Good Corporate Governance “Good Corporate Governance Di Dunia, Asia dan Indonesia”
Oleh: Kelompok 04 Luh Aprilia Widiantini
(1406305090)
Made Oka Candra Andreana
(1406305116)
Made Andiva Mahendra
(1406305138)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2016
KATA PENGANTAR Om Swastiastu Dengan mengucapkan puji syukur kepada Ida Sang HyangWidhi Wasa, berkat rahmat dan karunia-NYA, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Good Corporate Governance Di Dunia, Asia dan Indonesia”. Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok Corporate Governance Program Reguler S1 Akuntansi. Dalam penulisan paper ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan,untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Dan pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan motivasi, ikut berpartisipasi dan perhatian sehingga paper ini dapat terselesaikan tepat pada waktu nya. Demikianlah makalah ini kami tulis semoga dapat bermanfaat bagi pembaca,akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Denpasar, 02 Oktober 2016
Penulis
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................ii Daftar Isi...........................................................................................................iii Bab I Pendahuluan............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1 Bab II Pembahasan..........................................................................................2 2.2 Good Corporate Governance Di Dunia............................................2 2.2 Good Corporate Governance Di Asia..............................................5 2.3 Good Corporate Governance Di Indonesia......................................10 Bab III Penutup.................................................................................................19 3.1 Kesimpulan........................................................................................19 3.2 Saran..................................................................................................19 Daftar Pustaka
20
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya corporate governance dapat dikatakan dilatarbelakangi dari berbagai skandal besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung serakah dan mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari pertentangan kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau kepentingan bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai pemicu dari kebutuhan akan corporate governance. Secara lebih luas pertentangan kepentingan di suatu organisasi itu terjadi antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan minoritas, antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan. Pada awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan Amerika, tetapi seiring berkembangnya kompleksitas bisnis di berbagai negara di dunia maka segara berkembang pula di negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.
BAB II 1
PEMBAHASAN 2.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA 2.1.1 Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan – perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat, Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good corporate governance mereka. Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai macam hal, diantaranya yaitu : 1. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen perusahaan. 2. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan. 3. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan – keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan. 4. Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang saham dan kreditur. 5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak sedikit manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik. Skandal bisnis perusahaan – perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai kehidupan ekonomi banyak negara. Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank dan lembaga keuangan non – bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit mereka. Sejak terjadinya skandal bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan bank - bank kreditur sadar 2
bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana mereka menanamkan 3
dananya tidak sepenuhnya terlindungi. Reaksi Dunia Internasional Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan – perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka. Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah : 1. Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan laporan keuangan perusahaan public, dimana mereka diharuskan untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang dilakukan. 2. Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance. Komite tersebut menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan nantinya perusahaan – perusahaan harus mematuhi saran – saran yang diajukan komite tersebut. Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah : 1. Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang reformasi corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan pemegang saham dan karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley Act menentukan bahwa anggota dewan pengurus wajib menguasai dasar – dasar ilmu manajemen keuangan. 2. Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public Accounting Oversight Board (PCAOB). 3
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah : 1. Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi perusahaan – perusahaan publik serta memperbaharui undang – undang tentang perusahaan Australia. 2. Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi 4
pemegang
saham
dalam
meningkatkan
akuntabilitas
dan
transparansi perusahaan – perusahaan public. Perkembangan Good Corporate Governance Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan
tuntutan
masyarakat.
Setiap
tindakan
memerlukan
pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.
2.2
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI ASIA Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif. Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate Governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka peraturan di banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan 4
manfaat apa yang telah dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik Good Corporate Governance yang baik dan keuntungan finansial. 2.2.1 Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek tersebut. Pedoman iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang diterbitkansebelumnya. 1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat complyand explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek Malaysia, prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan perusahaan wajib
diungkapkan
dalam
laporan
tahunan.
Perusahaanjuga
wajib
mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertaialasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal ini juga harus diungkapkan. 2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek dalam Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban untuk mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursatidak mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa Malaysia
dapat
mengambil
tindakan
terhadap
perusahaan
atau
direksisebagaimana tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia. 3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu : a) Bagian 1 :
5
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsipprinsip sesuai dengan keadaan masingmasing perusahaan. b) Bagian 2 : Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan. Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya. c) Bagian 3 : Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari Pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah : The Board Structure, Duties and Effectiveness The Audit Committee and its Challenges Assessing the Risk and Control Environment Effective Oversight of Financial Reporting Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee Conflict of Interest and Related Party Transactions Nominating Committee Remuneration Committee Shareholder Relations
2.2.2 Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura 1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan setiap perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan. 6
2. Sanksi atas ketidakpatuhan Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya. 3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan a) Board Matters b) Remuneration Matters c) Accountability and Audit d) Communication with Shareholders e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements 2.2.3 Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand 1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET) mengharapkan perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate Governance tersebut. Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsipprinsip Good Corporate Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip Good Corporate Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai mengungkapkan pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tahun 2007 pada Laporan Tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) melalui media komunikasi yang yang paling nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang disarankan adalah situs web perusahaan. 2. Sanksi atas ketidakpatuhan Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya. 3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good
Corporate
Governance Perusahaan tercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand) mencakup 5 kategori yaitu: a Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders) 7
2.2.4
b
Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of
c d e
Shareholders) Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders) Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency) Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)
Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi tata kelola perusahaan yang bertujuan
untuk meningkatkan
kepercayaan investor, mengembangkan pasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan untuksector korporasi dan
ekonomi, Securities Commission, melalui Resolusi No.135, Seri 4 April2002, menyetujui
berlakunya
dan
pelaksanaan
Pedoman
Good
Corporate
Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang tercatat atau terdaftar, perusahaan penerima izin/lisensi dan perusahaan publik. Pedoman Good Corporate Governance ini juga berlaku untuk cabang atau anak perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi diFilipina yang terdaftar.
1
Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate Governance tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan dapat dikenakan sanksi. Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat untuk melaporkan secara periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola termasuk hal-hal yang belum dapat dipenuhi
2
wajib diungkapkan lengkap dengan alasannya. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh
3
tempo dikenakandenda sebesar P100, 000.00. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance a) The Board Governance b) Supply Information c) Accountability and Audit d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests e) Evaluation Systems 8
f) Disclosure and Transparency g) Commitment to Corporate Governance h) Administrative Sanction
2.3 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing . Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaanperusahaan tersebut. 2.3.2 Tahap-Tahap Penerapan GCG Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk
menciptakan
sistem
yang
dapat
menjaga
keseimbangan
dalam
pengendalian perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang 9
terjadinya kesalahan mengelola (miss management), menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal. Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan GCG yaitu:
1. Tahap persiapan Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu: Awareness Building Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perushaan. Kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. GCG Manual Building GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG Assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan untuk kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. 2. Tahap implementasi Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu: Sosialisasi Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama. 10
Implementasi Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan. Internalisasi Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi, sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekadar dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan. 3. Tahap evaluasi Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktek GCG yang ada. Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah berikut: 1. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system operasional pencapaiannya secara jelas; 2. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ perusahaan (check and balance); 3. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 4. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko perusahaan; 5. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil dan setara diantara pemegang saham; 6. Membangun sistem pengembangan SDM, kinerjanya.
11
termasuk
pengukuran
2.3.3
Penerapan GCG di Indonesia Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu. ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif
puncak
perusahaan-perusahaan
blue-chip,
kini
telah
pulih.
Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000 12
investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19. Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negaranegara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkanpada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata
lagi. 2.3.4
Implementasi GCG Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot 13
project. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG. Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003. Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001. Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran dan pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas. Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk 14
komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi
ini
dipandang
perlu
untuk
memberikan
acuan
dalam
mengimplementasikan GCG. Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah. Aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and punishment system dengan meratifikasi undang-undang BUMN. Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaanperusahaan terbuka. Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi mewajibkan system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit, dan sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ. Independensi komisaris dimaksudkan untuk memastikan bahwa komisaris independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, dengan direksi dan dengan komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang terafiliasi; dan 15
memahami berbagai regulasi pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two tier yang kita anut, justru akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite nominasi dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas disclosure perusahaan-perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI, dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas waktu penyerahan laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini 2.3.5
merupakan indikasi kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam. GCG di Lingkungan Perbankan Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara umum telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance structure, governance process, maupun governance outcome. Governance structure terdiri atas (LAN dan BPKP,2000) : pertama, uji kelayakan dan kepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali, dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank. Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain. Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada. Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan anggaran jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank Indonesia tahun 1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuk nilai-nilai yang harus dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan resikoresiko pengendalian. Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan 16
peningkatan peran auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non performingloan (NPL), pemegang saham pengendali dan afiliasinya, praktik manajemen resiko dalam pelaporan keuangan. 2.3.6
Peran BAPEPAM Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan GCG. Peraturanperaturan tersebut antara lain menyangkut
keputusan
Bapepam
mengenai
prinsip
transparansi
yang
mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik, disclosure mengenai beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham, transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang pengungkapan mengenai apakah suatu perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 17
Di era persaingan global ini, dimana batas-batas negara tidak lagi menjadi penghalang untuk berkompetisi, hanya perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance (GCG) yang mampu memenangkan persaingan. GCG merupakan suatu keharusan dalam rangka membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan sustainable. Ia diperlukan untuk menciptakan sistem dan struktur perusahaan yang kuat sehingga mampu menjadi perusahaan kelas dunia. 3.2 Saran Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki. Maka dari itu penulis sangat berharap kritik dan saran kepada setiap pembaca agar makalah ini bisa lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA Wulandari, Etty Retno.Good Corporate Governance(Konsep, Prinsip dan Praktik).Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia(LKDI) www.bapepam.go.id 18
Sutojo, Siswanto & Aldridge, John. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat), Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka, 2008
19