PENGARUH KELUARGA KELUARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN
A.
Perilaku Konsumen
Pembangunan Pembangunan didefinisi didefinisikan kan secara secara luas sebagai suatu proses perbaikan perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih sejahtera. Bentuk nyata atau unsurunsur dari dari kehidupa kehidupan n serba serba lebih lebih baik baik itu sendir sendirii masih masih menjad menjadii perdeb perdebata atan. n. Namun Namun menurut Todaro (2000), komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami kehidupan yang lebih baik atau lebih sejahtera terdiri atas tiga komponen dasar yaitu : 1. Ke Kecu cukup kupan an (sust (susten enanc ance) e)
Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasar. Kebutuhan Kebutuhan tersebut tersebut bukan hanya menyangkut menyangkut makanan, melainkan melainkan mewakili mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik yang meliputi pangan, sandang, papan dan keamanan. 2. Jati Jati dir dirii (sel (selff este esteem em))
Jati diri merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu. Penyebaran nilai-nilai modern yang yang bersu bersumb mber er dari dari nega negara ra-n -nega egara ra maju maju tela telah h menga mengaki kiba batka tkan n kejut kejutan an dan dan kebingungan budaya di banyak Negara berkembang. Kontak dengan masyarakat lain yang secara ekonomis atau teknologis lebih maju acapkali mengakibatkan definisi dan batasa batasan n mengena mengenaii baik-bu baik-buruk ruk dan benar-s benar-sala alah h menjad menjadii kabur. kabur. Kemakm Kemakmura uran n
1 7
materil lambat laun dianggap sebagai suatu ukuran kelayakan yang universal dan dinobatkan menjadi landasan penilaian atas segala sesuatu. 3. Ke Kebe beba basa san n (free (freedo dom) m)
Kebebasan atau kemerdekaan di sini diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek materil sematamata dalam kehidupan kehidupan ini. Kebebasan disini juga harus diartikan diartikan sebagai sebagai kebebasan kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebasan, itu berarti untuk sela selama many nyaa kita kita mamp mampu u berp berpik ikir ir jern jernih ih dan dan meni menila laii segal segalaa sesu sesuat atu u atas atas dasa dasar r keyaki keyakinan, nan, pikira pikiran n sehat sehat dan hati hati nurani nurani kita kita sendir sendiri. i. Kebeba Kebebasan san juga juga melipu meliputi ti kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak banyak pilihan pilihan yang tersedia. tersedia. Manfaat Manfaat inti yang terkandung terkandung dalam penguasaan penguasaan yang lebih besar itu adalah kebebasan untuk memilih merasakan kenikmatan yang lebih besar dan bervariasi, untuk memilih lebih banyak barang dan jasa. Faktor Faktor-fa -fakto ktorr yang yang ikut ikut menent menentuka ukan n pola pola konsums konsumsii keluar keluarga ga antara antara lain lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan kepala keluarga dan status kerj kerjaa wani wanita ta.. Untuk Untuk mendu mendukun kung g pern pernya yata taan an ters terseb ebut ut,, tela telah h bany banyak ak penel penelit itia ian n dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. keluarga. Teori Engel’s yang menyatakan menyatakan bahwa semakin semakin tinggi tinggi tingkat tingkat pendapatan pendapatan kelu keluar arga ga sema semaki kin n
renda rendah h
pers persent entas asii penge pengelu luar aran an untuk untuk kons konsum umsi si maka makanan nan
(Sumarwan, (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengel pengeluar uaran an untuk untuk bukan bukan makanan makanan.. Artiny Artinyaa propor proporsi si alokas alokasii pengel pengeluar uaran an untuk untuk
2
pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan. Jumlah anggota keluarga atau ukuran keluarga juga mempengaruhi pola konsumsi. Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan (Sumarwan, 1993). Selebihnya, keluarga akan mengalokasikan sisa pendapatannya untuk konsumsi bukan makanan. Dengan demikian, keluarga dengan jumlah anggota sedikit relatif lebih sejahtera dari keluarga dengan jumlah anggota besar. Selain jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga. Pendidikan dapat merubah sikap dan prilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah ia dapat menerima informasi dan inovasi baru yang dapat merubah pola konsumsinya. Disamping itu makin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi (Sumarwan, 1993). Perubahan karakteristik keluarga ini mempunyai dampak sangat penting pada perubahan pola kebutuhan atau konsumsi keluarga misalnya makanan, perlengkapan alat-alat rumah tangga, pelayanan kesehatan, perumahan dan pendidikan.
3
B.
Keluarga Sejahtera
Strategi pengembangan kependudukan terus mengalami perluasan karena masalah kependudukan pun telah bertambah luas dengan berbagai tantangan yang semakin beragam. Dengan telah ditekannya laju pertumbuhan penduduk, maka ukuran, struktur dan komposisi penduduk yang tercermin dalam unit-unit keluarga akan mengalami perubahan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Undang-undang No. 10 tahun 1992 yang telah dirujuk menjadikan keluarga sebagai satuan sosial terkecil dalam masyarakat, sekaligus sebagai suatu lembaga yang amat penting dalam kehidupan manusia. Lembaga keluarga dalam budaya masyarakat kita dianggap sebagai suatu jalinan jasmani, rohani dan sosial yang mendasar dan mengakar dalam kehidupan, lembaga keluarga ini sarat dengan fungsi (Achir, 1993). Menurut Selo Sumarjan dalam Hatmaji (1993), keluarga merupakan institusi perantara (mediator) antara individu dengan masyarakat. Sehubungan dengan itu, keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain refroduksi, ekonomi, afeksi, proteksi, sosialisasi dan keagamaan. Pada saat ini sedang terjadi pergeseran nilai di masyarakat, termasuk nilainilai yang berlaku dalam keluarga, misalnya pembagian peran di dalam keluarga. Perubahan nilai yang ada dalam masyarakat membuat wanita memiliki kemungkinan
yang
lebih besar untuk terjun
ke lapangan kerja sehingga
mempengaruhi pembagian peran antara suami dan isteri dalam suatu keluarga. Tugastugas yang secara tradisional dilakukan oleh isteri antara lain mengurus kebutuhan
4
anak baik secara fisik maupun psikologis, mengurus pendidikan anak dan mengurus penyediaan makanan untuk anggota keluarga mulai bergeser pada sebagian keluarga. Si suami secara tradisional bertugas memberikan status sosial pada keluarga, mencari nafkah dan mewakili keluarga dengan pihak-pihak lain yang ada di dalam masyarakat mulai menerima limpahan tugas dari sang isteri. Dengan adanya pergeseran nilai dalam keluarga tersebut mengakibatkan juga terjadi perubahan pola konsumsi barang dan jasa dalam keluarga. Keberhasilan program pemerintah dalam bidang kependudukan khusunya penurunan fertilitas nampaknya sudah mulai nyata. Keberhasilan ini antara lain berdampak pada perubahan struktur keluarga (Hatmadji, 1993). Lebih lanjut ia mengatakan, struktur keluarga sudah berubah dari keluarga berukuran besar (jumlah anak banyak) ke keluarga berukuran kecil (sedikit anak). Pada tahun 1971 rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Indonesia sebesar 5,3 orang, tahun 1980 mengalami penurunan menjadi 5,2 orang kemudian pada tahun 1990 penurunannya cukup berarti yakni dari 5,2 pada tahun 1980 menjadi 4,5 o rang pada tahun 1990 (Kasto dan Sembiring, 1996). Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1980 mempunyai rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 5,3 orang, tahun 1990 mengalami penurunan menjadi 4,9 orang dan kemudian pada tahun 2000 menjadi 4,6 orang (BPS, 2001) Pada tahun 1980 rata-rata rumah tangga di huni oleh 5 sampai 6 orang anggota rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri dan 3 sampai 4 orang anak. Namun pada tahun 2000 telah mengalami penurunan dimana rata-rata setiap rumah
5
tangga hanya dihuni oleh 4 sampai 5 orang anggota rumah tangga, yang terdiri dari suami, isteri dan 2 sampai 3 orang anak. Penurunan rata-rata anggota rumah tangga tersebut menunjukkan diterimanya norma keluarga kecil dan menunjukkan kecenderungan pembentukan keluarga batih atau inti (nuclear family), keluarga yang terdiri dari suami, isteri dan anak. Hal lain yang dapat diungkap dari menurunnya rata-rata anggota rumah tangga ini adalah menunjukkan adanya perubahan struktur dalam keluarga, yakni perubahan dari struktur keluarga luas (extended family) ke arah keluarga batih (nuclear family). Bahkan adanya perubahan dalam struktur keluarga batih sendiri juga telah terjadi, yakni perubahan dari jumlah anak banyak ke arah jumlah anak yang lebih sedikit. Bersamaan dengan perubahan struktur kelurga, maka terjadi pula perubahan fungsi dalam kelurga. Masing-masing anggota keluarga karena hubungannya dengan masyakat lingkungannya akan mengembangkan perannya sesuai dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan tersebut. Salah satu fenomena yang terjadi adalah masuknya wanita dalam pasar kerja, yang mau tidak mau akan menyebabkan terjadinya perubahan status dan peran yang mereka mainkan sebelumnya (BKKBN, 1992). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, dengan masuknya wanita dalam angkatan kerja, berarti akan memberikan peranan ekonomi yang lebih besar terhadap keluarga terutama dalam membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Pada gilirannya akan memberikan dampak psikologis, sosial dan budaya baik pada keluarga itu sendiri maupun pada masyarakat lainnya.
6
Konsep keluarga sejahtera sangat beragam, menurut Selo Sumardjan dalam Hatmadji (1993), sejahtera hanya dilihat dari sisi pencapaian finansial, sedangkan kondisi ideal yang dari sisi psikologis diartikan sebagai bahagia. Lebih lanjut ia katakan bahwa kesejahteraan itu haruslah bersifat komprehensif, tingkat pencapaian kesejahteraan
antara
satu
keluarga
dengan
keluarga
lainnya
tidak
dapat
diperbandingkan, karena kesejahteraan berkaitan erat dengan tujuan hidup masingmasing keluarga.
C.
Perubahan Pola Konsumsi
Dalam ilmu ekonomi dijelaskan bahwa ekonomi merupakan asumsi dalam teori ekonomi seseorang bertindak secara rasional dalam mencapai tujuannya dan kemudian mengambil keputusan yang konsisten dengan tujuan tersebut. Haris dan Andika (2002) mengemukakan beberapa macam kebutuhan pokok manusia untuk bisa hidup secara wajar, yaitu : 1. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan. 2. Kebutuhan sandang atau pakaian. 3. Kebutuhan papan atau tempat berteduh. 4. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya. Kebutuhan tersebut di atas merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk dapat hidup wajar. Bila kebutuhan itu kurang dapat dipenuhi secara memuaskan maka hal itu merupakan suatu indikasi bahwa kita masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kebutuhan lain seperti : kebutuhan akan perabot rumah tangga,
7
meja, kursi, lemari, alat-alat dapur, radio, televisi dan aneka kebutuhan lainnya, disebut sebagai kebutuhan sekunder atau kebutuhan pelengkap yang ditambahkan sesuai dengan peningkatan pendapatan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, kita membutuhkan uang atau penghasilan. Tanpa bekerja kita tak mungkin mendapatkan penghasilan. Tanpa penghasilan kita tak mungkin dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan hidup secara wajar. Semakin banyaknya isteri atau ibu rumah tangga yang masuk dalam duni kerja mengakibatkan terjadinya perubahan dalam keluarga. Dalam menghadapi perubahan ini maka keluarga harus mempunyai beberapa strategi untuk mengatasi kendala waktu yang dihadapinya. Dua strategi pokok yang dapat dilakukan keluarga yang bekerja agar kesejahteraan keluarga dapat tercapai adalah membeli waktu dan menghemat waktu. Membeli waktu merupakan usaha yang dilakukan keluarga untuk membeli alat-alat rumah tangga, (household appliances) seperti mesin cuci, kulkas, alat-alat dapur dan lain sebagainya, serta menggunakan jasa-jasa pelayanan. Strategi semacam ini membuat keluarga lebih mengandalkan alat-alat listrik dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Selain itu, keluarga dapat menggunakan jasa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya menggunakan jasa binatu, jasa penitipan dan pengasuhan anak, membayar pembantu rumah tangga, sering makan di rumah makan atau membeli makanan yang siap dihidangkan. Strategi menghemat waktu, merupakan usaha yang dilakukan oleh keluarga untuk mengalokasikan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh isteri/ibu
8
kepada suami/ayah atau anak-anak. Strategi menghemat waktu termasuk pula pengurangan kuantitas dan kualitas pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan, misalnya mengurangi waktu santai dan kegiatan sosial. Kendala waktu yang dihadapi keluarga masa depan dan strategi untu
mengatasinya akan mempengaruhi pola
konsumsi keluarga tersebut, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hal ini didukung oleh industri makanan yang memproduksi berbagai jenis makanan jadi, industri restoran dan fast food yang tumbuh pesat (Wilopo, 199 8). Jumlah rumah tangga atau keluarga yang menerapkan strategi membeli waktu semakin banyak, maka semua itu akan berakibat pada peningkatan permintaan alatalat rumah tangga. Oleh sebab itu, pengeluaran konsumsi untuk makanan jadi dan alat-alat rumah tangga akan semakin besar. Di pihak lain makanan jadi yang tersedia di pasar belum tentu memberikan jaminan gizi yang baik. Kurangnya nilai gizi dari makanan tersebut membawa dampak negatif terhadap kesehatan keluarga. Dengan demikian strategi menghemat waktu tanpa memperhatikan kebutuhan tubuh akan membawa dampak negatif pada kesehatan keluarga, yang mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Kondisi semacam ini mempengaruhi pengeluaran keluarga untuk konsumsi jasa kesehatan dan obat-obatan. Perubahan pola konsumsi terhadap aneka barang dan jasa diperkirakan akan meningkat dengan pesat di masa mendatang sejalan dengan perubahan struktur keluarga, perbaikan tingkat pendapatan, serta semakin banyaknya keluarga yang menerapkan strategi membeli waktu.
9
D.
Perilaku Konsumen
Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), kebutuhan manusia relatif tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia sangat terbatas, hal ini mengakibatkan manusia dalam memenuhi setiap kebutuhannya akan berusaha memilih alternative yang paling menguntungkan bagi dirinya. Lebih lanjut ia katakan bahwa timbulnya perilaku konsumen karena adanya keinginan memperoleh kepuasan yang maksimal dengan berusaha mengkonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya, tetapi mempunyai keterbatasan pendapatan. 1. Fungsi Permintaan Permintaan merupakan jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga dalam waktu tertentu. Sukirno (1985) menyatakan permintaan seseorang atas sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah: 1. Harga barang itu sediri 2. Harga barang-barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4. Corak ditribusi pendapatan dalam masyarakat 5. Citarasa masyarakat 6. Jumlah penduduk 7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang Hubungan antara tingkat harga dan jumlah barang yang diminta dapatdi sajikan dalam kurva permintaan. Kurva permintaan menunjukkan tempat titik-titik
10
yang mengambarkan maksimum pembelian pada harga tertentu dengan anggapan ceteris paribus (hal-hal lain dianggap tetap). Gambar 1 memperlihatkan bahwa kurva permintaan berbentuk garis lurus yang miring dari atas ke kanan bawah. Miringnya kurva permintaan tersebut menunjukkan adanya hukum permintaan dan lurusnya kurva menunjukkan adanya anggapan bahwa yang berpengaruh terhadap jumlah yang diminta hanyalah tingkat harga, sedangkan hal-hal lain dianggap tetap (Joesron dan Fathorrozi, 2003).
Gambar 1. Kurva Fungsi Permintaan Hubungan antara harga dan permintaan yang berbanding terbalik (negatif) menimbulkan konsekwensi bahwa apabila harga naik maka permintaan turun dan apabila harga turun maka permintaan akan naik. Hubungan inilah disebut hukum permintaan. Permintaan suatu barang bukan hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, melainkan juga dipengaruhi oleh pendapatan konsumen, selera, harga
11
barang lain dan masih banyak faktor lainnya yang dapat diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Secara matematis hal itu d apat dirumuskan dalam formula sebagai berikut: Dx = f ( Y, Py, T, u ) (1) Keterangan : Dx = Jumlah barang yang diminta Y = Pendapatan konsumen Py = Harga barang lain T = Selera u = Faktor-faktor lainnya Adanya asumsi ceteris paribus, yaitu faktor lain selain harga dianggap tetap, maka sepanjang fungsi permintaan individu akan dapat dijumpai adanya perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan harga. Dengan kata lain, dalam suatu kurva yang sama akan terdapat gerakan dari suatu titik ke titik lainnya apabila harga suatu barang mengalami perubahan.
Gambar 2. Kurva Perubahan Jumlah yang Diminta
12
Gambar 2 menunjukkan adanya perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan harga. Akibatnya harga mengalami penurunan dari P1 ke P2, menimbulkan akibat jumlah yang diminta naik dari Q1 menjadi Q2. Jadi perubahan jumlah yang diminta terjadi pada sepanjang kurva permintaan. Apabila faktor lain, selain harga mengalami perubahan maka fungsi permintaan akan ikut berubah pula. Misalkan pendapatan konsumen meningkat maka fungsi permintaan akan bergeser ke kanan (atas), begitu pula sebaliknya bila pendapatan konsumen berkurang maka fungsi permintaan bergeser ke kiri (bawah). Dengan demikian, perubahan permintaan oleh konsumen dapat dibedakan dalam dua pengertian yatu:
1. Gerakan sepajang kurva permintaan, yaitu perubahan permintaan barang disebabkan perubahan harga. Pada saat harga barang turun jumlah barang yang diminta meningkat. Pada gambar 2. Terlihat adanya perubahan dari titik A ke B.
Gambar 3. Pergeseran Kurva Permintaan
13
2. Kurva permintaan akan bergeser ke kiri atau ke kanan disebabkan oleh perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan selain harga, misalnya pendapatan. Pada gambar 3. Terlihat kurva DD bergeser menjadi D1D1. Hal itu disebabkan oleh kenaikan pendapatan konsumen, sedangkan pergeseran kurva permintaan dari DD menjadi D2D2 disebabkan oleh berkurangnya
pendapatan konsumen.
Pergeseran DD menjadi
D1D1
menunjukkan pertambahan permintaan sedangkan pergeseran DD menjadi D2D2 menunjukkan berkurangnya permintaan pada harga yang sama. 1.1.1. Beberapa Pendekatan Perilaku Konsumen
Akibat adanya kendala keterbatasan pendapatan di satu sisi dan adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya agar diperoleh kepuasan yang maksimal di sisi lainnya, maka timbullah perilaku konsumen. Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk menjelaskan terbentuknya fungsi permintaan konsumen, yaitu: a.
Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach). Menurut pendekatan ini,
daya guna dapat diukur dengan satuan uang atau utilitas, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna tergantung kepada subyek yang menilai. Pendekatan ini juga mengandung anggapan bahwa semakin berguna suatu barang bagi seseorang, maka akan semakin diminati. Asumsi dari pendekatan ini adalah: 1.
Konsumen
rasional,
artinya
konsumen
memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.
14
bertujuan
2.
Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang
diperleh konsumen makin menurun dengan bertambanya konsumsi dari komoditas tersebut. 3.
Pendapatan konsumen tetap
4.
Uang mempunyai nilai subyektif yang tetap.
5.
Total utility adalah additive dan independent. Additive
artinya daya guna dari sekumpulan barang adalah fungsi dari kuantitas masing-masing barang yang dikonsumsi. Sedangkan independent berarti bahwa daya guna X1 tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsumsi barang X2, X3, X4 …. Xn dan sebaliknya. b.
Pendekatan Ordinal. Dalam pendekatan ini daya guna suatu barang
tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Pendekatan yang dipakai dalam teori ordinal adalah indefference curve, yaitu kurva yang menunjukkan kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan sama. Asumsi dari pendekatan ini adalah: 1.
Konsumen rasional
2.
Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang
disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna 3.
Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu
4.
Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum
15
5.
Konsumen konsisten, artinya bila barang A lebih dipilih
daripada B karena A lebih disukai daripada B, tidak berlaku sebaliknya 6.
Berlaku hukum transitif, artinya bila A lebih disukai daripada
B dan B lebih disukai daripada C, maka A lebih disukai daripada C c.
Preferensi Nyata (Revealed Preference Hypothesis). Kurva permintaan
dapat disusun secara langsung berdasarkan perilaku konsumen di pasar. Asumsi yang menjadi dasar berlakunya teori ini antara lain adalah: 1.
Rasionalisasi,
yaitu
konsumen
adalah
rasional,
juga
mengandung pengertian bahwa jumlah barang banyak lebih disukai daripada barang sedikit. 2.
Konsisten artinya seperti biasanya apabila konsumen telah
menentukan A lebih disukai daripada B maka dia tidak sekali-kali mengatakan bahwa B lebih disukai dari pada A. 3.
Asas transitif, artinya bila konsumen menyatakan A lebih
disukai dari pada B dan B lebih disukai daripada C, maka ia akan menyatakan juga bahwa A lebih disukai daripada C. 4.
Konsumen
pengeluarannya.
Jumlah
akan ini
menyisihkan
sejumlah
merupakan
anggaran
uang yang
untuk dapat
dipergunakannya. Kombinasi barang X dan Y yang sesungguhnya dibeli di pasar merupakan preferensi atas kombinasi barang tersebut. Kombinasi yang dibeli ini akan memberikan dayaguna yang tertinggi.
16
d.
Pendekatan Atribut. Pendekatan ini mempunyai pandangan bahwa
konsumen dalam memberi produk tidak hanya karena daya guna dari produk tersebut, tetapi karena karakteristik atau atribut-atribut yang disediakan oleh produk tersebut. Ada beberapa keunggulan pendekatan atribut antara lain : 1.
Kita akan terlepas dari diskusi mengenai bagaimana
mengukur daya guna suatu barang, yang merupakan asumsi dari pendekatan sebelumnya. 2.
Pendekatan ini memandang suatu barang diminta konsumen
bukan jumlahnya, melainkan atribut yang melekat pada barang tersebut, sehingga lebih dapat dijelaskan tentang pilihan konsumen terhadap produk. 3.
Dapat digunakan untuk banyak barang, sehingga bersifat
praktis dan lebih mendekati kenyataan, serta operasionalisasinya lebih mudah. E.
Ukuran Keluarga
Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Dalam suatu rumah tangga biasanya dikepalai oleh seorang kepala rumah tangga, yaitu orang dianggap paling bertanggungjawab atas kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga tersebut, atau orang yang ditunjuk dan dituakan sebagai kepala rumah tangga. Selain kepala rumah tangga terdapat pula anggota rumah tangga yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan kepala rumah tangga seperti isteri, anak, menantu, cucu, orang tua, mertua, famili dan lain-lain. Besarnya rumah tangga menyatakan jumlah seluruh anggota yang menjadi tanggungan dalam rumah tangga tersebut. Besaran rumah tangga dapat memberikan
17
indikasi beban rumah tangga. Semakin tinggi besaran rumah tangga berarti semakin banyak anggota rumah tangga yang selanjutnya semakin berat beban rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, terutama untuk rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah (BPS, 2001). Kebutuhan anggota keluarga akan makanan berbeda-beda tergantung dari struktur umur. Menurut Sediaoetama (1985), distribusi kebutuhan pangan dalam keluarga tidak merata, artinya setiap anggota keluarga tersebut mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisiknya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, tetapi kalau dinyatakan dalam kuantum absolut, anak-anak tentu membutuhkan kuantum makanan yang lebih kecil dibandingkan dengan kuantum makanan yang diperlukan oleh orang dewasa.
F.
Jenis Pekerjaan
Di negara-negara miskin sebagian besar energi di dalam hidangan berasal dari korbohidrat, terutama bila kondisi negaranya memungkinkan adanya pertanian maka karbohidrat umumnya didapat dari padi-padian. Di negara yang mata pencaharian masyarakatnya terutama beternak, sebagian besar energi, bahkan seluruh energy berasal dari protein hewani dan lemak.
18
Di Indonesia sekitar 70 – 80 % dari seluruh energi untuk keperluan tubuh berasal dari karbohidrat. Menurut Sediaoetama (1989), semakin rendah tingkat ekonomi suatu keluarga maka semakin tinggi persentasi energi tersebut berasal dari karbohidrat, karena energi dari karbohidrat termasuk yang paling murah. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga yang mengalami kemajuan dalam ekonominya, terlihat adanya pergeseran sumber energi dari karbohidrat ke protein dan lemak. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Energi tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar menurut penggunaannya yaitu untuk kebutuhan metabolisme tubuh dan energi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan luar (Sediaoetama, 1985). Walaupun tubuh tidak melakukan pekerjaan atau aktifitas luar seperti tidur, tetap
menggunakan
metabolisme
sel
energi. Energi tersebut dipergunakan
dalam
tubuh. Energi tersebut diperlukan
untuk
kebutuhan
minimal
untuk
melaksanakan hayat hidup biologis. Dalam melakukan suatu pekerjaan atau aktifitas sangat membutuhkan energi atau tenaga, energi tersebut berasal dari makanan yang dikonsumsi (Sukarni, 1994). Lebih jauh ia katakan, energi dalam jumlah besar terutama diperlukan untuk kerja otot yang melakukan pekerjaan luar. Misalnya orang yang pekerja sebagai buruh bangunan, petani, tukang becak, yang hanya mengandalkan fisik atau kekuatan otot, akan memerlukan makanan dalam jumlah relatif lebih besar untuk sanggup melakukan pekerjaan tersebut .
19
Untuk melakukan kegiatan fisik yang sama, orang dengan ukuran tubuh besar menggunakan lebih banyak energi dari pada ukuran tubuh kecil, karena untuk menggerakkan tubuh yang lebih besar diperlukan enegi yang lebih banyak. Akan tetapi, kegiatan fisik mempengaruhi lebih banyak pengeluaran energi dari pada pengaruh ukuran tubuh (Suhardjo, 1986). Klasifikasi pekerja menurut status pekerjaan dapat dibagi atas dua kelompo yaitu sektor informal dan formal (Bakir dan Manning, 1984). Klasifikasi tenaga kerja menurut jenis pekerjaan utama dapat dibagi atas tiga jenis yaitu kelompok terampil, setengah terampil dan tidak terampil.
G.
Pendidikan
Investasi sumber daya manusia bukan merupakan tanggung jawab salah satu sektor pembangunan tetapi bersifat multisektor seperti pendidikan, kesehatan, program kependudukan dan lain-lain. Namun demikian, di antara berbagai bentuk investasi sumber daya manusia tersebut, pendidikan dapat dikatakan sebagai katalisator utama pengembangan sumber daya manusia, dengan asumsi bahwa semakin terdidik seseorang, semakin tinggi pula kesadarannya terhadap pembentukan keluarga sejahtera. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat yang telah dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Hal tersebut merupakan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencanangkan program wajib belajar. Program wajib belajar tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara
20
untuk memperoleh pendidikan. Program pendidikan tidak selamanya harus terselenggara di lingkungan sekolah, tetapi juga pendidikan berkelanjutan seperti kursus-kursus, pelatihan kerja, pendidikan dalam jabatan dan sejenisnya (Suryadi, 1997). Pendidikan berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terdidik, terampil dan terlatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Pendidikan dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja harus selalu lentur dan berwawasan lingkungan agar pendidikan keterampilan dan keahlian dapat disesuaikan dengan kebutuhan akan jenis-jenis keterampilan serta keahlian profesi yang selalu berubah (Mantra, 2000). Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kwalitasnya. Hal ini akan mendorong peningkatan out put yang diharapkan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula produktivitasnya, dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pendapatan keluarga (Ananta,1993). Tingkat pendidikan kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga. Hasil Survei Biaya Hidup tahun 1989 mendukung keterkaitan tersebut.
21
Hasil survei membuktikan bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin kecil persentasi pengeluaran untuk konsumsi pangan (Sumarwan 1993).
22
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, M. Idrus. 1989. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial. UIPress. Jakarta. Achir, Y. C. Agoes. 1993. Keluarga Sejahtera Sebagai Wahana Pengentasan Penduduk dari Ketertinggalan. Warta Demografi. Tahun ke-23 No.5. LD.FEUI. Jakarta. Ackley, Gardner. 1961. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan oleh Paul Sitohang. 1983. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Agung, I.Gusti. 1993. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan Pemakaian Praktis. Jakarta. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1992. Petunjuk Teknis Pendataan Keluarga. Jakarta. --------------------. 1999. Struktur Keluarga dan Keluarga Berencana di Indonesia (SDKI 1991). Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Profil Kependudukan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Cicih, Mis Heri. 2002. Indikator Pelayanan Kesehatan, Gizi dan Penduduk. Info Demografi. BKKBN Kerja sama dengan LD.FEUI. Jakarta. Effendi, T. Noer. 1995. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan. Edisi II. Tiara Wacana. Yogyakarta. Gulo, W. 1999. Metodologi Penelitian Ilmiah. Salatiga Hadari, Nawawi. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press. Jakarta. Haris, A dan Adika, N. 2002. Dinamika Penduduk dan Pembangunan di Indonesia dari Perspektif Makro ke realitas Mikro. Lesfi. Yokyakarta. Harper, Laura J. Pangan, Gizi dan Pertanian. Terjemahan oleh Suhardjo. 1986. UIPress. Jakarta. Hatmadji, Sri Harijati. 1993. Transisi Keluarga di Indonesia Suatu Tinjauan Demografis. Warta Demografi. Tahun ke-23 No.5. LD.FEUI. Jakarta. Joesron, T. Suhartati dan M. Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat. Jakarta.
23
Junadi, Purnawan. 1995. Pengantar Analisis Data. Rineka Cipta. Jakarta. Kasto dan Sembiring, Henri. 1996. Profil Kependudukan Indonesia. PPK UGM, Yogyakarta. Mantra, Ida, Bagoes. 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid I. Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta. Santoso, Singgih. 2002. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Sediaoetama, A. D. 1985. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta. ----------------. 1989. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jilid II. Dian Rakyat. Jakarta. Singarimbun dan Effendi . 1995. Metode Venelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Sorjani, M. 1986. Ekologi, Pengelolaan SDA dan Industrialisasi. Prisma. Jakarta. Sukarni, M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta. Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta Sumarwan. 1993. Keluarga Masa Depan dan Perubahan Pola Konsumsi. Warta Demografi. Tahun ke-23 No.5. LD.FEUI. Jakarta. Suryadi, A. 1997. Pendidikan, Investasi dan Pembangunan. Pusat Informatik Balitbang Dikbud. Jakarta. Wilopo, A. Siswanto. 1998. Dampak Resesi Ekonomi pada Penurunan Kematian dan Peningkatan Angka Harapan Hidup di Indonesia. Populasi. Volume 9 Nomor 1. PPK UGM. Yogyakarta.
24