Koasistensi Laboratorium Bakterologi - Mikologi - Virologi LAPORAN BAKTERIOLOGI dan MIKOLOGI
Program Profesi Dokter Hewan Rotasi Laboratorium di Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Universitas Airlangga
Oleh: Awang Yoga Pratama
130130100111002
Bornea Pertiwi Putri
130130100111003
Furqon Adimas Yudistira
130130100111004
Fanny Rufaida
130130100111010
Rendy Ocky Prasetya
130130100111017
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jamur merupakan organisme bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Madigan et al., 2012).. Spesies jamur beraneka ragam tersebar di seluruh dunia. Terdapat fungi yang merugikan dan ada pula fungi yang menguntungkan. Jamur yang menguntungkan adalah berbagai jenis jamur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya untuk menghancurkan sampah organik, menghasilkan antibiotik untuk obat atau jamur yang bermanfaat dalam pembuatan roti, tempe, tape, taoco, oncom (Waluyo, 2007). Spesies jamur yang merugikan adalah berbagai jamur yang menyebabkan kayu cepat lapuk, kerusakan makanan hingga penyebab penyakit pada makhluk hidup misalnya menyebabkan mikosis. Mikosis adalah infeksi yang disebabkan jamur pada suatu organisme. baik akibat keracunan saat dikonsumsi, menjadi sumber penyakit kulit (Waluyo, 2007). Jenis jamur pathogen yang menyebabkan penyakit pada hewan diantaranya Candida, Saccharomyces, Rhizopus, Mucor, Aspergillus, Trichopyton, dan Microsporum serta yang tergolong dalam fungi dimorfik yaitu histoplasm, Blastomyces, Sporothrix. Penanggulangan infeksi mikosis memerlukan pengobatan yang tepat untuk setiap spesiesnya sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi spesies jamur yang menyebabkan kerugian. Proses isolasi dan identifikasi diperlukan pengetahuan cara penanaman serta identifikasi kelompok jamur pada sampel tertentu (Gandjar dkk, 2006). 1.2 Tujuan 1
Untuk mengetahui cara penanaman, pemeriksaan dan identifikasi sampel jamur
2
Mengetahui morfologi koloni secara makroskopis dan mikroskopis sampel jamur
1.3 Manfaat 1
Mahasiswa PPDH (Pendidikan profesi dokter hewan) dapat mengetahui cara penanaman, pemeriksaan dan identifikasi sampel jamur.
2
Mahasiswa PPDH (Pendidikan profesi dokter hewan) dapat mengetahui morfologi koloni secara makroskopis dan mikroskopis sampel jamur
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jamur Jamur merupakan tanaman yang berinti, berspora, tidak berklorofil berupa sel atau benang-benang bercabang. Jamur mengambil makanan yang sudah dibuat oleh organisme lain yang telah mati sehingga digolongkan makhluk heterotrof (Strobel, 2004). Jamur atau fungi hidup dengan cara pengurai sampah organik (saprofit), merugikan organisme lain (parasit) dan saling menguntungkan (simbiosis). Jamur dapat hidup lingkungan yang asam, lingkungan konsentrasi gula tinggi dan memiliki nutrisi yang diperlukan untuk hidup (Ganjar dkk, 2006). Fungi bersifat khemoorganotrof dan memperoleh nutrisinya secara absorpsi dengan bantuan enzim ekstraseluler untuk memecah biomolekul kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi monomernya yang akan diasimilasi menjadi sumber karbon dan energi. Bahan makanan ini akan diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi senyawa yang dapat diserap dan digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Penyerapan makanan dilakukan oleh hifa yang terdapat pada permukaan tubuh fungi (Madigan et al., 2012). Jamur memiliki dinding sel yang berfungsi menentukan bentuk jamur. Pada sebagian besar tersusun atas jalinan rantai polisakarida (chitin, glucan mannan, selulosa), mikrofibril yang berfungsi mencegah lisis osmotik, melindungi kerusakan mekanik dan masuknya molekul membahayakan. Berdasarkan morfologinya, jamur dibedakan menjadi dua, yaitu multiseluler (kapang/mold) dan uniseluler (khamir/yeast) (Waluyo, 2007). 2.2 Kapang Kapang
adalah merupakan jamur multiseluler dan biasanya ditemukan pada
permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Kapang memiliki talus terdiri dari filamen panjang yang bergabung bersama membentuk hifa (Gambar 2.1) (Tortora et al, 2007). Hifa dapat tumbuh banyak sekali, hifa fungi tunggal di oregon dapat mencapai 3,5 mm. Kumpulan dari hifa disebut dengan miselium. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ, dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu massa hifa yang disebut miselium. Pembentukan miselium
merupakan sifat yang membedakan grup-grup didalam fungi (Waluyo, 2007). Hifa pada kapang terdiri dari hifa bersepta dan tidak bersepta. \
Gambar 2.1 Morfologi Kapang Kapang tidak bersepta antara lain: a. Kelas Oomycetes (spora seksual disebut oospora) terdiri dari ordo saprolegniales (spesies Saprolegnia) dan ordo Peronosporales (spesies Pythium). b. Kelas Zygomycetes (spora seksual zigospora) terdiri dari ordo Mucorales (spora aseksual adalah sporangiospora) seperti : Mucor mucedo, Zygorrhynchus, Rhizopus, Absidia dan Thamnidium. Kapang bersepta antara lain: a. Kelas fungi tidak sempurna (imperfecti) tidak mempunyai spora seksual 1). Ordo Moniales a). Famili Monialiaceae : Aspergillus, Penicillium, Trichothecium, Geotrichum, Neurospora, Sporatrichum, Botrytis, Cephalosporium, Trichoderma, Scopulariopsis, Pullularia. b). Famili Dematiceae : Cladosporium, Helminthosporium, Alternaria, Stempylium. c). Famili Tuberculariaceae : Fusarium d). Famili Cryptococcaceae (fungsi seperti khusus atau false yeast) : Candida (khamir), Cryptococcus e). Famili Rhodotorulacee : Rhodotorula (khamir) 2). Ordo Melanconiales : Colletotrichum, Gleosporium, Pestalozzia. 3). Ordo Sphaeropsidales (konidia berbentuk botol, dinamakan piknidia) : Phoma, Dlipodia.
b. Kelas Ascomycetes. Spora seksual adalah askospora, sperti : jenis Endomyces, Monascus, Sclerotinia. Yang termasuk dalam fungi imperfecti : Neurospora, Eurotium (tahap seksual dari Aspergillus), dan Penicillium (Waluyo, 2007). Sebagian besar kapang bereproduksi secara aseksual, tetapi ada beberapa spesies yang bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel untuk membentuk zigot dengan produk uniselular sel yang disebut dimorfik (Viegas, 2004). 2.3 Khamir Yeast merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa (Webster dan Weber, 2007). Hifanya panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya (Hoog et al., 2007)
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penanaman, pemeriksaan dan identifikasi jamur dilakukan di laboratorium mikrobiologi dan bakteriologi FKH Universitas Airlangga, dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2014 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembiakan dan identifikasi adalah cawan petri, tabung erlemeyer, inoculating loop (ose bulat), mikroskop, bunsen, timbangan, inkubator, autoclave, refrigerator, object glass, cover glass, pinset. Bahan yang digunakan untuk pembiakan meliputi media Saboraud Dextrose Agar (SDA) + Chloramphenicol, alkohol, kapas, kertas label, tissue dan cotton bud steril, bahan pewarna (kristal violet, dan safranin), NaCl fisiologis steril, minyak emersi dan sampel jamur berupa ; biakan kultur (microsporum, sp dan Aspergillus sp.), tempe, fermipan, cat food, roti spons cake, roti kukus, kerokan kulit sapi, kerokan kulit kucing, bungkil kelapa sawit. 3.3 Metode inokulasi Inokulasi sampel jamur dilakukan dengan cara langsung dan suspensi. Inokulasi dengan suspensi dilakukan untuk menumbuhkan khamir, sedangkan metode langsung dilakukan untuk menumbuhkan kapang. Sampel disuspensi menggunakan NaCl fisiologis steril dengan perbandingan 1:10 dan kemudian di tanam pada media SDA dengan metode streak. Streak dilakukan dengan kawat inokulasi (Ose bulat) yang terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala. Kemudian di inokulasikan ke bagian media SDA. Inokulasi jamur dengan metode langsung dilakukan dengan melatakkan secara langsung sampel jamur menggunakan ose bulat pada media SDA. 4
Identifikasi dan pembiakan jamur Pembiakan jamur dilakukan untuk menumbuhkan semua jamur yang ada di dalam
sampel. Media yang digunakan dalam pembiakan ini adalah media SDA + antibiotik sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dengan demikian diharapkan hanya jamur yang tumbuh pada media tersebut. Penanaman jamur melalui suspensi diinkubasi pada suhu 37 oC,
sedangkan penanaman jamur melalui metode langsung diletakkan pada suhu kamar yang dikondisikan lembab. Identifikasi berdasarkan panduan kunci identifikasi Pengenalan Kapang Tropik Umum (Gandjar, 1999), Illustrated Genera of Imperfecti Fungi (Barnett, 1969) dan Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi (Watanabe, 1994). Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Secara makroskopis karakter yang diamati meliputi; warna koloni dan warna sebalik koloni. (reverse side), permukaan koloni: berupa granular, seperti tepung, menggunung, licin. tetes-tetes eksudat, garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi dan lingkaran-lingkaran konsentris. Pengamatan secara mikroskopis dengan cara membuat preparat biakan di atas kaca objek kemudian dilihat karakternya meliputi; hifa, pigmentasi hifa, bentuk dan ornamentasi spora (vegetatif dan generatif), bentuk dan ornamentasi tangkai spora, dan lainnya.
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Mucor, sp Hasil pengamatan sampel dari kue spons, kue kukus dan bungkil kelapa sawit secara morfologi makroskopis pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) menunjukkan hasil berupa koloni seperti kapas berwarna lebih putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk warna hitam, tekstur lebih padat dan baliknya putih (Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3). Setelah dilakukan pengamatan secara mikroskopis didapatkan hasil terlihat hifa tidak bersepta, tidak mempunyai stolon dan rhizoid, sporangiofor panjang dan bercabang, sporangiospora terbungkus oleh kotak spora yang disebut sebagai sporangium (Gambar 4.4). Hasil indentifikasi tersebut menunjukkan pada sampel kue spons, kue kukus dan bungkil kelapa sawit tumbuh kapang jenis Mucor sp.
Gambar 4.1 Morfologi Makroskopis pada kue kukus suhu ruangan (a)Koloni kapang hari ke-1, (b) Koloni kapang hari ke-2, (c) Koloni kapang hari ke-3
Gambar 4.2 Morfologi Makroskopis pada kue spons suhu ruangan (a)Koloni kapang hari ke1, (b) Koloni kapang hari ke-2, (c) Koloni kapang hari ke-3
Gambar 4.3 Morfologi Makroskopis pada bungkil kelapa sawit suhu ruangan (a)Koloni kapang hari ke-1, (b) Koloni kapang hari ke-2, (c) Koloni kapang hari ke-3
Gambar 4.4 Morfologi Mikroskopis jenis Mucor sp (a) Kue kukus perbesaran 100x, (b)kue spons perbesaran 1000x, (c) Bungkil kelapa sawit perbesaran 1000x Mucor merupakan genus fungi yang berasal dari ordo Mucorales yang merupakan fungi tipikal saprotrop pada tanah dan serasah tumbuhan. Mucor ini termasuk fungi multiselular yang mempunyai filament, yang pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk warna hitam. Hifa vegetatifnya bercabang-cabang, bersifat coenositik dan tidak bersepta. Mucor berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk sporangium yang ditunjang oleh batang yang disebur sporangiofor. Ciri khas pada Mucor adalah memiliki sporangium yang berkolom-kolom atau kolumela (Singleton dan Sainsbury, 2006). Mucor umumnya tidak berperan dalam patogen penyakit tetapi jenis ini sering menyebabkan kerusakan pada bahan makanan (Erni dkk, 2011).
Gambar 4.5 Siklus hidup Mucor sp (Collins, et al. 2004) Perkembangbiakan kapang Mucor sp ini terjadi secara aseksual dan seksual (Gambar 4.5). Reproduksi secara
aseksual terjadi dengan cara menghasilkan sporangiofora yang
sporangianya berada pada bagian ujung. Sporangia biasanya mempunyai sebuah kolumela dan spora dilepas dengan cara pecahnya dinding sporangia. Spora akan berkecambah memnbentuk hifa somatik baru. Sedangkan reproduksi secara seksual terjadi dengan cara yaitu koloni dengan jenis kelamin berbeda membentuk cabang aerial (zygosfora) yang tumbuh kearah pasangannya untuk kemudian menghasilkan progametangia pada bagian ujung. Progametangia kemudian mengalami perkembangan lanjut hingga terbentuk zigosfora. Bagian subterminal (dibawah ujung) progametangia dapat menggembung membentuk suspensor. Pada zigosfora terjadi meiosis dan akan berkecambah untuk menghasilkan sebuah sporangiofora atau hif 4.2 Absidia, sp Pada kerokan kulit sapi dilakukan inokulasi, penanaman, isolasi dan idenditifikasi jamur. Hasil identifikasi makroskopik ditemukan jamur dengan warna putih, koloni seperti benang wool, dan tumbuh berkoloni dengan ukuran 3 cm (Gambar 4.6)
.
(a)
(b)
Gambar 4.6 Gambaran Makroskopik Absidia, sp pada media SDA yang di inkubasi pada suhu ruang (a) dan inkubator (b) Hasil identifikasi mikroskopik menunjukkan spora tertutup, memiliki hifa tidak bersepta, memiliki rizho yang mengarah pada jamur jenis absidia (Gambar 4.7).
Gambar 4.7 Gambaran mikroskopis Absidia, sp dengan perbesaran 100x Keterangan gambar: Panah biru : Rhizo Panah kuning : Sporangium Panah hijau : Stolon Absidia adalah genus fungi dari family mucoraceae ordo mucorales. Jamur ini dapat mengganggu kesehatan. Taksonomi dari Absidia adalah sebagai berikut:
Kingdom: Fungi Phylum: Zygomycota Subphylum: Zygomycotina Class: Zygomycetes Order: Mucorales Family: Mucoraceae Genus: Absidia (Mandell et al, 2000) Secara mikroskopis, absidia memiliki hifa tidak bersepta, memiliki struktur yang hampir sama dengan rizhopus, sporangiofor berada pada ujung stolon dan diantara rhizoids. Patogenisitas dari Absidia, sp menyebabkan penyakit sistemik yang dapat menginvasi hingga central nervous system, pembuluh darah arteri, paru, saluran gastrointestinal, dan sistem organ lainnya. Infeksi dapat terlokalisasi pada jaringan subkutan. Jamur ini apabila mengkontaminasin kulit dapat merusak kulit, hidung, dagu dan mata karena jamur ini merupakan pemakan daging (Morales-Aguirre et al, 2004) Absidia, sp bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual (fase teleomorf) pada spesies heterotolik dari ordo mucorales menggunakan miselium yang membentuk zygospores. Reproduksi seksual melibatkan 3 tahap yaitu plasmogami (peleburan plasma), karyogami (peleburan nukleus), dan meiosis yang kemudian menghasilkan spora. Reproduksi aseksualnya dengan sporangiospora yang banyak menghasilkan zygote. Sporangiol yang berukuran kecil berisi 1-30 spora. Spora tunggal pada sporangial disebut kandida ini terbentuk bersama dinding sel. Reproduksi sexsualnya menggunakan Zygosporase. Spora yang terbentuk akan ditiup angina dan mengkontaminasi inang yang memiliki luka, sehingga spora dapat menembus kedalam tubuh inang (Santos et al, 2005).
Gambar 4.8 Siklus Reproduksi Absidia, sp Sporangiospora merupakan spora yang dibentuk di dalam sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela (ujung sporangiofor) akan keluar menembus dinding kolumela masuk ke dalam suatu kantung yaitu sporangium. Sporangium merupakan karpus untuk reproduksi aseksual mirip kantung yang berbentuk bulat atu semibulat. Sporangium semula berwarna bening atau agak kekuningan karena mengandung senyawa β- karoten kemudian berwarna hitam karena senyawa karoten mengalami polimerisasi yang disebabkan proses oksidasi (Ho et al, 2004). Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah maksimum untuk spesies tersebut maka sporangium akan pecah dan sporangiospora akan lepas ke lingkungan. Sisa dinding sporangium akan terlihat menggantung pada dasar kolumela (Gambar 6) (Santos et al, 2005)..
Gambar 4.9 Bagian- bagian Sporangium
4.3 Saccaromyces, sp Identifikasi makroskopik Saccharomyces cerevisiae pada fermipan Taksonomi Domain
Saccharomyces pada fermipan Eukaryota
Kingdom
Fungi
Sub kingdom
Dikarya
Filum
Ascomycota
Sub filum
Saccharomycotina
Kelas
Saccharomycetes
Order
Saccharomycetales
Famili
Saccharomycetaceae
Genus
Saccharomyces
Spesies
Cerevisiae
Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum digunakan pada pembuatan roti.Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (foodgradeorganism). Dengan karakteristik tersebut, S. Cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir ini sering disebut dengan baker’s yeast atau ragi roti (Subandi. 2010). Secara morfologi Saccharomycescerevisiae merupakan khamir yang tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbrntuk bulat lonjong, silindris, oval, atau bulat telur. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui budding cell. Reproduksinya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Penampilan makroskopis mempunyai banyak koloni bentukbulat, warna kuning muda, permukanan berkilau, licin, tekstur lunak, dan bentuk seperti koloni bakteri tetapi lebih besar (Volk dan Wheeler. 1993). Khamir adalah mikroorganisme eukariotik bersel tunggal yang tergolongfungi. Berukuran antara 5 dan 20 mikron. Khamir termasuk organisme uniseluleryang bersifat aerob. Tetapi jenis khamir fermentatif dapat hidup secara anaerobmeski pertumbuhannya lambat. Khamir termasuk organisme uniseluler namunmemiliki ukuran yang lebih besar daripada bakteri. Dapat membentuk miselium palsu sehingga disebut sebagai pseudomiselium. Berdasarkan alat perkembangbiakannya, khamir dibagi menjadi: 1) khamir sejati (true yeast) yang berkembang biak dengan spora dan khamir yang tidak membentuk spora dan; 2) khamir palsu (false
yeast)
yang berkembang biak dengan
pertunasan,pembelahan atau kombinasi pertunasan dan pembelahan.Klasifikasi khamir menggunakan karakteristik ascospore, sel dan koloni.Karakteristik Fisiologis juga digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Salahsatu karakteristik yang terkenal adalah kemampuan untuk memfermentasi gulauntuk produksi etanol. Budding yeast adalah khamir sejati dari filum ascomycetes kelas saccharomycetes (disebut Hemiascomycetes juga). Khamirsejati dipisahkan menjadi satu urutan utama Saccharomycetales .
A
B
C
Gambar 4.10. (a) Gambaran makroskopis Sacharomyches sp. Pada suhu ruang (b) Koloni pertumbuhan Sacharomyches sp. pada media SDA (c) Gambaran Mikroskopik Sacharomyches sp. Jika dibandingkan dari literatur, menurut (Volk dan Wheeler. 1993) menyatakan bahwa jamur pada ragi biasanya digunakan dalam pembuatan tape atau roti dan jamur pada ragi namanya Ascomycota dengan spesimen Saccharomyces cerevisiae dan tampak terlihat bercak-bercak bulatan kecil yang berwarna kunning, hal ini sesuai dengan hasil pengamatan dimana hasil pengamatan dengan literatur hasilnya sama dimana pada pengamatan ditandai yaitu tepinya berwarna kuning/ putih dengan bentuk bulat yang kecil. Sedangkan kapang pada fernipan digunakan dalam pembuatan kue yang berfungsi untuk mengembangkan adonan supaya adonan menggelembung. Kapang pada fernipan tampak terlihat putih. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan dengan dari literature tersebut. Dinding selnya banyak mengandung glikoprotein, khamir menyebabkan adanya proses fermentasi dengan menghasilkan enzim yang dapat mengubah glukosa menjadi alcohol. Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi.Saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh dalam 3 hari. Secara morfologi terlihat rata, mulus, basah, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidak mampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces (Tarigan. 1988) Saccharomyces sp. yang digunakan untuk fermentasi pada makanan ataupun minuman. Biasanya bersifat uniseluler, mikroskopis, tidak memiliki badan buah dan membiak dengan pertunasan (Made, 2004). Pada kondisi optimal khamir dapat membentuk lebih dari 20 tunas. Tunas-tunas tersebut semakin membesar dan akhirnya terlepas dari sel induknya. Tunas yang terlepas ini akhirnya menjadi tunas baru. Dalam keadaan makanan tertentu dapat memperlihatkan hifa, tetapi hifa itu tidak tetap dan dapat terputus-putus menjadi sel-sel yang terpisah-pisah (Rukmana, 2001). Terdapat pembiakan generative dengan dua sel dapat berkopulasi dan merupakan suatu zigot, yang selanjutnya menjadi askus dengan inti yang diploid. Dengan pembelahan reduksi terdapat 4 askospora tetapi ada yang 8. Cara reproduksi fungi secara seksual terjadi jika repsroduksi aseksual tidak dapat dilakukan, misalnya bila suplai makanan terganggu atau lingkungan hidupna tidak mendukung. Fungi ini digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti tempe, tape, dan tuak. Saccharomyces juga telah digunakan dalam beberapa industri lainnya, seperti industri roti (bakery), industri flavour, (menggunakan ektrak ragi/yeast extracts), industri pembuatan alcohol (farmasi) dan industri pakan ternak (subandi, 2010). Pada dog food, pemberian saccaromyces sp. akan dapat meningkatan bakteri selulotik dan asam laktat pada saluran pencernaan. Meski tidak semuamemberikan respon positif terhadap pemberian pakan imbuhan. Saccharomyces cerevisiae adalah nama spesies yang termasuk dalamkhamir berbentuk oval. Saccharomyces cerevisiae mempunyai mikrostrukturyang terdiri dari : a) Kapsul
b) Dinding Dinding sel khamir pada sel-sel yang muda sangat tipis, namunsemakin lama semakin menebal seiring dengan waktu. Pada dinding selterdapat struktur yang disebut bekas lahir (bekas yang timbul daripembentukan oleh sel induk) dan bekas tunas (bekas yang timbul akibatpembentukan anak sel). Setiap sel hanya dapat memiliki satu bekas lahir,namun bisa membentuk banyak bekas tunas. Saccharomyces cerevisiaedapat membentuk 9 sampai 43 tunas dengan rata-rata 24 tunas per sel, danpaling banyak lahir pada kedua ujung sel yang memanjang (Tarigan, 1988). Dinding selkhamir terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Glukan Khamir (30-35% berat kering dinding sel) 2. Mannan (30% dari berat kering dinding khamir) 3. Protein (6% berat kering dinding sel) 4. Kitin (1-2 %) 5. Lipid (8.5-13.5 %) 6. Membrane Sitoplasma 7. Nukleus 8. Vakuola 9. Mitokondria 10. Globula Lipid Saccharomyces cerevisiae mengandung lipid dalam jumlahsangat sedikit. Lipid ini disimpan dalam bentuk globula yang dapat dilihatdengan mikroskop setelah diberi pewarna lemak seperti Hitam Sudan atauMerah Sudan. 11. Sitoplasma (Tarigan. 1988) 4.4 Aspergillus, sp 4.4.1 Aspergillus Fumigatus Isolasi dan identifikasi jamur pada pakan ternak ayam ditemukan koloni berwarna hijau kekuningan yang menyebar berukuran 2 cm. Pengamatan mikroskopis ditemukan jamur berjenis kapang, memiliki spora terbuka berbentuk rantai, memiliki hifa bersepta dan tidak memiliki rhizo. Hasil identifikasi menunjukkan jamur mengarah pada Aspergillus Fumigatus (Gambar 4.11)
Gambar 4.11 Aspergillus fumigatus Pada Pakan Ayam Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik. Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger, kadang-kadang bisa juga akibat Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan
transmisi
inhalasi. Aspergillus fumigatus adalah jamur yang ditemukan dimana – mana pada tanaman yang membusuk. Jamur ini dapat berkelompok kemudian memasuki jaringan kornea yang mengalami trauma atau luka bakar, luka lain, atau telinga luar (oktitis eksterna). Taksonomi Aspergillus fumigatus antara lain: Super kingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Subphylum
: Pezizomycotina
Class
: Eurotiomycetes
Order
: Eurotiales
Family
: Trichocomaceae
Genus
: Aspergillus
Species
: Aspergillus fumigatus (Jawetz. E , Melnick dan
Adelberg,1996) Aspergillus terdapat di alam sebagai saprofit. Hampir semua bahan dapat ditumbuhi jamur tersebut, terutama di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi. Sifat ini memudahkan jamur aspergillus menimbukan penyakit bila terdapat faktor presdisposisi.
Gambaran mikroskopik dari Aspergillus fumigatus memiliki tangkai – tangkai panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. A. fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C (sama dengan temperatur tubuh). Pada rumput kering Aspergillus fumigatus dapat tumbuh pada suhu di atas 50 0 (Jawetz. E , Melnick dan Adelberg,1996).
Gambar 4.12 Gambaran Mikroskopik Aspergillus fumigatus Aspegillus fumigatus mempunyai suatu haploid genome yang stabil, dengan tidak mengalami siklus seksual. A. fumigatus bereproduksi dengan pembentukan conidiospores yang dilepaskan ke dalam lingkungan. A. fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C (sama dengan temperatur tubuh). Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana, terutama pada makanan, sayuran basi, pada sampah daun atau tumpukan kompos. Konidia biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan dan sepanjang tahun. Aspergillus juga bisa tumbuh di daun-daun yang telah mati, gandum yang disimpan, kotoran burung, tumpukan pupuk dan tumbuhan yang membusuk lainnya. Penyebaran
Melalui
inhalasi konidia yang ada di udara (Jawetz. E , Melnick dan Adelberg,1996). Penyakit yamg ditimbulkan oleh jamur ini adalah Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika. ABPA terjadi karena terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap A. fumigatus akibat pemakaian kortikosteroid terus menerus. Akibatnya akan terjadi produksi mukus berlebih karena kerusakan fungsi silia pada saluran pernapasan. Mukus ini
yang
berbentuk
sumbatan yang mengandung spora A. fumigatus dan eosinofil di lumen saluran napas. Akan terjadi presipitasi antibodi IgE dan IgG melalui reaksi hipersensitivitas tipe I menyebabkan deposit kompleks imun dan sel-sel inflamasi di mukosa bronkus. Deposit ini nantinya akan menghasilkan nekrosis jaringan dan infiltrat eosinofil (reaksi
hipersensitivitas tipe III)
hingga membuat kerusakan dinding bronkus dan berakhir menjadi bronkiektasis. Tak jarang
ditemui spora pada mukus penderita aspergilosis paru. Penderita biasanya mengeluh batuk produktif dengan gumpalan mukus yang
dapat membentuk kerak di bronkus, kadang
menyebabkan hemoptisis. ABPA juga bisa terjadi bersama dengan sinusitis fungal alergik, dengan gejala sinusitis di dalamnya dengan drainase sinus yang purulen (Jawetz. E , Melnick dan Adelberg,1996) 4.4.2 Aspergillus flavus Penanaman jamur pada wet cat food yang dilakukan pada media SDA (Sabaround Dextrose Agar) ditemukan jamur berwarna hijau tua kehitaman dengan koloni menyebar berukuran 5 cm. Pengamatan mikroskopis menunjukkan jamur jenis kapang yang memiliki spora terbuka berantai, terdapat phialid, memiliki hifa bersepta, dan tidak memiliki rhizo. Hasil identifikasi mengarah pada Aspergillus flavus. Taksonomi Aspergillus flavus antara lain: Super kingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Fungi
Sub kingdom
: Dikarya
Filum
: Ascomycota
Subfilum
: Pezizomycotina
Kelas
: Eurotiomycetes
Sub kelas
: Eurotiomycetidae
Ordo
: Eurotiales
Famili
: Trichocomaceae
Genus
: Aspergillus
Spesies
: Aspergillus flavus (Jawetz. E , Melnick dan Adelberg,1996)
Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan spesies kapang yang termasuk dalam divisi Tallophyta, sub-divisi Deuteromycotina, kelas kapang Imperfecti, ordo Moniliales, famili Moniliaceaedan genus Aspergillus. Sistem klasifikasi yang lebih baru memasukkan fisiologis,
genusAspergillus dalam Ascomycetes berdasarkan dan
karakter
biokimia
mencakup
analisis
evaluasi sekuen
ultrastruktural, DNA.Sifat
morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta, miselia bercabang biasanya tidak berwarna, konidiofor muncul dari kaki sel, sterigmata sederhana atau kompleks dan berwarna atau tidak
berwarna, konidia berbentuk rantai berwarna hijau, coklat atau hitam. Tampilan mikroskopis Aspergillus flavusmemiliki konidiofor yang panjang (400-800 µm) dan relatif kasar, bentuk kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum, dan koloni kompak. Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari. Kapang ini memiliki warna permulaan kuning yang akan berubah menjadi kuning kehijauan atau coklat dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak berwarna, sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua.
Gambar 4.13 Gambaran Mikroskopis Aspergillus flavus Epidemiologi Aspergillus flavus berbeda, tergantung pada spesies inang (Gambar 4.14). Gambar ke kiri menunjukkan siklus hidup dari jamur pada jagung. Jamur baik sebagai miselium atau sebagai struktur tahan dikenal sebagai sclerotia. Para sclerotia baik berkecambah untuk menghasilkan hifa tambahan atau mereka menghasilkan konidia (spora aseksual), yang dapat tersebar di dalam tanah dan udara. Sporaini dibawa ke telinga jagung oleh seranggaatau angin mana mereka berkecambah danmenginfeksi kernel jagung. Tidak seperti kebanyakan jamur, Aspergillus flavus menyukai kondisi kering panas
Gambar 4.14 Perkembangan Aspergillus flavus Aspergillus flavus merupakan kapang yang tersebar luas di alam. Kapang ini bisa muncul di tanah, tumbuhan yang membusuk, biji-bijian yang mengalami kerusakan mikrobiologis, dan dapat menyerang berbagai jenis substrat organik di mana pun dan kapan pun asalkan kondisinya mendukung pertumbuhannya. Namun, kapang A. Flavus yang mencemari suatu komoditi tidak selalu membuat racun sehingga adanya kapang ini belum tentu memberikan pencemaran racun aflatoksin. Aspergillus flavus memiliki tingkat sebaran yang tinggi. Hal ini disebabkan karena produksi konidia yang dapat tersebar dengan mudah melalui udara (airborne) maupun melalui serangga. Selain itu juga disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga kapang tersebut dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman. Aspergillus sp. umumnya mampu tumbuh pada suhu 6-60°C dengan suhu optimum berkisar 35-38°C. Aspergillus flavus dapat tumbuh pada Rh minimum 80% (aw minimum=0.80) dengan Rh minimum untuk pembentukan aflatoksin sebesar 83% (aw minimum pembentukan aflatoksin=0.83). Rh minimum untuk pertumbuhan dan germinasi spora adalah 80% dan Rh mininum untuk sporulasi adalah 85%. Kenaikan suhu, pH, dan persyaratan lingkungan lainnya akan menyebabkan aw minimum bertambah tinggi. Aspergillus flavus dapat tumbuh optimal pada aw 0.86 dan 0.96. Secara umum kapang adalah organisme aerobik sehingga gas O2 dan N2 akan menurunkan kemampuan kapang untuk membentuk aflatoksin. Efek penghambatan oleh CO2 dipertinggi dengan menaikkan suhu atau menurunkan Rh dengan kadar O2 minimum 1% untuk pertumbuhan.
Pertumbuhan Aspergillus flavus ditentukan oleh jenis dan kadar karbohidrat. Jenis karbohidrat yang paling baik untuk media fungi antara lain: glukosa, galaktosa dan sukrosa. Kemampuan tumbuh fungi pada media maltosa dan laktosa akan lebih rendah daripada glukosa, galaktosa dan sukrosa.Keberadaan garam NaCl antara 1 – 3% sangat mendukung pembentukanaflatoksin. Pada NaCl 8% dengan suhu 24°C pembentukan aflatoksin akan dihambat, sedangkan pada suhu 28oC dan 35oC tetap terjadi pembentukanaflatoksin. Pada NaCl berkadar 14% tidak terjadi pembentukan aflatoksin. Selain itu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhanAspergillus flavus adalah unsur makro (karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium) dan unsur mikro (besi, seng, tembaga, mangan dan molibdenum). Faktor lain yang juga berpengaruh antara lain cahaya, kelembaban dan keberadaan kapang lain. Aspergillus flavus berkembang dengan cara: 1.
Mycelium dan Sclerotia Mycelium jamur merupakan struktur yang cukup dominan ditemukan dalam tanah.
Sclerotia juga bisa terbentuk yang membuatnya bisa bertahan hidup cukup lama dalam tanah.
Gambar 4.15 Hifa dari A. flavus
2.
Konidiofor
Sementara A. flavus masih muda dan bertumbuh, mycelium membentuk banyak konidofor. Konidiofor tumbuh secara tunggal dari badan hifa.
Gambar 4.16 Konidiofor dari A. Flavus 3.
Konidia Konidiofor yang matang akan membentuk konidia pada ujungnya. Konidia
berbentuk bulat dan unisel dengan dinding yang kasar. Konidia bisa tumbuh, menyebar di udara, menempel pada tubuh serangga, pada tanaman, pada hasil panen. 4.
Mycelia saprofit A. flavus biasanya tumbuh dan hidup sebagai saprofit di dalam tanah.
Pertumbuhannya sangat didukung dengan adanya sisa – sisa tanaman dan hewan dalam jumlah besar. Dampak dari Aspergillus flavus yaitu terbentuknya aflatoksin. Aflatoksin ditemukan secara tidak sengaja pada insiden kematian seratus ribu ekor kalkun di suatu peternakan di Inggris pada tahun 1960. Penyakit tersebut dikenal dengan nama Turkey X Disease karena belum diketahui penyebabnya pada waktu itu. Penyebab penyakit tersebut ditemukan berupa sejenis toksin yang terdapat dalam tepung kacang tanah pada ransum ternak. Pengujian yang melibatkan sampel ransum ternak mengungkapkan keberadaan sejenis kapang. Toksin tersebut berasal dari kontaminasi Aspergillus flavus pada campuran ransum ternak tersebut. Nama toksin tersebut diambil dari penggalan kata Aspergillus flavustoksin yang disingkat menjadi aflatoksin karena Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan spesies dominan yang bertanggung jawab atas kontaminasi aflatoksin pada tanaman sebelum dipanen maupun selama penyimpanan. Produksi aflatoksin merupakan sebuah konsekuensi dari kombinasi berbagai faktor antara lain karakteristik biologis dan kimiawi spesies, substrat, dan lingkungan seperti iklim
dan faktor geografis. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi temperatur, kelembaban, cahaya, aerasi, pH, sumber karbon dan nitrogen, faktor stress, lipida, trace metal salt, tekanan osmosis, potensi oksidasi-reduksi, dan komposisi kimiawi dari nutrien yang diberikan. Beberapa
faktor-faktor
tersebut
bisa
mempengaruhi
ekspresi
gen
yang
meregulasikan produksi aflatoksin (aflR) maupun gen struktural kemungkinan dengan mengubah ekspresi faktor-faktor transkripsi global yang merespons sinyal dari lingkungan dan nutrisi. Aflatoksin disintesis dari malonyl CoA dalam dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukkan hexaonyl CoA dilanjutkan tahap kedua berupa pembentukan decaketide anthraquinone. Beberapa seri reaksi oksidasi-reduksi yang sangat terorganisir kemudian menghasilkan aflatoksin. Skema produksi aflatoksin yang umum diterima saat ini ialah sebagai berikut. Hexanoyl CoA precursor —> norsolorinic acid, NOR —> averantin, AVN —> hydroxyaverantin, HAVN —> averufin, AVF —> hydroxyversicolorone, HVN—> versiconal hemiacetal acetate, VHA —> versi-conal, VAL —> versicolorin B, VERB —> versicolorin A, VERA —> demethyl-sterigmatocystin, DMST —> sterigmatocystin, ST —> Omethylsterigmatocystin, OMST—> aflatoxin B1, AFB1 and aflatoxin G1, AFG1. Efek berat aflatoksikosis pada hewan (yang diperkirakan bisa juga terjadi pada manusia) dikategorikan ke dalam dua bentuk utama, yaitu aflatoksikosis akut (jangka pendek) dan aflatoksikosis kronik (jangka panjang). 1. Aflatoksikosin akut Aflatoksin akut dapat diakibatkan oleh konsumsi aflatoksin dalam tingkat sedang hingga tinggi. Beberapa gejala umum aflatoksikosis adalah edema anggota tubuh bagian bawah, nyeri perut, dan muntah. Secara spesifik, paparan akut aflatoksin dapat menyebabkan perdarahan, kerusakan hati secara akut, edema, perubahan pada pencernaan, dan kemungkinan kematian. Tertelannya aflatoksin dalam jumlah besar umumnya terjadi di peternakan. Organ target aflatoksin adalah hati. Setelah aflatoksin masuk ke hati, lipid menyusup ke dalam hepatosit dan menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati. Hal ini terutama disebabkan oleh metabolit aflatoksin yang bereaksi secara negatif dengan protein sel lain, yang menyebabkan penghambatan metabolisme karbohidrat dan lemak serta sintesis protein. Akibat penurunan fungsi hati, terjadi gangguan mekanisme pembekuan darah, ikterus (jaundice), dan penurunan protein serum esensial yang disintesis oleh hati.
2. Aflatoksikosis kronik Aflatoksikosis kronik disebabkan oleh konsumsi aflatoksin dalam tingkat rendah hingga sedang. Efek yang ditimbulkan biasanya bersifat subklinis dan sulit dikenali. Gejala aflatoksikosis kronik dapat berupa penurunan laju pertumbuhan, penurunan produksi susu atau telur, dan imunosupresi. Beberapa pengamatan menunjukkan adanya karsinogenisitas, terutama terkait dengan aflatoksin B1. Tampak jelas terjadinya kerusakan hati karena timbulnya warna kuning yang menjadi karakteristik jaundice, serta timbul pembengkakan kandung empedu. Imunosupresi disebabkan oleh reaktivitas aflatoksin dengan sel T, penurunan aktivitas vitamin K, dan penurunan aktivitas fagositosis makrofag. Pada hewan, efek imunosupresi akibat aflatoksin ini memberi kecenderungan terkena infeksi sekunder dari jamur lain, bakteri, maupun virus. 4.5 Penicillium, sp Sampel jamur pada pakan kucing basah didapat dengan membiarkan pakan basah tersebut pada tempat lembab. Koloni jamur yang terdapat pada pakan adalah bewarna hijau kehitaman. Penanaman jamur pada sampel pakan kucing dibutuhkan lama waktu dua hari untuk berkembang. Kemudian hingga pada hari ketiga telah tampak adanya perkembangan yang sempurna. Hasil pengamatan sampel secara karoskopis, menunjukkan jamur yang tumbuh adalah golongan Rhizopus spp. pada biakan yang berada dalam inkubator. Sedangkan pada biakan pada suhu ruang masih belum berkembang dengan sempurna. Kemudian pada hari keempat biakan pada media yang ditempatkan pada suhu ruang mulai membentuk koloni dengan warna biru kehijauan gambar 4.17. Ciri khas dari jamur jenis Penicillium spp. adalah koloni bewarna biru kehijauan. Maka pengujian dilanjutkan pada mikroskopis.
Gambar 4.17.Perkembangan koloni Penicillium spp.
Gambar 4.18. Mikroskopis penicillium spp.
Keterangan: 1. Konidium 2. Sterigmata 3. Metulla 4. Cabang (penisilus) 5. Konidiofor (Volk, 2003) Penicillium merupakan anggota kelas Ascomycota. Penicillium memiliki ujung konidiofor yang tidak melebar, melainkan bercabang-cabang dengan deretan konidium. Kelompok ini meliputi genus yang membentuk konidium dengan struktur yang disebut penisilus (Rahayum dkk., 1989). Klasifikasi dari Penicillium adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Kelas
: Eurotiomycetes
Bangsa
: Eurotiales
Suku
: Trichocomaceae
Marga
: Penicillium
Spesies
: Penicillium sp. (Volk, 2003) Ciri-ciri spesifik Penicillium adalah hifa bersekat atau bersepta, miselium bercabang,
biasanya tidak berwarna, konidiofora bersekat dan muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang atau tidak barcabang, kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu dengan sterigmata muncul di dalam kelompok, konidium membetuk rantai karena muncul satu per satu dari sterigmata. Konidium pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiruan atau kecoklatan (Fardiaz, 1992). Morfologi sel dari Penicilium dapat dilihat pada gambar 4.18. Konidium berbeda dengan sporangium, karena tidak memiliki selubung pelindung seperti sporangium. Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut konidia. Konidium ini memiliki cabang-cabang yang disebut phialides sehingga tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat pembentukan dan pematangan spora yang kemudian disebut sterigma (Purves dan Sadava, 2003).
Pembiakan seksual dengan menghasilkan spora yang disebut askospora., yaitu spora seksual yang dihasilkan dalam suatu struktur khusus yang disebut askus (gambar 8.15). Reproduksi aseksual dilakukan dengan menghasilkan konidia.
Gambar 4.19 Siklus hidup Penicillium spp. (Volk, 2003)
Jamur ini berwarna hjjau kebiruan dan tumbuh baik pada buah-buahan yang telah masak, roti, nasi, serta makanan bergula. Hidup secara saprofit di berbagai tempat, terutama pada substrat yang mengandung gula (seperti nasi, roti, dan buah yang telah ranum). Berkembang biak secara vegetatif dengan membentuk konidia. Konidia dibentuk pada ujung hifa. Hifa pembawa konidia disebut konidiofor. Sehingga setiap konidia dapat dapat tumbuh membentuk jamur baru. Konidiofornya berbentuk seperti sikat/kuas reproduksi generatif dengan membentuk askus, namun reproduksi secara generatif sulit ditemukan (Barnett dan Hunter, 1998). Penicillium secara mikroskopis memiliki bentuk konidiofor yang khas. Konidiofor muncul tegak dari
miselium, sering membentuk sinnemata, dan bercabang
mendekati
ujungnya. Ujung konidiofor memiliki sekumpulan fialid dengan konidia berbentuk globus atau ovoid, tersusun membentuk rantai basipetal (Barnett dan Hunter, 1998). Jamur ini berbeda dengan Aspergillus terutama pada pendukung konidianya. Pada Penicillium terdapat pendukung konidia yang bercabang-cabang, tersusun sedemikian rupa sehingga bentuknya seperti susunan sapu lidi.. Ditinjau dari segi ekonomi, Penicillium juga penting artinya bagi kehidupan manusia karena banyak digunakan dalam praktek, misalnya Penicillium regouforti dan Penicillium camemberti merupakan odonan yang dapat meningkatkan mutu keju. Penicillium banyak terdapat pada bahan bahan organik dan sebagai sapporofit , misalnya sebagai berikut:
a. Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum penghasil zat antibiotik. b. Penicillium camneberti dan Penicillium reguefort, dimafaatkan untuk meningkatkan kualitas keju. c. Penicillium itanicum, dan Penicillium digitatum perusak buah jeruk. d. Penicillium ekspansum, menyebabkan buah apel membusuk ditempat penyimpanan. e. Penicillium islandicum, merusak beras sehingga berubah warna sehingga menjadi kuning. Antibiotik penisilin yang berasal dari jamur Penicilium notatum yang ditemukan oleh Alexander Fleming telah membuka mata dunia tentang manfaat mikroba. Antibiotik diproduksi dengan cara bioproses. Mikroba yang terkandung akan diberikan kondisi optimum untuk produksi antibiotik dalam jumlah besar. Antibiotik yang tercipta mampu menyelamatkan berjuta-juta nyawa manusia dari serangan bakteri patogen. Namun, pemberian antibiotik harus hati-hati. Pasalnya, jika asupan antibiotik kurang tepat maka bakteri patogen justru akan menjadi lebih ganas.
4.6 Rhizopus, sp Sampel tempe didapatkan dari pasar Manukan Tandes Timur dengan keadaan berjamur dan memiliki warna koloni putih kehitaman. Inokulasi dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014 dan koloni mulai tumbuh pada tanggal 1 November 2014. Hasil pengamatan sampel tempe secara makroskopis menunjukkan hasil berupa muncul serabut seperti kapas warna putih dan abu-abu. Setelah dilakukan pengamatan mikroskopis dengan pewarnaan sederhana di dapatkan hasil terlihat penampakan hifa , rhizoid, sporangioform, sporangium dan stolon. Hasil identifikasi tersebut menunjukkan pada sampel tempe tumbuh jamur Rhizopus Sp. Rhizopus termasuk jamur berfilamen. Jamur berfilamen sering disebut kapang. Rhizopus merupakan anggota Zygomycetes. Anggota Rhizopus yang sering dipakai dalam proses fermentasi makanan adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua kapang ini sering digunakan dalam produk fermentasi di Indonesia. Rhizopus oryzae memiliki karakteristik, yaitu miselia berwarna putih, ketika dewasa maka miselia putih akan tertutup oleh sporangium yang berwarna abu-abu kecoklatan. Hifa kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk, yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sporangium. Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ke bawah). Sporangiofor adalah hifa yang menyerupai batang
(tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa pembentuk spora dan berbentuk bulat. Suhu pertumbuhan optimum adalah 30°C (Rahmi, 2008).
Gambar 4.20 Perbiakan hari I Rhizopus spp.
Gambar 4.21 Perbiakan hari II Rhizopus spp.
Gambar 4.22Perbiakan hari III Rhizopus spp.
Gambar 4.23 Perbiakan hari IV Rhizopus spp.
Gambar 4.24 Mikroskopis Rhizopus spp.
Morfologi jamur Rhizopus oryzae ditunjukkan pada Gambar 4.20. Koloni Rhizopus oryzae yang ditumbuhkan pada Sabouraud's dextrose agar tumbuh cepat pada suhu ruang, panjang 5-8 mm, berbentuk seperti kapas putih awalnya kemudian menjadi abu-abu kecoklatan dan abu-abu kehitaman tergantung pada jumlah sporulasi. Sporangiospora mencapai panjang hingga 1500µm dan lebar 18 µm, berdinding halus, tidak bersepta, tunggal atau bercabang, tumbuh dari stolon berlawanan dengan rhizoid. Sporangia berbentuk globosa, hitam keabu-abuan, terlihat seperti bubuk, diameter mencapai 175 µm dan mengandung banyak spora. Kolumela dan apofisis bersama-sama berbentuk globosa, subglobosa atau oval, panjang mencapai 130 µm dan segera pecah berbentuk seperti payung setelah spora terlepas keluar. Sporangiospora berbentuk bulat, subglobosa mendekati elipsoidal, dengan kepadatan pada permukaan, dan panjang mencapai 8 µm. Rhizopus oryzae tidak tumbuh pada 45°C,
tumbuh baik pada 40°C (Ellis, 1997). Menurut Atlas (1984), klasifikasi Rhizopus oryzae adalah sebagai berikut: Divisi : Zygomycota Kelas : Zygomycetes Bangsa : Mucorales Suku : Mucoraceae Marga : Rhizopus Jenis : Rhizopus oryzae Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992). Perkembangbiakan jamur ini terjadi secara aseksual dan seksual. Perkembangbiakan secara aseksual dibentuk spora dalam sporangium yang terletak pada ujung-ujung hifa (sporangiosfor). Sporangium yang matang akan menghasilkan spora. Spora akan terbawa angin dan jatuh ditempat yang jauh dari jamur. Jika spora jatuh ditempat yang sesuai maka spora akan tumbuh menjadi jamur baru. Perkembangbiakan seksual jamur berlangsung secara konjugasi, yaitu terjadi perpindahan materi yang berbeda muatan. Hifa yang tampak serupa memiliki sifat fisiologis yang berbeda yang biasanya ditandai dengan tanda positif (+) dan tanda negatif (-) yang dinamakan gemetangium dengan sifat haploid (n). Ketika gametangium positif dan negatif bersinggungan, terjadi peleburan materi genetik sehingga terbentuk zigosporangium.
Gambar 4.25 Siklus hidup Rhizopus Sp
Zigosporangium akan tumbuh menjadi dewasa hingga memasuki masa dormansi. Setelah beberapa bulan, jika kondisi lingkungan cukup baik, zigosporangium berkecambah membentuk sporangiofor, sporangium, stolon dan menghasilkan spora secara seksual. Pembentukan spora tersebut terjadi secara meiosis.
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penanaman menggunakan media SDA (Sabaround Dextrose Agar), isolasi dan identifikasi ditemukan kapang yang memiliki spora tertutup dan tidak bersepta berjenis mucor, sp (tumbuh pada bungkil sawit, roti kukus dan roti spons cake), kapang absidia, sp (tumbuh pada kerokan kulit sapi) dan rhizopus, sp (tumbuh pada tempe). Kapang memiliki spora terbuka berjenis aspergillus, sp (tumbuh pada wet cat food) dan penicillium, sp (tumbuh pada wet cat food). Hasil isolasi dan identifikasi juga ditemukan khamir berjenis saccaromyces (tumbuh pada ragi),
Daftar Pustaka Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1998. Illustrated marga of imperfect fungi. 4th ed. USA: Prentice-Hall, Inc Collins, C.H, P.M Lyne’s, J.M. Grange & J.O. Falkinham. 2004. Microbiological Methods. Arnold: Oxford University Press Inc. Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Malang: Universitas Negeri Malang. Erni, R.S.I, R. Ratih, E.N. Hasutji, Suryanie, T. Wiwiek dan C Sri. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Veterner I. Universitas Airlangga Fessenden, Ralp, dan Joan, S, Fessenden. 1991. Kimia Organik Jilid II. Alih Bahasa : Aloysius Hadiyana Pudjaatmaka. Jakarta : Erlangga. Ganjar I, Syamsurizal W, Wutari A. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006. Hoog, J.L., Schwartz C., Noon A.T., O’toole E.T., Mastronarde DN, McIntosh JR, Antony C. 2007. Organization of interphase microtubules in fission yeast analyzed by electron tomography. Dev Cell. 12(3): 349-61 Hsiao-Man, H., Shu-Cheng. C., and Shiang-Jiuun. C. 2004. Notes on Zygomycetes of Taiwan (IV): Three Absidia species (Mucoraceae). Fung. Sci. Vol 19(3–4): 125–131 Jawetz. E , Melnick dan Adelberg,1996, Microbiologi Kedokteran, edisi 20, 631 – 632, EGC, Jakarta. Made, Astawan. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Surakarta : Tiga Serangkai. Madigan, M.T., J.M. Martinko, D.A. Stahl, and D.P. Clark. 2012. Brock Biology of Microorganisms. Pearson Education, Inc., San Francisco. Mandell G, Bennett J, Dolin R. 2000. Agents Of Mucormycosis And Related Species. In: Principles And Practice Of Infectious Diseases. 5th edn. Philadelphia: Churchill Livingstone:. 2685–2695 Morales-Aguirre J, Aguero-Echeverria W, Ornelas-Carsolio M. 2004. Successful Treatment Of A Primary Cutaneous Zygomycosis Caused By Absidia Corymbifera In A Premature Newborn. Pediatr Infect Dis. J vol 23:470—472 Rukmana. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta : Kanisius. Santos. J.S.M., Sandra., Trufem., Pedrina., and Oliveira. 2005. Sexual Reproduction In Subcultures Of Absidia Blakesleeana After Years Of Preservation Under Mineral Oil. Rev Iberoam Micol vol 22: 174-176 Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology 3rd Edition.John Wiley and Sons. Sussex, England. Strobel GA.2004. Natural Products From Endophytic Microorganism. Journal of Natural Products vol 67:257-268. Subandi. 2010. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI Press.
Tarigan. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Tortora, G.J., B.R. Funke, and C.L. Case. 2007. Microbiology an introduction, 9th ed. Benjamin Cummings, USA Viegas, J. 2004. Fungi and Mold. The Rosen Publishing Group, New York. Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar Jasad V. Jakarta : Erlangga. Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang Webster, J. and R. Weber. 2007. Introduction to Fungi. Cambridge University Press, New York Yenny. 2006. Aflatoksin dan Aflatoksikosis pada Manusia. http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2012/04/yenni1.pdf, diakses pada tanggal 3 Mei 2012.