Syahadat Cinta ( ツ ηƴ. ωhitέяŏŞέ ) !!! Ketika imjinasi telah datang , menembus segala angan yang berlebihan , tak sanggup tuk menahan .. senandung syair merdu akan terus mengalir dengan sendirinya ,secara bersama menggerakan jari untuk menari merangkai kata demi kata , menjadi suatu syair. janganlah kau halangi jalan nya imajinasi , biarkan dia mengembara mencari seberkas cahaya yang akan membuat nya terang benderang ,,, dan Abadi .. #Suci Prahatini
Puisi-puisi Sufi Rabi’ah al-Adawiyah I Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu Cinta digenggam walau apapun terjadi Tatkala terputus, ia sambung seperti mula Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga Menikmati pertemuan indah dan abadi Tapi tak jarang bertemu neraka Dalam pertarungan yang tiada berpantai II Aku mencintai-Mu dengan dua cinta Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir Hingga Engkau ku lihat Baik untuk ini maupun untuk itu Pujian bukanlah bagiku Bagi-Mu pujian untuk semua itu III Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip Manusia terlena dalam buai tidur lelap Pintu pintu istana pun telah rapat Tuhanku, demikian malam pun berlalau Dan inilah siang datang menjelang Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima Hingga aku berhak mereguk bahagia Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka, Demi kemahakuasaan-Mu Inilah yang akan selalau ku lakukan Selama Kau beri aku kehidupan Demi kemanusian-Mu, Andai Kau usir aku dari pintu-Mu Aku tak akan pergi berlalu Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu IV Ya Allah, apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di dunia ini, Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu Dan apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di akhirat nanti, Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku V Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut neraka Bukan pula karena mengharap masuk surga Tetapi aku mengabdi, Karena cintaku pada-Nya Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku VI Alangkah buruknya, Orang yang menyembah Allah Lantaran mengharap surga Dan ingin diselamatkan dari api neraka Seandainya surga dan neraka tak ada Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya? Aku menyembah Allah Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya Sudah cukup menggerakkan hatiku Untuk menyembah-Mu VII Sulit menjelaskan apa hakikat cinta Ia kerinduan dari gambaran perasaan Hanya orang yang merasakan dan mengetahui Bagaimana mungkin Engkau dapat menggambarkan Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang dari hadapan-Nya, walau ujudmu Masih ada karena hatimu gembira yang Membuat lidahmu kelu VIII Andai cintaku Di sisimu sesuai dengan apa Yang kulihat dalam mimpi Berarti umurku telah terlewati Tanpa sedikit pun memberi makna IX Tuhan, semua yang aku dengar di alam raya ini, dari ciptaan-Mu Kicauan burung, desiran dedaunan Gemericik air pancuran Senandung burung tekukur Sepoian angin, gelegar guruh Dan kilat yang berkejaran Kini Aku pahami sebagai pertanda Atas keagungan-Mu Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu dan Sebagai kabar berita bagi manusia Bahwa tak satu pun ada Yang menandingi dan menyekutui-Mu X Bekalku memang masih sedikit Sedang aku belum melihat tujuanku Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang Atau karena jauh di jalan yang „kan kutempuh Apakah Engkau akan membakarku O, tujuan hidupku Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu Kepada siapa lagi aku mengadu? XI Ya Allah Semua jerih payahku Dan semua hasratku di antara segala kesenangan-kesenangan Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan Adalah untuk berjumpa dengan-Mu Begitu halnya dengan diriku Seperti yang telah Kau katakan Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki XII Ya Tuhan, lenganku telah patah Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala yang telah menimpaku Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar Namun aku masih bertanya-tanya Dan mencari-cari jawabannya Apakah Engkau ridha akan aku Ya, Ya Allah O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku XIII Ya Allah Aku berlindung pada Engkau Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau Dan dari setiap hambatan Yang akan menghalangi Engkau Dari aku XIV Ya Illahi Rabbi Malam telah berlalu Dan siang datang menghampiri Oh andaikan malam selalu datang Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu Aku akan tetap menanti di depannya Karena hatiku telah terpaut pada-Mu XV Tuhanku Tenggelamkan diriku ke dalam lautan Keikhlasan mencintai-M Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku Selain berdzikir kepada-Mu ***** Referensi:
Asfari MS dan Sukatno CR (Editor), Mahabbah Cinta Rabi’ah al-Adawiyah, Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, Cetakan Keempat Juni 1999. Philip K. Hitti, History of The Arabs, PT Serambi Ilmu Semesta Jakarta,
Bersama dengan-Mu Bersama dengan-Mu adalah satu-satunya sumber kebahagiaanku. Karena semua selain Engkau adalah bentuk, tapi hanya Engkau yang sungguh Haqq. Jangan pernah pisahkan aku dari-Mu, karena tak mungkin sebuah kapal berlayar tanpa air. Aku sebuah kitab yang cacat, tapi ketika Engkau yang membaca, Kau pulihkan aku.
Yusuf selamat [1] walau dikepung seratus serigala ketika Engkau yang menjadi gembala. Setiap kali Engkau bertanya, "Bagaimana kabarmu?" wajahku memucat dan air-mataku bercucuran. Ke dua hal itu hanya lah tanda bagi mereka yang kasar dan rendah; apa lah artinya tanda-tanda bagi-Mu, yang tak memerlukan satu pun tanda. Kau dengar bisikan tak terucapkan, Kau baca niat tak tertulis. Kau perlihatkan visi di luar tidur; tanpa air Kau perjalankan kapal. Wahai diriku: diam lah, karena dari ketiadaan telah tiba sabda, "Kau tak dapat melihat Ku." [2]
Catatan: [1] Merujuk kepada kisah terkenal nabi Yusuf ketika remaja, yang diperdayai saudara-saudaranya sendiri (QS Yusuf [12]: 13) dan seterusnya. [2] Ode ini memberi sedikit singkapan tentang keakraban seorang hamba yang berada pada tataran nabi atau wali, yang sedemikian akrab, sehingga ber-"aku dan Engkau" dengan Rabb-nya. Rujukan pada Al-Qur'an memperlihatkan, misalnya, keakraban nabi Musa as, dengan Rabb, sedemikian rupa sehingga beliau berucap, "... Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat
melihat-Mu. (Allah berfirman) Engkau takkan sanggup melihat-Ku..." (QS al-A'raf [7]: 143).
Ikan Yang Keningnya Bercahaya M. Rahim Bawa Muhaiyaddeen SALAM sayangku padamu, cucu-cucuku. Hari ini, kita akan masuk di kedalaman samudera. Datang dan lihatlah melalui lensa khusus ini, dan engkau akan melihat makhluk-makhluk yang tidak terhitung banyaknya hidup di sana. Engkau bahkan bisa memeriksa rincian yang paling rumit mengenai telur ikan, makhluk-makhluk yang bersel satu, virus, dan banyak bentuk kehidupan lainnya. Apakah engkau melihat mereka semua? Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Lihatlah cahaya di sebelah sana itu! Keajaiban apa yang ada di kedalaman samudera ini? Sinar itu berasal dari seekor ikan yang luar biasa. Pusatkan perhatianmu pada lensa ini dengan hati-hati dan engkau akan tahu bahwa cahaya itu berada tepat di atas kedua alis ikan ini. Cahaya ini menyerupai reflektor yang ditemukan di rambu-rambu jalan, dan berkilauan di kegelapan seperti cat yang berpijar. Cat yang berkilauan ini adalah salah satu penemuan ilmiah terbaru oleh manusia, tapi Allah menemukan sesuatu yang mirip sejak dahulu kala, ketika Dia menciptakan ikan ini. Meskipun ada banyak jenis ikan di samudera, namun hanya ikan khusus ini yang memiliki cahaya lembut yang membantunya melihat saat ia berenang ke sana-ke mari dengan senangnya untuk mencari makanan. Cahaya ini memungkinkan ikan tersebut untuk menghindari kecelakaan dan halangan. Jika ikan ini melihat ikan lainnya yang berbahaya di atas, maka ia menyelam ke bawah, dan jika ikan ini melihat bahaya di bawah, maka ia bisa berenang lebih tinggi dan melarikan diri. Tetapi karena ikan lain tidak bisa melihat di kegelapan samudera, maka ikan-ikan itu seringkali tertangkap dan disantap. Ikan ini tidak seindah atau sebesar ikan-ikan lainnya, atau memiliki warna yang bagus, tapi ketika engkau menatap wajahnya, maka cahaya
berkilauan yang lembut itu memberinya jenis keindahan yang unik. Ketika engkau perhatikan sekawanan ikan-ikan ini berenang ke sana-ke mari, engkau bisa melihat jalur warna biru cerah yang berkelip-kelip di bagian depan masing-masing ikan ini. Cahaya ini tampak seperti permata yang berkilauan di air. Dari semua ciptaan-Nya, Allah memberi cahaya ini hanya pada jenis ikan ini saja. **** Manusia, yang begitu mulia, juga memiliki cahaya alami untuk membantunya. Cahaya yang ada dalam hati, memungkinkannya untuk melihat seluruh isi dunia dan memilih apa yang benar. Ketika manusia diciptakan, dia diberi cahaya kebenaran yang berkilauan. Allah menempatkan kearifan di pusat mata manusia, di bola mata, dan Dia mengelilingi kearifan tersebut dengan kebenaran yang bersinar. Ada titik yang sangat kecil dalam bolamata kearifan yang melaluinya cahaya itu muncul. Titik dalam kearifan tersebut ialah Allah. Melalui titik itu muncullah cahaya yang memungkinkan manusia untuk melihat segala sesuatu dan memungkinkan hatinya untuk memahami segala sesuatu. Dengan menunjukkan kepada manusia apa yang datang dan apa yang pergi, cahaya ini memberinya kekuatan untuk menyelamatkan diri dari kecelakaan atau bahaya apa pun. Cahaya ini memberi manusia kearifan untuk memahami. Sebagaimana ikan yang memiliki cahaya untuk membantunya menerobos samudera gelap untuk menemukan makanan yang benar bagi dirinya, manusia pun memiliki cahaya untuk membantu dirinya menerobos samudera gelap yang berupa ilusi untuk menemukan makanan yang tepat. Dengan cahaya ini dia bisa melihat hal yang baik dan buruk, yang halal dan haram, surga dan neraka, kebenaran dan kebohongan, dan dia bisa mengevaluasi semua yang ada. Kemudian dia bisa membuang apa yang salah, atau haram, dan hanya mengambil apa yang benar, atau halal, dan menikmati rasanya. Cahaya ini diberikan untuk membantu manusia memilih apa yang menjadi milik Allah, dan membuang apa yang menjadi milik neraka. Cahaya kebenaran yang berkilauan ini bergabung dengan iman, kepastian, dan kemantapan hati dan menunjukkan kepadanya jalan yang baik. Cucu-cucuku, engkau harus membuka mata kearifan yang indah ini dan melihat kehidupanmu. Dengannya engkau bisa melihat segala sesuatu.
Allah menempatkan kekuatan-Nya di dalam mata kearifan tersebut dan memberikannya padamu. Mata kearifan ini akan melindungi dan memungkinkanmu untuk menjalani hidup panjang tanpa halangan apa pun. Kekuatan alami dalam cahaya ini berasal dari kerajaan Allah, dari singgasana-Nya. Dengan cahaya dalam hatimu ini, engkau bisa menghindari apa yang salah dan mengambil apa yang benar. Jika engkau menghindari makanan yang haram, engkau tidak akan tunduk pada penyakit. Jika engkau melihat dengan tatapan milik Allah dan sifat-sifat-Nya, maka engkau tidak akan tunduk pada kerusakan dan kematian. Maka engkau bisa mengarah pada kehidupan yang damai dan tenang, bersama dengan bentuk yang indah milik Allah dan kerajaan surga-Nya dalam hatimu. Bukankah keadaan ini sangat bagus? Anak-anakku yang mulia, ini adalah sesuatu yang alami bagimu. Bahkan sebelum engkau lahir di dunia dan memasuki rongga tubuh ini, cahaya itu telah dipersiapkan untukmu. Pada saat engkau masih dalam kerajaan jiwa yang murni, kearifan yang tajam dan halus itu diberikan kepadamu. Dengan kearifan itu, engkau harus memahami semua yang engkau lihat dengan matamu. Lihat dan pahamilah kerajaan jiwa ini, kerajaan dunia ilusi, dan kemudian kerajaan Tuhan kita. Hindarilah apa yang harus dihindari, ambillah apa yang harus diambil, dan aturlah dirimu dengan benar. Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Cahaya dalam hatimu ini adalah cahaya jiwa yang sejati. Jika engkau memakainya untuk melihat jalanmu dan membimbing kehidupanmu, lalu kesedihan apa, kesukaran apa, karma apa, penderitaan dan dosa apa yang mungkin bisa engkau alami? Kejahatan apa yang bisa mendekatimu? Baik itu kegelapan, setan, maupun ilusi tidak akan bisa datang mendekatimu. Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Renungkanlah cerita ini. Seperti halnya ikan, lihatlah dengan bantuan cahaya ini. Lihatlah dengan kebenaran dan kearifanmu sehingga engkau bisa mengikuti jalan yang baik dalam samudera kehidupanmu ini. Salam sayangku padamu, cucu-cucuku, saudara-saudaraku, anak-anakku. Renungkanlah! Salam sayangku padamu. Amin. Semoga Allah menolong kita.
Air Sorga Haris seorang Badawi, dan istrinya Nafisa hidup berpindah-pindah tempat membawa tendanya yang tua. Dicarinya tempat-tempat yang ditumbuhi beberapa kurma, rumputan untuk untanya, atau yang mengandung sumber air betapapun kotornya. Kehidupan semacam itu telah dijalani bertahuntahun lamanya, dan jarang sekali melakukan sesuatu di luar kebiasaannya. Ia biasa menjerat tikus untuk diambil kulitnya, dan memintal tali dari serat pohon kurma untuk di jual kepada kafilah yang lewat. Namun, pada suatu hari sebuah sumber air muncul di padang pasir, dan Haris pun mencicipi air itu. Baginya air itu terasa bagaikan air sorga, sebab jauh lebih bersih dari air yang biasa diminumnya. Bagi kita, air itu akan terasa memuakkan karena sangat asin. “Air ini,” katanya, “harus aku bawa keseseorang yang bisa menghargainya.” Karena itulah ia berangkat ke Bagdad, ke Istana Harun al-Rasyid; ia pun berjalan tanpa berhenti kecuali kalau makan beberapa butir kurma. Haris membawa dua kantong kulit kambing penuh berisi air: satu untuk dirinya sendiri, yang lain untuk Sang Kalifah. Beberapa hari kemudian, ia mencapai Bagdad, dan langsung menuju istana. Para penjaga istana mendengarkan kisahnya dan hanya karena begitulah aturan di istana mereka membawa Haris ke hadapan Raja. “Pemimpin Kaum yang Setia,” kata Haris, “Hamba seorang Badawi miskin, dan mengetahui segala macam air di padang pasir, meskipun mungkin hanya mengetahui sedikit tentang hal-hal lain. Hamba baru saja menemukan Air Sorga ini, dan menyadari bahwa ini merupakan hadiah yang sesuai untuk Tuan, hamba pun segera membawanya kemari sebagai persembahan.”
Harun Sang Terus terang mencicipi air itu dan, karena ia sepenuhnya memahami rakyatnya, diperintahkannya para penjaga membawa pergi Haris dan mengurungnya di suatu tempat sampai ia mengambil keputusan. Kemudian dipanggilnya kepala penjaga, katanya, “Apa yang bagi kita sama sekali tak berguna, baginya berarti segala-galanya. Oleh karena itu bawalah ia pergi dari istana pada malam hari. Jangan sampai ia melihat Sungai Tigris yang perkasa itu. Kawal orang itu sepanjang perjalanan menuju tendanya tanpa memberinya kesempatan mencicipi air segar. Kemudian berilah ia seribu mata uang emas dan terima kasihku untuk persembahannya itu. Katakan bahwa ia adalah penjaga air sorga, dan bahwa atas namaku ia boleh membagikan air itu kepada kafilah yang lalu, tanpa pungutan apapun.
Si Tolol, Si Bijak dan Kendi Seorang tolol merupakan panggilan bagi orang biasa, yang senantiasa salah menafsirkan apa yang terjadi atasnya, apa yang dikerjakannya, atau apa yang dilakukan orang lain. Ia melakukan semuanya itu begitu meyakinkan sehingga bagi dirinya dan orang-orang semacamnya segi kehidupan dan pemikiran yang luas tampak masuk akal dan benar. Seorang tolol semacam itu pada suatu hari disuruh membawa kendi menemui seorang bijaksana untuk meminta anggur. Di tengah jalan, karena kecerobohannya Si Tolol itu membenturkan kendinya ke batu, dan pecah. Ketika ia sampai dirumah orang bijaksana itu, ia memberikan pegangan kendinya, katanya, “Tuan Anu menyuruh saya memberikan kendi ini kepada Tuan, tetapi di tengah jalan ia dicuri batu.” Karena terhibur dan ingin mendengar seluruh ceritanya, orang bijaksana itu bertanya.
“Karena kendi itu telah di curi, kenapa kau berikan kepadaku pegangannya?” “Saya tidak setolol yang disangka orang,” kata Si Tolol itu, “Oleh karena saya membawa pegangan kendi ini untuk membuktikan kebenaran ceritaku.
Semut dan Capung Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi SEEKOR SEMUT dengan rencana tersusun di pikirannya, sedang mencari-cari madu ketika seekor capung hinggap pada kuntum bunga itu dan menghisap madunya. Capung itu sebentarsebentar terbang pergi dan kembali lagi. Kali ini Si Semut berkata, “Kau ini hidup tanpa usaha, juga tanpa rencana. Karena kau tidak punya tujuan nyata maupun cita-cita, apakah ciri utama dari hidupmu dan ke manakah akhirnya?‟ Jawab Si Capung, “Aku bahagia, dan aku bersenang-senang, itu cukup nyata dan bertujuan. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh berencana sesukamu; kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada cara hidup yang lebih baik. Bagimu rencanamu, bagiku rencanaku.” Si Semut berpikir, “Yang tampak olehku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa yang terjadi pada semut. Aku tahu apa yang terjadi pada capung. Baginya rencananya, bagiku rencanaku.” Si Semut pun berlalu, sebab ia telah memperingatkan sebisanya dalam situasi itu. Hingga suatu ketika mereka bertemu lagi.
Si Semut menemukan kios tukang daging, dan dengan cerdik ia berdiri saja di bawah meja tempat daging, menunggu apa yang mungkin datang padanya. Si Capung, begitu melihat daging merah dari atas, segera menukik dan hinggap di atasnya. Persis pada saat itu pisau tukang daging mengayun dan membelah capung itu menjadi dua. Separoh tubuhnya jatuh di lantai dekat kaki Si Semut. Sambil memegang bangkai itu dan mulai menyeretnya ke sarang, Si Semut berkata kepada dirinya sendiri, “Berakhir sudah rencananya, dan rencanaku terus berlanjut, „Baginya rencananya telah usai, „bagiku rencanaku‟ mulai berputar. Kebanggaan tampaknya penting, tetapi fana. Hidup memakan, berakhir dengan dimakan oleh yang lainnya. Ketika kukatakan ini padanya, ia pikir aku perusak kesenangan. Kisah yang hampir sama ditemukan juga dalam Divine Book karya Attar, walaupun dalam penerapannya sedikit berbeda dari versi ini, yang diriwayatkan oleh seorang darwis Bokhara dekat makam Al-Shah, Bahaudin Naqshabandi, enam puluh tahun silam. Kisah ini diambil dari buku catatan seorang Sufi yang disimpan di Masjid Agung di Jalalabad (Idris Shah)