Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
METODA KARAKTERISASI BAHAN POLIMER Dra. Ani Sutiani, M.Si1 Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang polimer, secara khususnya tentang beberapa metode karakteristik yang secara umum digunakan untuk analisa polimer. Metoda yang dikaji dalam artikel ini adalah metode analisa termal, yang meliputi DTA, DSC dan TGA, analisa permukaan dengan SEM dan TEM, analisa morfologi dengan difraksi sinar X, dan analisa sifat mekanik yang meliputi kuat tarik dan perpanjangan. A. Pendahuluan Sintesis polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Aplikasi bahan polimer dalam kehidupan manusia sehari-hari dengan tujuan memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari mulai polimer komoditas sampai bahan polimer teknik maupun polimer khusus. Penyediaan berbagai bahan polimer ini tidak dapat terpenuhi jika hanya menggunakan cara polimerisasi, tetapi molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer baru melalui reaksi dengan polimer lain atau senyawa aditif dengan bobot molekul rendah. Teknik karakterisasi umumnya bertujuan untuk mengamati sifat fisika dan sifat mekanis suatu bahan polimer dalam aplikasi polimer sebagai barang jadi. Setelah penemuan sifat stereoregular dan bentuk kristal bahan polimer yang ternyata mempengaruhi sifat dan aplikasi bahan polimer, maka beberapa teknik pengujian yang lebih luas sudah mulai dikembangkan. Tujuan dari karakterisasi polimer kemudian meluas sejalan dengan meluasnya pemakaian bahan polimer untuk menunjang meningkatnya kebutuhan bahan polimer bagi kehidupan manusia. Untuk pemakaian sistem polimer multifase seperti poliblen, kopolimer dan komposit polimer diperlukan pengetahuan mengenai panjang rantai, mikrostruktur dan konformasi rantai. Sedangkan aplikasi bahan polimer dalam bentuk plastik, elastomer, serat dan perekat memerlukan informasi tentang sifat morfologi, sifat permukaaan, sifat fisik dan kekuatan mekanis. Hal ini berarti dewasa ini pengetahuan tentang karakterisasi polimer merupakan bagian penting dalam kimia polimer dan berkembang cepat sesuai dengan kebutuhan dan aplikasi polimer dalam kehidupan yang ditunjang dengan teknik instrumen modern. Oleh karena itu
1
Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA UNIMED
1
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
dalam artikel ini dikaji secara singkat tentang beberapa metoda karakterisasi polimer yang terdiri dari analisa termal, analisa permukaan, sifat morfologi dan sifat mekanik. B. Karakterisasi Polimer 1. Analisa Termal Analisa termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisika dan kimia bahan sebagai fungsi temperatur. Yang termasuk ke dalam metoda analisis termal adalah DTA (Differential Thermal Analysis), DSC (Differential Scanning Colorimetry) dan TGA (Thermogravimetry). Dalam Thermogravimetri (TGA), perubahan massa sampel diukur sebagai fungsi temperatur. Pengukuran atau perubahan massa sampel ini diukur secara kontinyu dengan kecepatan tetap. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai kurva antara berat yang hilang terhadap temperatur yang disebut termogram. Kurva ini dapat memberikan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif tentang sampel yang dianalisa. Termogram TGA memperlihatkan tahaptahap dekomposisi yang terjadi akibat perlakuan termal, seperti ditunjukkan Gambar 1.
B
Wo W1
W2 A T1
T2
T3
Temperatur Gambar 1. Termogram TGA
2
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Pada Gambar 1 terlihat bahwa pada temperatur T 1, bahan mengalami kehilangan berat sebesar W0 – W1. Pada temperatur T2 dan T3, sampel mengalami kehilangan berat sebesar W1-W2 dan W2-W3. Persentase kehilangan berat ini berkaitan dengan perubahan kimia yang menyebabkan perubahan berat sampel. Dalam bidang polimer, analisis termogravimetri ini terutama dipakai untuk mempelajari degradasi termal, kestabilan termal, degradasi oksidatif, komposisi dan identifikasi polimer. Dalam DTA, panas yang diserap atau dibebaskan dari suatu sistem atau sampel diamati dengan cara mengukur perbedaan temperatur antara sampel dengan senyawa pembanding sebagai fungsi temperatur. Perubahan panas yang dicatat dalam metoda ini adalah akibat kehilangan atau penyerapan panas karena adanya reaksi dalam sampel baik secara eksotermis maupun endotermis. Jika ∆H positif (reaksi endotermis) maka temperatur sampel akan lebih rendah dari pembanding, sedangkan jika ∆H negatif (reaksi eksotermis) maka temperatur sampel akan melebihi senyawa pembanding. Sementara dalam DSC, sampel dan pembanding merupakan subjek untuk mengubah temperatur, akan tetapi panas yang diberikan baik pada sampel maupun pembanding diperlukan untuk menjaga agar keduanya (sampel dan pembanding) berada pada temperatur yang identik. Ini berarti dalam teknik DSC, panas yang diserap amaupun dibebaskan bertujuan untuk membuat perbedaan temperatur antara sampel dan senyawa pembanding menjadi nol. Kurva DSC biasanya menjadi satu dengan kurva DTA. Kedua kurva diplot sebagai fungsi temperatur dengan kecepatan tetap (konstan). Perbedaan kedua alat ini terletak pada ordinatnya. Pada pengukuran DTA, ordinat menunjukkan perbedaan temperatur sampel dengan pembanding, ∆T, sedangkan pada DSC, ordinat menunjukkan perbedaan energi (kapasitas panas) antara sampel dengan pembanding, d∆Q/dt.Dalam DTA, panas yang diserap atau dibebaskan dari suatu sistem
atau sampel diamati dengan cara mengukur
perbedaan temperatur antara sampel dengan senyawa pembanding sebagai fungsi temperatur. Perubahan panas yang dicatat dalam metoda ini adalah akibat kehilangan atau penyerapan panas karena adanya reaksi dalam sampel baik eksotermis maupun endotermis. Jika ∆H positif (reaksi endotermis) maka temperatur sampel akan lebih rendah dari pembanding, sedangkan jika ∆H negatif (reaksi eksotermis) maka temperatur sampel akan melebihi senyawa pembanding. Bentuk kurva DTA dan DSC secara umum ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam penelitian polimer, teknik ini digunakan untuk mengukur transisi gelas (Tg), titik leleh (Tm), dan temperatur dekomposisi (Td). 3
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Kristalisasi Oksidasi, reaksi kimia, ikatan silang Orde kedua
∆T (oC)
d∆Q/dt Garis dasar pergeseran
Transisi orde pertama Padat-padat Transisi Pelelehan Tg
Tc
Degradasi atau penguapan
Tm
Kurva DTA
Kurva DSC
Gambar 2. Pola Umum Kurva DTA dan DSC 2. Analisa Permukaan Metoda yang dapat digunakan dalam analisa permukaan adalah SEM (Scanning Electron Microscopy) dan TEM (Transmition Electron Microscopy). Ditinjau dari jalannya berkas media, SEM dapat dianalogikan dengan mikroskop optik metalurgi, sedangkan TEM analog dengan mikroskop optik biologi. SEM dan mikroskop optik metalurgi menggunakan prinsip refleksi, dalam arti permukaan spesimen memantulkan berkas media. TEM dan mikroskop biologi memakai prinsip transmisi, artinya berkas media menembus spesimen yang tipis. Perbandingan SEM dan TEM ditunjukkan pada Tabel 1. Metoda yang paling banyak digunakan adalah SEM. Pada dasarnya SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm, diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar-X, elektron sekunder, elektron auger, dan absorpsi elektron 4
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Tabel 1. Perbandingan SEM dan TEM Variabel
SEM
TEM
Penyinaran
Berkas elektron 0,06Å
Berkas elektron 0,01Å
Lingkungan
Vakum 10-6 Torr
Vakum 10-6 Torr
Lensa
Magnetik
Magnetik
Daya pisah
60Å
1,4 Å
Perbesaran
10X – 180.000X
300.000X
Pemfokusan
Elektronik
Elektronik
Pembentukan bayangan
Secondary electron & back scattered electron
Transmisi elektron
Pengamatan
Pada CRT
Pada layar proyeksi
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor kemudian diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Spesimen untuk SEM dapat berupa material yang tebal. Untuk pemeriksaan permukaan patahan (fraktograpi), permukaan diusahakan tetap seperti apa adanya, namun bersih dari kotoran, misalnya minyak dan debu. Selain itu permukaan spesimen harus bersifat konduktif. Jika spesimen merupakan suatu bahan isolator maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Bahan pelapis yang biasa digunakan adalah emas, perak, dan aliasi emas paladium. Proses pelapisan dilakukan di dalam ruang penguapan vakum. Adanya material yang tidak konduktif, misalnya serat kertas atau kotoran di permukaan spesimen akan menyebabkan terjadinya efek charging yang kelihatan berwarna sangat terang pada gambar SEM. Oleh karena itu permukaan spesimen harus bersih dari kotoran dan tidak terkontaminasi oleh keringat. 1. Analisa Morfologi
5
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Analisa morfologi bahan polimer pada umumnya menggunakan metoda difraksi sinar X, yang bertujuan untuk menentukan derajat kristalinitas sampel. Sinar X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5 –2,5 Å. Sinar ini bergerak menurut garis lurus, tidak terdiri dari partikel bermuatan sehingga tidak dibelokkan oleh medan magnet. Sinar-X ini terjadi bila suatu sasaran logam ditembaki oleh berkas elektron berenergi tinggi. Sinar X memiliki dua jenis spektrum yaitu radiasi kontinyu, berupa pitapita lebar dan radiasi karakteristik yang dinyatakan dalam puncak-puncak khas yang banyak digunakan untuk analisa struktur. Pada metoda difraksi sinar X diperlukan sinar monokromatik. Jika sinar X monokromatik mengenai sampel, maka ada dua proses yang kemungkinan terjadi yaitu : a. jika sampel memiliki struktur kristalin, maka sinar X akan terhambur secara koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai efek difraksi sinar X. b. Jika sampel memiliki struktur kristalin dan amorf, maka sinar X akan terhambur secara tidak koheren. Peristiwa ini dikenal sebagai hamburan Compton. Disamping dapat digunakan untuk analisa kualitatif, difraksi sinar-X juga dapat digunakan untuk melakukan analisa kuantitatif yaitu dalam penentuan derajat kristalinitas suatu sampel. Difraktogram yang diperoleh memberikan informasi tentang daerah-daerah kristalin dan daerah-daerah amorf. Daerah kristalin ditandai dengan puncak-puncak yang tajam sedangkan daerah amorf ditandai dengan puncak-puncak yang lebar. Polimer linier pada umumnya bersifat semikristalin, yang berarti memiliki bagian amorf dan kristalin. Baik bagian amorf maupun kristalin dapat berinteraksi dengan sinar-X dan menunjukkan intensitas hamburan yang spesifik seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Hamburan kristalin
Ic
Hamburan amorf Latar belakang
Ia Hamburan compton
6
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Sudut difraksi (2θ) Gambar 3. Pola Umum Difraktogram Polimer Semikristalin 4. Analisa Sifat Mekanik Pengujian sifat mekanik bahan polimer banyak digunakan untuk mendapatkan data mengenai kualitas bahan tersebut. Metoda yang digunakan adalah uji tarik. Dari uji tarik ini akan diperoleh kurva tegangan-regangan (stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva ini untuk polimer adalah kekuatan tarik dan perpanjangan dari bahan. Kekuatan tarik merupakan reaksi ikatan antara atom-atom atau antara ikatan-ikatan dalam polimer terhadap gaya luar atau tegangan. Melalui pengujian kekuatan tarik diperoleh kurva tegangan (stress) terhadap regangan (strain). Bentuk umum kurva tegangan-regangan ditunjukkan Gambar 4. B’ Elongation at break Elongation at yield A’
Stress
Ultimate strength Yield stress
O
A
B Strain
Gambar 4. Bentuk Umum Kurva tegangan-regangan bahan polimer Pada kurva tegangan-regangan terdapat daerah yang masing-masing menggambarkan proses fisik tertentu. Pada daerah O-A’ bahan bersifat elastis dan perubahan yang terjadi bersifat reversibel. Jika beban bertambah sampai pada suatu nilai tertentu yang lebih kecil dari A’ kemudian beban dilepas, maka kurva tegangan-regangan akan kembali ke keadaan semula. Deformasi elastis ini disebabkan terjadinya tekukan (bending) dan 7
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
tarikan (stretching) pada ikatan kovalen sepanjang rantai polimer. Kemiringan kurva pada daerah O-A’ dapat digunakan untuk menentukan modulus elastisitas suatu bahan polimer, seperti dinyatakan persamaan (2). E=
σ ε
(2)
Keterangan : E : Modulus elastisitas σ
: tegangan/ stress (Kgf/mm2)
ε
: regangan/ strain (%) Selanjutnya pada titik A’ (yield point) terjadi kenaikan defleksi tanpa adanya
kenaikan beban. Untuk bahan polimer yang bersifat plastis, adanya yield point mudah diidentifikasi. Kemudian polimer akan mengalami deformasi yang bersifat permanen. Adanya deformasi disebabkan slip antar rantai membentuk orientasi yang makin teratur sampai pada titik B’ yang disebut ultimate stress. Pada titik B’ terjadi tegangan maksimum tanpa merusak yang disebut kekuatan tarik (tensile strength), akibatnya pada spesimen uji mengalami pengecilan penampang dan akhirnya spesimen patah. Berbagai bentuk kurva tegangan-regangan dari bahan polimer ditunjukkan pada Gambar 5. Lunak & lemah
Keras & getas
Lunak & ulet
Regangan Keras & kuat
Keras dan ulet
Regangan Gambar 5. Berbagai bentuk kurva tegangan-regangan bahan polimer
8
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum yang masih dialami bahan polimer/ spesimen untuk menahan gaya yang diberikan tanpa menyebabkan kerusakan. Sedangkan perpanjangan adalah penambahan panjang yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Besarnya kekuatan tarik bahan dapat ditentukan melalui persamaan (3), dan besarnya perpanjangan bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4). F τ = maks A
(3)
Keterangan : τ : Kekuatan tarik bahan (Kgf/mm2) Fmaks A
: Tegangan maksimum (Kgf) : Luas penampang lintang (mm2) %E =
L − Lo x100% Lo
(4)
Keterangan : %E : Perpanjangan Lo : Panjang spesimen mula-mula L : Panjang spesimen setelah diberikan beban hingga putus. C. Penutup Beberapa metoda yang banyak digunakan dalam karakterisasi bahan polimer adalah metode analisa termal, yang meliputi DTA, DSC dan TGA, analisa permukaan dengan SEM dan TEM, analisa morfologi dengan difraksi sinar X, dan analisa sifat mekanik yang meliputi kuat tarik dan perpanjangan. Analisa termal merupakan pengukuran sifat-sifat fisika dan kimia bahan sebagai fungsi temperatur. Dari hasil analisa termal dapat diketahui temperatur transisi grlas, temperatur kristalisasi, temperatur leleh, dan temperatur degradasi maupun dekomposisi, serta pengurangan berat akibat dekomposisi maupun degradasi bahan polimer tersebut. Analisa permukaan pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Analisa morfologi bahan polimer pada umumnya menggunakan metoda difraksi sinar X, yang bertujuan untuk menentukan derajat kristalinitas sampel. Derajat kristalinitas polimer dapat ditentukan bila hamburan kristalin dapat dipisahkan dari hamburan amorf,
9
Kultura Volume: 10 No.1 Maret 2009
dengan cara menghitung perbandingan luas hamburan kristalin terhadap luas total hamburan (amorf+kristalin). Analisa sifat mekanik bahan polimer banyak digunakan untuk mendapatkan data mengenai kualitas bahan polimer. Metoda yang digunakan adalah uji tarik. Dari data uji tarik ini akan diperoleh kurva tegangan-regangan (stress-strain), yang dapat memperlihatkan kekuatan tarik dan perpanjangan dari bahan polimer. Daftar Pustaka Allcock, H.R & Frederick W. Lampe., (1981), Contemporary Polymer Chemistry, 2nd edition, Prantice-Hall Inc, New Jersey. Billmeyer, J.R., (1984), Textbook of Polymer Science, John Wiley and Sons Inc., New York. Cowd, M.A., (1991), Kimia Polimer, Terjemahan Harry Firman, ITB, Bandung. Elias, H.G., (1993) An Introduction to Plastic, VCH Publishers Ins. New York USA. Rabek, J.F., (1980), Experimental Methods of Polymer Chemistry, John Wiley and Sons, New York, USA. Siswosuwarno, M., (1996), SEM Sebagai Salah Satu Teknik Pemeriksaan Material, Makalah seminar on Advances in Materials Research and Development, ITB, Bandung. Sopyan, I., (2001), Kimia Polimer, Pradnya Paramita, Jakarta. Sperling, L.H., (1986), Introduction to Physical Polymer Science, John Wiley and Sons, New York.
10