Critical Review: “GLOBALISASI DAN PEMBENTUKAN INSTITUSI INTERNASIONAL” (Cary Coglianese) Diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah Global Governance
Dosen: Sendy Kristiani, S. IP
Oleh: Kelompok 9: Denny L. Sihombing
170210070093
Resti Regina
170210070074
Septaris B. Perhusip
170210070096
Ice Nopianti
170210070109
Hilda Kurnia Fitri
170210070028
Fadel Fadillah
170210070114
Fitria Risdayanti
170210070034
Otniel Pati Roni S.
170210070083
Rani Kartika
170210070023
Mariana
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR
2009 BAB I REVIEW ARTIKEL GLOBALISASI DAN PEMBENTUKAN INSTITUSI INTERNASIONAL (Cary Coglianese)
Globalisasi saat ini membawa dunia kepada suatu bentuk yang dinamakan koor koordi dina nasi si
inte intern rnas asio iona nall
dan dan
aksi aksi
kole kolekt ktif if..
Perl Perlua uasa san n
pasa pasarr
memb membaw awaa
interdependensi yang cukup dalam dan pertumbuhan permintaan dalam koordinasi dan pengat pengatura uran n yang yang luas luas dalam dalam berbag berbagai ai bidang bidang melipu meliputi ti ketaha ketahanan nan pangan pangan,, keuangan, dan standar produk. Peningkatan kecepatan dan pengurangan biaya dalam komunikasi global tergantung pada bagian luas dari sebuah koordinasi aksi internasional dalam menjamin kesesuaian jaringan. Masalah lingkungan global seperti seperti peruba perubahan han iklim iklim menjad menjadii promin prominen en yang yang membut membutuhk uhkan an aksi aksi kolekt kolektif if dalam skala global. Sebagai sebuah keberuntungan dan takdir dari masyarakat duni duniaa untu untuk k lebi lebih h sali saling ng terh terhub ubun ung, g, kete keterla rlanj njut utan an aksi aksi inter interna nasi sion onal al akan akan dibutuhkan untuk mengalamatkan sejumlah besar masalah global. Usaha untuk menanggulangi masalah global sering kali menjadi pusat dari kreasi berbagai macam bentuk bentuk dari institusi internasional. internasional. Dengan institusi, institusi, baik aturan internasional dan organisasi internasional. Organisasi internasional dapat berbe berbentu ntuk k IGO atau NGO, NGO, dalam dalam bahasa bahasan n ini akan akan meneka menekanka nkan n pada pada IGO. IGO. Dipahami sebagai aturan dan organisasi, institusi internasional menjadi subjek dari dari sebuah sebuah badan badan penelit penelitian ian khusus khusus dalam dalam bidang bidang hubung hubungan an intern internasi asiona onal. l. Banyak Banyak peneliti peneliti institusio institusionalist nalist terfokus terfokus akan mengapa mengapa institusi institusi internasion internasional al diciptakan dan mengapa mereka dapat mempengaruhi tingkah laku politik secara independen dalam sebuah dominasi dunia oleh negara bangsa yang di dalamnya terdap terdapat at kekuat kekuatan an tidak tidak berimb berimbang ang,, kepent kepenting ingan an yang yang diverg divergen, en, dan politi politik k domestik yang kompleks.
2
2009 BAB I REVIEW ARTIKEL GLOBALISASI DAN PEMBENTUKAN INSTITUSI INTERNASIONAL (Cary Coglianese)
Globalisasi saat ini membawa dunia kepada suatu bentuk yang dinamakan koor koordi dina nasi si
inte intern rnas asio iona nall
dan dan
aksi aksi
kole kolekt ktif if..
Perl Perlua uasa san n
pasa pasarr
memb membaw awaa
interdependensi yang cukup dalam dan pertumbuhan permintaan dalam koordinasi dan pengat pengatura uran n yang yang luas luas dalam dalam berbag berbagai ai bidang bidang melipu meliputi ti ketaha ketahanan nan pangan pangan,, keuangan, dan standar produk. Peningkatan kecepatan dan pengurangan biaya dalam komunikasi global tergantung pada bagian luas dari sebuah koordinasi aksi internasional dalam menjamin kesesuaian jaringan. Masalah lingkungan global seperti seperti peruba perubahan han iklim iklim menjad menjadii promin prominen en yang yang membut membutuhk uhkan an aksi aksi kolekt kolektif if dalam skala global. Sebagai sebuah keberuntungan dan takdir dari masyarakat duni duniaa untu untuk k lebi lebih h sali saling ng terh terhub ubun ung, g, kete keterla rlanj njut utan an aksi aksi inter interna nasi sion onal al akan akan dibutuhkan untuk mengalamatkan sejumlah besar masalah global. Usaha untuk menanggulangi masalah global sering kali menjadi pusat dari kreasi berbagai macam bentuk bentuk dari institusi internasional. internasional. Dengan institusi, institusi, baik aturan internasional dan organisasi internasional. Organisasi internasional dapat berbe berbentu ntuk k IGO atau NGO, NGO, dalam dalam bahasa bahasan n ini akan akan meneka menekanka nkan n pada pada IGO. IGO. Dipahami sebagai aturan dan organisasi, institusi internasional menjadi subjek dari dari sebuah sebuah badan badan penelit penelitian ian khusus khusus dalam dalam bidang bidang hubung hubungan an intern internasi asiona onal. l. Banyak Banyak peneliti peneliti institusio institusionalist nalist terfokus terfokus akan mengapa mengapa institusi institusi internasion internasional al diciptakan dan mengapa mereka dapat mempengaruhi tingkah laku politik secara independen dalam sebuah dominasi dunia oleh negara bangsa yang di dalamnya terdap terdapat at kekuat kekuatan an tidak tidak berimb berimbang ang,, kepent kepenting ingan an yang yang diverg divergen, en, dan politi politik k domestik yang kompleks.
2
Dalam Dalam bahasa bahasan n ini, ini, akan akan dikemu dikemukak kakan, an, bagaim bagaimana ana pemili pemilihan han bentuk bentuk institusio institusional nal mempengaru mempengaruhi hi efektivitas efektivitas sebuah sebuah institusi institusi dalam menyelesai menyelesaikan kan masalah yang terkait dengan globalisasi. Semua hal bersifat equal , negara-bangsa diharapkan memilih bentuk institusi yang menentukan paling tidak batasan dalam otoritas kedaulatan mereka.
Globalisasi dan Masalah Global
Peningkatan intensitas dan perluasan interaksi global membawa sebuah keberagaman dalam pergantian pemerintahan. Kita dapat membedakan tiga tipe dari dari masala masalah h yang yang berkaita berkaitan n dengan dengan global globalisa isasi si dan desaka desakan n terhad terhadap ap aksi aksi internasional: masalah koordinasi; masalah umum/bersama; dan masalah dalam nilai-nilai dasar/utama, seperti Hak Asasi Manusia.
Masalah koordinasi
Tipe Tipe masala masalah h pertam pertamaa adalah adalah koord koordina inasi si keterh keterhubu ubunga ngan n global global,, atau atau masalah masalah pertukaran pertukaran informasi, informasi, produk, produk, jasa, dan uang antar batas negara. negara. Ketika Ketika mela melamp mpau auii bata batass nega negara ra bera berart rtii meng mengha hada dapi pi keti ketida daks kses esua uaia ian n syara syaratt atau atau tekn teknol olog ogi, i, hal hal ini ini akan akan meng mengha hala lang ngii pertu pertuka kara ran n tran transn snas asio iona nall yang yang ingi ingin n dilakukan dilakukan oleh masyarakat. masyarakat. Beberapa masalah koordinasi koordinasi sangat sesuai sesuai untuk menentukan sisi mana dalam sebuah jalan yang harus diadopsi ke dalam sebuah unit unit wakt waktu u bers bersam ama. a. Seba Sebaga gaii cont contoh oh,, kema kemaju juan an tekn teknol olog ogii yang yang memb membua uatt komunikasi global semakin lebih murah tergantung pada keter-operasian dari jasa jaringan dan telekomunikasi yang berbeda di berbagai belahan dunia. Contoh lain dalam hal ini adalah fokus akan tandatangan elektronik untuk transaksi internet. Tandatangan elektronik memungkinkan firma untuk membuktikan kebenaran dari identitas rekan kerja. Telah banyak otentifikasi yang ada, dan kemungkinan besar akan berkembang berkembang di masa yang akan datang. Jika berbagai berbagai negara menggunaka menggunakan n otentifikas otentifikasii teknologi teknologi yang berbeda, berbeda, perdagangan perdagangan elektronik elektronik antar-negara antar-negara akan semakin tidak jelas dan tidak praktis jika tidak menggunakan pendekatan yang umum.
3
Masalah koordinasi merupakan tinjauan sebagian dari perusahaan yang di dalamnya menetakan standar
yang berbeda
dalam pengaturan nasional.
Pengaturan pemerintah nasional baik dalam bentuk dan penampilan dari sebuah produk yang dijual dalam sebuah negara (standar produk) sama seperti proses dimana produk dibuat (standar proses). Standar produk dapat beranekaragam tergantung dalam bentuk yang ditampilkan, seperti keamanan dan keunggulan, dan juga ketika diuji dengan menggunakan prosedur lain mendemonstrasikan bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan substansial. Perbedaan standar produk antar negara kadang-kadang menimbulkan diskriminasi dan diferensiasi produk dalam pasar yang berbeda, yang akhirnya memperluas skala ekonomi. Bahkan ketika standar produk yang ditetapkan sama, prosedur pengujian yang digunakan dapat berbeda untuk menaikkan harga. Sebagai contoh, perusahan mobil Eropa dan AS menetapkan harga yang berbeda yang berkaitan dengan insentif pegawai dan harga design yang berkisar 10%.
Masalah Bersama
Tipe kedua dari masalah yang dihubungkan dengan globalisasi adalah sebuah masalah yang sudah familiar dalam menjaga sumber daya bersama dalam barang publik. Barang publik atau sumberdaya bersama merupakan barang nonrivalry, dimana tidak mungkin untuk melarang seseorang utnuk menggunakannya. Konsekuensinya, bukan hal yang tepat untuk menggunakan sistem pasar murni untuk mengalokasikan penggunaannya. Sebagai contoh, emisi gas rumah kaca meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan minyak bumi, pemanasan global mnjadi sebuah masalah bersama. Semua negara dapat menggunakan atmosfer si tempat dimana emisi dihasilkan, dan seluruh keuntungan dari reduksi gas rumah kaca memperhatikan bagaimana mereka berkontribusi terhadap reduksi. Sebagai hasilnya, ada insentif yang kuat untuk “ free-riding ”. Dalam beberapa kasus, institusi internasional, jika cukup terbentuk, akan dapat mengalokasi masalah penumpang gratis.
4
Masalah yang berkaitan adalah efek transboundary yang dihasilkan oleh aktivitas domestik. Industri dalam suatu wilayah, sebagai contoh, dapat menimbulkan polusi udara secara umum yang dibawa oleh angin ke negara lain. Atau pengaturan hukum terlalu lemah dalam sebuah negara akan memberikan eluang kepada pengedar obat-obatan terlarang dan teroris untuk melaksanakan operasinya di negara tersebut. Dalam kasus ini, aksi internal (inaksi) menghasilkan eksternalitas negatif yang akan menjatuhkan negara lain. Karena biaya yang dihasilkan tidak proporsional satu sama lain, harus ada insentif dalam invstasi untuk mengukur dan mencegah hal tersebut. Konsekuensinya, tindakan internasional akan sangat dibutuhkan dalam batasan ini.
Nilai-Nilai Dasar
Tipe masalah global yang ketiga adalah perlindungan terhadap nilai-nilai dasar, atau yang sangat penting. Prinsip moral seperti persamaan, kebebasan, dan demokrasi dapat dikategorikan sebagai nilai yang penting dalam praktek politik. Rinsip-prinsip yang mengklaim hak dan perlakuan yang pantas dan penghormatan terhadap manusia dalam HAM, bukan sebagai warganegara suatu negara. Dalam hal ini, masalah HAM menjadi masalah global. Lebih lanjut, periode globalisasi dapat menciptakan sebuah kondisi dibawah nilai-nilai sosial yang diterima secara luas sekaligus dibawa oleh globalisasi ide dan informasi, bahkan dalam ranah sistem politik. Saat ini banyak orang-orang di dunia yang dapat mengakses gambar-gambar atau ide-ide dari luar negaranya dibandingkan sebelumnya. Peningkatan pertukaran ide-ide mengenai nilai-nilai budaya dan politik dapat berkontribusi bagi perluasan penerimaan terhadap hak asasi manusia dan prinsip demokrasi, walaupun terdapat hak-hak positif yang dilindungi oleh negara-negara tertentu. Semenjak negara-bangsa tidak memiliki jaminan keadilan yang
seragam
dan
perlindungan
terhadap
hak-hak
rakyatnya,
institusi
internasional yang efektif dibutuhkan untuk membantu menjamin perlindungan yang minimal terhadap hak asasi manusia di seluruh bangsa.
5
Masalah-masalah Global dan Permintaan Terhadap Institusi-Institusi Internasional
Terdapat tiga masalah utama yang membenarkan pembentukan institusiinstitusi internasional, yaitu masalah-masalah koordinasi, masalah-masalah umum/bersama, dan perlindungan terhadap nilai-nilai utama. Pada tingkat tertentu, masalah-masalah ini akan meningkat selama periode globalisasi, kemudian diharapkan pula peningkatan tindakan internasional. Ini bukan berarti bahwa institusi-institusi internasional akan secara otomatis muncul kapan pun mereka dibutuhkan.
Negara-negara
bangsa tetap
bisa diharapkan untuk
melindungi kedaulatan dan kepentingan-kepentingan mereka. Tentu saja pada waktu yang sama dimana pertumbuhan dunia terus meningkat saling berhubungan pada skala global, banyak bangsa yang telah melihat bangkitnya perjuangan dari kepentingan-kepentingan kedaerahan dan desentralisasi. Hambatan lainnya terhadap kerjasama internasional, seperti dorongandorongan untuk “free riding”. Terdapat biaya-biaya transaksi untuk membentuk institusi-institusi internasional. Negara-negara membutuhkan informasi terpercaya untuk memutuskan bahwa kerjasama akan melayani kepentingan-kepentingan mereka. Sebagai tambahan, keberanian mereka dan biaya penyusutan dari negosiasi dengan bangsa-bangsa lain.
Bentuk-Bentuk Institusi-Institusi Internasional
Negara-negara bangsa memiliki pilihan dalam merespon masalah-masalah global. Mereka bisa memilih untuk tidak mengambil tindakan penyelesaian dengan kemungkinan bahwa norma-norma dan mekanisme koordinasi lainnya akan berkembang melalui pasar atau melalui jaringan-jaringan dari organisasiorganisasi non-pemerintah. Di lain waktu, negara-negara bangsa dapat mencoba untuk menunjuk masalah-masalah global melalui legislasi domestik, meskipun memaksakan
standar
domestik
terhadap
produk-produk
yang
memasuki
perdagangan atau koordinasi regulasi domestik dengan standar negara-negara lainnya. Selain itu, suatu bangsa dapat bekerja secara langsung dengan bangsa bangsa lainnya dalam mengembangkan strategi untuk mengenal norma-norma
6
internal yang satu dan lainnya atau untuk menciptakan norma-norma internasional yang dapat diterima satu sama lain. Sebagai tambahan, bangsa-bangsa terkadang juga bisa menciptakan organisasi-organisasi internasional untuk memproses penyerahan
kekuasaan dalam
rangka
mengkaji
masalah-masalah
global,
menghasilkan rekomendasi-rekomendasi atau kebijakan-kebijakan, menerapkan program-program, atau melaksanakan aturan-aturan dan menyelesaikan sengketasengketa. Respon-respon tersebut berbeda sesuai dengan jumlah otoritas yang memberi kuasa terhadap suatu negara-bangsa, sebagai reaksi untuk menentang dipindahkannya ke negara-negara lain atau organisasi-organisasi internasional. Dalam merespon masalah-masalah global, negara-ngara bangsa dapat memilih diantara enam pilihan utama atau bentuk-bentuk kelembagaan, dan setiap negara secara individual dapat menggunakan pilihan-pilihan tersebut. Jika globalisasi meningkatkan
permintaan
terhadap
tindakan
internasional,
maka
perlu
diperhatikan penggunaan dari pilihan tersebut, khususnya mengenai pengakuan bersama, konsensus, dan delegasi.
Non -state Action
Negara bisa saja tidak mengupayakan apapun untuk memecahkan masalah global atau membiarkan aktor non-negara untuk mengatasinya. Tidak adanya intervensi Negara, masalah-masalah global dapat ditangani dengan mekanisme pasar, norma social transnasional, dan organisasi aturan standar privat ( private
standard-setting organizations). Dinamika pasar dapat mengatur tindakan-tindakan koordinasi dimana pasar dapat menetapkan standar industri de facto. Setiap Negara memiliki standarisasi yang berbeda untuk setiap produk. Perusahaan akan cenderung mengikuti standar yang berbeda-beda tersebut apabila lebih murah daripada untuk memproduksi produk baru. Norma sosial dapat berfungsi sebagai regulator, meskipun tidak dibentuk oleh Negara, melainkan oleh public-publik domestik. Contohnya, sikap protes tenaga buruh Negara ketiga dapat membentuk norma untuk memperlakukan tenaga buruh bagi perusahaan-perusahaan multinasional.
7
Private
standard-setting
Electrotechnical Standardization
Commission (ISO)
dapat
and
organization the
mendorong
seperti
International koordinasi
International
Organization antara
for
binsis-bisnis
internasional dengan mengatur ruang lingkup produk lintas batas atau mulai dari perputaran film hingga sistem menejemen lingkungan. Norma-norma non-negara dapat berjalan dengan keterlibatan Negara dan mekanisme hukumnya.
Internal Control
Proses hukum internal yang diupayakan oleh Negara ini dibatasi oleh jangkauan yuridiksi sebuah Negara dan perbenturannya dengan hokum Negara lainnya. Walaupun begitu, Negara dapat mengkoordinasikan kebijakan internal dengan mengikuti kebijakan Negara lain. Negara dengan ekonomi lebih besar dan pemerintahan lebih efektif dapat menjadi pelopor regulasi yang diikuti oleh Negara lain sehingga dapat menghasilkan pertemuan regulasi tanpa koordinasi internasional yang formal.
Mutual recognition
Mutuan recognition mencakup prinsip-prinsip yang diterima dengan terkoordinasi oleh beberapa Negara. Pendekatan ini mencakup juga dasar dalam menentukan aturan-aturan yang seharusnya diterapkan dalam transaksi yang melibatkan perusahaan-perusahaan atau individu-individu dari Negara yang berbeda. Sebagai contoh, mutual recognition telah diterapkan Negara-negara di Uni Eropa. Consensual Rules
Consensual rules atau traktat adalah bentuk keempat dari institusi internasional. Melalui pembuatan traktat atau perjanjian internasional, negara bangsa berkomitmen untuk tidak hanya mengetahui peraturan perundangundangan domestik negara lain, namun juga dengan membuat suatu undangundang bersama (transnational rules) . Disaat perjanjian tidak didukung oleh suatu mekanisme penyelenggaraan formal, maka digunakanlah bentuk-bentuk korporasi
8
internasional secara berkala. Lebih dari 34000 traktat terdaftar di PBB, dan lebih dari 500 diantaranya digunakan sebagai perjanjian multilateral. Walaupun negara bangsa harus menyetujui segala kebijakan yang terdapat didalam perjanjian ini, otoritas kebijakan masih berada dalam jangkauan negara bangsa yang bersangkutan. Dalam prakteknya, setiap kebijakan akan sedikit mendapat hambatan oleh bargaining position (kemampuan tawar-menawar suatu negara), karena apa yang muncul sebagai peraturan-peraturan dalam suatu traktat tidak selalu merefleksikan prioritas utama suatu negara. Negara-negara kuat juga akan
selalu
cenderung
mendominasi
negara-negara
lemah.
Namun
bagaimanapun, setiap negara masih memiliki kendali penuh untuk menyetujui ataupun menolak traktat. Pemeliharaan otoritas ini tentu saja membutuhkan pengorbanan, waktu yang habis saat pembuatan konsensus kebijakan adalah salah satunya, dan mungkin saja dapat menciptakan efek status qou di saat mendatang.
Delegation
Format institusi kelima, yaitu delegasi, adalah bentuk khusus pembuatan keputusan konsensual. Hal ini pun menjadi sangat penting saat melakukan negosiasi dalam pembuatan traktat-traktat multilateral. Ketika negara berbicara tentang otoritas, maka disaat ini pula mereka telah melakukan transfer otoritasnya kedalam suatu organisasi internasional untuk mengambil langkah-langkah spesifik tertentu. Organisasi internasional dapat mengambil langkah-langkahnya sendiri, oleh karena itu negara-negara tidak perlu untuk merundingkannya lagi secara holistik. Dalam hal ini, organisasi internasional dapat menediakan sebuah forum untuk kerjasama internasional yang sedang dibahas. Pertengahan tahun 1990an, pemerintah nasional telah membentuk lebih dari 250 IGO. Diantara organisasiorganisasi ini contoh yang terkenal adalah PBB, Uni Eropa, dan WTO ( World
Trade Center), serta beberapa organisasi yang kurang dikenal termasuk Codex Alimentarius Commission (yang mengangkat isu-isu standar kesehatan makanan) dan International Telecommunications Commission (yang mengatur standarstandar pelayanan jasa telekomunikasi. Negara bangsa telah bergabung ke dalam organisasi-organisasi ini untuk mengambil setiap langkah yang dirasa perlu terkait
9
isu-isu yang sedang berlangsung, serta dapat berfungsi sebagai dasar pembuatan dan pelaksanaan setiap kebijakan transnasional, serta untuk memaksakan kebijakan-kebijakan dalam penyelesaian konflik antarnegara. Melakukan delegasi, bukan berarti bahwa negara secara penuh merasa tidak memiliki otoritas dalam setiap kebijakan organisasi internasional. Sebagai tambahan, bahwa pemimpin nasional negara bersangkutan diharapkan dapat memastikan kepentingan-kepentingan nasional negaranya tidak diganggu oleh institusi internasional yang mereka buat. Oleh karenanya, negara akan melakukan delegasi dengan catatan, memberikan perhatian penuh terhadap tata cara berdelegasi yang dipraktekkan dalam struktur institusi yang dibuat. Sebagai contoh adalah WTO, memiliki visi untuk menciptakan pasar-paras kompetitif yang dapat diterima negara anggotanya, serta masyarakat internasonal secara keseluruhan. Terutama jika promosi ‘pasar bebas’ kemudian menimbulkan permasalahan-permasalahan baru seperti permasalahan lingkungan dan budaya budaya masyarakat setempat.
Withdrawal
Format terakhir dalam institusi adalah penarikan kesimpulan. Hal ini memang terlihat hanya dalam segi teoretikal ketimbang ptekteknya. pilihan ini berada di akhir berkebalikan dengan pilihan di mana kekuasaan menurut undangundang seharusnya ditempatkan di dalam suatu negara. Melalui ini, negara menyalurkan klaim-klaimnya masing-masing terhadap otoritas kebijakan secara bersama-sama. Hal ini diperlukan terutama untuk melengkapi segala proses terdahulu yang telah dilakukan, delegasi yang tidak dapat dirubah ke institusi yang lain. Hal umum yang sering terjadi adalah ketika suatu negara melebur mejadi satu kesatuan, contoh nyata yang dapat kita lihat adalah pada saat reunifikasi Jerman. Di lain sisi, hal ini dapat menjadi ciri aspirasi pihak-pihak yang menyebutnya dengan world government sebagai pengganti sistem
governance yang selama ini dijalankan oleh negara-negara.
10
Pilihan dan Dampak dari Bentuk Institusional
Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya, negara dapat memilih satu dari enam kategori bentuk institusional/kelembagaan yang ada. Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa di dalam setiap pilihan tentunya juga terdapat banyak sekali pilihan-pilihan terhadap aturan yang lebih spesifik. Misalnya, dalam hal pembentukan perjanjian mengenai pencegahan terhadap polusi yang disebabkan oleh kecelakaan kapal tanker di laut, kesepakatan atas penggunaan peralatan-peralatan yang lebih spesifik terhadap kapal tanker tersebut dirasakan dapat lebih efektif jika dibandingkan dengan ketetapan lainnya. Lebih lanjut, pilihan-pilihan tersebut, misalnya dari contoh tadi adalah antara pertimbangan mengenai ekologi dengan penampilan atau lain sebagainya tentunya juga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan aturan-aturan internasional. Pertimbangan terhadap standar penampilan atau terhadap teknologi itu kemudian dapat diterapkan atau diadopsi oleh badan pembuat undang-undang domestik, kemudian diakui dalam suatu kesepakatan, dikodifikasi dalam suatu perjanjian, kemudian dianjurkan/diterapkan oleh IGO. Berikut
ini
akan dipaparkan mengenai
bagaimana
bentuk-bentuk
institusional itu berhubungan dengan berbagai masalah global yang kemudian akan berdampak pada keefektifan aturan dari institusi internasional tersebut.
Bentuk – Masalah yang cocok (Form – Problem Fit )
Pada bagian awal telah dibedakan antara masalah koordinasi, masalahmasalah umum, dan masalah core values yang muncul pada periode globalisasi. Jika bentuk-bentuk institusi membuat suatu perbedaan mengenai bagaimana efektif suatu institusi internasional dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut, maka para analis dan pembuat aturan kemudian dapat melindungi dalam memilih jenis institusi untuk digunakan dalam berbagai jenis persoalan yang ada. Dengan kata lain, mereka perlu untuk memastikan bahwa suatu institusi benar benar dapat menangani masalah yang memang perlu diselesaikan.
11
Masalah koordinasi misalnya, tidak akan mungkin dapat diselesaikan secara mudah oleh bentuk institusi pertama (non-state action dan internal
control ) . Namun hal ini mungkin dapat dipecahkan melalui mewakilkan penyelesaian masalah koordinasi tersebut kepada sekelompok ahli. Disamping itu, pencapaian yang lebih memungkinkan adalah melalui mutual recognition oleh negara-negara tepatnya melalui pembentukan perjanjian (treaty making) . Cara ini tidak hanya dapat menyelesaikan masalah koordinasi, namun juga dapat menyelesaikan masalah umum/bersama atau masalah core values . Dapat diambil contoh yaitu
mengenai penanganan masalah
lingkungan,
yaitu
melalui
pembentukan perjanjian/rezim Montereal Protocol, Protocol Kyoto, dan lain sebagainya. Jadi, suatu masalah benar-benar harus di analisis terlebih dahulu untuk menentukan jenis institusi/kelembagaan mana yang benar-benar dapat memberikan penyelesaian terhadap masalah tersebut.
Form & Legitimacy
Kepentingan negara bangsa dalam pembuatan dan implementasi institusi internasional membuat support dan legitimasi politik menjadi kunci keefektifan institusi. Akan tetapi, institusi internasional tidak unik ketika datang pengambilan laporan politik. Sebuah legitimasi institusi atau public support bisa menjadi spesifik dan meluas. Legitimasi yang spesifik mengarah pada penerimaan outcome yang disebabkan oleh institusi itu dalam hal-hal yang istimewa. Seseorang yang tidak setuju dengan WTO akan melihat pasar sebagai legitimasi yang spesifik dalam kasus ini. Akan tetapi, orang yang sama akan melihat WTO dengan legitimasi yang luas jika dia mengakhiri prosedur itu dengan menggunakan bentuk yang adil dan beralasan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami seluruh determinan legitimasi yang meluas dari institusi internasional. Satu faktor yang bisa mendukung institusi internasional adalah derajat kedaulatan institusi itu dipertahankan dan dilindungi untuk negara bangsa tersebut.
12
The Delegation Dilemma
Otoritas delegasi kepada organisasi internasional terbagi menjadi dua batas kemampuan. Yang pertama, organisasi akan dipaksa. Selanjutnya nyaris menggambarkan sebuah otoritas organisasi. Contohnya mungkin akan lebih sulit bagi organisasi untuk merespon masalah perubahan. Batas kemampuan yang kedua bahwa mereka tidak akan dipaksa. Apabila negara bangsa sedikit tidak memaksa, organisasi internasional akan lebih baik bersikap tenang dalam merespon masalah perubahan. Dalam kata lain, ketegangan sering terjadi didalam IGO antara keefektifan kebijakan dan keefektifan politik. Keseimbangan harus tercapai diantara pembuatan organisasi yang cukup mandiri untuk menjalankan dengan efektif dan menjaga dukungan negara bangsa yang dapat dimengerti dan waspada terhadap
power yang dimiliki oleh organisasi baru.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Marxist: "The workers have nothing to sell but their labour power" Neo-liberalist: "I offer courses on How to Sell Your Labour Power Like A Shark"
NEO-LIBERALISME
Tahun 1979 merupakan tahun dimana diciptakan sebuah tatanan dunia kontemporer. Di tahun itu, sebuah modus operandi yang baru: sebuah cara untuk mengontrol dunia yang tidak terlihat sebelumnya menjadi terlihat, sebuah tahun dimana Margarate Thatcher, perdana mentri Inggris, mengimplementasikan sebuah
konstruk
sosio-ekonomi
yang
menggabungkan
ekonomi-sosial
Darwinisme yang menggantikan teori klasik tentang ekonomi non-negara. Ini merupakan salah satu tinjauan Neo-liberalisme yang berkembang di tahun 1970an yang spesifikasinya dalam bidang ekonomi. Lebih
lanjut,
Neo-liberalisme
menurut
pendekatan
teoritis dalam
hubungan internasional menggambarkan konsep dari rasionalitas dan keterikatan, dan fokus terhadap perhatian kita akan peranan utama institusi dan organisasi dalam politik internasional. Politik internasional telah terinstitusi, dan organisasi internasional memainkan peranan yang penting dalam distribusi internasional akan kesejahteraan dan kekuatan. Neo-liberalisme merupakan pendekatan yang digunakan dalam mempelajari organisasi internasional dan pola kerjasama internasional secara umum.
Varian Neo-Liberalisme
Berikut ini adalah varian-varian dari Neo-liberalisme: Neo-liberal Internasionalism
Salah satu gagasan besar dalam teori dan praktik hubungan internasional di tahun 90-an adalah democratic peace thesis . Hal terpenting dari tesis ini adalah pernyataan
bahwa
negara-negara
liberal/negara-negara
demokratis
tidak
berperang satu sama lain.
14
Agenda
penelitian
Neo-liberal
Internasionalisme
didominasi
oleh
perdebatan mengenai negara-negara liberal; sejauh mana zona perdamaian liberal, mengapa hubungan-hubungan di dalamnya bersifat damai, dan pola hubungan yang bagaimanakah yang dapat berlangsung di antara negara-negara liberal dan rezim yang otoriter. Di era pasca-Perang Dingin, kaum neo-liberal internasionalis mendukung upaya Barat untuk menggunakan kebijakan luar negeri dalam menekan negara-negara otoriter agar menjadi liberal.
Neo-liberal institusionalism
Merupakan liberalisme kontemporer yang paling konvensional. Program penelitian pokok dari neo-liberal jenis ini adalah bagaimana cara untuk mengawali dan mempertahankan kerja sama dalam kondisi yang anarkis. Tugas ini difasilitasi oleh pembentukan rezim-rezim. Neo-liberal institusionalis berbagi asumsi yang sama dengan kaum realis, yaitu negara merupakan aktor yang paling signifikan, dan lingkungan internasional bersifat anarkis. Berikut merupakan prinsip utama dari neo-liberal institusionalisme: •
Aktor: kaum liberal institusionalis menganggap negara adalah perwakilan masyarakat yang legitimate . Meskipun menekankan pentingnya aktoraktor
non-negara,
Robert
Keohane,
mengenai
neo-liberal
institusionalisme, mengakui bahwa aktor-aktor non-negara tersebut berada di bawah negara. •
Struktur: kaum liberal secara garis besar mengakui anarki internasional. Akan tetapi, mereka berpendapat bahwa kerja sama dapat dilaksanakan, bahkan dalam kondisi ini. Kerja sama dalam lingkungan yang anarkis diperlihatkan oleh keberadaan rezim-rezim internasional. Rezim dan institusi-institusi internasional dapat mengurangi keadaan yang anarkis.
•
Proses: integrasi pada level regional dan internasional meningkat. Arah Uni Eropa di masa depan merupakan ujian yang penting bagi neo-liberal institusionalisme.
15
•
Motivasi: negara-negara akan memasuki hubungan kerja sama dengan negara lain, bahkan jika negara lain akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dengan kata lain, keuntungan absolut lebih penting daripada keuntungan relatif.
Perkembangan Teori Neo-Liberal Latar belakang Intelektual
Akar dari Neo-liberalisme dapat dilihat di awal tahun 1980. Sebelumnya, studi institusi internasional dan organisasi internasional lebih kepada orientasikebijakan dan deskriptif, kurang melingkupi kerangka analisis. 1 Kurangnya dasar teoritis berarti bahwa, meskipun individu mempelajari bagian ini secara umum, mereka tidak mengumpulkan semuanya untuk membentuk sebuah gambar yang sesuai, atau berdebat tentang peran organisasi internasional dalam ekonomi dunia. Logika mendasar dari Neo-liberalisme dirangkum oleh Keohane tahun 1982. Agar negara-negara dapat bekerjasama, mereka harus menumbuhkan sebuah cakupan aksi kolektif dalam berbagai masalah, kebanyakan diantaranya terlihat dalam biaya transaksi. Tidak ada penggiatan eksternal yang muncul dalam sistem internasional. Jadi bentuk-bentuk perjanjian harus memiliki kekuatannya sendiri. Hal ini berarti negara harus menemukan cara untuk menghindari situasi mengarah
ke
penipuan.
Sebagai
tambahan,
negara-negara
harus
saling
mengkoordinasikan aksi mereka, seperti persetujuan akan standar teknologi dan layanan kesehatan bersama. Organisasi internasional menyediakan forum dimana negara dapat mengurangi masalah-masalah yang mengancam pola stabilisasi dari kerjasama dengan aksi kolektif. Organisasi internasional dapat menjalankan fungsi pengawasan, menyediakan asuransi satu sama lain untuk menjaga komitmen diantara mereka. Organisasi internasional merupakan forum untuk bernegosiasi dalam menyelesaikan masalah koordinasi, dan belajar bagaimana membuat pilihan dan batsan dalam pemerintahan mereka. Mereka menciptakan struktur 1
Tim Dunne, Milza Kurki, and Steve Smith. 2006. International Relation Theories; Disciplines and Diversity. New York: Oxford University Press. Hlm. 110-111.
16
untuk
menyelesaikan
dan
resolusi
damai,
meskipun
kekuatan
dalam
menyelesaikan berbagai macam masalah terketak di tangan negara anggota. Dalam fungsi ini, organisasi internasional menjadi sebuah fondasi yang bernilai untuk kerjasama internasional. Semua pola kerjasama ini akan lebih fleksibel dalam wajah sebuah kekuatan dan kepentingan dimana ia diletakkan. Kerja awal dalam penerapan Neo-liberal dan pandangan kontraktual dari institusi ini diterapkan dalam rezim internasional, didefinisikan sebagai sekumpulan prinsip norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan. 2 Salah satu keuntungan dalam mempelajari rezim, jika dibandingkan dengan fokus awal individu dalam organisasi internasional adalah ketentuan diizinkannya institusi informal menjadi badan formal. Perspektif Neo-liberal terletak dalam asumsi rasionalitas. Merupakan sebuah asumsi inti dari teori neo-liberal dimana negara mengkalkulasikan biaya dan keuntungan dari berbagai pilihan aksi dan memilih pilihan terbaik yang akan memberikan mereka keuntungan bersih yang lebih tinggi. Asumsi dari rasionalitas adalah kekuatan, yang mengizinkan teori berkembang dalam model dan prediksi yang jelas tentang pola tingkah laku. Hal tersebut juga sangat fleksibel dalam mengizinkan variasi substansial tentang kesadaran yang akan dibawa dalam kebijakan sebuah negara. Sebagai contoh, teori pembuatan keputusan rasional dapat meliputi berbagai macam pilihan yang berbeda: beberapa negara meletakkan keuntungan ekonomi sebagai hal yang utama, ketika negara lain dihadapkan kepada sebuah keputusan akan pentingnya keamanan. Hal ini juga memungkinkan aktor untuk meletakkan titik berat yang berbeda dalam pembayaran jangka menengah dan jangka panjang, tergantung kondisi mereka. Asumsi rasionalitas mengarahkan kita kepada suatu fokus dalam strategi, sebagai aktor yang turut andil dalam aksi yang dilakukan untuk mengetahui reaksi dari orang lain, dan menyadari bahwa pembayaran yang tinggi tergantung pada interaksi mereka dalam strategi berbagai negara.
2
Ibid. hlm. 111.
17
Terdapat batasan yang jelas dalam kepercayaan akan rasionalitas sebagai asumsi utama, dan batasan ini telah memberikan peningkatan dalam perspektif alternatif teoritis seperti konstruktivisme. Asumsi rasionalitas tidak menjelaskan kepada kita apa yang menjadi pilihan negara. Konten spesifik dari pilihan umumnya mengarah kepada sebuah model komplementer yang lebih spesifik (yang fokusnya terhadap keuntungan material atau biaya dan keuntungan sumber daya lainnya). Di saat situasi menjadi sangat kompleks, bukan berarti strategi alami tidak menjadi karakteristik akurat dalam proses pembuatan keputusan, alternatif model seperti hal yang dijelaskan dalam rasionalitas dapat menjadi superior. Jika aksi tidak dimotori oleh kalkulasi biaya dan keuntungan tapi peran dan efektivitas, asumsi rasionalitas tidak dapat dijadikan acuan.
Pandangan Neo-liberal terhadap Institusi dan Rezim 1.
Institusi dilihat sebagai sebuah lembaga yang tetap dan dihubungkan oleh sekumpulan aturan dan praktek yang mendeskripsikan peran, batasan aktivitas, dan bentuk ekspektasi dari aktor. Institusi dapat berupa organisasi, agen birokrasi, treaty dan agreement , praktek-praktek informal yang diterima negara sebagai ikatan
2. Rezim merupakan institusi sosial yang didasarkan atas aturan, norma, prinsip, dan prosedur pembuatan keputusan. Hal ini memimpin interaksi dari berbagai negara dan aktor non-negara dalam area isu seperti lingkungan dan hak asasi manusia. 3. Neo-liberal melihat institusi dan rezim sebagai kekuatan yang signifikan dalam hubungan internasional karena dapat memfasilitasi kerjasama. 4. Neo-liberal institusionalis melihat institusi sebagai mediator dan alat untuk menciptakan kerjasama dalam sistem internasional. Rezim dan institusi membantu mengatur sebuah sistem internasional yang kompetitif dan anarki, dan mereka mendorong pada saat ini multilateralisme dan kerjasama sebagai alat jaminan kepentingan nasional.
18
Respon Neo-liberal terhadap Pembentukan Institusi Internasional
Pada tahun 1990, teori Neo-liberal dalam institusi internasional menjadi lebih dalam dan kaya. Sebagian hal ini merupakan respon terhadap beberapa kritik. Keohane (1990) membawa konsep multilateralisme kembali ke dalam studi institusi. Ia mendefinisikan multilateralisme secara sederhana sebagai kerjasama antara tiga atau lebih negara. Konsep ini menyajikan perhatikan kembali terhadap variasi dari institusi. Secara keseluruhan perkembangan ini menghadapkan kita kepada satu pertanyaan yang harus dijawab ketika mempelajari sebuah organisasi secara partikuler dan bagaimana masalah tersebut dibentuk dan dialamatkan. Sebuah pengertian dari isu ini kemudian menuntun kita kepada prediksi tentang bentuk dan fungsi organisasi dan efeknya dalam outcome politik.
GLOBALISASI
“Perusahaan kami membeli denim di North Carolina, menyeberangkannya ke Perancis dimana ia dijahit menjadi sebuah jeans, mencuci jeans ini di Belgia, Menjualnya di Jerman dengan iklan TV komersial buatan Inggris” 3 Globalisasi sebagai sebuah proses dilihat dari karakteristik sebagai berikut: 1. Sebuah peregangan aktivitas sosial, politik, dan ekonomi melintasi batas politik, dan aktivitas dalam satu wilayah di dunia menimbulkan dampak signifikan terhadap individu maupun komunitas dalam wilayah yang jauh di seluruh dunia. 2.
Intensifikasi/ penggiatan atau pertumbuhan paling serius, dalam setiap lapangan dari eksistensi sosial dari ekonomi ke ekologi, dari aktivitas Microsoft ke penyebaran mikroba berbahaya, seperti virus SARS.
3. Percepatan laju interaksi dan proses global sebagai evolusi dari sistem perluasan peningkatan transportasi dan komunikasi dunia 3
R.D Hass. “The Coorporation without Boundaries”. Dalam M. Ray and A. Rinzler (Eds). 1993. The New Paradigm in Bussiness: Emerging Strategis for Leadership and Organizational Change. New York: Tarcher/Perigee. hlm.103.
19
secara cepat dengan ide, berita, barang, informasi, modal, dan pertukaran teknologi di seluruh dunia. 4. Pertumbuhan ekstensitas, intensitas, dan velositas dari interaksi global diasosiasikan dengan pendalaman jaringan dari lokal dan global dimana peristiwa lokal dapat menimbulkan konsekuensi global begitu pula sebaliknya. Secara garis besar globalisasi diartikan sebagai: 1.
Intensifikasi
dari
menghubungkan
hubungan
lokasi-lokasi
sosial yang
menyeluruh letaknya
yang
jauh
dan
menciptakan sebuah jalan yang memungkinkan kejadian lokal dibentuk oleh peristiwa yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya.4 2.
Integrasi ekonomi dunia. 5
3. Penekanan batas waktu. 4.
De-teritorianisasi atau pertumbuhan hubungan suprateritorial antara masyarakat.6
GLOBAL GOVERNANCE Definisi Global Governance
Konsep global Internasional
pada
governance berkembang
awal
tahun
1990-an.7
dalam
Melalui
studi
Governance
Hubungan
without
Governmnent 8, Rosenau dan Czempiel berhasil menarik perhatian para ilmuwan Hubungan
Internasional
terhadap
konsep
tersebut.
Terminologi global
governance semakin sering muncul dalam berbagai publikasi, baik dalam bentuk artikel jurnal maupun buku, tentang hubungan internasional. 4
Anthony Giddens. 1990. The Consequences of Modernity: Self and Society in the Late Modern Age. Cambridge: Polity Press, and Stanford, Cal.: Stanford University Press. hlm. 21. 5 Robert Gilpin. 2001. Global Political Economy. Princeton, NJ: Princeton University Press. hlm. 364. 6 Jan Aart Scholte. 2000. Globalisation: A Critical Introduction. Basingstoke: Macmillan. hlm. 46. 7 Thomas G. Weiss. 2001. Global Governance. Melalui http://www.highbeam.com [24/02/09]. 8
James N. Rosenau & Ernst-Otto Czempiel. 1992. Governance without Government: Order and Change in World Politics. Cambridge: Cambridge University Press.
20
Global governance bukanlah sebuah konsep yang jelas. Di satu sisi, konsep ini dipahami dengan cara yang berbeda oleh orang yang berbeda. Di sisi lain, upaya untuk merumuskan konsep governance dengan mendefinisikannya secara komprehensif, menjadikan konsep tersebut sangat luas, dalam artian global
governance mencakup ruang konseptual yang sangat luas. Oleh karena itu, definisi mengenai konsep global governance masih sangat diperdebatkan. Dalam upaya memahami dinamika global governance, terminologi
governance seringkali dilihat secara sinis sebagai sebuah bentuk kegagalan ilmuwan politik internasional untuk memberi label pada dinamika tersebut. Seperti ditulis oleh Finkelstein dalam bukunya yang berjudul What is Global
Governance? 9, “We say “governance” because we don’t really know what to call what is going on.” Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai definisi global
governance , diantaranya: 1. Messner, 2003
“Global governance merupakan tatanan politik yang berkembang sebagai respon terhadap globalisasi, atau lebih khusus lagi, merupakan mekanisme atau sarana institusional bagi kerjasama berbagai aktor baik negara maupun bukan negara untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul sebagai konsekuensi dari globalisasi.” 10 2. James Rosenau, 1995 “Global
governance
merupakan
regulasi
dari
hubungan
saling
ketergantungan dalam ketiadaan lingkup otoritas politik, seperti di dalam system internasional.”11 3.
Leon Gordenker dan Thomas G. Weiss, 1996
“Global governance merupakan upaya kolektif untuk mengidentifikasi, memahami atau menunjukkan masalah-masalah di seluruh dunia (sosial 9
Lawrence S. Finkelstein. 1995. What is Global governance?; Global Governance. New York: California University Press. Hlm. 365. 10 Dirk Messner & Franz Nuscheler. 2003. Das Konzept Global Governance: Stand und Perspektiven. Duisburg: INEF Report der Universität Duisburg-Essen. Hlm. 3. 11 James Rosenau. 1995. Governance in the Twenty-First Century, Global Governance. Cambridge: Cambridge University Press. Hlm. 17.
21
ataupun politik) yang melebihi kapasitas negara untuk menyelesaikan/ memecahkannya.”12 4.
The Commission on Global Governance, 1995
“….keseluruhan
upaya
individu-individu
dan
institusi-institusi,
masyarakat dan perorangan, untuk mengelola urusan bersama mereka…
governance telah dilihat sebagai hubungan antar pemerintah, tetapi pada saat ini harus dipahami juga sebagai hubungan yang mengikutsertakan organisasi-organisasi
non-pemerintah,
perusahaan-perusahaan multinasional, dan
pergerakan pasar
modal
masyarakat, dunia…ini
merupakan proses berkelanjutan dimana konflik atau kepentingan yang beragam dapat terakomodasikan dan dimungkinkan untuk melakukan kerjasama.”13 Berdasarkan definisi-definisi diatas, global governance jelas diasumsikan akan mengambil alih peran regulasi yang tidak lagi bisa dimainkan oleh negara/pemerintah mengingat konsep global governance yang telah dipahami sebagai respons terhadap masalah-masalah global yang lebih luas.
Pilar-Pilar Global Governance
Global governance meliputi aktivitas-aktivitas diseluruh tingkat interaksi manusia yang memiliki reaksi-reaksi internasional. Ini menyiratkan ujian dari berbagai aktivitas kepemerintahan, dari formal ke informal, dari hukum ke aturanaturan untuk memahami berbagai tempat. Ini bukanlah pendekatan hirarki darin pemerintah dunia. Format baru dari global governance adalah muncul sebagai bagian yang terkemuka dalam hubungan internasional. Format ini termasuk organisasiorganisasi
12
non-pemerintah
(NGOs),
koalisi-koalisi
trans-pemerintah
Leon Gordenker & Thomas G. Weiss. NGOs, the UN, and Global Governance. London: Lynne Rienner. Hlm. 17.
13
Commission on Global Governance. 1995. Our Global Neighbourhood , Oxfod: Oxford University Press. Hlm. 2.
22
(Transgovernmental Coalitions ), anggota-anggota dari berbagai komunitas para ahli, dan partisipan-partisipan dalam rezim internasional.
•
Nongovernmental Organizations (NGOs)
Peningkatan peran dan kuantitas NGOs menggambarkan bahwa politik internasional bukan semata-mata atau terutama sebagai hubungan antar pemerintah negara-negara yang berdaulat. Perkembangan tersebut merubah kondisi-kondisi bagi penerapan kontrol politik di berbagai tingkat yang berbeda, dan yang secara keseluruhan kemudian dikenal dengan global governance . Craig Murphy14,secara meyakinkan telah berhasil menunjukkan peran dan sumbangan aktor-aktor non-negara bagi perkembangan global governance sejak tahun 1850. Disamping itu, asumsi utama yang mendasari konsep global governance adalah asumsi yang juga ditampilkan dalam konsep complex interdependence yang
dikembangkan
oleh
Keohane
dan
Nye
melalui
Power
and
Interdependence. 15 Pertama , negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi bersama-sama dengan aktor-aktor lainnya. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi sematamata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional.
•
Transgovernmental Coalitions
Ketika agenda-agenda politik meluas ke dalam isu-isu yang berbeda dan negara tidak memiliki tindakan sebagai aktor unitary, kemudian koalisi-koalisi trans-pemerintah dapat memainkan peran-peran khusus dalam mengatur aktor sub-negara dalam aktivitas kepemerintahan global. Birokrasi dalam negara yang berbeda, seperti menteri transportasi, perdaganagan, atau pertanian, ditemukan dalam kasus-kasus dimana mereka memerlukan persetujuan atau kesepakatan satu sama lain secara langsung, daripada kesepakatan tidak langsung melalui menteri14
Craig Murphy. 1994. International Organization and Industrial Change: Global governance
since 1850, Europe and the I nternational Order . New York; Oxford University Press. 15
Robert O. Keohane & Joseph S. Nye. 1977. Power and Interdependence; World Politics in Transition. Boston: Little Brown.
23
menteri luar negeri, khususnya ketika tidak ada kebijakan sentral atau dimana kepentingan-kepentingan berbeda yang menarik menjadi tar uhan.
•
Transnational Communities of Experts
Dalam beberapa area isu, kelompok perbatasan dari elit berhubungan dengan kepemerintahan global. Komunitas para ahli terbentuk hanya sebagai fungsionalis peramal, seperti spesialis teknikal dari IGOs, NGOs, dan negara. Komunitas-komunitas ini membagi keahlian sama baiknya dengan serangkaian kepercayaan. Mereka ikut andil dalam menyelesaikan masalah khusus. Anggota dari
komunitas
dapat
mempengaruhi
kebiasaan
negara
dan
sekretariat
internasional.
•
International Regimes
Menurut Stephen Krasner,16 rezim internasional merupakan serangkaian prinsip-prinsip impisit atau eksplisit, norma-norma, peraturan, dan prosedur pembuatan keputusan disekitar aktor dimana pemusatan harapan bertemu disuatu kawasan hubungan internasional. Rezim internasional dipahami sebagai bentuk-bentuk institusionalisasi perilaku yang didasarkan pada norma ataupun aturan untuk mengelola konflik dan masalah-masalah berbagai bidang dalam hubungan internasional. Teori rezim mendapat banyak kritik sejak kemunculannya. Kelemahan utama teori rezim adalah kecenderungan untuk menempatkan regulasi internasional dalam kerangka negara (state-centric). Dengan asumsi state-centric ini teori rezim masih sangat bernuansa realist dan menjadi kurang relevan dalam studi hubungan internasional kontemporer, terutama setelah berkembangnya pemikiran tentang power and
interdependence . Global govenance merupakan konsep yang dianggap mampu mengatasi kelemahankelemahan teori rezim tersebut tidak hanya melibatkan interaksi aktor negara melainkan juga aktor non-negara, masyarakat sipil dan pelaku ekonomi. 16
John Baylis dan Steve Smith. 2008. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations, 4th ed . New York: Oxford University Press. hlm. 300.
24
Interaksi dari keempat pilar diatas mendorong terbentuknya pola perilaku. Pola perilaku inilah yang merupakan Global governance . Karena konsep global
governance bukan hanya melibatkan rezim-rezim internasional tetapi juga prinsip-prinsip yang konstitutif, jaringan-jaringan internasional dan transnasional serta organisasi-organisasi internasional.
25
BAB III PEMBAHASAN
Mengingat masalah yang ditimbulkan oleh globalisasi terdiri dari masalah koordinasi, masalah-masalah bersama, dan masalah mengenai nilai-nilai dasar dan utama. Serta merujuk pada beberapa bentuk institusi internasional: (1) non-state
action; (2) internal control ; (3) mutual recognition ; (4) consensual rules ; (5) delegation ; (6) withdrawal , yang menjadi alternatif pilihan penyelesaian, maka sebuah pilihan yang bijak untuk kita menentukan sebuah akar masalah dan mengalamatkan dengan pilihan institusi yang tepat. Untuk mempermudah pemahaman tentang masalah global dan bentuk institusi yang relevan untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu isu paling krusial yang diangkat dalam bahasan ini adalah isu lingkungan. Masalah lingkungan dapat kita kategorikan menjadi masalah bersama. Isu-isu lingkungan muncul pada akhir abad ke-20 menjadi fokus utama dalam perhatian dan aktivitas internasional. Pada waktu yang sama, isu lingkungan internasional memberikan tantangan berarti dalam teori Hubungan Internasional. Sejak akhir tahun 1960-an, kesadaran akan resiko dan implikasi dari masalah lingkungan internasional terus meningkat. Sebagian besar lautan dunia dan samudera mengalami over-fished . Tanah mengalami degradasi dan pengikisan dalam skala besar. Habitat alami seperti daerah hutan hujan tropis berkurang lebih dari 50% sejak tahun 1950, dan proses tersebut terus berlanjut. Dan hasilnya, puluhan dari ribuan spesies tumbuhan dan binatang berkemungkinan punah tiap tahunnya. Timbunan sampah pabrik menyebabkan polusi di laut, udara, dan tanah. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
26
Terdapat beberapa anggapan mengapa lingkungan dapat menjadi isu global. Pertama, beberapa masalah lingkungan bersifat global. Kedua, beberapa masalah berhubungan dengan eksploitasi global : sumber daya alam yang diambil oleh seluruh komunitas internasional, seperti samudera, laut dalam, atmosfir, dan luar angkasa. Ketiga , beberapa masalah lingkungan pada hakekatnya bersifat transnasional, bahwa alam mereka melewati batasan negara, sekalipun tidak seluruhnya global. Keempat , beberapa proses over-exploitation atau degradasi lingkungan relatif berada dalam skala lokal atau nasional dan berdampak di berbagai tempat di seluruh dunia sehingga masalah ini dapat berdampak global.
Yang terakhir , proses-proses tersebut mengarah pada over-exploitation dan degradasi lingkungan yang berhubungan dengan proses politik dan sosialekonomi secara lebih luas, karena mereka merupakan bagian dari ekonomi politik global. Salah satu konsep yang kita kenal yang berkaitan dengan masalah lingkungan adalah tragedy of common yang dikemukan oleh Garet Hardin. Adanya tragedy of commons ini secara drastis telah meningkatkan kerusakan lingkungan yang berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Menurut Hardin halhal yang dapat mencegah terjadinya tragedy of the commons adalah sebagai berikut: 1.
Exploit and move on: memperbarui/ mengganti kembali sumber
daya yang sudah di ekspolitasi dengan begitu dapat memelihara keseimbangan lingkungan 2.
Privatization oleh pemerintah: agar sumber daya yang ada dapat
dikontrol dan dimanfatkan oleh pemerintah untuk kemakmuran masyarakatnya sehingga tidak ada over exploit yang dilakukan masyarakat untuk kepentingan dirinya mereka sendiri 3.
System of governance : dengan mengawasi dan membuat peraturan
penggunaan/ eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh masyarakat sehingga mencegah kerusakan lingkungan atas ekploitasi yang telah dilakukan
27
4.
No-world
government skeptis
atas
kerjasama
lingkungan
(collective governance): sehingga setiap negara dapat secara bersamasama mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi di negaranya secara efektif dan tepat 5.
International environmental regime: dengan begitu setiap negara
didunia akan selalu memperhatikan setiap permasalahan lingkungan yang muncul. Terbagi dalam empat fase, yaitu formasi agenda, negosiasi dan pembuatan keputusan, implementasi, dan pembangunan lebih lanjut. Selain itu, dalam masalah lingkungan hal yang perlu kita sadari adalah adanya eksternalitas negatif dalam proses produksi. Selama terjadi revolusi industri dan penggiatan ekonomi sektor industri di era globalisasi, pabrik-pabrik akan menimbulkan polusi, untuk sejumlah produk yang mereka produksi, menebang pohon dari paru-paru dunia untuk sumber daya produksi, dan menghasilkan emisi CO2 dari distribusi barang yang akan dikonsumsi, sejumlah asap kotor juga akan muncul dari tanur-tanur pabrik tersebut. Karena asap ini berbahaya bagi kesehatan, maka asap merupakan eksternalitas negatif. Akibat dari adanya eksternalitas ini, biaya yang dipikul masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan akan lebih besar daripada yang dipikul oleh produsennya. Biaya sosial ( social cost ) ini akan menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat. Untuk mengatasi isu tersebut, maka alternatif institusional yang tepat adalah delegasi, mutual recognition , dan consensual rules . Mengapa hal ini dipilih? Kita tahu bahwa delegasi adalah bentuk khusus pembuatan keputusan konsensual. Hal ini menjadi sangat penting ketika melakukan negosiasi dalam pembuatan traktat-traktat multilateral. Ketika negara berbicara tentang otoritas, maka disaat ini pula mereka telah melakukan transfer otoritasnya kedalam suatu organisasi internasional untuk mengambil langkah-langkah spesifik tertentu. Organisasi internasional dapat mengambil langkah-langkahnya sendiri, oleh
28
karena itu negara-negara tidak perlu untuk merundingkannya lagi secara holistik. Setelah itu, tindakan yang perlu dilakukan adalah “ consensual rules ”/ traktat. Melalui pembuatan traktat atau perjanjian internasional, negara bangsa berkomitmen untuk tidak hanya mengetahui peraturan perundang-undangan domestik negara lain, namun juga dengan membuat suatu undang-undang bersama
(transnational rules). Disaat perjanjian tidak didukung oleh suatu mekanisme penyelenggaraan internasional
formal,
secara
maka
berkala.
Dan
digunakanlah langkah
bentuk-bentuk
paling
korporasi
komprehensif
dalam
menyelesaikan masalah ini kemudian melalui “mutual recognition ”, mencakup prinsip-prinsip yang diterima dengan terkoordinasi oleh beberapa Negara. Pendekatan ini mencakup juga dasar dalam menentukan aturan-aturan yang seharusnya diterapkan dalam transaksi yang melibatkan perusahaan-perusahaan atau individu-individu dari negara yang berbeda. Dalam hal ini, Keohane, dengan pendekatan neo-liberalisme, berpendapat bahwa politik internasional itu telah terinstitusi dan organisasi internasional memainkan peranan yang penting dalam distribusi kekuatan internasional, negaranegara dapat bekerjasama dengan menumbuhkan sebuah cakupan aksi kolektif terhadap berbagai masalah global. Aksi kolektif tersebut dapat diejawantahkan dalam rezim internasional yang mencakup pandangan kontraktual dalam institusi. Rezim internasional yang menangani masalah lingkungan ini berkembang dari tahun 1992 hingga 2007. Di tahun 1992, UN Conference on Environment and
Development (UNCED) di Rio de Janeiro, bertujuan untuk memajukan dan mengembangkann ‘ sustainable development ’. Demi membatasi perubahan iklim, pemeliharaan biodiversity , dan melawan desertifikasi. Tahun 1997 11 Desember, disetujuinya Potokol Kyoto. Konvensi Perubahan Iklim ( The United Nations
Frame Work Convention on Climate Change/ the UNFCCC) yang diselenggarakan di Bali tahun 2007. Jika merujuk pada definisi global governance menurut Messner (2003)
“Global governance merupakan tatanan politik yang berkembang sebagai respon terhadap globalisasi, atau lebih khusus lagi, merupakan mekanisme atau sarana institusional bagi kerjasama berbagai aktor baik negara maupun bukan negara
29
untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul sebagai konsekuensi dari globalisasi.” Jika global governance merupakan penjumlahan cara dimana individu dan institusi mengelola masalah bersama dalam ranah global, maka rezim internasional merupakan alat untuk aktivitas ini, sejumlah aturan yang didalamnya terdapat norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan menunjukkan
bahwa
aktivitas
internasional
terkait
dengan
organisasi
internasional. Dalam hal ini, organisasi internasional telah ditempatkan dalam alat yang dibutuhkan oleh rezim internasional sebagai penyokong dalam global governance . Oran Young, telah mendefinisikan peran organisasi internasional dalam rezim internasional telah menjadi dua kali lipat. Pertama, mereka dapat dijadikan sbagai instrument dari formasi rezim yang member tenaga dalam proses penawaran institusi yang melahirkan kontrak konstitusi dalam menumbuhkan rezim. Lalu, mereka dapat mengimplementasikan dan mengatur pembagian dari sistem kepemerintah yang mereka ciptakan. Seorang pemikir berkebangsaan Amerika, Duncan Snidal, menitikberatkan peran penting organisasi internasional dalam sebagian area isu. Sebagai contoh-masalah lingkungan-yang merupakan sebuah hal yang sangat baik disajikan oleh organisasi internasional dan global
governance.
30
BAB IV KESIMPULAN
Globalisasi saat ini membawa dunia kepada suatu bentuk yang dinamakan koordinasi
internasional
dan
aksi
kolektif.
Perluasan
pasar
membawa
interdependensi yang cukup dalam dan pertumbuhan permintaan dalam koordinasi dan pengaturan yang luas dalam berbagai bidang. Peningkatan intensitas dan perluasan interaksi global membawa sebuah keberagaman dalam pergantian pemerintahan. Kita dapat membedakan tiga tipe dari masalah yang berkaitan dengan globalisasi dan desakan terhadap aksi internasional, yaitu masalah koordinasi; masalah umum/bersama; dan masalah dalam nilai-nilai dasar/utama, seperti Hak Asasi Manusia. Negara-negara bangsa memiliki pilihan dalam merespon masalah-masalah global. Di satu sisi, mereka bisa memilih untuk tidak mengambil tindakan penyelesaian
dengan kemungkinan
bahwa
norma-norma dan
mekanisme
koordinasi lainnya akan berkembang melalui pasar atau melalui jaringan-jaringan dari organisasi-organisasi non-pemerintah. Di sisi lain, dalam merespon masalahmasalah global, negara-negara bangsa dapat memilih diantara enam pilihan utama atau bentuk-bentuk kelembagaan,yaitu: non-state action, internal control, mutual
recognition, concensual rules, delegation, dan withdrawal . Setiap negara secara individual dapat menggunakan pilihan-pilihan tersebut sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dengan kata lain, mereka perlu untuk memastikan bahwa suatu institusi benar-benar dapat menangani masalah yang memang perlu diselesaikan. Neo-liberalisme sebagai sebuah pendekatan teoritis dalam hubungan internasional yang menggambarkan konsep dari rasionalitas dan keterikatan, serta fokus terhadap peranan utama institusi dan organisasi dalam politik internasional. Politik internasional telah terinstitusi, dan organisasi internasional memainkan peranan yang penting dalam distribusi internasional akan kesejahteraan dan kekuatan. Melalui organisasi internasional negara-negara dapat bekerjasama
31
dalam menumbuhkan sebuah cakupan aksi kolektif terhadap berbagai masalah. Kerjasama
tersebut diterapkan dalam
suatu
rezim
internasional. Rezim
internasional itu sebdiri merupakan salah satu pilar dari global governance . Jadi dapat disimpulkan bahwa global governance merupakan penjumlahan cara dimana individu dan institusi mengelola masalah bersama dalam ranah global, maka rezim internasional merupakan alat untuk aktivitas ini, sejumlah aturan yang didalamnya terdapat norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan menunjukkan
bahwa
aktivitas
internasional
terkait
dengan
organisasi
internasional.
32
DAFTAR PUSTAKA
Archer, Clive. 2001. International Organizations, 3rd edition . New York: Routledge. Baylis, John & Steve Smith. 2008. The Globalization of World Politics: An
Introduction to International Relations, 4th ed . New York: Oxford University Press. Commission on Global Governance. 1995. Our Global Neighbourhood , Oxfod: Oxford University Press. Dunne, Tim, Milza Kurki, and Steve Smith. 2006. International Relation
Theories; Disciplines and Diversity. New York: Oxford University Press. Finkelstein, Lawrence S. 1995. What is Global governance ?; Global Governance . New York: California University Press. Giddens, Anthony. 1990. The Consequences of Modernity: Self and Society in the
Late Modern Age. Cambridge: Polity Press, and Stanford, Cal.: Stanford University Press. Gilpin, Robert. 2001. Global Political Economy. Princeton, NJ: Princeton University Press. Golstein, Joshua S. 2004. International Relations; Brief Second edition. The United State: Lehigh Press Inc. Gordenker, Leon & Thomas G. Weiss. NGOs, the UN, and Global Governance . London: Lynne Rienner. Hass, R.D. “The Coorporation without Boundaries”. Dalam M. Ray and A. Rinzler (Eds). 1993. The New Paradigm in Bussiness: Emerging Strategis
for Leadership and Organizational Change . New York: Tarcher/Perigee. Keohane, Robert O. & Joseph S. Nye. 1977. Power and Interdependence; World
Politics in Transition . Boston: Little Brown. Messner, Dirk & Franz Nuscheler. 2003. Das Konzept Global Governance: Stand
und Perspektiven . Duisburg: INEF Report der Universität Duisburg-Essen.
33