GLOBALISASI DAN TATANAN EKONOMI BARU: PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM "
" " " "
"Sunday, 20 April 2008 "
"SUGIANTO "
" "
"A. Pendahuluan "
" "
"Globalisasi adalah suatu proses yang multi-dimensi, meliputi "
"ekonomi, politik, sosial, budaya dan ideologi. Fenomena "
"globalisasi mewujud dalam bentuk penyempitan waktu dan ruang "
"dalam hubungan sosial. Artinya hubungan sosial antara individu "
"dengan masyarakat maupun antar masyarakat dalam suatu negara "
"bahkan antar negara telah menjadi begitu transparan, tidak lagi "
"mengenal batas-batas politik. Perkembangan yang begitu cepat "
"dalam teknologi informasi, perdagangan internasional, serta "
"mobilitas tenaga kerja, modal dan keuangan antar negara sejak "
"tiga dasawarsa terakhir telah mengakibatkan peran ekonomi suatu "
"negara secara individual terhadap perekonomian global menjadi "
"semakin kurang penting atau kurang berarti. Tentunya, proses ini "
"telah dan akan mempengaruhi suatu konstruk sistem sosial suatu "
"masyarakat yang telah mapan selama ini. Sejauh mana pengaruh ini,"
"ditentukan oleh bagaimana sebuah masyarakat atau negara itu "
"memberikan respon terhadap globalisasi tersebut. "
"Globalisasi, dari perspektif pesimis, dapat mengarah pada "
"melemahnya lembaga-lembaga ekonomi nasional dalam menghadapi "
"kekuatan-kekuatan global seperti perusahaan-perusahaan "
"multinasional dan pasar-pasar uang internasional, yang muncul "
"adalah kecemasan memasuki abad 21. Globalisasi hanya akan "
"menghasilkan sedikit pemenang dan sejumlah besar pecundang. Para "
"calon pemenangnya adalah negara-negara industri maju, "
"perusahaan-perusahaan multinasional dan kelas profesional, "
"sedangkan calon pecundangnya adalah sejumlah besar negara-negara "
"berkembang, usaha-usaha skala kecil dan menengah serta kelas "
"buruh. Dari perspektif optimis, globalisasi menjanjikan banyak "
"peluang dan harapan bagi masyarakat dan negara-negara sedang "
"berkembang untuk mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan "
"bidang ekonomi dan sosial terhadap negara-negara maju. Beberapa "
"data empiris memang menunjukkan bahwa negara-negara sedang "
"berkembang yang terlibat secara aktif dalam globalisasi cendrung "
"mengalami kenaikan taraf hidup yang lebih baik dibandingkan "
"dengan negara-negara yang relatif tertutup terhadap perekonomian "
"dunia. "
" "
"Makalah ini berupaya menguraikan jawaban dari beberapa pertanyaan"
"tentang globalisasi dan pengaruhnya terhadap negara berkembang "
"(terutama negara-negara Muslim). Pertama, apakah sebenarnya "
"pengertian dan proses terjadinya globalisasi? Kedua, apa sajakah "
"dimensi-dimensi globalisasi? Ketiga, bagaimanakah implikasinya "
"terhadap negara berkembang? Keempat, bagaimanakah ekonomi Islam "
"memberikan solusi kritis terhadap implikasi globalisasi tersebut?"
"Makalah ini tidak berusaha menguraikan pengaruh globalisasi "
"terhadap negara berkembang dalam segala aspeknya, tetapi "
"penekanan ditujukan pada hubungannya dengan pembangunan ekonomi "
"di negara berkembang. "
" "
"B. Globalisasi: Pengertian dan Proses "
" "
"Pembicaraan tentang 'globalisasi' atau 'global' akhir-akhir ini "
"cukup populer. Sebelum dibahas lebih jauh, penjelasan tentang "
"definisi diperlukan agar lebih jelas. Kata global berasal dari "
"kata "globe" dan mulai dimaksudkan sebagai planet yang berarti "
"bumi bulat sejak beberapa abad yang lalu. Dalam bahasa Inggris "
"kata sifat global populer sejak tahun 1890-an yang dimaksudkan "
"sebagai "keseluruhan dunia' dengan tambahan arti "berbentuk "
"bola". Istilah-istilah "globalize" dan "globalism" dalam "
"penerbitan baru muncul 50 tahun yang lalu, sedangkan istilah "
""globalization" pertama sekali muncul dalam sebuah kamus "
"(American English) tahun 1961, dan "global village" dipakai oleh"
"McLuhan tahun 1964, ketika menjelaskan kemajuan teknologi "
"komunikasi dan transportasi yang telah menciptakan sebuah dunia "
"baru. "
" "
"Penggunaan istilah globalisasi dalam wacana keilmuan kontemporer "
"ternyata mempunyai banyak arti. Menurut hasil kajian Scholte, "
"definisi globalisasi dapat dibagi kepada lima konsep. Pertama, "
"globalisasi adalah "internationalization." Global adalah kata "
"sifat yang menggambarkan hubungan-hubungan lintas batas antar "
"negara, dan globalisasi menunjuk suatu pertumbuhan pertukaran dan"
"saling ketergantungan internasional. Konsep globalisasi dalam "
"pengertian pertama ini digunakan oleh Paul Hirst dan Grahme "
"Thomson yang mengidentifikasi globalisasi dalam pengertian "
""pertumbuhan dan perluasan arus perdagangan dan investasi modal "
"antar negara." Kedua, konsep globalisasi digunakan dalam arti "
""liberalization" yaitu suatu proses menghilangkan "
"pembatasan-pembatasan yang dibebankan pemerintah terhadap "
"pergerakan-pergerakan antar negara agar tercipta suatu ekonomi "
"dunia yang 'terbuka', 'tanpa batas'. Sander menyarankan agar "
"globalisasi menjadi suatu slogan terkemuka untuk menggambarkan "
"proses integrasi ekonomi internasional. Ketiga, konsep "
"globalisasi digunakan sebagai "universalization", yaitu proses "
"penyebaran berbagai objek dan pengalaman kepada orang di seluruh "
"penjuru bumi. Pengertian ini yang pertama sekali dimaksud oleh "
"Oliver Reisre dan B. Davies tahun 1940-an yang menggunakan kata "
"kerja "globalize" dalam arti "universalize" dan meramalkan suatu "
"sistesis budaya planet dalam suatu "humanisme global". Keempat, "
"globalisasi berarti "westernization" atau "modernization", "
"khususnya dalam suatu bentuk 'Amerikanisasi'. Globalisasi adalah"
"suatu dinamika dengan cara modernisasi struktur-struktur sosial "
"(kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dll.) "
"tersebar ke seluruh dunia, biasanya, dalam prosesnya "
"menghancurkan keberadaan budaya lokal dan penentuan nasibnya "
"sendiri. Globalisasi digambarkan seperti imperialisme McDonald's,"
"Hollywood dan CNN. Martin Khor menggolongkan kolonisasi Dunia "
"Ketiga termasuk dalam pengertian ini. Dan kelima, konsep "
"globalisasi diartikan sebagai "deterritorialization" atau "
""supraterritorialization". Globalisasi membawa suatu penyusunan "
"kembali geografi, agar ruang sosial tidak lebih panjang "
"pemetaannya dalam pengertian tempat, jarak dan batas-batas "
"wilayah. David Held dan Tony McGrew dalam hal ini mendefinisikan "
"globalisasi sebgai "suatu proses (atau sekumpulan proses) yang "
"mewujudkan suatu transformasi dalam ruang organisasi "
"hubungan-hubungan dan transaksi-transaksi sosial". Tampaknya "
"Scholte sendiri lebih setuju dengan definisi kelima ini. "
"Menurutnya, globalisasi, suprateritorial atau istilah lain "
"'transworld', atau 'transborder" menggambarkan keadaan dimana "
"ruang wilayah secara substansial adalah lebih penting. "
" "
"Kelima definisi di atas, walaupun terdapat perbedaan secara "
"substansial tetapi tetap menunjukkan bahwa batas-batas wilayah, "
"budaya, politik, sosial dan ekonomi tidak dapat menahan laju "
"globalisasi. Kelima definisi tersebut mewakili berbagai pola "
"pemikiran aliran masing-masing. Golablisasi secara substansial "
"berarti transparannya berbagai batas baik wilayah, politik, "
"sosial, budaya maupun ekonomi yang selama ini sangat ketat. "
"Walaupun demikian proses globalisasi dan respon masing-masing "
"negara berbeda-beda, terutama negara-negara berkembang. "
" "
"Dari segi kemunculannya, terdapat perdebatan panjang tentang awal"
"munculnya globalisasi. Menurut Immanuel Wallerstein, proses "
"globalisasi dapat dilihat dari tiga tingkat sistem sosial. "
"Pertama, mini system, yaitu gabungan satu pembagian kerja dengan"
"satu sistem budaya. Ekonomi diusahakan melalui pertanian dan "
"perburuan sederhana secara bersama. Kedua, world-empires, "
"mempunyai sistem budaya yang beragam tetapi satu sistem politik "
"dengan satu pembagian kerja. Contoh peradaban Cina, Mesir dan "
"Roma. Dan ketiga, world-economics, yaitu penggabungan politik dan"
"budaya yang beragam dalam satu pembagian kerja. Pada tingkat "
"ketiga ini globalisasi dimulai yaitu pada abad ke-16. "
" "
"Scholte membagi proses globalisasi kepada tiga tahap. Pertama, "
"munculnya suatu imajinasi global hingga abad ke-18. tahap ini "
"merupakan masa persiapan yang panjang tanpa suatu konsepsi yang "
"jelas. Globalisasi masih dalam imajinasi dan pemikiran. Ide-ide "
"tentang bumi sebagai satu tempat sudah ada, seperti agama-agama "
""dunia". Kedua, globalisasi yang baru mulai (incipient "
"globalization), bahwa globalisasi sudah bukan imajinasi dan "
"hubungan-hubungan sosial yang lebih substantif muali dibangun "
"dari tahun 1850-an hingga 1950-an. Tahap ini dimulai oleh "
"munculnya teknologi komunikasi, yaitu telegrap tahun 1850-an, "
"telepon dan radio tahun 1890-an, dan transportasi air tahun 1919."
"Dimulainya pasar global yang pertama dengan berdirinya The London"
"Metal Exchange (LME) tahun 1876. tahap ketiga, globalisasi skala "
"penuh (full-scale globalization), yaitu dimulai 1960-an. Pada "
"tahap ini hubungan-hubungan lintas dunia mencapai peningkatan "
"yang besar selama empat dekade terakhir abad kedua puluh baik "
"dari segi jumlah, ragam, intensitas, kelembagaan, dan pengaruh "
"fenomena globalisasi. "
" "
"C. Globalisasi: Suatu Keniscayaan "
" "
"Globalisasi pada prinsipnya dijelaskan oleh dua kata kunci; "
"interaksi dan integrasi, yaitu interaksi ekonomi antar negara dan"
"tingkat integrasinya. Interaksi ekonomi mencakup arus "
"perdagangan, produksi dan keuangan, sedangkan integrasi berarti "
"bahwa perekonomian lokal atau nasional setiap negara secara "
"efektif merupakan bagian tak terpisahkan dari satu perekonomian "
"tunggal dunia. Karena itu globalisasi ekonomi dapat diartikan "
"sebagai suatu kondisi dimana perekonomian nasional dan lokal "
"terintegrasi ke dalam satu perekonomian tunggal yang bersifat "
"global. "
" "
"Globalisasi tidak serta merta wujud, tetapi terdapat berbagai "
"faktor yang mendorong atau menyebabkan globalisasi. Menurut "
"Scholte, paling tidak terdapat empat penyebab terjadinya proses "
"globalisasi. Pertama, penyebaran rasionalisme sebagai kerangka "
"pikir pengetahuan yang dominan. Rasionalisme merupakan suatu "
"konfigurasi umum tentang pengetahuan yang meningkatkan penyebaran"
"pemikiran global dan, melalui rasionalisme tersebut, globalisasi "
"menjadi tren yang lebih luas. Kerangka pikir pengetahuan itu "
"menyangkut (i) rasionalisme adalah sekular, bahwa realitas adalah"
"dunia fisik, materi, meniadakan daya-daya transenden dan "
"ketuhanan; (ii) rasionalisme adalah antroposentris, bahwa "
"realitas dunia yang utama untuk kepentingan dan aktivitas manusia"
"(keutuhan lingkungan tidak diutamakan); (iii) rasionalisme "
"mempunyai karakter 'ilmuwan', bahwa fenomena yang dipahami "
"melalui metode penelitian 'objektif' mempunyai kebenaran yang tak"
"dapat dibantah; (iv) rasionalisme adalah alat, bahwa rasionalisme"
"merupakan alat untuk manusia dalam memecahkan masalah secara "
"cepat. Kedua, perubahan-perubahan utama dalam perkembangan "
"kapitalisme. Kapitalisme adalah suatu struktur produksi dimana "
"aktivitas ekonomi diorientasikan pertama dan terutama kepada "
"akumulasi surplus. Kapitalisme mendorong globalisasi dalam empat "
"cara: (i) global market (pasar global) untuk meningkatkan volume "
"penjualan dan mencapai skala ekonomi tertentu; (ii) glabal "
"accounting harga dan pertanggungjawaban beban untuk meningkatkan "
"keuntungan; (iii) global sourcing untuk meminimalisasi biaya "
"produksi; dan (iv) global commodities sebagai tambahan saluran "
"akumulasi. Ketiga, inovasi-inovasi teknologi komunikasi dan "
"pemrosesan data. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan "
"informasi telah mendorong komunikasi global, transaksi finasial "
"global, koordinasi produksi dan pemasaran global, dan "
"aktivitas-aktivitas global lainnya. Keempat, konstruksi "
"kerangka-kerja regulatory (peraturan) yang memungkinkan. Regulasi"
"yang menjadi motor penggerak globalisasi dalam empat cara: (i) "
"standardisasi yang bersifat teknis dan prosedural; (ii) "
"liberalisasi pergerakan-pergerakan uang, investasi dan "
"perdagangan lintas batas negara; (iii) jaminan hak-hak milik "
"modal global; dan (iv) legalisasi organisasi dan aktivitas "
"global. "
" "
"Senada dengan pendapat Scholte di atas, menurut Firdausy, ada "
"tiga motor penggerak dalam globalisasi ekonomi: pertama, "
"liberalisasi yaitu liberalisasi aliran modal dalam bentuk aliran "
"uang yang menyertai perdagangan barang dan jasa, penanaman modal "
"asing dan investasi porto-folio. Kedua, privatisasi, karena "
"secara teoritis dan praktis dapat berfungsi dalam mengalokasikan "
"sumber-sumber ekonomi secara lebih efisien dan efektif "
"dibandingkan dengan nasionalisasi. Kebijakan privatisasi pertama "
"sekali dicanangkan oleh Perdana Menteri Margareth Tatcher dari "
"Inggris pada tahun 1979 dan terbukti sukses. Ketiga, deregulasi "
"yaitu pengurangan berbagai kebijakan dan peraturan pemerintah "
"yang tidak pro-pasar dan tidak pro-efisiensi sehingga peran "
"pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para"
"pelaku ekonomi dan bisnis. "
" "
"Menurut The Group of Lisbon (1995) sebagaimana dikutip oleh "
"Firdausy, bentuk globalisasi dapat dikategorikan menjadi tujuh "
"jenis. Pertama, globalisasi keuangan dan pemilikan modal melalui "
"deregulasi pasar modal, mobilisasi modal internasional, merjer "
"dan akuisisi. Kedua, globalisasi pasar dan strategi ekonomi "
"melalui integrasi kegiatan usaha skala intersional, aliansi "
"strategis, dan pembangunan usaha terpadu di negara lain. Ketiga, "
"globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta penelitian dan "
"pengembangan. Keempat, globalisasi sikap hidup dan pola konsumsi "
"atau globalisasi budaya. Kelima, globalisasi aturan-aturan "
"pemerintah. Keenam, globalisasi politik internasional. Ketujuh, "
"globalisasi persepsi dan sosial budaya internasional. "
" "
"Menurut Scholte, globalisasi paling tidak berhubungan dengan "
"empat dimensi, yaitu dimensi produksi, dimensi pemerintahan, "
"dimensi komunitas, dan dimensi pengetahuan. Pada dimensi "
"produksi, globalisasi telah menimbulkan global kapital. Kapital "
"tidak saja menjadi komoditas, tetapi telah menjadi "
"commodification. Percepatan globalisasi telah memperluas skop "
"commodifikation ke dalam tiga area. Pertama, konsumerisme – "
"banyak berhubungan dengan produk global – telah memperluas bidang"
"industri kapital. Merek-merek global (global branding) menjadi "
"incaran para konsumen global ini, seperti Sony, Armani, Michael "
"Jackson, Coca-Cola, dan lain-lain. Kedua, pertumbuhan skop "
"kapital finansial. Perbankan global, sekuritas global dan "
"jenis-jenis bisnis global lainnya telah secara luar biasa "
"meningkatkan volume dan ragam instrument finansial. Ketiga, "
"globalisasi juga telah menciptakan keadaan-keadaan pertumbuhan "
"besar dalam kapital komunikasi dan informasi. Pada dimensi ini "
"globalisasi juga mereorganisasi perusahaan secara global. "
"Globalisasi pada dimensi pemerintahan mempercepat lima perubahan "
"umum: (i) berakhirnya kedaulatan negara; (ii) reorientasi "
"pelayanan suprateritorial sebaik kepentingan wilayah negaranya; "
"(iii) menurunnya tekanan terhadap jaminan keselamatan sektor "
"publik; (iv) redefinisi penggunaan peperangan; dan (v) "
"meningkatnya ketergantungan terhadap penyusunan regulasi "
"multilateral. Pada dimensi komunitas, globalisasi mendorong (i) "
"peningkatan bentuk bangsa dari state-nation (negara-bangsa) "
"kepada ethno-nation, region-nation, dan transworld-nation; (ii) "
"munculnya identitas kolektif yang tidak didasarkan pada "
"kerangka-kerja nasional; (iii) menikatnya komunitas manusia "
"kosmopolitan kepada komunitas manusia universal; dan (iv) "
"tumbuhnya identitas hibrida dan komunitas yang saling melengkapi"
"dalam politik dunia kontemporer. Globalisasi pada dimensi "
"pengetahuan, disamping meningkatnya rasionalime dengan berbagai "
"atributnya seperti sekularisme, antroposentrisme, saintisme, dan "
"instrumentalisme, juga telah menumbuhkan pengetahuan "
"non-rasional, seperti revivalisme keagamaan, ekosentrisme, dan "
"pemikiran pos-modernisme. "
" "
"D. Implikasi Globalisasi terhadap Negara Berkembang "
" "
"Kenyataannya, globalisasi bak air bah, tidak dapat dibendung, "
"apalagi bagi negara-negara yang telah menandatangani perjanjian "
"WTO, termasuk Indonesia. Menurut Marzuki Usman seperti yang "
"dikutip oleh Mahmud Toha, globalisasi atau era kesejagatan bagi "
"Indonesia adalah suatu hal yang pasti karena Indonesia salah satu"
"negara pendiri World Trade Organization (WTO), yaitu dengan "
"ditandatangani perjanjian WTO pada bulan April 1994 yang kemudian"
"diratifikasi oleh DPR pada bulan November 1994. Hakekat "
"perjanjian tersebut adalah dunia akan menuju kepada pasar bebas "
"paling lambat sebelum tahun 2020. "
" "
"Bagi negara-negara maju globalisasi lebih banyak berimplikasi "
"positif ketimbang negatif, karena mereka adalah negara-negara "
"yang paling siap baik secara ekonomi maupun politik dibandingkan "
"negara-negara berkembang. Pasar bebas dan globalisasi, terutama "
"bagi negara-negara berkembang menjadi perdebatan sengit. Terdapat"
"dua pandangan yang kontradiktif berkaitan implikasi globalisasi; "
"pandangan optimis dan pandangan pesimis. "
" "
"Bagi para ekonom dan pendukung kapitalisme, sperti Stern (2000) "
"dan Madison (1998) sebagaimana dikutip Mahmud Toha, globalisasi "
"(i) dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pengentasan "
"kemiskinan; (ii) dapat mempercepat terwujudnya pemerintahan yang "
"demokratik dan masyarakat madani dalam skala global; (iii) tidak "
"mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi guna "
"mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang; (iv) tidak "
"berseberangan dengan desentralisasi; dan (v) bukan penyebab "
"krisis ekonomi. "
" "
"Pandangan kontradiktif diberikan oleh kalangan skeptis seperti "
"Holley (2000) sebagaimana dikutip oleh Mahmud Toha, bahwa "
"globalisasi adalah: (i) sebagai kapitalisme kasino; (ii) anti "
"negara; (iii) sebagai kompetisi yang menghancurkan; (iv) sebagai "
"pembunuh pekerjaan; (v) merugikan kaum miskin; (vi) sebagai "
"individualisme yang berlebihan; (vii) sebagai imperialisme "
"budaya; dan (viii) merupakan kompor bagi munculnya "
"gerakan-gerakan neo-nasionalis dan fundamentalis. "
" "
"Implikasi-implikasi globalisasi bagi negara berkembang dapat "
"dilihat uraian berikut ini. Pertama, peningkatan integrasi "
"perekonomian nasional ke dalam pasar global menjanjikan "
"pembesaran dramatis atas volume dan karakter arus-arus sumber "
"daya internasional. Kenyataannya, tatkala pasar-pasar nasional "
"negara berkembang dibuka, pasar-pasar internasional justru banyak"
"yang masih tertutup bagi ekspor mereka. Proteksionisme "
"negara-negara maju terhadap produk ekspor negara-negara "
"berkembang terus meningkat sebelum tercapainya Perjanjian GATT "
"(Generat Agreement on Tariff and Trade; Persetujuan Umum tentang "
"Tarif dan Perdagangan) pada tahun 1994 dengan dicapainya "
"kesepakatan Uruguay Round dan WTO. Bahkan, proteksionisme "
"negara-negara maju masih terus berlanjut setelah perjanjian GATT "
"tersebut. Berbagai alasan digunakan oleh negara-negara maju dalam"
"melegalisasi proteksionisme mereka, seperti standar kualitas "
"barang yang rendah, negara pengekspor melanggar HAM atau perusak "
"ekologi hutan tropis, dan sebagainya. "
" "
"Kedua, karena ekspansi perdagangan sangat ditentukan oleh sektor "
"perbankan yang menjadi sumber pembiayaan bagi semua transaksi "
"dagang internasional itu, maka peningkatan ukuran, daya saing, "
"dan difusi pasar finansial internasional mengandung kekuatan "
"potensial yang besarguna menarik perekonomian berpendapatan "
"rendah ke dalam perekonomian dunia secara utuh. Bagi "
"negara-negara berkembang peningkatan integrasi ke dalam "
"pasar-pasar finansial internasional sangat berpotensi untuk "
"memperbaiki prospek mereka dalam upaya meningkatkan fleksibilitas"
"dan pertumbuhan ekonomi nasionalnya. Kenyataannya, proses "
"globalisasi pasar finansial dunia hanya akan menurunkan "
"biaya-biaya transaksi dagang bagi negara-negara masju yang sudah "
"memiliki akses ke pasar-pasar internasional; sedangkan bagi "
"negara-negara berkembang yang sama sekali belum atau kurang "
"memiliki akses itu, maka globalisasi pasar finansial hanya akan "
"memperbesar kerugian komparatif mereka. "
" "
"Ketiga, globalisasi pasar finansial juga sangat rentan dari "
"pelaku spekulan pasar uang dan pasar modal. Ketergantungan setiap"
"negara terhadap valuta asing menjadi sangat tinggi. Devisa yang "
"dikumpulkan negara dengan susah payah guna membiayai pembangunan "
"dapat dengan mudah dan dalam sekejap lari ke luar negeri (capital"
"flight) oleh ulah para spekulan jahat yang hanya memikirkan "
"keuntungan pribadi. Streeten (2001) sebagaimana dikutip Toha, "
"memberikan bukti-bukti empiris bahwa arus devisa global telah "
"mencapai jumlah yang sangat mencengangkan yaitu US $ 2 triliun "
"setiap hari, 98 persen diantaranya untuk aktivitas ekonomi yang "
"bersifat spekulatif. Krisis keuangan yang terjadi di Indonesia "
"yang diperkirakan sebagai "contagian effects" dari krisis "
"keuangan yang terjadi di Thailand adalah diakibatkan oleh ulah "
"spekulasi ini. "
" "
"Keempat, poses globalisasi ternyata cenderung memperkecil "
"kekuatan dan pengaruh ekonomi suatu negara secara individual, "
"apalagi jika itu adalah negara berkembang yang kemampuannya serba"
"terbatas. Negara-negara berkembang yang tidak terlibat secara "
"aktif atau secara langsung ke dalam blok-blok perdagangan yang "
"didominasi oleh dolar Amerika, yen Jepang atau mark Jerman, baik "
"di kawasan Amerika Utara, di Palung Pasifik maupun di Eropa, akan"
"menghadapi masa-masa sulit. "
" "
"Kelima, proses globalisasi telah meningkatkan dominasi ekonomi "
"oleh perusahaan-perusahaan multinasional, para pemilik modal dan "
"para menejer serta kelompok profesional. Masa dominasi negara "
"telah beralih kepada lembaga-lembaga keuangan dunia seperti IMF "
"(International Monetery Fund) dan Bank Dunia (World Bank). "
"Ketergantungan terhadap kedua lembaga ini telah membuat "
"negara-negara penerima bantuan atau peminjam tidak berdaya dalam "
"menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi dan pembagunan negaranya. "
"Bank Dunia dan IMF adalah corong dan eksekutor paham ekonomi neo "
"classic yang sangat mengagungkan kekuatan dan mekanisme pasar "
"sebagai mesin pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dunia. Instrumen"
"kebijakan utamanya adalah deregulasi, liberalisasi, privatisasi, "
"devaluasi, dekontrol dan anti defisit anggaran belanja negara. "
" "
"Keenam, salah satu perwujudan ketidakadilan antar negara yang "
"terus memburuk adalah meningkatnya arus migrasi internasional "
"ilegal, terutama migrasi tenaga kerja atau biasa dikenal dengan "
"istilah 'international brain drain" dari berbagai negara Selatan "
"yang miskin ke negara-negara industri di Utara yang lebih makmur."
"Tetapi, bagi negara-negara maju tujuan migrasi itu mulai merasa "
"bahwa para pekerja pendatang tersebut merupakan ancaman terhadap "
"perekonomian dan juga kebudayaan serta "cara hidup" mereka. "
" "
"E. Tatanan Ekonomi Baru dan Peran Pemerintah: Perspektif Islam "
" "
"Resistensi terhadap globalisasi dan sistem ekonomi kapitalis "
"sebagai motor penggerak utama globalisasi sebenarnya sudah sering"
"disuarakan, bahkan dari jantung kapitalisme itu sendiri. "
"Berbagai peristiwa dekade terakhir, terutama krisis ekonomi tahun"
"1997 di Asia telah semakin menimbulkan kesadaran bahwa tatanan "
"ekonomi dunia saat ini mencerminkan ketidak-adilan dan "
"ketimpangan struktur ekonomi di banyak tempat terutama "
"negara-negara berkembang. Beberapa alternatif telah dimajukan, "
"seperti green economy. Belakangan banyak kalangan, termasuk "
"ahli-ahli ekonomi Barat mulai melirik sistem ekonomi yang "
"ditawarkan oleh Islam sebagai pilar tatanan ekonomi baru dunia. "
" "
"Tatanan ekonomi baru yang diperlukan itu harus mencerminkan "
"keadilan, pandangan yang sejajar terhadap manusia dan moralitas. "
"Tatanan ekonomi yang ditawarkan Islam dilandasi dengan fondasi "
"yang kuat, yaitu tauhid (keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan), "
"dan 'adalah (keadilan). "
" "
"Ketiga landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling "
"terkait. Tauhid merupakan muara dari semua pandangan dunia Islam."
"Tauhid mengandung arti alam semesta didesain dan diciptakan "
"secara sadar oleh Tuhan Yang Mahakuasa, yang bersifat esa, dan "
"tidak terjadi secara kebetulan atau aksiden (Q.S. Ali Imran: 191;"
"Shad: 27; al-Mu'minun: 15). Dari pandang tauhid manusia "
"diciptakan, oleh karena itu asal manusia juga satu. Karena itu "
"pulalah manusia merupakan khalifah-Nya atau wakil-Nya di bumi "
"(Q.S. al-Baqarah:30; al-An'am:165). Sumber daya alam yang "
"diciptakan harus dimanfaatkan untuk pemenuhan kebahagiaan seluruh"
"umat manusia. Pada sisi ini, jelas bertentangan dengan konsep "
"self interest kapitalisme. Implikasi dari pandangan tersebut "
"adalah pandangan persaudaraan universal, yang kemudian "
"menimbulkan persamaan sosial dan menjadikan sumber daya alam "
"sebagai amanah karena statusnya sebagai wakil Tuhan yang "
"menciptakan alam semesta. Pandangan ini tidak akan terlaksana "
"secara substansial tanpa dibarengi dengan keadilan "
"sosial-ekonomi. Penegakan keadilan dan penghapusan semua bentuk "
"ketidak-adilan telah ditekankan dalam al-Qur'an sebagai misi "
"utama Rasul Allah (Q.S.Hadid: 25). Berdasarkan landasan ini "
"seharusnya ada keseimbangan dari semua faktor ekonomi, bahkan "
"pemisahan yang radikal antara sektor moneter dengan sektor ril "
"menjadi tidak tepat karena mengakibatkan terjadi ketidakadilandan"
"ketidak-merataan. "
" "
"Peranan pemerintah dalam tatanan ekonomi baru tersebut, paling "
"tidak, mencakup empat hal. Pertama, maksimalisasi tingkat "
"pemanfaatan sumber daya. Pemanfaatn sumber daya tersebut harus "
"memperhatikan prinsip kesejajaran dan keseimbangan (equilibrium)."
"Dalam ekonomi Islam konsep al-'adl dan al-ihsan menunjukkan suatu"
"keadaan keseimbangan dan kesejajaran sosial (Q.S. an-Nahl: 90). "
"Hal ini penting, karena apabila terjadi pemanfaatan yang tidak "
"seimbang atau pemborosan yang terjadi adalah kerusakan alam yang "
"pada gilirannya adalah ketidakseimbangan sunnatullah (hukum "
"alam). Kerugiannya juga pada manusia dalam jangka panjang. "
" "
"Kedua, minimalisasi kesenjangan distributif. Tujuan ini berkaitan"
"dengan prinsip dasar ekonomi Islam, keadilan distributif. "
"Keadilan distributif didefinisikan sebagai suatu distribusi "
"pendapatan dan kekayaan yang tinggi, sesuai dengan norma-norma "
"fairness yang diterima secara universal. Tujuan ini juga "
"berhubungan dengan prinsip kesamaan harga diri dan persaudaraan "
"(Q.S. al-A'raf: 32), prinsip tidak dikehendakinya pemusatan harta"
"dan penghasilan pada sejumlah kecil orang tertentu (Q.S. "
"al-Hasyr: 7), dan untuk memperbaiki kemiskinan absolut dan "
"mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan yang mencolok "
"(Q.S. al-Ma'arij: 24-25). Untuk mencapai tujuan ini beberapa "
"institusi Islam bisa dimanfaatkan seperti zakat dan wakaf "
" "
"Ketiga, maksimalisasi penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan "
"ekonomi merupakan sarana untuk mencapai keadilan distributif, "
"sebagian karena mampu menciptakan kesempatan kerja (baru) yang "
"lebih banyak daripada yang mungkin bisa diciptakan dalam keadaan "
"ekonomi statis. Penciptaan lapangan kerja juga harus diimbangi "
"dengan pemberian tingkat upah yang adil berdasarkan usaha-usaha "
"produktifnya. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban untuk "
"memastikan kesempatan kerja yang seluas-luasnya dengan mendorong "
"kegiatan ekonomi yang aktif, terutama dalam sektor-sektor yang "
"mampu menyerap semua lapisan. "
" "
"Keempat, maksimalisasi pengawasan. Salah satu bagian integral "
"dari kesatuan sistem ekonomi Islam adalah lembaga Hisbah. "
"Peranannya, sebagaimana dirumuskan Ibn Taimiyah, adalah "
"melaksanakan pengawasan terhadap perilaku sosial, sehingga mereka"
"melaksanakan yang benar dan meninggalkan yang salah. Lembaga "
"Hisbah adalah lembaga pengawasan terhadap penyimpangan, di "
"antaranya dari kegiatan ekonomi. Dalam pemerintahan yang modern "
"saat ini, lembaga ini dapat diaplikasikan dengan modefikasi "
"tertentu yang mempunyai tugas dan wewenang yang sama. Pengawasan "
"dalam ekonomi Islam adalah penting, karena suatu sistem ekonomi "
"yang adil tidak akan berjalan apabila terjadi kecurangan yang "
"disebabkan oleh perilaku menyimpang pelaku ekonomi. "
" "
"F. Penutup "
" "
"Suka atau tidak suka, globalisasi telah dan segera menyapa setiap"
"negara, setiap masyarakat di dunia. Oleh karena itu, tidak satu "
"negarapun mampu dan menganggap perlu untuk mengisolasi diri dari "
"pengaruh perekonomian dunia. Yang menjadi permasalahan adalah "
"seberapa besar manfaat yang dapat dinikmati dan mudharat yang "
"bakal dipikul oleh setiap negara yang terlibat dalam proses "
"globalisasi akan terpulang kepada kesiapan negara yang "
"bersangkutan dalam mengantisipasi segala kemungkinan yang "
"terjadi. "
" "
"Sebagaimana ditunjukkan dalam uraian di atas, ternyata kesiapan "
"negara-negara berkembang sangat lemah dibanding negara-negara "
"industri maju. Oleh karena itu, implikasi yang negatif justru "
"yang menimpa mereka, mulai dari sulitnya mengatasi krisis ekonomi"
"hingga ketergantungannya yang sangat besar kepada negara-negara "
"industri maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti "
"Bank Dunia dan IMF, terutama bantuan luar negeri atau hutang. "
" "
"Tatanan ekonomi baru yang lebih adil sangat diperlukan dan "
"ekonomi Islam dapat dijadikan alternatifnya, karena dibangun tiga"
"landasan utama yang mencerminkan dan menjamin keadilan berjalan. "
" "
"Daftar Bacaan "
" "
"Firdausy. "Tantangan dan Peluang Globalisasi Bagi Perekonomian "
"Nasional". Dlm. Indonesia Menapak Abad 21: Kajian Ekonomi "
"Politik. Jakarta: Millenium Publisher, 2000. "
" "
"Harvey, D. The Condition of Postmodernity. Oxford: Blackwell, "
"1989. "
" "
"Held, David dkk. global Transformation Politics, Economics and "
"Culture. Cambridge: Polity Press, 1999. "
" "
"Hirst, Paul & Thomson, Grahme. "Globalisation: Ten Frequently "
"Asked Questions and Some Surprising Answers." Soundings. Vol. 4 "
"(Autumn), 1996 "
" "
"Ibn Taimiyah, Ahmad bin 'Abd al-Halim. al-Hisbah fi al-Islam wa "
"Wazifat al-Hukumah al-Islamiyah. Madinah: Islamic University, "
"t.th.. "
" "
"Kahf, Monzer. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi "
"Sistem Ekonomi Islam). Terj. Machnum Husein dari The Islamic "
"Economy: Analytical of the Functioning of the Islamic Economic "
"System. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. "
" "
"Khor, Martin. "Address to the International Forum on "
"Globalization". New York City, November 1995. "
" "
"McLuhan, M. Understanding Media. London: Routledge, 1964. "
" "
"Mittelmann, James H. "The Dynamics of Globalization". Dlm. James "
"H. Mittelmann (peny.). Globalization: Critical Reflections. "
"Boulder: Lynne Rienner, 1996. "
" "
"Naqvi, Syed Nawab Haider. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam. Terj. M. "
"Saiful Anam dan Muhammad Ufuqul Mubin dari Islam, Economics and "
"Society. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. "
" "
"Nasution, Mustafa Edwin. "Wakaf Tunai: Strategi untuk "
"Meningkatkan Kesejahteraan dan Melepaskan Ketergantungan "
"Ekonomi." Istislah: Jurnal Hukum, Ekonomi dan Kemasyarakatan. "
"Vol. I. No.2 (Apr-Jun 2002) "
" "
"Reiser, Oliver L. & Davies, B. Planetary Democracy: an "
"Introduction to Scientific Humanism and Applied Semantics. New "
"York: Creative Age Press, 1944 "
" "
"Robertson, Roland. Globalization: Social Theory and Global "
"Culture. London; Sage Publications, 1992 "
" "
"Sander, H. "Multilateralism, Regionalism and Globalisation: The "
"Challenges to the World Trading System." Dlm. H. Sander dan A. "
"Inotai (peny.). World Trade After the Uruguay Round: Prospects "
"and Policy Options for the Twenty First Century. London; "
"Routledge, 1996. "
"Schiller, H.I. "Not Yet the Post-Imperialist Era". Critical "
"Studies in Mass Communication. vol.8, no.1 (Maret), 1991. "
" "
"Scholte, Jan Aart. Globalization: A Critical Introduction. "
"London: Macmillan Press Ltd., 2000. "
" "
"Spybey, T. Globalization and World Society. Cambridge: Polity "
"Press, 1996. "
" "
"Stern, Nicholas. "Globalization and Poverty". Paper "
"dpresentasikan pada seminar LPEM, Fakultas Ekonomi, Universitas "
"Indonesia, 2000. "
" "
"The Oxford English Dictionary. VI 2nd ed. Oxford: Clarendon, "
"1989. "
" "
"Thoha, Mahmud. "Globalisasi antara Harapan dan Kecemasan". Dlm. "
"Mahmud Thoha (peny.). Globalisasi, Krisis Ekonomi & Kebangkitan "
"Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Pustaka Quantum, 2002. "
" "
"Todaro, Michael P. Economic Development. 6th ed. London: Longman,"
"1997. "
" "
"Wallerstein, Immanuel. "The Rise and Future Demise of the World "
"Capitalist System: Concepts of Comparative Analysis". Comparative"
"Studies in Society and History, 16 (1974): 387-415 "
" "
"--------------The Modern World System: Capitalist Agriculture and"
"the Origins of the European World Economy in the Sixteenth "
"Century. New York: Academic Press, 1976). "
" "
"Waters, M. Globalisation. London: Routledge, 1995 "
" "
"Waters, M. Globalisation. London: Routledge, 1995. "
" "
"Webster's Third NewInternational Dictionary of the English "
"Language Unabridged. Springfield, MA: Merriam, 1961. "
"PENGARUH BUNGA TERHADAP KETERPURUKAN EKONOMI INDONESIA (Studi "["["["
"Kasus 1997 – 2004) "p"p"p"
" "i"i"i"
" "c"c"c"
" "]"]"]"
"Ditulis oleh Anto "
"Sunday, 20 April 2008 "
"AGUSTIANTO "
"Pendahuluan "
"Dalam Islam, riba merupakan dosa besar yang banyak dikecam oleh "
"Al-quran maupun Sunnah. Al-quran secara tegas mengancam pelaku "
"riba dengan masuk neraka yang mereka kekal di dalamnya (2 : 275)."
"Al-Quran juga secara ekplisit menyebut riba sebagai perbuatan "
"yang zalim (QS.2: 278 dan QS 4: 160). Selain Al-quran, banyak "
"pula hadits Nabi yang dengan tegas mengutuk pelaku riba, juru "
"tulis dan para saksinya (H.R.Muslim). Riba menurut Nabi Saw "
"lebih besar dosanya dari 33 kali berzina. Bahkan dikatakan oleh "
"Nabi Saw, Bahwa Riba memiliki 73 tingkatan, yang paling ringan "
"daripadanya ialah seperti seseorang yang menzinai ibu kandungnya "
"sendiri (Al-Hakim). "
"Nabi Muhammad Saw dalam masa kerasulannya dengan gigih "
"memberantas riba yang demikian meluas di tengah masyarakat Arab "
"pada waktu itu. Sejarah mencatat, bahwa perekonomian jazirah "
"Arabia, ketika itu adalah ekonomi dagang, bukan ekonomi yang "
"berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan "
"sumberdaya alam lainnya terbatas. Menurut W. Montgomeri Watt, "
"perekonomian Arab pada waktu itu sudah tergolong maju dan kaya. "
"Kota Mekkah ketika itu menjadi kota dagang internasional yang "
"dilalui tiga jalur besar perdagangan dunia, Pertama, lalu lintas"
"perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab, dikenal "
"sebagai jalur dagang Selatan. Kedua, jalur dagang Romawi dan "
"Persia disebut sebagai jalur dagang Utara, Ketiga, jalur dagang "
"Sam dan Yaman disebut jalur Utara-Selatan. Oleh karena Mekkah "
"sebagai pusat dagang inyternasional, maka tidak heran jika "
"mayoritas penduduk Mekkah berprofesi sebagai pedagang. "
" "
"Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan "
"masyarakat Arab bahkan menjadi alat resmi, yakni mata uang dinar "
"dan dirham. Sistem devisa bebas diterapkan dan tidak ada halangan"
"sedikitpun untuk mengimpor dinar atau dirham. Transaksi tidak "
"tunai (hutang) dikenal luas di kalangan para pedagang. "
" "
"Berdasarkan kenyataan itu, dapat dipastikan bahwa perekonomian "
"Arab, khususnya Mekkah sudah maju dan berkembang. Perekonomian di"
"zaman Rasulullah bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal"
"barter, tetapi jauh dari gambaran seperti itu. "
" "
"Salah satu tradisi bisnis dalam kegiatan perdagangan yang "
"dilakukan orang-orang Mekkah sebelum kenabian Muhammad adalah "
"praktek ekonomi ribawi. Jadi adalah tidak benar pendapat yang "
"mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi di masa Nabi hanya "
"untuk kebutuhan konsumtif. Pinjaman produktif untuk keperluan "
"modal dagang dipastikan terjadi secara massif di kota Mekkah dan "
"jazirah Arab lainnya. Praktek riba inilah yang dihilangkan Nabi "
"Muhammmad saw secara bertahap dalam kurun waktu lebih dari 22 "
"tahun. "
" "
"Ajaran Al-quran maupun hadits yang melarang riba meniscayakan "
"praktek ekonomi yang diajarkan Rasulullah adalah sistem ekonomi "
"bebas riba (free interest) Kemudian sistem ekonomi anti riba "
"dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan Daulah Islamiyah. Praktek"
"ekonomi bebas riba tersebut harus diaktualkan dan dipraktekkan "
"kembali di tengah semaraknya sistem ekonomi ribawi saat ini. "
" "
"Sejak berabad-abad kaum muslimin di berbagai belahan dunia "
"mempratekkan ekonomi ribawi kapitalisme akibat penjajahan "
"kolonial yang mendesakkan sistem riba itu dalam sistem ekonomi "
"negara-negara muslim melalui lembaga perbankan, asuransi dan "
"koperasi. Indonesia termasuk negara yang mempraktekkan sistem "
"riba tersebut, sejak kedatangan penjajah Belanda ke Indonesia. "
"Maka tidak aneh apabila saat ini sistem ekonomi ribawi begitu "
"masih dominan dalam sistem perekonomian Indonesia. Undang-Undang "
"yang mengatur tentang perbankan di Indonesia dalam waktu yang "
"sangat panjang hanya membenarkan sistem bunga. Baru pada tahun "
"1992, keluar UU No 7/1992 yang menyebutkan bahwa sistem "
"perbankan di Indonesia dapat menggunakan sistem bagi hasil. Pada "
"tahun 1992 itu juga lahirlah Bank Muamalat Indonesia. Selama lima"
"enam tahun berkembang di Indonesia, BMI masih menjadi pemain "
"tunggal sebagai bank syari'ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis "
"moneter di Indonesia yang mengakibatkan bank-bank konvensional "
"mengalami goncangan hebat yang pada akhirnya sebagian besar di "
"antaranya ditutup (dilikuidasi), karena mengalami negative "
"spread, sedangkan sebagaian lainnya masuk bengkel BPPN. "
" "
"Bank Muamalat dan sejumlah BPR Syari'ah yang menarapkan sistem "
"bagi hasil selamat dari bagai krisis tersebut. Hal ini disebabkan"
"karena bank syari'ah menerapkan sistem bagi hasil Penerapan bagi "
"hasil di bank syari`ah, membuat bank-bank syari`ah lebih tangguh "
"dan tahan dari pengaruh gejolak moneter, baik dari dalam maupun "
"luar negeri. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak "
"dibebani membayar bunga simpa¬nan nasabah. Bank syari`ah hanya "
"membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan tingkat "
"keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut,"
"maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative spread. "
" "
"Banyak kalangan menilai bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia "
"sejak tahun 1997, disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi, "
"kolusi dan nepotisme. Asumsi tersebut di satu sisi memang benar, "
"namun harus diakui bahwa faktor sistem moneter konvensional yang "
"memakai instrumen bunga juga menjadi salah satu faktor yang "
"membuat semakin terpuruknya ekonomi Indonesia. "
" "
"Makalah ini akan membahas pengaruh bunga perbankan tersebut "
"terhadap keterpurukan ekonomi Indonesia, yang secara khusus "
"menganalisa kasus krisis moneter 1997 yang berlanjut sampai "
"tahun 2004. Tulisan ini diawali dengan paparan ringkas tentang "
"riba dalam perspektif historis dan argumentasi pengharaman riba."
"Selanjutnya dibahas pengaruh bunga terhadap keterpurukan ekonomi "
"Indonesia. Untuk lebih melengkapi tulisan ini, dipaparkan juga "
"tentang ijma' ulama tentang keharaman bunga bank yang disertai "
"dengan eksplanasi mengenai solusi instrumen bagi bagi hasil "
"sebagai pengganti bunga. "
" "
"Makalah ini secara sengaja tidak membahas defenisi riba dan "
"bunga, karena defenisi keduanya sangat jelas. Sangat banyak "
"kajian dan literatur yang telah mengulas defenisi riba dan bunga "
"tersebut. Kata Prof.Dr.Azfalur Rahman dalam buku Muhammad A "
"Trader, "Tidak ada gunanya membuang-buang waktu untuk "
"mendefenisikan bunga dan riba, karena kedua sangat identik dan "
"saling menggantikan. Islam tidak membedakan interetres dan usury."
"Riba mencakup keduanya. Karena itu bunga bank sekarang ini "
"memenuhi defenisi riba" "
" "
"Sejarah Ringkas Bunga "
" "
"Menurut pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem "
"bunga telah ada sejak tahun 2500 sebelum Masehi, baik yunani "
"kuno, Romawi kuno, dan Mesir Kuno. Demikian juga pada tahun 2000 "
"sebelum Masehi, di Mesopotamia ( wilayah Iraq sekarang ) telah "
"berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 Tahun sebelum Masehi "
"Temple Of Babillion mengenakan sistem bunga sebesar 20 % setahun."
" "
" "
"Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban "
"tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles "
"dalam karyanya Politics telah mengecam sistem bunga yang "
"berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran "
"rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa bunga"
"merupkan sistem yang tidak adil. Menurutnya, uang bukan seperti "
"ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak "
"kepingan mata uang lainnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa "
"meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah "
"derajatnya. Sementara itu, Plato dalam bukunya " Laws", juga "
"mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Dua "
"filosofi Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup "
"representatif untuk mewakili pandangan filosofi Yunani tentang "
"bunga. "
" "
"Selanjutnya, pada tahap- tahap awal, kerajaan Romawi Kuno, juga "
"melarang keras setiap pungutan atas bunga dan pada perkembangan "
"berikutnya mereka membatasi besarnya suku bunga melalui undang –"
"undang. Kerajaan romawi adalah negara pertama yang menerapkan "
"peraturan tentang bunga untuk melindungi para konsumen. Kebiasaan"
"bunga juga brkembang di tanah arab sebelum Nabi Muhammad menjadi"
"rasul. Catatan sejarah menunjukan bahwa bangsa Arab cukup maju "
"dalam perdagangan. Hal ini digambarkan dalam Al- qur'an dalam "
"surat al – quraisy dan buku – buku sejarah dunia. Bahkan kota "
"Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang "
"dilalui tiga jalur – jalur perdagangan dunia, Eropa dan Afrika, "
"India, dan China, serta Syam dan Yaman. "
" "
"Suatu hal yang tak bisa di – bantah, bahwa dalam rangka menunjang"
"arus perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas "
"pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi. "
"Peminjaman modal untuk perdagangan dilakukan dengan sistem bunga."
"Tegasnya, pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk "
"konsumsi, tetapi juga untuk usaha – usaha produktif. Sistem bunga"
"inilah selanjutnya yang dilarang Al- Qur'an secara bertahap. "
" "
"Sementara itu, tradisi bunga terus berkembang di Eropa dan "
"menjadi sistem ekonomi kapitalis. Raja Inggris, Hendri VIII, pada"
"tahun 1545 M, mengatakan bahwa riba tidak dibenarkan, sedangkan "
"bunga dibolehkan asal tidak berlebihan. Gaung Raja Hendri VIII "
"itu sampai ke Belanda. Ketika Belanda menjajah Indonesia,mereka "
"menyebar luaskan pandangan Hendri VIII, sehingga ada orang "
"Indonesia yang melarang dan mempraktekkan bunga. Mereka "
"membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja. Ayat"
"Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang "
"berlipat ganda, belum selesai (tuntas). Sebab setelah itu, turun"
"ayat lagi tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik"
"riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (Q.S. 2 : "
"275 : 279). "
" "
"Argumentasi larangan riba "
"Larangan riba merupakan salah satu pembeda utama antara sistim "
"ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Argumentasi larangan "
"riba dalam ekonomi Islam telah banyak dibahas para ulama dan "
"ilmuwan Islam sepanjang sejarah. "
" "
"Menurut Prof. A. M. Sadeq (1989) dalam artikelnya "Factor Pricing"
"and Income Distribution from An Islamic Perspective" yang "
"dipublikasikan dalam Journal of Islamic Economics, menyebutkan "
"bahwa pengharamkan riba dalam ekonomi, setidaknya, disebabkan "
"oleh empat alasan; "
" "
"Pertama, sistim ekonomi ribawi telah menimbulkan ketidakadilan "
"dalam masyarakat terutama bagi para pemberi modal (bank) yang "
"pasti menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam "
"dana tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para "
"peminjam dana mendapatkan untung dalam bisnisnya, maka persoalan "
"ketidakadilan mungkin tidak akan muncul. "
" "
"Namun, bila usaha bisnis para peminjam modal bankrut, para "
"peminjam modal juga harus membayar kembali modal yang dipinjamkan"
"dari pemodal plus bunga pinjaman. Dalam keadaan ini, para "
"peminjam modal yang sudah bankrut seperti sudah jatuh di timpa "
"tangga pula, dan bukankah ini sesuatu yang sangat tidak adil? "
" "
"Kedua, sistim ekonomi ribawi juga merupakan penyebab utama "
"berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. "
"Keuntungan besar yang diperoleh para peminjam yang biasanya "
"terdiri dari golongan industri raksasa (para konglomerat) hanya "
"diharuskan membayar pinjaman modal mereka plus bunga pinjaman "
"dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan milyaran "
"keuntungan yang mereka peroleh. "
" "
"Padahal para penyimpan uang di bank-bank adalah umumnya terdiri "
"dari rakyat menengah ke bawah. Ini berarti bahwa keuntungan besar"
"yang diterima para konglomerat dari hasil uang pinjamannya "
"tidaklah setimpal dirasakan oleh para pemberi modal (para "
"penyimpan uang di bank) yang umumnya terdiri dari masyarakat "
"menengah ke bawah. "
" "
"Ketiga, sistim ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena "
"semakin tingginya tingkat bunga dalam masyarakat, maka semakin "
"kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat "
"akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank-bank karena "
"keuntungan yang lebih besar diperolehi akibat tingginya tingkat "
"bunga. "
" "
"Keempat, bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi bagi para"
"businessman yang menggunakan modal pinjaman. Biaya produksi yang "
"tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk menjual produknya "
"dengan harga yang lebih tinggi pula. Melambungnya tingkat harga, "
"pada gilirannya, akan mengundang terjadinya inflasi akibat "
"semakin lemahnya daya beli konsumen. Semua dampak negatif sistim "
"ekonomi ribawi ini secara gradual, tapi pasti, akan "
"mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat. Krisis ekonomi tentunya "
"tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi ribawi seperti "
"disebutkan di atas. "
" "
"Tak bisa dibantah bahwa sistim ekonomi ribawi akan menggerogoti "
"sendi-sendi ekonomi masyarakat. Hal itu terlihat dengan jelas "
"pada praktek perbankan konvensional yang menganut sistim ribawi. "
"Tingkat bunga dijadikan acuan untuk meraih keuntungan para "
"pemberi modal. Bank tidak mau tahu apakah para peminjam "
"memperoleh keuntungan atau tidak atas modal pinjamannya, yang "
"penting para peminjam harus membayar modal pinjamannya plus bunga"
"pinjaman. Semakin tinggi tingkat bunga dalam sebuah negara, maka "
"semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh para pemberi "
"modal dan semakin merusak sendi-sendi ekonomi umat akibat dampak "
"negatif sistim ekonomi ribawi dalam masyarakat. "
" "
"Demikian pula, akibat terlalu tingginya tingkat bunga yang "
"dibebankan kepada para peminjam, maka semakin sukarnya para "
"peminjam untuk melunasi bunga pinjamannya. Apalagi dalam sistim "
"ekonomi konvensional, biasanya pihak bank tidak terlalu selektif "
"dalam meluncurkan kreditnya kepada masyarakat. Pihak bank tidak "
"mau tahu apakah uang pinjamannya itu digunakan pada sektor-sektor"
"produktif atau tidak, yang penting bagi mereka adalah semua dana "
"yang tersedia dapat disalurkan kepada masyarakat. Sikap bank yang"
"beginilah yang menyebabkan semakin tingginya kredit macet dalam "
"ekonomi akibat semakin menunggaknya hutang peminjam modal yang "
"tidak sanggup dilunasi ketika jatuh tempo kepada pihak bank. "
"Akibatnya, bank-bank akan memiliki defisit dana yang dampaknya "
"sangat mempengaruhi tingkat produksi dalam masyarakat. "
" "
"Sistem ekonomi ribawi juga menjadi penyebab utama tidak stabilnya"
"nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan "
"berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke "
"negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para "
"spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan "
"uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha "
"memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah ekonomi "
"disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan"
"adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi. "
" "
"Sebagai contoh, bila tingkat bunga di Indonesia, katakanlah, 12% "
"dengan tingkat inflasi 8 %, maka tingkat bunga riel adalah 4% "
"(12% - 8%). Ini berarti walaupun tingkat bunga nominal (tingkat "
"bunga sebelum dikurangi dengan tingkat inflasi) tinggi di "
"Indonesia, ini tidak secara otomatis akan mempengaruhi investor "
"untuk membeli Rupiah, karena pada dasarnya tingkat bunga riel di "
"Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat bunga "
"riel di negara-negara lain. "
" "
"Inilah penyebab utama semakin menurunnya nilai (depresiasi) "
"Rupiah akibat rendahnya permintaan akan Rupiah. Tinggi rendahnya "
"nilai Rupiah sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan "
"penawaran Rupiah di pasar uang. Semakin banyak jumlah permintaan "
"mata uang Rupiah, maka semakin tinggi nilai mata uang Rupiah, dan"
"sebaliknya. Begitu juga dengan penawaran, semakin tingginya "
"jumlah Rupiah yang beredar di pasar, sementara permintaan akan "
"Rupiah rendah, maka nilai rupiah akan menurun, dan sebaliknya. "
" "
"Sebenarnya, inilah yang sedang berlaku di Indonesia, dimana "
"jangankan businessman asing, para businessman dalam negeripun "
"lebih cenderung membeli Dolar atau mata uang asing lainnya dengan"
"menjual Rupiah di pasar valuta asing. Ini juga bermakna semakin "
"berkurangnya dana asing yang masuk ke Indonesia, ditambah lagi "
"dengan larinya dana dalam negeri ke luar sehingga akan sangat "
"mempengaruhi ketersediaan dana yang memadai sebagai modal "
"pembangunan ekonomi. Hal ini jelas semakin memperparah penurunan "
"nilai mata uang Rupiah dan semakin minimnya dana asing dan lokal "
"yang tersedia untuk pembangunan ekonomi, yang pada gilirannya, "
"akan menyebabkan krisis ekonomi terjadi berkepanjangan. "
" "
"Memang, harus diakui bahwa semakin rendahnya nilai Rupiah, maka "
"semakin memperkuat daya saing komoditas eksport Indonesia di "
"pasar internasional karena relatif murahnya harga komoditas "
"eksport tersebut di pasar internasional bila dibeli dengan mata "
"uang asing. "
" "
"Tetapi, penurunan nilai Rupiah ini tidak akan memberi pengaruh "
"signifikan sebab kebanyakan komposisi bahan mentah komoditas "
"eksport Indonesia adalah terdiri dari bahan mentah yang diimport "
"dari negara luar. Dengan kata lain, kenaikan harga barang mentah "
"akibatnya tingginya nilai mata uang (appresiasi) asing jelas akan"
"menyebabkan biaya untuk memproduksikan komoditas eksport tersebut"
"akan bertambah mahal sehingga produk akhir komoditas itu harus "
"dijual dengan harga yang mahal pula. Ini menunjukkan bahwa "
"penurunan nilai Rupiah tidak akan memberi kelebihan daya saing "
"eksport Indonesia di pasar internasional. "
" "
"Permasalahan di atas, sebenarnya, tidak pernah terjadi kalau "
"sistim ekonomi Islam diadopsi dalam sistim ekonomi negara. Kenapa"
"tidak? Karena nilai uang tidak akan dipengaruhi oleh perbedaan "
"tingkat bunga riel sebab ekonomi Islam tidak mengenal sistim "
"bunga (riba). Inilah yang menyebabkan nilai uang dalam ekonomi "
"tanpa bunga tidak mengalami volatilitas yang membahayakan. "
" "
"Dampak Bunga terhadap Ekonomi Indonesia "
" "
"Krisis moneter yang pada mulanya terjadi di Thailand menular ke "
"Malaysia, Philipine, Korea dan Indonesia. Pasar saham dan kurs "
"uang tersungkur jatuh secara dahsyat. Bank sentral terpaksa turun"
"tangan dengan mencetak uang baru, melakukan transaksi forward dan"
"menaikkan tingkat bunga yang tidak terduga. Volatilitas krisis "
"menimbulkan badai yang kuat menuju kehancuran dan mengakibatkan "
"goncangnya sistem perbankan yang rapuh. Padahal lembaga perbankan"
"merupakan tulang punggung perusahaan manufacturing yang selama "
"ini mengandalkan bunga rendah. Selama tahun pertama krisis kurs "
"mata uang di lima negara terdepresiasi 35 – 80 %, bahkan "
"Indonesia, mencapai 400 %. Hal ini menyebabkan menciutnya nilai "
"kekayaan dari negara-negara tersebut khususnya Indonesia. "
" "
"Nilai rupiah yang pada mulanya setara dengan Rp 2.445, meningkat "
"secara tajam menjadi Rp 17.000-an. Dalam masa yang panjang, nilai"
"rupiah ini bertenggger di atas Rp 10.000.-. Kondisi ini membuat "
"lembaga perbankan terpaksa menaikkan suku bunga secara tajam "
"pula, yaitu mencapai 70 %. Akibatnya lembaga perbankan "
"konvensional kesulitan mengembalikan bunga tabungan/deposito "
"nasabah, sementara pendapatannya lebih kecil dari kewajibannya "
"untuk membayar bunga, ditambah lagi kredit macet akibat krisis "
"moneter. Inilah yang disebut dengan negative spread yang berarti"
"lembaga perbankan terus-menerus merugi dan modalnya semakin "
"terkuras yang pada gilirannya berakibat pada likuidasi sejumlah "
"bank. "
" "
"Bank-bank raksasa yang memiliki nasabah jutaan orang, yang "
"kekurangan modal, terpaksa direkap (disuntik modal) oleh "
"pemerintah melalui Bank Indonesia dengan BLBI (Bantuan Likuiditas"
"Bank Indonesia) sejumlah sekitar Rp 400 triliun.Kalau tidak "
"dibantu, pastilah bank-bank rekap itu mati/tutup karena CARnya di"
"bawah standart yang ditetapkan pemerintah (8 %). "
" "
" Karena pemerintah tidak memiliki uang cash/riil, maka pemerintah"
"membantu modal bank konvensional itu dalam bentuk obligasi. Kalau"
"namanya obligasi, pastilah memiliki bunga. Bunga ini selanjutnya "
"kembali menjadi beban pemerintah yang tak lain adalah dana APBN. "
"Dana APBN adalah milik rakyat dan bangsa Indonesia, bukan milik "
"para konglomerat pemilik bank. Membantu modal bank ribawi itu, "
"berarti membantu para kapitalis (pemilik dana). "
" "
"Besarnya kewajiban pemerintah membayar bunga obligasi kepada "
"bank-bank rekap sangat luar biasa. Pada tahun 2001 saja, bunga "
"obligasi yang harus dibayar APBN sebesar Rp 61,2 Triliyun . Dan "
"ini berlanjut terus setiap tahun sampai sekarang, walaupun "
"cenderung semakin mengecil. Oleh karena beban membayar bunga itu,"
"tidak mengherankan jika APBN kita defisit terus menerus. Pada "
"tahun 2002 APBN defisit Rp 54 triliun. Pada tahun 2003 defisit Rp"
"45 triliun, pada tahun 2004 difisit Rp 35 triliun. Masih "
"defisitnya APBN tahun 2004 yang lalu , karena dana APBN masih "
"dikuras bunga bank sebesar Rp 68 Trilyun. "
" "
"Membayar Bunga SBI "
" "
"Selain kewajiban membayar bunga obligasi, pemerintah juga "
"berkewajiban untuk membayar bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)"
"kepada lembaga-lembaga perbankan yang menempatkan dana rakyat di "
"Bank Indonesia. Pada tahun 2002 besar bunga SBI 17 %. Penempatan "
"dana tersebut dilakukan oleh bank-bank pemerintah maupun "
"bank-bank swasta. Dana masyarakat yang ditabung di lembaga "
"perbankan ternyata lebih banyak disimpan di Bank Indoenesia, "
"sehingga fungsi intermediasi perbankan saat itu lumpuh "
" "
"Hal itu terlihat dengan jelas pada LDR lembaga perbankan "
"konvensional yang masih sangat rendah. Pada tahun 2001-2003, LDR "
"bank konvensional berkisar, sekitar 30 – 40 %. Ini berarti bahwa "
"hanya 30-40 % saja tabungan masyarakat yang disalurkan, padahal "
"sektor riel mengharapkan bantuan modal. Sisanya 60 – 70 % "
"terperangkap pada kegiatan riba yang jelas menjadi beban "
"pemerintah yang pada gilirannya menjadi beban rakyat. "
" "
"Lembaga perbankan yang menempatkan uangnya di Bank Indonesia, "
"akan mendapatkan bunga SBI. Pada tahun 2001-2002, bunganya "
"mencapai 17 % . Bayangkan, pada saat itu dana bank konvensional "
"yang disimpan di SBI mencapai Rp 500 Trilyun. Dengan demikian, "
"pemerintah berkewajiban membayar bunga SBI sebesar 17 % x Rp 500"
"triliun, yaitu Rp 85 Trilyun, untuk satu tahun. Uang sebesar ini "
"jelas menjadi beban APBN. Oleh karena itu tak mengherankan jika "
"APBN dari tahun ke tahun terus mengalami defisit. Kondisi ini "
"berlangsung selama hampir tiga tahun. Untunglah sejak tahun 2003 "
"bunga SBI mengalami penurunan secara bertahap. Pada awal tahun "
"2004 bunganya berkisar 8-9 %. Meskipun demikian, angka ini ini "
"tetap menggerogoti uang negara. "
" "
"Beban APBN "
" "
"Yang perlu dicatat dan menjadi keprihatinan besar di sini adalah,"
"bahwa pembayaran bunga obligasi dan bunga SBI dibebankan kepada "
"rakyat. Dana APBN yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan "
"rakyat, malah digunakan untuk membantu bank-bank raksasa. "
" "
"Lebih dari itu, kewajiban membayar bunga obligasi dan bunga SBI "
"telah membuat APBN defisit. Untuk mengatasi defisit APBN "
"pemerintah terpaksa berhutang ke lembaga-lembaga ribawi "
"internasional. Padahal hutang Indonesia telah mencapai titik yang"
"membahayakan ketika itu. Apabila pada tahun 2002 saja, hutang "
"Indonesia total Rp 1401 Trilyun, (hutang luar negeri Rp 742 "
"Trilyun, hutang dalam negeri sebesar Rp 659 Trilyun, maka pada "
"tahun 2003, hutang Indonesia telah mencapai Rp 2000 Trilyun. Jika"
"kita hanya mampu membayar hutang tersebut Rp 2 Trilyun "
"setahun, berarti hutang luar negeri itu baru lunas lebih dari "
"seribu tahun, itupun kalau tidak ditambah hutang baru. Hutang "
"ini, jelas menjadi beban cucu dan cicit kita di masa depan, yang "
"diprediksikan 20 turunan generasi ke depan masih menanggung "
"hutang dan bunga ini "
" "
"Pada tahun 2004, Indonesia menambah hutang baru lebih dari 3 "
"milyar dolar AS. Setiap tahun bangsa Indonesia harus menambah "
"hutang, untuk menutupi defisit APBN. Hutang ini jelas menjadi "
"beban yang berat bagi generasi Indonesia mendatang. "
" "
"Selain meninggalkan beban hutang yang besar bagi generasi "
"mendatang, pemerintah juga terpaksa menaikkan harga "
"barang-barang strategis seperti harga BBM yang berkali-kali "
"dinaikkan sepanjang tahun 2001-2003, bahkan di tahun 2005 ini. "
"Hal ini dimaksudkan untuk menambah in come negara dalam rangka "
"memenuhi APBN yang defisit. Tarif dasar listrik dan telephone "
"juga ketika itu terpaksa dinaikkan untuk menambah income negara "
"mengatasi defisit APBN. Inilah akibat berantai dari sistem ribawi"
"dalam sistem perekonomian Indonesia. "
" "
"Pajak juga dinaikkan, tetapi banyak dikuras oleh pembayaran "
"bunga. Kasihan rakyat, mereka dizalimi hanya untuk menyumbang "
"bank-bank rekap. Ironisnya lagi, tanpa berbuat apa-apa, bank "
"rekap bergembira ria menerima riba sebesar Rp 61, 2 Trilyun dari "
"pemerintah pada tahun 2001 dan ini berlangsung terus, meskipun "
"mengalami penurunan sampai tahun 2003. "
" "
"Dari data dan fakta tersebut, maka tak seorang pun bisa "
"membantah, bahwa bunga bank memainkan peran penting dalam merusak"
"perekonomian bangsa Indonesia yang telah semakin memerosokkan "
"Indonesia ke dalam jeratan hutang yang membahayakan.. Bunga juga "
"telah membuat harga BBM, TDL dan telephon naik. Bahkan lebih dari"
"itu, Indonesia terpaksa menjual beberapa asset negara strategis, "
"seperti Indosat, BCA dan perkebunan demi untuk menutupi defisit "
"APBN. Pajak rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, "
"ternyata sangat banyak disumbangkan kepada bank-bank rekap dalam"
"bentuk bunga obligasi dan bunga SBI. Berdasarkan kenyataan ini, "
"maka benarlah apa yang dikatakan oleh Anwar Nasution, Deputi "
"Senior Gubernur BI, bahwa bank-bank rekap tersebut, adalah "
"parasit bagi perekonomian Indonesia. Hal yang sama juga sering "
"diungkapkan oleh pakar-pakar dan praktisi perbankan nasional "
"lainnya, seperti Dr. Drajat Wibowo, direktur INDEF, Hilmi, ( "
"pengawas bank dari Bank Indonesia), dsb. Dari fakta di atas "
"jelaslah bahwa bunga membawa petaka kehancuran ekonomi "
"Indonesia.(Kompas 25 Februari 2002). "
" "
"Selanjutnya, kita perlu menyaksikan fakta ketidakwarasan/kegilaan"
"pelaku riba sebagaimana yang disebutkan Al-Quran (2:275)., yaitu "
"fakta penjualan (devestasi) sebuah bank swasta raksasa, sebut "
"saja bank ABC. Harga penjualannya sebesar Rp 5 Trilyun. Namun "
"anehnya, pemerintah memberi bunga obligasi kepada bank ini "
"sebesar Rp 9 Trilyun tahun 2001. Penjualan ini menurut H. Hilmi, "
"mantan pejabat Senior Bank Indonesia, menurut tindakan sableng "
"(gila). Sebab menurutnya, setiap penjualan asset, si penjual "
"menerima uang. Tapi dalam sistem yang sableng ini, tidak demikian"
"adanya, "Si penjual tidak dapat uang", malah nombok lagi dalam "
"jumlah besar dan selanjutnya menyumbang bunga terus menerus. "
" "
"Karena itu pula, Drajat Wibawa, Ekonom Senior INDEF, mengatakan "
"bahwa perbuatan penjualan saham BCA milik pemerintah (sistem "
"riba) dengan harga Rp 5 Trilyun, tidak sesuai logika dan "
"dikatakannya bahwa perbuatan itu adalah sableng secara kolektif. "
" "
"Drajad Wibawa, Ekonom Senior INDEF, menulis, (Kompas 25 Februari "
"2002). "
" "Kalau transaksi yang jelas-jelas merugikan dan tidak sesuai "
"dengan logika (abnormal/gila) di atas diteruskan, Indonesia "
"memang akan mempunyai landmark kebodohan kolektif. Ini akan "
"menjadi preseden bagi divestasi Bank Danamon. Bank Niaga dan "
"bank-bank lainnya di bawah APBN. Ini juga menjadi preseden bagi "
"proses privatisasi BUMN karena skema sablengnya Stanchart bisa "
"ditiru dengan mudah". "
" "
"Dikatakannya demikian, karena di dalam divestasi BCA terlihat "
"perbuatan yang tidak logis. Adalah logis kalau dalam setiap "
"penjualan asset, si penjual menerima uang. Tetapi dalam penjualan"
"BCA tidak demikian. Secara net, ternyata pemerintah tidak "
"menerima uang, malah mengeluarkan uang dalam jumlah besar. "
" "
"Gambarannya perhitungannya ialah, bahwa pada tahun 2002 "
"pemerintah menerima uang hasil penjualan BCA Rp 5 Trilyun. Tetapi"
"sebaliknya pemerintah justru mengeluarkan uang untuk BCA sangat "
"besar yaitu berupa bunga (riba) obligasi saja sebesar Rp 9,1 "
"Trilyun. Pemerintah memberinya Rp 9,1 Trilyun. Sementara dalam "
"neracanya 31-12-2002 terlihat laba Rp 3 Trilyun. Laporannya itu "
"menunjukkan bahwa BCA terlihat hebat. Tapi ingat, laba ini "
"diperoleh karena mendapat sumbangan bunga riba dari pemerintah "
"sebsar Rp 9,1 Trilyun tadi. "
" "
"Karena pemerintah bisa bertindak "gila / sableng" seperti itu ? "
"Menurut H. Hilmi, SE, biasanya mereka berdalih, bahwa karena "
"semua penyelesaian tidak ada yang baik, maka karena pusing atau "
"mungkin sempoyongan seperti orang sableng (gila). Mereka terpaksa"
"memilih jalan yang terbaik di antara yang terjelek itu. Serba "
"susah, itulah suatu dilema yang kita hadapi, karena sistem riba. "
" "
"Melihat realitas di atas, sistem moneter yang menggunakan "
"instrumen bunga adalah sistem yang tidak logis, dan jika ada "
"orang yang masih menggunakannnya berarti ia termasuk tidak "
"waras/gila, sebagaimana diungkapkan Al-Qur'an dalam Surah "
"Al-Baqarah 275. "Orang-orang yang memakan (mempraktekkan) riba, "
"tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang "
"kemasukan syaitan lantaran pikirannya sudah gila. Mereka itu "
"mengatakan bahwa riba dan jual beli sama saja (bisa ditafsirkan "
"bank riba dan bank syariah sama saja). Padahal Allah menghalalkan"
"jual beli dan mengharamkan riba. Siapa yang telah sampai "
"kepadanya nasehat dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari "
"mempraktekkan riba, maka apa yang pernah dipraktekkan di masa "
"lalu menjadi urusan Allah. Tetapi, siapa yang mengulangi lagi "
"sistem riba , maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka . "
"mereka kekal didalamnya". "
" "
"Indonesia tidak bisa berdiri karena bunga, terlihat dari hutang "
"Indonesia yang demikian besar dan kesulitan ekonomi yang dalam. "
"Dan kalau sistem bunga ini diteruskan, maka bangsa Indonesia "
"sebenarnya sudah tidak waras lagi, karena sistem bunga yang sudah"
"jelas-jelas membawa petaka, masih dipertahankan. Karena itu, "
"menjadi kewajiban ummat untuk kembali ke ajaran Ilahi, ajaran "
"Allah Swt, Tuhan yang menciptakan manusia, juga menciptakan "
"sistemnya untuk kita ikuti dan amalkan. Ajaran Ilahi itu "
"teraktualisasi dalam bank-bank Islam yang sekarang tengah "
"berkembang dengan pesat. "
" "
"Ijma' Ulama tentang keharaman Bunga Bank "
" "
"Setelah menjelaskan dampak dan pengaruh bunga terhadap "
"keterpurukan ekonomi Indonesia, perlu juga dipaparkan di sini "
"ijma' ulama tentang keharaman bunga bank. Hal ini dianggap "
"penting karena masih ada intelektual muslim yang masih meragukan "
"keharaman bunga bankdan masih ada ilmuwan muslim yang mengganggap"
"persoalan bunga bank sebagai masalah khilafiyah secara tidak "
"proporsional. "
" Seluruh ahli ekonomi Islam dunia, telah sepakat bahwa bunga "
"bank tidak sesuai dengan syari'ah Islam, dan hukum mengambilnya "
"adalah haram. Menurut Prof.Dr.M.Akram Khan (pakar ekonomi Islam "
"asal Pakistan), kesepakatan itu telah menjadi ijma' ulama (ahli "
"ekonomi) dunia. Prof. Dr Ali Ash-Shobuni (ulama terkemuka dari "
"Mesir) dalam buku Jarimah ar-Riba, juga mengatakan bahwa para "
"ahli ekonomi Islam telah ijma' tentang keharaman bunga bank. "
"Kesepakatan itu terjadi berkali-kali di forum ulama "
"Internasional sejak tahun 1973 sampai saat ini. Menurutnya, tahun"
"1976 telah dilaksanakan Konferensi Ekonomi Islam se-dunia di "
"Mekkah yang dihadiri 300 ulama dan pakar keuangan Islam. Tak "
"seorang pun di antara pakar ekonomi Islam itu menolak kaharaman "
"bunga bank. Bahkan sebelum tahun 1976, yakni tahun 1973, seluruh "
"ulama OKI yang berasal dari 44 negera sepakat tentang keharaman "
"bunga bank tersebut (lihat, M.Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah, "
"1999). "
" Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan pendapat tentang "
"keharaman bunga bank. Perdebatan tentang halal-haramnya bunga "
"bank telah selesai sekitar 30 tahun yang lalu. Kalau ada ummat "
"Islam masih mempersoalkan hukum bunga bank, berarti ia terlambat "
"30 tahun. "
" Kalau pun ada tokoh yang berkomentar tentang kebolehan bunga"
"bank, pastilah mereka bukan ahli dalam ekonomi/moneter Islam, "
"seperti, Gusdur atau Syafi;i ma'arif atau ulama yang sama sekali"
"tak faham tentang perbankan syari'ah dan ilmu moneter, seperti "
"Muhmmad Abduh dan AS.Hasan dari Bandung. Karena itu pendapat "
"mereka tertolak dan tidak bisa menggugurkan ijma' ulama yang ahli"
"di bidangnya. "
"Kalau kita mau berpikir logis, kita harus menyerahkan persoalan "
"hukum moneter kepada ahlinya. Analoginya, jika seluruh dokter "
"spesialis kulit telah sepakat tentang jenis penyakit kulit "
"seseorang, lalu ada segelintir dokter gigi membantahnya, maka "
"sangat aneh bila orang mengikut pendapat dokter gigi yang tak "
"ahli di bidang kulit. Pendapat dokter gigi itu sangat aneh dan "
"amat menyesatkan. "
"Pakar ekonomi Islam adalah mereka yang memiliki latar belakang "
"pendidikan ekonomi, sejak awal, sampai Professor dan doktor di "
"bidang ekonomi/moneter Islam. Mereka paham betul tentang ilmu "
"moneter dan mengerti secara mendalam tentang teknis perbankan. "
"Mereka antara antara lain, 1. Prof.Dr.Muhammad Nejatullah "
"Ash-Shiddiqy,2. Prof.Dr.Muhammad Abdul Mannan,MA, "
"3.Prof.Dr.M.Umer Chapra, 4. Prof.Dr.Masudul Alam Khudary, 5. "
"Prof.Dr. Monzer Kahf, 6. Prof.Dr. M.Akram Khan, 7. "
"Prof.Dr.Kursyid Ahmad, 8.Prof.Dr.Dhiauddin Ahmad, 9. Prof.Dr. "
"Muhammad Muslehuddin, 10.Prof.Dr. Afzalur Rahman, 11. Prof.Dr. "
"Munawar Iqbal Quraisy, 12. Prof.Dr.Hasanuz Zaman, 13. Prof. "
"Dr.M.Sudin Haroen, 14. M.Fahim Khan,.15. Prof.Dr.Volker Ninhaus, "
"16. Dr.Mustaq Ahmad. 17. Abbas Mirakhor, 18. Ausaf Ahmad, 19. "
"Rauf Ahmed Azhar, 20. Syed Nawab haidar Naqvi, 21. Baqir al-Sadr,"
"22. Ahmad Najjar, 23. Ahmad Shalah Janjum (Pakistan), 24. "
"Muhammad Ahmad sakr, 25 .Kadim Al-Sadr, 26. Abdul Hadi Ghanameh, "
"27. Manzoor Ali, 28. Dr.Ali Ahmad Rusydi, 29. Dr.Muhammad Ariff, "
"30. Dr. Zubeir Hasan, 31.Prof.Dr Muhammad Iqbal Anjum, 32. "
"Prof.Dr.Mazhar Islam, 33. Dr. Fariruddin Ahmad, 34. Dr.Syahadat "
"Husein 35.Dr.Badruddin (Oman) dan banyak lagi pakar ekonomi "
"Islam lainnya.-. Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, "
"karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi "
"perekonomian dunia dan negara. Krisis ekonomi yang terjadi sejak "
"tahun 1930 s/d 2000, adalah bukti paling nyata dari dampak sistem"
"bunga. "
"Setelah tahun 1976, para ahli ekonomi Islam terus melangsungkan "
"kegiatan-kegiatan konferensi Ekonomi Islam Internasional. Dalam "
"beberapa konferesnsi, hukum halal-haram bunga bank tidak lagi "
"menjadi pembahasan, sebab sudah disepakati sejak awal akan "
"keharamannya. Kesekapatan-kesekapatan itu didukung lagi oleh "
"Lembaga Islam Internasional, yaitu oleh para ulama dunia yang "
"tergabung dalam Rabithah Alam al-Islami. "
" Jadi, kalau seluruh ahli ekonomi Islam dunia sepakat tentang "
"keharaman bunga bank, dikuatkan lagi oleh ulama OKI dan Rabithah "
"Alam Al-islami serta majma' buhuts (lembaga fatwa) di seluruh "
"dunia, mengapa ada segelintir orang yang tak ahli tentang ekonomi"
"Islam berkomentar membantah keharaman bunga bank. Itu adalah "
"sebuah keanehan dan secara keilmuan cukup memalukan. Hal ini "
"jelas apabila kita ambil sindiran Alquran tentang mereka yang tak"
"ahli dalam bidang itu. Firman Allah, "Kemudian kami jadikan bagi "
"kamu syari'ah untuk urusan itu, maka ikutilah syari'ah itu, "
"jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui". "
"Menurut ayat ini, orang yang tidak mengikuti syari'ah (termasuk "
"ekonomi syari'ah), adalah karena dua alasan. Pertama, Mereka "
"mengikuti hawa nafsu, karena terganggu kepentinga dunianya, 2. "
"Mereka memang tidak tahu tentang syari'ah itu (dalam hal ini "
"ekonomi Syari'ah). "
" Seorang Professor muslim sekalipun, tapi tidak pernah "
"mendalami ilmu moneter, (tidak ahli ilmu moneter) mereka wajar "
"jika seringkali mereka tidak tahu tentang praktek moneter dan "
"dampaknya dalam ekonomi makro. Kalau mereka telah mendalami itu, "
"bisa dipastikan mereka akan mengharamkan bunga, sebagaimana "
"ijma"nya ratusan pakar ekonomi Islam lainnya. Bahkan, pakar "
"ekonomi non Muslim sekalipun banyak yang melarang bunga seperti "
"Roy Davies dan Glyin Davies, Rodney Wilson, Rodnet Shakespeare, "
"Volker Ninhaus, dll.. "
"Sistem Bagi Hasil "
"Sebagai dimaklumi bahwa dalam ekonomi kapitalisme, bunga bank "
"(interest rate) merupakan nadi dari sistem perekonomian. Hampir "
"tak ada sisi dari perekonomian, yang luput dari mekanisme kredit "
"bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi lokal pada semua"
"struktur ekonomi negara, hingga perdagangan internasional. "
" "
"Salah satu sebab ketertarikan pasar terhadap bunga bank adalah "
"kepastian hasil. Sedangkan setiap usaha tidak bisa dipastikan "
"harus berhasil sejumlah sekian, karena pada kenyataannya, setiap "
"usaha pasti berhadapan dengan resiko yang mengandung kemungkinan "
"rugi, untung, dan pulang modal. Keuntungan pun bisa besar, sedang"
"dan kecil. Namun, selama berabad-abad, ekonomi dunia telah "
"didominasi sistem bunga, sehingga telah mengkristal dalam setiap"
"aktivitas bisnis masyarakat dunia. "
" "
"Karena mengkristalnya sistem bunga tersebut, terbentuklah "
"dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional, terutama pada"
"sektor moneternya. Bahkan kini pasar moneter konvensional tidak "
"lagi terbatas pada pasar modal, uang dan obligasi, tapi bertambah"
"dengan munculnya pasar derivatif, yang merupakan turunan dari "
"ketiga pasar tersebut. Kesemuanya tetap menggunakan bunga bank "
"sebagai harga dari produk-produknya. Maka tak heran jika "
"perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler. "
"Menurut data dari sebuah NGO asal Amerika Serikat, volume "
"transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation dan "
"derivative market) dunia berjumlah US$ 1,5 triliun hanya dalam "
"sehari, sedangkan volume transaksi yang terjadi dalam perdagangan"
"dunia di sektor riil US$ 6 triliun setiap tahun. Bayangkan dengan"
"empat hari transaksi di pasar uang, nilainya sudah menyamai "
"transaksi di sektor riil selama setahun. "
" "
"Dampak perkembangan yang begitu besar pada sektor moneter jelas "
"menghambat perkembangan sektor riil. Jika diasumsikan money "
"supply (uang beredar) tetap, maka sistem kredit dengan bunganya "
"yang ada pada pasar-pasar moneter akan menyedot uang beredar. "
"Sehingga bukan hanya ketidakstabilan moneter yang terjadi, tetapi"
"juga kemerosotan sektor riil. Secara global kemerosotan ini akan "
"berpengaruh pada returns yang diperebutkan pada sektor moneter. "
"Sehingga jika ini terus yang menjadi kecenderungannya, maka wajar"
"sebagian pakar memprediksi terjadinya krisis ekonomi yang besar, "
"tidak hanya di negara-negara dunia ketiga, tetapi juga "
"negara-negara maju (negara pemilik modal). "
" "
"Syari'ah Islam dengan tegas meyakini bahwa bunga bank yang "
"bersifat pre-determined akan mengeksploitasi perekonomian, "
"cenderung terjadi misalokasi sumber daya dan penumpukan kekayaan "
"dan kekuasaan pada segelintir orang. Hal ini akan membawa pada "
"ketidakadilan, ketidakefisienan, dan ketidakstabilan "
"perekonomian. Seperti dikemukakan Umer Chapra (1996), bungalah "
"yang telah menyebabkan semakin jauh jarak antara pembangunan dan "
"tujuan yang akan dicapai. Bunga juga merusak tujuan-tujuan yang "
"ingin didapat, pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan stabilitas "
"ekonomi.Bahkan Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A "
"History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) "
"mengatakan bahwa bunga telah memberi andil besar dalam lebih dari"
"20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20. "
" "
"Dalam ekonomi syari'ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak "
"dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah "
"mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, "
"sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka "
"karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, "
"khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam,"Allah "
"menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan "
"riba".(QS.2:275). Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan "
"bisnis sektor riel. "
" "
"Dalam ekonomi syari'ah sistem bagi hasillah (profit and loss "
"sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor 'moneter' "
"Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya "
"sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau "
"rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil "
"usaha selalu positif. Jadi penerapan sistem bagi hasil pada "
"hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam "
"perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari "
"prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian. "
" "
"Jadi, solusi ekonomi Islam terhadap bunga (riba) dalam sistim "
"pinjam meminjam dana yang digunakan untuk berbisnis adalah "
""Sistim Bagi Hasil" (Profit-Loss Sharing), baik melalui skim "
"mudharabah atau musyarakah. Dalam kasus pertanian bisa dalam "
"bentuk muzara'ah. Selain dalam bentuk bagi hasil, solusi Islam "
"untuk menggantikan bunga juga dapat memakai produk jual beli "
"(bai'), seperti ba'i murabahah, salam dan istishna'. "
" "
" Secara umum, sistim bagi hasil ini ada yang disebut dengan "
"mudharabah, yaitu bentuk usaha bisnis yang dilakukan oleh dua "
"pihak dimana dalam menjalankan usaha bisnis ini satu pihak "
"bertindak sebagai pemodal dan pihak lainnya bertindak sebagai "
"pelaksana bisnis (enterpreneur). "
" "
"Sementara itu, musyarakah dimaksudkan sebagai suatu bentuk usaha "
"bisnis/syarikat yang modalnya di biayai oleh semua partai yang "
"terlibat dalam bisnis tersebut. Kedua bentuk bisnis ini, jauh "
"lebih berkeadilan dibandingkan dengan bentuk bisnis dalam ekonomi"
"konvensional, sebab apapun keuntungan atau resiko yang terjadi "
"terhadap bisnis ini, ke semua partai yang terlibat dalam bisnis "
"ini memiliki hak yang sama terhadap hasil usaha yang diperoleh. "
" "
"Bila bisnis merekaberhasil, maka semua pihak akan menerima "
"keuntungan dan sebaliknya, bila bisnis mereka bankrut maka "
"kerugianpun harus ditanggung bersama. Jumlah pembagian keuntungan"
"yang akan diperoleh mereka dalam mudharabah adalah berdasarkan "
"penjanjian bersama, katakanlah 60% untuk pembagi modal dan "
"sisanya, 40% untuk mereka yang memenej bisnis. "
" "
"Namun, bila usaha mudharabah mengalami kerugian, maka pelaksana "
"tidak bertanggung jawab atas kehilangan modal yang diberikan "
"pemodalnya. Ini tidak berarti para pelaksana tidak mengalami "
"kerugian apapun, sebab ianya juga dirugikan atas jasa dan jerih "
"payahnya yang disumbangkan untuk memajukan bisnis mereka. Dengan "
"kata lain, pemodal rugi atas modalnya, dan pelaksana rugi atas "
"usaha dan jerih payahnya. "
" "
"Bila kita melihat dalam sistim ekonomi ribawi (bunga), peminjam "
"sudah ditentukan besarnya jumlah bunga yang harus dibayarkan ke "
"bank dengan tidak mempertimbangkan apakah dana yang dipinjam itu "
"berhasil dibisniskan atau tidak. Dengan kata lain, berhasil atau "
"tidak bisnis para peminjam modal, peminjam harus membayar "
"pinjaman plus bunganya. Sedangkan dalam ekonomi Islam baik dalam "
"bentuk usaha mudharabah mahupun musyarakah, jumlah pembagian "
"hasil yang diterima belumlah diketahui secara pasti sebelum usaha"
"itu berhasil atau gagal. "
" "
"Mereka hanya tahu persentase pembagian hasil, tetapi mereka tidak"
"pernah tahu berapa jumlah pembagian hasil sebenarnya yang akan "
"mareka terima sebelum usaha itu berhasil atau tidak. Dalam sistim"
"ini, keuntungan dan kerugian adalah menjadi tanggung jawab "
"bersama. Perbedaan pembagian hasil yang pre-determined (ex-ante) "
"dalam sistim ekonomi ribawi inilah yang menyebabkan terjadinya "
"ketidakadilan dalam ekonomi umat sehingga ia dilarang oleh Islam "
"dibandingkan dengan sistim ekonomi Islam yang pembagian hasilnya "
"berdasarkan post-determined (ex-post) yang jauh lebih adil dan "
"mensejahterakan umat "
" "
"Selain sistem bagi hasil, Islam mensyaratkan mekanisme zakat "
"dalam perekonomian, serta dukungan dari istrumen sejenisnya "
"seperti infaq, shadaqah dan wakaf. Mekanisme zakat memastikan "
"aktivitas ekonomi dapat berjalan pada tingkat yang minimal, yaitu"
"pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer. Sedangkan infaq, "
"shadaqah dan instrumen sejenis lainnya mendorong permintaan "
"secara agregat, karena fungsinya yang membantu umat untuk "
"mencapai taraf hidup di atas tingkat minimum. Selanjutnya oleh "
"negara, infaq-shadaqah dan instrumen sejenisnya, serta pendapatan"
"negara lainnya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan melalui "
"program-programpembangunan. "
" "
"Sebagai dua ketentuan orisinil dalam sistem ekonomi Islam, "
"mekanisme zakat dan pelarangan riba memiliki fungsi saling "
"mengokohkan sistem perekonomian. Di satu sisi zakat menjaga agar "
"aktivitas ekonomi tetap berjalan dengan tujuan pemenuhan "
"kebutuhan hidup seluruh masyarakat negara, di sisi lain "
"pelarangan riba – diganti mekanisme bagi hasil – menjaga "
"keseimbangan, keadilan dan kestabilan segala aktivitas ekonomi di"
"dalamnya. Dengan karakter khasnya, ekonomi Islam diperkirakan "
"akan lebih stabil dibandingkan sistem konvensional.. "
" "
"Bagi perekonomian Indonesia, landasan konvensional sudah terbukti"
"tidak memberikan "pelayanan" yang baik. Jadi sudah waktunya "
"pemerintah memikirkan untuk beralih pada perekonomian Islam "
"dengan segala perangkatnya, dan menjadikannya sebagai sebuah "
"kebijakan yang sistematis di semua sisi pembangunan ekonomi. "
"Bukan menjadikan ekonomi Islam sekadar kebijakan yang merespon "
"pasar seperti yang dilakukan pada dunia perbankan. "
" "
"Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan "moneter" tetapi "
"juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter "
"yang telah menjelma menjadi krisis multi dimensi di Indonesia "
"ini, tak dapat diobati dengan varibel yang menjadi sumber krisis "
"sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang, tetapi harus oleh "
"variabel yang jauh dari karakteristik itu. Dalam hal ini oleh "
"ekonomi Islam dengan sistem bagi hasilnya dalam dunia perbankan "
"dan lembaga finansial lainnya "
" "
"Penutup "
" "
"Tak bisa dibantah, bahwa bunga (interest) telah menimbulkan "
"dampak buruk bagi perekonomian banyak negara dan fakta itu "
"terjadi di mana-mana. Bunga memainkan peranan penting dalam "
"mengakibatkan timbul¬nya krisis. Sistim ekonomi ribawi telah "
"menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi para "
"pemilik modal yang pasti menerima keuntungan tanpa menangung "
"resiko. "
" "
"Keburukan bunga juga disebabkan karena bunga menambah biaya "
"produksi bagi para businessman yang menggunakan modal pinjaman. "
"Biaya produksi yang tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk "
"menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi pula. "
"Melambungnya tingkat harga, pada gilirannya, akan mengundang "
"terjadinya inflasi akibat semakin lemahnya daya beli konsumen. "
"Semua dampak negatif sistim ekonomi ribawi ini secara gradual, "
"tapi pasti, akan mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat. Krisis "
"ekonomi tentunya tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi "
"ribawi seperti disebutkan di atas. "
" "
"Sistem ekonomi ribawi juga menjadi penyebab utama tidak stabilnya"
"nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa akan "
"berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke "
"negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para "
"spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan "
"uangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. "
" "
"Di Indonesia, bunga bank memainkan peran penting dalam merusak "
"perekonomian bangsa Indonesia. Bunga telah menguras dana APBN "
"dalam jumlah besar. Bunga semakin memerosokkan Indonesia ke "
"dalam jeratan hutang yang membahayakan. Bunga juga telah membuat "
"harga BBM, TDL dan telephon naik. Bunga juga secara tidak "
"langsung telah memaksa negara menjual asset-asset negara "
"strategis. Bunga telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan "
"rakyat Indonesia secara luas dan berkepanjangan. Oleh karena iktu"
"tepatlah Allah dalam Al-Quran mengatakan bahwa pelaku riba pasti "
"masuk neraka yang mereka kekal di dalamnya selama-lamanya "
"(2:275). Dari kenyataan dampak bunga yang demikian hebat, "
"tepatlah sabda Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa riba "
"adalah dosa besar yang kadarnya lebih dari 33 kali berzina atau "
"menzinai ibu kandung sendiri. Sebagai solusi dari sistem ekonomi "
"ribawi adalah ekonomi syari'ah yang membawa keadilan dan "
"kesejahteraan bersama dunia dan akhirat. "
" "
" "
"SEKIAN "
" "
" "
" "
"DAFTAR PUSTAKA "
"A. M. Sadeq. "Factor Pricing and Income Distribution from An "
"Islamic Perspective" yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic"
"Economics, 198 "
" "
"Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta,"
"Gema Insani Press, 2001 "
" Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terjemahan Soeroyo dan "
"Nastangin, Yogyakarta, Dana Bhakti Waqaf, Jilid 2, 1996 "
"-------------------------, Muhammad A Trader, London, The Muslim "
"Schools Trust, 1982, Edisi Indonesia Muhammad sebagai Pedagang, "
"Jakarta, Swarna Bumi, 1997 "
"Anwar Iqbal Quraisy, Islam and the Theory of Intrest, "
"(Lahore:Sheikh Muhammad Ashraf, 1946). "
"------------------------------, Economic and Social System of "
"Islam, (Lahore : Islamic Book Service, 1979) "
"Irfan Mahmud Ra'na, Economic Sistem Under Umar the Great, "
"Pakistan, M.Asraf, 1977 "
"Karnaen Perwata Atmaja dan M.Syafi'I Antonio, Apa dan Bagaimana "
"Bank Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Waqaf, 1992. "
"Muhammad Ali Ash-Shobuni, Jarimah ar-Riba, Akhtar al-Jaraim "
"ad-Diniyyat wa al-Ijtima'iyat, Kairo, Dar al-Kutub al-Islamiyah, "
"1997 "
" "
"M.Abdul Mannan, Islamic Economiys, Theory and Practice, terj. "
"M.Nastangin, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana "
"Bakti Waqaf, 1997 "
" "
"Masudul Alam Al-Khudury, Money in Islam, London and New York, "
"USA, Rotledge, 1997 "
" "
"Monzer Kahf, The Islamic Economy, Analytical of The Functioning "
"of The Islamic Economic System, Edisi Indonesia, Ekonomi Islam, "
"Pustaka pelajar, 1995 "
"Ash-Shiddiqy, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam,"
"Jogyakarta, Dana Bhakti Primayasa, "
" "
"Umer Chapra, Toward A Justr Monetary System, terjemahan Lukman "
"hakim, Al-Quran menuju sistem Moneter yang Adil, Yogyakarta, Dana"
"Bkhati Waqaf, 1997 "
" "
"Watt, Montgomery W, Muhammad A Prophet and The State Man , "
"London, 1982 "
"Terakhir Diperbaharui ( Sunday, 20 April 2008 ) "
PEMIKIRAN EKONOMI
MUHAMMAD BAQIR ASH-SADR
Oleh : Muhammad Hambali
Abstrak
Menurut Baqr Sadr, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang di pilih
oleh umat Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya
dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktik sejalan dengan konsepnya
tentang keadilan. Bagi Sadr, Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan
penawaran, tidak pula hubungan antara laba dan bunga, fenomena diminishing
return yang merupakan ilmu ekonomi. Iqtishoduna sebagai masterpisnya
mengungkap bagaimana seharusnya ekonomi Islam berjalan. Bebeperapa pokok
pemikiran ekonomi yang tertuang dalam buku tersebut antara lain berkenaan
dengan teori produksi dan distribusi yang hampir sepertiga bagian
mendapatkan porsi pembahasan. Di samping itu, gagasan ekonomi Islam
tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya peran pemerintah
dalam bidang ekonomi. Peran pemerintah ini dalam konsepsi Sadr berkenaan
dengan upaya mewujutkan kesejahteraan di tengah-tengah kehidupan manusia.
Dua peran pemerintah yang penting dalam hal ini adalah mewujudkan jaminan
sosial dan keseimbangan sosial.
A. Pendahuluan
Dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam kontemporer dewasa ini, banyak tokoh
bermunculan menawarkan gagasannya masing-masing dalam rangka menangani
kebuntuan system ekonomi konvensiaonal. Dalam hal ini, yang dinaksud adalah
hegemoni system kapitalisme maupun system sosialisme-komunisme.
Tumbangnya raksasa Uni Soviet pada decade 1990-an dalam satu sisi telah
mematahkan hukum dialektika Marx yang menyatakan bahwa system kapitalisme
akan mengalami kehancuran dengan sendirinya. Dengan kata lain, kehancuran
system kapitalisme merupakan sesuatu yang niscaya dalam sejarah manusia.
Bertolak dari fakta sejarah tersebut, tidak mengherankan jika Fukuyama
dalam bukunya The And Of History menyatakan bahwa kemenangan kapitalisme
dalam menjawab permasalahan social-ekonomi manusia, dianggap sebagai proses
berhentinya sejarah manusia. Makna dari stetmen Fukuyama ini menandakan
bahwa dunia dewasa ini tengah menggantungkan hidup pada satu system ekonomi
saja yakni kapitalisme.
Walaupun demikian, jika mau jujur melihat fakta-fakta yang terpampang dalam
internal system kapitalisme, maka sudah saatnya lahir sebuah system
alternative untuk menjawab permasalahan social-ekonomi manusia dewasa ini.
Kelemahan dan kebobrokan system kapitalisme setidaknya telah terpampang
dalam rentang sejarah kehidupan manusia melalui krisis ekonomi yang dimulai
pada tahun 1866 dan 1890, 1929, 1985, 1987, 1998, dan 2000.
Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak mengherankan
apabila sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan
kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka
bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme
telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut,
Anthony Gidden dalam bukunya The Thrid Way menyatakan dunia seyogyanya
mencari jalan ketiga dari pergumulan sistem kakap dunia yakni kapitalisme
dan sosialisme. Jalan ketiga tersebut, bagi Gidden terdapat dalam konsepsi
Islam.
Kehadiran konsep ekonomi baru tersebut, bukanlah gagasan awam, tetapi
mendapat dukungan dari ekonom terkemuka di dunia yang mendapat hadiah Nobel
1999, yaitu Joseph E.Stiglitz. Dia dan Bruce Greenwald menulis buku "Toward
a New Paradigm in Monetary Economics" Mereka menawarkan paradigma baru
dalam ekonomi moneter. Dalam buku tersebut mereka mengkritik teori ekonomi
kapitalis (konvensional) dengan mengemukakan pendekatan moneter baru yang
entah disadari atau tidak merupakan sudut pandang ekonomi Islam di bidang
moneter, seperti peranan uang, bunga, dan kredit perbankan.
Oleh karena itu, dengan kegagalan system kapitalisme dalam mewujudkan
kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia
untuk mendekonstruksi ekonomi kapitalisme menuju system ekonomi yang
berkeadilan dan berketuhanan yang dalam hal ini tentu ekonomi Islam patut
untuk dipertimbangkan sebagai salah satu alternative dalam merealisasikan
kesejahteraan manusia.
Muhammad Baqir Ash-Sadr (selanjutnya disingkat Sadr) sebagai salah satu
tokoh intelektual muslim kontemporer dewasa ini, hadir dengan gagasan
original yang mencoba menawarkan gagasan sistem ekonomi Islam yang digali
dari landasan doktrinal Islam yakni al-Qur'an dan al-Hadis. Sadr tidak
sepakat bahwa ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang sama seperti sistem
ekonomi sebelumnya seperti kapitalisme dan sosialisme.
Dalam pada itu, magnum opus yang menjadi dedikasi luar biasa Sadr terhadap
pemikiran ekonomi Islam diwujudkan dalam Iqtishaduna yang telah
diterjemahkan kedalam beberapa bahasa sampai saat ini. Our Economic
merupakan salah satu bentuk transformasi bahasa tersebut. Banyak tokoh
cendikiawan muslim yang merasa bahwa melalui Iqtishaduna dapat ditemukan
bagaimana seharusnya sistem ekonomi Islam . Syafi'I Antonio semisal sebagai
pakar ekonomi Islam yang mashur di Indonesia, menyatakan karya Baqir Sadr
ini merupakan karya pionir yang cukup komperhensif dalam literature ekonomi
Islam.
Dari paparan di atas, makalah ini bermaksud mendiskripsikan bagaimana
sebenarnya pemikiran ekonomi Islam Baqir Sadr. Terdapat beberapa fokus
pembahasan dalam makalah ini terkait dengan pokok pikiran ekonomi Islam
Baqir Sadr yang meliputi pertama, difinisi ekonomi Islam (usaha penemuan
doktrin ekonomi Islam). Kedua, karakteristik ekonomi Islam. Ketiga, teori
produksi. Ke-empat, teori distribusi kekayaan, dan kelima, Tanggung jawab
pemerintah dalam bidang ekonomi.
B. Biografi Baqr Sadr
Nama lengkapnya asy-Syahid Muhammad Baqir as-Sadr. Lahir di Kadhimiyeh di
sebuah daerah Baqdad pada tahun 1935. Sadr merupakan salah seorang
keturunan dari keluarga sarjana dan intelektual yang menganut paham Syiah.
Oleh karena itu sangat wajar manakala ia menjadi salah seorang pemikir
kontemporer yang mendapatkan perhatian yang besar dari kalangan umat Islam
maupun Non muslim.
Pendidikannya dimulai dari sebuah sekolah tradisional di Iraq. Di tempat
tersebut ia belajar fiqh, ushul dan teologi. Sewaktu sekolah, Sadr sangat
menonjol dalam prestasi intelektualnya. Oleh karena itu, pada saat berumur
20 tahun, Sadr telah memperoleh derajat sebagai mujtahid Mutlaq yang
selanjutnya meningkat kembali menjadi posisi yang lebih tinggi yang marja
atau dikenal sebagi otoritas pembeda.
Sekalipun memiliki latar belakang pendidikan tradisional, namun Sadr
memiliki minat intelektual yang tajam dan seringkali bermain dalam isu-isu
kontemporer. Beberapa fakta akan hal ini dapat dilahat dalam penguasaannya
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, ekonomi,
sosiologi, sejarah dan hukum. Dua karya masterpis Sadr yang mewakili
pemikirannya dalam bidang filsafat dan ekonomi dapat dirujuk dalam
falsafatuna (filsafat kita) dan Iqtishoduna (ekonomi kita).
C. Pokok Pemikiran Ekonomi Muhammad Baqir Ash-Sadr
1. Difinisi ekonomi Islam (Proses Penggalian Doktrin Ekonomi Islam)
Dalam mendifinisikan ekonomi Islam, Baqir Sadr mencoba memberikan sebuah
intepretasi baru yang bisa dikatakan original. Pendifinisian tersebut di
mulai dari membangun kerangka dasar dengan membuat perbedaan yang
signifikan antara ilmu ekonomi dan doktrin ekonomi.
Menurut Sadr, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang berhubungan dengan
penjelasan terperinci perihal kehidupan ekonomi, peristiwa-peristiwanya,
gejala-gejala (fenomena-fenomena) lahiriahnya, serta hubungan antara
peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena tersebut dengan sebab-sebab dan
factor-faktor umum yang memepengaruhinya. Difinisi ini jika dirujuk ke
paradigma konvensional dapat ditemukan serupa dalam pemikiran Samuelson
yang menyatakan bahwa
"Ilmu ekonomi merupakan ilmu mengenai cara-cara manusia dan masyarakat
dalam menentukan atau menjatuhkan pilihan dengan atau tanpa uang untuk
menggunakan sumber-sumber produktif yang langka yang dapat mempunyai
pengunaan-penggunaan alternatif untuk memproduksi berbagai barang serta
membaginya untuk dikonsumsi baik untuk waktu sekarang maupun yang akan
datang kepada berbagai golongan dan kelompok di dalam masyarakat".
Sedangkan doktrin ekonomi adalah cara atau metode yang dipilih dan diakui
oleh suatu masyarakat dalam memecahkan setiap problem praktis ekonomi yang
dihadapinya. Dari hal ini, Sadr selanjutnya menyatakan bahwa perbedaan yang
signifikan dari kedua terminilogi di atas adalah bahwa doktrin ekonomi
berisikan setiap aturan dasar dalam kehidupan ekonomi yang berhubungan
dengan ideologi seperti nilai-nilai keadilan. Sementara ilmu ekonomi
berisikan setiap teori yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi yang
terpisah dari kerangka ideology. Nilai-nilai keadilan inilah yang bagi Sadr
sebagai tonggak pemisah antara gagasan doktrin ekonomi dengan teori-teori
ilmiah ilmu ekonomi.
Dari hal ini, Sadr menyimpulkan bahwa ekonomi Islam merupakan sebuah
doktrin dan bukan merupakan suatu ilmu penegetahuan, karena ia adalah cara
yang direkomendasiakan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi, bukan
merupakan suatu penafsiran yang dengannya Islam menjelaskan peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan hokum-hukum yang berlaku
didalamnya.
2. Karakteristik Ekonomi Islam
Dengan difinisi ekonomi Islam di atas, selanjutnya dalam beberapa
pembahasan Sadr merumuskan karakteristik ekonomi Islam yang terdiri atas :
a. Konsep Kepemilikan Multi Jenis (Multitype Ownership)
Dalam pandangan Sadr, ekonomi Islam memiliki konsep kepemilikan yang
dikatakan sebagai kepemilikan multi jenis. Bentuk kepemilikan tersebut
dirumuskan dalam 2 kelompok yakni bentuk kepemilikan swasta (private) dan
kepemilikan bersama yang terbagi menjadi dua bentuk kepemilikan yakni
kepemilikan public dan kepemilikan Negara.
Kepemilikan swasta (private) dalam pandangan Sadr hanya terbatas pada hak
memakai dan adanya prioritas untuk menggunakan serta hak untuk melarang
orang lain untuk menggunakan sesuatu yang telah menjadi miliknya. Dalam hal
ini, Sadr dan seluruh pemikir ekonomi baik klasik maupun kontemporer
sepakat bahwa yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas kepemilikan
sementara, sedangkan kepemilikan yang mutlak hanya terdapat pada Allah SWT.
Bentuk kepemilikan kedua adalah kepemilikan bersama. Dalam hal ini seperti
diatas telah disinggung bahwa bentuk kepemilikan bersama ini terbagimenjadi
dua jenis yakni kepemilikan public dan kepemilikan Negara. Perbedaan
kepemilikan public dengan kepemilikan Negara adalah terletak pada tata cara
pengelolaannya.
Bagi Sadr, kepemilikan public harus digunakan untuk kepentingan seluruh
anggota masyarakat. Beberapa sector kepemilikan public semisal keberadaan
rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur jalan. Sedangkan kepemilikan Negara
dapat digunakan tidak hanya bagi kebaikan semua orang, melainkan juga dapat
digunakan untuk suatu bagian tertentu dari masyarakat, jika memeng negara
menghendaki demikian.
b. Pengambilan Keputusan, Alokasi Sumber dan Kesejahteraan Public.
Fakta bahwa pemilikan Negara mendominasi system ekonomi Islam, pada
akhirnya mendorong lahirnya sebuah gagasan bahwa peran pemerintah dalam
bidang ekonomi sangatlah penting. Dalam hal ini, beberapa fungsi pokok
pemerintahdalam bidang ekonomi antara lain :
1. Mengatur system distribusi kekayaan berdasarkan pada kemauan dan
kapasitas kerja masing-masing individu dalam masyarakat.
2. Mengintegrasikan aturan hokum Islam dalam setiap penggunaan dan
pengelolaan sumber daya alam.
3. Membangun system kesejahteraan masyarakat melalui terjaminnya
keseimbangan social dalam masyarakat.
c. Larangan Riba dan Pengimplementasian Zakat
Sebagaimana pemikiran ekonom muslim lain, Sadr juga berpendapat bahwa riba
adalah sesuatu yang harus dijauhkan dari interaksi ekonomi masyarakat.
Sedangkan zakat merupakan instrument setrategis yang dapat membantu
merealisasikan kesejahteraan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
3. Pandangan Islam Tentang Masalah Ekonomi.
Menurut Sadr, masalah-masalah ekonomi lahir bukan disebabkan oleh
kelangkaan sumber-sumber material ataupun terbatasnya kekayaan alam. Hal
ini didukung dengan dalil al-Qur'an S. al-Qomar: 49 yang menyatakan
"Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya". Dari ayat
tersebut yang kemudian diperkuat dalam al-Qur'an S. Ibrahim :32-34, Sadr
berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul kareana disebabkan oleh dua
factor yang mendasar. Pertama adalah karena prilaku manusia yang melakukan
kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT.
Dzalim disini dimaksudkan bahwa betapa banyak ditemukan dalam realitas
empiris, manusia dalam aktivitas distribusi kekayaan cenderung melakukan
kecurangan-kecurangan untuk memperoleh keuntungan pribadi semata, seperti
melakukan tindakan penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang dimaksud ingkar
adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan semena-mena
mengeksolitasi sumber-sumber alam.
Dari kedua aspek tersebut, Sadr menyimpulkan sebagai salah satu factor yang
dominan yang menjadi akar lahirnya permasalahan ekonomi dalam kehidupan
manusia, bukan karene akibat terbatasnya alam atau karena ketidakmampuan
alam dalam merespon setiap dinamika kebutuhan manusia. Menurut Sadr,
masalah tersebut hanya dapat teratasi dengan mengakhiri kedzaliman dan
keingkaran manusia. Salah satu cara yang ditawarkan Sadr adalah dengan
menciptakan hubungan yang baik antara distribusi dan mobilisasi segenap
sumber daya material untuk memakmurkan alam serta menyibak segala kekayaan.
Di sisi lain, Baqr Sadr melihat bahwa paradiqma system sekulaer yang
menyatakan bahwa sumber daya alam adalah terbatas yang dihadapkan pada
kebutuhan manusia yang tidak terbatas sebagai kunci lahirnya permasalahan
ekonomi, adalah sebagai sesuatu penghindaran sesuatu yang sudah ada
solusinya, dengan menyuguhkan penyebab imajiner yang tidak ada solusinya.
4. Teori Produksi
Dalam aktivitas produksi Sadr, mengklasifikasi dua aspek yang mendasari
terjadinya aktivitas produksi. Pertama adalah aspek obyektif atau aspek
ilmiah yang berhubungan dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas
sarana-sarana yang digunakan, kekayaan alam yang diolah, dan kerja yang
dicurahkan dalam aktivitas produksi. Aspek obyektif ini berusaha untuk
menjawab masalah-masalah efisiensi teknis dan ekonomis yang berkenaan
dengan 3 pertanyaan dasar yang terkenal dengan istilah The Three
Fundamental Economic Problem yang meliputi what, how dan for whom.
Kedua adalah aspek subyaktif . Yaitu aspek yang terdiri atas motif
psikologis, tujuan yang hendak dicapai lewat aktifitas produksi, dan
evaluasi aktivitas produksi menurut berbagai konsepsi keadilan yang dianut.
Sisi obyektif aktivitas produksi adalah subyek kajian ilmu ekonomi baik
secara khusus maupun dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan lainnya guna
menemukan hukum-hukum umum yang mengendalikan sarana-sarana produksi dan
kekayaan alam supaya dalam satu kondisi manusia dapat menguasai hokum-hukum
tersebut dan memanfaatkannya untuk mengorganisasi sisi obyektif produksi
secara lebih baik dan lebih sukses.
Selain itu, menurut Sadr sumber asli produksi dijabarkan dalam tiga
kelompok yang terdiri atas alam, modal dan kerja. Adapun sumber alam yang
dipergunakan untuk aktivitas produksi Sadr membaginya kembali kedalam tiga
kelompok, yakni tanah, substansi-substansi primer dan aliran air.
b. Strategi Pertumbuhan Produksi
Dalam rangka mewujutkan pertumbuhan produksi, Sadr menawarkan dua strategi.
Startegi tersebut terdiri atas strategi doctrinal/intelektual dan strategi
legislatife/hukum.
1. Strategi doctrinal/ intelektual.
Strategi ini bertolak pada asumsi bahwa manusia termotivasi untuk bekerja
keras di pandang ibadah jika dilaksanakan dengan pemahaman dan niat seperti
yang dinyatakan dalam al-Quran. Membiarkan sumber-sumber menganggur,
melakukan pengeluaran mubadzir ataupun produksi barang-barang haram adalah
terlarang dalam ajaran Islam. Pemikiran demikian merupakan yang dikatakan
sebagai landasan doctrinal dalam mewujudkan pertumbuhan produksi.
2. Strategi legislative/hokum.
Untuk keberlangsungan strategi doktrinal di atas, maka diperlukan aturan
hukum yang membackup stratedi doktrianl tersebut. Beberapa strategi
legislativ atau aturan hukum yang ditawarkan oleh Sadr, antara lain sebagai
berikut:
a. Tanah yang menganggur dapat disita oleh Negara dan meredistribusikannya
kepada orang lain yang mampu dan mau menggarapnya.
b. Larangan terhadap hima yakni memiliki tanah dengan jalan paksa.
c. Larangan kegiatan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah
dan menjulnya dengan harga yang mahal tanpa bekerja.
d. Pelarangan riba, ikhtikar, pemusatan sirkulasi kekayaan dan melakukan
tindakan yang berlebihan atau mubadzir.
e. Melakukan regulasi pasar dan mengkontrol situasi pasar.
c. Kebijakan Ekonomi Untuk Meningkatkan Produksi
Sarana-sarana di atas adalah sumbangsih Islam sebagai sebuah doktrin dalam
pertumbuhan produksi dan peningkatan kekayaan. Setelah memberikan
sumbangsih tersebut, Islam menyerahkan langkah-langkah selanjutnya kepada
Negara dengan mengkaji berbagai situasi dan kondisi obyektif kehidupan
ekonomi. Melakukan survei dan sensus tentang kekayaan alam, apa saja yang
dimiliki Negara, lalu mengkaji secara komperhemsif tenaga kerja dalam
masyarakat serta berbagai kesulitan dan kehidupan yang mereka jalani.
Berdasarkan semua itu, dalam batas-batas doctrinal diformulasikan
kebijakakan ekonomi yang mengarah kepada pertumbuhan produksi dan
peningkatan kekayaan yang ikut andil dalam mempermudah serta mempernyaman
kehidupan masyarakat.
Atas dasar pemikiran ini Sadr, memahami hubungan antara agama dengan
kebijakan ekonomi Negara adalah satu kesatuan yang utuh. Dala hal ini,
Negara dapat mematok jangka waktu tertentu seperti 5 tahun untuk mencapai
tujuan atau target tertentu. Kebijakan seperti ini bukan merupakan unsur
pokok agama begitupun penentu serta formulasinya pun bukan tugas agama,
melainkan hasil pembumian nilai-nilai Syari'ah oleh pemerintah.
5. Distribusi Kekayaan
Dalam pemikiran Sadr, distribusi kekayaan berjalan pada dua tingkatan, yang
pertama adalah distribusi sumber-sumber produksi dan yang kedua adalah
distribusi kekayaan produktif. Pokok pikiran yang di maksud Sadr, sebagai
sumber-sumber produktif adalah terkait dengan tanah, bahan-bahan mentah,
alat-lat dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi beragam barang dan
komoditas.
Sedangkan yang termasuk dengan kekayaan produktif hasil dari proses
pengolahan atau hasil dari aktivitas produksi melalui kombinasi sumber-
sumber produsi yang di hasilkan manusia melaui kerja. Berkenaan dengan ini
pula, maka prinsip-prinsip menjaga adilnya sirkulasi kekayaan dan
keseimbangan harta ditengah-tengah kehidupan masyarakat juga masuk dalam
konsepsi Sadr sebagaimana pemikiran ekonomi Islam lainnya.
6. Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi
Menurut Sadr, fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi terdapat beberapa
tanggung jawab. Tanggung jawab atau fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi
tersebut antara lain berkenaan dengan pertama, penyediaan akan
terlaksananya Jaminan Sosial dalam masyarakat, kedua berkenaan dengan
tercapainya keseimbaangan social dan ketiga terkait adannya intervensi
pemerintah dalam bidang ekonomi.
a. Pertama, Jaminan Social Di Tengah-Tengah Kehidupan Masyarakat.
Islam telah menugaskan Negara untuk menyediakan jaminan social guna
memelihara standart hidup seluruh individu dalam masyarakat. Dalam hal ini,
menurut Sadr jaminan social tersebut terkait dengan dua hal, yakni pertama
Negara harus memberikan setiap individu kesempatan yang luas untuk
melakukan kerja produktif sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari
kerja dan usahanya sendiri.
Bentuk jaminan social yang kedua adalah di dasari atas kenyataan bahwa
stiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, jika
individu dalam kondisi yang tidak mampu melakukan aktifitas kerja produktif
sebagaimana yang dimaksud dalam bentuk jamianan social yang pertama, maka
Negara wajib mengaplikasikan jaminan social bagi kelompok yang demikian
dalam bentuk pemberian uang secara tunai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
dan untuk memperbaiki standart kehidupanya.
Prinsip jamianan social dalam Islam didasarkan pada dua basis doctrinal.
Pertama keharusan adanya kewajiban timbal balik dalam masyarakat. Kedua hak
masyarakat atas sumber daya ( kekayaan ) public yang dikuasai Negara. Kedua
basis tersebut memiliki batas dan urgensi tersendiri yang berkenaan dengan
penentuan jenis kebutuhan apa yang pemenuhannya harus dijamin, juga
berkenaan dengan penetapan standart hidup minimal yang harus dijamin oleh
prinsip jaminan social bagi setiap individu.
b. Mewujudkan Keseimbangan Social
Konsep kesembangan social yang ditawarkan oleh Sadr adalah konsep
keseimbangan yang didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama fakta kosmik
dan fakta doctrinal.
Fakta kosmik merupakan suatu perbedaan yang eksis ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. Menurut Sadr, adalah suatu fakta yang tidak bisa diingkari oleh
siapapun bahwa setiap individu secara alamiah memiliki bakat dan potensi
yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dalam satu titik pada akhirnya akan
melahirkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, perbedaan
tersebut dikenal dengan strata social.
Dari hal ini, menurut Sadr adalah tidak dapat dibenarkan bahwa perbedaan
yang bersifat bawaan atau kosmik di atas merupakan hasil dari proses
sejarah yang bersifat eksidental, sebagaiamana Marx dan para pengikutnya
memaknai proses tranformasi system kehidupan masyarakat dari tingkatan
komunal menuju system puncak yakni komunisme adalah berakar dari proses
dialektis dalam relasi produksi (interaksi ekonomi).
Adapun fakta doctrinal adalah hokum distribusi yang menyatakan bahwa kerja
adalah salah satu instrument terwujudnya kepemilikan pribadi yang membawa
konsekwensi atas segala sesuatu yang melekat padanya. Dari hal tersebut
diatas, maka konsep keseimbangan social dalam Islam menurut Sadr adalah
konsep keseimbangan yang harus didasarkan pada dua asumsi dasar di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Yogyakarta: EKONSIA, 2002
Andi Muawiyah, Peta Pemikiran Karl Marx : Materialisme Dialektis dan
Materialisme Historis, Yogyakarta: LKis, 2000
Nurfajri Budi Nugroho, Krisis Keuangan, Belajar dari Sejarah, Senin, 13
Oktober 2008 dalam www.okezone.com
Edi Sugiharto, Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community
Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan, dalam
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_16.htm
Agustianto, Dekonstruksi Kapitalisme dan Rekonstruksi Ekonomi Syari'ah,
dalam http://www.pesantrenvirtual.com
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhammad Baqir Sadr, Our Economic, dalam "Buku Induk ekonomi Islam
Iqtishoduna" terj. Yudi, Jakarta: Zahra: 2008
Muhammad Asslam Haneaf, Contemporery Islamic Economic Thought: A Selected
Comparative Analysis, terj. Suherman Rosydi, Surabaya, Airlangga University
Press, 2006
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro dan Makro, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Taqiyuddin An-Nabhani, an-Nidzam Al-Iqtishod Fil Islam, terj, Magfur Wahid,
Surabaya: Risalah Gusti, 1996
Rustam Efendi, Produksi Dalam Islam, Yogyakarta: Megistra Insania, 2003
Comments
"Undangan Sarasehan Membangun Budaya Research MSI UII "
"oleh : Redaksi msi-uii.net "
" " "
"MSI-UII.Net - 27/9/2004 " "
"Nomor : 529/PS-MSI/IX/2004 " "
"Lamp. : 1 bendel " "
"Hal : Undangan Sarasehan " "
" " "
" " "
" " "
"Kepada Yang Terhormat: " "
"Mahasiswa/Mahasiswi MSI UII " "
"Di tempat " "
" " "
" " "
"Assalamu'alaikum Wr. Wb. " "
" " "
"Berkaitan dengan agenda akademik MSI UII untuk mengadakan acara " "
"Kajian Intensif Ekonomi Islam "Mengkaji Produk-produk Lembaga " "
"Keuangan Syariah", maka kami mengharap kehadiran Saudara/Saudari" "
"pada: " "
" " "
"Hari/Tgl : Sabtu, 02 Oktober 2004 " "
"Waktu : 13.00 - selesai " "
"Tempat : Ruang Kuliah I Magister Studi Islam Universitas Islam " "
"Indonesia (MSI UII) Jl. Demangan Baru No. 24, Lantai 2, " "
"Yogyakarta " "
"Acara : Sarasehan "Membangun Budaya Research MSI UII" " "
" " "
"Sebagai bahan Sarasehan, kami sertakan TOR Kajian Intensif " "
"sebagaimana terlampir. " "
" " "
"Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan " "
"kehadirannya disampaikan terima kasih. " "
" " "
"Wassalamu'alaikum Wr. Wb. " "
" " "
" " "
" " "
" " "
"Lampiran Surat: " "
" " "
"TOR KAJIAN INTENSIF EKONOMI ISLAM LEMBAGA KAJIAN DAN " "
"PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MAGISTER STUDI ISLAM UII " "
" " "
""MENGKAJI PRODUK-PRODUK " "
"LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH" " "
" " "
" " "
"A. Nama Kegiatan " "
"Kajian Intensif Ekonomi Islam LKPM MSI UII " "
" " "
"B. Motto Kegiatan " "
"Mendiskusikan Wacana, Membumikan Idealisme " "
" " "
"C. Landasan Pemikiran " "
"Dinamika sosial dan budaya berkembang cepat seiring dengan " "
"kemajuan teknologi yang melesat cepat dan menciptakan model " "
"interaksi global village. Tidak terkecuali dinamika ekonomi dan " "
"pendidikan. Tidak memandang sekat-sekat bangsa, agama, suku maka" "
"dinamika tersebut akan menyeret setiap individu, umat dan bangsa" "
"dalam pusaran globalisasi. Bagi individu-individu, umat maupun " "
"bangsa yang telah menyiapkan diri menghadapinya, maka akan mampu" "
"menjadi pemain dalam pusaran globalisasi tersebut, atau bahkan " "
"mengendalikannya. " "
" " "
"Guna mendiskusikan wacana-wacana perkembangan yang melesat " "
"dengan cepat tersebut, LKPM MSI UII membuat wadah Kajian " "
"Intensif dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Tidak hanya pada " "
"tataran idealisme, namun juga mendiskusikan strategi " "
"membumikannya pada tataran riil. " "
" " "
"D. Tujuan dan Target " "
"1. Mendiskusikan Wacana Kontemporer Ekonomi dan Pendidikan " "
"sebagai bahan untuk mem-progress ekonomi Islam dan Pendidikan " "
"Islam. " "
"2. Memperluas dan memperdalam wawasan mahasiswa-mahasiswi " "
"MSI UII. " "
"3. Terciptanya hasil kajian yang menjawab " "
"persoalan-persoalan kontemporer perspektif ekonomi Islam dan " "
"pendidikan Islam. " "
"4. Peningkatan kemampuan kritis mahasiswa dalam menyikapi " "
"perkembangan ekonomi dan pendidikan. " "
"5. Mempertajam tema-tema diskusi kuliah reguler, penulisan " "
"makalah serta penulisan tesis. " "
"6. Penguatan terhadap kemampuan mahasiswa dalam mewacanakan" "
"dan membumikan melalui media massa. " "
" " "
"E. Narasumber " "
"Konfirmasi dengan Hatifuddin " "
" " "
"F. Materi " "
"1. Produk-produk Perbankan " "
"2. Produk-produk BMT " "
"3. Produk-produk Asuransi " "
"4. Produk-produk Pegadaian " "
"5. Reksadana Syariah " "
"6. Jual Beli Valuta Asing " "
"7. Bank Pengkriditan Rakyat Syariah " "
"(MATERI JUGA DIDISKUSIKAN DENGAN Kontak Person dari BNI Syariah)" "
" " "
"G. Waktu Penyelenggaraan " "
"Ditetapkan setelah Sarasehan Pengelola-Mahasiswa "Membangun " "
"Budaya Research MSI UII" " "
" " "
"H. Tempat Penyelenggaraan " "
"Ruang Kulian I MSI UII " "
" " "
"I. Peserta Kegiatan " "
"1. Mahasiswa-mahasiswi Magister Studi Islam Universitas " "
"Islam Indonesia; " "
"2. Civitas Akademika Yogyakarta; " "
"3. Umum. " "
" " "
"J. Organisasi " "
"Secara struktural Kajian intensif ini berada di bawah Lembaga " "
"Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat Magister Studi Islam UII. " "
" " "
"K. Strategi Pelaksanaan " "
"Langkah pertama: Mengundang mahasiswa MSI UII dan mengadakan " "
"Sarasehan Pengelola dan MSI UII tentang pentingnya wadah untuk " "
"mendiskusikan dinamisasi ekonomi Islam dan Pendidikan Islam. " "
"Sarasehan ini bisa dibuat tajuk Melejitkan Akademik MSI UII. " "
"Langkah Kedua: membentuk Ketua Divisi masing-masing untuk kajian" "
"Ekonomi Islam dan Pendidikan Islam. Pembentukan ketua divisi ini" "
"dapat menggunakan dua cara; ditunjuk oleh MSI UII atau " "
"mengadakan pilihan suara. Diusulkan untuk ketua divisi ekonomi " "
"Islam adalah mahasiswa yang aktif di Ekonomi Islam dan " "
"Pendidikan Islam. " "
"Langkah ketiga: Menyusun Schedule kajian Intensif. " "
"Langkah Keempat: Membuat publikasi dan membuka pendaftaran " "
"(untuk Mahasiswa dan sivitas akademika di Yogyakarta. " "
" " "
"L. Pendanaan " "
"Menyusul " "
" " "
"M. Penutup " "
"Demikian TOR ini dibuat sebagai panduan Kajian Intensif Ekonomi " "
"Islam. Terima kasih. " "