MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI “FORMULASI SUSPENSI Al(OH)3”
1. ANISSA NURUL AZZAHRA
(1111102000029) (1111102000029)
2. KARIMAH YULIANTI
(1111102000033) (1111102000033)
3. RIAN DESTIANI PUTRI
(1111102000035) (1111102000035)
4. FARADHILA NUR S.
(1111102000038) (1111102000038)
5. MUHAMMAD SAIFUL AMIN
(1111102000043) (1111102000043 )
6. EUIS CHADIDJAH
(1111102000046) (1111102000046)
7. MERYZA SONIA
(1111102000052) (1111102000052 )
8. MOHAMMAD AL FATTAH
(1111102000053) (1111102000053 )
9. HAPPY RAHMA YULIN
(1111102000055) (1111102000055)
10. ANI KURNIAWATI
(1111102000127) (1111102000127)
11. RIFDA NAILIL MUNA
(1111102000130) (1111102000130 )
KELOMPOK
:
1
PRODI/KELAS : FARMASI / IV B FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. (FI Ed. IV, 1995, hlm 18) Umumnya pemilihan sediaan suspensi ditujukan untuk pasien yang sukar mengkonsumsi tablet atau kapsul, membuat sediaan dengan homogenitas tinggi, menutupi rasa tidak enak zat aktif, sediaan dengan tingkat adsorbsi lebih tinggi (dari pada tablet dan kapsul), dan untuk mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air. Maka dari itu suspensi harus memiliki syarat dan sifat-sifat tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai suspensi yang baik. (Pharmaceutics, The science of Dosage Form Design 2nd Edition) A. SIFAT FISIK SEDIAAN SUSPENSI Sifat fisik sediaan suspensi yang baik :
1. Mudah dikelola. Misal: mudah dituangkan dari botol, mudah dikeluarkan dari alat suntik 2. Tingkat sedimentasi rendah. Dan jika terjadi sedimentasi sediaan dapat didispersikan/dihomogenkan kembali dengan mudah sehingga setiap titik memiliki kadar zat aktif yang sama 3. Mempunyai penampilan menarik. Karena umumnya sediaan emulsi (khususnya oral)
ditujukan
untuk
anak-anak
yang
kesulitan
mengkonsumsi
sediaan
tablet/kapsul (Pharmaceutics, The science of Dosage Form Design 2nd Edition) Syarat-syarat suspensi
Menurut FI IV, IV, 1995 1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal 2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat antimikroba. 3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan 4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Menurut FI III, 1979 1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap 2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali 3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi 4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. 5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan. Menurur Fornas Edisi 2, 1978 Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda
B. APLIKASI SUSPENSI DALAM BIDANG FARMASI Suspensi dapat digunakan sebagai bentuk sediaan oral, dioleskan pada kulit atau selaput membrane mukosa, atau diberikan secara parenteral dengan suntikan. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) 1. Suspensi sebagai sistem pemberian obat oral Banyak orang mengalami kesulitan dalam menelan obat dalam dosis bentuk padat karenanya memerlukan obat yang dapat terdispersi dalam cairan. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Beberapa zat dibutuhkan untuk ada dalam saluran pencernaan dalam bentuk halus terbagi, dan formulasi sebagai suspense akan memberikan luas permukaan yang diinginkan tinggi. Padatan seperti kaolin, magnesium karbonat dan magnesium trisilikat, sebagai contohnya, digunakan untuk adsorpsi racun, atau menetralisir kelebihan keasaman. Sebuah dispersi halus terbagi dari silika dalam dimethicone 1000 digunakan dalam praktek pengobatan hewan untuk mengobati penyakit „frothy bloat‟, yaitu sebuah penyakit diaman hewan tersebut
mengalami perut kembung sehingga tidak mau makan, mencret berat, dan dehidrasi. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Rasa dari beberapa obat lebih terlihat jika dalam bentuk larutan bukan dalam bentuk tidak terlarut. Parasetamol tersedia baik dalam larutan sebagai larutan parasetamol oral pediatrik dan juga sebagai suspensi. Selanjutnya adalah lebih enak, dan karena itu sangat cocok untuk anak-anak. Sebagai alasan yang sama campuran kloramfenikol dapat dirumuskan sebagai suspense karena mengandung kloramfenikol palmitat yang tidak larut. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) 2. Suspensi untuk pemberian topikal Suspensi juga dapat dirumuskan untuk aplikasi topikal. Seperti Lotion Calamine, yang dirancang untuk meninggalkan deposit cahaya dari agen aktif pada kulit setelah penguapan cepat dari medium pendispersi. Beberapa suspensi, seperti pasta, yang dalam bentuk semi padat dan mengandung konsentrasi bubuk tinggi yang terdispersi biasannya dalam basis paraffin juga mungkin untuk mensuspensikan bubuk obat dalam basis emulsi, seperti dalam krim zink. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) 3. Suspensi untuk penggunaan parenteral dan terapi inhalasi Suspensi juga dapat dirumuskan untuk pemberian parenteral untuk mengendalikan laju penyerapan obat. Dengan memvariasikan ukuran partikel terdispersi dari agen aktif, durasi dari aktivitas dapat dikendalikan. Tingkat penyerapan obat ke dalam aliran darah tergantung hanya pada laju disolusi. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Jika obat ini di suspensikan pada minyak seperti arachis atau wijen, produk akan meninggalkan sisa setelah injeksi, dalam bentuk minyak globul, sehingga membawakannya ke dalam cairan tubuh yang ada didalam jaringan dengan luas permukaan kecil dimana pemisahan obat dapat terjadi. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Pelepasan pada suspense dalam air akan lebih cepat, karena beberapa difusi dari produk akan terjadi sepanjang serabut otot dan menjadi larut dengan cairan yang terdapat didalam jaringan. Hal tesrsebut terjadi pada area permukaan yang lebih besar dari mana obat dapat di lepaskan. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition)
Vaksin untuk kekebalan sering dirumuskan sebagai dispersi mikroorganisme yang mati, seperti dalam Vaksin Kolera, atau dari konstituen toksoid teradsorpsi pada substrat aluminium hidroksida atau fosfat, seperti dalam Adsorbed Diphtheria dan vaksin tetanus. Jadi disediakan antigen stimulus berkepanjangan, yang akan menghasilkan titer antibodi yang tinggi. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Beberapa media kontras sinar x juga dirumuskan dalam cara ini. Barium sulfat, untuk pemeriksaan saluran pencernaan, tersedia dalam suspensi baik untuk pemberian oral maupun rektal, dan propyliodone didispersikan dalam air atau minyak arachis untuk pemeriksaan saluran bronchial. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Daya serap dari serbuk halus juga digunakan dalam perumusan beberapa inhalasi. Komponen volatil dari mentol dan minyak kayu putih akan hilang sangat cepat dari larutan saat digunakan, sedangkan pelepasan yang lebih lama diperoleh jika dua agen aktif teradsorpsi oleh magnesium karbonat pada pembuatan suspensi. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) 4. Pertimbangan kelarutan dan stabilitas Jika obat tidak larut atau kurang larut dalam pelarut yang sesuai, maka formulasi sebagai suspensi biasanya dibutuhkan. Beberapa tetes mata, terutama Hidrokortison Asetat dan tetes mata Neomycin, dirumuskan sebagai suspensi karena kelarutan hidrokortison yang buruk dari dalam pelarut yang sesuai. (Pharmaceutics : the s cience of dosage form design. 2nd edition) Degradasi obat dalam air juga dapat menghalangi penggunaannya sebagai larutan berair. Hal ini dimungkinkan untuk mensintesis suatu derivatif yang tidak larut, dapat dirumuskan sebagai suspensi. Misalnya, oxytetracycline hidroklorida digunakan dalam bentuk sediaan padat, tetapi dalam larutan akan menghidrolisis cepat. Sebuah bentuk dosis cair yang stabil telah dibuat dengan mensuspensikan garam kalsium yang tidak larut dalam cairan yang sesuai. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Kontak antara partikel obat padat dan media pendispersi bisa jauh dikurangi dengan dibuat sediaan suspense, namun harus segera diberikan pada pasien. Amoxicillin, sebagai contoh, disediakan oleh produsen sebagai garam trihidrat dicampur dengan bubuk lainnya
atau bahan granul. Apoteker kemudian membuat produk hingga volume dengan air segera sebelum diberikan kepada pasien, tahan dalam penyimpanan selama 14 hari pada suhu pada atau di bawah 25 ° C. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition) Sebuah obat yang tergedradasi dengan adanya air dapat dibuat suspense dalam pelarut tidak berair. Minyak kelapa difraksinasi digunakan sebagai pelarut untuk beberapa formulasi dari antibiotik untuk penggunaan oral, dan di beberapa negara hidroklorida tetrasiklin di dispersikan dalam basis yang mirip untuk penggunaan tetes mata. (Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition)
C. STABILITAS SEDIAAN SUSPENSI Stabilitas fisik suspensi biasanya dinilai oleh pengukuran laju sedimentasi, volume akhir atau ketinggian sedimentasi, dan kemudahan sediaan untuk terdispersi kembali. Untuk mengetahui laju sedimentasi dan volume akhir sedimentasi dapat diketa hui dngan cara : 1. Melihat volume sedimentasi Volume sedimentasi merupakan perbandingan volume akhir endapan (Vu) terhadap volume awal suspense (Vo), dengan rumus : F = Vu/Vo
Jika F<1
: volume akhir endapan < volume awal suspensi (terjadi pengendapan)
F = 1 : volume endapan akhir = volume awal suspensi, hal ini menunjukkan dalam keseimbangan flokulasi (tidak mengendap, dapat diterima secara farmasetis) F>1
: volume akhir endapan > volume awal suspensi (flokulat yang terbentuk
longgar dan kuat) Volume sedimentasi dari suspensi yang mengalami deflokulasi dilambangan dengan F F V /Vo
2. Melihat derajat flokulasi dari system yang mengalami deflokulasi Derajat flokulasi dari system yang mengalami deflokulasi dapat dihitung dengan rumus : =
volume akhir endapan dari suspensi yang mengalami flokulasi Volume akhir endapan dari suspensi yang mengalami deflokulasi
3. Menggunakan elektroforesis Untuk menyamakan zeta potensial partikel yang tersuspensi dengan stabilitas fisik, khususnya derjat flokulasi. Zeta potensial mengatur derajat tolakan antara partikel terdispersi dengan muatan yang sama yang berdekatan. Jika zeta potensial diturunkan sampai nilai tertentu, maka gaya tarik menarik akan melebihi gaya tolak menolak sehingga partikel bergabung membentuk system flokulasi. (Aulton, M.E. Pharmaceutics the Science of Dossage Form Design 2nd Edition. Churchill Livingstone)
Suspensi terflokulasi memiliki zeta potensial antara -20 hingga +20 mV. Fenomena flokulasi dan deflokulasi tergantung pada zeta potensial partikel terdispersi. Untuk melihat kemampuan sediaan untuk terdispersi kembali dapat diketahui secara kualitatif yaitu dengan mengguncangkan sediaan dalam wadah. Jika sediaan mudah untuk terdispersi kembali menandakan bahwa sediaan mengalami flokulasi, sedangkan jika sediaan sulit untuk terdispersi kembali menandakan bahwa sediaan mengalami deflokulasi. (Aulton, M.E. Pharmaceutics the Science of Dossage Form Design 2 nd Edition. Churchill Livingstone)
D. RHEOLOGI SEDIAAN SUSPENSI Viskositas, rheologi, dan aliran suatu cairan Viskositas fluida dapat digambarkan secara sederhana sebagai resistensi terhadap aliran atau gerakan. Secara historis pentingnya reologi (istilahnya diciptakan oleh Bingham dan secara resmi diadopsi pada tahun 1929), yang dapat didefinisikan sebagai studi tentang aliran dan deformasi sifat materi. Selanjutnya, kemajuan dalam metode evaluasi sifat viskoelastik dari semisolids dan bahan biologi telah menghasilkan kegunaan korelasi dengan bioavailabilitas dan fungsi. Sebuah pemahaman yang tepat tentang sifat reologi bahan farmasi sangat penting untuk persiapan, pengembangan, evaluasi dan kinerja bentuk sediaan farmasi. (Aulton, 2002) o
CAIRAN NEWTON Koefisien viskositas
untuk viskositas cairan Newton dinamis.
Definisi viskosit
mengenakan kuantitatif dasar oleh Newton, merupkan orang pertama yang menyadari bahwa laju aliran (y) langsung berhubungan dengan terapan stres (cr): konstanta proporsionalitas adalah koefisien viskositas dinamis, lebih sering disebut hanya sebagai viskositas. Cairan sederhana yang mentaati hubungan tersebut disebut sebagai cairan Newtonian dan cairan yang tidak dikenal disebut sebagai non-Newtonian. Fenomena viskositas paling baik dipahami oleh pertimbangan hipotesis cairan yang terdiri dari lapisan tipis jauh (lamina) yang mampu meluncur di atas satu sama lain seperti bermain kartu (gambar a).
Ketika gaya tangensial diterapkan untuk lapisan paling atas diasumsikan bahwa setiap lapisan berikutnya akan bergerak saat kecepatan menurun bertahap dan lapisan bawahnya akan menjadi stasioner (Gambar b).
hasil gradiennya, menunjukan keefektifan dari tingkat alir tetapi biasanya
lebih
mengarah sebagai tingkat geser (y), memiliki satuan detik yang sebanding (s "1). Tegangan, yang dikenal sebagai tegangan geser (cr), berasal dengan membagi gaya yang diterapkan oleh daerah lapisan atas dan akan memiliki unit N m -2. Hukum Newton dapat dinyatakan sebagai: o
=
CAIRAN NON-NEWTON Karakteristik yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya hanya berlaku untuk cairan
yang mematuhi hukum Newton dan akibatnya disebut sebagai Newtonian. Namun, cairan yang paling farmasi tidak mengikuti kriteria ini karena viskositas fluida bervariasi dengan tingkat geser. Alasan untuk ini adalah penyimpangan bahwa cairan yang bersangkutan bukanlah cairan sederhana seperti air dan sirup, tetapi dispersi atau system koloid, termasuk emulsi, suspensi dan gel. Bahan-bahan ini dikenal sebagai non-Newtonian, dan dengan meningkatnya penggunaan berbasis polimer dengan sistem pengiriman canggih lebih banyak contoh seperti perilaku ditemukan di apotek. (Aulton, 2002)
Jenis perilaku non-Newtonian Lebih dari satu jenis penyimpangan dari hukum Newton dapat diakui, dan jenis penyimpangan yang terjadi dapat digunakan untuk mengklasifikasikan material tertentu. Jika cairan Newtonian terkena peningkatan laju geser (y) dan tegangan geser yang sesuai, kemudian sebidang y terhadap akan menghasilkan hubungan linear dit unjukkan pada Gambar (a). Seperti Plot biasanya disebut sebagai kurva aliran atau rheogram. Kemiringan plot ini akan memberikan viskositas cairan dan timbal balik fluiditas yang menyiratkan bahwa garis ini akan melewati titik asal. (Aulton, 2002)
Aliran Plastik (atau Bingham) Gambar (b) menunjukkan contoh dari plastik atau aliran Bingham, ketika rheogram tidak lulus melalui titik asal, tetapi memotong dengan tegangan sumbu geser pada titik biasanya disebut sebagai nilai hasil. Hal ini menunjukan bahwa material plastik tidak mengalir sampai nilai seperti tegangan geser telah terlampaui, dan pada tegangan rendah
substansi berperilaku sebagai material padatan (elastis). Material plastik sering disebut sebagai badan Bingham untuk menghormati pekerja yang melakukan banyak studi seperti material asli. Persamaan yang diturunkan dapat diberikan sebagaimana RJP adalah viskositas plastik dan menangis Bingham menghasilkan nilai stres atau nilai persamaan menyiratkan bahwa rheogram adalah garis lurus berpotongan sumbu tegangan geser pada nilai hasil menangis. Dalam prakteknya, aliran terjadi pada tegangan geser rendah daripada menangis dan aliran kurva secara bertahap mendekati ekstrapolasi bagian linier dari garis ditunjukkan pada
Gambar
(b).
Ekstrapolasi
juga
akan
memberikan
Bingham
atau
jelas
menghasilkan nilai kemiringan adalah viskositas plastik. Aliran plastis yang dipamerkan oleh suspensi terkonsentrasi, terutama jika fase kontinu adalah tinggi viskositas atau jika partikel terflokulasi. (Aulton, 2002)
Aliran Pseudoplastik Rheogram yang ditunjukkan pada Gambar (c) muncul seperti aslinya, karena tidak ada nilai yield, ketika bahan
digunakan. Sedangkan disolusi obat diperlukan sebelum
penyerapan setelah pemberian, partikel halus dengan area permukaan besar disajikan untuk melarutkan cairan, yang memfasilitasi disolusi dalam saluran pencernaan, penyerapan, dan karena timbulnya kerja obat. Tidak semua suspensi oral dirumuskan untuk efek sistemik namun, ada beberapa, untuk contoh kaolin dan campuran morfin, dirancang untuk efek lokal pada saluran pencernaan. Di sisi lain, solusi, termasuk formulasi tersebut sebagai sirup dan linctuses, diserap lebih cepat dibandingkan bentuk sediaan padat
atau suspensi, seperti
disolusi obat tidak diperlukan. (Aulton, 2002) Aliran Dilatan Lawan dari aliran pseudoplastik yang digambarkan oleh kurva pada Gambar (d), dalam viskositas hal ini meningkat dengan peningkatan laju geser. Bahan peningkatan volume selama shearing disebut sebagai dilatant dan menunjukkan pengentalan shearing. Persamaan serupa dengan aliran pseudoplastik dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku dilatant, tetapi nilai eksponen n akan lebih besar dari 1 dan akan meningkat seiring dilatancy meningkat. (Aulton, 2002) Jenis perilaku kurang umum daripada plastik atau aliran pseudoplastik tetapi dapat ditunjukkan oleh dispersi mengandung konsentrasi tinggi (= 50%) dari kecil, partikel
deflocculated. Dalam kondisi shering yang nol partikel akan saling bertumpukan dan rongga antarpartikel menjadi dalam kondisi yang minimal, yang terisi oleh senyawa yang bergerak saling bertumpukan. Akibatnya, pada laju geser rendah seperti yang diciptakan selama menuangkan cairan ini cukup dapat melumasi gerakan relatif dari partikel-partikel. Sebagai laju geser meningkat partikel menjadi berpindah dari distribusi mereka dan gumpalan yang diproduksi menghasilkan terciptanya rongga yang lebih besar, sehingga resistensi terhadap aliran meningkat dan viskositas meningkat.
Efeknya adalah progresif atau kemajuan
terhadap peningkatan dalam laju geser sampai akhirnya materi mungkin muncul pasta-seperti aliran berhenti. Untungnya, efeknya reversibel dan pelepasan hasil tegangan geser dalam pembentukan kembali sifat fluida. Dilatancy bisa menjadi masalah selama pemrosesan dispersi dan granulasi massa tablet ketika kecepatan tinggi blender dan pabrik bekerja. Mengubah batch atau pemasok material yang digunakan dapat menyebabkan masalah pengolahan, yang hanya dapat dihindari dengan reologi evaluasi dispersi sebelum mereka pengantar dalam proses produksi. (Aulton, 2002)
Suspensi Sifat reologi suspensi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat flokulasi. Alasan untuk ini adalah bahwa jumlah fasa kontinyu bebas berkurang, karena menjadi terperangkap dalam floccules difus. Akibatnya, viskositas suspensi jadi bergumpal-gumpal. Selain itu, ketika membubarkan sistem sangat flocculated maka kemungkinan interaksi antara floccules terjadi dan sistem terstruktur terjadi. Jika kekuatan ikatan floccules bersama-sama mampu menahan kelemahannya kemudian menegaskan akan menghasilkan nilai produksi (yield value), dan di bawah nilai ini suspensi akan berperilaku seperti padat. Setelah nilai hasil telah melebihi jumlah kerusakan, struktural meningkat dengan peningkatan tegangan geser. Oleh karena itu, suspensi bergumpal-gumpal akan menunjukkan plastik atau biasanya, perilaku pseudoplastik. Jelas, jika kerusakan dan reformasi ikatan antara floccules tergantung waktu kemudian perilaku thixotropic juga akan diamati. Pembentukan struktur tidak terjadi dalam suspensi
deflocculated dan sebagainya, sifat alir mereka ditentukan oleh fase yang kontinyu bersama dengan efek distorsi garis aliran di sekitar partikel. Suspensi menjadi lebih terkonsentrasi dan partikel melakukan kontak atau bersentuhan, maka dilatancy akan terjadi. (Aulton, 2002)
Sifat ini harus disesuaikan sehingga: 1. produk mudah diberikan (mis. Mudah dituangkan dari botol atau dipaksa melalui jarum suntik jarum); 2. sedimentasi baik di cegah atau terbelakang, jika hal itu terjadi, redispersi mudah; 3. produk tersebut memiliki penampilan yang elegan. (Aulton, 2002)
Partikel Deflokulasi dalam Aliran Newtonian Laju sedimentasi dapat dikurangi dengan meningkatkan viskositas terus menerus, yang akan tetap Newtonian. Namun, ada batas untuk viskositas yang dapat ditingkatkan karena akan mengalami kesulitan, misalnya dalam menuangkan suspensi dari botol. Selanjutnya, jika sedimentasi tidak terjadi, maka redispersi berikutnya mungkin bahkan lebih sulit. (Aulton, 2002) Partikel Deflokulasi Aliran non-Newtonian Hanya pseudoplastik atau media plastik dispersi yang dapat digunakan dalam formulasi suspensi dan keduanya menghambat sedimentasi partikel kecil, viskositasnya akan menjadi tinggi ketika diberikan sedikit tekanan yang menghubungkan dengan sedimentasi.
Selain itu, partikel besar akan mengalami
proses
kerusakan struktural di bawah
tekanan tinggi termasuk diantaranya adalah pengocokan dan penuangan,kedua proses ini juga akan diujikan. (Aulton, 2002) Hydrocolloids
digunakan
sebagai
agen
suspensi,
seperti
akasia,
tragakan,
metilselulosa, gelatin dan natrium karboksimetilselulosa, semua menyampaikan sifat non Newtonian biasanya pseudoplastik dengan suspensi. Jaringan gel tiga dimensi perangkap partikel deflocculated saat istirahat dan sedimentasi mereka terhambat dan dapat sepenuhnya dicegah. Jaringan gel hancur saat gemetar sehingga administrasi yang difasilitasi. Hal ini
diinginkan
bahwa
jaringan
gel
direformasi
cepat
sehingga
dispersi
dari partikel dipertahankan. (Aulton, 2002) Flokulasi Partikel dalam Aliran Newtonian Partikel seperti masih akan mengendap, tetapi karena agregat meredakan volume sedimen yang besar diproduksi dan dengan demikian, lebih mudah untuk mendispersikan. Sistem ini jarang ditingkatkan dengan peningkatan viskositas fase kontinyu karena hal ini hanya akan mempengaruhi tingkat sedimentasi. Masalah utamanya adalah salah satu sifat dalam sedimen tidak mengisi seluruh volume cairan. (Aulton, 2002) Partikel Berflokulasi dalam Aliran non-Newtonian
Sistem ini menggabungkan keunggulan dari kedua metode. Selanjutnya, variasi dalam sifat dari bahan baku yang akan disuspensikan tidak mungkin untuk mempengaruhi kinerja produk yang dibuat diskala produksi. Akibatnya, kurang variasi yang dibuat antara batch yang sama, juga dalam metode dan tanaman yang sama. (Aulton, 2002)
E. Bahan tambahan lainnya pada sediaan suspensi
1. Buffer Zat zat ini ketika terlarut pada pelarut akan memungkinkan larutan untuk mempertahankan pH nya walaupun ketika ditambahkan asam ataupun basa. Pemilihan buffer yang cocok tergantung pada kapasitas buffer yang dibutuhkan. Buffer juga harus kompatibel terhadap eksipien lain dan memiliki toksisitas yang rendah. Beberapa buffer yang diterima secara pharmaceutical berbasis karbonat, glukonat, laktat, phosphate, dan tartarat, sedangkan borat digunakan untuk aplikasi eksternal. (Aulton, 2002) Penambahan buffer dibutuhkan untuk menjaga kestabilan kimia nya, mengontrol toksisitas atau menjamin kompatibilitas fisik nya ketika ditambahkan dengan zat-zat lain. Harus diingat pula bahwa bagaimanapun penambahan elektrolit mungkin bisa memberikan efek terhadap kestabilan fisik dari suspensi dan emulsi. Contoh dari zat buffer yang
ditambahkan adalah kalsium karbonat, kalsium phospat tribasic, asam sitrat monohidrat, natrium asetat dan lain lain. (Aulton, 2002) 2. Density modifier Menurut pengujian kualitatif dari hukum stokes bisa dilihat bahwa apabila fase disperse dan fase pembawa pada sediaan suspensi keduanya memiliki densitas yang sama maka kemudian proses sedimentasi atau creaming tidak akan terbentuk. Contoh dari zat zat ini adalah dektrosa, sukrosa, gliserol atau propilenglikol. (Aulton, 2002) 3. Humectants Glyserol, polietilenglikol dan propilenglikol adalah contoh humectant yang cocok yang bisa digunakan pada konsentrasi 5% kedalam suspensi eksternal. Humectants digunakan untuk mengurangi produk dari pengeringan setelah diaplikasikan pada kulit. (Aulton, 2002) 4. Anti oksidan Dekomposisi dari sediaan farmasi bisa disebabkan karena peristiwa oksidasi dan hal ini bisa dikontrol dengan penambahan antioksidan. Sebelum menambahkan antioksidan pada formulasi, perlu untuk menjamin bahwa penggunaannya tidak dilarang pada Negara dimana produk akan dijual. Di Inggris, butylated hydroxyanisole (BHA) digunakan secara luas untuk proteksi pada minyak dan lemak pada konsentrasi hingga 0,02% dan untuk beberapa minyak esensial hingga 0,1%. Antioksidan yang mirip yaitu butylated hydroxytoluene (BHT), yang direkomendasikan sebagai alternative dari tokopherol pada konsentrasi 10 ppm untuk menstabilkan paraffin cair. (Aulton, 2002) Efisiensi dari penggunaan antioksidan pada produk akan tergantung oleh beberapa factor termasuk kompatibilitas dari zat zatnya. Hal yang perlu diperhatikan pula yaitu antioksidan efektif dalam konsentrasi rendah, tidak toksik dan tidak merangsang zat lain untuk menjadi toksik, segera alrut atau terdispersi pada medium, tidak menimbulkan warna, baud an rasa yang tidak dikehendaki, dapat becampur dengan konstituen lain pada sediaan. Beberapa contoh antioksidan antara lain adalah alpha tocopherol, asam askorbat, karbon dioksida, butylated hydroxyanisole, butilated hydroxytoluene dan lain lain. (Aulton, 2002) 5. Sweetening agent
Karbohidrat berbobot molekul rendah dan sukrosa banyak digunakan sebagai pemanis. Sukrosa memiliki keuntungan diantaranya tidak berwarna, sangat larut air , dan stabil pada pH antara 4-8 dan dapat meningkatkan viskositas sediaan. Zat ini akan menutupi rasa dari obat yang kurang menyenangkan dan memiliki efek menenangkan pada membrane kerongkongan. (Aulton, 2002) Polihidric alcohol seperti sorbitol, mannitol dan gliserol juga bisa digunakan sebagai pemanis dan bisa dimasukkan untuk sediaan yang ditujukan bagi penderita diabetes dimana adnya suksrosa dihindari. (Aulton, 2002) Pemanis buatan bisa digunakan dan dikombinasikan dengan gula atau alcohol untuk menaikan tingkat rasa manisnya atau untuk formulasi yang ditujukan untuk pasien yang harus menghindari asupan gula. (Aulton, 2002)
Hanya sekitar enam pemanis buatan yang diizinkan untuk penggunaan oral di dalam European Union, penggunaan yang paling sering adalah garam sodium atau kalsium dari saccharin, keduanya sangat larut air dan stabil secara kimia atau fisik pada rentan pH yang luas. Yang tidak terlalu sering digunakan adalah aspartame (E951), accesulfame potassium (E950), thaumatindine DC (E959). (Aulton, 2002) 6. Flavours and perfumes Penggunaan pemanis yang sederhana mungkin tidak cukup untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak. Pada beberapa kasus agent perasa bisa digunakan. Hal ini sangat penting untuk sediaan yang ditujukan bagi anak anak. Pemberian flavor agent juga befungsi untuk memberikan identitas bagi suatu produk. (Aulton, 2002) Flavor dan perfume agent bisa diperoleh baik dari sintetik ataupun dari alam. Yang dari alam diantaranya adalah berupa jus buah, minyak aromatic, seperti peppermint, lemon. Flavor dan perfume yang sintetik tidak memiliki kandungan alam, baisanya lebih murah, banyak tersedia, komposisi kimia nya lebih stabil daripada bahan alam. Biasanya dalam bentuk alcohol, larutan atau serbuk. (Aulton, 2002) Pemilihan flavor yang cocok sangat disesuaikan dengan kenyamanan terhadap konsumen dan kesesuaian dari warna sediaan. Ada hubungan yang sangat erat antara flavor atau perfume yang kita gunakan dengan produk yang kita hasilkan, misalnya apabila sediaan
yang kita buat adalah sediaan untuk saluran pencernaan, yang sering digunakan adalah raasa mint karena selama bertahun tahun mint telah digunakan untuk produk produk yang menghasilkan efek karminative. (Aulton, 2002) 7. Colours Ketika rasa yang sesuai telah ditentukan, setelah itu sering ditambahkan warna yang berhubungan erat dengan rasa yang telah digunakan untuk meningkatkan daya tarik dari sediaan. Alasan lain untuk pemberian zat warna adalah kemudahan produk untuk diidentifikasi. (Aulton, 2002) Kandungan dari produk yang secara kuat mengalami degradasi warna maka bisa ditutupi dengan agen perwarna asalkan tidak mempengaruhi kestabilan produk. Dan perlu diperhatikan bahwa pemilihan zat perwarna harus diizinkan di Negara yang tempat produk kita akan dipasarkan, karena suatu zat warna yang diterima disuatu Negara belum tentu dapat diterima di Negara lain. Contoh dari agen agen perwarna diantaranya adalah iron oxide, indigo carmine, sunset yellow, beta carotene dan tartaraz ine (Aulton, 2002). Harus perlu disadari bahwa penyertaan zat zat seperti perfume, flavor dan color mungkin akan mempengaruhi karakterisitik fisik dari sediaan suspensi. (Aulton, 2002) 8. Preservatif Preservative digunakan biasanya apabila terdapat kandungan alam di dalam sediaan. Tujuan nya adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang mungkin tumbuh pada sediaan selama penyimpanan atau selama digunakan. Beberapa bahan alam apabila diaplikasikan pada luka yang tebuka perlu disterilkan sebelum digunakan, misalnya bentonite yang mengandung Clostridium tetani tapi bisa disterilkan dengan pemanasan pada suhu 1600C selama satu jam. (Aulton, 2002) Perlu juga dipertimbangkan interaksi nya dengan zat zat lain di dalam sediaan. Solubilisasi dengan agen pembasah, interaksinya dengan polimer. Kaolin atau magnesium trisilikat bis menurunkan avabilitas dari preserpatif. (Aulton, 2002)
F. Pengatur viskositas sediaan farmasi
Viskositas/ kekentalan adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Viskositas sangat penting dalam sediaan farmasi contohnya suspense, emulsi dan sediaan setengah padat lainnya. Pada sediaan suspensi viskositas sangat penting untuk diperhatikan karena, viskositas yang tinggi umumnya tidak diinginkan dalam sediaan suspense karena sukar untuk dituangkan dan diratakan kembali (redispersi). Suspense yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan [partikel yang terlindungi dari gumpalan atau aglomerasi. Viskositas dapat dinaikan dengan beberapa cara yaitu: 1.
Menurunkan ukuran partikel dari fasa terdispers
Dengan menurunkan ukuran partikel sehingga laju turunnya lebih lambat dari partikel tersebut. Juga semakin besar kerpatan partikel, makin besar laju turunnya, asalkan kerapatan pembawa tidak diubah. Karena umumnya digunakan pembawa air dalam susupensi farmasi untuk pemberian oral, kerapatan partikel umumnya lebih besar daripada kerapatan pembawa. Bila partikel-partikel lebih ringan dari pembawa, partikel-partikel cenderung untuk mengambang dan partikel-partikrl ini sangat sukar didistribusikan dengan seragam dalam pembawa. 2.
Suspending agent
Selain menurunkan ukuran partikel, peningkatan viskositas juga dapat dilakukan dengan penambahan suspending agent. Telah kita ketahui bahwa Suspending agent adalah suatu zat yang prinsip kerjanya dapat memperlambat pengendapan, mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak serta dapat meningkatkan viskositas. -
Faktor- faktor dalam menentukan suspending agent : 1. Komposisi kimianya 2. Penggunaan bahan untuk sediaan oral atau topikal 3. Stabilitas pembawa dan shelf life 4. Produk, sumber, dan inkompatibilitas dari suspending agent.
-
Jenis- jeinis suspending agent :
a. Golongan polisakarida alami 1. Gom Akasia = Gom Arab Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari batang dan dahan pohon Acacia senegal wild, dan beberapa spesies. Akasia termasuk suspending agent yang berasal
dari alam dan mengandung enzim pengoksidasi, sehingga akasia kurang cocok untuk digunakan dalam sediaan farmasi yang mengandung zat aktif yang mudah teroksidasi. Enzim ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 100 oC. Sebagai suspending agent yang baik, sering dikombinasi dengan bahan pengental yang lain seperti campuran serbuk Tragakan BP yang mengandung akasia 20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena kekentalannya, akasia jarang dgunakan dalam sediaan eksternal. (Martindale 28th ed., 948; Excipients 02, 1; FI III 279). Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada range pH 5-9. Dibawah pH 5 dan diatas pH 9, viskositas akan menurun dengan tajam. Misilago akasia 35% mempunyai viskositas yang kurang lebih sama dengan gliserin. (Martindale 28th ed., 948; Excipients 02, 1; FI III 279).
2.
Tragakan
Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan penorehan batang Asragalus gummifer Labill dan spesies Astragalus lain. Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel, maka tragakan lebih baik daripada akasia sebagai pengental. Digunakan dalam bentuk serbuk atau mucilago atau campuran serbuk. Jumlah yang cocok untuk 100 ml suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4 serbuk campuran atau kira-kira 25 ml musilago. Bila digunakan tragakan dikombinasi dengan akasia, sehingga pembawanya hanya boleh air atau air kloroform.
Tragakan lebih cocok untuk penggunaan obat luar karena mucilago yang dihasilkan kurang lengket dibandingkan dengan akasia. Tragakan yang tidak larut terhidratasi agak lambat, oleh karena itu lebih baik jika didiamkan dahulu selama beberapa hari sebelum digunakan untuk meningkatkan viskositasnya. Untuk mempercepat hidratasi, maka bentuk granul tragakan harus dititrasi dalam mortir. 3. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate) Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat dengan pelarut organik tidak digunakan). Kegunaan utama dalam bidang farmasi adalah sebagai zat pengental dan stabilisator suspense.
4. Karagen (Chondrus extract) Karagen merupakan
ekstrak dari chondrus yang
merupakan senyawa anionik.
Dispersi cairannya mempunyai pH 7-9, tetapi pH stabilitasnya antara 4,5-10. Panas dapat merusak carrageen, walaupun pemanasan singkat pada pH diatas 6 dapat diabaikan. Ekstrak chondrus hampir larut sempurna dalam 100 bagian air pada 85 oC membentuk suatu larutan koloidal viskous yang mudak mengalir pada suhu tersebut. Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat bercampur dengan alkohol sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol yang ditambahkan, viskositas cairan terdispersi makin meningkat. (Martin Disp. Of Medication, 543-544; RPP, 255) Ekstrak chondrus banyak digunakan dalam makanan seperti : puding, es krim, eggnog dan jelly sebagai pengental dan pensuspensi. Juga sering digunakan dalam obat dan kosmetik.Contoh sediaan yang mengandung ekstrak chondrus diantaranya : lotion keriting rambut, maskara, pasta gigi, suspensi kalamin, suspensi sulfonamida, suspensi titanium dioksida.(Martin Disp. Of Medication, 543-544; RPP, 255) 5. Guar Gum (Guar Flour) Guar Gum merupakan dispersi koloidal yang viokous (larutan) yang terhidrasi dalam air dingin. Kecepatan hidrasi optimum pada pH 7,5-9. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500 cps dan merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar didispersikan. Untuk mengembangkan viskositas yang maksimum diperlukan waktu 2-4 jam dalam air pada suhu kamar. (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228) Viskositas Guar Gum akan berkurang pada Ph 3,5-4,5 dan memiliki viskositas maksimum pada pH 7,5-9. Biasanya guar gum dipakai sebagai pengental dan sebagai stabilistaor dalam emulsi. Emulsi yang dibuat dengan akasia dapat distabilkan dengan baik dengan menambahkan gom guar 1%. Gom guar merupakan suspending agent yang kurang baik untuk serbuk yang tidak larut. Guar Gum dapat di campurkan penggunaannya dengan tanaman hydrokoloid lain seperti tragakan. (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228) 6. (Amylum) Amylum kadang-kadang digunakan sebagai suspending agent yang lain karena viskositas musilagonya yang tinggi. Amylum merupakan komponen dari campuran serbuk tragakan BP. Dapat digunakan dengan CMC-Na. Na starch glikolat (eksplotab, primogel)
merupakan turunan pati kentang ynag telah dievaluasi untuk digunakan pada suspensi. Musilago yang terdiri dari 2,5% starch dalam air menghasilkan produk yang kental. Amilum biasanya digunakan sebagai pengisi, pengikat, penghancur atau desintegran. 7. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum) Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium atau kalisum dari polisakarida dengan BM tinggi yang diasetilase secara parsial. Penggunaan farmasetik xanthan Gum biasanya sebagai campuran suspending agent non organic tertentu, seperti magnesium alumunium silikat. Umumnya perbandingan campuran antara xanthan gum dengan magnesium alumunium silica (1:2 - 1:9). Efek sinergis yang optimum juga diperoleh melalui perbndingan xanthan dengan guar gum (3:7 dan 1:9).
8. Agar Penggunaan agar dalam sediaan farmasi yaitu sebagai Agen pengemulsi, zat penstabil, dasar supositoria; menangguhkan agen; agen berkelanjutan-release, tablet pengikat, agen penebalan; meningkatkan agen viskositas. Agar paling stabil pada pH 4-10. Agar harus disimpan di tempat sejuk dan kering, Agar tidak kompatibel dengan oksidator kuat. b. Polisakarida semisintetis (selulosa) 1. Hidroksi Etil Selulosa Viskositas hidroksietil selulosa ditandai oleh suatu angka (dalam cps) dari larutan 2 %. Seperti hidrokoloid nonionik lainnya, hidroksietil selulosa membentuk dispersi yang kental dalam air yang tidak dipengaruhi pH 4 – 10. Dengan makin besarnya BM hidrokoloid, makin sensitif dispersi terhadap pH. Pada pH diatas 10, viskositas menurun drastis tapi reversibel. Semakin asam larutan, viskositas menurun perlahan tapi irreversible. Efek garam pada sifat aliran hidroksietil selulosa dapat diabaikan. Tidak seperti metil selulosa, hidroksietil selulosa tidak mengendap dalam air bila suhu dinaikkan. Kegunaannya menyerupai CMC Na karena merupakan eter selulosa, perbedaannya ialah nonionik dan larutan ini tidak dipengaruhi pada beberapa kasus. Digunakan dalam bidang farmasi sebagai pengental, koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending
agent dalam emulsi, jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria, tablet, shampoo, hair sprays, penetralisir, krim, lotion. 2. Metilselulosa Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata memiliki dua gugus hidroksik pada setiap unit heksosa yang termetilasi. Selulosa yang umum yaitu : MC 20 BPC, 425 BPC, 2500 BPC, dan 4500 BPC. Nomor-nomor tersebut menandakan perkiraan kekentalannya dalam senti stokes dari 2 % musilago. Kelas yang viskositasnya tinggi (2500, 4500) digunakan sebagai pengental dan pendispersi.
Dipasaran dikenal dengan nama
metosel, yaitu : Metosel MC (metil eter), dan Metosel HG (campuran metil dan hidroksi propil eter selulosa) Dalam farmaseutik, metilselulosa digunakan sebagai zat pendispersi dan pengental, emulgator dan pembasah. Hal ini terutama digunakan dalam obat tetes mata, tetes hidung, kosmetik, pasta gigi dan sediaan cair lain, misalnya suspensi dan emulsi. Dalam terapeutik, MC sebagai laksatif pada konstipasi kronik. MC dapat digunakan untuk sediaan internal atau eksternal. 3. Na- CMC Viskositas musilago Na- CMC menurun drastis pada pH < 5 atau pH > 10. Musilago lebih peka terhadap perubahan pH daripada metilselulosa. Na- CMC dapat disterilisasi dalam keadaan kering dengan mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi akan terjadi penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk. Na-CMC digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair (pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral atau parenteral. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % – 1 % atau 0,5 % – 2 % CMC Na dengan derajat viskositas medium umumnya mencukupi.\ 4. Avicel Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang farmasi, yaitu yang dapat membentuk dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi dalam air. Bentuk yang pertama digunakan sebagai suspending agent, sedang bentuk yang kedua digunakan sebagai pengikat, pengisi, penghancur dan pelincir pada sediaan padat (tablet). Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan menambahkan hidrokoloid seperti :
CMC, metil
selulosa, hidroksi propil selulosa yang dapat menstabilisasi dispersi untuk melawan efek flokulasi karena penambahan elektrolit. Avicel disunakan sebagai pengikat tablet, pengisi (granulasi basah 5 – 20 %), penghancur tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15 %, antiadheren 5 – 20 %. Pengisi kapsul 10 – 30 %, tidak digunakan sebagai adsorben. c. Clay Bersumber dari alam antara lain :
o
1. Bentonite Untuk mencapai viskositas 800 cps (20o C) yaitu viskositas yang baik untuk suspensi konsentrasi bentonit yang diperlukan 6,3 % b/v. Bentonit sering digunakan sebagai sediaan eksternal. Untuk tujuan pemakaian luka, serbuk bentonit harus disterilisasi dulu sebab bentonit kemungkinan mengandung sesepora bakteri tetanus. Digunakan pula sebagai suspending agent pada lotion calamine dan mixtura chalk. 2. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) Dispersi 5% veegum lebih kental daripada 5 % bentonit dan dispersinya bersifat basa. Dispersi 4% dalam air memiliki pH kira-kira 9. Viskositas dapat dinaikkan dengan cara pemanasan, penambahan elektrolit, peningkatan konsentrasi, pengadukan. Disamping itu, untuk mempertinggi viskositas, mempertahankan sifat aliran, dan mencegah terjadinya flokulasi, veegum biasa dikombinasikan dengan bahan pengental organik lain seperti CMC Na atau xanthan gum. Veegum digunakan sebagai suspending agent pada sediaan topical dengan konsentrasi 1- 10%, suspending agent oral 0,5-2,5% dan viskositas modifier 2-10%. 3. Hectocrite Hectocrite adalah salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat. Hectocrite mengandung karbonat yang harus dinetralisasikan dulu dengan HCl sehingga diperoleh suspensi yan baik. Sebagai bahan pembuat gel, pensuspensi dan pengemulsi untuk sediaan luas. Sebagai pensuspensi untuk sulfur, seng oksida dan calamin, campuran kalamin dengan seng oksida, bismuth karbonat, kaolin, dan suatu campuran yang sama banyak daripada sulfadiazin, sulfadimidin, dan sulfamerazin.
Sebagai bahan pensuspensi, hectocrite lebih
efisien dari bentonit dan pembuatan suspensi dengan hectocrite memberi sedimentasi yang lebih sedikit daripada dengan bentonit.
d. Polimer sintetik 1. Carbomer Penggunaan carbomer yaitu sebagai emulsifying agent dengan konsentrasi 0,1 – 0,5%, Gelling agent dengan konsentrasi 0,5 – 2 %, Suspending agent dengan konsentrasi 0,5 -1, dan Tablet binder 5 – 10 %. Viskositas akan berkurang pada pH < 3 atau > 12. Viskositas akan berkurang dengan adanya elektrolit kuat. Gel akan hilang viskositasnya dengan cepat bila terpapar oleh sinar matahari, tetapi reaksi ini dapat diminimalkan dengan penambahan antioksidan. 2. Polivinil alcohol Polivinil alkohol merupakan polimer sintetik yang larut dalam air. Polivinil alkohol digunakan sebagai meningkatkkan agen viskositas untuk formulasi kental seperti produk tetes mata. Polivinil alkohol stabil bila disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat yang sejuk dan kering. Pilivinil alcohol terurai di asam kuat, dan melembutkan atau larut dalam asam lemah dan basa. Sekarang kompatibel pada konsentrasi tinggi dengan garam anorganik, terutama sulfat dan fosfat, pengendapan polivinil alkohol 5% b / v dapat disebabkan oleh fosfat
G. EVALUASI
1. Penetapan Bobot Jenis Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25° terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25° zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masingmasing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25°. Prosedur. Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan, pada suhu 25°. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20°, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°, buang kelebihan zat uji dan timbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25°. (Farmakope Indonesia IV, 1995) 2. Penetapan Bobot per Mililiter Bobot per milliliter suatu cairan adalah bobot dalam g per ml cairan yang ditimbang di udara pada suhu 20 0C,kecuali dinyatakan lain dalam monografi. (Farmakope Indonesia IV, 1995) Bobot per ml zat cair ditetapkan dengan membagi bobot zat cair di udara yang dinyatakan dalam g, dari sejumlah cairan yang mengisi piknometer pada suhu yang telah ditetapkan dengan kapasitas piknometer yang dinyatakan dalam ml, pada suhu yang sama. Kapasitas piknometer ditetapkan dari bobot di udara dari sejumlah air yang dinyatakan dalam g, yang mengisi piknometer pada suhu tersebut. Bobot 1 liter air pada suhu yang telah ditetapkan bila ditimbang terhadap bobot kuningan di udara dengan kerapatan 0,0012 g/ml seperti tertera dalam tabel berikut. Penyimpangan kerapatan udara dari harga tersebut di atas, yang diambil sebagai harga rata-rata, tidak mempengaruhi hasil penetapan yang dinyatakan dalam Farmakope Indonesia. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Suhu
Bobot per liter air G
20
997,18
25
996,02
30
994,62
(Farmakope Indonesia IV, 1995) 3. Homogenitas Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupu distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat). Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah. Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis . (Farmakope Indonesia IV, 1995) Suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relative hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel (suspense dikocok terlebih dahulu). (Farmakope Indonesia IV, 1995) 4. Volume Terpindahkan Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspense yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan olume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 ml, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu. (Farmakope Indonesia IV, 1995) Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstisusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara saksama, dan campur. (Farmakope Indonesia IV, 1995) Prosedur : Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujin terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket, dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera pada etiket. (Farmakope Indonesia IV, 1995) 5. Penetapan Kekentalan Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi mapan tertentu bila ruang di antara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Kekentalan adalah tekanan geser dibagi laju tegangan geser. Satuan dasarnya yaitu poise; namun oleh karena kekentalan yang diukur umunya merupakan harga pecahan poise, maka lebih mudah digunakan satuan dasar sentipoise (1 poise = 100 sentipoise). (Farmakope Indonesia IV, 1995) Penentuan suhu penting karena kekentalan berubah sesuai suhu; secara umum kekentalan menurun dengan menaiknya suhu. Kekentalan mutlak dapat diukur secara langsung jika dimensi alat pengukur diketahui dengan tepat, tetapi pengukuran umumnya lebih praktis dilakukan dengan mengkalibrasi alat menggunakan cairan yang diketahui kekentalannya, kemudian kekentalan cairan uji ditetapkan dengan membandingkan terhadap kekentalan cairan yang telah diketahui. (Farmakope Indonesia IV, 1995) Metode yang umum digunakan untuk pengukuran kekentalan meliputi penetapan waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah volume tertentu cairan untuk mengalir melalui kapiler. Banyak jenis viskosimeter tabung kapiler telah dirancang, tetapi viskosimetet Ostwald dan Ubbelohde adalah yang paling sering digunakan. Untuk mengukur kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti. Untuk pengukuran sediaan farmasi, suhu dipertahankan dalam batas lebih kurang 0,1. (Farmakope Indonesia IV, 1995) 6. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali membentuk dua prosedur yang paling umum.
7. Penetapan Kapasitas Penetralan Asam Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37˚±3˚C) Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar baku kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada penetapan pH <1071>. Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang pengaduk magnetic 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluoro karbon padat dan mempunyai cincin putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetic hingga menghasilkan kecepatan pengadukan rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas piala, seperti yang ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.
Larutan uji wadah sisinya homogen dan tetapkan bobot jenisn ya. Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil dari yang tertera pada etiket. Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume lebih kurang 70 mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1 menit. Prosedur 1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan Pengaduk magnetik . (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq, gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV) 2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi. 3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih dari 4 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik samapai 15 detik). 4. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara dengan 1 mEq asam yang digunakan. 8. Uji Batas Mikroba Uji batas mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi, dan
untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Otomatisasi dapat digunakan sebagai pengganti uji yang akan disajikan, dengan ketentuan
bahwa
cara
tersebut
sudah
divalidasi
sedemikia
rupa
sehingga
menunjukkan hasil yang sama atau lebih baik. Selama menyiapkan dan melaksanakan pengujian, spesimen harus ditangani secara aseptik. Jika tidak dinyatakan lain, jika disebut “inkubasi”, maka yang dimaksud adalah menempatkan wadah di dalam ruangan terkendali secara termostatik pada suhu antara 300 dan 350selama 24 jam sampai 48 jam. Istilah “tumbuh” ditujukan untuk pengertian adanya dan kemungkinan adanya perkembangan mikroba viabel.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Formularium Nasiona,l Edisi ke-2, Jakarta : Departemen Kesehatan RI Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III . Jakarta : Departemen Kesehatan RI Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV . Jakarta : Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Aulton. M. E. 2002. Pharmaceutics : the science of dosage form design. 2nd edition. Churchil livingstone. Rowe, Raymond C et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical excipient. 6th edition. Italy : L.E.G.O. S.p.A.