TELAAH JURNAL MATA AJAR KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh: INDAH KURNIASARI G2A216106
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata dimana klien mengintrepetasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar. Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat individu itu penuh baik.Menurut May Durant Thomas(1991) dalam Andre (2009) halusinasi secra umum dapat ditemukan pada klien gangguan jiwa seperti : skhizofrenia,depresi,delirium,dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.Dan berdasarkan hasil pengkajian pada klien di beberapa rumah sakit jiwa di pulau jawa ditemukan 85% klien dengan kasus halusinasi. Dan berdasarkan hasil rekapitulasi data di RSDK Dadi Makassar,terhitung jumlah pasien dengan gangguan halusinasi pada tahun 2010 sebanyak 12.914 klien dan pada tahun 2011 jumlah klien halusinasi menjadi 11.410 ,sedangkan ,sedangkan pada tahun 2012 jumlah meningkat menjadi 14.008 klien. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Dalam penyusunan makalah telaah jurnal ini,tujuan penulis adalah mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerapan asuhan keperawatan klien halusinasi terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan tujuan khusus dari penulisan makalah makalah telaah jurnal jurnal ini adalah adalah : 1) Menjelaskan Pengertian Halusinasi 2) Menjelaskan Penyebab Halusinasi 3) Menjelaskan Tanda Gejala halusinasi 4) Menjelaskan klasifikasi Halusinasi 5) Menjelaskan Konsep Asuhan keperawatan keperawata n klien dengan halusinasi.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah sensori persepsi yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Kesimpulannya, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. 2.2 Klasifikasi Halusinasi 1.Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. 2.Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. 3.Penghidung Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4.Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. 5.Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 6.Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine 7.Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.3 Penyebab A. FAKTOR PREDISPOSISI Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah: 1. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3. Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. B.
FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1 Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2.Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3.Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2.4 Manifestasi Klinik 1.
Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertaibu Sa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. 2.Fase Kedua / comdemming Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas. 3. Fase Ketiga / controlling Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah. 4. Fase Keempat / conquering/ panik Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam ibu Saktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) : 1.
Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis : a.
Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b.
Menggerakkan bibir tanpa bicara
c.
Gerakan mata cepat
d.
Bicara lambat
e.
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2.
Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis : a.
Cemas
b.
Konsentrasi menurun
c.
Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3.
Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis : a.
Cenderung mengikuti halusinasi
b.
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c.
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d.
Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4.
Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis : a.
Pasien mengikuti halusinasi
b.
Tidak mampu mengendalikan diri
c.
Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d.
Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2.5 Akibat Yang Ditimbulkan Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan Gejala : 1. Memperlihatkan permusuhan 2.Mendekati orang lain dengan ancaman 3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai 4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang
2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : 1.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap peraibu Sat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. 2.
Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Peraibu Sat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan. 3.
Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, peraibu Sat dapat menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien. 4.
Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadibu Sal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai. 5.
Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses keperawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperaibu Satan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui
bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Peraibu Sat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan. Farmako:
NAMA OBAT Chlopromazine
(Promactile,
FUNGSI
DOSIS
Menstabilkan senyawa alami
Largactile)
otak.
Haloperidol (Haldol, Serenace,
Mengobati
kondisi
Lodomer)
gangguan
emosional,
gugup,
30-800 mg
1-100 mg
dan
mental(missal, skizofrenia) Loxapine
Mengatasi agitasi psikotik akut, untuk
menggurangi
permusuhandan
20-150 mg
sikap
hilangnya
kendali otonomi pasien yang sering kali berkaitan dengan penggunaan obat yang diberikan secara intramuscular Clozapine (Clorazil)
Untuk penenang
300-900 mg
Trihexyphenidyl
Melemaskan otot-otot yang kaku
2 x 2 mg
2.7 Mekanisme Koping Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
2.8 Rentang Respon Respon Adaptif
Respon Maladapif
-
Berpikir logis
-
Pikiran menyimpang
-
Kelainan pikiran/delusi
-
Persepsi akurat
-
Ilusi
-
Halusinasi
-
Emosi konsisten dengan pengalaman
-
Reaksi emosional
-
-
Berlebihan/berkurang
Ketidakmampuan untuk mengatasi emosi
Hubungan social yang harmonis
-
Perilaku ganjil/tidak lazim
-
-
Menarik diri
Perilaku terorganisir
-
Isolasi sosial
-
2.9 Pohon Masalah
Effect
Core Problem
Cause
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Isolasi Sosial ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
tidak
3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas Klien Meliputi nama,jenis kelamin, umur, alamat lengkap, No. MR, penanggung jawab. 3.1.2 Alasan Masuk Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. 3.1.3
Faktor Predisposisi 1)
Faktor perkembangan terlambat
•
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
•
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
•
Usia sekolah mengalami peristiwa yang ti dak terselesaikan
2)
Faktor komunikasi dalam keluarga
•
Komunikasi peran ganda
•
Tidak ada komunikasi
•
Tidak ada kehangatan
•
Komunikasi dengan emosi berlebihan
•
Komunikasi tertutup
•
Orangtua yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik dalam
keluarga 3)
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. 4)
Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif. 5)
Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik. 6)
Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
3.1.4 Faktor presipitasi Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1)
Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak. 2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal). 3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku. 1)
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obatobatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2)
Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan. 3) Sikap Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala. 4) Perilaku Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila peraibu Sat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi : •
Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan. •
Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari. •
Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien. •
Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
3.1.5 Pemeriksaan fisik -
Rambut : Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang mudah rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
-
Kepala : Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu, kebersihan.
-
Mata : Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
-
Hidung : Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
-
Mulut : Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya, kebersihan
-
Gigi : Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
-
Telinga : Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
-
Kulit : Lihat kebersihan, adakah lesi, ibu Sarna kulit, teksturnya, pertumbuhan bulu.
-
Genetalia : Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra, keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang dikeluarkan
3.1.6 Analisa Data No
Data
Masalah
Data subyektif –
Mendengar suara/kegaduhan Gangguan Sensori
1 –
Menyurh melakukan sesuatu yang berbahaya
Persepsi: Halusinasi
–
Mendengar suara yang mengajak bercakapcakap.
Isinya:
(menyuruh
klien
Pendengaran
untuk
tertawa,memukul) Data obyektif –
Bicara atau tertawa sendiri
–
Marah-marah tanpa sebab
–
Menutup telinga
2 Data subyektif :
ISOLASI SOSIAL
Klien mengatakan Malas berinteraksi, tidak mampu, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data obyektif : - Klien terlihat Mengurung diri - Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain
3
Data subyektif : -
Klien mengatakan pernah melakukan tindak
Resiko Kekerasan
Perilaku
kekerasan -
Informasi dari keluarga yang dilakukan oleh pasien
-
Mendengar suara-suara
Data obyektif : -
Ada tanda/jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh
-
3.1.7
Tampak tegang saat bercerita
Masalah keperaibu Satan yang mungkin muncul
1.
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
2.
Isolasi Sosial
3.
Resiko Perilaku Kekerasan
3.1.8
Pohon masalah
Effect
Core Problem
Cause
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Isolasi Sosial
BAB III ANALISA JURNAL
A.Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan asuhan keperawatan pada klien halusinasi terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi di RSDK Dadi Makassar. B.Metode Penelitian 1.Responden Responden merupakan klien dengan halusinasi di RSDK Dadi Makasar berjumlah 32 responden. Analisis
karakteristik
responden
adalah
berdasarkan
umur,jenis
kelamin,suku,agama,pendidikan,penerapan asuhan keperawatan,sikap dan ketrampilan. 2.Rancangan Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan penulis adalah dengan rancangan pra-pasca test dalam satu kelompok(one-group pra post test design ) yaitu mengungangkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. (Nursalam,2011) 3.Terapi / Intervensi yang diberikan beserta pemberiannya. Terapi yang diberikan kepada responden yaitu klien dengan halusinasi adalah dengan penerapan asuhan keperawatan halusinasi. 4.Instrumen Penelitian Dalam pengumpulan data menggunakan tehnik observasi dan wawancara. Lembar observasi penelitian dikembangkan menjadi 5 item pengamatan dan setiap pengamatan diperlukan pilihan alternatif jawaban (ya) dan (tidak) ,cara mengukur kemampuan klien mengontrol halusinasi ini dengan memberi skor pada jawaban responden.
Skor
2 untuk jawaban (ya), skor
1 untuk jawaban (tidak),kemudian dijumlahkan dan jumlah
menunjukkan bagaimana kemampuan klien mengontrol halusinasi. Pengolahan data menggunakan prosedur EDITING,KODING,TABULASI . Analisa
data
menguraikan
dengan
cara
memberikan
intrepetasi
terhadap
data
terkumpul,menggunakan kode statistik komputer SPSS versi 16.00 dengan menggunakan uji
yang chi
square .
C.Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Analisis Univariat 1) Dari tabel 1, maka diketahui bahwa umur responden yang paling banyak adalah kelompok 26 s/d 40 tahun dengan jumlah responden sebanyak 21 orang (65,6%) sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah 10 s/d 25 tahun dengan jumlah responden sebanyak 5 orang (15,6%). 2) Berdasarkan tabel 2, maka diketahui Bahwa jenis kelamin dari total 32 responden 25 orang (78,1%) responden berjenis kelamin laki-laki sedangkan 7 orang (21,9%) lainnya berjenis kelamin perempuan. 3) Dari tabel 3 maka diketahui bahwa suku responden yang paling banyak adalah yang bersuku Bugis dengan responden 26 orang (81,2%) sedangkan suku responden yang paling sedikit adalah yang bersuku Makassar dengan responden 2 orang (6.2%). 4) Berdasarkan tabel 4, maka diketahui bahwa agama dari total 32 responden 28 orang (87,5%) yang beragama Islam sedangkan 4 orang (12,5%) lainnya beragama Kristen. 5) Berdasarkan tabel 5, maka diketahui bahwa kelompok pendidikan responden yang terbanyak adalah SMP dengan jumlah responden sebanyak 13 orang (40,6%) sedangkan pendidikan responden yang paling sedikit adalah SD dengan jumlah responden sebanyak 8 orang (25 %). 6) Berdasarkan tabel 6, maka diketahui bahwa responden dengan penerapan askep yang baik sebanyak 20 orang (62,5%) sedangkan responden dengan penerapan askep yang cukup baik sebanyak 12 orang (37,5%) responden. 7) Berdasarkan tabel 7, maka diketahui bahwa sikap responden dalam mengontrol halusinasi pada saat pre test yang dalam kategori baik sebanyak 14 responden (43,8%) sedangkan yang dalam ketegori cukup sebanyak 18 respoden (56,2%).
8) Pada tabel 8, maka bahwa keterampilan responden dalam mengontrol halusinasi pada saat pre test yang dalam kategori baik sebanyak 13 responden (40,6%) sedangkan yang dalam ketegori cukup sebanyak 19 respoden (59,4%) 9) Berdasarkan tabel 9, maka diketahui bahwa sikap responden dalam mengontrol halusinasi pada saat post test yang dalam kategori baik sebanyak 16 responden (50%) sedangkan yang dalam ketegori cukup sebanyak 16 respoden (50%). 10) Berdasarkan tabel 10, maka diketahui bahwa keterampilan responden dalam mengontrol halusinasi pada saat post test yang dalam kategori baik sebanyak 18 responden (56,2%) sedangkan yang dalam ketegori cukup sebanyak 14 respoden (48,3%). 2. Analisis Bivariat Berdasarkan tabel
11, maka diketahui bahwa pada penerapan asuhan keperawatan yang baik
terdapat 13 responden (40,6%) yang memiliki sikap baik dan 7 responden (21,8%) yang memiliki sikap cukup sedangkan pada penerapan asuhan keperawatan yang cukup terdapat 3 responden (9,4%) yang memiliki sikap baik dan 9 responden (28,1%) yang memiliki sikap cukup. Berdasarkan tabel
12, maka diketahui bahwa pada penerapan asuhan keperawatan yang baik
terdapat 8 responden (25%) yang memiliki keterampilan baik dan 12 responden (37,5%) yang memiliki keterampilan
cukup sedangkan pada penerapan asuhan keperawatan yang cukup terdapat 10
responden (31,2%) yang memiliki keterampilan baik dan 2 responden (6,2%) yang memiliki keterampilan cukup.
D. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Sikap Dalam Mengontrol Halusinasi. Pada tabel 11 dijelaskan bahwa pada penerapan asuhan keperawatan yang baik terdapat 13 responden (40,6%) yang memiliki sikap baik dan 7 responden (21,8%) yang memiliki sikap cukup sedangkan pada penerapan asuhan keperawatan yang cukup terdapat 3 responden (9,4%) yang memiliki sikap baik dan 9 responden (28,1%) yang memiliki sikap cukup.
Berdasarkan tabel 7 dan
8 maka dapat disimpulkan bahwa sikap responden dalam mengontrol halusinasi pada saat pre test yang dalam kategori baik sebanyak 14 responden (43,8%) mengalami peningkatan setelah dilakukan
pemberian asuhan keperawatan dimana bertambah menjadi 16 orang (50%) sedangkan yang dalam ketegori cukup pada pre test sebanyak 18 respoden (56,2%) berkurang menjadi16 respoden (50%). 2. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Keterampilan Dalam Mengontrol Halusinasi. Berdasarkan tabel 8 dan 9
dapat disimpulkan bahwa keterampilan responden dalam mengontrol
halusinasi pada saat pre test yang dalam kategori baik sebanyak 13 responden(40,6%) meningkat menjadi 18 responden (56,2%) pada post test setelah diberikan asuhan keperawatan. Sedangkan keterampilan responden dalam mengontrol halusinasi pada pre test yang dalam ketegori cukup sebanyak 19 respoden (59,4%) menurun pada post test yaitu sebanyak 14 respoden (48,3%) setelah dilakukan asuhan keperawatan. .
BAB IV PEMBAHASAN A.Analisa Konsep Dasar Dan Hasil Penelitian Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata dimana klien mengintrepetasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar. Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat individu itu penuh baik.Menurut May Durant Thomas(1991) dalam Andre (2009) halusinasi secra umum dapat ditemukan pada klien gangguan jiwa seperti : skhizofrenia,depresi,delirium,dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.Dan berdasarkan hasil pengkajian pada klien di beberapa rumah sakit jiwa di pulau jawa ditemukan 85% klien dengan kasus halusinasi. B.SOP yang didapatkan direkomendasikan dari hasil penelitian berdasar fenomena Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iis Tri Rusniati di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang (2010) mengatakan bahwa setelah perawat mengkaji dan menentukkan masalah, mengajarkan strategi dan cara –cara untuk menghindari halusinasi, mendorong dan memberikan motivasi serta penguatan, pasien berkeinginan atau berniat untuk menghindari terjadinya halusinasi.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari Hasil penelitian berjudul “PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSDK DADI MAKASS AR” Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian asuhan keperawatan terhadap sikap dalam mengontrol halusinasi pada klien di RSDK Dadi Makasar.Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil analisi uji statistic didapatkan nilai p = 0,028 dimana p<α 0.05. b. Terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian asuhan keperawatan terhadap ketrampilan dalam mengontrol halusinasi dari klien di RSDK Dadi Makassar B.Saran Berdasarkan hasil yang dicapai dalam penelitian ini,ada beberapa hal yang perlu disarankan oleh penulis,yaitu: a. Untuk perawat sebaiknya melakukan penerapan asuhan keperawatan sesuai intervensi protap keperawatan pada masalah keperawatan dengan gangguan persepsi sensori;Halusinasi karena hal ini telah dibuktikan pada penelitian yang telah dilakukan di RSDK Dadi Makassar. b. Untuk penelitian selanjutnya agar mengkaji lebih mendalam tentang penerapan asuhan keperawatan pda klien halusinasi terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi agar ditemukan ide atau pikiran pikiran baru dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA Direja,A.H.S,2011, ” Asuhan Keperawatan Jiwa”.Nuha medika: Yogyakarta Erlinafsiah.2010. ” Modal perawat dalam Praktik keperawatan Jiwa ”. Tran Info Medika: Jakarta Timur Keliat, B, A. & Akemat. 2012. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Penerbit: EGC. Jakarta. Notoatmodjo. Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan,Penerbit: PT. RINEKA CIPTA,Jakarta. Notoatmodjo. Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehehatan,Penerbit: PT. RINEKA CIPTA,Jakarta. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, ed. 2. Salemba Medika. Jakarta. Stuart & Sundeen. 2007. Buku Saku Keperwatan Jiwa, Edisi 3. EGC: Jakarta. S,Trimelia. 2011. “Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi”. Penerbit: Trans Info Media: Jakarta Timur. Sumber data laporan RSKD Dadi Makassar 2012. Yosep, I. 2011. Keperawatan jiwa Edisi revisi.Penerbit: PT. Refika Aditama. Bandung.