LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic) DI RUANG 26 STROKE UNIT RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh : Panji Arik Indraswara NIM. 0810720050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LAPORAN PENDAHULUAN CVA ICH
A. Definisi Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989). Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 ) Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002) Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan penderita
stroke
hemoragik
umumnya
lebih
parah.
Kesadaran
umumnya
menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994). Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000). B. Epidemiologi Perdarahan
intraserebral
dua
kali
lebih
banyak
dibanding
perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000) menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai 35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan mortalitas dan kecacatan. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengahbaya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick, 1999). C. Etiologi Perdarahan serebri Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik. Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS): 1. Perdarahan intracerebrum hipertensif 2. Perdarahan subaraknoid (PSA) - Ruptura aneorisma sakular (berry) - Ruptura malformasi arteriovena (MAV) - Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah: • Vasopasme reaktif disertai infark Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu. • Ruptur ulang Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan dini. • Hiponatremia • Hidrosefalus Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat membeku. Darah serebrospinal
beku ini
yang
dapat
terletak
di
mengganggu sekitar
aliran
cairan
otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006). 3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin 4. Perdarahan akibat tumor otak 5. Infark hemoragik 6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan. Pecahnya aneurisma Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme.
Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995). Aterosklerosis (trombosis) 40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan selsel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut. Embolisme Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan). • Trombosis sinus dura • Diseksi arteri karotis atau vertebralis • Vaskulitis sistem saraf pusat • Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif) • Kondisi hyperkoagulasi • Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin) • Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia) • Miksoma atrium. Faktor risiko Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996). Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah : Faktor Risiko Umur
Seks
Keterangan Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
Keturunan, sejarah stroke dalam keluarga
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar. Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.
Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah: Faktor Risiko Hipertensi
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Keterangan Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar 40%. Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral. Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal. Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi → Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Karotis bruits
Merokok
Peningkatan hematokrit
Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan sistem pembekuan Hemoglobinopathy
Penyalahgunaan obat
Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit. Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko. Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi. Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic. Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
Hiperlipidemia
Kontrasepsi oral Pil
Diet
Penyakit pembuluh darah perifer Infeksi
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain. Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab autoimun. Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi. Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya. Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%. Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
D. Klasifikasi 1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu a.Stroke Haemorhagi Merupakan
perdarahan
serebral
dan
mungkin
perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. b.Stroke Non Haemorhagic Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik. 2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: a.TIA ( Trans Iskemik Attack) Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b.Stroke involusi Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c.Stroke komplit Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu: (a)
Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (b)
Perdarahan Subarachnoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput
otak
lainnya.
Peningkatam
TIK
yang
mendadak
juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Gejala Timbulnya
PIS Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda
rangsangan +/-
PSA
+++
Meningeal. Hemiparese
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++
E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; -
Nyeri kepala akut dan terasa berat,
-
leher bagian belakang kaku,
-
muntah,
-
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
-
Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
-
90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusatpusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005). F. Patofisiologi Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya ronggarongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002). Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005). Perdarahan Kebanyakan
subaraknoid
aneurisma
sering
mengenai
dikaitkan sirkulus
dengan
wilisi.
pecahnya
Hipertensi
aneurisma.
atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. G. Pemeriksaan Neurologis dan Fisik Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan 1. Refleks hammer 2. Garputala 3. Kapas dan lidi 4. Penlight atau senter kecil 5. Opthalmoskop 6. Jarum steril 7. Spatel tongue 8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin 9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh 10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum 11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka 12. Baju periksa 13. Sarung tangan a. Pemeriksaan Saraf Kranial 1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius) Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya. 2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk) 3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen) a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak mata b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya 4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus) a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri. b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul. c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan. d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata. f.
Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari. 6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear) a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test dan rhinne test b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi 7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus) a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat. b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara. 8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris) a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan. b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuatkuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong. d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong 9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus) a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain b.Pemeriksaan Fungsi Motorik Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron. Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan. 1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi 2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien. b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot : Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5) 0
= tidak ada kontraksi sama sekali.
1
= gerakan kontraksi.
2
= kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3
= cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4
= cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5
= kekuatan kontraksi yang penuh.
6 c.Pemeriksaan Fungsi Sensorik Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi: 1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial. 2. Kapas untuk rasa raba. 3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu. 4. Garpu tala, untuk rasa getar. 5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti : a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination. b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis c. Pen / pensil, untuk graphesthesia. d.Pemeriksaan Fungsi Refleks Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu : 0 = tidak ada respon 1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+) 2 = normal (++) 3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++) 4 = hyperaktif, dengan klonus (++++) Refleks-refleks yang diperiksa adalah : 1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. 2. Refleks biceps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu. 3. Refleks triceps Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otototot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara. 4. Refleks achilles Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. 5. Refleks abdominal Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores. 6. Refleks Babinski Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : 1. Kaku kuduk Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+). 2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. 3. Tanda Brudzinski II Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. 4. Tanda Kernig Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. 5. Test Laseque Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi : 1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi. 2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang 1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. 2. CT Scan Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas 3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi. 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. 5. USG Dopler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). 6. EEG Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. I.
Penatalaksanaan Stroke Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut: 1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan: a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. 3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. 4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. Pengobatan Konservatif 1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. 2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. 3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral: 1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. 3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE a. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990) a)
Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) (a)
Data demografi Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
(b)
Keluhan utama Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
(c)
Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d)
Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e)
Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f)
Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g)
Pola-pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291) Pola eliminasi Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290) Pola aktivitas dan latihan Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Integritas ego Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000) (h)
Pemeriksaan fisik Keadaan umum • Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran • Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara • Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi Pemeriksaan integumen • Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu • Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis • Rambut : umumnya tidak ada kelainan Pemeriksaan kepala dan leher • Kepala : bentuk normocephalik • Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
• Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan neurologi • Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah. • Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia • Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral. • Pemeriksaan refleks • Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. • Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291) 2) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan radiologi b) Pemeriksaan laboratorium
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral 2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat
penurunan
tingkat
kesadaran,
penurunan
kemampuan
batuk,
ketidakmampuan mengeluarkan sekret 3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif 4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi 5. Kerusakan
komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral,
kehilanga tonus otot fasial ketidakmampuan berbicara Rencana Intervensi 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral Kriteria hasil: -
Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
-
Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan (1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau menurunnya perfusi jaringan otak. R/ mempengaruhi intervensi. (2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal. R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP. (3) Pantau tanda-tanda vital. R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor otak. (4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya. (5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang. R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. (6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi. (7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis. R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi. (8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang. R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik. (9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa. R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan. (10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang. R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya peningkatan TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi selanjutnya. (11) Kolaborasi - Beri oksigen sesuai indikasi - Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi - Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif Kriteria hasil: -
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
-
Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
-
Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
-
Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan (1)
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2)
Ubah posisi pasien setiap 2 jam. R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3)
Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya. R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4)
Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua ekstremitas. R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(5)
Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi. R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6)
Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi . R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan otot ekstensor.
(7)
Tindakan Kolaborasi - Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi. - Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien - Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.
3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi Kriteria hasil: -
Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
-
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
-
Mengidentifikasi sumber pribadi.
Intervensi Keperawatan (1)
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari. R/ membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2)
Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk mengerjakan tugasnya. R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.
(3)
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang keutuhannya. R/ tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi biasanya
dapat
mengontrol
kembali
fungsi
sesuai
perkembangan
proses
penyembuhan. (4)
Kolaborasi -
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasikan kebutuhan alat penyokong khusus.
Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC. Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC. Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, Diknakes. Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, Jakarta, EGC. Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap Untuk
mengetahui
adanya
anemia,
trombositopenia
dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik b. Pemeriksaan glukosa darah Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak c. Pemeriksaan analisa gas darah Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk metabolisme d. Pemeriksaan serum elektrolit e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah) Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik f.
Pemeriksaan faal hemostatis Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke hemoragik