ACARA V ANALISIS KUALITATIF SENYAWA FASE PADAT DAN CAIR DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTOFOTOMETER INFRA MERAH
A.PELAKSANAAN A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Untuk mengetahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair. b. Untuk menganalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan menggunakan spektofotometer infra merah.
2. Hari, Tanggal Praktikum Kamis, 20 Desember 2012
3. Tempat Praktikum Laboratorium Kimia Analitik, Lantai III, Fakultas MIPA, M IPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI Spektroskopi FTIR ( fourier transform infrared ) merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengamenggunakan metode sp ektroskopi yang lain (Harmita, 2006).
Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 – 1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi (Yudhapratama, 2010 : 3).
Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempatsampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahanintensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubahmenjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyaldigital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasiinframerah agar sinyal radiasi inframerah diterima oleh detektor secara utuh danlebih baik (Khopkar, 2008 : 111).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986 : 225).
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk: mendeteksi sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah dan analisis getaran (Margono, 2000).
Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya.Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) (Fessenden, 1994 : 152)
Dalam
vibrasi
regangan,
atom
bergerak
terus
sepanjang
ikatan
yang
menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu Regangan Simetri(unit struktur bergerak bersamaan dan Searah dalam satu bidang datar) dan Regangan Asimetri (unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar). Jika sistemtiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebihbesar, maka dapat menimbulkan vibrasibengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasibengkokan ini terbagi menjadi empatjenis, yaitu Vibrasi Goyangan (Rocking - unit struktur bergerak mengayunasi metri tetapi masih dalam bidang datar),VibrasiGuntingan (Scissoring - unit struktur bergerak mengayunsimetri dan masih dalam bidang datar), VibrasiKibasan (Wagging - unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar), danVibrasiPelintiran (Twisting - unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar) ( Christian, 1994 : 485).
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl 3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Pada suhu normal dan tekanan, kloroform adalah cairan yang sangat mudah menguap, jernih, tidak berwarna, berat, sangat bias, tidak mudah terbakar. Hal ini ditemukan pada Juli 1831 oleh dokter Amerika Samuel Guthrie (1782-1848), dan independen beberapa bulan kemudian oleh Prancis Eugène Soubeiran (1797-1859) dan Justus von Liebig (1803-1873) di Jerman. Kloroform yang bernama dan kimia ditandai pada tahun 1834 oleh Jean-Baptiste Dumas (1800-1884). sifat anestesi tersebut dicatat awal tahun 1847 oleh Marie-Jean-Pierre Flourens (Agung, 2011).
Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Hal ini dapat diproduksi dengan mereaksikan sodium hidroksida dengan asam benzoat. Rumus kimia natrium benzoat yaitu C 6H5COONa, dan struktur bangunnya sebagai berikut :
Natrium benzoat dikenal sebagai pengawet sintesis, ia juga merupakan bakteriostatik dan fungistatik di bawah kondisi asam. Natrium benzoat digunakan paling lazim berupa asam dalam makanan seperti cuka, minuman bersoda (asam karbonat), selai dan j us buah (asam sitrat), acar (cuka), dan bumbu. Hal ini juga ditemukan dalam obat kumur berbasis alkohol dan semir perak, serta dalam obat batuk seperti Robitussin Sodium benzoat. Karena natrium benzoat hanya akan bekerja ketika keseimbangan pH makanan kurang dari 3,6. Maka, ia efektif dalam kebanyakan soda, cuka, dan jus buah. Meskipun asam benzoat adalah pengawet yang lebih efektif, natrium benzoat lebih sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena natrium benzoat 200 kali lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat yang tidak larut dalam air (Putra, 2011).
C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat-Alat Praktikum
Mortar + penggerus dari batu onix
Sel sampel padat
Sel sampel cair
Sendok
Syring
Cetakan pellet
Pompa pres
Alat spektrofotometer FTIR
2. Bahan-Bahan Praktikum
Larutan chloroform
Serbuk Na-Benzoat
Serbuk KBr
D.SKEMA KERJA 1. Analisis Sampel Padat Serbuk Na-Benzoat
+ serbuk KBr
Keduanya digerus dengan perbandingan 1 : 99 hingga halus dan homogen
Hasil
Dimasukkan kedalam cetakan pelet
Dipres hingga terbentuk pelet transparan.
Hasil Dianalisis dengan FTIR
Hasil
2. Analisis Sampel Cair Kloroform
Diinjeksikan kedalam sel FTIR
Dianalisis dengan FTIR
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN 1. Gambar Alat FTIR
FTIR
Kompresor
2. Analisis Na-Benzoat
3. Analisis Kloroform
F. ANALISIS DATA 1. Analisis Na-Benzoat
Benzena
OH C-H/C=C
C-H/C=C
C=O
Keterangan :
Peak yang melebar pada bilangan gelombang 3400 – 3000 menunjukan gugus OH yang terdapat pada asam karboksilat.
Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1720 – 1670 menunjukan ada gugus C=O pada asam karboksilat
Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1675 – 1600 menunjukan adanya ikatan C=C
Adanya spectrum pada bilangan gelombang di bawah 1000 menunjukan adanya finger print untuk benzena.
2. Analisis Kloroform
OH
CH/C=C CH3
Cl
Keterangan :
Peak yang melebar pada bilangan gelombang 3400 – 3000 menunjukan gugus OH.
Peak yang tajam pada bilangan gelombang 3100 – 3000 menunjukan ada gugus CH3.
Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1500 – 1000 menunjukan adanya ikatan C – H.
Adanya spektrum pada bilangan gelombang di bawah 1000 menunjukan adanya finger print untuk gugus halida yaitu klorida.
G.PEMBAHASAN Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair dan untuk menganalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan spektofotometer infra merah. Pada praktikum ini dilakukan dua percobaan yaitu, analisis untuk sampel padat dan analisis untuk sampel cair. Sampel padat yang digunakan yaitu Natrium Benzoat sedangkan untuk sampel cair digunakan kloroform. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara pengukuran menggunakan sampel fasa cair maupun sampel fasa padat, hanya saja penyiapan sampelnya yang berbeda. Untuk fasa cair sampel hanya perlu diinjeksikan kedalam sel yang berisikan KBr window dengan menggunakan syringe dan kemudian dapat di analisis dalam FTIR. Sedangkan pada sampel padatan perlu diproses terlebih dahulu menjadi pellet yang transparan. Dalam prosesnya, kedua sampel dianalisis dengan spektrofotometer inframerah dimana spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence) serta mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 – 1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri dimana sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempat sampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubah menjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyal digital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
Percobaan pertama, yaitu analisis menggunakan sampel padat (serbuk natrium benzoat). Mula – mula sampel digerus bersama bubuk KBr dengan perbandingan 1 : 99 di dalam cawan onix. Penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran molekul-molekul sehingga ketika ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, energi dari sinar infra merah dapat diserap langsung oleh gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang ada di dalamnya dengan mudah. Jika suatu molekul yang ukurannya besar ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, sinar itu akan terhambur dan penyerapan yang terjadi tidak maksimal. Hasilnya, puncak-puncak yang dihasilkan oleh spektra infra merah juga tidak akurat.
Selain itu, penggerusan juga dilakukan agar kedua zat yang digerus dapat tercampur secara merata atau homogen. Digunakannya cawan onix sebagai penggerus dikarenakan sifat onix yang tidak dapat tergores sehingga tidak akan mempengaruhi hasil analisis FTIR. Sebab, jika menggunakan cawan dan penggerus dengan bahan porselin, dikhawatirkan ketika sampel Na-benzoat dan KBr digerus, bahan penggerus dan cawan ikut tergerus sehingga akan mempengaruhi hasil analisis FTIR. Sedangkan digunakannya KBr dalam percobaan ini, dikarenakan window (tempat meletakkan pellet) juga terbuat dari KBr sehingga antara window dan campuran sampel (KBr) itu akan macthed atau cocok dan walaupun komposisi KBr lebih banyak dari pada sampel, tingkatan energi ikatan pada KBr tidak akan masuk kedalam daerah infra merah, sehingga ketika spektro fotometri infra merah dilakukan, gugus fungsi atau ikatan-ikatan yang ada di dalam KBr tidak terdeteksi sebagai suatu puncak.
Setelah dilakukan penggerusan, bubuk campuran Na-benzoat dan KBr kemudian dimasukkan kedalam cetakan pellet dan di press (ditekan) menggunakan kompressor. Pengepressan dilakukan dengan tujuan agar sisi yang ditembak dengan sinar infra merah tidak terlalu tebal. Jika sisi yang ditembak dengan sinar infra merah terlalu tebal, maka sinar infra merah juga akan terhambur dengan tidak optimal. Pada saat dipres tekanan haruslah sesuai, tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi, sebab jika terlalu rendah sampel yang diperoleh tidak akan tipis dan transparan, sedangkan jika terlalu tinggi dapat merusak tempat sampel tersebut . Pellet sampel yang dibuat haruslah transparan agar hasil spectrum yang diperoleh jelas, jika tidak transparan maka pembacaan pada alat FTIR menjadi kurang baik.
Setelah dilakukan pengompressan dan didapatkan sampel berupa padatan transparan, selanjutnya sampel dianalisis menggunakan FTIR. Dari hasil analisis diperoleh hasil bahwa sampel mengandung asam benzoate dan natrium hidroksida menjadi natrium benzoat serta diperoleh nilai persen transmitan yang cukup rendah yaitu kurang dari 10 %. Dari rumus struktur Na- Benzoat dapat dilihat bahwa dalam Na- Benzoat, mengandung gugus – gugus benzena, CH 3, C=O, C=C, C=H. Hasil spektrum infra merah pada sampel Na- Benzoat adalah pada daerah panjang gelombang 3400 - 3000 cm
-1
terdapat puncak
(peak) yang melebar yang menunjukkan adanya gugus OH. Kemudian pada panjang gelombang 1675 – 1600 cm
-1
terdapat peak tajam yang menandakan adanya gugus C=C -1
pada asam karboksilat. Pada panjang gelombang 1720 – 1670 cm tedapat peak tajam juga
yang menandakan adanya gugus C=O. Didaerah panjang gelombang 1400 - 1000 cm
-1
terdapat peak tajam yang menandakan adanya gugus C-O. Adanya spektrumyang terakhir yaitu pada daerah sekitar kurang dari 1000 cm
-1
terdapat puncak yang menandakan adanya
finger print untuk gugus benzena.
Percobaan kedua, yaitu analisis sampel cairan (kloroform) dengan FTIR. Pada prosesnya, analisis dengan sampel cairan lebih mudah dibandingkan padatan, karena untuk sampel cairan hanya diinjeksikan dengan syringe (suntikan) kedalam sel sampel kemudian dianalisis menggunakan FTIR.
Berdasarkan hasil analisis FTIR pada sampel cair kloroform dapat diketahui bahwa nilai persen transmitan untuk sampel kloroform adalah 60%. Dari rumus struktur kloroform dapat dilihat bahwa dalam kloroform, mengandung gugus – gugus benzena, CH 3, C=O, CCl. Berdasarkan hasil analisis spektrum infra merah pada sampel kloroform adalah pada -1
derah sekitar 3400 - 3000 cm terdapat gugus O-H . Terdeteksinya gugus OH pada sampel dapat diakibatkan karena terdapatnya pengotor atau adanya udara yang masuk saat menganalisis sampel dengan FTIR didaerah sekitaran 3100 - 300 cm
-1
terdapat peak tajam
yang menunjukan adanya gugus =C-H. pada daerah 1500 - 1100 cm
-1
terdapat peak tajam
yang menunjukan adanya gugus C-O. peak terakhir yaitu terdapat pada daerah 800 cm
-1
-
-1
700 cm terdapat peak yang sedikit melebar yang menandakan adanya gugus C-Cl.
H.KESIMPULAN 1. Pada dasarnya tidak ada perbedaan teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair, hanya saja penyiapan sampelnya yang berbeda dimana untuk fase cair, sampel hanya perlu diinjeksikan kedalam sel yang berisikan KBr window dengan menggunakan syringe dan kemudian dapat di analisis dalam FTIR. Sedangkan pada sampel padatan perlu diproses terlebih dahulu menjadi pellet yang transparan dengan menggunakan kompressor kemudian barulah dianalisis dalam FTIR. 2. Dari hasil analisis senyawa fase padat (serbuk Na-Benzoat) dan fase cair (kloroform) secara kualitatif dengan menggunakan spektofotometer infra merah, dapat diketahui bahwa pada senyawa fase padat (serbuk Na-Benzoat) dihasilkan beberapa peak diantaranya adalah pada panjang gelombang 3400 - 3000 cm -1
-1
menandakan adanya
gugus OH, panjang gelombang 1675 – 1600 cm menandakan adanya gugus C=C asam
-1
karboksilat, panjang gelombang 1720 - 1670 cm menandakan adanya gugus C=O, dan spektrum yang terakhir yaitu pada daerah sekitar 600 - 550 cm menandakan adanya finger print dari gugus
-1
terdapat puncak yang
benzene. Sedangkan untuk analisis
kualitatif pada fase cair (kloroform) didapatkan hasil berupa beberapa peak yaitu pada derah sekitar 3400 - 3000 cm
-1
terdapat gugus O-H , pada panjang gelombang 3100 -
3000 cm menunjukan adanya gugus =C-H, pada daerah 1500 - 1100 cm
-
-1
terdapat peak
tajam yang menunjukan adanya gugus C-O, pada daerah 800 - 700 cm
-1
terdapat peak
yang sedikit melebar yang menandakan adanya gugus C-Cl.
DAFTAR PUSTAKA
Agung,
Septian
Yudha.
2011.
Kloroform.
Didownload
pada
situs
http://www.scribd.com/doc/71869386/Kloroform [23 Desember 2012] pukul 22.28 WITA. Mataram. Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik Edisi Keempat . Jakarta : Erlangga. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry 5th Edition. New York : John Wiley and Sons, lnc Fessenden. 1994. Kimia OrganikJilid 1. Jakarta : Erlangga. Harmita. 2006. Analisis Fisika Kimia. Jakarta : Departemen Farmasi FMIPA-UI . Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : Erlangga. Margono, T., dkk. 2000. Pengawetan dan Bahan Kimia. Jakarta : Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Putra,
Christian.
2011.
Natrium
Benzoat .
Didownload
pada
http://www.scribd.com/doc/75627420/profilil-natrium-benzoat#download
situs [23
Desember 2012] pukul 21.05 WITA. Mataram. Yudhapratama, Ersan dkk. 2010. Penentuan Keberadaan Zat Aditif pada Plastik Kemasan Melalui Perlakuan Pemanasan pada Spektrometer IR. Bandung : UPI.