Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
Definisi Stomatitis Apthousa Reccurent (SAR) yang dikenal juga dengan nama canker sore, merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh ulkus rekurens pada mukosa oral dan orofaring. SAR sering dikaitkan hubungannya dengan immunologis, defisiensi hemtologis, alergi, abnormalitas psikologikal. SAR diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinisnya, yaitu: 1. Stomatitis Apthous Recurrent minor Aptous minor mempunyai keceenderungan terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Sering terjadi pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti palatum durum dan gusi cekat. Gejala prodormal terkadang muncul. Apthous minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, berwarna kuningkelabu, dengan diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesicle yang terlihat pada ulkus ini. Tepi eritematosus yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Rasa terbakar merupakan keluhan awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari. Kambuh dan pola terjadinya bervariasi. Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan sembuh spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan penderita mengalami ulser multiple pada 1 periode dalam waktu 1 bulan.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent minor Stomatitis Apthous Recurrent mayor Aptous mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari aptous minor, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih sering timbul kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah cemas. Seringnya multiple, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir, pipi, dan lidah, kadang-kadang meluas sampai ke gusi cekat. Ulkus ini memiliki karakteristik, crateriform, asimetris dan
unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan cekung. Ulkus sembuh beberapa minggu atau bulan, dan meninggalkan jaringan parut.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent mayor 2. Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform Ulkus herpetiform ini, secara klinis mirip ulkus-ulkus pada herpes primer. Gambaran berupa erosi kelabu yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul berkelompok 10-100 buah. Ulkus dikelilingi daerah eritematosus dan mempunyai gejala sakit. Biasanya terjadi hampir pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa labial. Sembuh dalam waktu 14 hari.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform Etiologi Penyebab pasti dari SAR masih belum diketahui, namun kemungkinan bersifat multifaktor karena kejadiannya tidak dipastikan rekuren dari faktor yang sama. SAR timbul karena pengaruh faktor-faktor predisposisi seperti stres, trauma, alergi, gangguan endokrin, makanan yang bersifat asam, atau makanan yang mengandung gluten. Pemeriksaan intra oral diperlukan untuk mengetahui sumber trauma. 1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan kemungkinan penyebab paling tinggi dari seluruh kejadian SAR, dengan peningkatan insidensi yang dipengaruhi keterlibatan faktor lingkungan. Sekitar 40-50% pasien yang terkena SAR memiliki riwayat keluarga yang juga pernah terkena SAR. Kemungkinan dipengaruhi oleh status SAR orangtua. Hubungan juga meningkat pada anak kembar. Studi oleh Ship menunjukkan bahwa pasien dengan orang tua positif-SAR memiliki 90% kemungkinan terjadinya SAR, dimana pada pasien dengan orang tua nonpositif-SAR hanya memiliki kemungkinan SAR sebesar 20%. 2. Trauma Pasien SAR sering dilaporkan terkena ulser akibat trauma seperti terkena sikat gigi atau injeksi saat anestesi lokal. Trauma akibat gigitan dan penyikatan gigi yang salah, dapat menyebabkan robeknya mukosa dan memperparah ulser yang sudah ada. 3. Alergi Zat deterjen pada pasta gigi, misalnya sodium lauryl sulfat, diduga sebagai pemicu terjadinya SAR pada beberapa orang. Mekanismenya diduga akibat abnormalitas imun. Merupakan respon limfosit T terhadap antigen. Aksi sitotoksis dari limfosit dan monosit pada epitel mukosa oral dapat menyebabkan ulserasi. Imunitas humoral dan cellmediated terhadap antigen streptokokus oral dan mukosa oral manusia tampaknya merupakan hal yang penting pada SAR. Meskipun etiologinya tidak diketahui, berbagai studi baru-baru ini mencurigai proses imunopatik yang melibatkan aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respons terhadap HLA atau antigen asing. 4. Stres dan menstruasi Kedua faktor ini berperan penting sebagai penyebab kejadian SAR. Beberapa literatur menyebutkan adanya hubungan yang erat antara SAR dengan siklus menstruasi meskipun belum ada bukti yang menyakinkan bahwa keadaan psikologis atau stres berhubungan dengan SAR. Mekanisme terjadinya SAR pada stres berhubungan dengan hormon kortisol. Sekresi kortisol yang meningkat pada respon stres meningkatkan level plasma kortisol. Hal ini akan meningkatkan katabolisme protein sehingga penyembuhan luka menjadi lambat. Hormon kortisol yang terbentuk dapat menghambat imunoglobulin A yang terdapat dalam saliva, yang merupakan sistem imun dalam saliva. Sehingga apabila stres, kortisol meningkat, lalu IgA menurun dan sistem imun turun sehingga mempermudah terjadi ulser.
5. Mikroorganisme Beberapa mikroorganisme yang berperan terhadap terjadinya SAR diantaranya Streptococci, HSV, Varicella Zoster dan Cytomegalovirus. Bentuk L dari streptokokus dicurigai menjadi penyebab dalam pembentukan ulserasi aftosa. 6. Defisiensi nutrisi Defisiensi zat besi (Fe), asam folat, vitamin B12 dan vitamin B-kompleks (vitamin B1, B2, dan B6) dilaporkan berhubungan dengan kejadian SAR. Hubungannya biasanya karena defisiensi, terutama vitamin B12 dan asam folat akibat malabsorpsi. Gangguan hematologik terutama defisiensi besi, folat atau vitamin B 12 khususnya serum Fe, folat, atau vitamin B12 juga dihubungkan dengan SAR. Pada defisiensi ini, hemoglobin berada di bawah normal, dan ditandai dengan mikrositosis atau makrositosis sel darah merah. 7. Faktor Sistemik Kondisi sistemik yang mempengaruhi kejadian SAR diantaranya gangguan GIT, neutropenia, HIV, defisiensi IgA, dan penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid. 8. Perubahan kebiasaan merokok Menurut Greenberg and Glick, penghentian kebiasaan merokok pada beberapa kasus dapat meningkatkan frekuensi dan derajat keparahan dari SAR itu sendiri. Tembakau dapat meningkatkan keratinisasi mukosa, yang menyebabkan mukosa lebih tahan terhadap ulserasi.
Manifestasi Klinis Lesi SAR yang pertama kali muncul seringkali terjadi pada usia 20-an dan dapat ditimbulkan oleh trauma minor, menstruasi, infeksi saluran pernafasan atas, atau kontak dengan makanan tertentu. Tahap-tahap perkembangan ulser pada RAS:
Tahap prodormal
: berlangsung 2 – 48 jam, rasa tidak enak di dalam mulut dan
disertai gejala malaise seperti demam. Tetapi tahap ini jarang terjadi pada kebanyakan pasien.
Tahap pre-ulseratif
: ditandai dengan adanya mukosa yang berwarna kemerahan dan
bengkak.
Tahap ulseratif: merupakan tahap yang dominan, pasien merasakan adanya nyeri lokal pada mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin yang tajam dan jelas dikelilingi
daerah yang eritema dan oedem. Lesi berbentuk bulat atau oval regular. Hal ini berlawanan dengan lesi traumatik yang berbentuk irregular.
Tahap penyembuhan : rasa nyeri menghilang, terlihat gambaran granulasi dan pseodomembran.
Tahap remisi
: tahap ini waktunya panjang / pendek, regular / irregular
tergantung dari faktor etiologi. Patofisiologi SAR Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi pembuluh darah (perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara keseluruhan terlihat tidak spesifik. Perjalanan stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.
Diagnosis SAR adalah penyebab utama dari ulser oral rekuren dan seringkali ditemui bersama penyakit lainnya. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang teliti dari klinisi yang berpengalaman dapat membedakan RAS dari lesi primer akut lain seperti stomatitis viral atau dari lesi multipel kronis seperti pemphigoid, sama halnya dari penyebab terjadinya ulser rekuren, seperti penyakit jaringan ikat, reaksi obat-obatan, dan penyakit kulit. Anamnesis harus ditekankan pada gejala kelainan darah, keluhan-keluhan sistemik, dan lesi yang berhubungan dengan kulit, mata, genital, atau rektal. Pemeriksaan laboratorium harus digunakan saat ulser bertambah parah atau terjadi pada usia di atas 25 tahun. Biopsi hanya dilakukan untuk menunjang kesembuhan penyakit lain yang menyertainya, khususnya penyakit granulomatosa seperti Chron’s disease atau sarcoidosis. Pasien dengan ulser minor atau mayor yang parah harus mengetahui faktor penyebab yang diperiksa, termasuk penyakit jaringan ikat dan kadar abnormal zat besi, folat, vitamin B12, dan ferritin. Pasien dengan kelainan tersebut harus dirujuk ke bagian penyakit dalam untuk
penanganan gangguan absorpsi atau terapi pengganti yang tepat. Klinisi juga harus dapat memutuskan makanan apa yang membuat alergi atau sensitif terhadap gluten yang ditemukan pada kasus-kasus dimana lesi parah dan resisten terhadap terapi lain. Pasien dengan infeksi HIV, khususnya mereka dengan kadar CD4 di bawah 100/mm3, dapat menderita ulser aftosa mayor. Diferensial Diagnosis Diagnosa banding dari RAS adalah Traumatic ulcer, Behçet’s syndrome, recurrent HSV infection, recurrent erythema multiforme. 1. Traumatic ulser Lesi SAR berbentuk bulat atau oval, sedangkan traumatic ulcer irregular. SAR biasanya mengenai mukosa non keratin seperti mukosa bukal dan labial, sedangkan traumatic ulcer bisa mengenai palatum, gingiva, dan lidah. Persamaannya dengan SAR adalah etiologinya yaitu trauma pada mukosa. 2. Behcet’s Syndrome Behçets Syndrome, ditemukan oleh dermatologis Turki Hulûsi Behçet, secara klasik digambarkan sebagai trias gejala yang meliputi ulser oral rekuren, ulser genital rekuren, dan lesi mata. Behçet’s syndrome disebabkan oleh imunokompleks yang mengarah pada vasculitis dari pembuluh darah kecil dan sedang dan inflamasi dari epitel yang disebabkan oleh limfosit T dan plasma sel yang imunokompeten. Lesi tunggal yang paling umum terjadi pada Behçet’s syndrome terjadi di mukosa oral. Ulser oral rekuren muncul pada lebih dari 90% pasien; lesi ini tidak dapat dibedakan dari RAS. Beberapa pasien memiliki riwayat lesi oral ringan yang rekuren; beberapa pasien lainnya memiliki lesi yang besar dan dalam serta meninggalkan jaringan parut yang mirip dengan lesi RAS mayor. 3. Recurrent HSV infection Infeksi herpes rekuren dalam rongga mulut (recurrent herpes labialis [RHL]; recurrent intraoral herpes simplex infection [RIH]) muncul pada pasien yang pernah terinfeksi herpes simpleks dan memiliki serum antibodi untuk melawan infeksi eksogen primer. Herpes rekuren bukan merupakan infeksi berulang melainkan re-aktivasi virus yang menjadi laten dalam jaringan saraf antara episode-episode dan masa replikasi. Herpes simpleks dapat dikultur dari ganglion trigeminal pada jasad manusia, dan lesi herpes rekuren bisaanya muncul setelah pembedahan yang melibatkan ganglion tersebut. Herpes rekuren dapat juga diaktivasi oleh trauma pada bibir, demam, sinar matahari, imunosupresan, dan menstruasi. Virus berjalan ke
bawah menuju batang saraf untuk menginfeksi sel epitel, menyebar dari sel ke sel dan menyebabkan lesi. 4. Recurrent erythema multiforme Erythema multiforme (EM) adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan membran mukosa yang menyebabkan berbagai macam lesi kulit-karenanya dinamakan “multiforme”. Lesi pada mulut pada umumnya adalah inflamasi yang dibarengi vesikel dan bulla yang ruptur dengan cepat dan bisanya adalah komponen penting dari gambaran khas dan seringkali adalah satusatunya komponen. Erythema multiforme dapat terjadi sekali atau kambuh an harus dipertimbangkan dalam diagnosa multiple acute oral ulcers, ada atau tidaknya riwayat dari lesi yang sama. Terapi Meskipun stomatitis aphthous recurrent dapat sembuh secara spontan dalam 10-14 hari setelah onset, namun kelainan ini dapat menimbulkan rasa yang sangat sakit. Tujuan dari terapi harus dapat mengurangi inflamasi, meminimalisir rasa sakit dan rasa tidak nyaman, serta mempercepat proses penyembuhan. Beberapa pengobatan yang dianggap baik meliputi penggunaan antibiotik, obat kumur antimikroba, dan suplemen makanan. Pengobatan diberikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Pada kasus yang ringan dengan 2-3 lesi ringan dapat digunakan obat topikal seperti Orabase atau Zilactin. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi atau diklofenak. Topikal analgesik dengan sediaan obat kumur atau spray, seperti benzydamine hidrochloride dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan. Bagaimanapun, 2% gel lignocaine, digunakan secara langsung atau dicairkan sebagai obat kumur, lebih efektif untuk kasus SAR yang parah. Penggunaan jangka panjang lignocaine tidak disarankan, karena mempunyai efek sistemik jika terabsorbsi. Obat untuk tenggorokan (Over-the-counter throat Lozenges) yang mengandung anestesi, selalu dikombinasikan dengan antiseptik, dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan SAR tapi kebanyakan mengandung gula. Beberapa pasien juga membutuhkan analgesik sistemik seperti ibuprofen dan parasetamol. Bahan antiseptik dapat sangat membantu untuk mengurangi infeksi sekunder sementara, dengan sedian obat kumur, gel, dan pastiles. Obat kumur klorheksidin digunakan secara luas untuk perawatan simtomatik SAR dan membantu pasien yang sulit memelihara kebersihan mulutnya. Digunakan 3 kali sehari setelah makan dan dikumur dalam mulut sekitar 1 menit,
mengurangi durasi dan ketidaknyamanan SAR. Larutan zink sulfat dan zink klorida juga mempunyai efek yang menguntungkan. Pada kasus berat digunakan kortikosteroid topikal seperti fluocinonide, betamethasone, atau clobetasol untuk mempercepat waktu penyembuhan dan mengurangi ukuran lesi. Gel dapat digunakan 2 – 3 kali sehari sesudah makan dan saat akan tidur. Pada lesi yang lebih besar terapi dapat dilakukan dengan meletakkan gauze sponge yang berisi topikal steroid pada lesi lalu dibiarkan selama 15 – 30 menit. Area lesi dikeringkan sebelum aplikasi topikal kortikosteroid, kemudian obat diaplikasikan tanpa tekanan didaerah lesi. Pasien diinstruksikan untuk tidak makan dan minum sekitar satu jam setelah aplikasi topikal kortikosteroid tersebut. Obat topikal lainnnya yang dapat mengurangi waktu penyembuhan SAR adalah tetrasiklin topikal, yang dapat digunakan sebagai obat kumur atau diaplikasikan pada gauze sponge. Pada lesi mayor atau lesi minor yang multipel dan tidak merespon terapi topikal diberikan terapi sistemik seperti kolchicines, pentoxifyllin, dapsone, steroid sistemik dan thalidomide.
CONTOH KASUS Data Umum Pasien Nama
: Nn. ELS
Umur
: 23 tahun
Alamat
: Hergarpermai Bandung
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum menikah
No. Rekam Medis
: 2010-06195
Pekerjaan
: Mahasiswi
Tanggal Pemeriksaan : 19 Juni 2010
Anamnesis Pasien datang dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah kiri ±3 hari yang lalu. Awalnya bibir pasien tergigit pada saat makan sehingga timbul sariawan kecil dan sekarang membesar, berwarna putih dan perih. Sariawan bertambah perih pada saat makan dan sikat gigi. Pasien jarang menggunakan obat kumur. Saat ini pasien sedang mengkonsumsi antibiotik Clindamysin untuk mengobati sakit flu. Sekarang pasien ingin sariawan diobati.
Riwayat Penyakit Sistemik Penyakit jantung
: YA/TIDAK
Hipertensi
: YA/TIDAK
Diabetes Melitus
: YA/TIDAK
Asma/Alergi
: YA/TIDAK
Penyakit Hepar
: YA/TIDAK
Kelainan GIT
: YA/TIDAK
Penyakit Ginjal
: YA/TIDAK
Kelainan Darah
: YA/TIDAK
Hamil
: YA/TIDAK
Kontrasepsi
: YA/TIDAK
Lain-lain
: YA/TIDAK
Riwayat Penyakit Terdahulu Disangkal
Kondisi Umum Keadaan Umum
: Baik
Tensi
: 110/70 mmHg
Kesadaran
: Compos Mentis
Pernafasan
: 20 x / menit
Suhu
: Afebris
Nadi
: 70 x / menit
Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe Submandibula
Submental
Servikal
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kanan : teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/ keras
sakit +/-
kanan : teraba +/-
lunak/kenyal/ keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/ keras
sakit +/-
kanan : teraba +/-
lunak/kenyal/ keras
sakit +/-
Lain-lain
-
Bibir
TAK
Wajah
Simetri/Asimetri
Sirkum Oral
TAK
Lain-lain
-
Pemeriksaan Intra Oral Kebersihan Mulut
baik/sedang/buruk
plak +/-
Kalkulus +/-
stain +/-
Gingiva
Edema di seluruh regio, permukaan halus, merah terang
Mukosa Bukal
TAK
Mukosa Labial
ulser berwarna putih kekuningan dikelilingi daerah kemerahan, bentuk tidak beraturan, cekung, berdiameter ± 4 mm
Palatum Durum
TAK
Palatum mole
TAK
Frenulum
TAK
Lidah
TAK
Dasar Mulut
TAK
Status geligi
UE 18
UE 17
16
15
14
13
12
11
21
22
23
24
25
26
27
28
48
47
UE CM
46
45
44
43
42
41
31
32
33
34
35
CM
Radiologi
tdl
Darah
tdl
Patologi Anatomi
tdl
Mikrobiologi
tdl
Diagnosis Stomatitis Aphtousa minor Rekuren minor et causa traumatik Gingivitis Marginalis Kronis Generalisata
Differential Dignosis DD/
37
38 UE
Pemeriksaan Penunjang
D/
36
Ulser traumatik Behcet diseases Hand, Foot and Mouth diseases Herpes Simplex Squamous cell carsinoma
Rencana Perawatan Dan Perawatan -
Pro resep R/ Kenalog tube 10 mg ∫ p.a
-
Pro OHI
-
Pro penambalan 46, 47
-
Pro kontrol 1 minggu
Gambar 1. Gambaran Ulser pada Mukosa Labial Sebelah Kiri
1. Istilah-istilah Lesi Makula Suatu area pada epidermis atau mukosa yang berubah warna menjadi gelap dibandingkan daerah sekitarnya,: berupa bercak atau titik, berbatas jelas, tetapi tidak menonjol atau cekung, ukuran mulai dari sebesar ujung jarum sampai 1cm Contoh: ptekie, deposit melanin
Papula Suatu area kecil yang padat, berbatas tegas dan menonjol, dasar bulat atau ovoid, dapat bertangkai atau juga tidak bertangkai,warna abu-abu atau putih, permukaan membulat datar, meruncing diameter kurang dari 1 cm, Contoh: kondiluma akuminatum, parulis, papiloma
Plak Suatu are padat yang sedikit menonjol, berbatas jelas, warna abu-abu atau putih, permukaan menonjol, licin atau halus, berbonjol-bonjol dan pecah, berfisur, diameter
lebih dari 1 cm Contoh: karsinoma, leukoplakia, lichen planus Nodul Penonjolan jaringan yang padat, berbatas tegas, terlihat seperti polip, meluas sampai dermis, diameter < 1cm, terdiri dari jaringan fibrous yang tertutup oleh epitel Contoh: fibroma, fibrolipoma Vesikel Blister atau lepuh kecil, berbatas tegas, diameter < 1cm, berisi cairan bening, tertutup selapis tipis sel putih, bila membrane pecah menyebabkan ulser atau ulkus Contoh: luka bakar, lesi-lesi herpetic pd membrann mukosa Bulla Ciri-ciri sama dengan vesikel, diameter >1cm Contoh: pemphigus, chancre pada sifilis primer
Pustula Benjolan berbatas jelas, berisi eksudat purulen/pus, diameter < 1cm, didahului oleh vesikel atau bulla, berwarna putih krem atau kekuning-kuningan Contoh: furunkel, karbunkel Ulser/Ulkus Luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa, meluas sampai ke bawah stratum basale, biasanya terasa sakit, Tipe: menonjol, undermined, raised/roll Erosi Epitel sampai diatas stratum basale mengelupas, biasanya basah sedikit cekung, akibat vesikel yang pecah atau trauma Contoh: pemphigus
2. Struktur Epitel Mukosa Rongga Mulut Secara histology Struktur epitel rongga mulut adalah Stratified Squamous Epithelium, atau disebut epitel gepeng berlapis. Stratifikasi epitel rongga mulut
1. Stratum basale Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel – sel. Sel – sel lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir – butir pigmen. 2. Stratum spinosum Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum germinativum karena sel – selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel – sel dari stratum basale akan mendorong sel – sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral. Sratum spinosum ini terdiri atas beberapa lapisan sel – sel yang berbentuk polihedral dan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan – tonjolan seperti duri – duri. Semula tonjolan – tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu ke sel yang lain. 3. Stratum granulosum Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel pada strarum spinosum hanya didalamnya mengandung butir – butir. Butir – butir yang terdapat sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir – butir keratohialin) yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir – butir keratohyalin semula diduga berhubungan dengan proses keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut, misalnya pada kuku. Makin ke arah permukaan butir – butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau larut sama sekali, sehingga sel – sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati. 4. Stratum lucidum Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan
stratum corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian yang jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin. 5. Stratum Corneum Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali lapisan sel – sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara sel sebagai duri – duri pada stratum spinosum sudah tidak tampak lagi. Pada permukaan, lapisan tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang – kadang disebut sebagai stratum Pembagian mukosa Pembagian mukosa berdasarkan struktur histologi epitel mukosa rongga mulut dibagi menjadi 3, yaitu: a. Lining Mucosa → Tidak berkeratin, dapat digerakkan dengan bebas oleh jaringan yang melekat karena sifat elastisitas dari lamina propria. Lining mucosa secara umum dapat ditemukan menutupi mukosa membran pada rongga mulut, mukosa ini tidak melekat erat pada periosteum tulang. b. Specialized Mucosa → Lapisan ini berkeratin, dan memiliki papila khusus pada permukaan lidah. Specialized mucosa menutupi bagian permukaan dorsal lidah. c. Masticatory Mucosa → Lapisan ini terdiri dari epitel berlapis berkeratin pada permukaan luar yang ketebalannya dapat berubah. Lapisan ini termasuk gusi cekat yang melekat pada tulang pendukung dan palatum durum. Sel-sel epitel rongga mulut a. Keratinosit: b.
Sel epitel mukosa rongga mulut (stratified epithelial cells) yang mengalami diferensiasi. Non-keratinosit: Sel pigmen dendritik atau sel tipe lain dalam epitel secara kolektif. Gambaran Umum Epitel Keratin dan Nonkeratin (Kauzman, 2008)
Gambaran Epitel keratin Sel kuboid atau batang terdiri dari serabut tonofibril dan sel organel lain; merupakan daerah yang
Lapisan sel Basal
Basal
Gambaran Epitel non keratin Sel kuboid atau batang terdiri dari tonofilamen yang terpisah-pisah dan organel sel yang lain;
mengandung banyak sel Sel ovoid yang lebih besar terdiri dari serabut tonofibril yang mencolok; lapisan membran granul terlihat pada bagian atas dari lapisan ini Sel-sel datar terdiri dari granul keratohialin yang berhubungan dengan tonofibril; lapisan membran granul bersatu dengan membran sel bagian atas; terjadi penebalan membran bagian internal Terlihat jelas sel2 dengan bentuk datar dan sel dehidrasi dimana semua organel telah hilang; sel yang hanya diisi dengan material fibril; ketika nuklei pyknotik tertinggal maka terjadi parakeratinisasi A
Prickle cel
Granular
Keratinized
Mengandung banyak sel Sel ovoid yang lebih besar terdiri dari tonofilamen yang menyebar; lapisan membran granul Prickle cel terlihat pada bagian atas dari lapisan ini filamen bertambah banyak Intermedie Sel gepeng datar terdiri dari t tonofilamen yang tersebar dan glikogen.
Superficial Sel yang bentuknya datar dengan filamen yang terpisah dan glikogen; tampak beberapa organel, tetapi nuklei tetap ada.
B
Gambaran struktur lapisan- lapisan sel epitel.
A. Epitel keratin; B Epitel non keratin
DAFTAR PUSTAKA Cawson, R.A. ; E.W. Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7 th ed. Churchill Livingstone : Edinburg. Gayford, J.J and Haskell,R. 1990. Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine). Alih Bahasa oleh Drg. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC. Gandolfo et al. 2006. Oral Medicine. Churchill Livingstone : Elsevier. Greenberg and Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine. Oral Medicine. 11 th edition. Ontario: BC Decker Inc. _________________. 2003. Burket’s Oral Medicine. AS: BC Decker Inc. Lamey and Lewis. 1991. Oral Medicine in Practice. Glasgow dental hospital and school. Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates. _______________. 2003. Color atlas of common oral disease. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins Little, dkk. 2002. Dental Management Of The Medically Compromised Patient. 6th ed. St. Louis: Mosby. Mosby. 2008. Mosby's Dental Dictionary, 2nd Edition. Elsevier. Neville, B.W; Damm, D.D; Allen,C.N; and Bouquot, J.E. 1995. Oral and Maxillofacial Pathology. Philadelphia London Toronto: Saunder Co. 295-365 pp. Sonis, dkk. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. Pennsylvania : W.B. Saunders Company. Tyldesley. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. 5th ed. Inggris: Oxford University Press.