BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabuk Timah Asia Tenggara adalah wilayah sebaran timah yang membentang sepanjang ±2800 km dengan lebar ±400 km melewati negara-negara Myanmar, Thailand, semenanjung Malaysia dan pulau-pulau timah Indonesia. Sebesar 9,6 juta ton timah atau setara dengan 54% produksi timah dunia dihasilkan dari wilayah ini. Kesadaran akan kayanya kandungan mineral logam di bumi pertiwi serta amanat dari Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mendorong industri pertambangan untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara efisien untuk kesejahteraan bangsa. Pertambangan menurut Undang-undang nomor 4 tahun 2009 adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Melihat potensi cadangan mineral timah di daerah Kepulauan Riau yang melimpah dan reputasi PT Timah sebagai salah satu produsen timah terbesar yang telah mendapat pengakuan dunia akan kualitas timah yang diproduksi, menarik minat saya selaku mahasiswa Teknik Pertambangan untuk mempelajari penambangan timah dari hulu ke hilir yang dilakukan PT Timah. Ditambah lagi metode dan lingkungan penambangan yang tidak lazim yakni penambangan lepas pantai (offshore mining) menggunakan alat berat berupa Kapal Keruk (KK) dan Kapal Isap Produksi (KIP) dapat menambah pengetahuan serta memberi pengalaman kerja yang luar biasa sebagai calon sarjana Teknik Pertambangan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tahapan penentuan rencana penambangan untuk alat penambangan Kapal Isap Produksi (KIP) dan Kapal Keruk (KK) serta faktor-faktor apa saja yang perlu menjadi perhatian? 2. Bagaimana tahapan penambangan bijih timah menggunakan alat berat Kapal Isap 1
3. Produksi (KIP) dan Kapal Keruk (KK) serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses penambangan? 4. Bagaimana tahapan proses pencucian bijih timah di kapal dan di Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) hingga didapatkan konsentrat timah? 5. Bagaimana proses peleburan dan pemurnian konsentrat timah hingga mencapai logam timah murni?
1.3 Batasan Masalah Kerja praktek ini dilakukan di PT Timah (Persero) Tbk Unit Penambangan Kepulauan Riau dan Riau di Pulau Kundur, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Dimulai tanggal 10 Agustus 2015 hingga 6 September 2015. Selama kegiatan Kerja Praktek berlangsung, pengamatan dilakukan di : ●
Bidang Geologi & Evaluasi Penambangan
●
Kapal Isap Produksi (KIP) Timah VI
●
KIP Timah XVIII
●
Bidang Teknik Pencucian
●
Kapal Keruk (KK) 19 Bangka II
●
Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT)
●
Gudang Bijih Timah (GBT)
●
Pusat Peleburan Timah (Smelter) Yang
menjadi
bahan
pengamatan
adalah
tahapan
proses,
variabel
yang
mempengaruhi, dan kiat dalam memanfaatkan atau mengatasi variabel yang mempengaruhi. 1.4 Tujuan dan Manfaat Tujuan pelaksanaan Kerja Praktek ini, yaitu 1. Mengamati secara langsung penggunaan teori-teori dasar yang telah diajarkan selama proses perkuliahan di lapangan.
2
2. Mengetahui konsep dan ikut mengamati tahapan estimasi cadangan, pembuatan peta Rencana Kerja alat penambangan Kapal Isap Produksi dan Kapal Keruk serta evaluasi penambangan. 3. Mengetahui konsep dan mengikuti operasi penambangan timah lepas pantai (offshore) dengan menggunakan Kapal Keruk (KK) dan Kapal Isap Produksi (KIP) di PT Timah Unit Kepulauan Riau dan Riau, Kabupaten Karimun. 4. Mengetahui dan mengamati langsung alur dan proses pencucian bijih timah di Kapal Isap Produksi, Kapal Keruk dan Pusat Pengolahan Bijih Timah hingga menjadi konsentrat timah. 5. Mengetahui dan mengamati langsung proses-proses peleburan dan pemurnian konsentrat timah hingga menjadi logam timah murni. 6. Sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa dari Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Trisakti. Manfaat yang didapat dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah : 1. Menjalin hubungan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak universitas dengan pihak industri atau penyedia lapangan kerja. 2. Mahasiswa
mendapat
pengetahuan
mengenai
kegiatan
penambangan
yang
berlangsung dan juga pengalaman terlibat dalam prosesnya. 3. Perusahaan mendapat masukan dari hasil pengamatan mahasiswa terhadap proses penambangan dan pengolahan yang dilakukan.
3
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Kesampaian Wilayah Lokasi kantor operasional PT Timah Unit Kundur berada di Desa Prayun, Kecamatan Kundur Barat, Pulau Kundur, sebelah barat Kota Tanjung Batu. Sementara Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah (Persero) Tbk Unit Kundur berada di perairan pulau Karimun-Kundur. Untuk menuju lokasi dari Kota Batam harus menempuh perjalanan laut selama satu setengah jam melalui Pelabuhan Sekupang atau Pelabuhan Harbour Bay menuju Pelabuhan Tanjung Balai di Pulau Karimun. Kemudian menelusuri Jalan Pelabuhan selama 10 menit menuju pelabuhan antar pulau yakni Pelabuhan KPK, dari Pelabuhan KPK menggunakan jalur laut dengan lama perjalanan 20 menit menuju pelabuhan utama PT Timah yakni Pelabuhan Sekumbang di Pulau Kundur.
Gambar 1. Lokasi Perusahaan di Pulau Kundur
4
Operasi penambangan bijih timah di perairan Pulau Karimun-Kundur menempati wilayah IUP Operasi Produksi yang umumnya mempunyai masa berlaku 30 tahun. Izin Usaha Pertambangan Operasi dan Produksi diterbitkan bupati Kabupaten Karimun, sehingga secara administrasi jalur endapan bijih timah perairan Pulau Karimun-Kundur tercakup kedalam Kecamatan Kundur, Kecamatan Kundur barat, Kecamatan Meral, Kecamatan Karimun dan Kabupaten Karimun. Dari sudut geologi, sumber timah perairan tersebut merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara. Di indonesia jalur timah ini 2/3 berada pada zona lautan, sedangkan zona daratan berupa deretan pulau-pulau dari arah barat laut, Pulau Karimun, Kundur, Singkep, Bangka sampai Belitung dan jejak granit bertimah terakhir berada di pulau Karimata di timur Belitung. Secara implisit RTRW Kabupaten Karimun (2001-2002) menunjukkan bahwa perairan tersebut tergolong strategi umum pola pengembangan potensi jalur endapan bijih timah, sehingga lokasi tersebut diterapkan peruntukannya sebagai kawasan pertambangan dengan kriteria lokasi untuk potensi bahan tambang bernilai tinggi.
5
Gambar 2. Peta WIUP PT Timah (Persero) Tbk Wilayah Kepri dan Riau
6
2.2 Keadaan Metereologi Regional Berdasarkan data BMKG Tanjung Balai Karimun, dengan periode pencatatan tahun bulan Agustus - September 2015 dapat diketahui komponen iklim: ●
Curah hujan di perairan P. Karimun-Kundur adalah 0-20 mm.
●
Suhu udara terendah adalah 25°C sementara suhu udara tertinggi adalah 32°C.
●
Angin bertiup dari tenggara ke arah barat daya dengan kecepatan antara 5-10 knot.
●
Arus bergerak dari arah tenggara menuju arah barat daya dengan kecepatan 0-5 cm/s.
Gambar 3. Tabel Arus Pasang Surut Perairan Kundur
7
2.3 Geologi 2.3.1
Stratigrafi
Keadaan geologi P. Karimun tidak dapat dipisahkan dengan geologi P. Kundur dibagian selatannya, maka pembahasan geologinya selalu dikaitkan antar keduanya. Berdasarkan peta Geologi (Cameron, et. al, 1992) stratigrafi daerah Karimun - Kundur secara umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok batuan, yaitu: batuan berumur Pra Tersier dan Kuarter. A. BATUAN PRA-TERSIER Batuan Pra-Tersier yang dijumpai di daerah ini berupa batuan sedimen/metasedimen dan batuan intrusif. Sebagian besar batuan sedimen yang ditemukan di daerah ini telah berubah menjadi metasedimen, seperti serpih hornfels dan batupasir hornfels. 1. Batuan Sedimen/Metasedimen Batuan sedimen/metasedimen Pra-Tersier yang terdapat di Lembar Bengkalis dan Siak Sri Indrapura (Cameron, et. al., 1982) diwakili olah formasi Malarco, Formasi Papan dan Formasi Bintang. Formasi Malarco terdapat di P. Karimun, terdiri dari serpih hornfels, batupasir, rijang, konglomerat, batugamping dan batuan gunungapi riodasitik berumur Karbon - Trias Akhir. Formasi ini memperlihatkan kemiripan litologi dengan Formasi Papan di P. Kundur.
Hanya
saja
dalam
Formasi
Malarco
berkembang
batuan
volkanik
riodasitik.Raadshoven dan Swar (1942), Gobbert (1973) dan Haile et. al (1977) memperkirakan bahwa formasi ini setara dengan Kelompok Raub (Cameron et. al, 1982). Formasi Papan, yang terdapat di P. Kundur, tersusun atas serpih, batupasir dan konglomerat kuarsa yang menjadi hornfels pada kontak denga granit dan berumur Trias Tengah - Trias Akhir. Formasi ini sangat mirip dengan Formasi Kualu yang terletak di
8
Pematang Siantar, Formasi Bangka, serta Formasi Semanggol di Malaysia barat laut. jika korelasi ini benar, maka Formasi Papan merupakan bagian dari Kelompok Peusangan yang berumur Perm Akhir - Tria Akhir. Formasi Bintang merupakan batuan Pra-Tersier yang tersingkap di P. Sanglar Besar (di sebelah tenggara P. Kundur) dan terdiri atas serpih, batupasir, konglomerat dan bongkah konglomerat alas. bagian bawah formasi ini berumur Rhaetian (Trias Akhir) dan bagian atasnya berumur Jura. 2. Batuan intrusif Batuan intrusif banyak dijumpai dikepulauan ini, terdiri dari granit dan gabro. Granit dapat dibedakan menjadi Granit Karimun, Granit Kundur, dan Granit Tak Terpisahkan. Sedangkan gabro hanya ditemukan dalam Komplek Merak. Granit Kundur berwarna abu-abu, umumnya berukuran kasar dengan megakristal ortoklas/mikrolin. Granit ini dijumpai di bagian tengah P. Kundur dan P.Kanipaan, sedangkan Granit Karimun berwarna merah muda dan jarang ditemukan megakristal muskovit dan K-Felspar, ditemukan di P. Karimun Kecil. Kedua granit ini diperkirakan berumur Trias Tengah - Trias Akhir. Cameron et. al., 1982 menyatakan Granit Karimun memperlihatkan kemiripan dengan granit jalur Timur (Trengganu dan Belitung), terletak di bagian timur Bentong-Raub Suture, sedangkan Granit Kundur mirip granit pada Jalur utama (Kinta Valley dan Bangka). Granit Tak Terpisahkan terdapat di P. Rabi, P. tulang dan P. parit dan hubungannya dengan kedua granit terdahulu tidak dapat dipastikan. Germeeraad (1941) memperkirakan granit tak terpisahkan ini adalah granit porfiritik yang teralterasi dan merupakan roof pendant (batuan lebih tua yang terdapat di bagian atas tubuh batolit dari Granit Karimun.
9
Komplek Merak terdiri atas metagabro hornblenda, amfibolit dan sekis hornblenda dan diperkirakan berumur lebih tua dari Granit Kundur, Granit karimun, dan Granit Tak Terpisahkan. Komplek Merak ini dijumpai di P. Merak, P. Tulang, P. Tembelas bagian selatan dan Tanjung Melolo di bagian barat P. Karimun. Komplek ini diperkirakan merupakan indika si adanya Bentong - Raub Suture yang diperkirakan berumur Trias Tengah - Trias Akhir. B. KUARTER Aluvium pada daerah selidikan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Endapan Permukaan Tua dan Endapan Permukaan Muda. Endapan Permukaan Tua tersebar luas di P. Kundur, P. Karimun dan pulau-pulau sekitarnya. Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, kerikil lempungan, sisa-sisa tumbuhan dan pasir granit. Satuan ini merupakan endapan fluviatil dan berumur Plistosen Atas. Endapan Permukaan Muda terletak tidak selaras di atas Endapan Permukaan Tua terdiri atas lempung, lanau, kerikil licin, sisa-sisa tumbuhan rawa, gambut, dan terumbu koral. Satuan ini diendapkan di lingkungan inner sublitoral dan berumur Holosen 2.3.2
Struktur Geologi
Pengamatan foto udara menunjukkan adanya struktur berarah baratlaut - tenggara pada singkapan Formasi Papan dan Formasi Malarco. Komplek Merak yang merupakan dismembered ophiolite dari Bentong - Raub Suture, memperlihatkan kelurusan berarah Timur Tenggara di antara P. Karimun dan P. Kundur. Kedua arah di atas merupakan struktur Pra-Tersier yang terlihat paling jelas di daerah ini. Penyusupan kerak samudera ke arah timur di bawah Zona Benioff pada Zaman karbon menyebabkan terjadinya volkanisme felsik, pluton granit dan sedimentasi endapan flysch (Formasi Malarco di P. Karimun). Belum diketahui secara pasti kapan tumbukan terjadi, tetapi Bentong - Raub Suture telah ada sebelum terbentuknya granit Main Range di
10
Malaysia barat pada Trias Tengah/Akhir. Berdasarkan penelitian Hamilton (1979), granit ini mempunyai kandungan strontium tinggi. Sebelum dan selama pembentukan pluton ini, Formasi Papan dan formasi yang seumur diendapkan di cekungan yang terletak di sebelah barat. Timah primer ditemukan pada urat kuarsa dan greisen yang berdekatan dengan kontak antara granit dan Formasi Papan. Urat-urat ini berarah 105° dengan kemiringan hampir tegak. Tidak ada laporan mengenai keberadaan timah di Formasi Malarco. Tetapi Cameron et. al., memperkirakan adanya potensi timah placer di sepanjang margin granit
Gambar 4. Peta geologi daerah P. Karimun Besar dan sekitarnya 2.4 Endapan Timah Endapan timah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di dunia, yang membujur mulai dari Cina selatan, Birma, Muangthai, Malaysia dan berlanjut ke Indonesia. Jalur di Indonesia mengarah dari utara ke selatan yaitu dari pulau Karimun, P. Kundur, P. Singkep, P. Bangka, Bangkinang (Sumatera bagian tengah) serta terdapat tanda-tanda di kepulauan Anambas, Natuna dan Karimata. Sampai ini ada dua jenis utama
11
timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu timah primer dan timah sekunder, kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar proses terbentuknya (genesa). Endapan timah primer pada umumnya terdapat pada batuan granit atau sumber terbentuknya (intrusi magma yang sudah membeku dan tersingkap), sedangkan endapan timah sekunder kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat di darat maupun di laut (batuan sumber yang telah mengalami transgresi dan regresi). Produksi delapan puluh persen dari endapan timah sekunder yang merupakan hasil proses pelapukan endapan timah primer, sedangkan sisanya ada dua puluh persen berasal dari endapan timah primer itu sendiri. Penyebaran cadangan timah terdapat di Negara-negara yang berada di jalur mineralisasi, seperti Negara-negara tersebut di atas. Di Indonesia bahan tambang timah merupakan komoditi andalan untuk ekspor, selain minyak bumi dan batu bara, dan kemungkinan masih cukup banyak endapan timah yang masih belum ditemukan. Bentuk - Bentuk Pengendapan Timah menurut Batchelor. D, (1980), dan Worojati. D, (1994), menjelaskan bahwa bentuk-bentuk pengendapan (depositional form) yang potensial terhadap konsentrasi endapan timah dibagi kedalam 5 (lima) kelompok : a. Pengendapan eluvial dan kolovial Gejala dengan
pengendapan
eluvial
dan
kolovial
di
lapangan
dapat
dikenali
memperhatikan perubahan secara berangsur-angsur pada interval bawah
hingga ke atas tanpa dipisahkan oleh bidang erosi. b. Kipas Aluvial (Aluvial fan) Secara umum model kipas aluvial dibagi atas : 1. Bagian Proksimal (dekat dengan sumber), tersusun atas batupasir kasar yang mempunyai struktur masif dan berlapis. 2. Bagian tengah kipas aluvial (mid fan) terusun atas batupasir kasar hingga sedang. 3. Bagian ujung kipas aluvial (distal fan) tersusun atas batupasir berukuran sedang hingga batu lempung.
12
c. Braided Stream Merupakan
pola
menghasilkan
pengaliran
yang
bancuh
/
simpang
siur,
yang
banyak point bar.
d. Meandering Stream Merupakan endapan
pengendapan
point
yang
dibagi
atas
endapan
dasar
sungai
dan
bar.
e. Endapan pantai Fasies endapan pantai secara umum mempunyai nilai ekonomi terhadap kandungan mineral bijih.
13
BAB III LANDASAN TEORI
Gambar 5. Skema Mata Rantai Produksi Timah 3.1 Endapan Timah Alluvial Endapan timah alluvial (placer) adalah endapan timah yang terbentuk akibat proses pelapukan pada endapan primer yang kemudian tertransportasi dan terendapkan di tempat lain sebagai endapan sekunder (alluvial) dengan variasi ukuran 20 – 150 mesh pada lingkungan pengendapan tertentu yang mempunyai nilai ekonomis.Endapan placer terdiri dari endapan eluvial dan endapan alluvial. Pelapukan dan konsentrasi mekanik membentuk endapan alluvial yang di Indonesia dikenal dengan endapan bijih kulit yang dinamai dengan kaksa dimana terjadi akibat proses erosi selektif dimana mineral berat (cassiterite) terendapkan sedangkan mineral yang ringan terbawa jauh. Endapan ini dicirikan lokasi terdapatnya di lembah – lembah dan di atas bed rock serta butirannya tidak semua besar.
14
Penambangan timah alluvial adalah penambangan timah dengan metoda yang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi fisik dari endapan timah alluvial tersebut agar menghasilkan hasil produksi yang efisien. Cassiterite (SnO2) merupakan mineral utama yang mengandung unsur Sn. Dalam pembentukannya, mineral ini disertai dengan beberapa mineral berat berharga serta sekelompok mineral pengganggu. Endapan bijih timah didalam Cassiterite pada umumnya berasal dari magma granitik, yaitu magma dari larutan yang bersifat asam dan menerobos batuan untuk mencapai permukaan (pembentukan granit), sehingga keterdapatan endapan bijih Timah berhubungan erat dengan terdapatnya batuan granit. Kandungan rata-rata kadar Sn dalam batuan sebagai indikasi pegangan eksplorasi mineral dalam menentukan nilai latar belakang yang diberikan oleh Hawkess dan Webb (1962). Harga rata-rata ini untuk batuan beku adalah 32 ppm Sn, dengan kandungan Sn yang kecil sebesar 6 ppm pada batuan beku mafik dan dengan maksimum 45 ppm pada batuan fesilik, sedangkan untuk batuan sedimen serpih dapat mencapai 40 ppm. Nilai rata-rata yang digunakan ditentukan oleh Onishi dan Sandell (1957) dan Hamaguchi (1964) dengan kisaran nilai yang dikumpulkan oleh Wedepohl (1974) dan Durasova (1967). 1. Mineral berat berharga. a. Mineral Utama Mineral utama yang diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) Unit Kundur adalah kasiterit (SnO2). Warna kasiterit ini bermacam-macam yaitu kuning coklat, kuning kemerahan, coklat kehitaman dan coklat tua dengan berat jenis 6,8 – 7,1. Mineral kasiterit permukaannya mengkilap dan berminyak. Umumnya tidak tembus cahaya, tetapi lapisan permukaan kristalnya berkilau. Keberadaannya ada yang primer ada pula yang aluvial. Dengan sistem kristal tetragonal 4/m 2/m 2/m. Mineral mineral bersifat konduktor. b. Mineral ikutan berharga Secara umum mineral berharga yang terbawa oleh mineral kasiterit, dan mineral ikutan berharga yang diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) Unit Kundur antara lain: 1) Ilmenit (FeTiO3) Umumnya ilmenit berwarna hitam besi atau hitam keabu-abuan, memiliki
15
berat jenis 4,5 – 5 dan bersifat konduktor dan sifat magnetik kuat. Biasa digunakan sebagai rutil (TiO2) untuk industri keramik pigmen dan konsentrat titanium.
2) Zircon Memiliki warna merah pucat atau orange dengan berat jenis 4,2 – 4,7. zircon bersifat non konduktor dan non magnetik digunakan sebagai bahan zirkonia untuk industri keramik. 3) Monazit [(Ce, La, Y, Th)PO4] Umunya memiliki warna kuning atau jaring-jaring hijau. Berat jenis monazite antar 4,6 – 5,3 dan bersifat non konduktor dan megnetik lemah. Mineral ini dijual secara berkala tergantung pesanan konsumen. 2. Mineral ikutan lainnya. Mineral – mineral lainnya yang sangat berpengaruh dalam bijih timah, yang memiliki perbedaan warna, kekerasan, berat jenis, sifat kelistrikan dan sifat magnetic. Dari hasil kondisi lapangan, pada penambangan kapal isap produksi
Timah diperoleh
beberapa mineral ikutan yang utama antara lain: Pyrite/ Marcasite, ilmenit, zircone, anatase, turmalin, siderit dan mineral pengotor utama pasir kuarsa.
3.2
Metoda Penambangan Timah Alluvial Lepas Pantai Ada beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam penentuan metoda
penambangan yang sesuai untuk endapan alluvial lepas pantai, antara lain: a. Keterdapatan endapan bijih timah yang relatif horizontal terhadap bidang perlapisan. b. Bentuk material endapan bijih timah yang umumnya berbentuk pasir, dimana keterdapatannya juga berada dalam suatu lapisan yang sudah terliberasi sempurna. c. Sifat fisik material bijih/ mineral timah yang cenderung lebih berat dibandingkan dengan mineral pengikut lainnya. d. Lapisan endapan timah umumnya berada pada kedalaman tertentu dimana lapisan tanah diatasnya disebut lapisan tanah penutup (overburden).
16
Dengan pertimbangan hal – hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa metoda yang sesuai untuk melakukan penambangan timah alluvial lepas pantai adalah dengan metoda penambangan menggunakan kapal keruk (KK) dan kapal isap produksi (KIP). Penambangan dilakukan dengan melakukan penggalian pada tanah penutup (overburden) sampai pada kedalaman tertentu dan selanjutnya melakukan penambangan pada lapisan pasir yang mengandung bijih timah (kaksa). 3.3 Sumberdaya dan Cadangan 3.3.1
Klasifikasi Sumberdaya Mineral
Menurut Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI, 2011), Sumberdaya adalah potensi hasil kegiatan eksplorasi yang dapat diketahui perkiraan dimensi, jumlah dan kualitasnya, dengan derajat keyakinan geologi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Bila ditinjau dari dari sudut geologi, sumber daya mineral dibedakan atas tiga kelompok, yaitu : a) Sumberdaya tereka (inferred resource) adalah jumlah bahan galian di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap prospeksi. b) Sumberdaya terunjuk (indicated resource) adalah jumlah bahan galian di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. c) Sumberdaya terukur (measured resource) adalah jumlah bahan galian di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. 3.3.2
Klasifikasi Cadangan Cadangan (Reserve) menurut Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI,
2011), yang dimaksud dengan Cadangan adalah bagian dari sumberdaya dengan derajat keyakinan geologi tertinggi setelah dievaluasi secara ekonomis, teknis, lingkungan dan hukum dinyatakan layak tambang.
17
Cadangan juga dibagi kedalam beberapa kategori antara lain; a) Cadangan tereka (probable reserve) adalah sumberdaya bahan galian terunjuk dan sebagian sumberdaya bahan galian terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan tidak dapat dilakukan secara layak. b) Cadangan terbukti (proven reserve) adalah sumberdaya bahan galian terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak. 3.3.3
Perhitungan Cadangan
Istilah-istilah yang digunakan dalam perhitungan cadangan/kekayaan dalam pembuatan Rencana Kerja (RK) penambangan di PT Timah (Persero) Tbk adalah sebagai berikut: LDH
: Luas dihitung (m²) adalah luas dari RK
DDH
: Kedalaman dihitung (m) adalah ketebalan lapisan kaksa
IDH
: Isi atau volum dihitung (m³) adalah LDH × DDH
TDH
: Timah dihitung
PDH
: Produksi dihitung (IDH × TDH)
ISB
: Isi sebenarnya (m³)
TSB
: Timah sebenarnya (Kg/M3)
PSB
: Produksi sebenarnya (ISB × TSB)
KH
: Koefisien Hasil (PSB ÷ PDH)
(Kg/M3)
18
3.4 Alat-alat Penggalian 3.4.1
Kapal Isap Poduksi
Kapal isap produksi (KIP) adalah suatu alat berat pemindahan tanah mekanis yang digunakan untuk menggali lapisan tanah di bawah permukaan air. KIP dilengkapi ponton sebagai pengapung, alat-alat pembongkar tanah (cutter, ladder, dll) dan installasi pencucian yang terdiri atas saring putar, jig dan sluice box. Hasil penggalian berbentuk kerucut terpancung dan kapal berpindah-pindah dengan arah membentuk lingkaran 360° dimana mengandalkan propeler sebagai penggerak utama.
Gambar 6. Kapal Isap Produksi Kapal Isap Produksi (KIP) memiliki bagian-bagian sebagai berikut : a) Konstruksi Bawah Ponton ( alat apung) Ponton adalah bagian dasar/kumpulan dari beberapa tangki atau kompartemen yang membentuk suatu badan kapal, ponton berbentuk tabung berdiameter 1,8 meter. Selain sebagai alat apung, ponton juga berfungsi untuk menyimpan HSD ( bahan bakar solar) dan air tawar. b) Konstruksi Atas Kapal Merupakan
bangunan yang ditempatkan diatas ponton terdiri dari
peralatan gali,
mesin, pencucian bijih timah, ruang komando, ruang ABK, dan bangunan yang menunjang penambangan.
19
Gambar 7. 3.4.1.1
Sketsa Konstruksi Kapal Isap
Peralatan Penggalian Kapal Isap Produksi
a) Cutter Berfungsi untuk memberai dan membongkar lapisan tanah. Sisi bagian luar cutter dipasangi kuku dari besi baja untuk mencengkram material. Cutter berada di ujung ladder yang bersinggungan dengan tanah penggalian.
Gambar 8. Cutter
20
b) Ladder Berfungsi sebagai lengan tempat menempelnya cutter , pompa tanah, pipa isap dan pipa press. Panjang ladder sangat menentukan kedalaman gali, kapal isap produksi memiliki panjang ladder yang berbeda-beda. Ladder ini digerakkan oleh winch dengan system hidrolik.
Gambar 9. Ladder c) Ladder Lier Berfungsi untuk menarik atau mengulur kawat ladder sehingga secara tidak langsung merupakan alat pengatur kedalaman penggalian.
Gambar 10.
Pemutar kawat
21
d) Kawat Ladder Berfungsi untuk menggantungkan rangkaian ladder. Panjang kawat ladder tiap KIP berbeda-beda disesuaikan dengan panjang rangkaian ladder tersebut.
Gambar 11. Kawat Ladder e) Pompa Tanah Berbentuk seperti rumah keong dan berfungsi untuk memindahkan tanah hasil pembongkaran cutter ke instalasi pencucian di atas KIP. Pompa tanah yang digunakan pada KIP mempunyai putaran 1400-1800 rpm dengan kapasitas ±250 m3. Pompa tanah merupakan pompa tipe sentrifugal yang digerakkan oleh mesin pompa tanah di ujung ladder di atas KIP.
Gambar 12. Pompa Tanah
22
3.4.1.2
Peralatan Pencucian
a. Saring Putar Berfungsi untuk memisahkan material yang digali berdasarkan ukuran butir. Material berdiameter >10mm (bongkahan batu, kerikil) menjadi oversize/tailing sementara material <10mm (pasir, lempung) menjadi undersize yang diproses berikutnya di jig. Saring putar memiliki diameter depan 800 mm dan diameter belakang 1650 mm dengan panjang total 4600 mm, kemiringan 1:12 serta kecepatan putar 7-8 putaran/menit.
Gambar 13. Saring Putar b. Jig Merupakan alat yang memisahkan bijih timah dari material ikutan/ pengotor berdasarkan perbedaan berat jenis. Prinsip kerja dari jig ini menggunakan dorongan (pulsion) sehingga material yang ringan akan terdorong naik dan terbawa aliran air (cross flow) menuju bandar tailing dan tarikan (suction) yang menyebabkan bijih timah akan otomatis turun dan ditarik saluran pipa karena memiliki berat jenis yang besar. Pada jig ini juga terdapat screen untuk memisahkan butiran mineral berdasarkan ukuran butir. Material oversize akan terbawa oleh aliran air menuju Bandar tailing sedangkan undersize materials akan dialirkan ke saluran spigot. KIP menggunakan jig jenis Pan America sebagai jig primer dan sekunder.
23
Gambar 14. Jig Pan America c. Sakan (Sluice Box) Tahapan terakhir dalam proses pencucian di KIP dimana konsentrat dari jig disemprot air (dicuci) untuk menghilangkan pengotor yang masih tersisa. Dimensi sakan = 3650 mm × 680 mm dengan kemiringan
±1°.
Gambar 15. Sakan 3.4.2
KAPAL KERUK
Kapal Keruk (KK) adalah alat penambangan yang digunakan untuk mengeruk endapan mineral dibawah permukaan air, kemudian hasil yang dikeruk langsung diproses di instalasi pencucian untuk mendapat konsentrat mineral sebagai hasil akhir (PT. Tambang Timah , 1996). Pada umumnya Kapal Keruk beroperasi disekitar pantai (near shore, lepas pantai (off
24
shore) sungai dan danau buatan di daratan yang disebut kolong KK.
Gambar 16. Kapal Keruk Kapal keruk umumnya terdiri atas ponton-ponton sebagai alat apung dan penyimpanan bahan bakar, platform sebagai tempat meletakkan mesin-mesin, kantor dan fasilitas pencucian, serta ladder sebagai lengan penggalian yang dilengkapi bucket-bucket untuk menggali lapisan tanah. Faktor yang harus diperhatikan dalam pengoperasian KK yaitu antara lain sebagai berikut : Kemampuan KK itu sendiri (Kapasitas). Kondisi geologi lapisan tanah yang akan dikeruk. Tata cara Teknik Pengerukan yang tepat untuk dilakukan. Kondisi cuaca disekitar lapangan. Sasaran penambangan dengan kapal keruk ialah “Pemindahan tanah yang sebanyak-banyaknya dengan kemungkinan kehilangan bijih timah yang sekecil mungkin”. Agar sasaran dapat dicapai ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan sebagai berikut: 1.
Keadaan Cadangan a. Situasi lapangan kerja, meliputi Arus/gelombang untuk KK laut, kedalaman dan kekeruhan air kerja.
25
b. Kondisi lapisan tanah, meliputi jenis, kekompakan, ketebalan penyebaran bijih. 2.
Kondisi Peralatan Setiap KK mempunyai spesifikasi dan kondisi teknis peralatan-peralatan yang
berbeda sehingga sangat mempengaruhi kelancaran pengerukan serta keamanan pengoperasian KK. Spesifikasi teknis dan kondisi peralatan yang perlu diperhatikan adalah : a. Bandar pembuangan dan tailing. b. Panjang ladder dan kemampuan pengerukan. c. Kondisi rantai ember. d. Kawat ladder. e. Kondisi central lier (Derek pusat). 3.4.2.1 a.
Komponen Penggalian Kapal Keruk
Ladder
Lengan penggalian tempat melekatnya bucket-bucket dan sebagai penahan rantai bucket. b.
Bucket
Mangkok yang berfungsi untuk mengeruk tanah, dan membawa tanah dari dasar laut ke permukaan.
Gambar 17. Ladder dan Bucket
26
3.4.2.2
Peralatan Pencucian
a. Saring Putar Berfungsi untuk memisahkan material halus (undersize) dari material kasar (clay, kerang-kerangan, border) sebagai oversize.
Gambar 18. Saring Putar b. Splitter & Spinne Kop Distributor Fungsinya untuk membagi rata / mendistribusikan material undersize saring putar keseluruh permukaan bed jig Primer.
Gambar 19. Spinne Kop Distributor c. Jig Fungsi jig memisahkan mineral-mineral berdasarkan perbedaan berat jenis. Jika di KIP menggunakan jig tipe Pan America, di KK menggunakan jig tipe Yuba namun secara garis besar proses pemisahannya sama.
27
Gambar 20. JIG Yuba
28
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Dalam penyusunan laporan seminar tambang ini metode penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Studi Pustaka Studi pustaka adalah mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan
yang
ditemukan.
Studi
pustaka
dilakukan
dengan
mempelajari
literatur-literatur yang berkaitan dengan perencanaan cadangan, peta rencana kerja, proses penambangan timah dengan menggunakan Kapal Keruk (KK) dan Kapal Isap Produksi (KIP), proses pencucian bijih timah di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) dan juga referensi-referensi lain yang berhubungan dengan penyusunan laporan kerja praktek ini. 2. Observasi Metode ini dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk melihat secara langsung kondisi dilapangan untuk gambaran global mengenai perencanaan cadangan, peta rencana kerja, proses penambangan timah dengan menggunakan Kapal Keruk (KK) dan Kapal Isap Produksi (KIP), proses pencucian bijih timah di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) dan juga di pusat peleburan timah (Smelter). 3. Diskusi Metode ini melibatkan langsung mahasiswa untuk berdiskusi dengan rekan mahasiswa, pembimbing lapangan, Ka. Satker, Kabid, Kuasa KIP dan KK, Kapten Harian, Kapten Aplus, Mandor Umum dan juga Karyawan PT Timah (Persero ) Unit Kundur. 4. Pengumpulan Data Hasil Pengamatan Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mencatat semua hal yang diamati selama melakukan Kerja Praktek dilapangan.
29
BAB V PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Perencanaan & Evaluasi Penambangan Satuan
Kerja
Geologi
Tambang
melakukan
perencanaan
penambangan,
pengukuran ,serta evaluasi penambangan Kapal Keruk dan Kapal Isap Produksi. Tujuan dari kegiatan perencanaan dan evaluasi ialah untuk mencapai target produksi sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan dan tetap menjaga ketersediaan (konservasi) cadangan untuk rencana jangka panjang perusahaan. Perencanaan penambangan dilakukan untuk setiap KIP dan KK yang akan melakukan kegiatan penambangan, hasil dari perencanaan sering disebut Rencana Kerja (RK). Sedangkan evaluasi penambangan dilakukan untuk membandingkan pencapaian produksi dengan rencana kerja yang telah ada. Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan kegiatan penambangan, meliputi lokasi dan metoda penggalian sesuai dengan data bor yang ada. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pembuatan peta rencana kerja diantaranya : 1. Rencana Kerja operasi 500 jam per bulan untuk KIP dan 550 jam per bulan untuk KK sesuai rekomendasi dari bidang keteknikan dan sarana. 2. Dengan memperhitungkan biaya operasional, penyusutan dan harga jual logam timah saat ini, dibuat Break Even Point (BEP) 25 ton timah per bulan untuk KIP dan 35 ton timah per bulan untuk KK 14-18 cuft serta 55 ton timah per bulan untuk KK diatas 18 cuft serta BWD. 3. Berdasarkan rencana kerja 500 jam per bulan, dan dengan memperhitungkan laju pemindahan tanah yang dapat dilakukan maka diperhitungkan daerah dengan kadar dan kekayaan yang sesuai yang disebut Break Even Grade (BEG). 4. Diperhitungkan Faktor teknis (kemampuan gali, panjang ladder, spesifikasi kapal, dsb) 5. Dan juga memperhitungkan kondisi geologi (lapisan batuan, kekayaan timah, kekerasan batuan, arus, dsb)
30
Sementara tahapan yang dilakukan dalam pembuatan peta rencana kerja (RK) adalah : 1. Memilih lokasi dan melakukan perhitungan cadangan. 2. Cadangan dipilah berdasarkan kemampuan alat gali. 3. Untuk area yang sudah pernah digali dilakukan evaluasi dan dilihat sejarah penambangannya. Apabila terjadi permasalahan dalam penggalian maka tim perencanaan tambang akan melakukan perencanaan ulang atau membuat perencanaan baru. Selain itu, tim pengukuran dari GT akan melakukan pengukuran dan sounding (pemetaan permukaan dasar laut) untuk mengetahui lokasi dan kondisi lubang penggalian. Untuk mengetahui dan mengawasi kinerja alat penggalian, maka dilakukan evaluasi untuk cross-check antar data kekayaan di RK dengan hasil produksi kapal di lokasi. Tata usaha (TU Produksi) secara rutin meminta laporan dari KIP dan KK terkait dengan jam jalan, produksi per aplus (shift kerja), kedalaman gali, pemakaian BBM, koordinat, dll. 5.2 Penambangan Menggunakan KK Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengoperasian KK yaitu sebagai berikut: a. Kemampuan/kapasitas Kapal Keruk itu sendiri. b. Kondisi geologi tanah yang akan dikeruk. c. Tata cara pengerukan yang tepat untuk dilakukan. d. Kodisi cuaca disekitar lapangan kerja yang meliputi arus laut, pasang-surut.
31
Gambar 21. Contoh RK dan Profil Bor KK Bangka II Tahapan penambangan yang dilakukan Kapal Keruk (KK) : 1. Ruang komando KK menerima RK yang dibuat GT 2. KK melakukan mobilisasi ke koordinat RK dengan dibantu tug boat 3. Pemasangan jangkar-jangkar. 4. KK membuat Werkput (WP) atau lereng kerja 5. KK melakukan penggalian 6. KK membuat talut untuk mencegah longsoran yang dapat menimpa ladder dan membahayakan kapal Dalam teknik pengerukan dengan Kapal Keruk ada istilah Trap (mirip seperti kolom, kemajuan tiap x meter) dan Snee (dapat dianggap baris, satu snee = 10 meter) yang dijadikan
sebagai
acuan
dalam
pengerukan
guna
memindahkan
tanah
yang
sebanyak-banyaknya dengan melaksanakan penggalian secara selektif pada dareah kerja. Trap merupakan kemajuan penggalian sedangkan snee merupakan lebar penggalian. Jadi dalam pengerukannya kapal keruk akan mengupas lapisan tanah atas kemudian 32
dilanjutkan dengan pengupasan lapisan kaksa. Kapal keruk bergerak maju, ke kiri dan ke kanan untuk mengeruk endapan dan membuang tailing keburitan kapal.
Gambar 22. Penambangan Menggunakan Kapal Keruk Pertama-tama mesin akan memutar sevenkhant sehingga bucket-bucket yang saling sambung seperti rantai akan bergerak naik dan membawa material dari dasar laut naik ke atas kapal, bucket berisi material yang sudah sampai di sevenkhant akan dibalik sehingga material tertumpah di store bak. Material yang jatuh di store bak kemudian disemprot pompa dan dibagi kedua jalur yang sama-sama berujung di saringan putar. Di dalam saringan putar, material disemprot oleh air dari pipa monitor dan pipa pancar, aliran air dari pipa monitor membawa material undersize untuk lolos dari saringan dan material oversize keluar dari saringan ke bandar tailing setelah sebelumnya dicoba untuk dihancurkan oleh semburan air dari pipa semprot. Penambangan menggunakan kapal keruk di PT Timah (Persero) Tbk unit Kepri dan Riau menggunakan metode short face dimana kapal menggali per 3 snee. Sementara
33
sistem yang digunakan adalah sistem kombinasi dimana penggalian dilakukan maju sambil menekan kebawah. 5.3 Pencucian di Kapal Keruk Pencucian di KK menggunakan alat yakni saringan putar dan Jig. Saringan putar memisahkan material berdasarkan ukuran butir sementara Jig berdasarkan berat partikel. Membran jig akan memberi pukulan (pulsion) dan hisapan (suction), mineral ringan akan terpukul naik saat suction dan terbawa arus horizontal (cross flow) sementara mineral berat akan masuk melewati lapisan bed (pemisah) yang memiliki berat jenis diantara mineral pengotor dan berharga yakni hematite. Undersize yang lolos dari saringan putar akan menjadi feed untuk jig, jalur pencucian dapat dilihat di gambar di bawah ini :
Gambar 23. Skema Pencucian di Kapal Keruk Keterangan: Konsentrat A dari jig primer diolah pada jig clean up. Konsentrat BC dari jig primer diolah pada jig sekunder. Konsentrat A dari jig sekunder diolah pada jig clean up Konsentrat BC dari jig sekunder diolah pada jig tertier
34
Proses pencucian di KK menghasilkan konsentrat berkadar 20-40% Sn. Meskipun proses pencucian lebih panjang dibanding di KIP namun konsentrat yang dihasilkan memiliki kadar lebih rendah sehingga diperlukan proses pemurnian yang lebih panjang. 5.4
Penambangan Menggunakan KIP Penambangan timah dengan menggunakan Kapal Isap Produksi biasanya dilakukan
pada lahan bekas penggalian Kapal Keruk atau di lahan antara kolong kapal keruk, pada intinya di lahan yang tidak ekonomis ditambang dengan kapal keruk. Untuk melakukan penggalian, Kapal Isap Produksi menggunakan cutter untuk memberai lapisan tanah dan pompa tanah untuk memberi energi tarik sehingga melemahkan lapisan dan sebagai alat transport material dari dasar laut ke instalasi pencucian di atas kapal. Penambangan dengan menggunakan kapal isap produksi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Menyiapkan peta Rencana Kerja yang telah didapat dari Satuan Kerja Geologi Tambang. 2. Mobilisasi kapal menuju lokasi kerja yang tertera dalam RK tersebut. 3. memposisikan kapal tepat pada koordinat yang telah ditentukan dalam rencana kerja. 4. Membuka ruang operasi Kapal Isap Produksi yang berupa kolong kerja (werk put) dengan menggunakan cutter dan pompa isap tanah. 5. Memperdalam kolong sesuai dengan data pada profil bor hingga seterusnya akan mendapatkan material yang mengandung mineral timah.
Penambangan dengan Kapal Isap bersifat mobile atau dapat bepindah untuk mencari timah selama masih berada di koordinat kerja karena kapal isap memiliki penggerak sendiri (propeler), umumnya penambangan dilakukan berlawanan arah arus sehingga kapal tidak hanyut dan dapat memanfaatkan tenaga propeller untuk menyodok dinding kolong sehingga membantu kerja cutter.
35
Gambar 24. Proses Pembuatan Werk Put KIP 5.5
Pencucian di Kapal Isap Produksi Feed dari lapisan kaksa yang telah diberai oleh cutter akan diisap oleh pompa tanah
sentrifugal, diberi tekanan dan kemudian dipompakan ke saring putar. Saring putar memisahkan material berdasarkan perbedaan ukuran butir, butir kecil lolos menjadi feed untuk jig primer sementara oversize yang tidak lolos dikeluarkan ke saluran tailing. Di jig primary, mineral akan dipisahkan berdasarkan berat jenis. Adanya pulsion dan suction dari jig menarik mineral-mineral berat masuk menembus lapisan hematite (bed) dan terus masuk ke saluran spigot untuk dialirkan ke jig sekunder. Pada jig sekunder, metode pemisahan mineral hampir sama dengan pemisahan pada jig primer. Bedanya fungsi jig sekunder untuk meningkatkan kadar sedangkan jig primer untuk menampung mineral yang sebanyak-banyaknya dengan losses seminimal mungkin dan perbedaan komponennya terletak pada ukuran batuan hematit, ukuran diameter rubber screen dan jumlah pukulan pada karet membran. Mineral dari jig sekunder ini akan disalurkan ke bak penampungan. Mineral dalam bak penampungan akan diolah secara manual pada sakan (sluice box) oleh petugas pencucian. Konsentrat akhir dari sakan ini akan diperoleh Sn ±40-60% dan akan dikemas dalam karung berkemasan 55kg (1 kampil) untuk dikirim ke darat.
36
Gambar 25. Alir Pencucian pada KIP 5.6
Pengolahan bijih timah di Pusat Pengolahan Bijih Timah Konsentrat yang dikirim dari KK dan KIP adalah konsentrat dengan kadar timah
yang rendah (15-30% Sn untuk KK, 40-60% Sn untuk KIP Timah dan ±70% Sn untuk KIP mitra) sehingga tidak memenuhi ketentuan kadar minimal dilakukannya peleburan yakni ≥ 68% Sn sehingga konsentrat yang kadarnya tidak mencukupi harus mengalami pencucian lagi di pusat pengolahan bijih timah (PPBT). Proses yang terjadi di PPBT adalah sebagai berikut : Tahap proses basah, bijih dari KK atau KIP yang masuk ke PPBT ditampung dalam ore bin, menggunakan gaya gravitasi bijih tadi masuk ke Jig Harz dengan 8 kompartemen (A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1 dan D2), bijih yang lolos melalui kompartemen A dan B akan langsung dialirkan ke bak penampungan, ditampung dalam drum-drum kemudian ditumpahkan di indeker untuk mengurangi kadar airnya, sesudah itu dilanjutkan pengeringan menggunakan rotary dryer sebelum akhirnya disampling dan disimpan di Gudang Bijih Timah (GBT).
37
Gambar 26. Ore Bin
Gambar 27. Jig Harz
38
Gambar 28. Bak Penampung dan Drum Transport
Gambar 29. Penuangan Konsentrat ke Indeker
39
Gambar 30. Rotary Dryer Sementara bijih yang lolos melalui kompartemen C dan D akan kembali dicuci dengan Jig Sekunder, bijih yang lolos kemudian ditampung dalam drum-drum, ditumpahkan di indeker dan mengalami pengeringan menggunakan rotary dryer sebelum akhirnya mengalami proses kering.
Gambar 31. Jig Harz Sekunder, Bak Penampung dan Drum Transport
40
Proses kering dialami oleh bijih yang melalui jig sekunder, pertama bijih akan dimasukkan ke vibro screen 40mesh, undersize yang lolos kemudian dibawa oleh bucket conveyor ke bandar feed untuk pemisahan menggunakan magnetic separator. Kasiterit yang nirmagnetis dipisahkan dari ilmenit yang magnetis, kemudian kasiterit halus yang sudah lolos dari magnetic separator akan memasuki proses tabling menggunakan air table. Memanfaatkan prinsip berat jenis, kasiterit yang berat akan bergerak naik di air table yang bergoyang sementara ilmenit yang ringan akan bergerak turun, kasiterit yang lolos dari air table akan ditampung dan dibawa ke GBT sementara ilmenit dibawa sebagai midling. Oversize dari vibro screen 40 mesh akan masuk ke Vibro screen berukuran 30 mesh, undersize akan lolos dan dibawa oleh bucket conveyor ke bandar feed untuk magnetic separator kemudian dipisahkan berdasarkan sifat kemagnetannya, timah yang nirmagnetik dipisahkan dengan mineral besi (pyrite, ilmenit) yang magnetis dimana selanjutnya timah akan disimpan di GBT sedangkan ilmenite disimpan di gudang ilmenit. Sementara oversize akan di simpan sebagai middling.
Gambar 32. Vibro Screen dan Magnetic Separator 5.7 Peleburan dan Pemurnian Bijih Timah di Smelter Selepas proses pemurnian di PPBT, konsentrat bijih timah yang merupakan mineral oksida disimpan di GBT akan dimurnikan hingga kadar Sn 99% di pusat peleburan. Peleburan bertujuan untuk memurnikan kadar timah dari konsentrat timah dimana SnO2 akan direduksi sehingga menjadi Sn murni. 5 Syarat utama peleburan adalah sebagai
41
berikut : 1. Bahan baku atau bijih timah dengan kadar minimal 69-70% 2. Reduktor, dalam kasus ini menggunakan Batubara Antrasit 3. Flux atau pengikat pengotor, dalam kasus ini menggunakan batu kapur 4. Bahan bakar, di pusat peleburan timah menggunakan MFO (Marine Fuel Oil) sebagai 5. Tanur/furnace, yang digunakan adalah tanur dengan alas bata tahan api berbahan alumina yang tahan terhadap reaksi dan dinding tahan api berbahan bauksit untuk memantulkan panas.
42
Reaksi yang terjadi digambarkan dalam skema berikut :
Gambar 33. Reaksi Kimia dalam Peleburan Timah Konsentrat dari GBT akan dicampur dengan antrasit sebagai reduktor dan batu kapur sebagai flux di gudang mixing, hasil dari mixing ketiga material tadi sebanyak 40 ton dibawa oleh belt conveyor masuk ke dalam bunker penyimpanan sementara.
43
Gambar 34. Bunker
44
Gambar 35. Buckle Material dalam bunker dituangkan dalam buckle berukuran 2,5 ton yang digunakan untuk memindahkan material ke hopper tanur. Tanur tetap memiliki 12 hopper dimana untuk charging material menggunakan 10 hopper. Dalam 1 kali peleburan ( 1 kampanye=19 jam) terdapat dua kali proses pengisian material ke dalam tanur (charge A dan B) dimana untuk charge A adalah sebanyak 25 ton dan charge B adalah sebanyak 15 ton. Sementara untuk proses pengeluaran material (tapping) dilakukan 3 kali, yakni tapping A, tapping B dan tapping C. Selain charging dan tapping, material dalam tanur harus rutin digemburkan atau diaduk agar pemanasan merata, proses penggemburan ini disebut dengan rabbling. Proses charging, tapping dan rabbling dijadwalkan sebagai berikut :
45
Gambar 36. Jadwal Charging, Tapping dan Rabbling Smelting tahap I yaitu peleburan hasil mixing di tanur tetap untuk menghasilkan cairan timah (crude tin) dari tapping A dan B serta slag 1 yang dikeluarkan dari tapping C ( slag I mengandung timah ±20%). Cairan timah dari smelting 1 akan diproses diketel III (Refining I) pada suhu ±270°C melalui proses polling atau pembuihan untuk menghilangkan material pengotor, caranya adalah dengan penambahan agen yakni aluminum dengan tujuan menghilangkan arsen (As) dan unsur lainnya serta serbuk gergaji untuk menggumpalkan pengotor yang berafinitas dengan aluminum tadi. Pengotor akan dikeluarkan sebagai dross (13-18% Sn) yang akan dilebur kembali di flame oven.
46
Gambar 37. Tanur Tetap
47
Gambar 38. Proses Tapping
48
Gambar 39. Penirisan Dross Smelting tahap II ialah pembakaran slag I di tanur sehingga menghasilkan produk berupa Hardhead (Timah Besi/TB) dan Slag II yang terdiri atas oksida besi, silika dan tanpa kandungan timah sama sekali sehingga slag II banyak dimanfaatkan sebagai pelapis saluran panjang dan float saat tapping agar hasil tapping tidak melekat dan mudah dibersihkan. Hardhead ini akan dilebur kembali di flame oven dan slag II akan ditampung sebagai tailing peleburan. Selama peleburan di tanur berlangsung asap dan debu pembakaran akan disaring (filter) sehingga udara yang keluar dari cerobong asap tidak mencemari lingkungan. Sementara debu hasil filtrasi akan dicetak seperti bata dan dilebur kembali dengan slag I karena masih mengandung timah. Timah yang sudah murni dengan kadar Sn 99,82% kemudian dipompakan ke Ketel IV yang merupakan ketel untuk pencetakan (casting) balok timah atau ingot. Timah cair dipompakan ke cetakan-cetakan dan dibiarkan menjadi padat kemudian dicap sebagai
49
identitas, masing-masing ingot memiliki berat 25kg dan dibawa ke gudang untuk di kemas per ton (40 balok) dan disimpan sebelum di kapalkan untuk dijual.
Gambar 40. Pencetakan Logam
50
Gambar 41. Ingot Timah
51
Tahapan peleburan timah secara singkat digambarkan dalam alur berikut :
Gambar 42. Alur Peleburan Timah
52
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Kapal keruk (KK) dan kapal isap produksi (KIP) adalah alat penambangan yang masih ekonomis dan cakap secara teknis untuk melakukan penggalian timah alluvial lepas pantai. 2. Penggunaan KK dan KIP sebagai alat penggalian perlu didukung dengan pengukuran, evaluasi yang rutin untuk membantu dalam mencapai produksi yang baik dan ekonomis. 3. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengoperasian kapal keruk dan Kapal isap yaitu : Kondisi lapisan tanah yang akan dikeruk. Tata cara teknik pengerukan/penggalian yang tepat untuk dilakukan. Kondisi cuaca disekitar lapangan . Kondisi pasang surut air yang harus diperhatikan. Kondisi peralatan 4. Instalasi pencucian harus selalu di monitor, di evaluasi dan disesuaikan dengan sifat material yang ingin dipisahkan sehingga dapat diupayakan proses pencucian yang efektif dengan recovery yang tinggi dan biaya serendah-rendahnya. 5. Pusat Pengolahan Bijih Timah merupakan tahapan akhir untuk meningkatkan kadar (grade) Sn dari Kapal Keruk dan Kapal Isap Produksi menjadi 70% Sn sehingga memenuhi persyaratan untuk dilebur (smelting). 6. Peleburan pada prinsipnya adalah untuk mengekstraksi unsur Sn (stannum) dari SnO2 (cassiterite) sehingga didapatkan timah murni. Maka bijih timah dilebur bersama antrasit sebagai reduktor dan batu kapur sebagai pengikat pengotor. 6.2 Saran 1. Eksplorasi perlu ditingkatkan agar diketahui persebaran bijih timah sehingga dapat dilakukan selective mining.
53
2. Alat-alat yang berperan dalam proses penambangan seharusnya diperhatikan dan dirawat sebaik-baiknya agar availability dan produksi tinggi dan tidak terus kehilangan spot-spot timah, selain itu mengurangi keperluan penggantian spare part dan alat baru yang mahal. 3. Operator yang mengendalikan KIP seharusnya diberi pemahaman geologis mengenai persebaran timah, stratigrafi, prosedur penggalian dan proses pencucian di kapal sehingga lebih cakap dalam penggalian. 4. Mekanik/masinis yang bertanggung jawab atas kinerja mesin-mesin di atas kapal sebaiknya diberi pemahaman lebih mengenai mesin-mesin diatas kapal sehingga apabila terjadi kerusakan atau anomali dapat melakukan diagnosa dan perbaikan yang tepat dan cepat. 5. Perputaran cutter seharusnya lebih cepat sehingga dihasilkan potongan batuan yang berukuran lebih kecil, meminimalkan resiko penyumbatan pada pipa isap dan pompa tanah. 6. Instalasi pencucian di kapal seharusnya di atur sedemikian rupa sesuai rekomendasi dari teknik pencucian yang sudah memperhitungkan pengaturan sesuai sifat bijih timah yang ditambang sehingga saringan putar dan jig dapat bekerja maksimal, tidak tersumbat, dan recovery tinggi. 7. Bijih timah banyak terdapat dalam lapisan kerikil-pasir, untuk menghemat energi sebaiknya dibuat sistem yang dapat membypass overburden langsung ke bandar tailing sehingga tidak perlu melewati instalasi pencucian. 8. Jarak celah antar kisi pada saringan putar sebaiknya diperkecil atau dijaga agar kisi tidak ada yang jebol untuk meminimalisir mineral kasar dan berat lolos dan mengganggu kinerja jig. 9. Bed (lapisan hematite) dalam jig seharusnya tidak berbentuk pipih karena lapisan batu pipih akan saling mengunci sehingga menyulitkan bijih timah untuk lolos (tidak terdapat celah) dan juga meminimalisir efek pukulan dari jig. 10. Pukulan jig seharusnya lebih kuat sehingga bed dapat terangkat dan membuka cukup celah untuk masuknya bijih, selain itu mineral pengotor seperti pasir kuarsa akan terlempar sehingga tidak dapat masuk ke celah bed.
54
11. Kebutuhan onderwater harus tercukupi atau sedikit dilebihkan agar material yang terbawa crossflow tidak mengalami kecenderungan mendesak masuk ke dalam bed karena kekurangan onderwater dan lemahnya pukulan. 12. Bed dan screen harus sering dirawat, dibersihkan dan digemburkan sehingga kinerja jig maksimal, tidak tersumbat dan tidak mengalami banyak losses. 13. Prestasi kapal akan meningkat sesuai dengan kinerja staff kapal, sangat disarankan untuk memberi pengetahuan dan memperhatikan aspirasi, keluhan serta motivasi staff sehingga semua dapat bekerja dengan senang, semangat dan kreatif. 14. Operasional kapal keruk tidak murah, sangat disayangkan apabila bijih timah yang dihasilkan memiliki kadar yang rendah karena akan butuh biaya banyak untuk memurnikannya
sesuai
spesifikasi
yang
dibutuhkan
untuk
peleburan
(keekonomisan). 15. Perlunya peremajaan kapal keruk untuk menjaga kinerja alat-alat penggalian dan juga demi keselamatan para pekerja karena konstruksi kapal yang sudah rapuh. 16. Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) menjadi hilir dari semua hasil produksi KK dan KIP yang melakukan aktivitas penambangan sehingga diperlukan desain pencucian yang sederhana namun efisien dalam memisahkan mineral pengotor seperti ilmenit yang sulit dipisahkan dan arsen yang menjadi musuh di smelter. 17. Pekerjaan di PPBT dan pusat peleburan (smelter) tidak mungkin jauh dari panas, asap dan debu. Ada baiknya pekerja dibekali dengan alat pelindung yang sesuai untuk menghindari resiko gangguan saluran pernafasan, luka bakar atau alergi kulit karena yang dihadapi tidak hanya debu tapi juga gas yang tidak tersaring masker biasa. 18. Daerah kerja di pusat peleburan seharusnya dapat lebih bersih dan teratur agar tercipta suasana kerja yang nyaman. 19. Salah satu elemen yang penting dalam peleburan adalah panas, panas dihasilkan dari generator, pembakaran bahan bakar dan juga pembakaran batubara sebagai reduktor. Maka sebaiknya digunakan batubara antrasit tulen yang selain memiliki fixed carbon tinggi juga memiliki kalori yang tinggi sehingga kebutuhan energi yang tinggi dapat mudah terpenuhi dan juga lebih irit dalam penggunaannya.
55