Farmakologi Jumat, 03 Desember 2010 Anestesi lokal (prokain)
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah farmakologi yang berjudul : Obat Anestesi local “Prokain”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah farmakologi. Penulis juga mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari semppurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapakan banyak terima kasih. Penulis, medan. 27 nov 2010 Kelompok V DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1.Judul kelompok obat 1.2.Jenis obat-obat yang termasuk kelompok obat anestesi lokal 1.3.Farmakokinetik anestesi lokal 1.4.Farmakodinamik anestesi lokal 1.5.Efek samping anestesi lokal 1.6.Interaksi obat anestesi lokal BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi prokain 2.2.Pengkajian 2.2.1. indikasi obat prokain 2.2.2. kontraindikasi 2.2.3. bentuk sedaiaan obat 2.2.4. diagnosis - kelas terapy - nama obat dagang/paten - nama obat generic - rumus bangun 2.3. Perencanaan 2.3.1. mekanisme kerja obat 2.3.2. efek terapy 2.3.3. efek samping 2.4. Pelaksanaan 2.4.1. cara pemberian obat
2.4.2. dosis obat 2.4.3. nasib obat (farmakokinetik) 2.4.4. interaksi obat 2.5. Evaluasi BAB III KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN POWER POINT BAB I PENDAHULUAN Obat bius local / anastesi local atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika local atau zat-zat penghalang rasa setempat adlah obat yang pada penggunaan local merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Obat bius local mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Di samping itu anastesi local mengg anggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya anestesi local mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot. Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika local secara sintesis dan yang pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1 905, yang disusul oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957), prilokain (1963), dan bupivakain (1967). Sesuai dengan uraian di atas, maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang jenis anastesi local yaitu prokain, serta reaksi kerja obat prokain, farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping, interaksi obat, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan prokain. I.I Judul kelompok obat Di dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai anastesi local dimana jenis obat dari anastesi local yang akan di bahas adalah jenis obat yang dikenal dengan prokain. Juga akan dibahas mengenai farmakokinetik, farmakodinamik,efek samping , interaksi obat, pengkajian, serta pelaksanaannya. 1.2 Jenis obat-obat yang termasuk kelompok obat Anastesi local dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut : a. Senyawa-ester (PABA) : kokain, benzokain,prokain, oksibuprokain, dan tetrakain ; b. Senyawa-amida : lidokain dan prilokain, mepivakain dan bupivakain, cinchokain, artikain, dan pramokain; c. Lainnya : fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida. Semua obat tersebut di atas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah. I.3 Farmakokinetik
Distribusi : Semua anestesi local tidak baik diabsorpsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi local mengalami first-pass effect di hepar sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif. Anestesi local diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda pada membrane mukosa yang berbeda. Pada mukosa trakea, absorpsi yang terjadi hampir sama dengan pada pemberian secara intravena. Pada mukosa faring, absorpsi lebih lambat dan pada mukosa esophagus dan kandung kemih, absorpsi lebih lambat dari aplikasi topical faring. Sedangka n kecepatan absorpsi anestesi local pada pemberian secara parenteral, tergantung pada vaskularisasi tempat injeksi dan vasoaktivitas obat. Pemberian anestesi local secara intravena merupakan cara pemberian yang memungkinkan kadar obat dalam darah mempunyai level yang palng tinggi dalam waktu yang cepat. Distribusi : Ketika anestesi local masuk ke peredaran darah, mereka didistribusikan keseluruh jaringan tubuh. Metabolisme : Toksisitas tergantung pada keseimbangan absorpsi dengan metabolism, Senyawa ester hidrolisisnya di plasma dengan bantuan enzim pseudokolinesterase. Makin cepat keccepatan hidrolisis, makin kecil potensi toksisitas anestesi local.biotrasnformasi anestesi local amida lebih kompleks daripada golongan ester. Organ metabolism lidokain, etidokain, bupivakain di hepar sedangkan prilokain, dimetabolisme di hepar dan paru-paru. Ekskresi : Organ utama proses ekskresi adalah ginjal. Fungsi g injal yang sehat merupakan factor yang berperan penting pada proses ekskresi. Senyawa ester sejumalah besar dimetabolisme sehingga hanya sejumlah kecil yang tidak mengalami perubahan. Sedangakan senyawa amida karena lebih kompleks maka bentuk asalnya dapat ditemukan lebih besar di urin. 1.4 Farmakodinamik Efek obat anestesi local : · Kegelisahan dan tremor · Kejang · Mempengaruhi transmisi disambungan saraf otot. · Kolaps kardiovaskuler · alergi 1.5 Efek samping Efek samping anestesi local adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernafasan dan sirkulasi darah. Anestesi local dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi, yang seringkali berupa axantema, urticaria, dan bronchospasme alergis sampai adakalanya shock anafilaksis yang dapat mematikan. Yang terkenal dalam hal ini adalah zat-zat dari tipe-ester prokain dan tetrrakain, yang karena itu tidak digunakan lagi dalam sediaan local.
Reaksi hipersensitivitas tersebut diakibatkan oleh PABA (para-amino-benzoic acid), yang terbentuk melalui hidrolisa. PABA ini dapat meniadakan efek antibaktriil dari sulfoamida, yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA. Oleh karena itu, terapi dengan sulfa tidak boleh dikombinasi dengan penggunaan esterester tersebut. 1.6 Interaksi Obat Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital, anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membran sel saraf untuk ion-natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membran sel saraf. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat Iaun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural, merupakan obat standart untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local lain. 2.2 Pengkajian 2.2.1. Indikasi Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung, atau induced hypothermia. 2.2.2. Kontraindikasi Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama dengan sulfonamide. 2.2.3. Bentuk sediaan obat Sediaan suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% u ntuk anestesi spinal.sedangkan larutan 0,1-0,2 % dalam garam faali disediakan untuk infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah 30 mlnlarutan prokain 1,5%. 2.2.4. Diagnosis · Kelas therapy : obat anastesi · Sub kelas therapy : anestesi local · Nama obat dagang : novokain,etokain, gerovital · Nama obat generic : prokain · Rumus bangun : 2.3. Perencanaan 2.3.1. Mekanisme kerja obat Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400 mg dengan durasi 3050, dosis 800 mg, durasi 30-45 Pemberian dengan anestesi epidural dosis 300-900, durasi 30-90, onset 5-15 mnt Pemberian dengan anestesi spinal : preparatic 10%, durasi 30-45 menit.
2.3.2. Efek therapy Pada penyuntikan prokain dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol yaitu hasil hidrolisis prokain. 2.3.3. Efek samping Efek samping yang serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adikasi. 2.4. Pelaksanaaan 2.4.1. Cara pemberian obat. Cara pemberian obat bius prokain deberikan secara injeksi interavena pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi. 2.4.2. Dosis pemberian obat Dosis 15 mg/kgbb. Untuk infiltrasi : larutan 0,25-0,5 dosis maksimum 1000 mg. onset : 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1 : 100.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1 ,5%. Untuk kaudal : 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg tergantung efek yang di kehendaki, lamanya 1 jam. 2.4.3. Nasib obat (farmakokinetik) Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kirakira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut. 2.4.4. Interaksi obat ü Prokain dan anestetik local lain dalam badan dihidrolisis menjadi PABA(para amino benzoic acid), yang dapat menghambat daya kerja sulfonamide. Oleh karena itu sebaiknya prokian dan asnestetik local lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamide. ü Prokain dapat membentuk garam atau konjugat dengan obat lain sehingga memperpanjang masa kerja obat tesebut. Misalnya garam prokain penisilin dan prokain heparin. 2.5. Evaluasi Sebagai anestetik local, prokain pernah digunakan untuk anesthesia infiltrasi, anesthesia blok sararf, anesthesia spinal, anesthesia epidural dan anesthesia kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat serta masa kerjanya pendek, maka penggunaannya sekarang ini hanya terbatas untuk anesthesia blok saraf. Di dalam tubuh,prokain akan dihidrolisis menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja sulfonamide. BAB III KESIMPULAN
Anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anestesi lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf dengan cara merintangi secara bolak- balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Anastesi local dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut : a. Senyawa-ester (PABA) : kokain, benzokain,prokain, oksibuprokain, dan tetrakain ; b. Senyawa-amida : lidokain dan prilokain, mepivakain dan bupivakain, cinchokain, artikain, dan pramokain; c. Lainnya : fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida. Semua obat tersebut di atas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah. Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural, merupakan obat standart untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik local lain. Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung, atau induced hypothermia. Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama dengan sulfonamide. Sediaan suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% u ntuk anestesi spinal.sedangkan larutan 0,1-0,2 % dalam garam faali disediakan untuk infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah 30 mlnlarutan prokain 1,5%.
DAFTAR PUSTAKA Mardjono,Mahar.(1995).Farmakologi dan Terapi Edisi 4,Jakarta,Gaya Baru. Mardjono, Mahar.(2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta, Gaya Baru. www.scirbd.com/anestesi-lokal. www.gudangmateri.com/2010/03/farmakologi.
SUSUNAN SARAF OTONOM (Asetilkolin) Sistem saraf otonom (SSO) terdiri dari sistem simpatis dan para simpatis. Susunan saraf simpatis disebut juga sebagai syaraf adrenegik karena bila dirangsang ujung sarafnya akan melepaskan adrenalin (na), sedangkan susunan saraf para simpatis disebut sebagai syaraf kolinergik karena bila dirangsang ujung sarafnya akan melepaskan asetilkolin (Ach).
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan fungsi ang antagonistic. Bila satu menghambat suatu fungsi, maka yang lain memacu fungsi tersebut. Contohnya adalah midralisis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis, sedangkan miosis dibawah pengaruh parasimpatis. Oragan tubuh umumnya dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis, dan tonus yang terlihat merupakan hasil perimbangan kedua system tersebut. Inhibisi salah satu system oleh obat maupun akibat denervasi menyebabkan aktivitas organ tersebut didominasi oleh system yang lain. Tidak semua organ terjadi antagonisme ini, kadang-kadang efeknya sama, misal pada air liur. Sekresi liur dirangsang baik o leh saraf simpatis maupun parasimpatis, tetapi secret yang dihasilkan berbeda kualitasnya; pada perangsangan simpatis liur kental sedangkan parasimpatis liur lebih encer. Sesuai dengan uraian diatas maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang susunan saraf parasimpatis,asetilkolin serta reaksi kerja obat asetilkolin, farmakokinetik, farmakodinamik, Interaksi obat, pengkajian, perencanaan, serta evaluasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan asetilkolin. 1.1 Obat yang bekerja pada saraf parasimpatis Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf otonom yang berpusat dibatang otak dan bagian kelangkang sum-sum belakang yang mempunyai dua reseptor terhadap reseptor muskarinik dan reseptor nikotik. 1.2 Obat-obat yang yang termasuk kelompok obat v Asetilkolin (Ach) v Fisostigmin(Eseri,Anticholium) v Neostigmin(Prostigmin) v Piridostigmin (Mestinon) v Distigminbromida (ubretid) 1.3 Farmakokinetik Ester kolin kurang diserap dan didistribusi kedalam SSP dari saluran cerna (kurang aktif per oral),namun kepkaan nya untuk di hidrolisa oleh kolinestrase sangat berbeda.Asetilkolin sangat cepat dihidrolisa sehingga untuk mencapai efek yang memuaskan obat ini harus diberikan melalui infus secara IV dalam dosis besar.efek asetilkolin yang dibelikan dalam bentuk bolus besar IV diperoleh selama 5-20 detik,sedangkan suntikan IM dan SC hanya memberikan efek lokal. Metakolin lebih tahan 3 kali terhadap hidrolisa dan dapat memberikan efek sistemik walaupun diberikan secara SC. 1.4 Farmakodinamik Aktifasi sistem saraf para simpatis memodifikasi fungsi organ melalui 2 mekanisme utama. Pertama, asetilkolin yang dilepas dari saraf para simpatis dapat mengaktifkan reseptor muskarinik pada organ efektor unuk mengubah fungsinya secara langsung. Kedua, asetilkolin yang dilepas dari saraf para simpatis dapat berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada ujung saraf untukmenghambat pelepasan neurotransmiternya. Melalui mekanisme ini, asetilkolin yang dilepas dan kemungkinan, mensirkulasi agonis muskarinik secara tidak langsung mengubah fungsi organ dengan memodulasi efek para
simpatis dan sistem saraf simpatis serta kemungkinan juga sistem nonkolinergik, dan adrenergik. 1.5 Efek samping Dapat menimbulkan banyak keringat, ludah, nause, muntah dan diare, yang merupakan tanda naiknya tonus parasimpatikus. 1.6 Interaksi obat Pemakain obat tidak dapat diberikan secara per-oral karena obat tersebut dihidrolisis oleh asam lambung, karena cara kerjanya terlalu singkat sehingga segera dihancurkan oleh asetilkolinestrase atau outirilkolinestrase. PEMBAHASAN 2.1.Definisi Asetilkolin (Ach), ester kolin dengan asam asetat yang merupakan neurotransmitter diberbagai sinaps dan akhiran saraf, sistem saraf simpatis, parasimpatis dan somatik. Neostigmin merupaka obat antikolinesterase yang bekerja menghambat hidrolisis asetilkolin dengan berkompetisi dengan asetilkolin untuk en zim asetilkolinesterase dalam transmisi kolinergik. Ia meningkatkan efek kolinergik dengan meningkatkan efek transmisi impuls melalui saraf neuromuskular. Obat ini juga mempunyai efek kolinomimetik langsung tehadap otot rangka dan kemungkinan terhadap sel dan neuron ganglion otonom susunan saraf pusat. 2.2.Pengkajian 2.2.1 Indikasi Untuk pengobatan simptomatik miastenia gravis. Manfaatnya yang paling besar adalah untuk terapi jangka panjang, dimana tidak terdapat kesulitan untuk menelan obat. Pada krisis miastenia akut, dimana timbul kesulitan untuk bernapas dan menelan, maka harus digunakan bentuk parenteral. Pasien dapat segera diganti obatnya dengan bentuk orl jika suadah dapat menelan. 2.2.2. Kontraindikasi Dapat mengakibatkan insufisiensi jantung, angina pektoris, asma b ronkus dan hipertireosis. 2.2.3. Bentuk sedian obat Diperoleh sebagai bubuk kering dan dalam ampul berisi 200 mg. Dosisnya: 10-100 mg melalui IV 2.2.4. Diagnosis · Kelas terapi : Obat Kardiovaskular · Sub kelas terapi : Sistem saraf parasimpatis · Nama obat dagang : - Anti cholium, - Mistinon - Ubretid · Nama obat generiknya : - Fisotigmin - Neostigmin bromida - Piridostigmi bromida
- Distigmin bromida. 2.3. Perencanaan 2.3.1. Mekanisme Kerja Obat Asetilkolin bekerja terjadi akibat setelah terikat pada raseptornya, ketelapaan membrane sel terhadap ion natrium, kalium dan kalsium akan dipengaruhi. Pada otot polos, sel ganglion dan pada ujung plat motorik, asetilkolin meninggikan ketelapaan natrium jauh lebih besar daripada untuk kalium, akibatnya terjadi depolarosasi. Sebaliknya pada sel pacu jantung dijantung, ketelapaan kalium yang lebih ditingkatkan dan ini akan menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi, dan akibatnya frekuensi jantung turun. 2.3.2. Efek terapi Jantung : Denyut diperlambat Arteri koronari : Kontriksi Pembuluh darah perifer : Vasodilatasi Tekanan darah : Turun Bronkus : Kontriksi Kelenjar ludah : Sekresi bertambah Kelenjar lakrimalis : Sekresi bertambah Pupil mata : Kontriksi S.P.M : Peristaltik bertambah Kelenjar–kelenjar S.P.M : Sekresi bertambah Kelenjar keringat : Ekserasi berkurang 2.3.3. Efek samping SSP : Sakit kepala Mata : menyebabkan miosis Kardiovaskuler : Dapat mengurangi tahanan vascular tepi dan mengubah denyut jantung Respirasi : Dapat menimbulkan efek besar pada pasien asma Saluran cerna : Meningkatkan sekresi dan aktivitas motor usus Saluran genitaurinariu : Banyaknya miksi 2.4. Pelaksanaan 2.4.1 Cara Pemberian Obat Obat ini diberikan melalui infus secara IV dalam d osis besar. Efek asetilkolin yang diberikan dalam bentuk bolus besar IV diperoleh selama 5-20 detik, sedangkan suntikan IM dan SC hanya memberikan efek lokal. Metakolin lebih tahan 3 kali terhadap hidrolisa dan dapat memberikan efek sistemik walaupun diberikan secara SC 2.4.2. Dosis Obat Dosis obat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek optimal berkisar antar 15-375mg sehari.untuk beberapa keadaan dosis, perlu ditingkatkan melebbihi dosis ini, tetapi kemungkinan menimbulnya krisis koliner-gik harus dipertimbangkan. Dosis rata-ratanya adalah 10 tablet (150mg) yang diberikan selama 24 jam. Interval waktu antara pemberian dosis sangat penting. Dosis perlu disesuaikan tiap pasien dan dilakukan perubahan jika perlu. 2.4.3. Nasib obat (farmakokinetik) Nasib obat dalam tubuh antara lain:
a. Absorbsi: diabsorbsi lewat pembuluh darah b. Metabolisme bentuk: dimetabolisme oleh pembuluh darah c. Ekresi : diekresi oleh urine,keringat,dan air liur 2.4.4. Interaksi obat Beberapa antibiotik terutama neomisin, strepsomisin,dan kanamisin, mempunyai efek penghambat non-depolarisasi yang kecil tetapi definitif, sehingga meningkatkan efek penghambat neuromuskular. Antibiotik ini hanya boleh diberikan pada pasien miastenia gravis jika mempunyai indikasi definitif dan harus dilakukan penyesuaian dosis obat antikolenesterasenya. Anestetik lokal dan umum, antiaritmia dan obat lain yang dapat mempengaruhi teransmisi neuromuskular harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan miastenia gravis, sedangkan dosisnya mungkin perlu ditingkatkan. 2.4.5. Evaluasi o Untuk mencegah terjadinya peningkatan pembuluh darah perifer o Untuk mencegah terjadinya penyakit iskemik. KESIMPULAN Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf otonom yang berpusat dibatang otak dan bagian kelangkang sum-sum belakang yang mempunyai dua reseptor terhadap reseptor muskarinik dan reseptor nikotik. susunan saraf para simpatis disebut sebagai syaraf kolinergik karena bila dirangsang ujung sarafnya akan melepaskan asetilkolin (Ach). Dan Efek asetilkolin ini adalah : Jantung: Denyut diperlambat, Arteri koronari: Kontriksi, Tekanan darah: Turun, Pupil mata: Kontriksi, S.P.M: Peristaltik bertambah. DAFTAR PUSTAKA · Gunawan s, dkk. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Gon · Katzung G, Betram. (1997). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC · Mustchler E. (1991). Dinamika Obat. Bandung: ITB · Purwanto H, dkk. (2008). Data Obat Di Indonesia. Edisi 11. jakarta: PT Muliapurna jaya terbit · Syaifuddin B. (1996). Anatomi Fisiologi Untuk Anak Perawat. Jakarta: EGC · http://diajengdwi.blogspot.com/2009 · http://www.scribd.com/2009