PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP JEPANG
Pemerasan kekayaan dan tenaga manusia pada masa pendudukan Jepang menimbulkan bentuk bentuk perlawanan terhadap Jepang. Bentuk perlawanan itu antara lain berupa gerakan bawah tanah dan gerakan bersenjata. 1. Gerakan Perjuangan Bawah Tanah Gerakan bawah tanah, yaitu gerakan perjuangan yang dilakukan secara rahasia. Gerakan bawah tanah ini antara lain: a. kelompok Syahrir yang beroperasi di daerah sekitar Jakarta dan Jawa Barat. Sutan Su tan Syahrir pada waktu itu menyamar sebagai seorang petani dinas b. gerakan Kaigun yaitu terdiri dari para pemuda anggota dinas Angkatan Laut Jepang. Tokohtokohnya antara lain Mr. Ahmad Subarjo, Sudiro, dan Wikana c. gerakan kelompok pemuda yang berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat pro-paganda Jepang yang disebut Sendenbu (sekarang Kantor Berita Antara). Tokoh-tokohnya yaitu Sukarni dan Adam Malik. 2. Gerakan Perjuangan Bersenjata Di samping gerakan perjuangan bawah tanah yang bersifat rahasia, terdapat pula perlawanan rakyat secara bersenjata. Adapun perlawanan bersenjata yang dilakukan rakyat itu antara lain sebagai berikut. a. Perlawanan di Aceh Perlawanan ini dilakukan pada tanggal 10 November 1942 di Cot Plieng, Aceh yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Dia ditembak Jepang ketika sedang melakukan salat. b. Perlawanan di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat Perlawanan ini terjadi pada tanggal 25 Februari 1944, dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Ia menentang Jepang, sebab tidak bersedia melakukan Seikerei yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang yang dianggap dewa dengan membungkukkan badan ke arah Tokyo. c. Perlawanan di Lohbener, Jawa Barat Perlawanan rakyat ini dipimpin oleh H. Madriyas. d. Perlawanan di Pontianak, Kalimantan Barat. Pada tanggal 16 Oktober 1943 para tokoh mengadakan rapat di Gedung Medan dan sepakat dalam rangka menyerang Jepang, namun sebelum rapat itu dilaksanakan mereka sudah ditangkap dan dibunuh.
e. Perlawanan Peta di Blitar Perlawanan ini terjadi tanggal 14 Februari 1945 dipimpin oleh Supriyadi. Sebab timbulnya pemberontakan itu adalah karena anggota Peta tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat. Tapi dengan bujukan dan muslihat, akhirnya semua pemberontakan dan semua pemimpin-pemimpinnya diajukan ke depan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta. Di antara mereka ada yang dihukum mati seperti: dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudijaya, Sunarto dan Sudarmo. Sedangkan Supriyadi tidak disebut-sebut dalam pengadilan. Pada umumnya orang menganggap bahwa ia telah tertangkap dan kemudian dibunuh secara diam-diam oleh Jepang. Meskipun perlawanan Peta di Blitar gagal, namun pengaruhnya sangat besar untuk mewujudkan Indonesia merdeka.
Perlawanan Rakyat Indonesia dan PETA Terhadap Jepang
A. Perlawanan oleh rakyat Indonesia 1. Perlawanan rakyat Cot Plieng-Aceh Terjadi pada tanggal 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil sebagai akibat penindasan Jepang terhadap rakyat Cot Plieng-Aceh dan cukup menarik perhatian, karena rakyat Aceh memiliki keberanian melawan Jepang meskipun menimbulkan korban jiwa.
2. Perlawanan rakyat Sukamanah, Singaparna (Jawa Barat) Terjadi pada tanggal 25 Februari 1944 yang dipimpin oleh K.H Zainal Mustafa. Jepang memaksa agar K.H Zainal Mustafa beserta pengikutnya melakukan penghormatan dengan cara membungkukkan badan (Seikeirei) kepada Kaisar Jepang yang dianggap dewa. Dan K.H Zainal Mustafa menolak karena bertentangan dengan ajaran Islam. 3. Perlawanan rakyat Lohbener dan Sindang (pantai utara Cirebon, Jawa Barat) Terjadi pada tanggal 30 Juli 1944 yang dipimpin oleh H. Mardiyas, H. Kartiwea dan Kiai Srengseng sebagai akibat penjajah Jepang menyiksa rakyat di desa Cidempet kecamatan Lohbener secara kejam. 4. Perlawanan rakyat Pontianak (Kalimantan Barat) Terjadi pada tanggal 16 Oktober 1944 yang dipimpin oleh para pemuda yang akan melakukan perlawanan terhadap Jepang dengan berkumpul terlebih dahulu di Gedung Medan Sepakat Pontianak. Perlawanan ini terjadi karena Jepang melakukan pembunuhan terhadap rakyat setempat. B. Perlawanan Pembela Tanah Air (PETA) 1. Perlawanan PETA di Blitar (Jawa Timur) Pada tanggal 14 februari 1945, prajurit-prajurit PETA di Blitar di bawah pimpinan Shodanco Supriyadi, melaksanakan perlawanan terhadap Jepang. Upaya yang dilakukan Jepang
untuk menghadapi perlawanan PETA di Blitar yakni dengan menempatkan pasukan tentaranya yang dilengkapi dengan tank-tank dan pesawat terbang. Pada pertempuran itu, Shodanco Supriyadi dibantu oleh Shodanco Muradi mulai terdesak oleh pasukan Jepang, namun akhirnya Muradi menyerah kepada serdadu Jepang. 2. Perlawanan PETA di Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) Pada bulan November 1944, meletus perlawanan Aceh terhadap Jepang yang dipimpin oleh Teuku Hamid. Meskipun masih berusia sekitar 20 tahun, tetapi ia memiliki keberanian memimpin dua peleton pasukan Giyugun untuk melawan Jepang dengan cara keluar dari asrama Giyugun di Jangka Buaya (Aceh), kemudian membentuk markas pertahanan di lereng-lereng gunung. Melihat perlawanan ini, pasukan Jepang bertindak cepat dengan cara menyandera dan mengancam akan membunuh semua anggota keluarga Teuku Hamid jika ia tidak menyerah, akhirnya Teuku Hamid pun terpaksa menyerah. 3. Perlawanan PETA di Gumilir (Cilacap, Jawa Tengah) Perlawanan ini dipimpin oleh Khusaeri, seorang Budaneo (Komandan Regu). Perlawanan ini cukup hebat, tetapi Kushaeri dan kawan-kawannya menyerah. Pada bulan Juli 1944, kedudukan Jepang semakin terdesak oleh Sekutu. Karena itu, Jepang memberikan kemerdekaan kepada beberapa negara di Asia yang didudukinya seperti Birma dan Filipina. Indonesia pun juga dijanjikan akan diberi kemerdekaan oleh Jepang melalui Jendral Koiso, rencananya pada tanggal 7 September 1945. Pada tnaggal 15 Agustus 1945, bangsa Indonesia menerima kabar tentang kekalahan Jepang dari Sekutu melalui Sultan Syahrir.
PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP JEPANG
Propaganda Jepang untuk menciptakan kemakmuran bersama di antara bangsa-bangsa Asia, jauh dari kenyataan. Jepang justru terang-terangan menindas bangsa Indonesia secara kejam. Akibatnya, dibeberapa wilayah indonesia muncul perlawanan terhadap pendudukan militer Jepang. Perjuangan para pemimpin bangsa dalam melawan pendudukan Jepang dan memperjuangkan kemerdekaan dilakukan dengan strategi kooperasi, gerakan di bawah tanah (non kooperasi), dan perlawanan bersenjata. A. Perlawanan dengan strategi kooperasi Perlawanan dengan strategi kooperasi (kerja sama) muncul karena jepang melarang berdirinya semua organisasi pergerakan nasional. Jepang hanya mengakui organisasi-organisasi yang dibentuknya untuk tujuan memenangkan perang Asia-Pasifik. Tokoh-tokoh pejuang
nasionalis kemudian memanfaatkan semua organisasi bentukan Jepang dengan cara mengajak kaum muda agar terus berusaha mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Adapun bentuk perjuangan bangsa Indonesia dengan strategi kooperasi dilakukan melalui organisasi berikut : -
Putera (pusat tenaga rakyat)
-
Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
-
MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) dan Masyumi
-
Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)
-
BPUPKI dan PPKI
B. Perlawanan dengan strategi Gerakan di Bawah Tanah (non kooperasi) Selain melalui taktik kerjasama dengan Jepang, para pejuang juga melakukan gerakan Ilegal (gerakan di bawah tanah). Gerakan ini muncul akibat terlalu kuatnya pemerintah Jepang menekan dan melarang golongan oposisi. Strategi perjuangan ini ternyata bisa terorganisir secara rapi dan dilakukan secara rahasia. Hubungan khusus terus dibangun dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang koopertif terhadap Jepang. Selain itu mereka juga melakukan sabotase dan tindakan destruktif (perusakan) terhadap sarana dan prasarana vital milik Jepang. Beberapa kelompok pergerakan nasional yang menjalankan strategi gerakan di bawah tanah, antara lain sebagai berikut :
Kelompok Sutan Syahrir : Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer
model Eropa Barat dan menentang Jepang karena merupakan negara fasis. Kelompok ini dipimpin oleh Sutan Syahrir dan anggotanya adalh para pemuda. Mereka menyebar di Jakarta, Cirebon, Garut, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan Malang.
Kelompok Kaigun Merupakan perhimpunan para pemuda Indonesia yang mempunyai
hubungan erat dengan kepala perwakilan Angkatan Laut (Kaigun) Jepang di Jakarta, yaitu Laksamana Maeda.
Kelompok Sukarni Merupakan kumpulan para pemuda anti-Jepang di bawah pimpinan
Sukarni. Mereka tinggal di Jalan Menteng No. 31 Jakarta.
Kelompok Persatuan Mahasiswa yang terdiri atas Mahasiswa Kedokteran (Ikadaigaku),
Tinggal di Jalan Prapatan No. 10 Jakarta.
Kelompok Amir Syarifudin merupakan kumpulan pemuda ber-paham sosialis yang selalu
menentang kebijakan pemerintah Jepang.
C. Perlawanan Bersenjata Perlawanan Rakyat Singaparna, Jawa Barat Perlawanan ini dipmpin oleh K.H. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pesantren Sukamanah di Singaparna, Tasikmalaya (Jawa Barat). Perlawanan ini muncul karena adanya paksaan dari pihak Jepang untuk melakukan Seikeirei, yaitu upacara penghormatan kepada Kaisar Jepang yang dianggap dewa dengan cara membungkukkan badan ke arah timur laut (Tokyo). Namun K.H. Zainal Mustafa melarang rakyat untuk melakukan Seikerei karena itu sama saja dengan mempersekutukan Tuhan. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan K.H. Zainal Mustafa menyuruh santrisantrinya untuk mempertebal keyakinan dan mengajarkan bela diri silat. Melihat kejadian itu mengirimkan pasukannya untuk menggempur daerah Sukamanah dan menagkap K.H. Zainal Mustafa. Tanggal 25 Februari 1944 terjadilah perang, walaupun mereka telah berusaha namun akhirnya mereka berhasil di tangkap dan dimasukkan kedalam tahanan di Tasikmalaya kemudian di pindahkan ke Jakarta. K.H. Zainal Mustafa dihukum mati dan dimakamkan di Ancol, namun sekarang makamnya berada di Singaparna.