingga menimbulkan perasaan yang nyaman (Guyton & Hall, 2007 ; Potter & Perry, 1997).
Skema 2.2 Skema pijat refleksi kaki Pijat Refleks Kaki
Melalui rangsangan /tekanan pada saraf telapak kaki
Rangsangan di terima oleh reseptor saraf Rangsangan dikirim ke otak
Melepaskan ketegangan dan memulihkan keseimbangan seluruh tubuh
Melalui rangsangan bioelektrik Melancarkan sirkulasi aliran darah
O2 menjadi lancar
Melepaskan zat kimia
serotinin
Mengin duksi rasa kantuk
histamin
Menyebabkan peningkatan neuronasetikol in neuron norepiniprin
Efek relaksasi Produksi kortisol turun Tercapai keseimbangan emosi,menurunkan ketegangan pikiran
Memicu fase ridur REM
bradikinin Membuka dan memperbes ar aliran darah Aliran darah menjadi lancar
SRS
Mengham bat rasa nyeri Memberik an efek relaksasi Menimbulkan rasa nyaman
Menurunkan tekan darah tinggi Menimbulkan rasa ngantuk
Sehingga kualitas tidur meningkat
Sumber : Endang triyanto (2014), Puthusseril (2006), Barbara dan Kevin.K (2012), Aditya (2013), Aziz (2014), Guston (2014).
2.4.1
Hal – hal yang harus diperhatikan sebelum pemijitan Pemijitan sebaiknya dilakukan dua hari sekali atau tiga kali dalam seminggu dan pemijitan tidak di anjurkan untuk dilakukan setiap hari atau setiap saat karena akan merusak saraf refleks. Setiap titik refleksi biasanya dipijat 5 menit, jika terasa sakit sekali dapat di pijat 10 menit. Jika pemijitan terlalu keras dan klien merasa sakit, maka pijitan dikurangi dan memindahkan pijat ke bagian lainnya. Jangan memijat pada waktu responden yang menderita penyakit menular, ada luka, fraktur ataupun bengkak di bagian kaki.
2.4.2 Hal – hala yang harus diperhatikan dalam pijat refleksi pijat refleksi menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009) adalah seseorang yang hanya sekali atau dua kali pijat belum tentu dapat sembuh dari penyakitnya, namun diperlukan
waktu yang cukup. Biasanya sakit dapat berangsur – angsur sembuh atau berkurang dengan rajin pijat. Tidak dianjurkan melakukan pemijatan jika dalam kondisi badan kurang baik, karena akan mengeluarkan tenaga keras. dan tidak dianjurkan pemijatan pada ibu hamil, karena akan terjadi peningkatan hormon dan badan terlihat bengkak dan terasa sakit apabila ditekan begitu juga tidak dianjurkan pada penderita rheumatoid arthritis.
2.4.3 Titik – titik refleksi pada kaki dan manfaatnya. Gambaran tubuh dengan segala isinya dapat ditemukan pada telapak kaki dan ini disebut titik tekan, titik tekan ini yang akan dimanfaatkan untuk semua penyembuhan. Bila titik – titik tekan tertentu ditekan, maka akan menimbulkan suatu aliran energi yang mengalir sepanjang jalur zone pada zone yang ditekan tersebut. Berikut gambar organ tubuh yang ditemukan pada kaki sebagai berikut :
Gambar 2.1 . Titik Organ Tubuh Manusia pada Kaki Sumber : Ali, iskandar. (2010) .Dahsyatnya pijat untuk kesehatan.Jakarta : Agromedia pustaka
Keterangan pada gambar sistem organ sebagai berikut : 1.
Titik kepala Jika di kombinasikan dengan pemijatan pada beberapa titik lainnya, pemijatan titik kepala bisa menangani semua gangguan atau penyakit yang berkaitan dengan bagian kepala. Contohnya sakit kepala, pusing, sakit kepala sebelah (migrain), vertigo, tengkuk yang kaku, dan leher kejang.
2.
Titik sinus dan otak besar Titik sinus dan otak besar berkaitan dengan organ paru – paru. Pemijatan pada titik ini beserta beberapa titik lainnya mampu mengatasi berbagai gangguan pernapasan seperti asma, infeksi saluran nafas, sesak nafas, batuk dan flu.
3.
Titik hidung
Pemijatan di titik saraf hidung berfungsi untuk mengetahui peradangan hidung, bisul di hidung, influenza, mimisan, sinusitis, dan radang selaput lendir hidung. 4.
Titik otak kecil dan batang otak Titik ini berhubungan dengan organ dan jaringan yang berada diotak. Pemijatan di titik ini mampu mengatasi stroke.
5.
Titik kelenjar pituitari Titik ini berhubungan dengan kelenjar pituitari, pineal, dan hipotalamus. Pemijatan pada titik ini mamu mengatasi berbagai gangguan pencernaan di lambung, seperti maag, mual, dan perut kembung.
6.
Titik saraf trigeminal Titik ini berhubungan dengan saraf – saraf yang berada diotak,
wajah,
dan
pundak.
Pemijatan
di
titik
ini
dikombinasikan dengan pemijatan pada titik lainnya mampu mengatasi stroke wajah dan nyeri pundak. 7.
Titik masuk angin Sesuai dengan namanya, pemijatan pada titik ini khusus menangani berbagai gangguan masuk angin.
8.
Titik leher Jika titik leher dipijat, bisa mengatasi leher kaku, leher keseleo, gondok kelear tirod lemah, dan penyempitan pembuluh darah leher.
9.
Titik mata Titik saraf ini dipijat untuk mengatasi radang mata, radang selaput mata, mengatasi mata kabur, katarak, buta senja, lapisan saraf mata, mata merah, mata berair dan beberapa gangguan pada mata.
10. Titik telinga Titik telinga dapat mengatasi radang telinga, telinga berdenging, kurang pendengaran, sakit kuping, darah tinggi, hilang keseimbanan. 11. Titik otot trapesius Titik ini berhubungan dengan otot dan saraf yang berada dileher. Pemijatan ini mampu mengatasi gangguan pendengaran dan kerongkongan. 12. Titik paru – paru Titik ini terdapat pada dua lokasi, yakni lipatan pertama jari manis dan bagian tengah telapak kaki. Titik ini berhubungan dengan paru – paru. Titik saraf paru – paru diterapi pijat untuk mengatasi TBC paru – paru, batuk, asma, radang tenggorokan, influenza, beri – beri, gangguan kulit, typhus, rambut rontok, radang mulut, memperlancar buang iar kecil, mengatur sirkulasi darah, menghilangkan sifat ketagihan pada pecandu narkob, dan menghilangkan kebiasaan merokok. 13. Titik kelenjar tiroid
Sesuai namanya, titik ini berhubungan dengan kelenjar tiroid yang berada di leher. Pemijatan titik ini bisa menangani penyakit gondok, jantung koroner, influenza, dan radang amandel. 14. Titik kelenjar paratiroid Seperti kelenjar tiroid, pemijatan di titik ini mampu mengatasi berbagai gangguan yang terkait dengan kelenjar tersebut. 15. Titik hipertensi Pemijatan pada titik ini berfungsi untuk menangani masalah penyakit tekanan darah tinggi. 16. Titik tenggorokan memijat refleksi tenggorokan celah antara ibu jari kaki dan jari sebelah kaki kiri dan kanan untuk mengobati, amandel, kelenjar getah bening bagian atas tubuh kaki kiri dan kanan, kelenjar getah bening bagian perut kaki kiri dan kanan, getah bening bagian dada kaki kiri dan kanan.
17. Titik hati Lever hanya ada di kaki kanan, di sinilah gudang gula yang di padatkan untuk keperluan atau makanan darah yang seterusnya dirubah oleh insulin menjadi energy. Apabila anda
kurang makan gula lama kelamaan gula dalam lever habis di pakai atau dihisap oleh darah mka lever menjadi bengkak dan itulah namanya penyakit lever yang kemudian mudah atau rawan terhadap virus hepatitis. 18. Titik kandung empedu Kandung empedu juga hanya ada di kaki bagian kanan, memproduksi getah empedu sebagai obat diabetes dan membantu pekerjaan pancreas. Getah empedu juga berguna untuk menetralisir racun dalam darah (ureum). 19. Titik usus besar menaik Titik usus besar naik hanya terdapat di kaki kanan. Pemijatan pada titik hanya untuk khusus gangguan pencernaan yang mampu manyebabkan usus besar bergeser, seperti kram lambung. 20. Titik katub ileosecal Titik katub ileosecal terdapat di kaki kanan. Titik ini berhubungan dengan sistem pencernaan, terutama usus kecil dan usus besar. Katub ileosecal merupakan bagian yang menghubungkan usus kecil dan usus besar, pemijatan di titik ini mampu menangani berbagai gangguan pencernaan. 21. Titik usus buntu
Titik pijat ini hanya berada di kaki kanan. Pemijatan di titik ini berfungsi untuk mengatasi peradangan usus buntu, dan mempercepat penyembuhan setelah operasi usus buntu. 22. Titik insomnia Jika titik ini dipijat, bisa menenangkan otot yang tegang sehingga gangguan susah tidur (insomnia) bisa teratasi. 23. Titik reproduksi letaknya di bawah tumit dan di bawah mata kaki bagian luar. Fungsinya memproduksi sel-sel baru untuk mengganti sel-sel yang sudah rusak atau sel mati. Untuk kesuburan pria atau wanita, memproduksi sperma atau indung telur, mengatasi rambut rontok, mandul lemah sahwat. 24. Titik usus dua belas jari Duodenum (usus 12 jari) kiri/kanan, menetralisir asam lambung yang berlebihan dalam lambung, membuang dan mendorong angin keluar dari lambung. 25. Titik pusat saraf perut Sesuai dengan namanya titik ini berhubungan dengan seluruh saraf yang terdapat diperut, pemijatan di titik ini mampu mengatasi berbagai gangguan pencernaan terutama yang berada di sekitar perut. 26. Titik lambung
Lambung kiri/kanan, mengatasi sakit mag, masuk angin, kembung, sakit perut, mencret, sakit kepala. 27. Titik pankreas Titik ini berhubungan dengan hormon insulin. Karena itu, jika dipijat sesuai aturan bisa menangani penyakit diabetes melitus. selain diabetes pemijatan di titik ini juga bisa mengatasi radang empedu, migrain, nyeri antara tulang iga, gangguan penyaluran getah empedu, dan radang pankreas. 28. Titik kelenjar adrenaln Titik
ini
berhubungan
dengan
kelenjar
yang
memproduksi hormon adrenalin. Pemijatan titik ini berfungsi meningkatkan stamina. Sebagai catatan untuk penderita diabetes, wilayah ini tidak boleh dipijat terlalu keras. hal ini disebabkan darah yang mengalir ke otak bisa menjadi cepat dan berisiko menimbulkan perdarah di otak. 29. Titik ginjal Ginjal kiri/kanan, pada organ inilah darah dicuci dan disaring.Mengatasi sakit ginjal, radang ginjal, asam urat, batu ginjal, TBC ginjal, gagal ginjal, infeksi ginjal, pegal bagian pinggang. Jangan berlebihan makan daging, jeroan, lemak kacang tanah minum air putih jangan kurang dari tiga liter sehari. 30. Titik saluran kemih
Titik ini berhubungan dengan saluran kemih dan ginjal. Pemijatan pada titik ini dilakukan untuk mengatasi atau mengobati peradangan kandung kemih, batu ginjal. 31. Titik usus kecil Titik saraf ini di dua lokasi, yakni telunjuk kaki dan tengah telapak kaki. Pemijatan pada titik ini mampu mengatasi sembelit, diare, dan perut kembung. 32. Titik dubur Seperti titik usus kecil, titik ini hanya berada di telapak kaki bagian kiri. Titik ini merupakan bagian dari sistem pencernaan. Pemijatan yang tepat dan sesuai aturan pada titik ini bisa menangani penyakit, seperti wasir, sulit buang air besar, dan gangguan pencernaan lainnya. 33. Titik jantung Jantung hanya ada di kaki bagian kiri, mengatasi sakit jantung, lemah jantung, radang jantung, jantung koroner, sakit dada sebelah kiri, cemas, gelisah, melancarkan peredaran darah, pingsan.
34. Titik limpah Limpa hanya ada di kaki sebelah kiri, letaknya di belakang lambung, fungsinya sebagai benteng pertahanan
tubuh dan gudang darah, apabila ada pendarahan ia akan segera mengeluarkan darah tambahan, juga memproduksi selsel darah putih untuk melawan firus, kuman, kanker, tumor, keputihan, badan panas dingin masuk angin. 35. Titik kandung kemih mengatasi batu dalam kandung kencing, membantu berfungsinya kelenjar pprostat. 36. Titik saraf duduk Titik pijat ini berhubungan dengan saraf panggul, pinggang, dan tulang ekor. Pemijatan titik ini mampu mengatasi gangguan saraf terjepit di wilayah pinggang dan tulang ekor. 37. Titik usus besar Titik ini berhubungan dengan usus besar, pemijatan secara teratur pada titik ini bia menangani berbagai gangguan pada sistem pencernaan secara umum, seperti wasir berdarah, perut kembung, sembelit, dan sakit perut.
38. Titik tri pemanas Seperti titik ini pemanas pada titik – titik pusat saraf lainnya, titi tri pemanas berhubungan dengan seluruh tubuh.
Ada beberapa alasan penyebab seseorng memilih terapi alternatif dianataranya : 3. Faktor sosial masyarakat Menurut Mubarak (2009) menyebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompls salah satunya adalah pengaruh orang lain atau sugesti teman yang memiliki alasan memilih terapi alternatif tersebut. 4. Faktor ekonomi Faktor ekonomi mempengaruhi masyarakat dalam mempertahankan kondisi kesehatannya yang baik (Mubarak, 2009). Menyatakan bahwa terapi ini dipilih karena alasannya murah dalam mempertahankan derajat kesehatan. Marsalina (2008) menambahkan bahwa pergi ke terapi alternatif tersebut bianya sangat terjangkau. 5. Faktor budaya Manusia pada dasarnya adalah mahluk budaya yang harus membudayakan dirinya terhadap kebutuhan dasarnya, dimana kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, tingkah laku, kebiasaan, kesenian, moral, adat (Mubarak, 2009). Salah satu alasan mengapa masyarakat memilih alternatif tersebut karena pengobatan di tempat ini memiliki seseorng yang mampu
mempercepat kesembuhan penyakitnya (Foster & Anderson, 1986)