Mentega Putih yang Mengandung Mengandung Emulsifier ( Superglicerinated Shortening) Shortening) Mentega putih ini merupakan tipe mentega putih dihidrogenasi yang mengandung emulsifier. Emulsifier yang digunakan terdiri dari mono dan digliserida, lesitin, dan kadangkadang ditambahkan gliserol. Mono dan digliserida mengandung gugusan karboksil yang bersifat liophilik dan gugusan hidroksil (OH) yang bersifat hidrophilik. Kedua gugusan ini efektif untuk membantu dispersi mentega putih dalam adonan yang berkadar gula tinggi, sedangkan penambahan gliserol bertujuan untuk menambah daya emulsi. Mentega putih yang mengandung emulsifier tidak baik digunakan untuk tujuan menggoreng secara deep frying, karena frying, karena pada suhu tinggi mono dan digliserida tersebut akan mengalami dekomposisi sehingga membentuk asap. Penambahan lesitin berguna untuk menurunkan tegangan antar-muka ( interfasial ) dari mentega putih. Tetapi tidak baik jika digunakan dalam bahan pangan yang berkadar gula tinggi. Pada umumnya, sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak nabati, yaitu minyak kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah, minyak jagung, wijen, dan minyak biji bunga matahari. Sifta-sifat Mentega Putih
Sifat mentega putih didasarkan atas : 1) nilai shortening nilai shortening dan dan 2) sifat plastis. Nilai Shortening Kemampuan mentega putih untuk melumas (lubricating ( lubricating ) dan mengempukan bahan pangan, khususnya kue dan roti, disebut nilai shortening (shortening power). Keempukan bahan pangan dapat diukur dengan menggunakan alat shortometer. shortometer. Alat tersebut dapat mengukur daya utuh bahan pangan (roti, kue) terhadap gaya penghancuran dengan nilai tertentu. Faktor-faktor di luar lemak, yang dapat mempengaruhi nilai shortening adalah sebagai berikut (Meyer, 1961) : 1) jenis pemakaian, 2) suhu, 3) jenis dan konsentrasi bumbu yang digunakan (di luar tepung dan lemak), dan 4) konsentrasi lemak.
Sifat Plastis Lemak atau mentega putih dikatakan bersifat plastis jika berwujud padat dan tidak meleleh pada suhu kamar, dan dapat membentuk dispersi, dan berubah menjadi cairan kental oleh kenaikan suhu atau karena tekanan mekanis yang cukup rendah. Sifat plastis lemak memegang peranan penting dalam pembuatan roti dan kue berlemak. Jika lemak plastis dicampur dengan adonan bahan pangan (kue dan roti), maka adonan tersebut dapat membentuk sejenis film. Adonan berlemak ini mempunyai daya gabung dengan udara dan daya pelumas lebih besar dibandingkan dengan minyak cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat plastis mentega putih adalah sebagai berikut. 1. Perbandingan Jumlah antara Lemak Berwujud Padat dan Minyak cair dalam Mentega Putih Jumlah kristal lemak padat dalam lemak cair dan perubahan suhu akan mempengaruhi sifat plastis mentega putih. Sifat plastis ini diukur berdasarkan kekerasan ( firmness), seperti terlihat dalam Gambar 7.4. 2.
Sifat-sifat Kristal Lemak yang mencair pada suhu lebih tinggi mempunyai ukuran kristal lebih besar,
bersifat lebih kaku dan keras, dibandingkan dengan minyak bertitik cair rendah. Ukuran kristal mempengaruhi sifat plastisitas lemak. Kristal lemak berukuran besar yang diperoleh dari pendinginan lemak secara lambat bersifat lebih lunak dibandingkan dengan lemak yang berkristal halus, misalnya lemak sapi dan minyak nabati yang dihidrogenasi. Plastisitas mentega putih juga dipengaruhi oleh viskositas fase minyak cair (Gambar 25). Sifat kimia mentega putih dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Fungsi Mentega Putih dalam Bahan Pangan
Mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam kue dan roti, mempunyai fungsi antara lain memperbesar volume bahan pangan, menyerap udara, stabilisir, emulsifier, membentuk cream, memperbaiki keeping quality dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak. Memperbesar Volume Mentega putih memegang peranan penting untuk memperbesar volume roti dan kue berlemak. Sebagai contoh ialah penggunaan mentega putih dalam yellow cake. Adonan kue ini terdiri dari campuran antara bahan kering (tepung, gula, garam, soda kue) dengan lemak, susu dan telur.
Jika sejumlah kecil zat warna yang terlarut dalam lemak ditambahkan kedalam adonan dan periksa dibawah mikroskop, maka terlihat partikel-partikel lemak terdispersi dalam adonan. Tiap partikel lemak mengandung gelembung-gelembung udara yang tergabung dengan lemak selama proses pencampuran. Adonan yang mengandung sejumlah besar gelembung udara dalam partikel lemak akan menghasilkan roti dengan volume yang lebih besar dibandingkan dengan adonan yang mengandung gelembung udara dalam jumlah relatif kecil. Kesempurnaan dispersi lemak dan kehalusan partikel tepung berhubungan dengan daya gabung udara dalam adonan terhadap besarnya volume kue yang dihasilkan (Gambar 26). Daya gabung udara dalam adonan yang mengandung 21% mentega putih tanpa soda kue (A) dan menggunakan soda kue (B) dapat dilihat pada tabel 7.1 Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemangganan adalah mempersatukan uap air dengan gelembung udara semaksimal mungkin, yang dapat diawasi dengan cara : 1) Mengusahakan agar lemak dapat menyerap udara dalam jumlah yang cukup besar, dan 2) Distribusi mentega putih atau lemak dalam adonan sebaik mungkin, sehingga ruang udara dalam adonan terbentuk secara merata. Gelembung udara dalam adonan merupakan tempat akumulasi uap air dan gas CO 2 yang dihasilkan oleh soda kue. Pada waktu adonan dipanggang, gelembung udara yang berisi uap air dan gas CO2 akan memuai dan mendesak didnding sekitarnya. Akibatnya volume ruang udara yang terbentuk bertambah besar. Makin besar jumlah gelembung udara yang diserap oleh lemak dalam adonan, maka makin besar volume roti yang dihasilkan dan teksturnya semakin halus. Penggunaan gula dalam roti dan kue disamping memberikan rasa manis, juga berfungsi mengempukan adonan dan sebagai anti-oksidan. Penambahan gula terlalu banyak, dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena terbentuknya butiran keras ( set form) akibat koagulasi pati dan glutein tepung. Lemak Sebagai Bahan Pembentuk Krim (Cream) Nilai pembentukan krim (cream value) adalah persentase udara yang diserap lemak didasarkan atas volume lemak yang ditambahkan. Perbandingan antara jumlah penambahan lemak dan gula dalam adonan mempengaruhi jumlah volume udara yang dapat diserap oleh lemak. Perbandingan berat optimum antara gula dan lemak yang ditambahkan sebesar 3 : 2 akan menghasilkan daya gabung udara dengan lemak yang maksimal. Makin halus partikel gula dan makin lama pencampuran, maka jumlah udara yang diserap semakin besar (Gambar 7.7).
Memperkecil ukuran partikel gula dengan cara penggilingan kurang efektif untuk mempertinggi cream value, dibandingkan dengan kristal asli. Granula-granula lain seperti telur akan menambah kemampuan lemak menyerap udara. Setiap jenis lemak mempunyai cream value yan berbeda. Makin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh, daya gabung udara dengan lemak semakin besar, seperti tercantum dalam Tabel 20. Hidrogenasi sebagian tehadap minyak menghasilkan mentega putih dengan cream value yang cukup baik, apabila ditambahkan sejumlah kecil minyak yang dihidrogenasi sempurna. Minyak babi tidak dapat membentuk krim tanpa dicampur dengan lemak yang dihidrogenasi. Penambahan telur kedalam adonan akan menambah kemampuan lemak untuk menyerap udara dari 150-200 % udara menjadi 275-325 % didasarkan atas volume lemak. Pencampuran dapat dilakukan pada suhu 21-26,6
o
C untuk tipe mentega putih
dihidrogenasi, sedangkan tipe compound shortening membentuk krim pada suhu yang lebih tinggi. Lemak Sebagai Bahan Pembentuk Emulsi Adonan dapat dianggap sebagai suatu emulsi minyak dalam air ( oil in water ). Minyak sebagai fase internal dan ramuan (gula, telur) sebagai fase eksternal. Penambahan telur dalam adonan berfungsi sebagai emulsifying agent , yang membantu dispersi lemak dalam adonan. Mentega putih yang mengandung emulsifying agent sisntesis seperti mono-digliserida disebut superglycerinated shortening dan efektif untuk mempertinggi kestabilan sistem emulsi W/O atau O/W. Mono dan gliserida paling baik digunakan pada pembuatan roti dan kue, dibandingkan dengan emulsifying agent lainnya. Lesitin kedelai efektif memperendah tegangan interfasial antara lemak dan air, tetapi tidak mampu menjaga kestabilan emulsi dalam adonan. Kesukaran untuk mempertahankan kestabilan emulsi adonan manis adalah karena terganggunya dispersi lemak akibat penambahan air dan gula dalam jumlah besar. Adonan manis yang berlemak tidak akan menghasilkan kue yang baik, jika penambahan air susu dan gula lebih dari 50-55 % dari berat total adonan. Tebentuknya emulsi akan mengikat sejumlah cairan, sehingga memungkinkan penambahan larutan gula, susu dan telur dalam jumlah lebih besar. Hal ini akan mempertinggi nilai gizi, cita rasa dan keempukan bahan pangan tanpa merusak teksturnya. Hidrogenasi minyak akan memperbesar kemampuan membentuk emulsi. Sebagai contoh ialah mentega putih berupa lemak babi, dan compound shortening yang mengandung asam
lemak tidak jenuh, hanya mampu mengemulsi air sebanyak 25-50 % sedangkan tipe mentega putih dihidrogenasi mampu memngemulsi air sebanyak 150-200 % dari jumlah lemak. Mentega Putih Sebagai Stabiliser Mentega putih dengan sifat plastis dan mampu membentuk krim, akan memberikan kekuatan mekanis pada adonan, sehingga tidak mudah hancur sewaktu dipanggang. Disamping itu mentega putih berfungsi mencegah koagulasi glutein tepung pada proses pemanggangan, sehingga kue yang dihasilkan cukup empuk dan tidak keras. Memperbaiki Keeping Quality Mentega putih dalam bahan pangan dapat menghambat timbulnya basi ( stale) karena mentega putih dapat mengurangi (menghambat) perpindahan air dari pati ke dalam glutein tepung. Khususnya roti dan kue menjadi basi disebabkan karena berpindahnya air dari granula pati ke granula protein dalam tepung. Kenaikan kadar air dalam protein tepung memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga sebagian komponen protein dan pati akan diuraikan menjadi asam. Fungsi Lain Mentega putih berfungsi sebagai bahan pelumas pada alat pengolahan misalnya alat pencampur dan alat pemanggang adonan, sehingga adonan tidak lengket pada alat tersebut. Dismping itu, lemak menghasilkan cita rasa yang khas dalam roti dan kue, memberikan kalori dan rasa kenyang serta mempertinggi nilai gizi bahan pangan, karena lemak mengandung asam lemak tidak jenuh essensial dan vitamin A, D, E yang larut dalam minyak. Minyak dan Lemak Sebagai Bahan Baku Pembuatan Menteg Putih
Mentega putih dengan kelarutan yang baik diperoleh dengan mencampur lemak keras (hard fat ) dengan lemak lunak ( soft fat ) atau lemak yang dihidrogenasi sebagian. Oleostearin dan lemak sapi merupakan 2 macam lemak berbentuk padat dan paling banyak dipakai untuk pembuatan mentega putih. Untuk merubah bentuk minyak (cair) menjadi bentuk padat, diperlukan lemak padat sebanyak 20-50 %. Minyak biji kapas, minyak kacang tanah, minyak bunga biji matahari dan minyak wijen merupakan bahan yang baik digunakan untuk pembuatan compoun shortening tanpa hidrogenasi. Minyak kacang kedelai, ikan dan whale oil memerlukan proses hidrogenasi sebelum dicampur dengan lemak padat untuk mengurangi timbulnya flavor yang tidak diingini. Mentega putih dihidrogenasi yang bermutu tinggi, biasanya terbuat dari minyak biji kapas, kacang kedelai dan kacang tanah. Penggunaan minyak kacang kedelai dan minyak
kacang tanah sebagai campuran dalam mentega putih tidak lebih dari 25 %, karena pad suhu penggorengan, minyak tersebut menghasilkan bau yang tidak diingini. Minyak ikan, whale oil, rape seed oil atau minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar tidak dipakai dalam pembuatan mentega putih. Minyak kelapa atau minyak nabati lainnya yang mengandung asam laurat, kurang baik dijadikan mentega putih, karena menghasilkan produk yang bersifat kurang plastis dan membentuk busa jika dipakai untuk menggoreng bahan pangan secara deep frying . Mentega, margarin dan lemak babi jarang digunakan dalam pembuatan kue karena tidak dapat membentuk krim dan menghasilkan kue atau roti dengan cita rasa yang kurang baik. Minyak salad atau minyak makan tidak dapat digunakan karena tidak mempunyai sifat plastis.