BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Emulsi dapat sebagai campuran yang stabil dari dua larutan yang immiscible yang terdiri dari fase dispersi dan fase kontinyu. Berdasarkan tipe fase dispersi dan fase kontinyu emulsi dapat dibagi menjadi dua tipe umum yaitu emulsi O/W (Oil in Water), di mana fase dispersinya adalah oil (minyak) dan water (air) sebagai fase kontinyu dan tipe emulsi W/O (Water in Oil) terdiri dari water(air) sebagai fase dispersi dan Oil (minyak) sebagai fase kontinyu. Umumnya emulsifier merupakan senyawa organik yang memiliki dua gugus, baik yang polar maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil. Sifat dari emulsi tersebut banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Sebagaimana kita ketahui banyak bahan pangan mengandung air dan/atau dalam pengolahannya menggunakan air. Salah satu contoh emulsifier yang sering digunakan adalah lesitin. Lesitin dapat bersumber dari telur maupun kedele. Lesitin mempunyai struktur seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik (cenderung larut air), sedang gugus non polar yang terdapat pada ester asam lemaknya bersifat lifofilik (cenderung larut dalam lemak). Dalam pembuatan biskuit sering digunakan pengemulsi (emulsifier)guna mendapatkan adonan lebih kompak dan menghasilkan tekstur biskuit yang kompak dan kokoh. Pengemulsi yang umum digunakan adalah teluryang dapat melembutkan tekstur biskuit dari daya pengemulsi lesitin yang terdapat dalam kuning telur dan membuat adonan lebih kompak oleh daya ikat dari putih telur (Maxes, 1984). Selain digunakan dalam pembuatan biskuit, lesitin merupakan pengemulsi yang digunakan untuk pembuatan es krim. Lesitin ditambahkan dalam pembuatan eskrim guna membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan terutama yang mengandung air dan minyak. Hal ini karena kandungan airnya dapat mencapai 63%. Es krim dikatakan bermutu tunggi apabila mengandung lemak yang tinggi, manis, berbodi halus dengan tekstur lembut. Berdasarkan hal diatas dapat diketahui bahwa pentingnya bahan pengemulsi dalam pengolahan guna membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan terutama yang mengandung air dan minyak maka dari itu dilakukan pembahasan lesitin sebagai pengemulsi. 1.2. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui fungsi lesitin dalam pengolahan pangan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butiirbutir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 1992). Emulsi adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain, dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur. Kemantapan emulsi diperoleh dengan penyebaran butir sangat halus bahan cair, yang disebut fase dioperasi, menembus bahan lain, yang disebut fase tetap. Emulsi stabil apabila cairan tersebut dapat menahan tanpa mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama,tanpa butir fase dispersi berkmpul satu sama lain atau mengendap (Earle, 1969). Kuning telur sebagian besar tersusun oleh lipoprotein suatu zat pengemulsi dan stabilitator yang baik dari seluruh telur. Lipoprotein kuning telur bersifat koloid senang air terserap diantara minyak dan air. Karena itu kuning telur besar sekali manfaatnya dalam pembuatan mayonaise dan salad dressing (Maxes, 1984). Mayonaise adalah jenis bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat dari minyak nabati, cuka atau asam sitrat, kuning telur dan beberapa bumbu yaitu garam, gula, paprika, dan MSG. Kadar minyak tidak boleh kurang dari 65% berat dan membentuk emulsi yang sangat halus dalam cuka. Mayonaise merupakan emulsi minyak dalam air dengan kuning telur berfungsi sebagai emulsifier (Marsetyo, 1991). Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak dan air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air maka terjadi dispersi minyak dalam air sebagai contoh susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak terjadilah emulsi air dalam minyak sebagai contoh mentega dan margarin (Bernasconi, 1995). Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa tepung yang sangat halus seperti mustard. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Gamman, 1992). Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda. Untuk menjaga agar butiran minyak tetap tersuspensi di dalam air, pada mentega dan margarin diperlukan suatu zat pengemulsi (emulsifier). Bahan yang dapat berperan sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, kasein, albumin, atau lesitin (Astawan, 2006). Gelatin dan albumen (putih telur) adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa, kuning telur merupakan emulsifier kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Fungsi – fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu: 1. Untuk mengurangi tegangan permukaan, pada permukaan minyak dan air yang mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi.
2. Untuk sedikit merubah sifat-sifat tekstur dan pengawetan 3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan (Winarno, 1997). 2.2. Lesitin Lesitin (phospatidil kolin) dengan komponen utamanya kolin, adalah zat gizi penting yang ditemukan secara luas pada berbagai pangan dan tersedia sebagai suplemen. Lesitin mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter ion, mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom O dari grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar (bagian asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier. Lesitin dan phospolipid lain mengandung komponen hidrofobik dan hidrofilik yang digunakan sebagai sifat fungsional dalam pengolahan pangan. Lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier. Sebagai food ingredient, lesitin termasuk GRAS (Generally Recognized as Safe). Lesitin banyak digunakan untuk produk baking, keju dan sebagainya. (Winarno, 1997). BAB 3. HASIL PENGAMATAN Waktu NO
Variasi Emulsi
1 2 3 4
0% 0,1% 0,5% 1%
Keterangan: Kurang keruh Keruh Lebih Keruh Lebih Keruh
10 menit Warna Buih ++++ + +++ ++ ++ +++ + ++++
30 menit Warna Buih ++++ +++ ++ ++ +++ + ++++
:+ :++ :+++ :++++
BAB 4. PEMBAHASAN Larutan immiscible dapat bercampur karena adanya emulsifier yaitu suatu zat yang memiliki dua sisi yaitu sisi yang larut air (hidrofilik) dan sisi yang tidak larut air (hidrofobik/lipofilik). Mekanisme pencampuran dua larutan immiscible pada suatu sistem emulsi secara umum adalah emulsifier bertindak sebagai jembatan penghubung dimana sisi hidrofilik akan berikatan dengan fase air dan sisi lipofilik berikatan dengan fase minyak menghasilkan campuran air dan minyak. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan selama praktikum dengan menggunakan bahan kuning telur, minyak dan air yang dilakukan proses emulsi dengan presentasi emulsifier yang berbeda-beda yaitu 0%, 0,1%, 0,5% dan 1%. Dengan waktu pegadukan selama 2 menit.
Setelah pengadukan bahan yang telah di emusi dilakukan pengamatan dengan dua variasi waktu yaitu 10 dan 30 menit. Pada hasil pengamatan berdasarkan perbedaan variasi yang dilakukan pada 0% tanpa menggunakan emulsifier, 0,1% dengan 0,15 ml emulsifier, 0,5% dengan 0,75 ml dan 1% dengan penambahan 1,5 ml emulsifier. Selama 10 menit dapat diketahui warna pada 0% menjadi sangan keruh dibandingkan dengan yang menggunakan penambahan emulsifier. Hal ini juga dapat didukung dengan pengamatan yang selama 30 menit perbedaan tersebut semakin jelas kenampakannya. Hal ini terjadi karena berdasarkan pada literatur bahwa semakin besar konsentrasi emulsifier maka warna semakin tidak keruh karena antara minyak dengan air telah bercampur dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Di mana sejumlah zat yang tidak dapat larut pada sistem akan ditempatkan pada inti bagian yang menghasilkan larutan yang semi transparan. Pada waktu ke 30 menit emulsi stabil kecuali pada variasi 0%. Hal ini sesuai literature yaitu emulsi stabil apabila cairan tersebut dapat menahan tanpa mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama,tanpa butir fase dispersi berkmpul satu sama lain atau mengendap Mekanisme pembentukan tersebut adalah mekanisme pembentukan emulsi yang umum atau disebut makroemulsion. Mekanisme micro emulsion secara umum dapat terjadi jika emulsifier membentuk micelle, di mana zat yang tidak larut akan diikatkan pada micelle emulsifier. Berdasarkan perbedaan waktu pengamatan yang dilakukan yaitu 10 dan 30 menit dapat diketahui semakin banyak buih yang dihasilkan, hal ini terjadi karena proses pemisahan antara larutan dengan buih setelah mengalami proses homogenaiser memerlukan waktu untuk pemisahannya. Timbulnya buih pada larutan tersebut dikarenakan saat dilakukan homogenisasi terjadi proses pengkocokan sehingga oksigen yang terdapat pada larutan keluar dan menimbulkan buih.
BAB 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Emulsi adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain, dimana bahanbahan cair itu tidak tercampur. 2. Emulsifier adalah suatu zat yang diperlukan untuk membentuk suatu selaput (film) disekitar butiran yang terdispersi, sehingga mencegah bersatunya kembali butir-butiran tersebut. 3. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk melokulnya yang dapat terikat baik pada minyak atau air. 4. Mayonaise adalah jenis bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat dari minyak nabati, cuka atau asam sitrat, kuning telur dan beberapa bumbu yaitu garam, gula, paprika, dan MSG. 5. Kuning telur dan putih telur yang digunakan berfungsi sebagai emulsifier.
6. Lesitin dapat berperan dalam pembentukan kesetimbangan fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi. 7. Tujuan dari proses emulsi untuk memperbaiki tekstur produk pangan dan juga berhubungan dengan pengawetan. 8. Semakin besar konsentrasi maka larutan emulsi semakin kurang keruh, hal ini terjadi karena antara minyak dengan air telah bercampur dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Di mana sejumlah zat yang tidak dapat larut pada sistem akan ditempatkan pada inti bagian menghasilkan larutan yang semi transparan. 9. Semakin lama waktu setelah dilakukan homogenaiser maka semakin banyak buih yang terpisah dengan larutan emulsi hal ini dikarenakan pada buih tersebut membutuhkan waktu untuk memisah dengan larutan tersebut. 4.2 Saran 1. Alat yang digunakan seharusnya dalam kondisi yang baik sehingga proses belajarlebih efektif. 2. Penggunaan alat harus sesuai dengan kegunaannya, sehingga dalam proses praktikum tidak terjadi hal-hal yang menganggu praktikan.
DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. Jangan Takut Mengkonsumsi Mentega Dan Margarin. http://www.depkes.go.id [2 des 2006]. Bernasconi. 1995. Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta. Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya, Jakarta. Gamman, P. M. 1992. Ilmu Pangan Nutrisi Dan Mikrobiologi. UGM-Press, Yogyakarta. Marsetyo. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan Dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta, Jakarta. Maxes, P.A. 1984. Ilmu Pangan. Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Air dan minyak selamanya tidak akan bisa menyatu. Jika kita hendak mencampurkan keduanya, maka dalam sekejap keduanya akan memisah kembali. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat polaritas di antara dua zat tersebut. Air merupakan molekul yang memiliki gugus polar. Sedangkan minyak merupakan zat yang memiliki gugus non polar. Perbedaan ini menyebabkan keduanya tidak bisa menyatu, karena gugus polar hanya bisa bersatu dengan gugus polar, sedangkan gugus non polar hanya bisa bersatu dengan gugus non polar. Dalam kasus susu kambing atau susu sapi, protein memiliki gugus polar di satu sisi dan memiliki gugus non polar di sisi lain. Oleh karena itu ujung polar akan berikatan dengan air dan non polarnya berikatan dengan lemak. Maka terjadilah emulsi yang menyebabkan keduanya kelihatannya seperti bercampur.
Makanan atau minuman olahan yang terdiri dari lemak atau minyak dan air secara bersamaan maka di dalamnya pasti ada bahan pengemulsi. Sebab jika tidak ditambahkan bahan tersebut maka akan terjadi pemisahan antara keduanya. Bahan pengemulsi inilah yang menyatukan air dengan lemak atau minyak. Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air. Secara umum bahan pengemulsi terdiri dari emulsifier alami dan emulsifier buatan (sintetis). Pengemulsi alami dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam. Misalnya dari biji kedelai, kuning telur dan sebagainya. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan. Sebenarnya lecithin ini secara alami terdapat juga pada biji-bijian lain serta dalam produk hewani, seperti telur dan otak. Tetapi kandungan lecithin yang mudah dan murah untuk digunakan adalah yang terdapat pada biji kedelai. Selain berasal dari kedelai, telur dan otak, emulsifier alami juga berasal dari tepung kanji dan susu bubuk. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi, selain itu juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat terdispersi. Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Adapun bahan pengemulsi buatan atau sintetis ini berasal dari rekayasa manusia untuk menghasilkan jembatan antara minyak dan air. Meskipun disebut sintetis, tetapi tidak sepenuhnya berasal dari bahan sintetis. Hanya proses pembuatannya saja yang dirancang secara buatan manusia, tetapi bahanbahannya sering berasal dari bahan alami. Seperti diketahui, lemak atau minyak merupakan trigliserida dengan satu gugus gliserol yang memiliki tiga tangan, yang masing-masing berikatan dengan asam lemak. Asam lemak inilah yang bersifat non polar. Sedangkan gliserol sendiri bersifat polar. Dengan demikian ketika satu atau dua asam lemaknya dilepaskan dari tangan gliserol, maka akan dihasilkan monogliserida atau digliserida yang masing-masing hanya memiliki satu dan dua gugus asam lemak. Asam lemak yang tersisa bisa berikatan dengan lemak, sedangkan tangan gliserol yang kosong bisa berikatan dengan air. Maka jadilah mono dan digliserida yang berfungsi sebagai penghubung antara air dan minyak atau menjadi emulsifier sintetis. Bahan buatan manusia itu sebenarnya berasal dari lemak yang direkayasa. Sementara sumber lemaknya sendiri bisa bermacam-macam, ada yang berasal dari minyak bumi (sintetis) ada pula yang berasal dari lemak nabati (tumbuhan) maupun hewani. Untuk aplikasi emulsi pada bahan makanan lebih diutamakan penggunaan lemak dari tumbuhan dan hewan, karena yang berasal dari minyak bumi (bentonit, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida) tidak food grade. Contoh lain emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak sorbitan yang dikenal sebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester dari polioksietilena sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak dari air. Pada kue-kue,
penggunaan SPANS membentuk serta memperbaiki tekstur dan volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau mencegah kekeringan, sehingga kue tetap lunak. Jenis emulsifier lain seperti gliseril laktopalmitat, merupakan emulsifier yang banyak di gunakan dalam pembuatan cakes mixes. CMC (carboxyl methyl cellulose) banyak digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatansalad dressing. Nah, sumber lemak inilah yang perlu dikaji dengan baik, khususnya menyangkut halal dan tidaknya. Jika berasal dari lemak tumbuhan, mungkin masih lebih aman. Namun ketika sudah bicara dari lemak hewani, maka tentunya harus dikaji lagi, apakah hewannya halal atau tidak. Khusus untuk hewan halalpun masih harus dilihat, apakah proses penyembelihannya sesuai dengan syariat Islam ataukah tidak. Selain itu proses pemotongan salah satu atau dua asam lemak dari trigliserida tersebut juga menggunakan enzim lipase yang perlu diteliti, apakah berasal dari sumber yang halal ataukah tidak. Oleh karena itu, ketika kita mengkonsumsi produk-produk emulsi, seperti cokelat, margarin, susu bubuk instan, es krim, dan sebagainya, jangan lupa melihat bahan pengemulsi yang dipakai. Keterangan tersebut biasanya dapat dilihat pada ingredient bahan pada kemasan produk emulsi atau yang halal sudah tercantum logo halal LPPOM MUI.
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik.dispersi ini merupakan campuran dua atau lebih zat yang homogen. Emulsi yang sering dikenal mayonnaise, cheese cream, kuning telur, serta susu. Pada umumnya emulsi bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan air akan terpisah, tergantung dari keadaan lingkungannya. Emulsi ada dua macam yaitu emulsi air dalam lemak atau emulsi water in oil dan emulsi lemak dalam air atau emulsi oil in water. Untuk menstabilkan sistem emulsi biasanya ditambahkan emulsifier. Emulsifier adalah zat-zat yang dapat mempertahankan sistem emulsi. Emulsifier atau zat pengemulsi merupakan zat untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air.Umumnya emulsifiermerupakan senyawa organik yang memiliki dua gugus, baik yang polar maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur. Contoh penggunaan emulsifier dalam sistem emulsi adalah dalam saus selada dan mayonnaise. Emulsi saus selada dapat dipertahankan dengan menambahkan kuning telur sebagai emulsifier. Zat yang terpenting di dalam kuning telur yang dapat mempertahankan emulsi adalah fosfolipida, diantaranya yang terpenting adalah lecitin. Fosfolipida. Adalah Lipidan membrane yang paling banyak dan lecitin merupakan sejenis protein yang dibutuhkan oleh setiap sel hidup di dalam tubuh manusia. Lecithin terdiri dari Vitamin B choline, linoleic acid, dan insositol. Nutrisi ini membantu sebagai pemecah lemak dan kolestrol pada dinding pembuluh darah, mencegah pengerasan pada pembuluh darah (arterisklerosis), melancarkan sirkulasi darah, mengaktifkan sel, dan meningkatkan metabolisme tubuh.
Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut: a) Emulsi gas (aerosol cair ) Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol b) Emulsi cair Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak. c) Emulsi padat Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat.
2. Teori Pembentukan Emulsi
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Emulgator adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Surfaktan adalah bahan yang dapat mencampurkan dua cairan yang umumnya tidak saling bercampur seperti minyak dan air, karena menurunkan tegangan permukaan cairan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya. Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teoi tersebut ialah : 1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni : Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak. 3. Teori Interparsial Film Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah : Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
4.
Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda) Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
3. Kestabilan Emulsi Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air dicampurkan lalu dikocok kuat-kuat, keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Secara umum, sebuah emulsi dapat juga dianggap tidak stabil secara fisik jika: a) Fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung membentuk kumpulan bulatan (glubule), b) bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase internal yang pekat, dan c) Apabila semua atau sebagian cairan dari faase internal menjadi “tidak-teremulsi” dan membentuk lapisan berbeda pada bagian atas atau bawah emulsi sebagai akibat dari penggabungan butiran-butiran fase internal. Disamping itu, emulsi bisa dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba dan perubahan-perubahan kimia dan fisik lainnya. Bila proses pengocokan pada air dan minyak tadi dihentikan, akan terjadi pemisahan kembali. Pemisahan ini akan mengganggu kestabilan emulsi. Kestabilann emulsi ini dipengaruhi oleg gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut yang ditentukan oleh dua gaya, yaitu : 1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap. 2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama (Anonim, 2009). Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid. Kestabilan emulsi pada sistemnya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah: • Tegangan antarmuka rendah • Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka • Tolakan listrik double layer
• Relatifitas phase pendispersi kecil • Viskositas tinggi
4. Emulsifeir Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian. Emulsifier membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan, yaitu : 1. Penurunan tegangan antar muka ( stabilisasi termodinamika ). 2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen). 3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel. Manfaat emulsifier pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu: 1. Untuk mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan air, yang mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan keseimbangan fase antara minyak, air, dan pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi. 2. Untuk sedikit mengubah sifat-sifat tekstur teknologi produk pangan dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati dan protein. 3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan mengendalikan polimorf lemak (Cahyadi, 2008).
5. Jenis Emulsifeir Secara umum emulsifier dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu emulsifier alami dan emulsifier buatan. 1. Emulsifier Alami a. Telur
Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik. b. Kuning dan putih telur Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein . c.
Gelatin Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan nilai gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan. Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi. d. Kedelai Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan. e. Lesitin Lesitin (Fosfatidil Kolina) ialah suatu fospolipid yang menjadi komponen utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning tel atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana .Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai. Penggunaan lesitin yang paling awal adalah pada tahun 1890-an sebagai pengemulsi pada margarin, berupa kuning telur (mengandung lesitin tinggi), dan fosfatida lainnya. Lesitin merupakan bagian integral membran sel, dan bisa sepenuhnya dicerna, sehingga dapat dipastikan aman bagi manusia.Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas.Sebagai contoh, lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap menyatu. f. Tepung Kanji
Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi, selain itu juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat terdispersi.Tepung kanji adalah salah satu tepung yang tidak membentuk gel. Gel yang terbentuk akan membuat bahan makanan tidak dapat teraduk rata serta berviskositas tinggi.Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan untuk bahan perekat. Banyak makanan tradisional yang menggunakan tepung kanji atau tapioka sebagai bahan bakunya, seperti bakso batagor, siomay, comro, misro, cireng, dan pempek. g. Susu Bubuk Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier akan menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi.
2. Emulsifier Buatan Di samping Emulsifier alami telah dibuat Emulsifier buatan yang terdiridari monogliserida, misalnya gliseril monostearat. Radikal asam stearatmerupakan gugus nonpolar, sedangkan bagian sisa dari molekul, terutama duagugus hidroksil dan gliserol, merupakan gugus yang polar.Sabun juga merupakan emulsifier yang terdiri dari garam natrium denganasam lemak. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkandaya pembersih air dengan jalan mengemulsi mengemulsi lemak yang ada. Contoh lain emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak sorbitan yang dikenalsebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester daripolioksietilena sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN yangdapat membentuk emulsi minyak dari air.Pada kue-kue, penggunaan SPANS membentuk serta memperbaiki teksturdan volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau mencegah kekeringan,sehingga kue tetap lunak. Jenis
emulsifier lain seperti gliseril laktopalmitat,
merupakan emulsifier yang banyak di gunakan dalam
pembuatan cakes mixes. Keuntungan menggunakan emulsifier adalah Lebih ekonomis Bahan telurbisa dikurangi Adonan tetap stabil meski lama belum bisa dimasukkan ke dalamoven Pengocokan bisa dilakukan dalam waktu singkat namun cepat mengembang. Membuat cake lebih halus. Kerugiannya adalah jika penggunaan emulsifier terlalubanyak akan menyebabkan kue menjadi kurang enak rasanya .
6. Jenis Emulsifyer Beserta Dosis Maksimal Dan Penerapanya Dalam Pengolahan Pangan Ester merupakan emulsifier buatan dari asam lemak sorbitan yang dikenal sebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak dari air. Sebelumnya telah diterangkan bahwa pada kue-kue, penggunaan SPANS membentuk serta memperbaiki tekstur dan volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau mencegah kekeringan, sehingga kue tetap lunak. Nah, sumber lemak inilah yang perlu dikaji dengan baik, khususnya menyangkut halal dan tidaknya. Jika berasal dari lemak tumbuhan, mungkin masih lebih aman. Namun ketika sudah bicara dari lemak hewani, maka tentunya harus dikaji lagi, apakah hewannya halal atau tidak. Selain itu proses pemotongan salah satu atau dua asam lemak dari trigliserida tersebut juga menggunakan enzim lipase yang perlu diteliti, apakah berasal dari sumber yang halal ataukah tidak. Lipase adalah enzim yang dapat larut dalam air dan bekerja dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut air seperti trigliserida berantai panjang. Cokelat, margarin, susu bubuk instan, es krim, dan sebagainya merupakan produk-produk dari bahan emulsi. Oleh karena itu, ketika kita mengkonsumsi produk-produk tersebut kita sering lupa melihat bahan pengemulsi yang dipakai. Keterangan tersebut biasanya dapat dilihat pada ingredient bahan pada kemasan produk emulsi atau yang halal sudah tercantum logo halal LPPOM MUI. Dibawah ini merupakan tabel Jenis Emulsifyer Beserta Dosis Maksimalyang dapat digunakan oleh pabrik yang memproduksinya: No Nama Penggunaan Dalam Pangan Ukuran Pengemulsi(Emulsifier) Maksimum yang diijinkan 1 Agar Sardine dan sejenisnya 2 gram/kg Es krim, es puter dan 10 gram/kg sejenisnya Keju 8 gram/kg Yogurt 5 gram/kg 2 Dekstrin Es Krim 30gr/kg Keju 10gr/kg Kaldu secukupnya 3 Gelatin Keju 10 gr/kg Yogurt 5 gr/kg 4 Gom Es Krim 10 gr/kg
5
Karagen
6
Lecitin
7
Karboksimetil (CMC)
8
Pektin
Keju Saus Selada Yogurt Sardine Es Krim Yogurt Minuman hasil olahan susu, roti, dan margarine selulosa Sardine Es Krim Keju Es Krim Yogurt dan sayuran kaleng yang mengandung mentega
8 gr/kg 7.5 gr/kg 5 gr/kg 20 gr/kg 10 gr/kg 5 gr/kg Secukupnya 20 gr/kg 10 gr/kg 5 gr/kg 30 gr/kg
emulsi minyak ikan PRAKTIKUM V PEMBUATAN EMULSI MINYAK IKAN A. 1. 2. 3.
TUJUAN Mahasiswa mampu membuat sediaan emulsi dengan baik dan benar. Mahasiswa mampu menghitung dosis dan jumlah bahan dengan tepat Mahasiswa mampu mengevaluasi sediaan emlsi meliputi Organoleptis, BJ, pH, dan Viskositas.
B. DASAR TEORI Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok ( Depkes RI, 1979). Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah ( Anief, 2006). Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua jenis emulsi, yaitu : 1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi dalam fase air. 2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi dalam fase minyak. Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang
digunakan. Surfaktan seringkali digunakan dalam pembuatan suatu emulsi. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdispersinya. Zat pengemulsi adalah PGA, Tragacanth, gelatin, sapo, senyawa Ammonium kwartener, cholesterol, surfaktan seperti tween dan span (Ansel, 1989). HLB adalah singkatan dari Hydrophiel-Lypophiel Balance. Nomor HLB diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah inimenunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe sistem. Nilai HLB
Tipe sistem
3–6
A/M emulgator
7–9
Zat pembasah ( wetting agent)
8 – 18
M/A emulgator
13 – 15
Zat pembersih (detergent)
15 – 18
Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka semakin akan semakin lipofil surfaktan tersebut, sedangkan makin tinggi nilai HLB surfaktan akan semakin hidrofil (Anief, 2006). Cara menentukan HLB ideal bagi suatu emulsi apabila kebutuhan HLB tidak diketahui ada tiga fase. 1. Fase I. Menentukan HLB yang dibutuhkan secara kira-kira. Caranya dibuat 5 macam atau lebig emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktan dengan klas kimia yang sama. Dari hasil emulsi dapat dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
2. Fase II Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi, dipilih hasil yang terbaik, maka diperoleh nilai HLB yang ideal. 3. Fase III Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dari fase II dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan. Dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik / ideal (Anief, 2006). Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Flokulasi dan Creaming Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapisan cairan, dimana masingmasing lapisan mengandung fase dispers yang berbeda. b. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking). Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses cracking ( pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembalidan terjadi campuran homogen bila digojok perlahan. Sedang pada cracking,penggojokan sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil. c. Inversi, adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief, 2006).
C. 1. Pemerian Kelarutan Khasiat Dosis
PEMERIAN dan KELARUTAN Oleum Iecoris : cairan; kuning pucat; bau khas, agak manis, tidak tengik; rasa khas. : sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P. : sumber vitamin A dan D ( Depkes RI, 1979) : dewasa : 1x = - ; 1hr = 15mL – 30mL ( Obat-Obat Penting, 2007)
2. Natrii Carboxymethylcellulosum Pemerian : serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading; tidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopik. Kelarutan : mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal; tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dan dalam pelarut organic lain. Khasiat : zat tambahan ( emulgator ) ( Depkes RI, 1979) Penggunaan : emulsifying agent : 0,25% - 1% ( Rowe, 2009) 3. Tween 80 ( Polysorbatum) Pemerian : cairan kental seperti minyak; jernih, kuning; bau asam lemak, khas Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P, dalam etil asetat P, dan dalam methanol P; sukar larut dalam paraffin cair P, dan dalam minyak biji kapas P.
Khasiat Kadar
: zat tambahan ( emulgator ) ( Depkes RI, 1979 ) : 1% – 10% ( Rowe, 2009)
4. Sorbitolum Pemerian : serbuk, butiran atau kepingan; putih; rasa manis; higroskopik Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam methanol P, dan dalam asam asetat P. Khasiat : zat tambahan ( humectant) ( Depkes RI, 1979) Kadar : 3 – 15% untuk humectant ( Rowe, 2009) 5. Pemerian Kelarutan Khasiat Komposisi
Sir. Simplex : cairan jernih tidak berwarna, mengandung sakarosa 65% dalam larutan nipagin : larut dalam air : zat tambahan (Pemanis) (Anief, 2006) : sakarosa 65% dan nipagin 35% (Anief, 2006)
D. ALAT dan BAHAN ALAT
E.
BAHAN
Gelas ukur
Minyak ikan
Batang pengaduk
CMC Na
Beaker glass
Tween 80
Lampu spiritus
Sorbitol
Gelas ukur
Sirupus simplex
Viscometer broke field
Sunset yellow
Piknometer
Ess. Orange
pH meter
Na Benzoat
Neraca
Aquadest
R/
Ol. Iecoris Asseli CMC Na Tween 80 Sorbitol Na Benzoat Sir. Simplex Sunset yellow Ess. Orange Aquadest ad
10mL/15mL 1% 1% 5% 0,1% 10% 0,01% 8 – 10 tetes 60 mL
FORMULA
F. PERHITUNGAN DOSIS Dosis 1hr = 15mL – 30 mL (Obat-Obat Penting, 2007) Penetapan dosis : 17,5 mL ( 1 ½ sendok makan) = 15 mL minyak ikan 15 mL ( 1 sendok makan) = 10 mL minyak ikan 7,5 mL ( ½ sendok makan) = 5 mL minyak ikan 3,25 mL ( ¼ sendok makan) = 2,5 mL minyak ikan
Perhitungan dosis satu hari Usia (Tahun)
Perhitungan Dosis 1hr
Rentang dosis(mg)
Pemakaian 1hr(sendok takar)
Cek dosis 1x
2
2/14 X 15 – 30
2,14 – 4,28
¼ sdm
2,5/4,28=0,58≠OD
3
3/15 x 15 – 30
3–6
½ sdm
5/6=0,83≠OD
4
4/16 x 15 – 30
3,75 – 7,5
½ sdm
5/7,5=0,66≠OD
5
5/17 x 15 – 30
4,41 – 8,82
½ sdm
5/8,82=0,56≠OD
6
6/18 x 15 – 30
5 - 10
½ sdm
5/10=0,5≠OD
7
7/19 x 15 – 30
5,52 – 11,05
1 sdm
10/11,05=0,90≠OD
8
8/20 x 15 – 30
6 - 12
1 sdm
10/12=0,83≠OD
9
9/20 x 15 – 30
6,75 – 13,5
1 sdm
10/13,5=0,74≠OD
10
10/20 x 15 – 30
7,5 - 15
1 sdm
10/15=0,66≠OD
11
11/20 x 15 – 30
8,25 – 16,5
1 ½ sdm
15/16,5=0,90≠OD
12
12/20 x 15 – 30
9 – 18
1 ½ sdm
15/18=0,83≠OD
Aturan pakai : 2 tahun 3 – 6 tahun 7 – 10 tahun 11 – 12 tahun
: 1 x sehari ¼ sendok makan : 1 x sehari ½ sendok makan : 1 x sehari 1 sendok makan : 1 x sehari 1 ½ sendok makan
G. JUMLAH BAHAN Nama Bahan
1 Formula
5 Formula
Ol. Iecoris asseli
10/15 x 60 mL = 40 mL
40 mL x 5 = 200 mL
Tween 80
1/100 x 60 mL = 0,6mL
0,6g x 5 = 3mL
CMC Na
1/100 x 60 mL = 0,6g
0,6g x 5 = 3g
Air untuk CMC Na
10 – 20 x 0,6g = 6 – 12g
10 – 20 x 3g = 30 – 60g
Sir. Simplex Fruktosa Nipagin
10/100 x 60 mL = 6 mL
6mL x 5 = 30mL
65/100 x 6mL = 3,9mL
3,9mL x 5 = 19,5mL
35/100 x 6 mL = 2,1mL
2,1 mL x 5 = 10,5 mL
Na Benzoat
0,1/100 x 60 mL = 0,06 mL x 5 = 0,3g 0,06g
Sorbitol
5/100 x 60 mL = 0,3g
Sunset Yellow
0,01/100 x 60 mL = 0,006g x 5 = 0,03g 0,006g
Ess. Orange
8 – 10 tetes
Aquadest
60 –(40 + 0,6 + 0,6 + 12 0,38 mL x 5 = 1,9 mL + 6 + 0,06 + 0,3 + 0,06 ) = 0,38mL
0,3g x 5 = 1,5g
40 – 50 tetes
H. CARA KERJA Pembuatan sediaan : Dikalibrasi botol / beakerglass 100mL ↓ Ditimbang oleum iecoris asseli, dimasukkan beakerglass ↓ Ditimbang CMC Na dan dikembangkan dalam air, diaduk hingga mngembang ↓ Ditimbang tween 80 sebanyak 3mL ↓ Minyak ikan, CMC Na, dan tween 80 dimasukkan ke dalam blender, diblender 3 – 5 menit ↓ Hasil dimasukkan ke dalam beaker glass ↓ Diambil sedikit emulsi dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk uji stabilitas ↓ Ditentukan viskositasnya dengan viscometer brokefield ↓
Dilakukan evaluasi
Evaluasi sediaan : 1. Organoleptis Diamati warna ↓ Dicium bau sediaan ↓ Dirasakan rasa sediaan 2. pH dimasukkan pH meter ke dalam wadah berisi sediaan ↓ Diputar hingga menunjukkan angka yang ditetapkan ↓ Dicatat hasilnya 3. Bobot Jenis bandingkan BJ sediaan dengan BJ air menggunakan piknometer caranya : ditimbang piknometer kosong, catat bobotnya ↓ Ditimbang piknometer berisi air, catat bobotnya ↓ Ditimbang piknometer berisi sediaan, catat bobotnya dan bandingkan
4. Viskositas Disiapkan Viskometer Brokefield
↓ Disiapkan emulsi yang akan diuji dalam beakerglass ↓ Diletakkan beakerglass berisi emulsi di bawah spindle ↓ Dinyalakan Viscometer Brokefield ↓ Dicatat hasil yang tertera di Viskometer 5. Kestabilan Dimasukkan sediaan emulsi ke dalam tabung reaksi ↓ Dikocok mulsi beberapa saat ↓ Diamati kecepatan pemisahan sediaan emulsi menjadi dua lapisan
6. Tipe Emulsi Tipe A/M ( air dalam minyak ) genceran : terjadi campuran homogen bila diencerkan dengan air warnaan : emulsi dapat terwarnai dengan metilen blue as listrik : mampu menghantarkan listrik / lampu menyala yaringan : bila disaring dengan kertas saring dapat menyebabkan kertas saring basah. minyak dalam air ) genceran : tidak terjadi campuran homogen warnaan : emulsi dapat terwarnai dengan sudan III as listrik : tidak dapat menghantarkan listrik / lampu tidak menyala yaringan : bila disaring dengan kertas saring akan muncul bercak minyak I. HASIL 1. Organoleptis Bentuk Bau Warna Rasa
: cairan kental : khas minyak ikan : putih kekuningan : manis-amis
2. 3. 4. 5.
Viskositas pH Tipe emulsi BJ : Pikno kosong Pikno + air Pikno + sediaan
: 124,5 cps → 41,2% : 2,94 : air dalam minyak ( A/M ) = 9,82 = 20,40 = 19,73 V air = ( m pikno + air) – pikno kosong
ρair = 20,40 – 9,82 1 = 10,58
ρ sed = m sediaan V air = 19,73 – 9,82 10,58 = 0,94 BJ = ρsediaan ρair = 0,94 1 = 0,94 6. Kestabilan : stabil J. DATA PENGAMATAN
Kel. 1
Kel. 2
Kel. 3
Kel. 4
Kelompok evaluasi Zat aktif
Paraffin liquid
Oleum Iecoris Asseli
organoleptis Bentuk Bau warna Rasa
Cairan kental
Sediaan cair
Cairan kental
Cairan kental
Tidak berbau
jeruk
minyak ikan
Minyak ikan
Putih susu
orange
Putih-kuning
Putih
Sedikit manis manis
Amis-manis
Manis
pH
5,27
3,88
2,94
3,40
Viskositas
49,0%
18,8%
41,2%
60,9%
BJ
0,9557
0,95
0,94
0,98
Kestabilan
Tidak stabil
Stabil
Stabil
Tidak stabil
Tipe emulsi
M/A
M/A
A/M
A/M
K. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, praktikan diharuskan untuk membuat emulsi dengan dua zat aktif yaitu paraffin liquid dan oleum iecoris asseli. Paraffin liquidum pada umumnya digunakan sebagai laksativa, sementara oleum iecoris asseli digunakan untuk memenuhi kebutuhan vitamin A dan D bagi tubuh. Selain itu, minyak ikan dapat memperbaiki nafsu makan. Emulsi sendiri adalah campuran antara air dan minyak. Seperti yang kita ketahui, air dan minyak tidak dapat dicampurkan begitu saja, sehingga perlu adanya bantuan, yaitu emulgator. Dalam suatu sediaan emulsi, emulgator berfungsi untuk menjaga kestabilan emulsi. Oleh karena itu, pemilihan emulgator yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembuatan emulsi. Pada praktikum kali ini, emulgator yang digunakan untuk paraffin liquid adalah tween 75% dan span 25% untuk kelompok 1. Kelompok 2 tween 25% dan span 75%. Sementara kelompok 3 menggunakan tween 80 1% dan CMC Na 1%. Kelompok 4 menggunakan tween 80 dengan konsentrasi 5% dan CMC Na 0,5%. Dalam pembuatan emulsi mnggunakan campuran surfaktan seperti tween dan span, harus dihitung HLB butuh terlebih dahulu. Ini digunakan untuk memperhitungkan apakah emulgator mampu mencampurkan fase air dan minyak atau tidak. Dalam pembuatan emulsi paraffin liquid pada prinsipnya, paraffin harus dipanaskan terlebih dahulu baik dalam fase minyak maupun fase air. Tujuannya adalah agara emulgator dapat menyeimbangkan emulsi sehingga emulsi dapat tetap stabil. Selain jenis emulgator, jumlah emulgator juga menentukan tipe emulsi pada hasil akhir. Apabila menggunakan dua emulgator, maka konsentrasinya harus seimbang agar minyak dan air dapat bercampur. Dari data yang diperoleh, emulsi kelompok satu ternyata tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan banyak faktor, antara lain penimbangan emulgator dan zat aktif yang kurang sesuai. Jumlah emulgator yang tidak seimbang sehingga emulgator tidak mampu mendispersi emulsi secara sempurna. Selain itu, proses pembuatan juga mempengaruhi hasil akhir emulsi. Kesalahan
pada saat pembuatan akan menyebabkan emulsi tidak stabil dan cepat terpisah antara fase air dan fase minyak, walaupun pada awalnya hasilnya bagus. Dari viskositas, diantara empat kelompok, kelompok 4 dan kelompok 2 memiliki hasil viskositas yang berbeda jauh. Viskositas yang tinggi pada kelompok empat dapat disebabkan penggunaan konsentrasi sorbitol yang tinggi. Selain itu, viskositas yang tinggi dapat dipengaruhi oleh emulgator seperti CMC Na. CMC Na yang telah dikembangkan dalam air akan membentuk koloidal yang juga dapat meningkatkan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi CMC Na yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula viskositasnya. Sementara pada kelompok dua tidak menggunakan sorbitol sehingga memiliki viskositas yang rendah. Dari data yang ada, pH kelompok tiga paling rendah diantara keempat kelompok lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi komponen pada sediaan dan memungkinkan emulsi menjadi tidak stabil dalam penyimpanan yang lama. pH yang rendah dapat dipengaruhi oleh penambahan corigen seperti perasa dan pewarna. Oleh karena itu, penmabahan corigen tersebut perlu diperhitungkan dengan baik agar emulsi memiliki pH yang stabil atau mendekati stabil. Dari data yang ada, diperoleh bahwa emulsi minyak ikan kelompok empat tidak stabil. Perlu diperhatikan kembali bahwa emulgator menjadi hal yang sangat penting untuk diperhitungkan agar diperoleh emulsi yang stabil. pemilihan emulgator yang tidak sesuai akan menyebabkan emulsi menjadi mudah pecah bahkan sesaat setelah selesai dibuat. Apabila menggunakan zat aktif berupa minyak dengan jumlah yang cukup banyak daripada jumlah air, maka akan lebih baik menggunakan emulgator yang larut dalam air untuk menyeimbangkan kemampuan emulgator dalam mendispersi emulsi. Begitu pula sebaliknya. Pada kelompok tiga, jumlah zat aktif berupa minyak ternyata lebih sedikit daripada jumlah air, serta menggunakan emulgator yang mudah larut dalam air. Hal ini akan menyebabkan emulgator cenderung mengikat sesamanya dan membuat emulsi pecah atau memisah antara fase minyak dan air. Sementara pada kelompok tiga, emulsi yang dihasilkan stabil karena konsentrasi emulgator yang seimbang antara jumlah minyak dan air. Keadaan ini membuat emulgator mampu mendispersi fase minyak dan air dengan baik dan emulsi menjadi tidak mudah memisah setelah dilakukan pemanasan selama 5 menit dalam uji stabilitas emulsi. Meskipun begitu, hasil emulsi kelompok tiga juga tidak dapat dikatakan baik karena emulsi sudah pecah sejak awal. Hal ini disebabkan proses pengerjaan yang kurang pas. Pada pembuatan emulsi, fase minyak ataupun air tidak boleh dimasukkan sedikit demi sedikit karena akan membuatnya sulit terdispersi dengan baik dan menyebabkan emulsi rusak atau pecah. Pada pembuatannya baik fase minyak ataupun air harus dituang sekaligus dan diaduk dengan cepat dan kuat agar dapat terbentuk corpus emulsi berwarna putih susu. Sementara pada kelompok tiga warna emulsinya adalah putih kekuningan.
Pada pembuatan sediaan emulsi, tipe emulsi dipengaruhi oleh emulgator dan zat aktif dari emulsi itu sendiri. Emulsi akan membentuk tipe A/M apabila fase minyak lebih banyak dari fase air, begitu pula sebaliknya. Pemahaman mengenai dasar emulsi, pembuatan, dan komponen pembentuk emulsi yang baik akan menghasilkan emulsi yang stabil meskipun dalam penyimpanan jangka panjang,
L. KESIMPULAN 1. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat dicampukan, biasanya fase minyak dan fase air dan perlu adanya penambahan emulgator untuk mendispersikannya. 2. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan usia pasien agar efek yang diperoleh sesuai. 3. Dari evaluasi yang dilakukan oleh kelompok III diperoleh hasil sebagai berikut : emulsi berupa cairan kental berwarna putih kekuningan, berbau khas minyak ikan, rasa agak kecut-amis. Viskositas 41,2% dengan pH sebesar 2,94 termasuk sangat asam. BJ : 0,94. Stabil dengan tipe emulsi A/M ( air dalam minyak).
M. DAFTAR PUSTAKA Anief, 2006, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta Ansel, H,C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, UI Press, Jakarta Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Rowe, 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition, Pharmaceutical Press, London Vaclavik, Vickie dan Elizabeth W. Christian. Essentials of food science. 2nd edition. New York : Kluwer Academic/Plenum Publishers. 2003. Yuntus.2001. Pengantar Praktikum Kimia organik. Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi. Yogyakarta. Yuris,Brin.2000. Pengantar Praktikum Kimia organik. Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi. Yogyakarta. Franley.2005. Pengantar Praktikum Kimia organik. Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi. Yogyakarta. Charoen, Ratchanee, Anuvat Jangchud, Kamolwan Jangchud, Thepkunya Harnsilawat, Onanong Naivikul, dan David Julian McClements. 2011. Influence of Biopolymer Emulsifier Type on Formation and Stability of Rice Bran Oil-in-Water Emulsions: Whey Protein, Gum Arabic, and Modified Starch." Journal of Food Science 76, (1): E165 - E172.