HUKUM DAN HAM DALAM ISLAM BAB 3 untuk memenuhi tugas pendidikan agama islam yang dibina oleh Drs.H.M.Saifulloh, M.Fil.I
oleh : KELAS 4 Yudi Apriatmoko
1511100004
Fathin Finariyah
1511100012
Ditya Larasati
1511100046
Nurul Alfiyah
1511100072
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hukum merupakan salah satu aspek penting yang terdapat dalam sebuah lembaga ataupun negara. Hukum ini mengatur hubungan antara satu manusia dengan manusia lain serta hubungan antara masyarakat dengan lembaga ataupun negara yang menaunginya. Namun, bagi seorang muslim hukum yang harus dipatuhi bukan hanya hukum negara atau lembaga saja, namun juga hukum islam. Hukum islam merupakan hukum yang bersumber dan menjadi bagian dalam agama islam. Seorang muslim yang baik akan tercermin fitrah islamnya dalam tintak-tanduk kesehariannya baik kepada sesama manusia, alam, ataupun tuhannya. Inilah nilai plus dari hukum islam, tidak hanya mengatur hubungan sesama manusia dan alam seperti hukum negara atau lembaga, hukum islam pun mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT. Namun, Akhir-akhir ini terjadi degradasi moral baik dikalangan muslim generasi muda maupun generasi tua. Tidak hanya pelanggaran terhadap aturan duniawi tetapi juga pelanggaran terhadap hak Allah SWT sebagai tuhan mereka. Hal ini mungkin terjadi karena tidak adanya pemaham mengenai hukum islam. Tidak lepas dari masalah hukum, Islampun merupakan agama yang sangat memperhatikan aspek kemanusiaan. Bagi penganutnya islam merupakan agama yang berkonsep pada way of life yang berarti islam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Dalam bidang kemanusiaan, islam pun mengatur mengenai hak asasi manusia (HAM). Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang berarti agama rahmat bagi seluruh alam. Bahkan dalam ketidakadilan sosial sekalipun Islam pun mengatur mengenai konsep kaum mustadhafin yang harus dibela. (Hadiwinata, 2007)
2
B. RUMUSAN MASALAH
Melihat latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan antara lain: 1. Apa pengertian hukum islam? 2. Apa prinsip dan fungsi dari hukum islam ? 3. Apa tujuan dari hukum islam? 4. Apa saja Sumber hukum islam? 5. Bagaimana hak asasi manusia diatur dalam islam?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengertian hukum islam 2. Prinsip dan fungsi dari hukum islam 3. Tujuan dari hukum islam 4. Sumber hukum islam 5. Hak asasi manusia dalam islam
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Dalam masyarakat berkembang berbagai macam istilah. Istilah satu dengan yang lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus perbedaan. Istilah yang di maksud adalah syariat islam, fikih islam dan hukum islam. Dalam bahasa indonesia, istilah syariat islam berarti hukum syariat atau hukum syara’, sedangkan istilah fikih islam berarti hukum fikih atau kadang – kadang hukum islam.Syariat merupakan landasan, dan fikih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syariat. Pada prinsipnya, syariat adalah wahyu ALLAH yang terdapat dalam AL-Qur’an dan sunnah (hadist). Syariat bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fikih, berlaku abadi, dan menunjukan kesatuan dalam islam. Sedangkan fikih adalah pamahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat.
Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.
4
Menurut Azhari , ada tiga sifat dasar hukum islam. a. Bidimensional berarti mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (illahi). Hukum islam tidak hanya mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. b. Adalah (adil) berarti dalam hukum islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi juga merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah dalam syariat itu di tetapkan. c. Individualistik dan kemasyarakatan, dalam sifat ini di ikat oleh nilainilai transendental.
B. PRINSIP DAN FUNGSI HUKUM ISLAM a. Prinsip Hukum Islam hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja (2008) memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda. Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabangcabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam. Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut : 1. Prinsip Tauhid Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap 5
mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq. Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidahkaidah hukum ibadah sebagai berikut :
Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ --- yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya
Al-masaqqah tujlibu at-taysiir --- Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan 2. Prinsip Keadilan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur‟an kadang diekuifalensikan dengan alqist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. AlSyura: 17 dan Al-Hadid: 25. 6
Secara terminologi keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat. Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : ....... Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit. Teori keadilan teologi Mu’tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu : 1) al-sala’h wa al-aslah dan 2) al-Husna wa al-qubh.
Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut : 1) Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan karena perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia 2) Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik.
Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat
7
hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf
Nahi
Mungkar
dinyatakan
berdasarkan
wahyu
dan
akal.
4. Prinsip Kebebasan/ Kemerdekaan Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan AlKafirun: 5)
5. Prinsip Persamaan/Egalite Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (alShahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.
6. Prinsip At-Ta’awun Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7. Prinsip Toleransi Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya --- tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan
8
kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
b. Fungsi Hukum Islam Berikut adalah fungsi hukum islam antara lain: 1. Fungsi Ibadah Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
2. Fungsi Amar Makruf Nahi Munkar Hukum Islam sebagai hokum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan dengan masyarakat. Sebagai contoh, proses pengharaman riba dan khamar, jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hokum (Allah) dengan subyek dan obyek hokum (perbuatan mukallaf). Penetap hokum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hokum lahir, yang terpenting adalah bagaimana agar hokum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan dengan kesadaran penuh. Penetap hokum sangat mengetahui bahwa cukup riskan kalau riba dan khamar diharamkan sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari episode dari pengharaman riba dan khamar, akan tampak bahwa hokum Islam berfungsi sebagai salah satu sarana pengendali sosial. Hukum Islam juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hokum tidak dilecehkan dan tali kendali terlepas. Secara langsung, akibat buruk riba dan khamar memang hanya menimpa pelakunya. Namun secara tidak langsung, lingkungannya ikut terancam bahaya tersebut.
9
Oleh karena itu, kita dapat memahami, fungsi kontrol yang dilakukan lewat tahapan pengharaman riba dan khamar. Fungsi ini dapat disebut amar ma’ruf nahi munkar. Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hokum Islam, yakni mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
3. Fungsi Zawajir Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hokum atau sanksi hokum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hokum mencerminkan fungsi hokum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hokum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
4. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah Fungsi hokum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hokum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hokum Islam tersebut tidak dapat dipilahpilah begitu saja untuk bidang hokum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait. (Ibrahim Hosen, 1996 : 90).
10
C. TUJUAN HUKUM ISLAM
Tujuan Hukum Islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwa jalbul masaalihi (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Mengarahkan manusia pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup mereka dunia dan akhirat, dengan jalan mengambil segala yang berguna dan mencegah atau menolak yang madlarat, yang tidak berguna dalam kehidupan manusia. Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam (maqashid alkhamsah), yaitu:
a. Memelihara Agama Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain dan memenuhi hajat jiwanya. Beragam merupakan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh hati nurani manusia. Agama islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang merusak akidah, syari’ah dan akhlak atau mencampuradukkan ajaran islam dengan paham/alairan yang batil. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk agama islam, disebutkan dalam AlQur’an surat Al-Baqarah: 256.
b. Memelihara Jiwa Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya (QS.6:151;QS.17:33;QS.25:68).
c. Memelihara Akal
11
Islam mewajibkan seseorang untuk memelihara akalnya, karena akal memiliki peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah baik yang terdapat dalam kitab suci (ayat-ayat qauliyah) maupun yang terdapat pada alam (ayat-ayat kauniyah). Dengan akal manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal yang sehat. Untuk itu islam melarang minuman yang memabukkan (khamar) dan memberi hukuman pada perbuatan orang yang merusak akal. (Q.S.5:90).
d. Memelihara Keturunan Dalam Hukum Islam memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perbuatan zina. Hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan yang ada dalam AlQur’an merupakan hukum yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunan pemeliharaan keturunan. Dalam Al-Qur’an dan Sunnah hukum-hukun yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan diterangkan secara tegas dan rinci. (QS.4:23;QS.17:32).
e. Memelihara Harta Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh hartadengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral. Pada prinsipnya hukum islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara mutlak, karena kepemilikan atas suatau benda hanya ada pada Allah. Namun karena diperlukan adanya suatu kepastian hukum dalam kehidupan bersama, hak milik seseorang atas suatu benda diakui (Anwar Haryono, 1968: 140). Jadi hukum islam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
12
D. SUMBER HUKUM ISLAM Sumber-sumber hukum islam (mashadir al-syari’at) adalah dalil –dalil syari’at yang darinya hukum syari’at digali. Sumber-sumber hukum islam dalam pengklasifikasiannya didasarkan pada dua sisi pandang. Pertama, didasarkan pada sisi pandang kesepakatan ulama atas ditetapkannya beberapa hal ini menjadi sumber hukum syari’at. a. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasulullah saw dengan menggunakan bahasa Arab disertai kebenaran agar dijadikan hujjah(argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai rasul dan agar dijadikan sebagai pedoman hukum bagi seluruh ummat manusia, di samping merupakan amal ibadah bagi yang membacanya. Al-Qur’an diriwayatkan dengan cara tawatur (mutawatir) yang artinya diriwayatkan oleh orang sangat banyak semenjak dari generasi shahabat ke generasinya selanjutnya secara berjamaah. Jadi apa yang diriwayatkan oleh orang per orang tidak dapat dikatakan sebagai Al-Qur’an. Orang-orang yang memusuhi. Al-Qur’an dan membenci Islam telah berkali-kali mencoba menggugat nilai keasliannya. Akan tetapi realitas sejarah dan pembuktian ilmiah telah menolak segala bentuk tuduhan yang mereka lontarkan. Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan ciptaan manusia, bukan karangan Muhammad saw ataupun saduran dari kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an tetap menjadi mu’jizat sekaligus sebagai bukti keabadian dan keabsahan risalah Islam sepanjang masa dan sebagai sumber segala sumber hukum bagi setiap bentuk kehidupan manusia di dunia.
b. As-sunnah Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan /persetujuan /diamnya) Rasulullah saw terhadap sesuatu hal/perbuatan seorang shahabat yang diketahuinya. Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang nilai kebenarannya sama dengan Al-Qur’an karena sebenarnya Sunnah juga berasal dari wahyu.
c. Ijtihad 13
Menurut bahasa, ijtihad berasal dari bahasa Arab Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan: “..walladzi lam yajidu illa juhdahum..” (at-taubah:79) artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79) Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi. Dengan demikian kata Ijtihad berarti “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”. Sedangkan menurut istilah jtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam). Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain. 2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi, 3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Lalu, masalah seperti apa yang dilakukan secara ijtihad? Masalah apapun, selama tidak ada dalilnya secara pasti baik didalam Al-Qur’an atau As-Sunnah. Masalah yang sudah jelas hukumnya seperti shalat, zakat, haji, dan puasa tidak boleh di ijtihadkan lagi. Tetapi bagaimana dengan masalah bayi tabung, keluarga
14
berencana, Shalat di kapal laut atau pesawat? Itulah diantaranya yang harus diijtihadkan.
Jenis-jenis ijtihad antara lain yaitu: 1. Ijma' Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. Qiyâs Maksud dari Qiyas adalah Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
3. Istihsân Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya. Mengganti argumen dengan fakta
yang
dapat
diterima,
untuk
maslahat
orang
banyak.
4. Mushalat murshalah Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
5. Sududz Dzariah Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
6. Istishab Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada
15
alasan yang bisa mengubahnya.
7. Urf Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat
setempat
selama
kegiatan
tersebut
tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
E. HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah di deklarasikan oleh ajaran islam jauh sebelum masyarakat (barat) mengenalnya, melalui berbagai ayat al qur’an, misalnya manusia tidak di bedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya, tungkat sosialnya. Allah menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama yang di yakini. Ada perbedaan prinsip antara hak- hak asasi manusia di lihat dari sudut pandangan barat dan islam. Hak asasi manusia menurut pemikiran barat semata mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat di pentingkan. Sebaliknya, hak asasi manusia dilihat dari sudur pandang islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada tuhan. Dengan demikian, Tuhan Allah menjadi sentral/pusat. Pemikiran barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan islam melalui firman-Nya : Allahlah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu dan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Prinsip-prinsip HAM Yang tercantum dalam universal deklaration of humanright semua telah terlukiskan dalam berbagai ayat alqur’an dan sunnah rosul SAW.
Martabat dan kemuliaan manusia (QS. 17:33; QS.5:52)
Prinsip persamaan (QS, 49:13)
Prinsip kebebasan menyatakan pendapat
16
Prinsip kebebasan beragama(QS, 2:256; QS, 88:22; QS, 50:45)
Hak atas jaminan sosial(QS, 51:19; QS. 70:24; QS. 104:20)
Hak atas harta benda
17
BAB 3 PEMBAHASAN
Hukum Islam Merupakan Bagian dari Agama Islam. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Dasar dan kerangka hukum Islam ditetapkan oleh Allah. Hukum ini mengatur berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya (Mohammad Daud Ali,1996: 39). Peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah supaya manusia berpegang kepadanya, (pengaturan) dalam hubungan manusia dngan Tuhannya, hubungan manusia dengan saudaranya sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan kehidupan mempunyai tujuan secara umum sering dirumuskan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudaratyaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hokum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dansosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga untukkehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al Shatibi merumuskan lima tujuanhukum Islam, yakni: (1) memelihara agama,yaitu agama Islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang akan merusak akidah, syari’at dan akhlak ataumencampuradukkan ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang batil,sehinggaorang yang memeilhara agamanya,martabatnya akan terangkat lebih tinggi dari makhluk lain serta dapat memenuhi hajat jiwanya. (2) memelihara jiwa,menurut hukumIslam jiwa harus dilindungi, untuk itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya, hukum Islam juga melarang pembunuhansebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya. (3)memelihara
akal,karena
akal
mempunyai
peranan
sangat
penting
dalam
kehidupanmanusia,dengan akalnya manusia dapat memahami wahyu Allah, dengan
18
akalnyamanusia dapat mengembangkan iptek, seseorang tidak dapat menjalankan hukum Islamdengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal yang sehat. (4) memelihara keturunan, merupakan hal yang sangat penting, dalam hukum Islam untuk meneruskanketurunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, hukum kekeluargaan dan dan hukum kewarisan Islam yang adadalam al-Qur’an merupakan hukum yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunandan pemeliharaan keturunan. (5) memelihara harta, menurut hukum Islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk melangsungkan kehidupannya,Allah menunjuk manusia sebagai khalifah di bumi yang diberi amanahuntuk mengelola alam ini sesuai kemampuan yang dimilikinya, manusia dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara yang halal,artinya sah menurut hukumdan benar menurut ukuran moral.Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-shari’ah (tujuan-tujuan hukum Islam) (M.D. Ali, 1996: 53-54). Hukum islam ini di lakukan sesuai dengan sumber-sumber hukum agama islam yaitu alquran, as-sunnah dan ijtihad. Dalam penerapan hukum islam yang sesuai dengan sumber hukum ini maka hak asasi manusia menurut islam akan mudah ditegakkan.
19
BAB 4 PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari ajaran islam. Hukum Islam terdiri dari Syari’at (wahyu Allah yang terdapat dalam Al-qur’an dan As-sunnah yang bersifat fundamental) dan fiqih (pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at sebagaimana yang terdapat dalam kitab suci). 2. Hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal. 3. Fungsi hukum islam antara lain: Fungsi ibadah, amar makruf nahi munkar, zawajir, dan Tandhim wa Islah al-Ummah. Masing-masing fungsi tersebut mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhan. 4. Tujuan Hukum Islam adalah untuk memelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. 5. Sumber hukum islam ada 3, yaitu: Al-qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad. 6. Islam merupakan agama yang menghormati dan memperkenalkan arti kemanusiaan (HAM) jauh sebelum declaration of human rights.
B. SARAN 20
Dari uraian di atas, kami menyarankan agar masyarakat muslim dapat memahami dengan sepenuhnya hukum islam agar tidak terjebak ajaran yang salah serta menghargai nilai-nilai dari kemanusiaan (HAM) demi tercapainya kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang damai dan harmonis.
21
Daftar Pustaka Iqbal, muhammad. 1968. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kompas Gramedia. Mohjulkifli. 2011. Prinsip-Pinsip dan Asas-asas Hukum Islam. http://mjulkifli.wordpress.com/2011/07/11/prinsip-prinsip-dan-asas-asashukum-islam/ Santoso, M. Jodi. 2008. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Hukum Islam. http://jodisantoso.blogspot.com/2008/01/prinsip-prinsip-dan-asas-asashukum.html Mardi. 2010. Sumber-Sumber Hukum Islam. http://mardiunj.blogspot.com/2010/06/sumber-sumber-hukum-islam.html Purwati, Susi. 2010. Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam. http://susipurwati.blogspot.com/2010/10/ijtihad-sebagai-sumber-hukumislam.html Asyar, Ali. 2009. Sumber-Sumber Hukum Islam. http://www.bawean.net/2009/10/sumber-sumber-hukum-islam.html
22