BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrokel Testis adalah penumpukan cairan limpha yang berlebihan di antara tunika vaginalis dan tunika albugenia testis. (1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8) Dalam keadaan normal, cairan yang berada dalam rongga antara tunika vaginalis dan tunika albugenia testis selalu ada, tetapi berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. (1; 5; 9; 10) Secara anatomis dan embryologi terdapat hubungan antara rongga perut dengan skrotum, sehingga organ intraabdominal maupun cairan dapat masuk kerongga skrotum yaitu hernia maupun hidrocel bila prosesus vaginalis peritonii tidak mengalami obliterasi.(...) Diagnose hidrocele testis ini pertama kali dipublikasikan oleh Susruta pada abad keV SM. Sejak saat itu penatalaksanaan terapi di dunia ini sanagat berfariasi, salah satunya adalah aspirasi dan pemberian slerotik agent, aspirasi dan pembedahan. Aspirasi dan skleroterapi pada hidrokel pertama kali dilaporkan pada tahun 1975 pada pasien rawat jalan. (12,13,14) Pada tindakan aspirasi saja banyak dilakukan oleh spesialisai anak, akan tetapi angka kekambuhannya sangat tinggi dan infeksi sekunder menjadi lebih tinggi. (...) Sedangkan pada penatalaksanaan pembedahan berbagai tehnik operasi, salah satunya adalah exsisi dan marsupialisasi pada kantung hidrocele. Karena hidrocele ini berbagai macam bentuk dan mekanisme, maka diwajibkan seorang dokter bagaimana menegakkan diagnose klinis secara tepat dan perencanaan terapi. Referat ini dibuat sebagai pemahaman pada penegakan diagnosis hidrokel dan juga sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik dibagian Laboratorium Ilmu Bedah.
BAB 2 ISI 2.1 Epidemiologi Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan hanya 71
10% yang terjadi secara bilateral dan berhubungan dengan hernia. Hidrokel sering terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Hidrokel biasa ditemukan pada bayi laki-laki dan anak-anak dan dalam banyak kasus berhubungan dengan hernia inguinalis indirek. Sekitar 1% sampai 3% bayi cukup bulan memiliki hidrokel. Hidrokel lebih banyak terjadi pada bayi prematur dan pada bayi yang testisnya turun cukup terlambat. Temuan otopsi menunjukan prosessus vaginalis paten pada 80% sampai 94% bayi dan 15% sampai 30% pada dewasa. Pada sebagian besar kasus, prosesus vaginalis menutup dalam tahun pertama kehidupan dan angka kejadian hidrokel berkurang, Angka kejadian pada pria dewasa tidak diketahui. Lebih dari 20% pasien berkembang menjadi hidrokel setelah varikokelektomi. Namun dengan beberapa teknik mikrosurgis yang sangat khusus, tingkat kejadian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Sekitar 10% keganasan testis diperkirakan muncul dengan hidrokel. Filariasis umum terjadi di banyak negara di seluruh dunia dan sering dikaitkan dengan hidrokel yang terjadi akibat obstruksi limfatik. (19; 20; 21; 22; 23; 24) 2.2 Etiologi Hidrokel dapat diproduksi dengan empat cara yaitu dengan produksi cairan yang berlebihan di dalam kantung seperti hidrokel sekunder, absrobsi cairan yang kurang, gangguan drainase limfatik struktur skrotum seperti pada kasus kaki gajah, berhubungan dengan hernia rongga peritoneal pada varietas bawaan. (25; 26; 27) 2.4 Patogenesis Hidrokel pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrokel. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Hidrokel pada orang dewasa dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau resorbsi cairan di kantong hidrokel. (1; 28; 25; 29; 30; 31; 32; 18; 8) 2.5 Klasifikasi Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan waktu terjadinya yaitu hidrokel (idiopatik) primer dan hidrokel sekunder. Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. 2
Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi. Hidrokel sekunder pada orang dewasa cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika. Hidrokel juga dapat dibedakan berdasarkan kejadiannya yaitu hidrokel akut dan kronis. Hidrokel akut biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf. Sedangkan hidrokel kronis hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri. Hidrokel dapat dibedakan berdasarkan letak kantong hidrokel terhadap testis yaitu hidrokel testis, hidrokel funikulus dan hidrokel komunikan. Pada hidrokel testis kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel funikulus kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen. (1; 26)
3
Gambar 1. Klasifikasi Hidrokel menurut letaknya terhadap testis 2.6 Gejala Klinis Gejala dari hidrokel kebanyakan asimptomatik. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pasien bisa mengeluhkan sensasi berat, kepenuhan atau tertarik. Hidrokel biasanya tidak nyeri, jika ada nyeri dapat menjadi indikasi yang berhubungan dengan infeksi epididimis akut. Ukuran hidrokel dapat berkurang saat berbaring dan meningkat saat berdiri. Hidrokel kronis dapat berukuran lebih besar dari pada hidrokel akut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. (1; 24; 33; 17; 31; 34; 27; 35) 2.7 Pemeriksaan Fisik Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia. Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan. Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika vaginalis mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan hernia. (1; 8)
4
Gambar 2. Tes Transiluminasi 2.8 Pemeriksaan penunjang Pada pasien dengan hidrokel, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu transiluminasi dan ultrasonografi. Transiluminasi merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa skrotum.Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel . Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan transiluminasi, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor. (1) 2.7 Tatalaksana Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri. Tetapi, jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. (1; 8) Indikasi untuk melakukan operasi hidrokel adalah hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembulun darah, indikasi kosmetik, dan hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. (1) Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winklelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. (1) Hidrokel tidak selalu memerlukan terapi aktif. Pada orang dewasa, hidrokel keras yang mengganggu sirkulasi darah atau menyebabkan nyeri harus diterapi. Hidrokel pada neonatus biasanya akan hilang secara spontan. Prosesus vaginalis akan menutup, dan cairan 5
diabsorbsi. Jika diperlukan, pada hidrokel yang berhubungan pada seorang anak, prosesus vaginalis diikat dan cairan didrainase. Untuk hidrokel yang tidak berhubungan, drainase bedah dilakukan sepanjang ada indikasi terapi untuk mengatasi sebab-sebab yang mendasarinya (36). Penatalaksanaan
hidrokel
simptomatik
konvensional
adalah
operasi
dan
hidrokelektomi. Komplikasi skrotum dari kondisi ini seperti rasa sakit yang berkepanjangan, rekurens, hematoma, infeksi dan cedera pada isi skrotum termasuk epididimis testis atau vas deferens. (37) Hidrokelektomi merupakan gold standar pada penatalaksanaan hidrokel. (38; 14) Aspirasi dan skleroterapi dianggap sebagai pendekatan invasive minimal yang sederhana, murah dan aman, tetapi kurang efektif dibanding hidrokelektomi. (39; 40; 41; 42; 43) 2.8 Follow Up Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang diberikan antara lain :
Analgetik Bayi – Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam; hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu Anak yang lebih besar – Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam
Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.
Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.
Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan (outpatient), pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi). (5; 1)
2.9
Komplikasi Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi. (20)
2.10
Penyulit Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis. (20; 33)
6
2.11
Prognosis Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%. (20)
DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo, B. (2014). Hidrokel . Dalam B. Purnomo, Dasar- Dasar Urologi Edisi 3 (hal. 232-234). Jakarta: Sagung Seto.
7
2. Parke, J. C. (2017, March 20). Hydrocele. Dipetik July 29, 2017, dari http://emedicine.medscape.com./article/438724-overview. 3. Delf, M. H. (1996). Sistem Genitourinarius . Dalam Major Diagnsis Fisik Edisi 9 (hal. p.437). Jakarta EGC. 4. Grace, P. A., & Borley, N. R. (2007). Ilmu Bedah Anak Umum . Dalam P. A. Grace, & N. R. Borley, At A Glance Ilmu Bedah (hal. 183). Jakarta: Erlangga. 5. Cimador, M., Castagnetti, M., & Grazia, E. D. (2010). Management of Hydrocele in Adolescent Patients. Nature Reviews Urology, 7, 379-385. 6. Murphy, A., & St-Amant, M. (2016). Hydrocele. Dipetik July 29, 2017, dari http://www.jpedsurg.org: http://www.jpedsurg.org 7. Ellsworth, P. (2014). Hydroceles. The Journal of Community and Supportive Oncology. 8. Tekgul, S., Riedmiller, H., Dogan, H., P.Hoebeke, Kocvara, R., Nijman, R., . . . Stein, R. (2013). Hydrocele. Dalam S. Tekgul, H. Riedmiller, H. Dogan, P.Hoebeke, R. Kocvara, R. Nijman, . . . R. Stein, Guidelines on Paediatric Urology (hal. 13-16). European Association of Urology. 9. Nesbitt, John A. Chapter 80 Hydrocele And Spermatocele.[book auth.] Sam D Graham, Thomas E Keane and James F Glenn. Glenn's Urologic Surgery. Philadelphia : Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p. 528. 10. Lasheen, A. (2012). Hydrocelectomy melalui penatalaksanaan Inguinal dibandingkan Penatalaksanaan Skrotum untuk Hidrokel Idiopatik pada orang Dewasa. Journal of The Arab Society for Medical Research Vol. 7 , 7 p.68-72, 68-72. 11. Fourie, N., & Banieghbal, B. (2017). Pediatric Hydrocele: A Comprehensive Review. Remedi Publication LLC, 2, 1-6. 12. Jr, K. D., & Dani, E. (2015). Treatment of Hydrocele Testis with Aspiration and Sclerotherapy. International Journal of Science and Research (IJSR) Vol. 4., 4(11), 8587. 13. T.Beiko, D., Kim, D., & Morales, A. (2003). Aspiration and Sclerotherapy versus Hydrocelectomy for Treatment of Hydroceles. Urology Volume 61, 708-712.
8
14. Shan, C. J., Lucon, A. M., Pagani, R., & Srougi, M. (2011). Sclerotherapy of Hydrocelesand Spermatoceles with Alcohol : Results and Effects on the Semen Analysis. Int Braz J Urol Volume 37, 307-313. 15. Wilson, L. M., & Hillegas, K. B. (2006). Gangguan Sistem Reproduksi . Dalam S. A. Price, & L. M. Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (hal. 1319). Jakarta: EGC. 16. Umbas, R., Manuputty, D., Sukasah, C. L., Swantari, N. M., Achmad, I. A., Bowolaksono, & Rahardjo, D. (2011). Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki . Dalam R. Sjamsuhidajat, W. Karnadihardja, T. O. Prasetyono, & R. Rudiman, Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong Ed 3 (hal. 915). Jakarta: EGC. 17. Manski, D. (2015, April 16). Hydrocele Testis : Cause and Treatment . Diambil kembali dari Urology Textbook: http://www.urologytextbook.com/hydrocele.html#hydrozele_schema 18. Francis, J. J., & Levine, L. A. (2013). Aspiration and Sclerotherapy : a Nonsurgical Treatment Option fot Hydroceles. The Journal of Urology vol.189, 725-1729. 19. Palmer, L. S. (2013). Hernias and Hydroceles. Pediatric in Review Vol. 34., 34(10). 20. BMJ Best Practice. (2016, September 19). Hydrocele. Dipetik July 29, 2017, dari http://bestpractice.bmj.com: http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/1104/basics/epidemiology.html 21. Small, C. M., DeCaro, J. J., Terell, M. L., Dominguez, C., Cameron, L. L., Wirth, J., & Marcus, M. (2009). Maternal Exposure to a Brominated Flame Retardant and Genitourinary Conditions in Male Offspring. Maternal Exposure to a Brominated Flame RetarEnvironmental Health Perspectives Vol. 117., 117(7). 22. Esposito, C., Valla, J., Najmaldin, A., Shier, F., Matiolli, G., & Savanelli, A. (2004, March). Incidence and Management of Hydrocele Following Varicocele Surgery in Children. Dipetik July 29, 2017, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14767329?dopt=Abstract 23. Streit, T., & Lafontant, J. G. (2008). Eliminating Lymphatic Filariasis. Wiley Online Library Vol. 136, 1136(p. 53-63), 53-63.
9
24. Rudkin, S. E., & Schraga, E. D. (2016, March 23). Hydrocele in Emergency Medicine Clinical Presentation. Diambil kembali dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/777386-clinical 25. Hydrocele. Omics International. 2014, Omics International. 26. Dagur, G., Gandhi, J., Suh, Y., Weissbart, S., Sheynkin, Y. R., Smith, N. L., . . . Khan, S. A. (2016). Classyfying Hydroceles of the Pelvis and Groin : An Overview of Etiology, Secondary Complications, Evaluation , and Management. Current Urology, 1-14. 27. Parks, K., & Leung, L. (2013). Recurrent Hydrocoele. Journal of Family Medicine and Primary Care Volume 2, 109-110. 28. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. (2010). Hidrokel. Dalam F. K. Brawijaya, Pedoman Diagnosis dan Terapi (hal. 30). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 29. Ahmad, T., Ullah, S., Nabi, G., Ullah, N., & Rahman, K. (2013). A Mini Review on Hydrocele : The Most Common Scrotal Problem. Social and Basic Sciences Research Review Volume 2 Issue 12 , 571-575. 30. Urology Care . (2014). Urology Care. Diambil kembali dari What are Hydroceles and Inguinal Hernias?: https://www.urologyhealth.org/urologic-conditions/hydroceles-andinguinal-hernia 31. Tiemstra, J. D., & Kapoor, S. (2008). Evaluation of Scrotal Masses. American Family Physician Volume 78, 1165-1170. 32. Huerta, S. (2004). Pediatric Surgery : Hydrocele. Dalam Pocket Review of Surgery (hal. 46). New Delhi: B.I Publications. 33. Mayo Clinic. (2014, October 19). Diseases and Conditions Hydrocele. Diambil kembali dari Mayo Clinic: http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/hydrocele/basics/symptoms/con-20024139?p=1 34. Mahayani, I. A., & Darmajaya, M. (2015). Hernia Inguinal dan Hidrokel Pada Anak Anak. Denpasar: Universitas Udayana. 35. Rambhia, S. U., & Ayyar, P. (2015). Hydrocele of Canal of nuck : a case report. Intrnational Surgery Journal Volume 2, 396-397. 10
36. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 37. Swartz, M., Morgan, T., & Krieger, J. (2007). Complications of Scrotal Surgery for Benign Conditions. Urology Volume 69, 616. 38. Drasa, K., & Dani, E. (2013). Treatment of Hydrocele Testis with Aspiration and Sclerotherapy. International Journal of Science and Research (IJSR), 85-87. 39. Beiko, D., Kim, D., & Morales, A. (2003). Aspiration and sclerotherapy hydroceles. Urology Volume 61, 708. 40. JJ, F., & LA, L. (2013). Aspiration and sclerotherapy : a nonsurgical treatment option for hydrocele. J Urol vol 189, 1725-1729. 41. Khaniya, S., Agrawal, C. S., Koirala, R., Regmi, R., & Adhikary, S. (2009). Comparison of Aspiration - Sclerotherapy with Hydrocelectomy in the management of hydrocele : A prospective randomized study. International Journal Surgery Volume 7, 392-395. 42. Prasad, P. K., & Gattu, V. R. (2015). A Comparative Study of Sclerotherapy with 5% Phenol in Water Versus Surgical Treatment for Primary Vaginal Hydrocele. International Journal of Pharmaceutical and Medical Research Volume 3, 10-14. 43. East, J., & Duquesnay, D. (2007). Sclerotherapy of Idiophatic Hydroceles and Epididymal Cysts : a historical comparison trial of 5% phenol versus tetracycline. West Indian Medical Journal Vol.56.
11