infeksi tali pusat A. Pengertian
Omfalitis adalah infeksi pada tali pusat bayi baru lahir yang ditandai dengan kulit kemerahan disertai pus. Penyebab terjadinya omfalitis pada kasus ini adalah akibat kurangnya aseptik antiseptik saat pengguntingan dan perawatan tali pusat oleh bidan penolong persalinan. Hasil apus pus omfalitis adalah bakteri batang Gram negatif, sesuai dengan pola kuman yang sering menginfeksi bayi baru lahir. Tali pusat biasanya puput satu minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam 15 hari. Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk kuman dan infeksi yang dapat menyebabkan sepsis. Pengenalan secara dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis. Tali pusat
merupakan bagian bagian yang penting
untuk diperhatikan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga sentimeter yang hanya tinggal tinggal pada pangkal pusat (umbilicus), dan sisa potongan inilah yang sering terinfeksi Staphylococcus aereus. Pada ujung tali pusat akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema (Musbikin, 2005). Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati (hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus (Prawirohardjo, 2002)
B. Insidensi
Tetanus Neonatorum dan infeksi tali pusat telah menjadi penyebab kesakitan dan kematian secara terus-menerus di berbagai negara. Setiap tahunnya sekitar 500.000 bayi
meninggal karena tetanus neonatorum dan 460.000 meninggal akibat infeksi bakteri (WHO, 1998). Infeksi sebagai salah satu penyebab kematian, sebenarnya dapat dengan mudah dihindari dengan perawatan tali pusat yang baik, dan pengetahuan yang memadai tentang cara merawat tali pusat. Berdasarkan perkiraan World Health Organitation( WHO) hampir semua( 98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare.(Imral chair, 2007)
C. Etiologi
Infeksi
tali
pusat
adalah
suatu
penyakit
toksemik
akut
yang disebabkan
olehClostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran (Mieke, 2006). Merupakan hasil dari klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu KesehatanAnak,1985) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
a. Faktor kuman
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan. Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya
infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap
dijaga
kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan di
minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan
basahnya tali pusat
dan memperlambat proses pengeringan tali
pusat. Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat
yang digunakan pada saat menolong persalinan dan khususnya pada saat
pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya infeksi (Danuatmadja, 2003). b. Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosioekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit puti h. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun. 1. Kurangnya perawatan prenatal. 2. Ketuban pecah dini (KPD) 3. Prosedur selama persalinan.
c. Faktor Neonatatal 1.
Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko terjadinya infeksi. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. 2.
Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. 3.
Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan. d. Faktor Lingkungan
1. Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. 2. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, s ehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. 3. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Infeksi pada neonatus lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik. Segala bentuk infeksi yang terjadi pada bayi merupakan hal yang lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi
yang terjadi pada anak atau dewasa. Ini merupakan alasan mengapa bayi harus dirawat dengan ketat bila dicurigai mengalami infeksi. 4. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli. 5. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican dan N.gonorrea.
Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003) d. Proses persalinan
Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis, terjadi pada saat memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik. Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di masyarakat. e. Faktor tradisi
Sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk
yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan
tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus
neonatorum ini
cepat
menyerang
bayi,
pada keadaan infeksi berat hanya
beberapa hari setelah persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia (Mieke, 2006).
D. Klasifikasi 1. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah kuang dari 1 cm di sekitar pangkal tali pusat lokal atau terbatas.
2. Infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut, disebut sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas.
E. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda yang perlu dicurigai oleh orang tua adalah apabila timbul bau menyengat dan terdapat cairan berwarna merah darah atau bisa juga berbentuk nanah di sisa tali pusat bayi. Hal tersebut menandakan sisa tali pusat mengalami infeksi, lekas bawa bayi ke klinik atau rumah sakit, karena apabila infeksi telah merambat ke perut bayi, akan menimbulkan gangguan serius pada bayi (Febrina, 2006) Manifestasi kebanyakan infeksi Staphylococcus pada neonatus adalah tidak spesifik, bakteremia tanpa kerusakan jaringan setempat dikaitkan dengan berbagai tanda, berkisar dari yang ringan sampai dengan keadaan yang berat. Distress pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral
merupakan
hal
umum.
Infeksi spesifik yang disebabkan
olehStaphylococcus aereus meliputi pneumonia, efusi pleural, meningitis, endokarditis, omfalitis, abses, dan osteomielitis (Wahab, 2000). Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat merah dan dapat disertai dengan
edema.
Pada keadaan yang berat infeksi dapat
menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus (Prawirohardjo:2002). Jika tali pusat bayi bernanah atau bertambah bau, berwarna merah, panas, bengkak, dan ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang logam seratus rupiah, ini merupakan tanda infeksi tali pusat (Sean, 2004).
F. Pencegahan dan Penanganan 1. Pencegahan
Untuk pencegahan awal tetanus dapat diberikan pada calon pengantin dengan harapan bila setelah menikah dan hamil tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta. Seorang
wanita yang sudah diimunisasi tetanus 2 kali
dengan interval 4-6 minggu diharapkan mempunyai kekebalan terhadap tetanus selama tiga tahun imunisasi TT diberikan juga pada ibu hamil, diberikan 2 kali pada trimester kedua dengan interval waktu 4-6 minggu diharapkan dapat memberikan kekebalan selama tiga tahun sehingga jika si ibu hamil kurun waktu tiga tahun itu tidak diberikan imunisasi TT atau satu kali saja imunisasi sudah cukup (Erikania, 2007). Agar tali pusat tidak terinfeksi, perlu dilakukan inspeksi tali pusat, klem dilepas, dan tali pusat diikat dan dipotong dekat umbilikus kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Ujung dari potongan diberikan krim klorheksidin untuk mencegah infeksi pada tali pusat, dan tidak perlu dibalut dengan kasa dan dapat hanya diberi pengikat tali pusat atau penjepit tali pusat yang terbuat dari plastik (Penny, 2008). Dalam keadaan normal, tali pusat akan lepas dengan sendirinya dalam waktu lima sampai tujuh hari. Tapi dalam beberapa kasus bisa sampai dua minggu bahkan lebih lama. Selama belum pupus, tali pusat harus dirawat dengan baik. Agar tali pusat tidak infeksi, basah, bernanah, dan berbau. Bersihkan tali pusat bayi dengan sabun saat memandikan bayi.
Keringkan dengan handuk lembut. Tidak peru di olesi dengan alkohol 70% atau
betadine, karena yodium yang dikandung betadine dapat masuk ke peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. Biarkan terbuka hingga kering, dapat dibungkus dengan kasa steril. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak, karena dapat
menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman,
termasuk kuman tetanus (Wartamedika, 2006). Untuk penggantian popok, sebaiknya popok yang telah basah segera diganti untuk menghindari iritasi tali pusat, area tali pusat jangan ditutup
dengan popok atau celana
plastik dan bila bayi menggunakan popok langsung pakai saja (Sean, 2002).
Pencegahan pada infeksi tali pusat dapat dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika di tempat perawatan bayi banyak penyebab
infeksi dengan Staphylococcus
aereusmaka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut : a.
Setelah tali pusat dipotong, ujung tali pusat diolesi dengan tincture jodii.
b.
Tangkai tali pusat / pangkal tali pusat dan kulit di sekeliling tali pusat dapat
diolesi dengan triple-dye (triple dye ini adalah campuran brilliant green 2,29 g, prylapine bemisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g yang dilarutkan dalam satu liter air), jika obat-obat ini tidak ada c.
dapat pula digantikan dengan merkurokrom.
Atau tali pusat cukup ditutupi dengan kasa steril dan diganti setiap hari
(Prawirohardjo, 2002).
2. Penanganan
Infeksi pada bayi dapat merupakan penyakit yang berat dan sangat sulit diobati. Jika tali pusat bayi
terinfeksi oleh Staphylococcus
aereus,
sebagai
pengobatan
lokal
dapat diberikan salep yang mengandung neomisin dan basitrasin. Selain itu juga dapat diberikan salep gentamisin. Jika terdapat granuloma, dapat pula dioleskan dengan larutan nitras argenti 3% (Prawirohardjo,2002). Berikut adalah klasifikasi infeksi dan penanganannya, antara lain : a) Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Cara penanganannya : Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan. Bersihkan
tali
pusat
menggunakan larutan antiseptik (misalnya klorheksidin atau
iodium povidon 2,5%) dengan kain kassa yang bersih. Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (misalnya gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Anjurkan Ibu melakukan ini kapan saja bila memungkinkan.
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.
b) Infeksi tali pusat berat atau meluas
Cara penanganannya : Rujuk bayi ke dokter dan tetap lakukan perawatan seperti infeksi tali pusat lokal atau terbatas. Oleh dokter akan dilakukan pemeriksaan tanda tanda sepsis pada bayi. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensivitasi. Dapat diberikan pemberian antibiotik sesuai indikasi seperti Kloksasilin oral selama lima hari Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir. Cari tanda-tanda sepsis. Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal atau terbatas.
3. Perawatan umum tali pusat pada bayi baru lahir
Perawatan yang dilakukan pada tali pusat untuk mencegah infeksi. Mencegah dan mengidentifikasi perdarahan infeksi secara dini. Hal- hal yang dilarang adalah membubuhkan atau mengoleskan ramuan dan abu dapur karena akan menyebabkan infeksi. Menghindari kontak langsung dengan air kencing bayi karena air kencing penyebab timbulnya
tersebut adalah salah satu
infeksi
pada
tali
pusat
bayi.
memakaikan popok sekali pakai sebaiknya di bawah pusar. Merawat tali pusat dengan prinsip bersih dan kering. Jadi, saat memandikan bayi, tali pusat juga digosok dengan air dan sabun, lalu dikeringkan dengan handuk bersih terutama daerah tali pusat yang masih berwarna putih di bagian pangkalnya (tali pusat yang bermuara
ke perut bayi). Bagian pangkal ini bisa dibersihkan dengan cotton budpovidone yodine) dan biarkan terbuka sehingga cepat mengering, atau dibungkus dengan kasa kering yang steril. Pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.