LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN Identifikasi Sampel Etilp-metoksisinamat Etil (EPMS) dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Identifikasi Gugus Fungsi dalam Senyawa Tirosin dengan Menggunakan Spektrofotometer IR
Oleh Ratri Wulansari 1513031021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2018
PRAKTIKUM I
I. JUDUL Identifikasi Sampel Etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) II. TUJUAN 1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kualitatif. 2. Mengidentifikasisampel Etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). III. DASAR TEORI Kromatografi cair kinerja tinggi atau yang dikenal dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) adalah salah satu teknik pemisahan campuran secara modern. Kromatografi cair kinerja tinggi
(HPLC)
umumnya digunakan
untuk memisahkan,
mengidentifikasi dan mengukur zat aktif pada suatu senyawa (Malviya, dkk, 2009). Tenik HPLC merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantittaif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) banyak digunakan dalam teknik pemisahan analitik, karena metode ini sangat sensitive sehingga sangatbaik untuk tujuan analisis kuantitatif, baik untuk senyawa-senyawa tidak mudah menguap (nonvolatile) dan senyawa-senyawa yang sensitive terhadap panas. Senyawa yang biasa dipisahkan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) meliputi asam-asam amino,protein,asam-asam nukleat, hidrokarbon, karbohidrat, terpenoid, pestsida, antbiotika, steroid, organologam, dan berbagai senyawa anorganik (Muderawan, 2009). Instrumental untuk Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Instrumental kromatografi cair kinerja tinggi terdiri dari beberapa komponen utama meliputi : (1) tempat pelarut, (2) degaser, (3) pompa, (4) tempat sampel, (5) tempat kolom dalam oven, (6) detektor, dan (7) komputer. Instrumen HPLC di Jurusan Kimia disajikan pada Gambar 01. Pada HPLC untuk menghasilkan laju alir eluent yang sesuai dengan kolom yang terbuat dari ukuran partikel 2-10
maka diperlukan pompa untuk menaikkan tekanan fase gerak sampai
beberapa ribu (100-5000) psi (ponds per square inch) (Muderawan, 2009).
Gambar 01. Instrumen HPLC di Jurusan Kimia Skema peralatan HPLC disajikan pada Gambar 02.
Gambar 02. Skema peralatan HPLC 1. Reservoar fase gerak dan system perlakuan pelarut KCKT modern dilengkapi dengan beberapa reservoir glas atau stainless steel steel, masingmasing mampu menampung 200-100 200 100 mL pelarut. Reservoar biasanya dihubungkan dengan alat untuk menghilangkan gas-gas gas terlarut, biasanya oksigen dan nitrogen yang dapat menggang mengganggu kolom dan detektor. Gas-gas gas tersebut akan membentuk gelembung-gelembung gelembung gelembung kecil dalam kolom dan dapat menyebabkan pelebaran pita dan mempengaruhi kinerja detektor. Pemisahan yang menggunakan satu jenis komposisi pelarut dan konstan disebut elusi isokratik (isocratic elution), seperti methanol/air methanol/ = 50:50 (v/v). Untuk menghasilkan pemisahan
dengan efisiensi tinggi, kromatografi cair kinerja tinggi seringkali menggunakan campuran beberapa pelarut dengan polaritas berbeda dan dengan komposisi yang berubah-ubah secara terprogram yang dikenal sebagai gradient elution (Muderawan, 2009). 2. Sistem pompa Pentingnya sistem pompa dalam KCKT adalah untuk menghasilkan tekanan sampai 6000 psi dan menghasilkan laju alir antara 0,1- 10 ml/ menit. Dengan menggunakan kolom yang terbuat dari material fase diam berukuran sangat kecil, maka untuk mereduksi waktu elusi diperlukan tekanan cukup tinggi untuk menghasilkan laju alir yang sesuai. Sistem pompa akan memompa fase gerak ke dalam kolom dan melewatinya sesuai dengan laju alir yang diinginkan (Muderawan, 2009). 3. Sistem Injeksi Sampel Sistem injeksi sampel berfungsi untuk menginjeksikan sampel dengan kuantitas tertentu ke dalam kolom. Jumlah sampel biasanya antara 0,1 – 100
. Disamping itu,sistem ini juga
harus mampu meniadakan penurunan tekanan ketika injeksi sampel. Untuk sistem injeksi sampel dapat dilakukan dengan mula-mula sampel dimasukkan dengan syringe loops dalam posisi pompa dan kolom tidak terhubung. Ketika loops dihubungkan dengan sistem pompa dan kolom maka sampel akan disorong masuk oleh fase gerak dengan tekanan tinggi. Kebanyakan KCKT modern dilengkapi dengan sistem injeksi sampel secara otomatis, dimana sampel berikutnya akan diinjeksikan secara otomatis setelah sampel sebelumnya terelusi dalam selang waktu tertentu (Muderawan, 2009). 4. Kolom kromatografi cair Kolom kromatografi cair umumnya terbuat dari tabung stainless steel yang berisi fase diam dan padat. Kebanyakan kolom analitik untuk kromatografi cair memiliki panjang dari 1030 cm, diameter dalam 4-10 mm dengan ukuran partikel fase diam padat yang dimampatkan antara 5-10
.Kolom yang banyak digunakan saat ini memiliki panjang 25 cm, diameter dalam
4,6 mm dan ukuran partikel 5
. Kolom jenis ini memiliki 40.000-60.000 plat/meter
(Muderawan, 2009).. 5. Detektor Kromatografi cair tidak menggunakan detektor ionisasi nyala dan detektor konduktivitas panas. Hal ini disebabkan oleh sifat pelarut yang dipakai, terutama pelarut organik yang sangat mudah terbakar. Kebanyakan kromatografi cair menggunakan detektor ultraviolet dengan
panjang gelombang tertentu; 250, 254, 313, 334, dan 365 nm. Detektor ini menggunakan filament deuterium dan tungsten sebagai sumber radiasi. Cara kerja dari detektor jenis ini adalah dengan mengukur absorbansi sampel, karena itu juga dikenal sebagai detektor absorbansi ultraviolet. Detektor UV dapat mendeteksi sampel dalam jumlah sangat kecil dari 100 pg-1 ng. Dalam kromatografi cair, komponen-komponen sampel yang telah terpisah dapat ditampung kembali, sehingga diperoleh masing-masing komponen sampel untuk tujuan analisis lebih lanjut (Muderawan, 2009). Kelebihan dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography) antara lain: (1) kerja lebih mudah dengan automisasi dalam prosedur analisis data dan pengolahan data; (2) volume sampel yang digunakan sedikit; (3) daya pisah tinggi; (4) merupakan meode analitis yang cepat, peka, akurat, tepat, dan reproducible; (5) dapat digunakan untuk analisis sampel orgamikdan anorganik, non volatile, stabil dan tidak stabil secara thermal; (6) pilihan fasa diam dan fasa geraknya luas (Anshori, 2007). Sedangkan kekurangan metode HPLC antara lain (1) sulit untuk mengidentifikasi senyawa, kecuali jika HPLC dhubungkan dengan spektrometer massa; (2) Jika sampel yang digunakan sangat kompleks, maka sulit memperoleh resolusi (pemisahan); (3) Harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradien elusi; (4) Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian terbatas (www.scribd.com). Etil p-metoksisinamat (EPMS) EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. EPMS adalah salah satu senyawa yang bisa didapatkan dari hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). Kandungan etil p-metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur banyak dimanfaatkan khususnya didalam bidang kosmetik (Alchaddad, Siadi dan Supartono, 2015).
Gambar 03. Struktur senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)
IV. ALAT DAN BAHAN Tabel 01. Rincian Alat No.
Nama Alat
Jumlah
1.
Instrumen HPLC
1 buah
2.
Komputer
1 buah
3.
Printer
1 buah
4.
Syringe
1 buah Tabel 02. Rincian Bahan
No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Metanol 100%
Secukupnya
2.
Sampel EPMS( EPMS etil p-metoksisinamat)
Secukupnya
V. LANGKAH KERJA DAN HASIL PENGAMATAN Tabel 03. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan No. 1.
Prosedur Kerja
Hasil Pengamatan
Instrumen HPLC dihidupkan dan Setelah pemanasan 5 jam,, instrumen HPLC instrumen dipanaskan selama lima siap digunakan. jam.
Gambar 04. Instrumen HPLC 2.
Selanjutnya dilakukan ilakukan pemrograman Alat diatur menggunakan komputer sesuai alat
dengan
komputer.
Diikuti dengan instruksi dalam komputer.
langkahnya sesuai instruksi dalam komputer. 3.
Apabila
kromatogram
menunjukkan mendatar,
base
maka
line
instrumen
telah Kromatogram menunjukkan base line yang yang mendatar dan instrumen siap digunakan. siap
digunakan. 4.
Analit
diambil
dari
tempatnya Analit yang digunakan pada praktikum ini
menggunakan syringe dan diinjeksi adalah EPMS. ke dalam kolom.
Analit diinjeksi ke dalam kolom dengan syringe.
Gambar 05. Etil p-metoksisinamat metoksisinamat (EPMS)
Gambar 06. Proses injeksi analit 5.
Hasil pengukuran ditunggu hingga Hasil pengukuran dari analit (EPMS) yang peak telah seluruhnya
muncul telah dicetak menunjukan hanya terdapat satu
sampai batas waktu yang diatur (25 peak pada kromatogram menit).
Selanjutnya
hasil
pengukuran dicetak.
. Gambar 07. Proses pengukuran dengan instrumen HPLC
6.
Setelah alat selesai digunakan, file Setelah selesai praktikum, komputer kembali ditutup
sesuai
petunjuk,
lalu dimatikan dan file ditutup sesuai petunjuk.
komputer dimatikan dan pastikan sambungan listrik diputuskan.
VI. PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan identifikasi sampel Etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Identifikasi dilakukan secara kualitatif yaitu memisahkan setiap komponen dalam sampel EPMS yang selanjutnya diidentifikasi berdasarkan waktu retensi. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa geraknya, sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol 100 % sedangkan untuk analit yang digunakan yaitu sampel EPMS. Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masingmasing komponen dalam sampel, jika kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, sedangkan jika kepolarannya lebih mirip dengan fasa gerak sehingga akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat. Instrumen HPLC dihidupkan dan dipanaskan terlebih dahulu selama satu jam yang bertujuan untuk mengubah fase gerak yang berupa cairan menjadi gas. Sebelum analit diinjeksikan ke dalam kolom, fase gerak akan dialirkan ke detektor dengan bantuan pompa, selanjutnya sistem pompa akan memompa fase gerak ke dalam kolom dan melewatinya sesuai dengan laju alirnya.Selanjutnya dilakukan pemrograman alat dengan komputer dan diikuti langkahnya sesuai intruksi dalam komputer, waktu untuk memunculkan peak diatur selama 10 menit. Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar, selanjutnya analit diinjeksi ke dalam kolom menggunakan syringe. Setelah 10 menit, kromatogram yang muncul dicetak. Kromatogram yang muncul pada sampel EMPS disajikan pada Gambar 07 berikut.
Gambar 07. Kromatogram Identifikasi EPMS Menggunakan HPLC Dari kromatogram yang di atas dapat dilihat peak yang ditunjukkan yaitu hanya satu peak dengan waktu retensi 4,46 menit. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut murni EPMS dan tidak terdapat pengotornya ataupun komponen lainnya.
Gambar 08. Struktur senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)
VII. SIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masingmasing komponen dalam sampel, jika kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih mirip dengan fasa gerak sehingga akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat. 2. Kromatogram EPMS dari HPLC yang didapat menunjukkan hanya terdapat satu peak dengan waktu retensi 4,6 menit yang menunjukkan bahwa sampel EPMS tersebut murni atau dengan kata lain tidak terdapat pengotornya ataupun komponen lainnya dalam analit
DAFTAR RUJUKAN Alchadda. M., Siadi, K., & Supartono. 2015. Transesterifikasi Etil p-metoksisinamat (EPMS) Hasil Isolasi Rimpang Kencur dengan Vitamin C Terkatalisis Lipase. Indonesian Journal of Chemical Science, 4(2), 84-88. (Online). http://journal.unnes.ac.id/sju.index.php/ijcs. Di akses pada 24 Juni 2018. Asyharst. 2009. Isolasi etil-p-metoksi sinamat dari kencur (kaemferia Galanga L.) dan sintesis asam p-metoksi sinamat sintesis turunannya dan penetapan struktur. (Online). http:asyharstf08.wordpress.com/2009/12/11/isolasi-etil-para-metoksi-sianamat-darikencur/. Di akses pada 24 Juni 2018. Anshori, Jamaludin. 2007. Diktat Pelatihan HPLC (High Performance Liquid Chrmatography). (Online). http://pustaka.unpad.ac.id/archives/34183. Diakses pada 23 Juni 2018. High
Performance
Liquid
Chromatography
(HPLC).
(Online).
https://www.scribd.com/doc/145774913/High-Performance-Liquid-ChromatographyHPLC. Diakses pada 23 Juni 2018. Maliya, R., Bansal, V., dan Sharma, P.K. 2009. High Performance Liquid Chromatography: A Short Review. Journal of Global Pharma Technology. 2(5), 22-26. Muderawan, I Wayan. 2009. Analisis Instrumen. Singaraja: Undiksha Press.
PRAKTIKUM II I. JUDUL Identifikasi Gugus Fungsi dalam Senyawa Tirosin dengan Menggunakan Spektrofotometer IR II. TUJUAN 1. Memahami prinsip dasar spektrofotometri IR dan menggunakannya untuk
identifikasi
senyawa tirosin 2. Menentukan serapan karakteristik senyawa tirosin III. DASAR TEORI Spektrometri inframerah merupakan metode analisis baik kualitatif maupun kuantitatif yang didasarkan atas serapan radiasi infra merah. Spektrum inframerah memiliki panjang gelombang radiasi dari 0,78 sampai 1000 µm atau bilangan gelomang dari 12.800 sampai 10 cm-1. Spektrum inframerah dikelompokkan atas spektrum inframerah dekat dengan bilangan gelombang dari 12.800 sampai 4000 cm-1, inframerah pertengahan dengan bilangan gelombang dari 4000 sampai 2000 cm-1 dan inframerah jauh dengan bilangan gelombang dari 200 sampai 10 cm-1 (Muderawan, 2009). Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm atau bilangan gelombang 4000 - 2000 cm-1 (Dachriyanus, 2004). Hal ini terkait dengan energi vibrasi atau rotasi molekul. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metoda ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik (Dachriyanus, 2004). Suatu molekul dapat menyerap radiasi inframerah bila memiliki momen dipol atau terjadi pengutuban muatan akibat gerakan vibrasi atau rotasi. Gerakan vibrasi akan menyebabkan terjadi fluktuasi momen dipol dan muncul medan yang dapat berinteraksi dengan dengan medan listrik radiasi. Jika frekuensi radiasi tepat sama dengan frekuensi vibrasi molekul maka terjadi transfer energi yang menghasilkan perubahan amplitude vibrasi molekul sehingga terjadi serapan radiasi oleh molekul. Hal yang sama, pada rotasi molekul asimetris sekitar pusat massa menghasilkan fluktuasi dipole secara periodik yang dapat berinteraksi dengan radiasi. (Muderawan, 2009). Jenis vibrasi yang terjadi pada suatu molekul yang terdiri atas lebih dari dua atom yang dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu rentangan (stretching) dan lengkungan (bending).
(College of Letters & Science (Muderawan, 2009)
(University of Wisconsin), 2018) (a)
(b)
Gambar 01. (a) Spektrofotometer FTIR; (b) Diagram Spektrofotmeter double-beam Instrumentasi Spektrometer Inframerah Bagian pokok dari spekrometer inframerah terdiri dari a. Sumber radiasi Sumber radiasi yang umum digunakan terdiri dari padatan inert yang dipanaskan dengan listrik sampai temperatur 1500 sapai 2200 K. Radiasi yang dihasilkan adalah kontinyu seperti radiasi benda hitam. Beberapa sumber radiasi antara lain : Nernst glower, globular, dan laser karbon dioksida. b. Monokromator Monokromator yang biasa digunakan adalah prisma dan grating yang sama-sama berfungsi untuk meresolusi spektra. Untuk spektrometer inframerah, monokromator ditempatkan setelah tempat sampel (sample holder). Radiasi yang akan diuraikan menjadi komponenkomponennya setelah melewati sampel yang dianalisis. c. Detektor Detektor berfungsi untuk menangkap radiasi yang telah diresolusi oleh monokromator. Ada empat jenis detektor inframerah yaitu detektor termal yang berkerja berdasarkan efek panas dari radiasi, detektor piroelektrik yang memiliki sifat termal dan listrik yang sangat khusus, thermocouple yang terdiri dari sepasang kawat logam halus yang dihubungkan membentuk jembatan, dan detektor fotokonduksi yang terdiri dari lapisan material semikonduktor seperti timah sulfida (PbS), merkuri/kadmium telurida atau indium antimonida, yang ditempatkan pada permukaan glas nonkonduktor dan dibungkus untuk menghindari semikonduktor dari udara luar. (Muderawan, 2009)
Radiasi dari sumber cahaya dipecah menjadi dua berkas cahaya yang sama dan dipantulkan oleh sepasang cermin, satu berkas cahaya lewat referensi dan lainnya lewat sampel. Setelah lewat referensi dan sampel kedua berkas cahaya akan memiliki perbedaan intensitas masing-masing P0dan P. Kedua cahaya dengan intensitas berbeda ini kemudian dipantulkan ke chopper yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cermin pemantul dan bagian tembus cahaya yang dapat beputar (10 kali perdetik). Perputaran chopper ini menyebabkan sinar yang leat referensi dan sampel akan dipantulkan secara bergantian kse monokromator. Grating pada monokromator akan memisah sinar menjadi frekuensi atau panjang elombang masing-masing yang kemudian ditangkap oleh detektor (transducer). Dari detektor arus akan diperkuat oleh amplifer sehingga menghasilkan signal berupa pita-pita serapan (Muderawan, 2009). Interpretasi Spektrum Inframerah Identifikasi setiap absorbsi ikatan yang khas dari setiap gugus fungsi merupakan basis dari interpretasi spektrum inframerah. Beberapa daerah serapan yang digunakan dalam interpretasi awal dari spektrum inframerah disajikan pada Tabel 02. Tabel 02. Frekuensi gugus fungsi untuk senyawa organik Bond
Type of Compound
C–H
Alkanes
C–H
Alkenes
C–H C–H
Alkynes Aromatic ring
O–H
N–H
C C C
C C C
C–N
C N C–O
Intensity
Monomeric alcohol, phenol Hydrogen-bonded alcohols,phenol Monomeric carboxylic acid Hydrogen-bonded carboxyclic acids Amines, amides Alkenes
Frequency Range, cm-1 2850 – 2970 1340 – 1470 3010 – 3095 675 – 995 3300 3010 – 3100 690 – 900 3590 – 3650 3200 – 3600 3500 – 3650 2500 – 2700 3300 – 3500 1610 – 1680
Aromatic rings
1500 – 1600
Variable
Alkynes
2100 – 2260
Variable
Amines, amides Nitriles Alcohols, ethers, carboxyclic acids, esters
1180 – 1360 2210 – 2280 1050 – 1300
Strong Strong Strong
Strong Strong Medium Strong Strong Medium Strong Variable Variable Medium Broad Medium Variable
C
O NO2
Aldehydes, ketones, carboxyclic acids, esters Nitro compounds
1690 – 1760
Strong
1500 – 1570 Strong 1300 – 1370 (Muderawan, 2009)
Seperti terlihat pada data diatas, ada daerah serapan yang tumpang tindih sehingga bisa meragukan dalam interpretasi data. Tidak ada aturan yang pasti dalam menginterpretasikan spektrum IR. Tetapi ada beberapa syarat harus dipenuhi dalam menginterpretasikan spektrum yakni (Dachriyanus, 2004): 1. Spektrum harus tajam dan jelas serta memiliki intensitas yang tepat 2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni 3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilkan pita atau serapan pada
bilangan gelombang yang tepat 4. Metoda penyiapan sampel harus dinyatakan. Jika digunakan pelarut maka jenis pelarut,
konsentrasi dan tebal sel harus diketahui Karakteristik frekuensi vibrasi IR sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil pada molekul sehingga sangat sukar untuk menentukan struktur berdasarkan data IR saja. Spektrum IR sangat berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa dengan membandingkannya dengan spektrum senyawa standar terutama pada daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004). TIROSIN Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting, senyawa ini terdiri dari amino (NH2) dan karboksil (COOH) (Nadjeeb, 2016). Asam amino dikelompokkan menjadi dua yaitu asam amino essensial dan asam amino non essensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga dipenuhi dari luar seperti makanan.Contoh asam amioesensial antara lain arginin, fenilalanin, histidin, lisin, metionin. Sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh (Redhana dan Siti, 2002).. Salah satu contoh asam amino non esensial yaitu tirosin.
Gambar 02. 02 Struktur Asam Amino Tirosin
IV. ALAT DAN BAHAN Tabel 02. Rincian Alat No.
Nama Alat
Jumlah
1.
Spektrofotometer FTIR
1 buah
2.
Mortar dan pestle
1 buah
3.
Sel sampel padat
1 buah
4.
Spatula
1 buah
5.
Kuvet
1 buah
Tabel 03. Rincian Bahan No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Serbuk KBr
Secukupnya
2.
Sampel unknown
Secukupnya
3.
Aseton
Secukupnya
V. LANGKAH KERJA DAN HASIL PENGAMATAN Tabel 04. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan No
Prosedur Kerja
Hasil Pengamatan
Kalibrasi spektofotometer FTIR 1.
Alat FTIR dihubungkan ke sumber Alat FTIR yang telah dihidupkan. arus listrik dan IR Prestige 21/FTIR 8400 dinyalakan, kemudian diklik 2 kali ikon IR solution. solution Selanjutnya terdapat tampilan layar software IR solution, pilih Measure tab, tab klik Measurement initialize.. sampai
menu,
dan
Kemudian muncul
klik
ditunggu
tulisan
UNIT
SUCCESS pada layar Logfile status & tampil warna hijau pada layar Instrument status. Gambar 3. Alat FTIR siap digunakan untuk analisis 2.
Kalibrasi
dilakukan
dengan Spektrum film polistirena ena yang diperoleh
menggunakan film polistirena untuk relatif sama dengan spektrum pembanding kisaran panjang gelombang 3500 3500- standar dari film polistirena. 500 cm-1. Spektrum yang diperoleh dibandingkan
dengan
spektrum
pembanding standar. Jika terdapat kecocokan yang tinggi antara kedua spektrum, maka spektofotometer FTIR siap digunakan. Preparasi sampel padat 1.
Kristal KBr digerus halus dengan Kristal KBr berwarna putih dan digerus
menggunakan lumpang dan alu, halus dengan menggunakan lumpang dan kemudian ditempatkan pada tempat
alu.
sampel.
Gambar 4. Serbuk KBr Serbuk KBr
ditempatkan
di tempat
sampel.
Gambar 5. Serbuk KBr ditempatkan pada 2.
tempat sampel Sampel tirosin padat yang akan Sampel padat tirosin berwarna putih. dianalisa
digerus
halus
dengan
serbuk KBr sampai homogen dengan menggunakan lumpang dan alu.
Gambar 6. Sampel tirosin Sampel tirosin dicampur dengan serbuk KBr menjadi tetap berwarna putih.
Persiapan Sampel Cair Unknown 1.
Sampel
cair
unknown
langsung Sampel cair yang diletakkan pada wadah
dimasukkan pada wadah sampel, sampel
ditempatkan
pada
sample
kemudian ditempatkan pada sample compartment pada FTIR untuk dianalisis. compartment
pada
FTIR
untuk
dianalisis. Analisis dengan spektrofotometer FTIR 1.
Instrumen parameter pada komputer Setelah dilakukan langkah kerja sesuai diatur kemudian sesuai data dengan
dengan prosedur alat siap digunakan.
%Transmittance, Happ Genzel, 45, Spektrum sampel padat dan sampel cair 4.0,
400
–
4000,
background akan muncul pada monitor pada rentang
disiapkan dan diklik BKG. Sampel vibrasi 4000-500 cm-1 disiapkan dan isi comment & data file, kemudian klik Sample sehingga pada monitor komputer akan muncul spektrum.
VI.
PEMBAHASAN Percobaan ini bertujuan untuk memahami prinsip dasar spektrofotometri IR dan
menggunakannya untuk identifikasi zat serta dapat menentukan serapan karakteristik suatu senyawa organik. Sebelum spektrofotometer inframerah digunakan untuk identifikasi sampel padat dan sampel cair, dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan film polistirena. Spektrum yang didapatkan dari hasil pengukuran dengan menggunakan film polistirena memiliki kecocokan dengan spectrum standar yang terdapat pada film polistirena tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa spektrofotometer IR telah siap untuk digunakan. Pada percobaan ini digunakan sampel padat (serbuk tirosin) dan kristal KBr. Selain itu menggunakan pula sampel cair unknown. KBr yang digunakan dalam bentuk kristal bukan dalam bentuk serbuk karena KBr dalam bentuk kristal lebih stabil sedangkan KBr dalam bentuk serbuk bersifat higroskopis, yang mana KBr dalam bentuk serbuk ini akan cepat menguap sehingga sampel dapat terkontaminasi dan menganggu pengukuran sampel, oleh karena itu digunakan dalam betuk kristal. Kristal KBr
digunakan karena merupakan padatan ionik penting dalam kelompok halida alkali karena bersifat transparan terhadap sinar infra merah. Pada percobaan ini mula-mula sampel padat digerus bersama dengan serbuk KBr di dalam mortar, penggerusan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran molekul-molekul sehingga ketika ditembak dengan sinar inframerah, energi dari sinar inframerah dapat diserap dengan mudahdan dapat diserap langsung oleh gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang ada di dalamnya. Jika suatu molekul yang ukurannya besar ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, maka sinar itu akan terhambur dan penyerapan yang terjadi menjadi tidak maksimal. Sehingga puncak-puncak yang dihasilkan oleh spektra inframerah juga menjadi tidak akurat.Selain itu, penggerusan juga dilakukan agar kedua zat dapat tercampur secara merata atau homogen. Dalam peggerusan menggunakan
mortar khusus karenakan sifat mortar ini tidak dapat tergores
sehingga tidak akan mempengaruhi hasil analisis FTIR. Jika menggunakan cawan dan penggerus dengan bahan porselin, dikhawatirkan ketika sampel tirosin dan KBr digerus, bahan penggerus dan cawan ikut tergerus sehinggaakan mempengaruhi hasil analisis FTIR. Setelah KBr digerus dan menjadi halus, dimasukkan ke dalam wadah sampel, kemudian dimasukan ke dalam sample compartment untuk dianalisis. Spektrum FTIR yang didapatkan dari KBr
sebagai background disajikan pada Gambar 7. Setelah didapatkan hasil pengukuran
background, sampel tirosin digerus dan dicampur dengan serbuk KBr. Penggerusan juga dilakukan agar kedua zat yang digerus dapat tercampur secara merata atau homogen. Spektrum FTIR sampel diperoleh dari hasil scanning sampel dengan alat FTIR pada daerah IR dengan bilangan gelombang 4000-500 cm-1 dan resolusi 5 cm-1. Spektrum FTIR sampel tirosin dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7. Spektrum Hasil Pengukuran Blanko KBr Analisis pertama dilakukan pada sampel padat yaitu tirosin yang berbentuk padat dan berwarna putih. Hasil pengukuran terhadap sampel padat (tirosin) dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Gambar 8. Spektrum Hasil Pengukuran Sampel Tirosin Dari gambar hasil pengukuran diatas dapat dilihat terbentuk puncak (peak) yaitu: Analisis terhadap spektrum inframerah dilakukan dengan membagi daerah spektrum menjadi lima zona. 1. Pada zona 1 yaitu pada daerah panjang gelombang 3700-3200 cm-1 terdapat puncak (peak) yang menandakan adanya gugus O-H dari fenol dan gugus amina pada panjang gelombang 3250 cm-1. 2. Pada zona 2 yaitu pada daerah panjang gelombang 3200-2300 cm-1 terdapat puncak kuat yang menandakan adanya gugus O-H dari karboksilat pada daerah panjang gelombang 2350 cm-1. 3. Pada zona 3 (daerah dengan panjang gelombang 2300-2100 cm-1) tidak terdapat puncak yang berarti tidak terdapat ikatan rangkap 3 dari alkuna ataupun nitril. 4. Pada zona 4 (daerah panjang gelombang 2000- 1600 cm-1), terdapat puncak pada panjang gelombang 1650 cm-1 yang menandakan adanya gugus C=O dari keton dan asam karboksilat.
5. Pada zona 5 (daerah panjang gelombang kurang dari 1600 cm-1), terdapat puncak medium pada panjang gelombang 1500 cm-1 yang menandakan adanya ikatan C=C dari cincin aromatik pada tirosin. 6. Pada daerah panjang gelombang 1350 cm-1 terdapat puncak medium yang menandakan adanya ikatan C-N yang berasal dari amina, sedangkan pada panjang gelombang 1250 cm-1 terdapat puncak medium yang menunjukkan adanya gugus C-O dari asam karboksilat. Adanya ikatan C-H dari cincin aromatik ditunjukkan dari puncak medium pada panjang gelombang 850 cm-1. Adanya puncak pada daerah sekitar kurang dari 1000 cm-1 menandakan adanya finger print.
Secara ringkas, analisis di atas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Frekuensi, Intensitas, dan Gugus Fungsi Senyawa Tirosin Berdasarkan Percobaan Frekuensi Hasil Gugus Fungsi Intensitas Pengamatan (cm-1) 3250
O – H (fenol)
Lemah
N – H (amina) 2350
O – H (monomer asam
Kuat
karboksilat) 1650
C = O ( keton, asam
Medium
karboksilat) 1500
C = C (cincin aromatik)
Medium
1350
C – N (amina)
Medium
1250
C – O (asam karboksilat)
Medium
850
C – H (cincin aromatik)
Medium
Sesuai dengan data frekuensi serapan gugus-gugus dalam senyawa mengandung C = C dan C-H (cincin aromatik), C – N (amina), N – H (amina), C-O (asam karboksilat), C = O (aldehid, keton, asam karboksilat, ester), O – H (fenol), dan O – H (monomer asam karboksilat). Hal ini sesuai dengan struktur dari senyawa tirosin seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur Tirosin Analisis kedua pada sampel unknown yang merupakan sampel cair dalam percobaan ini berupa cairan bening tak berwarna dan memiliki bau yang khas. Spektrum yang didapat sangat berbeda dengan spektrum pada sampel padat. Hal ini menunjukkan bahwa sampel padat dan cair pada percobaan ini berasal dari golongan senyawa yang berbeda. Spektrum yang didapatkan dari percobaan ini sangatlah jelas dan tajam.. Hasil pengukuran terhadap sampel unknown dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10. Spektrum Hasil Pengukuran Sampel Unknown Analisis terhadap spektrum inframerah dilakukan dengan membagi daerah spektrum menjadi lima zona yaitu: 1. Pada zona 1 (daerah panjang gelombang 3700-3200 cm-1) tidak terdapat puncak (peak) yang berarti tidak adanya gugus O-H dari fenol dan gugus amina atau amida. 2. Pada zona 2 (daerah panjang gelombang 3200-2300 cm-1) terdapat puncak kuat yang menandakan adanya ikatan C-H dari alkana pada daerah panjang gelombang 2900 cm-1 dan puncak medium pada panjang gelombang 2700 cm-1 yang menandakan adanya ikatan C-H dari aldehida.
3. Pada zona 3 (daerah dengan panjang gelombang 2300-2100 cm-1) tidak terdapat puncak yang berarti tidak terdaoat ikatan rangkap 3 dari alkuna ataupun nitril. 4. Pada zona 4 (daerah panjang gelombang 2000-1600 cm-1), terdapat puncak kuat pada panjang gelombang 1730 cm-1 yang menandakan adanya gugus C=O karbonil dan puncak lemah pada panjang gelombang 1650 cm-1 yang menandakan adanya ikatan C=C alkena 5. Pada zona 5 (daerah panjang gelombang <1600 cm-1), terdapat puncak medium pada panjang gelombang 1470 cm-1 dan 1375 cm-1 yang berturut-turut menandakan adanya ikatan C-H dari –CH2– dan – CH3 pada senyawa unknown. 6. Adanya puncak pada daerah kurang dari 1000 cm-1 menandakan adanya finger print. Sesuai dengan data frekuensi serapan gugus-gugus dalam senyawa unknown yang diperoleh di atas, maka diketahui maka dalam sampel cair diketahui mengandung C = C (alkena), C – H (alkana), C – H (aldehida), dan C = O (aldehida). Berdasarkan hal tersebut diduga kuat bahwa sampel cair unknown adalah sitronelal dengan rumus struktur seperti pada gambar 11.
. Gambar 11. Struktur Sitronelal Secara ringkas, analisis di atas disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Frekuensi, Intensitas, dan Gugus Fungsi Senyawa Unknown Berdasarkan Percobaan Frekuensi Hasil
Gugus Fungsi
Intensitas
2900
C – H (alkana)
Kuat
2700
C – H (dari aldehida)
Medium
1730
C = O (karbonil)
Kuat
1650
C = C (alkena)
Lemah
Pengamatan (cm-1)
1470 1375
Medium C – H (alkana)
Medium
VII.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Spektrofotometri IR merupakan teknik spektroskopi yang didasarkan pada penyerapan inframerah oleh senyawa yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa tyrosin (mendeteksi gugus fungsi pada suatu senyawa). 2. Sampel padat tirosin mengandung serapan karakteristik, yaitu C = C dan C-H (cincin aromatik), C – N (amina), N – H (amina), C-O (asam karboksilat), C = O (aldehid, keton, asam karboksilat, ester), O – H (fenol), dan O – H (monomer asam karboksilat) berdasarkan analisis spektrum FTIR dari tirosin. Sampel cair unknown mengandung mengandung serapan karakteristik, yaitu C = C (alkena), C – H (alkana), C – H (aldehida), dan C = O (aldehida). Berdasarkan analisis serapan karakteristik tersebut, sampel cair unknown diduga kuat adalah sitronelal.
DAFTAR RUJUKAN
College of Letters & Science (University of Wisconsin). 2018. FTIR-IR Tracer. (Online). http://uwm.edu/chemistry/instrumentation/shimadzu-laboratory-of-advance-and-appliedanalytical-chemistry/instrumentation/ftir-ir-tracer/. Diakses pada 24 Juni 2018 Coates, J. (2006). Interpretation of Infrared Spectra, A Practical Approach. Encyclopedia of Analytical
Chemistry,
10815–10837.
(Online).
https://doi.org/10.1002/9780470027318.a5606 Diakses pada 24 Juni 2018 Dachriyanus. 2004. Analisis Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasidan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas Muderawan, I Wayan. 2009. Analisis Instrumen. Singaraja: Undiksha Press. Redhana, I.W., Siti Maryam. 2004. Biokimia II. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.