GIGI PERSISTEN Pengertian Persisten gigi adalah suatu kasus dimana gigi susu tetap bertahan pada lengkung gigi melebihi waktu normal sehingga menyebabkan gangguan erupsi dari gigi permanen penggantinya. Suatu gigi dapat dinyatakan persistensi dengan melihat tabel penggantian antara gigi susu dengan gigi permanen penggantinya (tabel 1).1,2 Tabel 1. Waktu normal erupsi gigi geligi permanen (schuursA, 1990: 119) GIGI GELIGI PERMANEN No. Urut
Rahang Atas
Rahang Bawah
Jenis Gigi
Waktu Erupsi
Jenis Gigi
Waktu Erupsi
1
M1
6-7 tahun
M1
6-7 tahun
2
I1
7-8 tahun
I1
6-7 tahun
3
I2
8-9 tahun
I2
7-8 tahun
4
P1
10-11 tahun
C
9-10 tahun
5
P2
10-12 tahun
P1
10-11 tahun
6
C
11-12 tahun
P2
11-12 tahun
7
M2
12-13 tahun
M2
11-13 tahun
8
M3
17-21 tahun
M3
17-21 tahun
Etiologi Secra normal, akar gigi susu akan disesorpsi sempurna oleh sel-sel osteoklas sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen penggantinya erupsi. Akan tetapi, sering dijumpai adanya kasus gigi yang persistensi disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Beberapa faktor penyebab tersebut adalah: ankilosis, lambatnya resorpsi akar gigi susu, hypotiroidism serta malposisi benih gigi permanen. 2,3
1. Ankilosis Ankilosis adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh sementum akar gigi menyatu dengan tulang alveolar pendukungnya. Melalui foto rontgen terlihat ligamentum periodontal hilang dengan gambaran radiopaque. Ankilosis dapat terjadi karena adanya infeksi atau injuri pada membran periodontal misalnya akibat kecelakaan sehingga terjadi nekrosis lokal dari membrana tersebut. Nekrosis lokal membrana didikuti dengan pembentukan tulang baru yang akhirnya menyatukan sementum dan tulang alveolar pendukungnya, bisa sebagian maupun seluruhnya. Penyakit kongenital seperti kleidokranial disostosis dapat juga menyebabkan penderita memiliki predisposisi terjadinya ankilosis. 4,5 Gigi yang paling sering mengalami ankilosis adalah molar pertama dan kedua susu rahang bawah. Gigi susu yang ankilosis akan tetap bertahan pada tempatnya dan menghalangi erupsi gigi permanen pengganti.4,5
2. Lambatnya resorpsi akar gigi susu Proses resorpsi akar merupakan proses yang terjadi secara berselang-seling antara resorpsi aktif dengan masa istirahat. Resorpsi aktif lebih pendek dari masa istirahat karena pada masa istirahat terjadi proses pembentukan jaringan periodontal pada daerah yang teresorpsi. Proses pembentukan jaringan periodontal ini kadang-kadang berlangsung sangat lambat yang mungkin disebabkan defisiensi nutrisi dan gangguan hormon endokrin, sehingga proses resorpsi terganggu. Penyebab lain terlambatnya resorpsi akar gigi susu adalah nekrosis pulpa dan inflamasi periapikal seperti granuloma.3,6
3. Hypotiroidism Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang berperan untuk merangsang metabolisme sel dan mengatur metabolisme tubuh secara keseluruhan. Hormon tiroid disekresikan langsung ke aliran darah dan
getah bening dan berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Kekurangan hormon tiroid disebut hipotiroidism. Gejala yang terlihat tergantung pada usia pasien ketika mendapat serangan pertama dan durasi dari terjadinya gangguan fungsi endokrin ini. Hipotiroidism dapat menyebabkan persistensi gigi dalam waktu yang lama karena kekurangan hormon tiroid menyebabkan resorpsi akar gigi susu dan perkembangan tulang rahang terganggu. 7
4. Malposisi benih gigi permanen Benih gigi permanen kadang-kadang berada pada posisi abnormal misalnya horizontal, mesioangular, distoangular dan sebagainya. Keadaan ini bisa membuat gigi permanen erupsi ke arah labial, lingual, bukal serta impaksi karena jalan erupsinya terhalang jaringan tulang dan mukosa yang tebal. Arah erupsi gigi permanen yang menyimpang ini menyebabkan akar gigi susu tidak teresorpsi sebagian atau seluruhnya sehingga gigi susu bertahan di lengkung gigi. 8
DAFTAR PUSTAKA 1. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2 nded. New York, Oxford University Press; 1989: 441-7 2. O’Connel
AC.
Delayed
Eruption
of
Permanen
Teeth.
http://www.eapd.gr/membership/members.htm. 3. Dwoksin
Mare
L.
Development
Of
Dentition.
http;//www.drdwoksin.com/normal.htm 4.
Shidu HK, Ali A. Ankylosis and Infraocclusion: Report of a Case Restored
With
a
Fibre-Reinforeed
Ceromeric
Bridge.
http://www.nature.com/cgi-taf/journal.htm 5. Tjut Rostina. Oklusi, Maloklusi, Etiologi Maloklusi.Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi USU: 2003: 75-2 6. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual Of Paedodontics.2 nded. United State of america, Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131 7. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB Saunders Co; 2000: 30-3 8. Veronika W, Gross JC. Malposition, Malocclusion of Teeth Buds. http://hoag.myelectronicmd.com/screening/partners_3.shtml.