PT. PERTAMINA EP - PPGM
KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL. Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek lingkungan. Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundangundangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya. Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini.
Jakarta, November 2007 General Manajer PPGM,
Suryasumirat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
i
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan 1.2.2. Manfaat 1.3. Peraturan BAB 2. RUANG LINGKUP STUDI 2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen Rencana Kegiatan 2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah 2.1.1.1. Status Studi AMDAL 2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat 2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak 2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan 2.1.1.3.2. Rencana Kegiatan yang Diduga Akan Menimbulkan Dampak 2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan 2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal 2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan 2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi 2.2.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air 2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi 2.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah 2.2.1.6. Transportasi 2.2.2. Komponen Biologi 2.2.2.1. Biota Darat 2.2.2.2. Biota Air 2.2.3. Komponen Sosial 2.2.3.1. Kependudukan 2.2.3.2. Sosial Ekonomi 2.2.3.3. Sosial Budaya
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
i ii v viii x
I-1 I-2 1-2 1-3 I-3 II-1 II-1 II-1 II-2 II-5 II-5 II-36 II-71 II-74 II-74 II-74 II-79 II-86 II-93 II-100 II-104 II-105 II-105 II-107 II-107 II-107 II-113 II-119
ii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.3.
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat 2.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan 2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat 2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan Pelingkupan 2.3.1. Proses Pelingkupan 2.3.2. Hasil Pelingkupan 2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik 2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
II-123 II-123 II-125 II-128 II-128 II-128 II-165 II-165 II-167
BAB 3. METODE STUDI 3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data III-1 3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia III-2 3.1.1.1. Iklim, Kualitas udara Ambien, Kebisingan, Kebauan dan III-2 Getaran 3.1.1.1.1. Iklim III-2 3.1.1.1.2. Kualitas udara, kebisingan dan kebauan III-6 3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi III-7 3.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air III-10 3.1.1.3.1. Hidrologi III-10 3.1.1.3.2. Kualitas Air III-13 3.1.1.4. Hidro-Oseanografi III-18 3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah III-23 3.1.1.6. Transportasi Darat III-25 3.1.2. Komponen Biologi III-30 3.1.2.1. Biota Air Tawar III-30 3.1.2.1.1. Plankton III-31 3.1.2.1.2. Benthos III-32 3.1.2.1.3. Nekton III-32 3.1.2.2. Biota Air Laut III-32 3.1.2.2.1. Terumbu Karang III-32 3.1.2.2.2. Nekton III-34 3.1.2.3. Vegetasi Alami dan Budidaya III-34 3.1.2.4. Satwa Liar III-35 3.1.3. Komponen Sosial III-36 3.1.3.1. Demografi III-38 3.1.3.2. Sosial Ekonomi III-39 3.1.3.3. Sosial Budaya III-41 3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat III-43 3.2. Metode Prakiraan Dampak Penting III-55 3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak III-55 3.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak III-58 3.3. Metode Evaluasi Dampak Penting III-63
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
iii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
BAB 4. PELAKSANA STUDI 4.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL 4.1.1. Pemrakarsa 4.1.2. Identitas Penyusun AMDAL 4.2. Biaya Studi 4.3. Waktu Studi
IV-1 IV-1 IV-1 IV-3 IV-4
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
iv
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR TABEL
1.1. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13. 2.14 2.15. 2.16. 2.17. 2.18. 2.19. 2.20. 2.21. 2.22. 2.23. 2.24. 2.25. 2.26. 2.27. 2.28. 2.29.
Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain Komposisi Gas Hasil Produksi Gas Blok Matindok (dalam % mol) Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur Pengembangan Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS dan GPF Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangungan GPF Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG Peralatan Konstruksi Kilang LNG Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit GPF Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat Emisi Udara Kilang LNG Data Iklim Wilayah Studi Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan Konversi ISPU Menjadi Skala Kualitas Lingkungan Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara & Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Tanah Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Sungai Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai Debit Harian Rata-Rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Konstanta Pasut Yang Diperoleh Dari Pengukuran 15 Hari Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi di Wilayah Studi Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-4 II-5 II-7 II-8 II-13 II-37 II-38 II-39 II-40 II-41 II-44 II-58 II-59 II-66 II-74 II-75 II-76 II-77 II-78 II-79 II-87 II-88 II-89 II-89 II-90 II-91 II-92 II-95 II-107 II-108
v
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.30 2.31. 2.32. 2.33. 2.34. 2.35. 2.36. 2.37. 2.38. 2.39. 2.40. 2.41. 2.42. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 3.13. 3.14. 3.15. 3.16. 3.17. 3.18. 3.19. 3.20.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan di Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (juta rupiah) Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (%) Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah studi Tahun 2004 Jumlah sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kab. Banggai Tahun 2003 Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kab. Banggai Tahun 2003 Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kab. Banggai Tahun 2003 Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembangan Gas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah Penggolongan Tipe Iklim Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan Aspek-aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi Parameter, serta Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan diukur (Sesuai PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002) Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan diukur (Sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001) Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Sesuai dengan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004) Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu (FCsf) Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) Kapasitas Dasar (Co) Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen Biologi Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-109 II-110 II-111 II-114 II-115 II-122 II-122 II-123 II-124 II-126 II-166 II-169 II-170 III-5 III-7 III-8 III-9 III-10 III-13 III-14 III-17 III-20 III-21 III-23 III-26 III-27 III-27 III-28 III-28 III-28 III-33 III-36 III-37
vi
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya 3.22. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat 3.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat 3.24. Komponen/Parameter Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi Pengambilan Data 3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal Masingmasing Parameter Lingkungan Yang Terkena Dampak 3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter Lingkungan Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik 3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah 3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak 3.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak 3.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah 3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting 4.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL 4.2. Jadwal Rencana Penyusunan Studi AMDAL PT. Pertamina EP-Matindok Sulawesi Tengah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-42 III-43 III-44 III-46 III-54 III-55 III-57 III-60 III-61 III-62 III-64 IV-2 IV-5
vii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR GAMBAR
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13. 2.14. 2.15. 2.16. 2.17. 2.18. 2.19. 2.20. 2.21. 2.22. 2.23. 2.24. 2.25. 2.26. 2.27. 2.28. 2.29. 2.30. 2.31. 2.32. 3.1. 3.2. 3.3.
Peta Rencana Lokasi Kegiatan PPGM Peta RTRW Kabupaten Banggai yang Termasuk Dalam Wilayah Studi Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi Lokasi Block Station Donggi dan Flowline Lokasi Block Station Matindok dan Flowline Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline Flowline Diagram Diagram Alir Block Station/Gathering Station Skema Kerja Dehydration Plant Diagram Alir Acid Gas Removal Unit PFD Acid Removal dan Sulvur Recovery Unit (Claus Process) Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya Disain Peletakan Typical Highway Crossing Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan Peta Geologi Daerah Batui Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi Mawar Gelombang Maksimum Mawar Arus Pasang Surut Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Rencana Kegiatan Pengembangan gas Matindok PT Pertamina di Kab. Banggai Peta Batas Wilayah Studi AMDAL Poligon Thiessen Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951) Peta Rencana Pengambilan Sampel
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-3 II-4 II-9 II-9 II-9 II-12 II-14 II-15 II-15 II-16 II-16 II-17 II-19 II-20 II-22 II-24 II-49 II-49 II-50 II-73 II-81 II-85 II-94 II-96 II-97 II-98 II-99 II-101 II-102 II-131 II-132 II-171 III- 4 III- 5 III- 45
viii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pengumuman Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 2.
Berita Acara Konsultasi Masyarakat Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 3.
Foto-foto Kegiatan Konsultasi Masyarakat
Lampiran 4.
Daftar Peralatan Berat dan Ringan
Lampiran 5.
Peta – Peta
Lampiran 6.
Kuesioner Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Lampiran 7.
Riwayat Hidup Penyusun Dokumen AMDAL
Lampiran 8.
Lain-lain (Kep. MPE No. 300K/38/MPE/1997, Codes and Standards)
Lampiran 9.
Gambar-Gambar Pelabuhan Khusus Kilang LNG
Lampiran 10.
Gambar Diagram Alir Kilang LNG ”Donggi-Senoro” yang Disederhanakan
Lampiran 11.
List of Code, Standard, and Reference
Lampiran 12.
Skala Kualitas Lingkungan
Lampiran 13.
Tanggapan Notulensi Rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Pusat Pembahasan KA-ANDAL PPGM
Lampiran 14.
Surat Persetujuan KA. ANDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
ix
PT PERTAMINA EP - PPGM
Bab-
1
PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pada saat penyusunan dokumen ini, peran PT PERTAMINA mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tersebut PT PERTAMINA (Persero) membentuk anak perusahaan yaitu PT Pertamina-EP yang khusus menangani dalam Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT Pertamina - EP dibentuk berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September 2005.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. LNG Arun yang terdapat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedang mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu, Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan menjadi pusat ekspor LNG keempat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana sumur pengembangan yang
berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan-
lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut disalurkan melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui pelabuhan menggunakan kapal tanker LNG. Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan ± 2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm dan kemungkinan juga mengandung unsur yang lainnya. 1.2. TUJUAN DAN MANFAAT 1.2.1. Tujuan Tujuan Proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses gas menjadi Liquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat) ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas Pemrosesan Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
1.2.2. Manfaat Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Manfaat PPGM itu antara lain: 1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan belerang (sulphur) 2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur). 3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional 4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaaan teknologi produksi gas. Selain bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek Pengembangan Gas Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT
Pertamina EP – PPGM
bermaksud melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum dilakukan pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan tersebut.
1.3. PERATURAN Di bawah ini adalah daftar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan rencana kegiatan dan peraturan sebagai dasar pelaksanan studi AMDAL (Tabel 1.1).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan Studi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah A. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Undang-Undang Tentang Republik Indonesia Undang-Undang No. 5 Pokok-pokok Agraria Tahun 1960 Undang-Undang No. 4 Perikanan Tahun 1985 Undang-Undang No. 5 Konservasi Sumberdaya Alam Tahun 1990 Hayati dan Ekosistemnya Undang-Undang Tahun 1992 Undang-Undang Tahun 1992 Undang-Undang Tahun 1992 Undang-Undang Tahun 2007 Undang-Undang Tahun 1994
9.
Terkait dengan pengadaan lahan
Terkait dengan kegiatan pemasangan pipa di dasar laut Terkait dengan keberadaan berbagai ekosistem alam dan adanya Cagar Alam Bangkiriang di sekitar rencana kegiatan No. 14 Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umum untuk kegiatan proyek No. 21 Pelayaran Terkait dengan adanya rencana pengangkutan LNG dengan moda kapal laut No. 23 Kesehatan Terkait dengan pemeliharaan kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar rencana kegiatan No. 26 Penataan Ruang Terkait dengan kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang No. 5 Pengesahan Konvensi Internasional Terkait dengan upaya pengelolaan keanekamengenai Keanekaragaman Hayati ragaman hayati yang ada di beberapa bagian lokasi proyek No. 1 Perseroan Terbatas Terkait dengan status hukum institusi pemrakarsa No. 23 Pengelolaan Lingkungan Hidup Terkait dengan arti penting Studi AMDAL
Undang-Undang Tahun 1995 10. Undang-Undang Tahun 1997 11. Undang-Undang No. 41 Kehutanan Tahun 1999
12. Undang-Undang No. 22 Minyak dan Gas Bumi Tahun 2001 13. Undang-Undang No. 65 Pajak Daerah Tahun 2001 14. Undang-Undang No. 20 Ketenagakerjaan Tahun 2002 15. Undang-Undang Tahun 2003 16. Undang-Undang Tahun 2004 17. Undang-Undang Tahun 2004 18. Undang-Undang Tahun 2004
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
No. 19 Badan Usaha Milik Negara No. 7 Sumberdaya Air No. 16 Perikanan No. 32 Pemerintahan Daerah
19. Undang-Undang No. 33 Perimbangan Keuangan antara Tahun 2004 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Terkait dengan keberadaan lahan yang akan digunakan oleh proyek yang dikuasasi oleh Departemen Kehutanan dan perkebunan Terkait dengan operasional usaha peminyakan dan gas bumi Terkait dengan kewajiban pemrakarsa untuk membayar pajak untuk daerah Terkait dengan tatacara dan pengaturan rekrutmen dan hak serta kewajiban pemrakarsa terhadap tenaga kerja Terkait dengan status pemrakarsa sebagai Badan Usaha Milik Negara Terkait dengan hubungan Pemrakarsa menggunakan sungai untuk kegiatan pemboran gas Terkait dengan hubungan pemrakarsa menggunakan air laut sebagai tempat pelabuhan gas Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengan kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom Terkait dengan pengaturan kewajiban pemrakarsa untuk membayar pajak untuk daerah dan pemerintah pusat
I-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
B. 1.
Peraturan Pemerintah Tentang Republik Indonesia PP No. 19 Tahun 1973 Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan PP No. 35 Tahun 1991 Sungai
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
Terkait dengan tata cara pengaturan dan pengawasan untuk keselamatan kerja di bidang pertambangan 2. Terkait dengan keberadaan banyak sungai yang terpotong oleh pemasangan pipa dan penggunaan air sungai dalam kegiatan proyek. 3. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan moda angkutan darat yang digunakan dalam proyek 4. PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan prasarana dan lalulintas kendaraan darat yang digunakan dalam proyek 5. PP No. 47 Tahun 1997 Rencana Tata Ruang Wilayah Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata Nasional ruang 6. PP No. 62 Tahun 1998 Penyerahan Sebagian Urusan Terkait adanya kemungkinan penyerahan Pemerintah di Bidang Kehutanan sebagian urusan pemerintah di bidang Kepada Daerah kehutanan kepada daerah yang terkait dengan rencana kegiatan 7. PP No. 68 Tahun 1998 Konservasi Sumberdaya Alam dan Terkait dengan upaya konservasi di sekeliling Kawasan Pelestarian Alam wilayah studi 8. PP No. 85 Tahun 1999 Perubahan PP. No. 18 Tahun 1999 Terkait dengan pengaturan dan pengawasan Tentang Pengelolaan Limbah limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana Bahan Berbahaya dan Beracun kegiatan 9. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Pengaturan dan pengendalian pencemaran dan/ dan/atau Perusakan Laut atau perusakan laut yang terkait dengan kegiatan di pantai 10. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak Terkait dengan arti penting pelaksanaan studi Lingkungan AMDAL 11. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Terkait dengan pengaturan dan pengendalian pencemaran udara yang mungkin ditimbulkan oleh rencana kegiatan 12. PP No. 82 Tahun 1999 Angkutan di Perairan Pengaturan dan pengawasan tentang lalulintas kapal laut yang digunakan dalam rencana kegiatan 13. PP No. 81 Tahun 2000 Kenavigasian Terkait dengan operasional dermaga 14. PP No. 150 Tahun Pengendalian Kerusakan Tanah Terkait dengan pengaturan dan pengendalian 2000 untuk Produksi Biomasa kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh proyek untuk produksi biomasa 15. PP No. 74 Tahun Pengelolaan Bahan Berbahaya Terkait dengan pengaturan, penanganan dan 2001 dan Beracun (B3) pengawasan limbah B3 yang dihasilkan oleh rencana kegitan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
Peraturan Pemerintah Tentang Republik Indonesia 16. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air B.
17. PP No. 42 Tahun 2002
18. PP No. 51 Tahun 2002 19. PP No. 20 Tahun 2006 20. PP No. 109 Tahun 2006 21. PP No. 6 Tahun 2007
22. PP No. 38 Tahun 2007
Terkait dengan pengaturan dan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air oleh rencana kegiatan, terutama pada tahap operasional. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Terkait dengan hak dan kewajiban Badan Hulu Minyak dan Gas Bumi Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam pembinaan kegiatan migas oleh pemrakarsa. Perkapalan Terkait dengan operasional dermaga Irigasi Pengaturan dan pengawasan terhadap pemboran yang akan mencemari irigasi masyarakat Penanggulangan Keadaan Darurat Terkait dengan upaya penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut tumpahan minyak di laut Tata Hutan dan Penyusunan Pengaturan yang terkait dengan adanya Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan penggunaan sebagian kawasan hutan untuk dan Penggunaan Kawasan Hutan kegiatan migas Pembagian Urusan Pemerin-tahan Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengan antara Pemerintah, Pemerintah kewenangan Pemerintah Daerah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
C. Keputusan Presiden Republik Indonesia 1. Keppres No. 18 Tahun Ratifikasi International Convention 1978 on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (CLC 1969) 2. Keppres No. 46 Tahun Pengesahan Convention for the 1986 Prevention of Pollution from Ships (Marpol 1973/1978 Annex I & II) 3. Keppres No. 32 tahun Pengelolaan Kawasan Lindung 1990 4.
5.
6.
Keppres No. 43 Tahun Konservasi Energi 1991 Keppres No. Tahun 2006
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
102
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Perpres No. 65 Tahun Pengadaan Tanah Bagi 2006 Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak Terkait dengan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran air laut yang diakibatkan oleh kegiatan lalulintas kapal laut Terkait dengan pengaturan pengelolaan kawasan lindung yang terpengaruh oleh rencana kegiatan. Terkait dengan upaya-upaya konservasi energi yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam operasionalisasi proyek. Terkait dengan pengaturan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak Pengaturan dan pengawasan pengadaan tanah bagi pemrakarsa yang terkait untuk kepentingan umum.
I-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 1. Kep.Men Perhubungan Pengadaan Fasilitas Penampungan Terkait adanya kewajiban pemrakarsa untuk No. 215/N.506/PHB-87 Limbah dari Kapal mengadakan fasilitas penampungan limbah dari kapal-kapal. 2. Kep.Men.Neg Kependu- Pedoman Penetapan Baku Mutu Terkait dengan batas Baku Mutu Lingkungan dukan dan Lingkungan Lingkungan untuk berbagai parameter lingkungan yang Hidup No. 02/MEN harus diacu oleh pemrakarsa KLH/I/ 1988 3. Kep.Men.Hub. No. KM Usaha Salvage dan/atau Pekerjaan Terkait dengan pekerjaan pemasangan pipa 23 Tahun 1990 Bawah Air (PBA) 4. Kep.Men Perhubungan Pencegahan Pencemaran Minyak Terkait dengan upaya-upaya pengaturan, No. KM 86 Tahun 1990 dari Kapal-kapal pengawasan dan pencegahan terjadinya pencemaran minyak dari kapal-kapal. 5. Kep. MPE No. Pemeriksaan Keselamat-an Kerja Adanya kewajiban untuk melakukan 06P/0746/M.PE/ 1991 Untuk Instalasi, Peralatan, dan pemeriksaan keselamatan kerja untuk instalasi, Teknis peralatan dan teknis secara rutin. 6. Kep. MNLH No. Kep- Ambang Batas Emisi Gas Buang Adanya batasan emisi gas buang bagi 35/ MENLH/10/1993 Kendaraan Bermotor kendaraan bermotor yang digunakan oleh pemrakarsa 7. Kep.Men PU No. Batas Badan Sungai, Per-untukan Terkait dengan pengaturan dan pengawasan 63/PRT/ 1993 Sungai, Daerah Pengawasan penggunaan badan dan air sungai yang digunaSungai dan Bekas Sungai kan oleh pemrakarsa 8. Kep.Men Hub No. KM Tata Cara Pemeriksaan Teknik dan Terkait dengan pemeriksaan kelaikan jalan 67/ 1993 Laik Jalan Kendaraan Bermotor di kendaraan bermotor yang digunakan oleh Jalan pemrakarsa 9. Kep.Men Hub No. KM Penyelenggaraan Angkutan Barang Adanya pedoman yang harus diikuti oleh 69/ 1993 di Jalan pemrakarsa dalam penyelenggaraan angkutan barang di jalan 10. Kep. MPE No. 103.K/ Pengawasan atas Pelaksanaan RKL dan RPL nanti akan dilaksanakan dan 008/ MEM/ 1994 Rencana Pengelolaan Lingkungan dilaporkan dengan tertib oleh pemrakarsa, dan Rencana Pemantauan karena pelaksanaan dan laporan itu akan selalu Lingkungan Dalam Bidang dievaluasi oleh institusi pembina kegiatan Pertambangan dan Energi migas. 11. Kep.Men LH No. 13/ Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ini akan MENLH/1995 Bergerak diacu dalam setiap operasi alat non mobil yang mengeluarkan emisi 12. Kep. MNLH No. Kep- Baku Tingkat Kebisingan Baku mutu tingkat kebisingan ini akan diacu 48/ MENLH/ 11/1996 dalam setiap operasi alat yang mengeluarkan kebisingan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-7
PT PERTAMINA EP - PPGM
D.
Keputusan Menteri
Tentang
13. Kep. MNLH No. Kep- Baku Mutu Tingkat Getaran 49/ MENLH/ 11/1996 14. Kep. MNLH No. Kep- Kebauan 50/ MENLH/ 11/1996 15. Kep. MPE No. Keselamatan Kerja Pipa Penyalur 300.K/38/ M/ PE/ 1997 Minyak dan Gas Bumi 16. Kep. MESDM No. 1457 Pedoman Teknis Pengelolaan K/ 38/MEM/2000 Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi 17. Kep.Men.Neg. LH No. 4 Kriteria Baku & Pedoman Tahun 2001 Penentuan Kerusakan Terumbu Karang 18. Kep.Men.Hub. No. KM Tatanan Kepelabuhanan 53 Tahun 2002 19. Kep.Men.Hub. No. KM Pengelolaan Pelabuhan Khusus 55 Tahun 2002 20. Kep.Men.Hub. No. KM Organisasi Tata Kerja Kantor 63 Tahun 2002 Pelabuhan (KANPEL) 21. Kep.Men.Kes. No. 876/ Pedoman Analisis Dampak Men.Kes/SK/VII/2001 Kesehatan Lingkungan 22. Permen Kesehatan No. Syarat-syarat dan Penga-wasan 416 Tahun 1990 Kualitas Air Bersih 23. Kep. MNLH No. 112 Baku Mutu Air Limbah Domestik Tahun 2003 24. Kep. MNLH No. 128 Tatacara dan Persyaratan Teknis Tahun 2003 Pengelolaan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis 25. Kep. MNLH No. 129 Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Tahun 2003 Kegiatan Minyak dan Gas Bumi 26. Per.Men.Hut No. Kolaborasi Pengelolaan Kawasan 19/Men.Hut-11/2004 Suaka Alam dan Pelestarian Alam 27. Per.Men.Hub. No. KM 7 Sarana Bantu Navigasi Pelayanan Tahun 2005 (SBNP) 28. Kep.Men.LH No. 51 Baku Mutu Air Laut Tahun 2004 29. Kep.MN.LH No. 45 Pedoman Penyusunan Laporan Tahun 2005 Pelaksanaan RKL dan RPL 30. Per. Men. Negara Pedoman Penyusunan Analisis Lingkungan Hidup Mengenai Dampak Lingkungan No. 08 Tahun 2006 Hidup. 31. Kep.Men. PU No. 63 Batas Badan Sungai, Peruntukan PRT Tahun 1993 Sungai, Daerah Pengawasan Sungai dan Bekas Sungai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Baku mutu tingkat ini akan diacu dalam setiap operasi alat atau kegiatan penyebab getaran. Baku mutu kebauan ini akan diacu dalam setiap operasi kegiatan yang menimbulkan kebauan. Pedoman ini akan dijadikan acuan bagi pemrakarsa dalam pemasangan pipa Pedoman ini akan menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan Dokumen AMDAL Terumbu karang merupakan salah satu komponen lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan Terkait dengan operasional dermaga Terkait dengan operasional dermaga Terkait dengan operasional dermaga Pedoman untuk mengkaji aspek kesehatan masyarakat dalam AMDAL Terkait dengan syarat-syarat pengawasan kualitas air untuk keperluan domestik Terkait dengan pengaturan mutu air limbah domestik yang keluar dari IPAL rencana kegiatan Pedoman ini akan digunakan oleh pemrakarsa dalam penanganan tanah yang kemungknan terkontaminasi oleh kegiatan Pedoman ini akan dijadikan acuan dalam upaya pengendalian emisi dari kegiatan operasional Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengan kawasan lindung Terkait dengan operasional dermaga Pedoman dalam pengelolaan kualitas air laut Pedoman dalam penyusunan laporan pelaksanaan RKL dan RPL Pedoman ini digunakan acuan dalam penyusunan dok. AMDAL Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam menjelaskan peruntukan sungai
I-8
PT PERTAMINA EP - PPGM
D.
Keputusan Menteri
Tentang
32. Per. Men. Negara Jenis Rencana Usaha dan atau Lingkungan Hidup No. Kegiatan yang Wajib Dilengkapi 11 Tahun 2006 dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 33. Per.Men. ESDM No. Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah 045 Tahun 2006 Lumpur dan Serbuk Bor pada kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi 34. Per.Men.Hut No. Perubahan Permen Hut No. 64/Men. Hut-11/2006 P.14/MENHUT-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan E. Keputusan/PeraTentang turan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya 1. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan, Pengendalian dan No. Pol. Juklak Pengamanan Bahan Peledak Non 29/VII/1991 Organik ABRI 2. Peraturan Kepala BPN Tatacara Memperoleh Izin Lokasi No. 2 Tahun 1993 dan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Perusahaan 3. Keputusan Kepala BPN Petunjuk Peraturan Kepala BPN No. No. 22 Tahun 1993 2 Tahun 1993
4. 5.
6. 7.
8.
Kep.Ka. Bapedal No. Pedoman Mengenai Ukuran 56/ BAPEDAL/ 1994 Dampak Penting Kep.Ka. Bapedal No. Tatacara dan Persyaratan Teknis 01/ BAPEDAL/09/1995 Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun – B3 Kep.Ka. Bapedal No. Dokumen Limbah B3 02/ BAPEDAL/09/1995 Kep.Ka. Bapedal No. Persyaratan Teknis Pengolahan 03/ BAPEDAL/09/1995 Limbah B3
Kep.Ka. Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995
Tatacara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Berdasarkan Peraturan ini rencana kegiatan PPGM termasuk dalam rencana kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Dokumen AMDAL Sebagai acuan dalam pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor yang dihasilkan kegiatan ini Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengan kawasan hutan.
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Bahan peledak kemungkinan akan digunakan terutama dalam pelaksanaan konstruksi. Prosedur yang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan Petunjuk ini merupakan penjelasan dari tatacara yang harus diikuti pemrakarsa dalam memperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanah untuk perusahaan Pedoman ini akan diacu untuk menentukan dampak penting dalam studi AMDAL Akan diacu oleh pemrakarsa dalam penyimpanan sementara dan pengumpulan limbah B3
Akan diacu dalam sistem pelaporan penyimpanan dan penanganan Limbah B3 Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sangat berat, sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten. Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sangat berat, sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketiga yang berkompeten
I-9
PT PERTAMINA EP - PPGM
E.
Keputusan/PeraTentang turan Kepala BPN, Bapedal dan lainnya 9. Kep.Ka. Bapedal No. Simbol dan Label Limbah B3 05/ BAPEDAL/09/1995 10. Kep.Ka. Bapedal No. Tata Cara & Persyaratan 255/ BAPEDAL/01/1995 Penyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas 11. Kep.Ka. Bapedal No. Metode Pemantauan Emisi Udara 205/ 1996
Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan Simbol dan Label Limbah B3 yang akan diacu oleh pemrakarsa Sebagai pedoman dalam pengelolaan minyak pelumas bekas Pedoman dan metode ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalam pelaksanaan pemantauan emisi udara akibat rencana kegiatan dan tertuang dalam dokumen RPL Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL Prosedur ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalam mekanisme penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL
12. Kep.Ka. Bapedal No. Pedoman Teknis Kajian Aspek 229/11 /1996 Sosial Dalam Penyusunan AMDAL 13. Kep.Ka. Bapedal No. Tatacara dan Persyaratan 255/BAPEDAL/08/ 1996 Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas 14. Kep.Ka BAPEDAL No. Panduan Kajian Aspek Kesehatan 124/12/ 1997 Masyarakat Dalam Penyusunan AMDAL 15. Kep. Ka BAPEDAL No. Keterlibatan Masyarakat dan Pedoman ini diacu dalam pelaksanaan kegiatan 08 Tahun 2000 Keterbukaan Informasi Dalam sosialisasi dan konsultasi masyarakat Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup F. Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Panduan dalam penetapan keterkaitan lokasi Propinsi Sulawesi Propinsi Sulawesi Tengah rencana kegiatan dengan rencana tata ruang Tengah No. 2 Tahun wilayah di daerah 2004 G. Lain-lain Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan 1. Panduan Pengelolaan Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalam Lumpur Bor penanganan lumpur bor PERTAMINA-BPPKA Tahun 1994 2. Standard Sistem Perpipaan Transmisi dan Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalam Pertambangan Migas Distribusi Gas pembangunan dan pemeliharaan sistem No. 50.54. 2-1994 perpipaan transmisi dan distribusi gas 3. Codes and Standards Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsan dalam pelaksanaan kegiatan dalam proyek PGM. (Lihat Lampiran 8) 4. Protokol 1996 atas Pedoman dalam upaya pencegahan pencemaran Konvensi tentang Penlaut oleh berbagai bahan pencemar cegahan Pencemaran Laut oleh Dumping Limbah dan Bahan lain, 1972 dan Resolusi yang diadopsi oleh Sidang Khusus
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
I-10
PT PERTAMINA EP - PPGM
2
BabRUANG LINGKUP STUDI
2.1. LINGKUP RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DITELAAH DAN ALTERNATIF KOMPONEN RENCANA KEGIATAN 2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang akan ditelaah 2.1.1.1. Status Studi AMDAL Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini dilakukan setelah studi kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini PPGM telah melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk: Pemboran seismic, eksplorasi dan delineasi guna mengidentifikasi lapangan gas alam yang ada untuk menentukan cadangan yang tersedia. Seleksi lokasi Kilang LNG yang diusulkan. Konsultasi Publik Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi, kelautan dan lingkungan sosial ekonomi yang spesifik untuk lokasi pemilihan pelabuhan). Studi gempa bumi dan tsunami Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan Kajian Permulaan Pekerjaan Desain.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat Lokasi rencana kegiatan PPGM meliputi wilayah yang termasuk dalam Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui, dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai (Gambar 2.1). Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah No 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (Lampiran 5.1) serta sesuai pula dengan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-2013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan dan bersinggungan dengan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbedabeda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK). Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda. Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara
itu bagian
wilayah Kecamatan Batui
yang
menjadi
lokasi
tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai secara detil disajikan pada Gambar 2.2. Jadi secara umum lokasi rencana kegiatan PPGM sesuai dengan tata ruang (RTRW) Kabupaten Banggai (Bappeda Kab. Banggai, 2003) yang saat ini masih berlaku, kecuali rencana jalur pipa yang melewati Suaka Margasatwa Bangkiriang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif jalur pipa yang tidak memotong kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Pihak PPGM telah melakukan penanganan bersama dengan Dinas Kehutanan Pusat pada tanggal 6 Juli 2007 untuk membicarakan perihal tersebut di atas dan hasilnya masih menunggu keputusan dari Direktorat Jenderal Kehutanan Pusat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak 2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan A. Jenis Prasarana dan Luas Kebutuhan Lahan Tabel berikut adalah kebutuhan luas lahan masing-masing prasarana. Tabel 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain Satuan
Luas Lahan
1. Manifold station (MS)
2 lokasi, @ 6 Ha
12 Ha
2. Block station (BS)
3 lokasi, @ 15 Ha
45 Ha
5 lokasi, lebar 8 m, panjang 35 km Lebar 20 m, panjang 60 km
14 Ha
No
Prasarana
3. Jalur pipa ”flow line” 4. Jaur pipa ”trunk line” dari 2 BS LNG Plant 5. Kilang LNG
120 Ha
1 unit
200 Ha
6. Pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah
Lebar 6-8 m, panjang sekitar 15 km 7. Pelabuhan dan sarananya berupa pembangunan Jetty Lebar 200 m, panjang (100 m) sekitar 500 m
60 Ha
ada untuk pemboran sumur-sumur pengembangan
± 10 Ha
Luas total lahan yang diperlukan
461 Ha
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Catatan: *) Ada dua kemungkinan data mengenai luas lahan karena adanya dua alternatif lokasi pemasangan pipa gas
Lahan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas manifold station di dua lokasi yaitu adalah lebih kurang 2 x masing-masing lokasi 6 ha (12 ha); untuk pembangunan BS di tiga lokasi seluas 45 ha; jalur pipa ”flowline” di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG seluas lebih kurang 200 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi ini perlu dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu dengan pembuatan jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua sumur ± 15 km dengan lebar 6 – 8 m
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
(sekitar 60 ha). Selain itu pembangunan pelabuhan dermaga dan sarananya (Jetty) akan mebutuhkan lahan seluas ± 10 Ha. Jadi luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek sekitar 461 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan milik masyarakat atau lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Kapasitas Produksi Rencana
kegiatan
yang
akan
dilakukan
oleh
PT.
PERTAMINA
EP,
Proyek
Pengembangan Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan untuk sarana memproduksikan
gas di Blok Matindok, pembangunan Block Station (BS)/
fasilitas pemrosesan gas (GPF) dan membangun pipa transmisi gas (flowline dantrunkline ), membangun Kilang LNG berikut Pelabuhan untuk membawa LNG maupun Sulfur yang diproduksi ke luar Kabupaten Banggai. Kapasitas produksi gas di Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 bopd dan air produksi ± 2500 bwpd, dan diprakiraan umur produksi lebih kurang 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil kajian ekonomi. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm dan adanya kemungkinan unsur lainnya. Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Gathering
Line, Block Station. Pipa transmisi dari GPF menuju ke Kilang LNG direncanakan berukuran Ø 34” sepanjang ± 25 km dengan lintasan sebagian besar berada sekitar 500 m menjauhi pantai sejajar jalan raya. Kandungan unsur yang ada di dalam gas hasil produksi selengkapnya disajikan pada Tabel 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Sumur-sumur Gas Blok Matindok (Dalam % mol) DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 2 DONGGI 3 DST-3
DST-4
DST-5
DST-1
Hydrogen Sulphide
H 2S
0.1000
Alkyl Merkaptan
RSH
0.0005
0.0021
0.0018
0.0005
0.0019
Carbonyl Sulphide
COS
0.0002
0.0008
0.0007
0.0002
Nitrogen
N2
1.1300
1.1300
1.0700
Carbon Dioxyde
CO2
2.4600
2.4600
Methane
CH4
92.2800
Ethane
C2 H 6
Propane
SUKAMAJU-1
MALEO RAJA-1
DST-2
DST-3
MATIN DOK
KP. BALI A
DST-1
DST-2
0.5013
0.1290
0.0010
0.2241
0.0000
0.0000
0.0000
0.0008
0.0004
0.0002
0.0000
0.0000
0.0000
0.8900
1.3400
2.9800
2.2400
0.8700
1.7400
1.2291
1.2824
2.4400
1.7700
3.1800
0.3100
3.0300
1.8000
2.1400
2.4635
2.3374
92.2800
92.1200
93.0200
91.2600
86.0350
81.1200
88.2400
91.7500
92.6297
92.8049
1.5100
1.5100
1.5300
1.4400
1.6300
4.8450
5.4400
4.1500
1.6900
1.4717
1.4726
C3 H 8
1.1700
1.1700
1.1800
1.1900
1.2600
2.1300
4.0800
1.9800
1.4300
1.1780
1.1685
Iso-Butane
i-C4 H10
0.3300
0.3300
0.3400
0.3600
0.3400
0.6200
0.9200
0.4400
0.3500
0.3119
0.3112
Normal-Butane
n-C4H 10
0.3400
0.3400
0.3400
0.3600
0.3400
0.9500
1.1300
0.6500
0.4000
0.3205
0.2997
Iso-Pentane
i-C5 H12
0.1900
0.1900
0.2000
0.2000
0.1700
0.3900
0.5500
0.3600
0.1500
0.1592
0.1475
Normal-Pentane
n-C5H 12
0.1200
0.1200
0.1200
0.1200
0.1000
0.2800
0.4000
0.2800
0.0900
0.0898
0.0804
Hexane
C6 H14
0.1000
0.1000
0.1200
0.0500
0.0600
0.2900
0.3500
0.6400
0.0600
0.0848
0.0636
Heptane plus
C7 H16
0.3700
0.3700
0.4700
0.5700
0.2600
1.0900
0.7400
0.5300
0.0800
0.0618
0.0318
5.5553E-09
4.736100% 7E-09
Total
0.1200
KP. BALI A
0.00 – 1.00
Hg
1.2
MENTA WA-1
0.4000
Mercury
0.41 – 0.60 0.35 – 0.40 0.10 – 0.12 0.37 – 0.41 0.20 – 0.28
MINA HAKI -1
8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 1.1260E-08 8.2420E-08 100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-7
100%
100%
100%
PT PERTAMINA EP - PPGM
C. Umur Kegiatan Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok No.
Tahap Kegiatan
1. Prakonstruksi
Tahun 2005 2006 2007
2008
2009
2010
...............2035
****************
2. Konstruksi
************
3. Operasi a. Pemboran b. Operasi prod. gas
************ ****************
4. Pasca operasi
*****
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Pada tahap awal, kilang LNG akan memproduksi LNG maksimum sampai dengan 2 juta metrik ton per tahun dengan pasokan gas alam antara 300 hingga 350 standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day, disingkat MMSCFD) yang berasal dari Blok Matindok sebesar 100 MMSCFD dan dari Blok Senoro sebesar 200 MMSCFD. Selain itu, juga akan dihasilkan kondensat maksimum sampai 1.500 barel oil per hari. Pembangunan proyek yang meliputi pembangunan Gas Processing Facilities di darat, jaringan pipa gas untuk menyalurkan gas menuju lokasi Kilang LNG, tanki penyimpanan LNG, pelabuhan laut khusus untuk pengiriman LNG serta fasilitas pendukung Kilang. Bahan baku gas akan dipasok dari 6 lokasi sumber gas dengan penambahan sumur gas hingga mencapai 25 sumur produksi selama 20 tahun periode operasi. Jadwal kegiatan konstruksi direncanakan akan dimulai akhir tahun 2007. Rencana kegiatan ini dilakukan secara bertahap, dimana secara garis besar, dasar perencanaan fasilitas produksi diringkaskan seperti disajikan pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.5.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-8
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1
Gambar 2.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2
34”x26500
Gambar 2.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-9
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana Kegiatan Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah: 1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Pengering Gas, Gas Treating Unit, pencairan gas menjadi LNG Penggerak Kompresor dan Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil produksi sendiri. 2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di masing-masing BS, Kilang LNG dan Dermaga/Pelabuhan. Bahan bakar minyak didatangkan dari Kilang Pertamina. 3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak motor listrik. 3
Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m per sumur, hydrotest saluran 3
3
pipa sekitar 20.000 m dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m /hari. Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau genangan air tawar terdekat. 3
Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m /hari. Untuk keperluan operasional tersebut akan menggunakan air tanah dalam. E. Sosialisasi dan Konsultasi Publik 1. Sosialisasi Pengumumam rencana kegiatan telah dilakukan melalui media cetak, poster, radio siaran swasta setempat dan spanduk. Pengumuman di media massa lokal dan nasional, poster dan spanduk disampaikan pada Lampiran I. 2. Konsultasi Publik Dalam rangka penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL, telah dilaksanakan konsultasi publik di 2 (dua) tempat, yaitu pada hari Selasa tanggal 23 Mei 2006 di Kecamatan Batui dan Rabu tanggal 24 Mei 2006 di Kecamatan Toili antara PT Pertamina-EP dengan masyarakat Kabupaten Banggai. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi PT Pertamina-EP, wakil dari Kementrian Lingkungan, dari Ditjen Migas, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai, Tim Penyusun Dokumen AMDAL dari PSLH UGM - PPLH UNTAD, serta masyarakat Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat di Kabupaten Banggai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-10
PT PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan rencana kegiatan pengembangan, terdapat beberapa masukan yang perlu menjadi perhatian sebagai berikut: Pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh Ketenagaan kerja lokal Program pemberdayaan masyarakat Keberadaan terumbu karang di lepas pantai Keberadaan Suaka Margasatwa Bangkiriang Semua saran, rekomendasi dan gagasan tersebut akan dipertimbangkan dalam desain proyek tersebut dan apabila tidak bertentangan akan dimasukkan ke dalam naskah studi AMDAL. Berita acara konsultasi publik dan wakil masyarakat yang hadir disajikan pada Lampiran 2.
F. Kegiatan Pemboran 1. Pemboran Sumur Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatantimur dari bagian tangan sebelah timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60ºE. Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan cekungan active margin basin or collision related basin. Stratigrafi regional Cekungan Banggai dapat dilihat pada Gambar 2.6, dimana daerah ini mempunyai potensi hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di batuan karbonat Formasi Tomori dan Formasi Minahaki. Sampai dengan bulan Februari 2006, telah dilakukan 12 pemboran sumur di Blok Matindok, dimana 9 sumur berhasil menemukan gas di lima struktur (Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju dan Minahaki) dan 3 sumur kering. Pemboran sumur masih mungkin dilakukan di Blok Matindok ini, karena berdasarkan analisa Geologi dan Geofisika masih terdapat beberapa prospek dan lead yang kemungkinan mempunyai potensi kandungan hidrokarbon.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-11
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi
2.
Pemboran Sumur Pengembangan Dari hasil beberapa pemboran sumur eksplorasi yang telah dilakukan di Blok Matindok ini terdapat lima buah struktur yang mempunyai kandungan gas, dimana 5 buah struktur tersebut di onshore. Cadangan gas (terambil) yang telah disertifikasi dari ke enam struktur tersebut diperkirakan mencapai 696 BSCF gas (P1).
Berdasarkan analisa Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) dari ke enam struktur tersebut
direncanakan
untuk
melakukan
pemboran
18 sumur
pengembangan
(Tabel 2.4), dengan kemungkinan ada sumur yang kering. Jenis kegiatan pekerjaan sumur meliputi pemboran sumur pengembangan (18 sumur), work over/kerja ulang (6 sumur), stimulasi, perawatan sumur, dan penutupan sumur.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-12
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok No.
LAPANGAN
1
Donggi
2
Minahaki
3
Sukamaju
4
Matindok
SUMUR Donggi-1 Donggi-2 Donggi-3 KPB-1 DNG-A DNG-B DNG-C DNG-D Minahaki-1 MHK-A MHK-B MHK-C Sukamaju-1 SJU-A
Matindok-1 MTD-A MTD-B MTD-C MTD-D MTD-E MTD-F 5 Maleoraja Maleo Raja-1 MLR-A MLR-B Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
JENIS KEGIATAN
Work Over Work Over Work Over Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan Work Over Sumur Pengembangan Sumur Pengembangan
Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu, masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor,
cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump, mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air, blow out preventer, dan lain sebagainya. 3. Sumur Produksi Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion) sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan
production string, well head and Christmas tree.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-13
PT PERTAMINA EP - PPGM
G. Sistem Pemipaan Gas 1. Jalur pipa Hasil produksi gas dari tiap-tiap sumur dialirkan melalui pipa produksi ( flowline ) dengan diameter yang sesuai menuju Blok Station (BS) dan Gas Processing Facility (GPF) . Lebar lahan yang akan digunakan untuk pipa produksi tersebut sekitar 8 meter dengan panjang kumulatif ± 35 km untuk 18 sumur. Layout masing-masing lokasi Block Station dan flowline diringkaskan seperti pada Gambar 2.7 – 2.11.
Flowline DNG - 1 to BS DONGGI DNG - 2 to BS DONGGI DNG - 3 to BS DONGGI DNG - 5 to BS DONGGI DNG - AA to BS DONGGI DNG - BB to BS DONGGI DNG - CC to BS DONGGI
Jarak (m) 1,208 2,132 4,569 2,518 1,268 1,637 2,087
Gambar 2.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-14
PT PERTAMINA EP - PPGM
Flowline MTD - 1S to BS MATINDOK MTD - AA to BS MATINDOK MTD - BB to BS MATINDOK MTD - CC to BS MATINDOK MTD - DD to BS MATINDOK MTD - EE to BS MATINDOK MTD - FF to BS MATINDOK
Jarak (m) 1,208 2,132 4,569 2,518 1,268 1,637 2,087
Gambar 2.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline
Flowline MLR - 1 to BS MALEORAJA MLR - AA to BS MALEORAJA MLR - AA to BS MALEORAJA
Jarak (m) 100 1,435 676
Gambar 2.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-15
PT PERTAMINA EP - PPGM
Flowline SJU - 1 to BS SUKAMAJU SJU - 1 to BS SUKAMAJU
Jarak (m) 100 500
Gambar 2.10. Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline
Flowline MHK - AA to BS MINAHAKI MHK - 1S to BS MINAHAKI MHK - BB to BS MINAHAKI MHK - CC to BS MINAHAKI
Jarak (m) 100 886 912 1,827
Gambar 2.11. Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-16
PT PERTAMINA EP - PPGM
Desain flowline tersebut berdasarkan ASME/ANSI B.31.8. (keterangan Code dan Standard, lihat Lampiran 11) dan GPSA Hand Book.
WELL MLR Well KTB-2
Well Next
SDV-3
Te st M anifold
WELL MTD Well KTB-1
SDV-2
M P Manifold
WELL MHK Well RBT-B
SDV-1
HP M anifold
WELL DNG Well RBT-A
SDV-4
SDV-5
Gambar 2.12. Flowline Diagram
Selanjutnya gas dari MS dialirkan dengan pipa 14”, 16”, 18”, 20” (yang sesuai)
ke
fasilitas processing gas. Gas dari BS Donggi-Minahaki, gas dari BS Matindok-Maleoraja dialirkan ke LNG Plant. Sedangkan gas dari BS Sukamaju diproses lebih lanjut dan langsung dijual ke IPP Banggai. Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Pengiriman gas
dari BS Donggi
dilakukan melalui pipa
berdiameter 16” sepanjang lebih dari 40 km sampai di Junction selanjutnya dialirkan melalui pipa berdiameter 34” sampai ke Kilang LNG. Sedangkan BS Matindok, gas dialirkan melalui pipa diameter 16” sepanjang sekitar 3 km sampai di Junction selanjutnya di alirkan pada jalur pipa 34” yang sama ke LNG Plant. Untuk memperoleh tekanan sebesar 773 psi pada pipa berdiameter 34” maka perlu dipasang kompresor di BS Donggi dan Matindok
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-17
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Disain Pipa Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional (misalnya Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas Bumi No. 01/P/M/Pertamb/1980 dan Peraturan Dirjen MIGAS: Stadar Pertambangan MIGAS (SPM, 1992) 50.54.0-50.54.1) dan internasional (antara lain API 5 SL –
Specification for Line Pipe, API 1104 –Welding of Pipeline and Related facilities , ASME B31.8 – Gas Distrbution and Tranportation Piping System). Adapun daftar code, standar dan acuan selengkapnya yang akan digunakan tercantum pada Lampiran 8. Secara teknis disain pipa mampu digunakan selama minimal 30 tahun. Penyambungan pipa dilakukan oleh tenaga yang memiliki sertifikat khusus. 3. Proteksi Korosi (Corrosion Protection ) pipa Proteksi korosi luar pipa gas dilakukan dengan sistem proteksi katodik (anoda karbon) yang diharapkan mampu mengendalikan semua bentuk korosi luar di bawah tanah agar dapat melindungi pipa dari korosi luar. Selain itu pipa dilengkapi dengan pembalut luar pipa yang juga berfungsi melindungi pipa dari korosi luar. Sedangkan proteksi korosi internal dilakukan dengan menginjeksi corrosion inhibitor
ke dalam pipa gas secara
berkala. Untuk memudahkan dalam pengukuran potensial dan arus yang mengalir pada pipa, maka dipasang test box pada setiap jarak ± 1 km. H. Block Station (BS) Gas dari sumur produksi dialirkan ke 5 Stasion Pengumpul (Gathering station/Block Station) yang terletak di masing-masing lapangan (Donggi, Matindok, Minahaki, Sukamaju dan Maleoraja). Di dalam BS terdapat Unit separasi, Unit dehydrasi, Unit kompresi, Tangki penampung, Unit utilitas dan Unit pengolah limbah ( Flaring system dan IPAL). Berikut ini adalah unit-unit operasi yang digunakan untuk pemrosesan gas di BS. Seluruh Blok Station atau Stasiun Pengumpul Gas di Blok Matindok terdiri dari Stasion Pengumpulan ( Gathering
System ) dan sistem separasi gas bumi yang terdiri dari separator, tangki kondensat, dan unit dehidrasi. Unit dehidrasi diperlukan untuk mengurangi kandungan air dalam gas bumi agar tercapai spesifikasi gas pipeline yaitu maksimum 7 lb/MMSCF.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-18
PT PERTAMINA EP - PPGM
1. Unit Separasi Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia. Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment). Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di Gathering Station/ Block Station guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO 2/ H2 S Removal maupun ke konsumen gas tetap stabil. Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim ke Kilang LNG di Batui menggunakan mobil tangki. Gambar 2.13 menunjukkan sistem kerja dari gathering
station/block station.
Gambar 2.13. Diagram Alir Block Station/Gathering Station.
Keterangan: HP (high pressure), MP (medium pressure), LP (low pressure), KO (knock out), AGRU (acid gas removal unit)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-19
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Dehydration Plant Setelah gas keluar dari unit separasi, gas tersebut selanjutnya dialirkan ke Dehydration
Unit . Dehydration plant berfungsi untuk mengeringkan gas, yaitu untuk menyempurnakan pengurangan air yang terikut di dalam gas. Proses yang berlangsung di dalamnya adalah
proses
absorbsi
(penyerapan) air
dengan
menggunakan
bahan
kimia
triethyleneglycol (TEG), yang mana TEG dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari air secara fisis (close cycle). Hasil dari proses tersebut adalah gas yang sudah memenuhi syarat untuk dikirim ke konsumen. Gambar 2.14 memperlihatkan skema kerja
dehydration plant.
V-2
To Flare
Sales Gas
Glycol Stripping Column
Glycol Cooler Cold Glycol Exchanger Glycol Contactor
Reboiler Glycol/ Condensate Skimmer AGRU Hot glycol Exchanger
V-1
Glycol Surge Drum
Glycol Make-up Pump
Glycol Injection Pump Glycol Filter
Gambar 2.14. Skema Kerja Dehydration Plant
3. Tangki Penampung Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator, sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah 3
dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m . Kondensat akan diangkut dari
Block Station ke kilang LNG di Batui dengan menggunakan road tank atau mobil tangki.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-20
PT PERTAMINA EP - PPGM
4. Kompresor Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station dan pemasangannya setelah tekanan dari sumur gas sudah berada kurang dari 900 psig. Jumlah kompresor yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di
Gathering Station/block station. 5. Unit pengolah air Unit pengolah air atau Unit “Effluent Treatment” atau Instalasi Pengolah Limbah Air (IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator dan lain-lain. 6. CO2/ H 2S Removal (AGRU) Gas yang mengalir dari Block station sebelum masuk ke Kilang LNG akan dikurangi kandungan CO2 dan H 2S nya dengan proses absorbsi menggunakan larutan MDEA (Methyl DiethanolAmine ) dalam Acid Gas Removal Unit (AGRU). Prinsip kerja unit tersebut adalah penyerapan gas CO 2 dan H2 S di dalam absorber dan melepaskannya lagi di dalam menara stripper atau column, sehingga diperoleh sweet gas dengan kandungan CO2 dan H 2 S yang rendah. Gambar 2.15 menunjukkan diagram alir Acid
Gas Removal Unit. Gas dari 5 Block Station dialirkan melalui pipa ke Acid Gas Removal Unit yang terletak di GPF di Kayowa atau di Kilang LNG.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-21
PT PERTAMINA EP - PPGM
DHP
SRU
Outlet Gas Scrubber
Amine Circulation Pump
Condenser
Amine Filter
Amine Contactor
Inlet Gas Scrubber
Lean Amine Cooler
Amine booster Pump
Lean-Rich Amine Exchanger
Still Stripping Column
Reboiler
Amine Flash Tank
GATHERING STATION
Acid Gas Removal Unit (AGRU) Gambar 2.15. Diagram Alir Acid Gas Removal Unit
Fungsi utama dari AGRU adalah pembuangan karbon dioksida. Pembuangan karbon dioksida diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah pembekuan dan penyumbatan pada suhu yang sangat rendah yang dipakai dalam Unit liquifaction. Konsentrasi karbon dioksida dalam aliran gas akan dikurangi sampai 50 bagian per sejuta volume (ppmv) dengan cara penyerapan dengan menggunakan larutan dasar-amina (amine-based
solution). Kegiatan ini merupakan pengolahan lingkaran tertutup (closed-loop) dan regeneratif sehingga karbon dioksida yang terserap akan terangkat dari larutan yang mengandung (banyak) karbon dioksida. Karbon dioksida yang terangkat akan dilepas ke udara, dan larutan amina yang sudah bebas dari karbon dioksida dikembalikan pada langkah penyerapan.
Larutan dasar-amina yang dipakai dalam semua AGRU juga akan menghilangkan seluruh campuran sulfur yang telah berkurang yang mungkin masih tertinggal (sebagai contoh, hydrogen sulfida, merkaptan, dan lain-lain). Namun demikian, analisis bersifat komposisional yang ada menunjukkan bahwa sulfur yang tertinggal dalam ransum (feed) gas alam hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-22
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Sulfur Recovery Unit (SRU)
Sulfur recovery dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan dan perundangan- undangan lingkungan sesuai dengan nilai ambang batas yang diizinkan pada Kepmen LH No.129 Tahun 2003. Terdapat beberapa proses yang tersedia untuk memproduksi sulfur dari hydrogen sulfide. Beberapa proses didesain dengan maksud untuk memproduksi sulfur dan beberapa proses juga dikembangkan dengan tujuan utama untuk menghilangkan kandungan H2S dari gas bumi dengan produksi sulfur hanya sebagai hasil dari proses lanjutan yang harus dilakukan. Mengingat masih
terdapat 2 kemungkinan kandungan sulfur dalam Gas Alam yang
diproduksikan dari sumur2 gas di blok Matindok, maka Teknologi Proses yang dipertimbangkan untuk sulfur recovery ada dua yaitu ; a. Proses Claus Proses Claus dipilih apabila kandungan sulfur dalam gas alam mencapai lebih dari 5000 ppm. Dari banyak teknologi yang ada, proses Claus adalah yang paling terkenal dan paling banyak diaplikasikan di seluruh dunia. Proses Claus menggunakan prinsip oksidasi menggunakan oksigen atau udara pada suhu sekitar 1200 oC melalui reaksi sebagai berikut ; H2S + O2
SO 2 + H2O
H2S + SO 2
S + H2 O
Proses Clauss dapat memproduksi sulfur dari umpan gas yang mengandung 15% 100% H2S. Terdapat berbagai macam skema alir dari proses Clauss dimana perbedaan utamanya terletak pada susunannya saja. Gas asam dikombinasikan secara stoikiometri dengan udara untuk membakar 1/3 dari total H 2S menjadi SO2 dan semua hidrokarbon menjadi CO2 . Pembakaran H2S terjadi di burner dan kamar reaksi. Aliran massa bertemperatur tinggi hasil dari pembakaran dilairkan ke waste heat boiler dimana panas akan dibuang dari gas hasil pembakaran tersebut. Aliran gas selanjutnya diumpanakan ke reactor dimana akan terjadi reaksi yang akan mengubah SO2 menjadi sulfur. Hasil reaksi selanjutnya didinginkan di kondenser pertama dan sulfur cair yang dihasilkan dipisahkan. Gas yang keluar condenser pertama selanjutnya dipanaskan dan diumpankan ke reactor kedua. Dalam reactor ini terjadi reaksi yang sama dengan reaksi dalam reactor pertama. Produk yang keluar dari reactor kedua selanjutnya didinginkan dalam condenser kedua dan sulfur cairnya dipisahkan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-23
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Proses Shell Paques Untuk kandungan sulfur dalam gas alam dibawah 5000 ppm, maka akan dipilih teknologi dari Shell Paques. Proses Shell Paques adalah proses biologi untuk removal H2 S dari umpan gas sangat sesuai untuk kapasitas produksi sulfur 0.5 – 30 ton/hari. Larutan yang digunakan untuk menyerap H2 S adalah larutan soda yang mengandung bakteri sulfur. Penyerapan H2 S terjadi pada kolom absorber dan larutan yang keluar dari absorber diregenerasi di tangki aerator dimana hidrogen sulfida secara biologi dikonversi menjadi elemen sulfur oleh bakteri sulfur. Konsentrasi H2 S yang bisa dicapai oleh proses ini dibawah 5 ppmv. Tekanan operasi proses Shell Paques adalah 0.1 – 90 barg. c. Tail Gas Treating Dalam Tail Gas Treating Unit , senyawa H2S yang tidak terkonversi dalam unit sulfur
recovery dikonversi menjadi senyawa sulfur sehingga gas buang yang dihasilkan memenuhi spesifikasi lingkungan. Secara keseluruhan, proses pemisahan gas asam dan proses sulfur recovery untuk mencapai spesifikasi gas pipeline ditunjukkan oleh Gambar 2.16.
Gambar 2.16. PFD Acid Removal dan Sulfur Recovery Unit (Claus Process)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-24
PT PERTAMINA EP - PPGM
I.
Kilang LNG Rencana lokasi Kilang LNG di dua tempat yaitu pantai desa Uso (Kecamatan Batui) atau Desa Padang (Kecamatan Kintom). Gas yang telah diproses di BS/GPF di Donggi dan BS/GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan langsung ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui
junction pada pipa jalur Donggi-Kilang LNG di Batui atau Kintom. Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan terdiri dari unit proses, unit penampung, unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan dan infrastruktur. Diagram alir Kilang LNG disederhanakan seperti pada Lampiran 10. 1. Unit Proses Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas Pencairan Gas. a. Fasilitas Penerima Gas Kapasitas design dari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 300 MMSCFD yang terdiri dari knock out drum, separator dan slug chatcer. Dari fasilitas ini gas akan dialirkan ke fasilitas pemurnian gas (Acid Gas
Removal Unit/AGRU) melalui unit
kompresi. Kondensat yang terkumpul dari unit ini akan dialirkan ke unit stabilisasi kondensat dari Fasilitas Pencairan Gas Bumi. b. Fasilitas Pemurnian Gas Kilang LNG dapat dipastikan akan terdiri dari dua bagian umum: bagian pemurnian gas dan bagian pencairan/ liquifaction gas. Bagian pemurnian gas diringkaskan di bawah dan bagian pencairan gas dalam bagian berikutnya. Masing-masing dari kedua train pemurnian yang hampir sama itu meliputi AGRU, Unit Pengeringan dan Unit Pembuangan Merkuri (MRU). Pemurnian gas diperlukan untuk menghindari masalah karat dan pembekuan dalam Unit Liquifaction.
Dehydration Unit Tujuan dari Unit Pengeringan ini adalah untuk mengeringkan gas jenuh-air dari AGRU untuk menghindari masalah pembekuan dan penyumbatan (formasi hidrat) pada temperatur sangat dingin yang dipakai dalam Unit Pembekuan. Kadar air dalam gas alam akan dikurangi sampai tidak lebih dari 1 ppmv.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-25
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pengeringan akan dicapai dengan cara dua-langkah. Tumpukan air akan dibuang dengan mendinginkan gas alam kasren (sweet) sampai 23°C dan pemisahan cairan yang dipadatkan. Setelah langkah pembuangan tumpukan air, tingkat residu air (sudah berkurang ke tingkat 1 ppmv) akan dibuang dengan penyerapan pada saringan molekul. Penyerapan saringan molekul merupakan kegiatan siklus yang melibatkan regenerasi periodik saringan setelah saringan dipenuhi air. Regenerasi ini dilaksanakan dengan melewatkan aliran gas yang dipanaskan (gas alam kasren dari AGRU) melalui dasar untuk melepaskan air yang tertahan sebelumnya. Gas ‘water-laden regenerant’ kemudian didinginkan agar mencair untuk mendapatkan kembali air yang terkandung. Setelah pemisahan air, gas ‘ water-laden regenerant ’ akan diteruskan ke sistem gas bahan bakar. Air yang diperoleh akan diteruskan ke Unit “Effluent Treatment”. Unit Pembuangan Merkuri (MRU) MRU menghilangkan kuantitas kecil merkuri yang mungkin masih ada dalam gas alam yang diproduksi. Kandungan merkuri ini harus ditekan sampai di bawah ambang batas baku mutu, untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan utama dari unit pencairan gas yang sebagian besar terbuat dari aluminium. MRU diadakan sebagai tindakan pencegahan karena merkuri dapat bereaksi dengan aluminium pada Unit Pencairan, yang dapat menyebabkan tidak berfungsinya alat penukar panas (heat exchanger). Dengan dibuangannya merkuri tersebut maka akan terjadi penyerapan merkuri secara kimia pada dasar katalis non-regeneratif untuk diproses ulang. c. Fasilitas Pencairan Gas Alam Tujuan utama dari Fasilitias Pencairan adalah untuk mencairkan gas alam menjadi produk LNG. Sebelumnya dilakukan pemisahan kandungan hydrokarbon berat untuk menghindari terjadinya pembekuan dalam pipa-pipa pencairan gas.
Fasilitas
tersebut akan meliputi Unit Pendinginan/Pencairan, Unit Pemecahan ( fractionation) dan Unit Stabilisasi, dengn kapasitas fsilitas mencapai 2 juta mtpa. Unit Pendinginan/Pencairan Pencairan dilakukan dalam dua langkah. Langkah pertama meliputi pendinginan awal gas alam sampai mencapai suhu lebih kurang minus 17°C sampai minus 34°C.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-26
PT PERTAMINA EP - PPGM
Setelah pendinginan awal, gas alam akan didinginkan sampai mencapai suhu yang sangat dingin yaitu minus 164°C untuk menyempurnakan proses pencairan. Kemudian LNG yang dihasilkan akan dialirkan ke tempat penyimpanan LNG. Penggerak utama untuk kompresor pendingin direncanakan menggunakan turbin gas. Pemilihan jenis turbin gas, jumlah turbin yang dibutuhkan serta pemakaian tenaga listrik keseluruhan akan bergantung pada proses pendinginan yang akhirnya dipilih. Unit Fraksinasi Unit ini akan memisahkan komponen yang lebih berat yang diperoleh dari gas alam menjadi tiga jenis: metana dan etana; gas propana dan butana cair (LPG) serta kondensat. Pemisahan akan dilakukan dalam kolom deethanizer yang akan melepaskan gas metana dan etana, kolom depropanizer yang menghasilkan propana (refrigerant grade propane), dan unit debutanizer yang akan memisahkan komponen sisa menjadi satu jenis komponen butana dan pentana dan komponen yang lebih berat. Gas metana yang diperoleh akan dikirim ke sistem bahan bakar dari kilang di mana gas etana dan propana dapat dipakai sebagai bahan pendingin. Gas butana dan semua kelebihan fraksi yang lebih ringan akan dialirkan kembali ke dalam produk LNG. Gas pentana dan fraksi lebih berat (kondensat) akan diteruskan ke Unit Stabilisasi. Unit Stabilisasi Unit Stabilisasi akan membuang setiap komponen ringan sisa yang mungkin terdapat dalam aliran kondensat. Pembuangan komponen ringan ini diperlukan untuk menjaga tekanan uap air kondensat sebelum disimpan. Hidrokarbon ringan yang berasal dari unit ini akan dialirkan ke sistem gas bahan bakar. d. Kompresor Kompresor yang akan dipergunakan untuk menaikkan tekanan dari 450 psig menjadi tekanan 750 psig yang ditempatkan di Kilang LNG dan Jumlah kompresor yang ditempatkan di area Kilang LNG sebanyak 3 unit dengan kapasitas 150 MMSCFD/unit. Tekanan masuk (suction) ± 450 psig, sedangkan tekanan keluar (discharge) ± 750 psig.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-27
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Fasilitas Penyimpanan Gas Fasilitas Penyimpanan Gas akan terdiri dari sistem-sistem berikut: Sistem Penyimpanan dan Pemuatan LNG Sistem Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat Sistem Penyimpanan Bahan Pendingin (refrigerant ) Sistem Pembakaran Gas Buangan Sistem Pencegahan Kebakaran Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah Fasilitas tersebut di atas diringkaskan sebagai berikut: Penyimpanan dan Pemuatan LNG Produk LNG dari Unit Pendingin/Pencairan akan disimpan pada tekanan mendekatitekanan-atmosfir dalam tanki penyimpanan LNG dan kemudian secara berkala dimuat ke tanker LNG pengangkut. Sistem pemuatan kapal akan dirancang untuk memindahkan 125.000 m³ dalam waktu lebih kurang 12 jam. Sistem penyimpanan LNG akan terdiri dari 2 tanki yang masing-masing berkapasitas lebih kurang 80.000 m³. Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat Produk kondensat dari Unit Stabilisasi akan disimpan dalam tanki kondensat dan secara berkala dimuat kekapal kondensat untuk di ekspor melalui dermaga kondensat. Sistem pemuatan kapal kondensat secara tentatif akan dirancang untuk memuat kapal berkapasitas antara 1.000 - 5.000 DWT. Tanki kondensat akan mempunyai kapasitas lebih kurang 20.000 m³. Penyimpanan Bahan Pendingin Gas propana yang berfungsi sebagai bahan pendingin akan disimpan dalam “bullet” penyimpanan bahan pendingin bertekanan. Ukuran dari “bullet” penyimpanan ini akan ditentukan selama masa pengembangan rancang bangun.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-28
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Pembakaran gas buangan (Wet dan Dry Flare) Sistem Pembakaran Gas buangan akan digunakan untuk membuang gas hidrokarbon dari train pengolahan Kilang LNG dan fasilitas offsites selama operasi normal, keadaan pada waktu ada kerusakan peralatan maupun dalam keadaan darurat akan dibuang dan dibakar langsung ke udara. Sistem Penglepasan dan pembuangan gas (Flare) akan didisain tiga menara pembakaran yaitu Dry Flare untuk train pengolahan Kilang LNG,
Wet Flare untuk Acid Gas Removal Unit dan fasilitas offsites serta Marine Flare untuk Kapal tanker pengangkut LNG pada saat memuat LNG ke Kapal. Sistem Pencegahan Kebakaran Sistem Pencegahan Kebakaran dapat dipastikan akan terdiri dari tiga komponen dasar yaitu (1) alat pemantau dan alarm, (2) persyaratan pencegahan kebakaran pasif, dan (3) peralatan dan sistem pemadam kebakaran aktif. Kilang LNG akan dilengkapi dengan alat pemantau yang bekerja terus-menerus untuk memberi tanda kepada personil kilang mengenai terjadinya kebakaran dan untuk memberikan indikasi yang jelas mengenai lokasi dan keadaannya. Pencegahan kebakaran pasif, yang mengacu kepada ketentuan rancangan yang digabungkan dalam rancangan kilang, akan dipakai sejauh mungkin secara konsisten dengan batasan-batasan ekonomis. Pencegahan kebakaran pasif meliputi: membuat insulasi selubung bejana (vessel skirts) dan kolom/struktur rak pipa tahan-api. pelindung percikan untuk flanges atau komponen lain dengan tingkat kebocoran tinggi. spacing peralatan dan pengurungan tumpahan (spill containment ) yang tepat sesuai dengan standar internasional yang layak yang berlaku (seperti NFPA 59A). Peralatan/sistem pemadaman kebakaran aktif adalah alat-alat (items) yang akan dipakai secara aktif untuk mengawasi/memadamkan keadaan kebakaran/bahaya sebenarnya. Pemadaman kebakaran aktif meliputi items dimaksud seperti: Sistem distribusi air pemadam-api bertekanan udara untuk seantero daerah pengolahan kilang termasuk cadangan dari pompa, hidran kebakaran, pemantau kebakaran, gulungan/rak slang dan sistem distribusi perpipaan;
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-29
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem penggenangan CO2 untuk semua ruangan turbin gas, mesin diesel dan ruang pengawas tak-berorang; Sistem
penggenangan
pemadam
kebakaran
non-halon
(non-halon
fire
supressant) untuk semua ruang pengawasan yang secara rutin ada orangnya; Sistem busa dengan busa ekspansi tinggi untuk mengurangi tumbulnya uap untuk tumpahan LNG terkurung dan busa ekspansi rendah digunakan untuk tumpahan hidrokarbon berat; Mobil kebakaran; Pemadam bubuk kering tersedia dalam bentuk unit paket (contohnya, untuk katup pembuang tekanan tanki penyimpan LNG) serta unit-unit portabel dan beroda yang ditempatkan di keseluruhan kilang pemadam kebakaran tangan portabel. “Effluent Treatment Unit’ atau Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) Sistem ‘ Effluent Treatment’ akan diadakan untuk mengumpulkan dan mengolah arus limbah lembab terkontaminasi yang berasal dari Kilang LNG. ‘Liquid waste effluents’ dari fasilitas akan terdiri dari air limbah berminyak pengolahan, air hujan tak-tertampung dan air pencucian lantai yang terkontaminasi secara potensial, limbah bersih, dan jika mungkin, penawaran air asin. Untuk mengurangi kuantitas genangan air permukaan yang akan diolah, maka areal kontaminasi permukaan potensial (daerah rawan kebocoran minyak) akan diawasi, untuk mencegah run on dan run off , dan dialirkan ke kilang pengolahan limbah. Air hujan tak-tertampung dari jalur hijau dan areal kilang yang tidak terkontaminasi oleh limbah akan dibuang langsung ke laut. 3. Fasilitas Kebutuhan Utilitas Semua utility yang diperlukan untuk menunjang kegiatan kilang akan disediakan sesuai dengan kebutuhan. Kilang LNG akan ditunjang oleh seperangkat sistim utilitas yang terdiri dari antara lain: Sistem Pembangkit Tenaga Listrik Sistem Bahan Bakar Sistem Uap Tekanan Rendah Sistem Air Kilang dan Peralatan Sistem Nitrogen Sistem Suplai Air
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-30
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Pembangkit Tenaga Listrik (Normal dan Darurat) Semua kebutuhan tenaga listrik akan diproduksikan sendiri tanpa mendatangkan tenaga listrik dari luar. Pembangkit tenaga listrik untuk operasi normal akan dicapai dengan cara pembangkit turbin gas. Sumber bahar bakar untuk pembangkit turbin tersebut adalah bagian dari gas alam yang diproduksi dan dimurnikan. Kebutuhan tenaga listrik kilang diperkirakan sebesar kira-kira 58 mega watt akan diproduksi sendiri atau menggunakan gas sebesar 10 MMCFD.
Jika terjadi kegagalan tenaga listrik utama, pembangkit diesel darurat akan disiapkan untuk menjamin keberlangsungan fungsi instrumentasi dan kontrol, serta untuk menyediakan penerangan darurat selama shutdown berkala. Sistem kelistrikan kilang akan dilengkapi dengan peralatan start dan pemindahan ( transfer) otomatis sehingga kehilangan tenaga listrik akan segera menghidupkan pembangkit dan memindahkan muatan yang penting ini ke sistem tenaga listrik darurat. Sistem Bahan Bakar Sistem bahan bakar gas akan diadakan untuk memasok bahan bakar untuk menjalankan turbin pada kompresor pendingin, turbin pembangkit tenaga listrik, dan beberapa penggerak mekanis lainnya di dalam Kilang LNG. Sumber utama bahan bakar gas adalah aliran yang diambilkan dari suplai gas alam, ekstrak gas dari tanki penyimpanan LNG, dan gas metana yang didapat dari “ demetanizer”. Bahan bakar diesel akan berfungsi sebagai sumber bahan bakar untuk kapal-kapal tunda dan kapal-kapal lainnya, pompa air-pemadam-api darurat, Kompresor udara cadangan dan pembangkit tenaga listrik darurat. Kuantitas bahan bakar diesel yang tersedia setiap saat akan mencukupi untuk menjamin tersedianya suplai untuk menjalankan pompa air-pemadam-api untuk waktu yang lama. Bahan bakar diesel akan disimpan dalam satu atau lebih tanki penyimpanan. Sistem Uap Tekanan Rendah 1 Unit Boiler didesign untuk menyediakan kebutuhan uap bertekanan rendah akan berfungsi sebagai media panas untuk peralatan reboiler di unit gas treating.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-31
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Udara Kilang dan Peralatan Udara untuk kilang dan peralatan akan dipasok oleh kompresor udara yang digerakkan oleh motor listrik yang menyediakan udara untuk kebutuhan peralatan instrumentasi dan kebutuhan lainnya seperti pemeliharaan kilang . Kompresor udara cadangan yang digerakkan oleh mesin diesel juga akan diadakan untuk memungkinkan shut down berkala dari setiap kompresor. Sistem Produksi Nitrogen Nitrogen dibutuhkan sebagai komponen dari bahan pendingin campuran, untuk pembersihan peralatan dan perpipaan sebelum dibuka untuk perawatan dan untuk aplikasi gas lapisan tertentu. Nitrogen akan didapat dari sistem udara kilang oleh kilang pemisahan udara dan kemudian sebagian dicairkan untuk penyimpanan sebagai nitrogen cair. Rancang-bangun dari unit penyimpanan dan penguapan nitrogen akan direka untuk menyediakan jumlah nitrogen yang cukup untuk melayani kebutuhan satu
train LNG dalam waktu 10 jam selain untuk memenuhi kebutuhan lainnya kilang. Sistem Suplai Air Berbagai ciri air dari dari sumber-sumber yang secara potensial berbeda akan disediakan untuk kilang yang meliputi yang berikut: Sistem Air Tawar Sistem Air Pemboran Sistem Air Perawatan Sistem Air Tingkat-murni-tinggi (High-purity Water) Sistem Air Isian Pemanas (Boiler Feed Water ) Sistem Air Minum – (Potable/Drinking Water ) Air tawar akan berfungsi sebagai sumber pasokan air, setelah pengolahan yang memadai, untuk pelayanan, pemurnian-tinggi dan pemanasan dan sebagai suplai air minum. Sumber air tawar sejauh ini belum ditetapkan dan masih dikaji sebagai studi alternatif dalam ANDAL. Beberapa alternatif yang masih dalam pertimbangan adalah dari sumber air bawah tanah, air permukaan, atau jika pilihan yang tepat tidak ada akan melakukan pemurnian air laut. Air untuk pemboran akan dipasok ke unit pemboran untuk penyiapan lumpur air tawar. Air pemboran juga akan dipakai pada anjungan bor sebagai air pembersih.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-32
PT PERTAMINA EP - PPGM
Air untuk pelayanan akan dipakai untuk pendingin bearing, kompresor dan turbin, untuk melengkapi sistem air-pemadam-api, dan untuk kegunaan umum kilang seperti pembersih lantai, pencuci perlengkapan, dan pengujian tekanan. Air demineraliser diperlukan utuk memasok air pada AGRU dan untuk penyiapan pelarut pembuang gas asam. Air ini akan dihasilkan dengan cara demineralisasi pertukaran ion (ion exchange
demineralization). Air minum akan dipasok untuk keperluan minum selain untuk keperluan lain seperti untuk tempat mandi dan cuci muka yang aman, pancuran ruang ganti, wc, penyiapan makanan dan lain-lain. Air minum akan diproses untuk memenuhi undang-undang kesehatan dan standar mutu yang berlaku. 4. Fasilitas Pelabuhan Khusus (Dermaga Khusus LNG) Pemuatan Produk LNG Produk LNG akan dimuat dari dermaga LNG dengan Kapal LNG berukuran 85.000 sampai 137.000 m³ diperkirakan akan singgah di pelabuhan ini untuk memuat LNG yang diproduksi dengan frekuensi antara tiga hingga empat kapal per bulan. Proyek LNG Donggi Senoro membutuhkan fasilitas pelabuhan khusus untuk kebutuhan transportasi dan suplai proyek (Gambar-gambar dermaga LNG disajikan pada Lampiran 9). Ada dua alternatif lokasi dermaga dan kilang LNG yang direncanakan yaitu: (1) terletak di Uso Kecamatan Batui dan (2) di Padang Kecamatan Kintom. Pelabuhan khusus ini merupakan pelabuhan yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas Proyek LNG Donggi Senoro serta tidak diperuntukan untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial lainnya atau pembuatan kapal laut. Berbeda dengan pelabuhan laut pada umumnya, kegiatan pelabuhan laut khusus ini hanya terdiri dari
jembatan ( trestles) dan daerah berlabuh. Pelabuhan khusus LNG terdiri dari
pelabuhan muat LNG jembatan ( trestles) dan lintasan (causeways). Lokasi rencana pelabuhan khusus ini mengikuti rencana lokasi untuk Kilang LNG yaitu di dua alternatif lokasi yaitu pantai di Desa Uso Kecamatan Batui atau pantai Desa Padang Kecamatan Kintom. Kedua lokasi alternatif dermaga khusus LNG ini ditetapkan ditetapkan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-33
PT PERTAMINA EP - PPGM
a) Kedalaman laut cukup untuk tanker LNG (13 m di bawah permukaan surut terendah). b) Jarak dari lokasi dermaga ke pantai merupakan jarak terdekat, sehingga biaya kontruksi jembatan ke dermaga lebih murah. c) Berdasarkan studi, sedimentasi yang terjadi di sekitar dermaga cukup rendah sehingga tidak memerlukan pengerukan kolam pelabuhan selama operasi. d) Jarak dermaga LNG ke kilang LNG merupakan jarak terdekat, sehingga biaya pemipaan untuk LNG dan utilitas lebih murah. e) Jarak dermaga LNG cukup jauh dari fasilitas lainnya sehingga cukup aman bagi kegiatan lainnya jika terjadi kebocoran LNG di dermaga. Pada saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum ini sekitar 50 km dari pelabuhan khusus Proyek LNG Donggi Senoro diperkirakan tidak akan menggangu lalu lintas kapal dari pelabuhan Luwuk. Tidak ada pra-investasi yang diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan perluasan fasilitas pelabuhan khusus Proyek LNG Donggi Senoro, namun
perencanaan harus
mempertimbangkan kemungkinan untuk menambah maximum dua train kilang LNG lagi tanpa harus mempengaruhi
kegiatan operasi produksi kilang LNG dan eskpor LNG
melalui pelabuhan khusus tersebut. Pada tahap operasi, daerah dengan radius sekitar 620 meter pada semua sisi dermaga LNG akan dijadikan sebagai Kawasan Tertutup bagi lalu lintas kapal lainnya guna kepentingan keselamatan ( safety exclusion zone). Gambar Dermaga (lampiran 9) menunjukkan
kawasan tertutup untuk keselamatan
dermaga khusus LNG dan Dermaga combo. Luas daerah kawasan tertutup untuk keselamatan
telah diperkirakan berdasarkan hasil studi penyebaran Gas LNG dan
kondensat yang mungkin bocor selama kegiatan pengisian ke tanker. Di samping kawasan tertutup untuk keselamatan pada kedua dermaga, daerah perairan dengan diameter 750 m di depan dermaga LNG juga diperlukan untuk manuver tanker LNG (tanker manuver basin).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-34
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Infrastruktur Kilang Infrastruktur In-Plant Fasilitas infrastruktur in-plant adalah yang bukan merupakan bagian dari sistem pengolahan inti, offsites ataupun utility . Fasilitas infrastruktur in-plant terutama terdiri dari bangunan-bangunan, barak-barak serta pagar. Diharapkan bahwa kilang akan meliputi namun tidak terbatas pada ruang-ruang berikut ini: Ruang Pengawasan Bengkel perawatan Gudang Laboratorium Ruang istirahat/sholat Pos kebakaran dan darurat Infrastruktur Umum Infrastruktur umum meliputi semua fasilitas yang diperlukan untuk menunjang personil dibutuhkan untuk operasi dan perawatan GPF dan Kilang LNG. Infrastruktur umum adalah fasilitas-fasilitas yang terdapat di luar kilang. Infrastruktur umum akan meliputi, namun tidak terbatas pada fasilitas di bawah ini: Bangunan administrasi Kilang Fasilitas Pengobatan Kantin Fasilitas keagamaan Fasilitas rekreasi/atletik Kelengkapan air dan listrik Fasilitas pengumpulan dan pembuangan limbah kering dan basah Kegiatan pengamanan Komunikasi umum Kegiatan Otorita Banda bea cukai dan keimigrasian Fasilitas pelatihan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-35
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.3.2. Kegiatan yang Diduga Akan Menimbulkan Dampak A. Tahap Prakonstruksi Komponen rencana kegiatan pada tahap prakonstruksi yang berpotensi menimbulkan dampak adalah kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh dan pemanfaatan tenaga kerja. 1. Pembebasan Lahan dan Tanam Tumbuh Pada lokasi
untuk sumur pengembangan, pemasangan pipa dan unit produksi akan
dilakukan pembebasan dan tanam tumbuh. Lahan yang akan digunakan diusahakan bukan lahan permukiman. Proses pembebasan lahan dan pemberian kompensasi tanam tumbuh akan dilaksanakan melalui panitia sembilan. Pengadaan lahan yang akan dilakukan pada tahap kegiatan ini akan dilakukan secara jual-beli, sewa menyewa atau dengan cara lain sesuai dengan kesepakatan bersama. Pengadaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan perusahaan dilakukan dengan cara jual-beli. Sedangkan pengadaan lahan yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan akan dilakukan dengan sistem pinjam pakai. 2. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Personil setempat yang telah memenuhi kualifikasi untuk pekerjaan tertentu akan direkrut. Ada kemungkinan sejumlah tenaga kerja akan didatangkan dari daerah lain bila tenaga dengan kualifikasi yang sama tidak dapat dipenuhi dari penduduk lokal. Selama masa konstruksi akan dibangun dan dioperasikan
camps untuk menyediakan tempat tinggal, makanan, air, perawatan medis, dan kebutuhan penting pekerja yang lain. Tenaga kerja untuk pemboran sumur pengembanga n diperkirakan ± 118 pekerja dengan berbagai macam keahlian ( skill). Jumlah, persyaratan dan spesifikasi kebutuhan tenaga pemboran sumur pengembangan disajikan pada Tabel 2.5. Sedangkan kebutuhan spesifikasi dan jumlah tenaga kerja pembangunan Block Station disajikan pada Tabel 2.6.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-36
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur Pengembangan No
Spesifikasi/Jabatan
Sertifikasi yang harus dimiliki AP-3
Jumlah (orang) 2
1.
Company Man
2.
K2LL
3.
Rig Superintendent
AP-3
2
4.
Wallsite Supevisor
AP-3
2
5.
Wireline Service Company
5
6.
Cementing Service Company
6
7.
Mud Logging Service Company
6
8.
Well testing Service Company
4
9.
Mud Engineering Service Company
3
10.
Casing Crew Service Company
3
11.
Administration Rig
2
12.
General Service Company
2
13.
Camp Service
8
14.
Catering Service
8
15.
Security Service
6
16.
Tool Pusher
AP-3
3
17.
Driller
JB-3
3
18.
Floorman
OBL
12
19.
Derrickman (operator Menara Bor)
OMB
33
20.
Crane Operator
SLO
3
21.
Store Keeper
-
3
22.
Roustabout
OLB
12
23.
Medical
24.
Chief Mekanik
25.
Mecanic
26.
Welder
27.
Electrician
2
2 -
2 10
Min. G-5
2 2
Total
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
118
II-37
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS atau GPF No A
Spesifikasi
Jumlah
Total
PEMBANGUNAN BS 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam
4
b. Office boy
2
c. Pembantu rumah tangga
2
d. Tukang gali
20
e. Pembantu tukang pekerjaan sipil
20
f. Tukang-tukang pekerjaan sipil
15
g. Tukang las pipa air
5
h. Sopir kendaraan penumpang
5 Jumlah
73
2. Tenaga Skill a. Engineer project
10
b. Drafter
4
c. Foreman
6
d. Operator alat berat
5
e. Operator mesin berputar
5
f. Mekanik
5
g. Sopir kendaraan berat
4 Jumlah
39
Total
112
Pembangunan transmisi gas akan membutuhkan tenaga kerja baik tenaga skill maupun
non skill . Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 156 orang dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis dan spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.7.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-38
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas No
A
Spesifikasi
Jumlah
Total
PEMBANGUNAN Pipe Line 1. Tenaga Un-Skill a. Tukang gali
20
b. Labor pipa
20
c. Office boy
4
d. Sopir kendaraan ringan
10 Jumlah
54
2. Tenaga Skill a. perator peralatan berat
10
b. Welder (tukang las bersertifikat)
32
c. Foreman
6
d. Engineer
10
e. Suveyor (Juru Ukur)
4
f. Sopir kendaran berat
10 Jumlah Total
72 156
Fabrikasi pipa dan peralatan konstruksi lain yang dilakukan di luar lokasi kegiatan juga secara tidak langsung akan menyerap tenaga kerja, baik tenaga skill maupun nonskill. Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki yaitu dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.8, sedangkan jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk pembangunan Kilang LNG dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.9.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-39
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan MS No A
Spesifikasi
Jumlah
Total
PEMBANGUNAN MS 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam
4
b. Office boy
2
c. Pemantu rumah tangga
2
d. Tukang gali
20
e. Pembantu tukang pekerjan sipil
20
f. Tukang-tukang pekerjan sipil
15
g. Tukang las pipa air
5
h. Sopir kendaraan penumpang
5 Jumlah
73
2. Tenaga Skill a. Engineer project
10
b. Drafter
4
c. Foreman
6
d. Operator alat berat
5
e. Operator mesin berputar
5
f. Mekanik
5
g. Sopir kendaraan berat
4
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jumlah
39
Total
112
II-40
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG. No A
Spesifikasi
Jumlah
Total
PEMBANGUNAN GPF 1. Tenaga Un-Skill a. Penjaga malam
110
b. Office boy
50
c. Pemantu rumah tangga
50
d. Tukang gali
540
e. Pembantu tukang pekerjaan sipil
540
f. Tukang-tukang pekerjaan sipil
400
g. Tukang las pipa air
130
h. Sopir kendaraan penumpang
130 Jumlah
1950
2. Tenaga Skill a. Engineer project
270
b. Drafter
110
c. Foreman
170
d. Operator alat berat
130
e. Operator mesin berputar
130
f. Mekanik
130
g. Sopir kendaraan berat
110 Jumlah
1015
Total
3000
Diperkirakan bahwa akan ada ± 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas konstruksi Kilang LNG puncak, yang akan bertambah secara bertahap, kemudian akan berkurang dengan selesainya pekerjaan. Pemrakarsa menyadari bahwa angkatan kerja sebesar ini perlu dikelola dengan ketat seperti berikut ini: 1) Pedoman yang komperhensif bagi Kesehatan, Keselamatan dan perlindungan Lingkungan. 2) Pedoman yang komprehensif bagi hubungan masyarakat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-41
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Orientasi lokasi pada saat kedatangan. 4) Kesejahteraan camp, penetapan standard minimum yang dapat diterima. 5) Cek kesehatan pra-kerja, skrining terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol dan uji petik. 6) Fasilitas rekreasi camp. 7) Penyediaan fasilitas penunjang medis yang memadai, dan rencana tanggap darurat. 8) Persyaratan jam kerja di lokasi dan cuti pulang ke rumah. 9) Transportasi di lokasi. 10) Fasilitas Ibadah. 11) Pengelolaan limbah camp dan konstruksi. 12) Keamanan dan perlindungan masyarakat setempat. 13) Hubungan dengan masyarakat setempat. Hal-hal tersebut di atas akan dirinci dalam dokumen lingkup kerja Pertamina EP untuk ditaati sub-kontraktor. Pemrakarsa juga akan memastikan bahwa para sub-kontraktor tingkat bawah dan tenaga kerja terampil menyadari dan tunduk terhadap aturan dan prosedur yang berlaku. Kontraktor pengelolaan camp yang akhli yang berpengalaman luas akan dipekerjakan oleh kontraktor Pertamina EP untuk melaksanakan hal tersebut diatas, sesuai standard yang ditetapkan Pemilik. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemboran sumur pengembangan ini, maka kemungkinan besar tenaga kerja untuk tahap kegiatan ini tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki kualifikasi dan sertifikasi tertentu.
Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut. Diperkirakan bahwa akan ada 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas konstruksi puncak, yang dimulai sesuai kebutuhan selanjutnya akan bertambah secara bertahap mencapai puncak, kemudian akan berkurang dengan selesainya pekerjaan. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemboran
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-42
PT PERTAMINA EP - PPGM
sumur pengembangan, pembangunan fasilitas produksi, pemipaan dan kilang LNG dan fasilitas terkait lainnya, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan sertifikasi tertentu. B. Tahap Konstruksi Konstruksi Pengembangan Lapangan Matindok dapat digolongkan menjadi aktivitas yang saling terkait sebagai berikut: 1) Konstruksi untuk persiapan pemboran 2) Konstruksi MS di Minahaki, BS di Donggi, Sukamaju dan Matindok, termasuk saluran pipa penyalur di darat, lepas pantai dan unit-unit pengolahan. 3) Konstruksi Kilang LNG di Uso atau padang, termasuk fasilitas pelabuhan khusus, unitunit pengolahan, unit-unit penyimpanan & pengangkutan, unit-unit utility , dan infrastruktur.
Selama keseluruhan kegiatan konstruksi, suatu program akan dilaksanakan untuk mengawasi pembuangan limbah konstruksi dengan cara yang sesuai dengan aturan dan peraturan lingkungan hidup Indonesia. Pemrakarsa akan mengadakan perencanaan sebagai program pemantauan, sesuai dengan prosedur pengelolaan limbah Kontraktor Pertamina EP, untuk memastikan dilaksanakannya aturan dan peraturan tersebut. 1. Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan, Material dan Tenaga Kerja Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi serta LNG. Peralatan dan material yang diangkut volumenya sangat besar. Sebagai peralatan konstruksi utama yang tipikal bagi konstruksi Kilang LNG berikut fasilitas yang terkait disajikan dalam Tabel 2.10. Pengaturan mobilisasi dan demobilisasi yang tepat dari peralatan, kuantitas puncak, total jangka waktu di lokasi, dan sumber peralatan konstruksi akan tergantung dari strategi pelaksanaan konstruksi yang tepat dari kontraktor utama, dari jadual dan ketersediaan peralatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-43
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.10. Peralatan Konstruksi Kilang LNG Uraian Ambulans
Backhoe/loaders Bus
Kuantitas Puncak 2 2 100
Kompresor udara, 100 cfm sampai 600cfm
16
Derek, 15 ton kebawah
10
Derek, 22 ton sampai 40 ton
15
Derek, 50 ton
10
Derek, 110 ton
6
Derek, 225 ton
3
Derek, 1200 ton
1
Tower Crane
1
Forklif
10
Generator, 220 kW ke bawah
4
Generator, 360 kW
6
Generator, 1.0MVA
8
Lampu, kilang dan menara
6
Prime movers
10
Tangker Bahan Bakar
2
Tangker Air
2
Traktor/truk
10
Trailer
30
Truk
30
Mesin Las, diesel
80
Mesin Las, listrik
65
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi gas serta LNG. Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan berat dan material yang sangat banyak diangkut dengan kendaraan berbadan besar.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-44
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Pembukaan dan Pematangan Lahan Kegiatan pembukaan dan penyiapan lahan mencakup: a. Penebangan dan pembersihan pohon dan semak belukar pada lokasi tapak proyek, yang luasnya sesuai dengan keperluan peruntukan lahannya. b. Perataan dan penimbunan dilakukan untuk pematangan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi tapak sumur, perpipan dan fasilitas produksi dan kilang LNG. Dalam pemenuhan material penimbunan, tidak didatangkan dari luar, tetapi memanfaatkan material hasil perataan areal yang bergelombang di sepanjang ROW pipa secara cut
and fill. c.
Pada ROW yang memotong drainase alami dan/atau sungai, akan dipasang goronggorong dan jembatan agar tidak menghambat pola aliran air. Gorong-gorong akan dipasang pada drainase alami dan/atau anak sungai yang lebarnya lebih besar atau sama dengan 2 m.
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan dilakukan sebagai berikut: 1) Pembukaan - Perataan dan Pengerasan Lahan-Pembukaan untuk fasilitas (base
camp, jalan, laydown area ) akan dilaksanakan dengan penebangan dan perataan sedikitnya footprint yang diperlukan untuk medukung pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Diantisipsi bahwa tidak akan mendatangkan bahan untuk pengurukan. Pemotongan lebih, apabila ada akan disimpan di lokasi atau dibuang di suatu daerah offsite yang ditunjuk. 2) Pengerukan - Pengerukan mungkin diperlukan untuk pembangunan dermaga dalam Kilang LNG. Apabila hal tersebut diperlukan, maka bahan pengerukannya akan ditimbun di daratan pantai sekitarnya untuk digunakan kembali apabila diperlukan. 3) Limbah sanitasi - Limbah sanitasi yang berasal dari camp pekerja akan dikelola di lokasi. 4) Sampah - Limbah Padat yang berasal dari camp pekerja akan ditimbun di TPS untuk kemudian dikelola lebih lanjut. 5) Gas Buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp pekerja akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel.
Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi baku dan akan menggunakan solar berkadar belerang rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-45
PT PERTAMINA EP - PPGM
6) Emisi knalpot Mesin dan Kendaraan – Pengoperasian peralatan konstruksi dan kendaraan personil akan menghasilkan emisi knalpot dalam jumlah sedikit. 7) Pembukaan, Perataan dan Pemadatan Lahan – Pembukaan, Perataan dan Pemadatan untuk Kilang LNG Induk dan fasilitas terkait akan dilaksanakan dengan cara: a)
Pemotongan dan pengambilan footprint minimum untuk menopang pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kurang-lebih 1.600.000 meter kubik material harus dipotong untuk mempersiapkan lokasi kilang LNG, di mana mayoritas material yang dipotong terkait dengan persiapan tempat tangki penimbun LNG.
b)
Pengurukan dan pemadatan bidang tanah yang rendah untuk mendapatkan daerah yang rata yang diperlukan untuk tapak bangunan berbagai
fasilitas.
Tanah yang hasil pemotongan digunakan untuk menguruk, sehingga dampak lingkungan akibat sisa meterial tanah dapat diminimasi.
3. Kegiatan Konstruksi Manifold Station (MS) dan Block Station (BS) (atau Fasilitas Pemrosesan Gas (GPF) Fasilitas produksi gas meliputi pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki dan
Block Station (BS) di 3 lokasi yaitu Donggi, Sukamaju dan Matindok. Secara umum kegiatan ini meliputi: a. Pembangunan fondasi struktur dan perlengkapannya b. Pendirian bangunan-bangunan dan pemasangan peralatan c.
Pekerjaan Piping System
d. Pekerjaan electrical dan peralatan ( instrument) Konstruksi fasilitas penunjang produksi gas di darat berakibat timbulnya limbah-limbah berikut ini: 1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur.
Setelah
beberapa kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih 18.500 meter kubik, akan dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua air buangan uji hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-46
PT PERTAMINA EP - PPGM
2) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel.
Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 3) Pembersihan Peralatan – Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest. 4) Buangan Uap dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas ke udara. 5) Grit (material sand blasting ) – Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan terlepas ke lingkungan. 6) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan dari lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir. 7) Pengerukan – Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk penimbunan. 8) Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan 9) Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dibuang ke sungai. 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas Secara garis besar jalur pipa yang dipakai untuk mengalirkan gas dari sumur - block
station (BS) – Kilang LNG. Ada tiga alternatif yang diajukan dalam kegiatan pemasangan pipa penyalur gas yaitu: (1) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang secara normal, (2) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang secara
horisontal direction drilling, dan (3) pemasangan pipa penyalur gas sejajar garis pantai. Jalur pipa trunkline akan dibuat tiga jalur alternatif yaitu: jalur alternatif-1, pemasangan pipa trunkline dari BS/GPF Donggi melintasi SM Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian ditimbun kembali atau alternatif-2 dilakukan dengan sistem pemboran horinzontal, dengan maksud untuk menghindari gangguan pada lahan SM Bangkiriang. Jalur alternatif-3, pemasangan
trunkline dari GPF Donggi akan dilakukan melalui pantai dengan penambahan panjang pipa ± 4 km.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-47
PT PERTAMINA EP - PPGM
Ditinjau dari sisi tingkat kesulitan teknis pemasangan dan biaya perawatan, jalur alternatif-3 relatif lebih mahal. Di jalur darat sebagian besar dipasang dengan jarak ±200 m dari jalan provinsi pada kedalaman 2 m. Jalur pipa di darat ada yang sejajar jalan raya, memotong jalan raya dan memotong sungai Gambar 2.17 menunjukkan konstruksi penanaman pipa normal sejajar dengan jalan raya, sedangkan Gambar 2.18 menggambarkan bagaimana teknik pemasangan pipa gas memotong jalan raya. Pada prinsipnya teknik pemasangan pipa pada kedua kondisi tersebut sama yakni pipa ditanam sedalam 2 meter dari permukaan sekitar jalan raya (general common level) dan dibalut dengan isolator dan pipa casing. Apabila jalur pipa tersebut memotong alur sungai, pipa ditanam memotong sungai dan dipasang minimal 2 meter di bawah dasar sungai (Gambar 2.19). Pembuatan desain pipa transmisi telah memperhatikan pada code dan standard dan peraturan pemerintah yang berlaku, komposisi gas, kelas lokasi, faktor laju korosi dan faktor desain kekuatan yang lebih tinggi, sehingga diharapkan pipa memiliki kemampuan dan kehandalan yang tinggi. Selain itu pipa juga diproteksi katodik dan diberi pembalut luar pipa (external coating ) untuk melindungi pipa dari korosi luar. Pada setiap segmen pipa tertentu terdapat flare yang apabila terjadi kondisi tidak normal seperti pipa bocor/pecah saat operasional, maka dengan sistem kontrol yang tersedia, gas yang masih berada di dalam pipa akan mengalir ke flare stack secara otomatis dan segera terbakar. Upaya yang dilakukan yaitu akan melokalisir dan mengamankan area sepanjang jalur pipa yang bocor tersebut sesuai prosedur SOP dan ketentuan yang berlaku. Desain pipeline juga berdasarkan Kep. Men PE No. 300K tahun 1997 dan Code and Standard .
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-48
PT PERTAMINA EP - PPGM
Jl. Raya GROUND LEVEL 2.0 M
MIN 5 M
MIN.6M
Gambar 2.17. Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya
VENT
BADAN JALAN RAYA RAYAPERMUKAAN TANAH VENT
TOP CASING
2 MTR
BOP CASING
Gambar 2.18. Disain Peletakan Typical Highway Crossing
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-49
PT PERTAMINA EP - PPGM
2m
2m
2m
Jalur pipa
Gambar 2.19.
Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai
Setelah kegiatan pembersihan lahan dan pematangan lahan selesai, maka kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dilaksanakan dengan urutan pekerjaan berikut ini: 1) Penggalian tanah yang akan ditanami pipa, 2) Pengelasan pipa di lokasi pemipaan, 3) Uji radiografi, 4) Penurunan pipa, 5) Penanaman pipa, 6) Hydrotest , 7) Pembersihan/pengeringan dalam pipa (pigging).
Penggelaran pipa untuk lokasi sumur Sukamaju dibuat 2 alternatif, yaitu pipa digelar di samping jalan yang sudah ada (alternatif-1) atau gas dijual langsung ke PLN di lokasi sumur (alternatif-2).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-50
PT PERTAMINA EP - PPGM
Fasilitas fabrikasi di darat dan kemudian diangkut ke lokasi menggunakan tongkang. Sumber-sumber daya untuk keperluan usaha konstruksi sebagian besar akan tersedia di tongkang-tongkang dan kapal-kapal pendukung dan hanya sedikit logistik dan material akan dibutuhkan dari tim di darat.
Diperkirakan hanya beberapa sumber daya dari
pangkalan di darat diperlukan seperti bahan bakar dan barang pakai lainnya termasuk fasiltas camp sementara. Namun demikian, instalasi dan konstruksi jalur pipa di pantai akan memerlukan sebuah tim kecil yang akan berpangkalan di lokasi di darat. Aktivitas konstruksi yang terkait dengan pembangunan pipa lepas pantai dapat dibagi menjadi fabrikasi dan pemasangan jalur pipa di pantai. Pekerjaan konstruksi akan dibagi menjadi fase-fase utama berikut ini: a. Fabrikasi di Darat. – Bagian-bagian struktural pipa akan difabrikasi, dirakit dan dites sebagai unit fungsional lengkap di bengkel fabrikasi di darat. b. Angkutan ke Lokasi – Pipa yang telah di-pra-rakit akan diangkut dari tempat-tempat fabrikasi ke lepas pantai SM Bangkiriang menggunakan tongkang khusus untuk tujuan tersebut. c.
Instalasi di Lepas Pantai – Fase konstruksi marine ini melibatkan pemancang fondasi, dan pemasangan pipa.
Setelah memancang tiang pemancang fondasi kemudian semua komponen pipa dan peralatan akan disambung dan dipersiapkan untuk tujuan komisioning. Akan tersedia sebuah kapal pendukung pekerjaan penyelaman apabila diperlukan pekerjaan di bawah laut. Pipa untuk pipa penyalur akan difabrikasi, di- corrosion coated dan concrete coated di tempat-tempat fabrikasi dan kemudian diangkut ke lokasi untuk dikonstruksi. Terdapat tempat-tempat di dasar laut yang terdiri dari gelombang pasir dan mungkin akan diperlukan pengerukan beberapa bagian gelombang pasir tersebut. Pipa penyalur akan diletakkan di dasar laut secara langsung atau di tempat-tempat yang telah dikeruk.
Platform risers mungkin telah di-pra-instalasi pada pipa penyalur, tergantung dari enginiring dan penilaian rinci kondisi lingkungan. Pipa penyalur lepas pantai disalurkan ke fasilitas di darat melalui suatu bagian yang lazim disebut shore approach pipa penyalur. Tempat ini biasanya merupakan transisi antara pipa penyalur bawah laut di garis pantai dan pipa penyalur di darat. Shoreline
approach pipa penyalur dibangun menggunakan metode parit terbuka konvensional.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-51
PT PERTAMINA EP - PPGM
Akan dibuat parit dari dataran lumpur dekat pantai ke suatu lokasi di darat.
Pipa
penyalur akan dipasang di dalam parit tersebut dan diuruk kembali menggunakan tanah setempat atau batu-batuan rekayasa.
Sesuai peraturan Indonesia, pipa penyalur di
shore approach harus diberi parit dan dikubur sampai kedalaman 2 m sampai kedalaman air 12 m. Metode-metode konstruksi shore approach pipa penyalur sedang diteliti untuk memperoleh alternatif. Pra-Komisioning Pipa Penyalur. Pipa penyalur akan dibersihkan dan diukur sebelum air dikeluarkan. Pengeluaran air akan dlilakukan menggunakan udara, kompresor dan serangkaian pig trains. Kegiatan Pembangunan Instalasi Jalur Pipa & Shore Approach berpotensi menimbulkan limbah berikut: 1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur.
Setelah
3
hydrotest, maka air yang kurang-lebih 20.000 m , akan dialirkan ke laut lepas. Sebelum dilepas air tersebut akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. 2) Akan dilakukan analisis secara seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa air buangan tersebut sudah memenuhi baku mutu untuk dibuang ke lingkungan. 3) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel.
Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 4) Pembersihan Peralatan – sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest. 5) Gas Buang dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke udara yang secara periodik akan dipantau. 6) Grit (material sand blasting) – Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan terlepas ke lingkungan. 7) Barang
Terjatuh
–
Akan
dilaksanakan
aktivitas
konstruksi
penyalur
kemungkinan akan ada barang terjatuh dari barge sekalipun relatif sedikit.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-52
dan
PT PERTAMINA EP - PPGM
8) Pengerukan – Untuk mentaati peraturan Indonesia tentang penimbunan pipa penyalur di shore approach, maka akan terdapat volume material dasar laut dan dataran lumpur yang signifikan yang dikeruk, kira-kira 150.000 sampai 250.000 meter kubik selama konstruksi pipa penyalur. Mungkin akan terjadi pengerukan dasar laut lebih lanjut di lokasi gelombang pasir apabila dianggap membahayakan integritas struktural pipa penyalur. 9) Puing penimbunan bebatuan – Pipa penyalur mungkin terkubur di bawah tanah asli atau bebatuan rekayasa.
Kapal-kapal Penimbun bebatuan akan diseleksi secara
seksama guna memastikan bahwa penimbunan bebatuan akan se-akurat mungkin, namun diperkirakan bahwa beberapa bagian dasar laut akan tertutup puing bebatuan. 10) Pengerukan – pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam. 11) Puing dari pembuangan bebatuan – puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam. 12) Limbah sanitasi – air limbah sanitasi pekerja akan dikelola agar tidak mencemari lingkungan pantai. 13) Lain-lain – berbagai barang, seperti bahan tali baja, dan sebagainya mungkin akan terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja. 5. Kegiatan Konstruksi Kompleks Kilang LNG Setelah pembebasan lahan untuk Lokasi Kilang LNG dan penyelesaiaan
pembukaan
serta perataan lahan, maka dilakukan konstruksi Kilang LNG dan fasilitas dermaga. Kegiatan kontruksi Kilang LNG terkait meliputi: a. Pembangunan camp konstruksi b. Pengembangan daerah laydown kontruksi dan jalan akses sementara c.
Aktivitas konstruksi sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan gedung)
d. Pengerukan (apabila diperlukan) e. Pemasangan baja struktural f.
Pemasangan tangki LNG
g. Fabrikasi dan instalasi pipa. h. Instalasi peralatan i.
Instalasi junction box, cnduit dan kabel listrik/instrumen
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-53
PT PERTAMINA EP - PPGM
j.
Pendirian gedung CPP
k.
Pendirian gedung kilang
l.
Uji coba mekanis sistim peralatan/pemipaan
m. Pendirian bangunan fasilitas terkait Kilang LNG seperti fasilitas dermaga n. Aktivitas pra-komisioning. Pekerjaan konstruksi lokasi akan dibagi menjadi lingkup bidang khusus, seperti Marine ,
trains LNG, Utilities, Offsites, tangki-tangki LNG, dan sebagainya. Secara tipikal, subkontrak-subkontrak akan mencakup: 1) Pekerjaan sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan pekerjaan beton, serta dermaga) 2) Pemasangan rangka baja 3) Instalasi dan uji coba pemipaan 4) Instalasi peralatan 5) Listrik dan instrumentasi 6) Isolasi Guna meminimasi pekerjaan di lokasi dan guna mengoptimasi biaya dan jadual, maka akan banyak digunakan pra-fabrikasi, pra-perakitan dan modulisasi pemipaan, peralatan dan bangunan. Untuk tujuan ini, akan digunakan bengkel-bengkel di dekat lokasi atau jauh dari lokasi. Secara tipikal hal ini akan mencakup yang berikut ini: 1) Rangka baja struktural 2) Fabrikasi spool pipa 3) Pra-isolasi pipa dan peralatan 4) Sand-blasting dan pengecatan 5) Penggunaan unit yang skid mounted (peralatan, pipa, listrik, dsb) 6) Pra-fabrikasi dan instalasi rak pipa 7) Bangunan modular Tanggung jawab atas konstruksi, dan komisioning fasilitas kilang LNG dan GPF serta fasilitas dermaga (marine fasility ) akan ditugaskan kepada kontraktor utama PT. Pertamina EP. Kontraktor tersebut akan mengontrol fungsi-fungsi penting termasuk program keselamatan, pengendalian mutu, pengendali proyek, logistik, tenaga kerja, jasa-jasa teknis, dan hubungan masyarakat. Subkontraktor yang memiliki sumber daya,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-54
PT PERTAMINA EP - PPGM
fasilitas dan tenaga kerja Indonesia akan dimanfaatkan secara maksimum untuk pelaksanaan konstruksi Kilang LNG. Lingkup paket-paket subkontrak masing-masing akan ditetapkan sesuai dengan faktor-faktor seperti wilayah kilang, spesialitas pekerjaan (mekanis, listrik, sipil, tangki LNG, marine, dsb.), dan ukuran lingkup yang bersifat relatif. Pelaksanaan proyek akan didasarkan pada pasokan material sebanyak mungkin yang tersedia dari Indonesia, dan pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan tenaga kerja dan subkontraktor lokal untuk hal-hal yang khusus. Hampir semua keperluan sumber daya seperti peralatan, material, jasa-jasa dan tenaga kerja Kontraktor tersedia di Indonesia, namun kemungkinan besar tidak tersedia di sekitar proyek, misalnya dalam penyediaan bahan bakar, pelumas, dan beberapa material konstruksi. Pasir, agregat, dan papan kayu mungkin tersedia dari sumber-sumber di Kabupaten Banggai dan sekitarnya. Secara ringkas, maka program konstruksi dermaga di komplek LNG mencakup lingkup kerja berikut ini: 1) Mobilisasi kontraktor konstruksi marine di lokasi 2) Mendirikan pangkalan konstruksi dan wilayah kerja di sepanjang pantai 3) Membuat jembatan dok cargo dan tempat tambat. 4) Membuat dry-dock untuk pra-fabrikasi bangunan intake. Sebagai alternatif diatur supaya dibuat di luar lokasi. 5) Membangun jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins 6) Membuat dan menempatkan jetty head superstructure 7) Menyesaikan intake air pendingin dan bangunan outlet 8) Mengubah pangkalan konstruksi marine untuk operasi marine Dalam pekerjaan ini, pengerukan kanal sementara di dataran berlumpur ke pantai mungkin diperlukan guna memungkinkan pembongkaran peralatan sampai dibangunnya dok cargo permanen dan/atau untuk memungkinkan pembangunan LNG pipeway
trestle . Jalan urukan padat digunakan di air dangkal (0-2 m pada air pasang) di dok cargo atau trestle LNG. Jalan tersebut akan ditempatkan dan dirancang supaya tidak menganggu proses alami pesisir di pantai. Di air yang lebih dalam akan digunakan
trestles terbuka. Jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins yang
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-55
PT PERTAMINA EP - PPGM
akan dibangun mempunyai spesifkasi. Berikut ini spesifikasi dermaga khusus LNG (sedangkan gambar-gambar selegkapnya pada Lampiran 9). a. Ukuran
: ± 15 x 1000 m
b. Konstruksi : Quary wall, pancang plat baja (sheet steel pile FSP IV) kedalaman 15 meter, pada bagian atas di cor sebagai apron stage. c.
Fender
d. Kapasitas
: H. Beam 300 ditambah karet, dipasang setiap jarak 5 meter, : ± 15.000 DWT
e. Kedalaman : - 10 s.d. – 15 meter f.
Ukuran panjang jetty : ± 250 m.
Setelah penyelesaian aktivitas konstruksi dan uji coba mekanis peralatan dan komponen, maka komponen fasilitas akan secara progresif diserah-terimakan kepada personil komisioning dan operasi kilang. Akan terjadi sedikit tumpang tindih antara tenaga kerja konstruksi yang bertanggung jawab atas penyelesaian fasilitas dan personil komisioning dan operasi yang bertanggung jawab atas startup dan operasi fasilitas tersebut. Setelah semua fasilitas dikomisioning, maka kilang tersebut akan mengalami uji coba pelaksanaan menyeluruh sebelum penerimaan akhir dan serah-terima resmi kepada grup operasi. Kontraktor yang dipilih PT. Pertamina EP harus memberikan jaminan kepada pemrakarsa suatu rencana pengelolaan limbah yang komperhensif yang memperinci prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk pengelolaan dan pembuangan limbah konstruksi. Limbah yang ditimbulkan selama konstruksi Kilang LNG dan fasilitas terkait harus ditangai dengan baik. Sumber-sumber limbah berbahaya harus tetap terpisah dari jenis limbah yang tidak berbahaya untuk dikelola sesuai peraturan lingkungan hidup Indonesia. Pembangunan Kilang LNG dan fasilitas terkait akan menimbulkan limbah sebagai berikut: 1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah beberapa kali hydrotest , maka air yang kurang-lebih 18.500 meter kubik, akan dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. 2) Air Pencucian Peralatan – Sebelum komisioning, semua peralatan akan dicuci secara internal. Air cucian tersebut akan dipelakukan sama seperti air hydrotest .
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-56
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah Sanitasi – Limbah Sanitasi yang ditimbulkan camp konstruksi akan diolah dalam sebuah kilang pengolahan paket di lokasi sebelum dibuang. 4) Sampah – Limbah padat yang berasal dari camp perintis akan dibuang di tempat pengurukan atau pembakaran sampah di lokasi. 5) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel.
Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida. 6) Gas buang Mesin dan Kendaraan – Pengoperasian peralatan konstruksi dan kendaraan personil hanya akan menimbulkan emisi knalpot dalam jumlah kecil. 7) Kelebihan Konstruksi Surplus – Kelebihan (surplus) material konstruksi seperti bahan isolasi, bahan cat, bekas pemotongan baja akan ditampung, diklasifikasi dan dibuang di luar lokasi. 8) Aliran Stormwater – Aliran Stormwater untuk tempat-tempat yang bersih akan dibiarkan mengalir sebagai air permukaan atau melalui selokan alamiah atau buatan ke kuala. Aliran dari tempat-tempat yang cenderung terkena kontaminasi akan dialirkan ke sebuah bak penampung. Air yang tertampung dalam bak tersebut akan di tes sebelum pembuangan akhir. Apabila diketahui dapat dibuang langsung, maka isi bak-bak tersebut akan dilepas ke kuala.
Apabila diketahui tidak cocok untuk
dibuang langsung, maka air tersebut akan diolah sebelum dibuang. 9) Tumpahan-tumpahan umum – Tempat-tempat yang menggunakan atau menyimpan bahan bakar atau cat akan diberi pembatas untuk mencegah aliran air masuk/keluar, dan semua mesin yang digerakkan diesel akan diperlengkapi dengan
drip trays.
Tumpahan-tumpahan dari tempat penyimpanan dan drip pans akan
dibuang dengan absorben kering atau disiram menuju ke sebuah tempat penampungan (sump) untuk dibuang di kemudian hari. 10) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan dikumpulkan untuk pembuangan akhir. 11) Pengerukan – Pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam. 12) Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-57
PT PERTAMINA EP - PPGM
13) Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dibuang ke laut. 14) Serbaneka – Berbagai barang, seperti bahan sea-fastening, panel grating, tali baja, dan sebagainya mungkin akan terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja. C. Tahap Operasi 1. Penerimaan Tenaga Kerja Tenaga kerja untuk operasional produksi gas dan kilang LNG sangat besar, sebagian merupakan tenaga ahli dengan skill yang memenuhi persyaratan perusahaan, dan sebagian lainnya bukan tenaga ahli. Pelaksanaan penerimaan tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah personil yang dibutuhkan dan spesifikasinya untuk mengoperasikan masing-masing BS atau GPF lebih kurang 26 orang (Tabel 2.11). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja untuk operasional transmisi gas yang akan dibutuhkan hanya ±28 orang (Tabel 2.12). Tabel 2.11. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit GPF No 1.
Spesifikasi
Jumlah
Total
Tenaga Un-skill a. Office-Boy
4
b. Cleaning services
4
c. Sopir kendaraan Penumpang
2
d. Security
4
2.
Jumlah
14
Tenaga Skill a. Opertor produksi
8
b. Foreman produksi
4 Jumlah
12
Total
26
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-58
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.12. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat No 1.
Spesifikasi
Jumlah
Tenaga Un-skill a. Office-Boy
2
b Sopir kendaraan ringan
6 Jumlah
2.
Total
8
Tenaga Skill a. Pipa checker
14
b. Operator peralatan berat
2
c. Foreman
2
b. Sopir kendaran berat
2 Jumlah
Total
20 28
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Sementara itu jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kegiatan dua
train awal kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan 200 personil kilang. Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia. Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut. Jumlah personil yang dibutuhkan pada tahap operasi ini lebih kecil bila dibandingkan dengan tahap konstruksi. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan mengoperasikan GPF, BS, Kilang LNG, dermaga dan pemeliharaan pipa transmisi gas dan kondensat serta transportasi kondensat melalui darat, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan sertifikasi tertentu. Jumlah tenaga kerja terbanyak adalah untuk operasional kilang, dimana jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan lebih kurang 300 personil. Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-59
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Pemboran Sumur Pengembangan Sumur-sumur pengembangan di Donggi, Minahaki, Matindok, Sukamaju, dan Maleoraja dibor dengan menggunakan land-rig yang kapasitasnya sesuai dengan kedalaman yang akan dicapai. Peralatan pemboran telah dilengkapi dengan pencegahan semburan liar (blow out preventer), Standard Operation Procedure (SOP), dan penanggulangan keadaan darurat (emergency respon plan ). Peralatan berat yang telah selesai digunakan kemudian dimobilisasi dan didemobilisasi dengan kendaraan berat. Hal-hal penting terkait dengan kegiatan
operasi pemboran sumur pengembangan
sebagai berikut ini: a. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan pemboran. b. Penggunaan lumpur pemboran – Semua sumur akan dibor menggunakan lumpur yang water-based dan tidak beracun untuk kedalaman bagian atas pengembangan sumur. Pemboran reservoar akan dilakukan menggunakan low-toxicty, synthetic oil-
based atau water-based mud.
Water-based mud tersebut dapat dipergunakan
ulang untuk semua sumur yang dibor dari setiap anjungan. Apabila semua sumur telah dieselesaikan, maka water-based mud tersebut akan dialirkan ke mudpit. Kira-kira 2000 sampai 2500 bbl water-based mud diperkirakan akan dibuang dari masing-masing sumur, atau total kira-kira 7.500 bbl. Apabila digunakan, synthetic oil-based mud akan digunakan jenis low toxicity oil-
based mud.
Logam-logam berat tidak akan digunakan pada sistem lumpur
manapun, kecuali apabila terdapat kemungkinan bahwa akan ditemukan Hidrogen
Sulfida (H2 S). Dalam hal itu, dapat digunakan Zinc Carbonate sebagai pengikat H2S. c.
Cuttings – Cuttings yang akan dihasilkan selama pemboran kira-kira 3000-3800 bbl, dan cuttings akan dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah 1 kali
hydrotest, maka air yang kurang-lebih 20.000 meter kubik, akan dibuang di sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan. e. Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh generator yang digerakkan mesin diesel.
Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-60
PT PERTAMINA EP - PPGM
f.
Pembersihan Peralatan – Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest.
g.
Gas Buang dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke udara yang secara periodik akan dipantau.
h.
Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan dari lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir.
i.
Pengerukan – Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk penimbunan.
j.
Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat urukan tanah yang ditentukan
k.
Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard yang berlaku sebelum dialirkan ke sungai.
3. Operasi Produksi di BS atau GPF Seluruh produksi dari sumur-sumur gas dialirkan ke masing-masing Block Station (3 unit BS), setelah melalui Header Manifold (karena jarak ke BS di Donggi relatif jauh, khusus untuk gas dari sumur-sumur di Minahaki lokasi Manifold Station-nya di Minahaki) gas akan masuk ke dalam separator (gas/liquid separation) untuk memisahkan gas, kondensat dan air yang ikut terproduksi. Selanjutnya, gas yang sudah mengalami pemisahan pada tahap awal akan dialirkan dan diproses lebih lanjut. Gas yang sudah mengalami pemisahan pada tahap awal akan dialirkan ke CO2 and H2S removal plant untuk menurunkan kadar H2S, selanjutnya gas dikeringkan di Unit TEG dehydratiion dan kelembabannya di kontrol menggunakan DEW Point Control . Gas yang telah memenuhi standar gas sale diukur melalui fasilitas metering dan dialirkan melalui pipa ke Kilang LNG. Sulfur (belerang) hasil pemisahan dari gas alam dalam bentuk padat/tepung, ditampung di pelataran (yard) belerang untuk penanganan selanjutnya, sedangkan kondensat langsung dialirkan ke tangki penimbun kondensat untuk selanjutnya dikirim dengan mobil tangki ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo. Flare didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal (blowdown), dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang didalamnya masih mengandung partikel gas CO2 rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-61
PT PERTAMINA EP - PPGM
Limbah yang berasal dari Pengoperasian Fasilitas Produksi Gas, misalnya : 1) Limbah mengandung gas a) Emisi gas dari penggerak peralatan utama. Peralatan utama, seperti kompresor, genset dan pompa-pompa menggunakan mesin berbahan bakar gas. Gas buang hasil pembakaran akan dilepas ke udara terbuka. b) Emisi gas dari penggerak mesin – Cadangan tenaga listrik menggunakan mesin pembangkit berbahan bakar diesel. Mesin diesel akan dipakai hanya sewaktu pembangkit turbin gas utama tidak bekerja. Limbah dari mesin dalam bentuk gas buang akan dilepas ke udara terbuka. c) Gas cerobong pemanas regenerator glycol – Regenerator glycol yang dipakai pada unit pengering adalah dengan cara menguapkan air yang diserap dalam pemanas semburan-gas. Gas cerobong pemanas akan dilepas ke udara terbuka. d) Emisi suar api (flare stack )– Suar api didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung CO2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak normal, namun jangka waktunya pendek. 2) Limbah cair a) Air
Terproduksi
–
Fasilitas
pengolahan
meliputi
pemisahan
setiap
air
terproduksi. Ada dua nalternatif dalam pemisahan air terproduksi yakni dengan cara (1) menginjeksikan kembali ke perut bumi (re injection), dan (2) air terproduksi akan ditangani tersendiri di instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), sampai kualitasnya memenuhi ketentuan yang ditetapkan untuk air buangan sebelum dilepas ke badan air. b) Limbah Domestik Cair – Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank. Sementara
limbah
dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke
sungai. c) Limbah dari Pengeringan Permukaan – Air yang berasal dari hujan yang menimpa kompleks GPF, air yang digunakan untuk pembersihan dan pencucian lantai dan atau fasilitas produksi yang tidak mengandung polutan akan dialirkan melalui saluran drainase dan dialirkan ke sungai. Sementara air untuk pengeringan yang mengadung polutan akan dialirkan IPAL.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-62
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah padat a) Limbah Domestik Padat – Limbah padat organik yang mudah terbakar dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar. Sementara sampah padat umum yang tidak mudah terbakar yang tidak membahayakan kesehatan seperti gelas, plastik, fiber akan dipisah-pisahan, kemudian akan ditangani lebih lanjut. b) Limbah Padat Industri – Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk proses atau sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan
waste baskets, besi, kawat, lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan kimia, oli bekas dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah disiapkan khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang mempunyai ijin pengelolaan limbah B3.
4. Penyaluran Gas Melalui Pipa Gas yang telah diproses di GPF di Donggi dan GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan melalui pipa berdiameter 16” sampai Fasilitas Bersama JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Senoro (tekanan gas di Senoro sekitar 784 psig) yang kemudian dengan pipa berdiameter 34” sepanjang sekitar 25 km disalurkan ke Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui pipa berdiameter 16” sampai junction (tekanan gas di junction ini ± 773 psig) pada pipa jalur Senoro -Kilang LNG di Batui atau Kintom (tekanan gas di Kilang ± 750 psig). Produksi gas yang dikirim rata-rata 300 MMSCFD. Pada inlet pipa, terdapat fiscal
metering untuk mengetahui jumlah gas yang dikirim. Jalur pipa gas dirancang sedemikian rupa, untuk melindungi pipa dan lingkungan dari bencana dan pencemaran, sedapat mungkin menghindari daerah-daerah yang padat permukiman. Pipa diberi lapisan pembungkus ( coating), pencegahan korosi dan ditanam dalam tanah untuk melindungi dari kemungkinan bocor akibat kerusakan. Aliran dan tekanan gas dipantau secara terus-menerus terhadap adanya indikasi kebocoran pipa.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-63
PT PERTAMINA EP - PPGM
Apabila terdeteksi adanya gejala kebocoran, operator akan segera melaksanakan SOP yang telah ditentukan sesuai dengan jenis kejadian yang berlangsung, terutama tindakan pengamanan operasi dan sistem isolasi. Untuk keselamatan jalur pipa, di sekitar pertengahan jalan dipasang valve station dilengkapi dengan vent flare. Untuk kepentingan pembersihan dan tujuan operasi teknis lainnya, di kedua ujung saluran gas dilengkapi pig launcher and receiver .
5. Penyaluran Kondensat dengan Transportasi Darat Kondensat yang berasal dari separator Block Station ditampung dalam Tangki Penampung sebelum diangkut ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB PertaminaMedco Tomori Sulawesi di Bajo. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m3. Minyak/ kondensat akan diangkut dari Block Station ke Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil tangki berukuran besar.
6.
Operasional Kilang LNG dan Fasilitas Pendukungnya Operasi awal didasarkan pada Kilang LNG dua-train dengan kapasitas produksi sebesar 2 juta metrik ton LNG per tahun. Kebutuhan gas “ feedstock” terkait adalah sebesar lebih kurang 300 MMSCFD, yang pada awalnya akan didapatkan dari dua lapangan gas yaitu Matindok dan Senoro. Proyek Pengembangan Gas Matindok akan dirancang, dibangun dan dioperasikan dengan memperhatikan semua limbah yang mengandung gas, cairan dan padat yang berasal dari fasilitas yang terkait akan dikelola sepenuhnya tunduk pada Perundangundangan Indonesia secara Nasional, Regional dan Lokal. Program Manajemen Lingkungan dan Program Pemantauan Lingkungan akan dipersiapkan untuk proyek ini untuk menetapkan persyaratan dan prosedur lingkungan khusus. Program resmi kesadaran lingkungan akan diberlakukan untuk semua pegawai dan kontraktor untuk meningkatkan kebijakan pengolahan secara bertanggungjawab dari sumber daya lingkungan yang terkena pengaruh operasi untuk memastikan dikuranginya setiap pengaruh lingkungan yang secara potensial merugikan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-64
PT PERTAMINA EP - PPGM
Limbah yang Berasal dari Pengoperasian Kilang LNG dan Fasilitas Terkait Sumber limbah mengandung gas, limbah cair dan padat berikut diperkirakan akan berasal dari Kilang LNG dan fasilitas dermaga. 1) Limbah mengandung Gas a) Emisi limbah dari penggerak turbin gas – Penggerak utama untuk kompresor pendingin pada Unit Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang adalah turbin gas. Limbah dari turbin akan dilepas ke udara terbuka. b) Emisi limbah dari penggerak diesel – Pompa air-pemadam-kebakaran darurat cadangan dan pembangkit tenaga darurat akan digerakkan oleh diesel. Penggerak-diesel darurat cadangan hanya akan dipakai jika motor atau penggerak-turbin gas utama tidak bekerja (seperti, selama tidak ada tenaga listrik). Kapal-tunda, kapal-kapal lain, mobil, bus, truk, crane dan peralatan perawatan lain juga akan digerakkan dengan diesel. Bahan bakar diesel dengan kiandungan sulfur rendah akan dipakai, dengan pengawasan emisinya sesuai dengan standar yang berlaku. Limbah dari penggerak diesel tersebut akan dilepas ke udara terbuka. c)
Gas cerobong dari pendidih uap – Uap bertekanan rendah berfungsi sebagai sumber medium kilang selain sebagai daya gerak untuk penggerak turbin uap pembantu starter dari turbin pendingin. Uap bertekanan rendah dihasilkan dalam pendidih semburan-gas. Gas cerobong dari pendidih tersebut akan dilepas ke udara terbuka.
d) Emisi suar api (flare stack) – Suar api didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung CO2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak normal, namun jangka waktunya pendek. Perkiraan dari emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG adalah seperti diringkaskan dalam Tabel 2.13. Perkiraan emisi ini harus dianggap sebagai permulaan, tergantung pada verifikasi dan perbaikan yang mungkin ada sejalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-65
PT PERTAMINA EP - PPGM
dengan perbaikan disain fasilitas. Emisi pada masa datang akan meningkat secara proporsional sejalan dengan meningkatnya jumlah train. Tabel 2.13. Emisi Udara Kilang LNG Emisi yang Diperkirakan (metrik ton per tahun) Total Sulfur SO (sebagai NO (sebagai CO (sebagai SO x ) NOx) H2S)
Sumber
1. Gas Limbah AGRU
--
--
3.23 x 4
40
2. Penggerak Turbin Gas untuk Kompresor Pendingin 3. Penggerak Turbin Gas untuk Pembangkitan Tenaga Listrik
50
600
0.83 x 4
--
20
600
0.30 x 4
--
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005 2) Limbah cair a) Air limbah kontak langsung adalah air yang berasal dari operasi atau peralatan dimana air berhubungan langsung dengan cairan pengolahan (seperti air formasi, air pengolahan). Air limbah kontak langsung akan dialirkan di IPAL untuk diolah sampai sesuai dengan standar mutu aliran yang berlaku sebelum dialirkan ke sungai. b) Limbah kimia basah – Limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility akan dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk penyesuaian pH-nya sebelum diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum dibuang. c) Limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan (air hujan, air pencucian, dan sebagainya) - Limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan yang terancam pencemaran potensial akan dikumpulkan dan diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum dibuang. Limbah pengeringan dari daerah yang bersih dan tidak mengadung polutan akan langsung dialirkan ke saluran dan diteruskan ke sungai. d) Limbah Domestik Cair – Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank. Sementara
limbah
dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke
sungai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-66
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah padat a) Limbah Padat Industri - Saringan molekul bekas, filter karbon dan damar pengganti ion dan limbah padat lainnya akan dikumpulkan sementara sebelum ditangani lebih lanjut. Karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan dikumpulkan dan dibuang ke luar ke fasilitas pembuangan limbah berbahaya yang telah disetujui atau dikembalikan ke pabrikan katalis untuk diproses ulang. Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk proses atau sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan waste baskets , besi, kawat, lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan kimia, oli bekas, dan bermacammacam limbah padat lain dari kegiatan pembersihan tanki, exchanger dsb dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah disiapkan khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang mempunyai ijin pengelolaan limbah B3. b) Limbah Domestik Padat – Limbah padat organik yang mudah dibakar dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar. Bahan sampah padat umum yang tidak mudah seperti gelas, plastik, fiber akan dikumpulkan dalam tong yang memadai dan ditampung di tempat penimbunan untuk sementara, kemudian akan ditangani lebih lanjut dengan mendaur ulang limbah tersebut dalam bentuk lain pemanfaatan. Kegiatan operasi Kilang LNG dan fasilitas yang ada di kompleks dalamnya menghasilkan limbah yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan berikut ini. a) Limbah gas Emisi limbah dari penggerak turbin gas untuk kompresor pendingin pada Unit Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang akan dilepas ke udara terbuka; emisi limbah dari penggerak diesel untuk pompa air-pemadamkebakaran darurat cadangan dan pembangkit tenaga darurat, mobil, bus, truk,
crane dan peralatan perawatan berbahan bakar diesel dengan konsentrasi sulfur rendah akan akan dilepas ke udara terbuka; gas cerobong dari pendidih uap sumber medium kilang dan untuk penggerak turbin uap pembantu starter dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-67
PT PERTAMINA EP - PPGM
turbin pendingin akan dilepas ke udara terbuka; emisi suar api pengolahan gas dan pembakar cairan kering juga akan dilepas ke udara terbuka. Perkiraan dari emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG dua train adalah seperti diringkaskan dalam Tabel 2.13 di atas. b) Limbah cair Limbah cair berasal dari air formasi setelah diolah di Effluent Treatment Unit (IPAL) kemudian dialirkan ke laut; air hydrotest yang dipergunakan untuk pengujian tekanan bejana dan perpipaan yang mungkin mangandung kuantitas residu dari biosida, oxygen scavangers dan sebagainya. akan diolah di IPAL dan selanjutnya dialirkan ke laut; limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan (air hujan, air pencucian, dan sebagainya) Limbah pengeringan akan dikumpulkan dan diteruskan ke IPAL
sebelum
dialirkan ke laut; sedangkan limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility akan dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk penyesuaian pH-nya sebelum diteruskan ke IPAL sebelum dialirkan ke laut; limbah sanitasi baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan diolah pada unit pengolahan biologis tertutup sebelum dialirkan ke laut. Limbah cair dari kegiatan-kegiatan di atas yang telah diolah di IPAL dan telah memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan air yang disyaratkan, kemudian air dialirkan ke laut. c) Limbah padat Limbah saringan molekul bekas, filter karbon dan damar pengganti ion dan barang-barang bekas akan dikumpulkan untuk dibuang ke luar ke tempat penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah. Berbagai macam limbah padat dari kegiatan seperti pembersihan tanki,
exchanger atau jaringan pipa akan dikumpulkan dan di buang ke luar ke tempat penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah. Sampah umum baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan dibuang ke tempat penimbunan atau pembakaran sampah. Sementara itu limbah padat karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan dikumpulkan dan dikirim ke luar lokasi sesuai prosedur dan persyaratan tentang penanganan limbah B-3.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-68
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Pemeliharaan Fasilitas Produksi Kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi waktunya secara berkala, tergantung dari masing-masing jenis peralatan produksi, antara lain perawatan terhadap kompresor, generator, pompa, tangki timbun kondensat, sumur produksi, pipa dan jalan. Kegiatan pemeliharaan tersebut dapat bertujuan untuk pembersihan kotoran, perbaikan dan atau penggantian. Perawatan tangki timbun akan dilakukan sekitar 10 tahun sekali, dan akan menghasilkan sludge . Penanganan terhadap sludge akan dilakukan dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 Jo. PP N0. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan pemrosesan air, diantaranya gas corrosion inhibiitor, gas dehydrator, reverses demulsifier, portable
water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable water neutralizer (caustic soda) dan cleaner. Mitigasi dampak lingkungan akibat kebocoran pipa, telah disusun suatu rencana tanggap darurat ( emergency response plan). Dengan prosedur tersebut, apabila diketahui kebocoran/pencemaran dapat ditanggulangi secara dini. Penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas pemrosesan gas meliputi: gas corrosion inhibitor, gas dehydrator, reverses demulsifier,
potable water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable water neutralizer (caustic soda) dan cleaner. D. Tahap Pasca Operasi 1. Penutupan Sumur Penutupan operasi sumur dilakukan dengan sumbat semen dan bridge plug dipasang sesuai dengan ketentuan dan dilakukan uji tekanan. Pada kegiatan ini jenis pekerjaannya mencakup antara lain: isolasi zona lubang terbuka, isolasi pada lubang terbuka, penyumbatan atau pengisolasian interval perforasi, penyumbatan tunggul selubung/linier, penyumbatan selubung 9”, pengujian sumbat, pemotongan dan pengangkatan selubung 9” yang tidak bersemen, pemotongan bagian atas casing sampai sekitar 5 m di bawah permukaan tanah dan mud line suspension diangkat, dan pemasangan sumbat semen permukaan (penutup). Laporan peninggalan sumur disampaikan ke Ditjen MIGAS.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-69
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Penghentian Operasi Produksi Gas dan Kilang LNG Penghentian operasi penyaluran gas dilakukan dengan pembersihan pipa transmisi dari sisa gas dengan cara flarring. Sementara itu penutupan operasi GPF dan kilang LNG dilakukan dengan mengikuti prosedur, untuk menjamin keamanan yang tinggi untuk menghindari bahaya semburan liar, tumpahan kondesat, kebakaran dan kecelakaan kerja. Elemen-elemen yang dapat menyebabkan adanya bahaya tersebut akan diidentifikasi dan tolok ukur pencegahan yang tepat dalam menerapkan standar dan kode yang berlaku. Laporan peninggalan jalur pipa, GPF dan Kilang LNG serta fasilitas lain disampaikan ke Ditjen MIGAS. 3. Demobilisasi Peralatan Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang LNG yang diharapkan (diperkirakan sekurang-kurangnya 25 tahun), peralatan, jaringan pipa dan fasilitas yang sudah tidak dipergunakan akan dibongkar dan dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan. Laporan peninggalan lokasi ini disampaikan kepada Ditjen Migas. Penanganan terhadap bekas lokasi fasilitas yang telah dibongkar yang meliputi pembersihan dan rehabilitasi lahan terbuka
akan dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang LNG, peralatan dan fasilitas yang sudah tidak tidak dipergunakan akan dibongkar, ditinggalkan atau dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan. 4. Penglepasan Tenaga Kerja Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara berangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masingmasing. Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara brangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masing-masing. Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Pada prinsipnya lahan dan aset-aset lain bekas kegiatan PPGM setelah pasca operasi akan diserahkan kembali ke negara. Adapun secara lebih detail mekanisme seperti tertuang dalam dokumen “kontrak”.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-70
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang Ada Di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Areal rencana kegiatan secara administratif termasuk dalam 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui. Berikut ini adalah kegiatan masyarakat yang menonjol dalam pemanfaatan lahan di wilayah itu. Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada rencana kegiatan atau sebaliknya, recana kegiatan Pengembangan Gas Matindok berpotensi menimbulkan dampak pada kegiatan lain yang telah ada yang relevan tertuang di bawah ini. a. Pertambangan JOB Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi di Senoro dan sekitarnya telah melakukan kegiatan eksplorasi migas, telah melakukan pemboran beberapa sumur. Berbagai bahan pencemar dari kegiatan ini seperti emisi gas buang, limbah pemboran, ceceran minyak dan oli dari aktivitas dermaga dan pemeliharaan fasilitas produksi akan dapat menurunkan kualitas lingkungan wilayah studi. Oleh karena lokasi kegiatannya berhimpitan, jenis kegiatannya sejenis dan pengelolannya dilakukan juga oleh Pertamina, maka pemrakarsa akan melakukan koordinasi dan kerja sama saling mengun-tungkan antara JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dengan PertaminaPPGM dalam melaksanakan kegiatan migas di wilayah tersebut. b. Perkebunan Areal kerja perkebunan yang sebagian tanahnya akan terkena rencana pengembangan Lapangan Gas Matindok, termasuk jaringan pipa transmisi seperti perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh unit pengolahan milik PT Kirana Luwuk Sejati. Dengan adanya upaya pemanfaatan kembali berbagai limbah yang dihasilkan dari kegiatan perkebunan ini maka
dampaknya terhadap lingkungan hidup relatif dapat diminimalkan. Dalam
upaya pemanfaatan lahan untuk pipa tersebut diperlukan perundingan segitiga antara pengelola perkebunan - Pemerintah Kabupaten Banggai/Pusat – Pertamina-PPGM. c. Pertanian Pada daerah bagian hilir kabupaten Banggai merupakan dataran rendah berupa dataran aluvial dan dataran aluvial pantai yang intenisf digunakan oleh masyarakat petani sebagai
lahan
pertania. Lahan
sawah
tersebut
mendapatkan
airnya
dengan
menggunakan sistem irigasi teknis dan non teknis di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-71
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan Batui. Upaya peningkatan produksi diantaranya dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Bila penggunaan kedua jenis bahan kimia tersebut tidak dibatasi, akan berdampak terhadap produktivitas lahan dan tercemarnya lingkungan pertanian di daerah tersebut. d. Suaka Margasatwa Bangkiriang Jalur pipa akan melewati kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang (SMB). Walaupun kondisi di kawasan Suaka sudah diusahakan oleh penduduk untuk bercocok tanam bahkan telah dijadikan perkebunan kelapa sawit, namun secara de jure tersebut
masih
merupakan
kawasan
konservasi,
maka
kawasan
Pertamina-PPGM
perlu
mengkoordinasikan pemanfaatan sebagian lahan SMB dengan Menteri Kehutanan dan Perkebunan di tingkat pusat. Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan ini tergambar dalam Gambar 2.20.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-72
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.20. PETA Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-73
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2. LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran, fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, hidrooceonografi, ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat. 2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia 2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan 1. Iklim Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk selama pencatatan 16 tahun (tahun 1985 -2001) menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. o
o
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 C pada bulan Juli sampai 28,3 C pada o
bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 C pada bulan Juli dan yang o
o
tertinggi 30,0 C pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 C pada bulan Juli sampai o
24,5 C pada bulan Februari. Tabel 2.14. Data Iklim Wilayah Studi Unsur Iklim
Jan 81
1. Curah hujan (mm) 2. Suhu udara (o C) Rata-rata 28,1 Maksimum 31,6 Minimum 24,2 3. Kelembaban Nisbi Udara (%) 77 4. Kecepatan angin rata-rata (knot) 4,5 (Sumber data: St. Meteorologi Bandara
Feb 81
Mar Apr 140 127
Mei 115
Bulan Jun Jul 130 169
Agt 78
Sep 45
Okt Nov Des 41 69 85
28,1 27,1 27,7 27,2 26,6 25,9 26,0 27,0 28,1 28,3 28,1 31,6 32,0 30,8 30,2 29,6 28,9 29,1 30,2 30,9 31,7 31,6 24,3 24,1 24,2 23,9 23,4 22,9 23,0 23,2 23,7 24,0 24,2 78 79 80 80 81 81 78 74 73 75 78 4,6 4,6 4,3 5,1 5,6 6,0 6,5 6,5 5,5 4,4 4,1 Bubung Luwuk), 1985-2001
Setahun 1161 27,4 31,6 23,8 5,1
Keterangan : ٠Curah hujan (rata-rata 1985-2001), ٠Suhu udara dan kelembaban nisbi udara (rata-rata 1996-2001), ٠Kecepatan angin (rata-rata 1996-2000)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-74
PT PERTAMINA EP - PPGM
Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi. Kelembaban udara rata-rata bulanan ± 73 % pada bulan oktober yang bertepatan dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim hujan. 2. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran Hasil pengamatan sesaat di lokasi-lokasi sekitar rencana kegiatan secara kualitatif kondisi udara, tingkat kebisingan dan tingkat getaran masih sangat baik. Kualitas udara Gambaran umum tingkat kualitas udara di wilayah sekitar Proyek masih baik. Hal itu didasarkan atas data sekunder dari hasil pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan sebelumnya di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleo Raja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB).
Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan No.
Kode Sampel
Desa / lokasi
1.
MLR-1
Tapak proyek Maleo raja
2.
MLR-2
Jalan masuk lokasi Maleo raja
3.
MLR-3
Permukiman penduduk desa Batui IV
4.
MTD-1
Tapak proyek Matindok
5.
MTD-2
Jalan masuk lokasi Matindok
6.
MTD-3
Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
7.
DNG-1
Tapak proyek Donggi
8.
DNG-2
Jalan masuk lokasi Donggi
9.
DNG-3
Pasar Sindang sari
10.
ANB-1
Tapak proyek Anoa besar
11.
ANB-2
Permukiman penduduk desa Kamiwangi
12.
ANB-3
Jalan raya Anoa besar
Sumber : 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-75
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, metode analisis setiap parameter telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990 dan mengacu pada Compendium Methods dari USEPA (United States Environmental Protection Agency) dengan nomor EPA/625/R-96/01, July 1999. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada Kep.Ka.BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta berpedoman pada National Ambient Air Quality Standards (NAAQS) yang ditentukan oleh USEPA. Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan atau Rona Lingkungan Awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada Tabel 2.16. Skala Kualitas Lingkungan (SKL) secara seragam digunakan untuk perhitungan pada tahap prakiraan dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya. Tabel 2.16. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan ISPU
Kategori
Skala Kualitas Lingkungan
Kategori
1 – 50
Baik
5
Sangat baik
51 – 100
Sedang
4
Baik
101 – 199
Tidak sehat
3
Buruk
200 – 299
Sangat tidak sehat
2
Sangat buruk
> 300
Berbahaya
1
Sangat buruk sekali
Sumber: USEPA, 1999
Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal berdasarkan data sekunder tersebut pada Tabel 2.15 di sekitar lokasi rencana kegiatan (sebanyak 12 lokasi), disajikan pada Tabel 2.17. Rekapitulasi hasil
pengolahan data dengan besaran skala kualitas
lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 2.18.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-76
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan No.
Parameter
1
Sulfur Dioksida, SO 2
2
MLR-1 MLR-2 MLR-3 MTD-1 MTD-2 MTD-3 DNG-1 DNG-2 DNG-3 ANB-1
ANB-2 ANB-3
Baku *) Mutu
1,82
2,43
2,53
1,29
2,14
2,63
5,12
2,88
5,10
2,40
2,52
3,26
260
Karbon Monoksida, CO
10,50
14,00
15,36
8,61
13,10
14,42
18,20
12,45
19,67
8,76
9,18
15,58
2250
3
Nitrogen Dioksida, NO 2
3,10
4,13
4,59
3,21
3,87
3,85
6,09
3,73
6,20
3,15
3,31
4,35
92,5
4
Oksidan, O 3
0,07
0,10
0,13
0,03
0,08
0,09
0,06
0,06
0,06
0,05
0,07
0,08
200
5
Amoniak
0,06
0,08
0,10
0,06
0,08
0,09
0,095
0,045
0,048
0,03
0,05
0,07
1360
6
Hidrogen Sulfida
0,02
0,02
0,04
0,02
0,02
0,03
0,025
0,018
0,028
0,01
0,02
0,03
42
7
Dust TSP
85
86
87
83
89
92
84
91
124
95
112
124
260
*) Kep.Gub.KDH TK I Sulawesi Tengah No. Kep. 188.44/1443/Ro.BKLH
Sumber : 1.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003
2.
UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002
3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-77
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara dan Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan Kode
Lokasi
SKL
MLR-1 Tapak proyek maleo raja
5
MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja
5
MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV
5
MTD-1 Tapak proyek matindok
5
MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok
5
MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
5
DNG-1 Tapak proyek donggi
5
DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi
5
DNG-3 Pasar sindang sari
5
ANB-1 Tapak proyek anoa besar
5
ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi
5
ANB-3 Jalan raya anoa besar
5
Keterangan
Tingkat kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia maupun hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan maupun nilai estetika
Sumber: Hasil analisis Data dari Tabel 2.17
Dari hasil analisis kualitas udara dan kebisingan, terlihat bahwa rona lingkungan awal kualitas udara dan kebauan di sekitar lokasi kegiatan tergolong sangat baik (SKL= 5).
Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB. Gambaran umum tingkat kebisingan di daerah itu diambil dari data sekunder yang telah ada yang merupakan hasil pengukuran di sekitar lokasi sumur Maleoraja (MLR), Matindok (MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB).
Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.17. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan mengacu pada Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan, disajikan pada Tabel 2.19.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-78
PT PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengukuran tingkat kebisingan merupakan lingkungan kegiatan perumahan dan permukiman serta ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, hasil pengukuran dibandingkan terhadap Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan Permukiman dan Perumahan (55 dB) dan Ruang Terbuka Hijau (50 dB). Berdasarkan data sekunder hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2.19 terlihat bahwa semua lokasi berada di bawah ambang batas baku tingkat kebisingan. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat baik. Tabel 2.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Kode
Lokasi
Tingkat Kebisingan (dB)
MLR-1
Tapak proyek maleo raja
31-35
MLR-2
Jalan masuk lokasi maleo raja
38-42
MLR-3
Permukiman penduduk desa Batui IV
46-50
MTD-1
Tapak proyek matindok
30-34
MTD-2
Jalan masuk lokasi matindok
35-40
MTD-3
Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
46-50
DNG-1
Tapak proyek donggi
39-42
DNG-2
Jalan masuk lokasi donggi
43-45
DNG-3
Pasar sindang sari
47-51
ANB-1
Tapak proyek anoa besar
38-41
ANB-2
Permukiman penduduk desa kamiwangi
45-48
ANB-3
Jalan raya anoa besar
47-53
Sumber :
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng, 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng, 2002.
2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi Geomorfologi daerah penelitian secara umum merupakan daerah pantai dengan lebar pantai sekitar 100 m sampai 1 km. Pada sisi bagian barat dijumpai adanya rangkaian perbukitan yang membujur searah dengan garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 450 meter, dengan kelerengan berkisar antara 5 o - 40o. Sistem aliran sungai yang berkembang disini adalah paralel, yang seluruhnya bermuara di Selat Peleng. Aliran sungainya ada yang bersifat perenial dan ada juga yang intermiten. Proses pelapukan dengan disertai erosi pada daerah ini cukup intensif. Ketebalan lapisan tanahnya cukup tebal, yaitu antara 3 - 4 meter.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-79
PT PERTAMINA EP - PPGM
Stratigrafi daerah Luwuk sampai Batui terdiri atas Formasi Bongka, Formasi Kintom, Satuan Terumbu Koral Kuarter dan Satuan Aluvium. Formasi Bongka terdiri atas konglomerat, batupasir, lanau, napal dan batugamping. Formasi ini melampar dari bagian utara sampai selatan dimana terkosentrasi pada bagian barat, dengan luas sekitar 40% dari daerah penelitian, umur dari formasi ini adalah Miosen Akhir hingga Plistosen. Di daerah penelitian Formasi Bongka ini tersingkap di sebelah barat dari Kintom dan Mendono. Formasi Kintom sering pula disebut dengan Formasi Batui, terdiri dari napal pasiran dan batupasir. Formasi ini melampar pada bagian utara kota Batui, dengan luas penyebaran adalah 20% dari daerah penelitian. Batuan yang menyusun formasi ini sebagian besar adalah batugamping koral bersisipan napal dan sebagian batupasir Berdasarkan kandungan fosil yang ditemukan di “Matindok-1 well” yaitu Globigerinoides extremus, maka umur Formasi Kintom adalah Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, sedangkan lingkungan pengendapannya adalah outer
neritic hingga upper bathyal. Formasi ini melampar di sebelah barat dari Formasi Bongka. Satuan Terumbu Koral Kuarter, terdiri dari batugamping terumbu dan sedikit napal, umur dari satuan ini adalah Kuarter (Holosen), dan melampar di sebagian besar dari daerah penelitian di sepanjang tepi pantai. Satuan aluvium ini ditemukan pada daerah di dekat muara sungai dari Batui hingga Luwuk. Terdiri atas batuan lepas yang berukuran lempung hingga kerakal dan ditemukan pula hasil endapan teras sungai yang banyak ditemui di Batui river basin . Ketinggian dari teras sungai adalah antara 10 – 30 meter, hal ini mengindikasikan bahwa pengangkatan di daerah ini masih berlangsung. Satuan ini hanya terdapat di sekitar muara-muara sungai seperti di Muara Sungai Kuala Batui di Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-80
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.21. Peta Geologi Daerah Batui
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Struktur geologi daerah penelitian cukup komplek. Hal ini diakibatkan karena daerah ini merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut-tenggara dengan panjang yang bervariasi (Gambar 2.21). 1. Kondisi Geologi pada Jalur Pipa Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini terdiri atas sesar-sesar minor (minor faults) yang secara umum berarah barat laut-tenggara dan Utara-Selatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-81
PT PERTAMINA EP - PPGM
Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil – kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 – 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Sedangkan batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan. Selanjutnya
jalur
pipa
di
daerah
Kasambang
melewati
singkapan
batugamping
konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih kecoklatan, ukuran butir kerikil–kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 -20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Makin ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempungpasir, tebal 30 cm. Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported , tersemenkan kuat (grainstone ), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m. Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi. Pada barat jalan Batui - Kintom, + 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12 -15 m. Pada bagian bawah (+ 3 m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm – 8 cm, fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone ). Diantaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm – 20 cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat ( framestone ). Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang cukup kompleks ini menyebabkan sering terjadinya gempa bumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat mengantisipasi adanya getaran yang ditimbulkan oleh gempa tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur sesar (faults) yang ada di wilayah itu. Agihan litologi dan struktur geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-82
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit, serpentinit dan gabro. Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman ± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal. Ketinggian loksi berkisar 1 – 15 m dai permukaan laut. Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya 2
mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m . Daerah ini cukup untuk pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan tindakan preventif dan antipasinya. Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill ) dapat dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut. Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak lokasi ini dari pantai dekat dan seringnya timbul gempa di daerah ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-83
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti aliran sungai (0456009; 986249) berada pada teras sungai berupa endapan konglomerat – batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih, struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya, ukuran butir 2 mm – 10 cm, rounded , kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar,
rounded , non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal. Selain itu pada daerah + 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi endapan kerakal. Lebar dataran + 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80 meter. Perbukitan dengan tinggi 5 – 15 meter dan slope 20 – 30
o
tersusun oleh
lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 – 20cm. Batugamping berupa packstone, grainstone , dan rudstone atau framestone yang telah mengalami pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas, ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2- 4 cm. Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan BatuiLuwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk o
o
nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68 E/9 , o
o
jumpai pula adanya kekar dengan arah 80 /195 dan 80 /46. Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Peta Geologi Lampiran 5. 3. Gempa dan Tsunami Kondisi Geologi di daerah penelitian yang merupakan zone kolosi antara
microkontinen
Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-84
PT PERTAMINA EP - PPGM
mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut- tenggara dengan panjang yang bervariasi.
Gambar 2.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Berdasarkan data tersebut maka di daerah penelitian dimungkinkan sering terjadi gempa tektonik. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.22, yang memperlihatkan Peta Seismisitas dengan skala magnitud 5 dan terjadi sejak tahun 1900. Dari gambar tersebut memperlihatkan banyaknya episentrum gempa di sekitar daerah penelitian, yaitu di sekitar Pulau Banggai. Kedalaman episentrum gempa sebagian besar adalah pada kedalaman antara 0 – 33 km, yang termasuk dalam kategori gempa dangkal, dan juga pada kedalaman antara 70 – 150 km. Data lain berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia yang dibuat pada tahun 1992, memperlihatkan bahwa di sebelah tenggara Batui (Teluk Tolo) diperkirakan adanya sesar naik. Sesar naik ini dimungkinkan bila aktif akan dapat menimbulkan adanya
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-85
PT PERTAMINA EP - PPGM
tsunami. Namun melihat dari letaknya yang ada di sebelah selatan dari lokasi rencana kilang, maka bila terjadi tsunami maka arus atau gelombang yang sampai di lokasi rencana kilang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, gelombang terbesar bila terjadi tsunami arahnya pasti sejajar dengan pusat gempa. Pusat gempa yang dimungkinkan terjadi (yang merupakan daerah sesar) letaknya ada di selatan lokasi rencana kilang dan berjarak dari Batui sekitar 30 – 50 km. Oleh karena itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami ini. Kondisi umum yang akan mempengaruhi atau yang akan menjadi kendala dalam rencana pembangunan di tiga lokasi alternatif adalah ancaman bahaya yang datang dari berbagai arah.
2.2.1.3. Hidrologi, Kualitas dan Kuantitas Air 1. Hidrologi Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut seperti S. Bangkiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bangkiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis. Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-86
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kualitas air a. Kualitas air tanah Gambaran umum kualitas air tanah diketahui berdasarkan data sekunder hasil pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah dilakukan di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur maleo raja (MLR), matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Lokasi pengambilan sampel sebanyak 5 titik.
Tabel 2.20. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Tanah No.
Kode Sampel
Desa/lokasi
1.
BTI
Air sumur penduduk desa Batui IV
2.
SPA
Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu
3.
SDS
Air sumur penduduk desa Sindang Sari
4.
KMW-1
Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1
5.
KMW-2
Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2
Sumber : 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
Data sekunder hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.21. Cara pengukuran dan perhitungan dan pedoman kualitas air tanah mengacu pada Permenkes RI No.416 tahun 1990 untuk air minum.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-87
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk No.
Parameter
BTI
SPA
SDS
KMW-1
KMW-2
Baku Mutu
Satuan
1,75
2,39
2,34
4,26
3,28
-
mg/L
94
109
98
140
90
1000
mg/L
1
BOD5
2
Zat padat terlarut, TDS
3
COD
6,80
6,29
7,12
12,56
10,57
-
mg/L
4
Suhu udara/air
30/26
28/26
32/26
31/28
31/28
3
-
5
Amoniak
<0,001
0,011
0,01
0,006
0,002
0,5
mg/L
6
Air raksa, Hg
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,001
mg/L
7
Arsen, As
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
8
Besi, Fe
9
Fluorida, F
10
Cadmium, Cd 6+
0,022
0,022
0,012
0,032
0,014
0,3
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1,5
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,005
mg/L
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,028
<0,001
<0,001
0,022
0,022
0,1
mg/L
11
Hexavalent Kromium, Cr
12
Mangan, Mn
13
Nitrat (NO3 -N)
<0,001
<0,001
0,005
<0,001
<0,001
10
mg/L
14
Nitrit (NO2-N)
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1
mg/L
15
pH
7,10
7,29
7,38
7,62
7,02
16
Seng, Zn
0,012
<0,001
<0,001
0,013
<0,013
5
mg/L
17
Sianida, CN
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
18
Hidrogen Sulfida, H2 S
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
19
Tembaga, Cu
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
1
mg/L
20
Timbal, Pb
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
21
Fenol
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
22
Senyawa biru metilen, MBAS
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
23
Zat Organik (KMnO4)
4,69
2,99
7,12
6,72
2,45
10
mg/L
-
-
<0,001
<0,001
<0,001
-
mg/L
24
Minyak dan lemak
6,5-8,5
-
Sumber: 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
Hasil analisis kualitas air sumur penduduk dibandingkan terhadap baku mutu air minum, kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979) yang selengkapnya disajikan pada Tabel 2.22.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-88
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk Kode Lokasi Sampel BTI Air sumur penduduk desa Batui IV
Parameter yang BML melebihi BML Suhu 4 Suhu 3
SPA
Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu
SDS
Air sumur penduduk desa Sindang Sari
SKL 4
-
-
5
Suhu 6
Suhu 3
4
KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1
-
-
5
KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2
-
-
5
Sumber: Analisis Data dari Tabel 2.21.
b. Kualitas Air Sungai Kualitas air sungai pada lokasi penelitian, diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran kualitas air sungai
di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleoraja (MLR),
matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai yang telah dilakukan tersebut telah mengikuti pedoman Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men.LH No. 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi. Hasil analisis kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan Kriteria Kualitas Air Sungai sesuai Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/ 1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 6 titik, seperti disajikan pada Tabel 2.23. Tabel 2.23. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Sungai No.
Kode Sampel
Desa / lokasi
1.
SKH-1
Sungai Kayowa Hulu
2.
SKH-2
Sungai Kayowa Hilir
3.
SBH-1
Sungai Boiton Hulu
4.
SBH-2
Sungai Boiton Hilir
5.
SSS
Sungai Sindang Sari
6.
SDG
Sungai Dongin
Sumber: 1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-89
PT PERTAMINA EP - PPGM
Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.24. Untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979), dan hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2.25. Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya. Tabel 2.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai No.
Parameter
SKH -1
SKH -2
SBH -1
SBH -2
SSS
SDG
Baku mutu
Satuan
1
BOD 5
2,04
2,80
6
mg/L
2
Zat padat terlarut, TDS
106
106
1500
mg/L
3
COD
8,20
9,00
50
mg/L
4
Suhu udara/air
30/27
30/28
-
-
5
Amoniak
0,038
0,042
0,5
mg/L
6
Air raksa, Hg
<0,001
<0,001
0,001
mg/L
7
Arsen, As
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
8
Besi, Fe
0,254
0,269
5
mg/L
9
Fluorida, F
0,029
0,031
1,5
mg/L
<0,001
<0,001
0,01
mg/L
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,018
0,024
0,5
mg/L
10
Cadmium, Cd
11
Hexavalent Kromium, Cr
12
Mangan, Mn
13
Nitrat (NO3-N)
14
Nitrit (NO2-N)
15
pH
16
Seng, Zn
17
Sianida, CN
18
Hidrogen Sulfida, H2 S
19 20
6+
0,45
0,51
10
mg/L
0,008
0,011
1
mg/L
7,15
7,31
5-9
-
0,032
0,048
5
mg/L
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
0,014
0,022
-
mg/L
Tembaga, Cu
<0,001
<0,001
1
mg/L
Timbal, Pb
<0,001
<0,001
0,05
mg/L
21
Fenol
<0,001
<0,001
0,002
mg/L
22
Senyawa biru metilen, MBAS
0,014
0,018
0,5
mg/L
23
Zat Organik (KMnO4)
6,77
6,88
-
mg/L
24
Minyak dan lemak
-
mg/L
Sumber: 1. 2. 3.
UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003 UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002 UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-90
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai Kode Sampel
Lokasi
SKH-1
Sungai Kayowa Hulu
Parameter yang melebihi BML -
SKH-2
Sungai Kayowa Hilir
SBH-1 SBH-2
BML
SKL
-
5
-
-
5
Sungai Boiton Hulu
-
-
5
Sungai Boiton Hilir
-
-
5
SSS
Sungai Sindang Sari
-
-
5
SDG
Sungai Dongin
-
-
5
Sumber: Hasil analisis Data Tabel 2.24.
Dari hasil pengukuran tersebut pada Tabel 2.24 dan rekapitulasi skala kualitas lingkungan pada Tabel 2.25, terlihat bahwa kualitas air di semua lokasi berada di bawah baku mutu lingkungan (BML) kualitas air sungai.
Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua
lokasi = 5 atau kategori sangat baik.
c. Kuantitas Air Sungai Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, diperlukan data ketersediaan debit air permukaan, dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di 3
3
wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m /dtk), Sungai Mansahang (41 m /dtk), Sungai Toili (40 m 3/dtk), Sungai Batui (85,2 m 3/dtk), Sungai Sinorang (24 m3 /dtk), Sungai Mendono (60 m 3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3 /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106 m3 /tahun. Dari sekian banyak sungai di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang digunakan berupa data sekunder hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar 2
240 km . Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan 2,750
persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010)
yang diperoleh dari
perhitungan tinggi muka air dan debit sungai mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-91
PT PERTAMINA EP - PPGM
dengan 2004. Tabel 2.26 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 01 014’29’’S, 122o 31’00’’BT.
Tabel 2.26. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai Bulan
Debit aliran (m3/detik) 1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Januari
25.30
36.60
10.00
5.17
5.23
5.05
14.80
7.46
16.82
41.67
Februari
31.40
33.30
11.10
2.32
6.20
7.75
6.27
5.33
14.77
26.83
Maret
29.84
25.20
18.00
3.72
10.45
9.16
9.15
18.24
17.82
27.79
April
40.57
36.40
24.70
11.30
14.70
15.40
14.70
13.64
20.30
55.71
Mei
51.30
54.60
15.10
25.60
30.30
16.60
15.50
24.64
21.17
58.43
Juni
47.55
86.70
28.80
33.50
42.80
69.50
14.20
44.67
57.00
73.82
Juli
50.23
64.70
78.80
26.70
10.90
59.50
11.09
19.34
62.67
192.91
Agustus
30.33
87.20
7.72
61.20
17.60
17.40
10.56
3.35
66.00
26.65
September
25.99
30.60
3.76
15.40
7.32
7.57
7.54
1.56
41.60
77.31
Oktober
20.50
36.30
2.62
9.77
10.50
9.78
5.12
0.15
23.27
9.19
Nopember
48.30
22.80
2.38
6.40
15.98
13.10
8.77
1.38
40.22
9.27
Desember
30.27
17.70
12.50
6.64
19.30
15.76
5.13
2.33
42.22
23.23
Jumlah
431.58
532.1
215.48 207.72 191.28 246.57 122.83
142.09
423.86
622.81
Rt Hrn
35.97
44.34
17.96
11.84
35.32
51.90
17.31
15.94
20.55
10.24
Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995 -2004
Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik diperkirakan sekitar sekitar 20.000 m3 . Apabila diperhitungkan debit sungai Batui rata-rata harian maka akan diperoleh sebesar 94.093 m3 /hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m 3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-92
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kuantitas Air Tanah Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 387 X 10 6 m3/tahun atau 1.035 X 10 6 m3 /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam jumlah yang sangat besar di daerah tersebut. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), operasional BS (25 m3/hari), dan kilang LNG (75 m3 /hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah.
2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi 1. Batimetri Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang baik yang sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai.
Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-93
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
2. Pasang surut Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan dermaga mempunyai fase dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semi-
diurnal) dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, dengan konstanta pasang surut yang diperoleh dari pengukuran selama 15 hari sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-94
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.27. Konstanta Pasut yang Diperoleh dari Pengukuran 15 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Konstanta ZO MSF O1 K1 M2 S2 M3 SK3 M4 MS4 S4 2MK5 2SK5 M6 2MS6 2SM6 3MK7 M8
Amplitudo (mm) 1635.704 20.3342 156.4451 321.166 343.714 94.1475 6.2211 10.7501 12.679 7.984 3.1493 2.6106 4.7391 6.6695 6.3341 3.9445 4.15 3.0581
(Sumber: Baseline Study Pproyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Phase (derajat) 0 182.18 288.21 306.9 39.09 91.31 158.76 240.15 33.09 131.84 180.3 226.01 70.26 36.95 355.42 141.24 166.98 252
Bilangan formal: untuk menentukan tipe pasang surut.
K O 1 1 F 0.732877 tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi-diurnal) M S 2 2 F < 0,25
: semi diurnal
0,25 < F < 1,50
: campur tetapi dominan semi diurnal
1,50 < F < 3,00
: campur tetapi dominan diurnal
F > 3,00
: semi diurnal
Datum terhadap MSL (ZO) No 1 2 3 4 5 6 7
Nama HAT HHWL HWL MSL LWL LLWL LAT
Elevasi 1008 1353 526 0 -878 -970 -1008
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-95
PT PERTAMINA EP - PPGM
T inggi muk a air (mm)
1800 1600 1400 1200 1000 800 10:30
17:30
0:30
7:30
14:30
21:30
4:30
11:30
Waktu (jam) manual
tide g
Gambar 2.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali (Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
3. Studi gelombang Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot. Arah angin dominan sebagaimana dalam mawar angin tergambar utamanya dari selatan, disusul dari timur dan kemudian tenggara. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti Gambar 2.25.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-96
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.25.
Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 2.26. Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah gelombang.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-97
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.26. Mawar Gelombang Maksimum
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
4. Arus Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore
zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman –20 m. Pada kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det.
Hasil pencatatan arus digambarkan dalam
bentuk mawar arus seperti Gambar 2.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-98
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.27. Mawar Arus Pasang Surut
(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
5. Sedimen Melayang dan Sedimen Pantai Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti tidak mengandung sedimen.
Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi
sedikit mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai. Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen berupa pasir kasar.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-99
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah 1. Tata Ruang Berdasarkan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan (Gambar 2.28). Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan diakembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK). Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek juga berbeda-beda (Gambar 2.29). Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi
tapak
proyek
pengembangan
gas
Matindok
akan
dimanfaatkan
untuk
pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan.
2. Penggunaan Lahan Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan tersebut terdapat konsentrasi permukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat, perkebunan besar, areal ex transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas yang dikelola oleh JOB – Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan pengambang terdapat daerah konservasi Suaka Margaasatwa Bangkiriang dan sebelah selatan berbatasan dengan perairan Selat Peleng.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-100
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-101
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-102
PT PERTAMINA EP - PPGM
Permukiman Permukiman penduduk terdekat atau yang terkait langsung dengan rencana lokasi kegiatan yaitu: a) Sumur-sumur produksi dan GPF terletak di Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui meliputi sebagian besar desa-desa di wilayah itu. b) Pemasangan saluran gas GPF ke Junction di Senoro selanjutnya disalurkan ke konsumen dan Kilang LNG dan pengangkutan kondensat dari BS ke Bajo melewati sebagian besar wilayah desa-dea di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui. c) Pembangunan kilang LNG terletak di sekitar Uso (Kecamatan Batui) atau di sekitar Padang (Kecamatan Kintom). Penduduk di sekitar rencana kegiatan, umumnya bertempat tinggal di sekitar jalan provinsi yang menghubungkan Luwuk – Baturube. Pertanian/Perkebunan Rakyat Kegiatan pertanian/perkebunan rakyat yang diusahakan masyarakat sekitar rencana kegiatan berupa tanaman semusim seperti padi sawah dan palawija, tanaman buah-buahan di pekarangan seperti kelapa, pisang mangga, jambu, nangka, rambutan dan tanaman industri seperti kelapa sawit, tanaman cokelat dan kelapa. Pada lahan-lahan yang jauh dari permukiman, umumnya pola tanam berupa perladangan yang dimulai dengan tebang-bakar tetapi cenderung tidak berpindah. Lahan hail pembukaan tersebut umumnya digunakan untuk penanaman padi ladang sampai 2 kali tanam, tanaman jagung, tanaman cokelat dan kelapa. Apabila tanaman cokelat atau tanaman kelapa sudah tidak produktif akan diremajakan lagi. Selain coklat dan kelapa yang cukup dominan,, juga kelapa sawit mulai diusahakan oleh sebagin masyarakat yang mempunyai permodalan cukup memadai. Dari uraian di atas dan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian (lihat Lampiran 5), luas masing-masing jenis penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang 291,54 Ha, permukiman 1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah, 8.895,36, sawah tadah hujan 1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka 271,50 Ha. 3. Topografi dan Jenis Tanah Topografi di wilayah rencana kegiatan pada umumnya adalah dataran yang terletak membujur dari barat daya ke timur laut di bagian selatan areal rencana kegiatan dengan lereng datar (0-3%), dan di sebelah utaranya berupa perbukitan dan pegunungan dengan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-103
PT PERTAMINA EP - PPGM
lereng agak curam (15-40%) hingga sangat curam (>40%). Apabila dilihat dari arah tenggara ke barat laut maka secara berurutan topografi areal rencana kegiatan dari dataran, perbukitan dan pegunungan atau dari datar, agak curam dan curam. Menurut sistem klasifiksi Puslitanak (1983) tanah di wilayah studi terdiri dari renzina, litosol, kambisol eutrik, aluvial eutrik, grumusol dan regosol. Renzina dan litosol dapat ditemui di wilayah perbukitan dan pegunungan dengan ciri lapisan atau ketebalan tanah sangat dangkal (kurang dari 20 cm) dan langsung menempel
di atas
batuan induk. Kambisol
eutrik dapat dijumpai pada wilayah yang lebih landai atau kaki bukit hingga datara dengan ciri tanah yang bau berkembang (horizonisasi belum berkmbang jelas), bertekstur sedang. Aluvial eutrik dominan berada pada dataran pelembahan dengan lapisan-lapisan tanah yang diendapkan pada waktu berbeda dan bertekstur dari halus hingga agak kasar. Grumusol tersebar pada lahan yang datar dengan warna tanah kelabu, bertekstur liat berat atau sangat ekat pada saat basah (musim hujan) dan merekah saat kering (musim kemarau). Regoso di wilayah rencana studi hanya dijumpai di daerah pantai yaitu beting pantaiseperti di Kampung Nonong.
2.2.1.6. Transportasi Sarana prasarana transportasi merupakan unsur yang sangat penting bagi kelancaran arus lalulintas barang dan jasa serta pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Selain itu salah satu prasarana transportasi yang sangat penting adalah sarana jalan yang merupakan pendukung kelancaran transportasi antara daerah satu dengan lainnya. Total panjang jalan di wilayah Kabupaten Banggai adalah 3.208,20 km, dengan permukaan jalan berupa kerikil (23,99%), aspal (15,86%), tanah (10,14%) dan yang tidak dirinci sebesar 50%. Luwuk merupakan kecamatan yang mempunyai jalan terpanjang, diikuti Toili dan Bualemo. Sementara itu banyaknya kendaraan bermotor di wilayah Kabupaten Banggai adalah sebagai berikut. Jenis kendaraan bermotor yang dominan beroperasi adalah bus, truk dan pick up. Sekitar 70,41% dari total kendaraan yang ada di wilayah Kabupaten Banggai merupakan kendaraan dari wilayah Kecamatan Luwuk. Hal ini dapat dipahami mengingat Kecamatan Luwuk sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan perekonomian, sehingga keberadaan sarana prasarana penunjang termasuk kendaraan bermotor juga tersentral di Luwuk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-104
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2. Komponen Biologi 2.2.2.1. Biota Darat 1. Vegetasi Berdasrkan fungsi kawasan, wilayah sekitar areal rencana kegiatan terdiri atas Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi yang dapat Dikonservasi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Suaka Margasatwa (HSM), Hutan Lindung
(HL) Mangrove, dan
kawasan perlindungan setempat berupa kawasan lindung sempadan sungai dan sempadan pantai. Tipe komunitas vegetasi di areal sekitar rencana kegiatan terdiri atas vegetasi hutan alam primer, hutan alam sekunder, hutan pantai, vegetasi budidaya (sawah, kebun campur, tegalan/ladang dan pekarangan), dan semak belukar. Tipe-tipe komunitas vegetasi tersebut, termasuk kawasan permukiman, hampir seluruhnya dapat dijumpai di setiap fungsi kawasan, meskipun statusnya sebagai HSM Bangkiriang, HL Mangrove maupun kawasan pelindungan setempat. HSM Bangkiriang di areal rencana kegiatan didominasi oleh semak belukar dan perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis flora yang terindentifikasi pada proses pelingkupan antara lain:
a) Flora di hutan alam pegunungan rendah yang masih tersisa yang dijumpai sekitar sumur Sukamaju antara lain kayu hitam ( Diospyros sp.), palapi ( Heritiera sp.), uru (Elmerillia sp.), dama-dama atau kenari ( Canarium sp.), damar (Agathis sp.), jambu-jambuan (Eugenia sp.), palem kambuno ( Palmaceae), kayu pasokan ( Shorea sp.), johar (Cassia
siamea), kolaka (Parinarium sp.), bintangur (Calophyllum sp.), medang ( Cinnamomun sp.) dan kayu ara ( Ficus sp.). b) Flora yang dijumpai hutan pantai, misalnya ketapang ( Terminalia sp.), Pandan (Pandanus sp), kangkung darat (Ipomoea sp.), bakau ( Rhizophora sp.) api-api (Sonneratia sp.),
Bruguiera sp., Ceriops sp., bintangur
( Callophylum sp.) dan Lei
(Palaguium sp.). c) Flora hasil budidaya yang dijumpai antara lain karet ( Hevea brasiliensis), kelapa sawit (Elaeis gueinenis), kelapa ( Cocos nucifera), kakao (Theobroma cacao ), durian (Durio
zibethinus ), petai, nangka (Artocarpus integra ), mangga (Mangifera sp.), pisang (Musa sp), bambu berbagai jenis (bambuceae), rambutan ( Nephellium lappaceum), padi (Oryza sativa), jagung, singkong (Manihot utilissima ), jambu air (Eugenis sp.), jambu biji (Psidium guajava ), pohon jati (Tectona grandis ), akasia (Acasia decurens ) dan albasia ( Albazia sp.).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-105
PT PERTAMINA EP - PPGM
d) Flora yang dijumpai di semak belukar antara lain turi (Sesbania grandiflora ), Mimosa
pudica, Imperata cylindrica, Kyllinga monocephala, Tridax procumbens, Marsilea crenata kirinyuh (Euphatorium sp), harendong (Clidemia hirta), sendusuk ( Melastoma sp), dan berbagai jenis rerumputan (Graminae).
2. Satwa liar Keanekaragaman jenis dan kelimpahan satwa liar di sekitar rencana kegiatan tergantung dari tipe vegetasi dan kualitas habitatnya. Kawasan HSM Bangkiriang merupakan habitat jenis
satwa
endemik
Sulawesi
dan
statusnya
dilindungi
misalnya
(Macrocephalon maleo), anoa (Bubalus sp) dan monyet hitam
burung
maleo
(Macaca tonkeana ).
Walaupun keberadaannya sudah jarang ditemukan, menurut penuturan penduduk yang sering memasuki wilayah hutan, mereka pernah menjumpai hewan mamal seperti kus kus Sulawesi (Phalanger sp.) musang cokelat ( Macrogalidia sp.), rusa (Cervus sp.), musang abuabu ( Viverra sp.). Satwa liar yang paling melimpah adalah babi hutan Sulawesi (Sus
celebensis), Karena jenis hewan itu aktif malam hari, maka mereka tidak dapat mengetahui dengan jelas apakah yang mereka jumpai juga termasuk babirusa (Babyroussa ) atau bukan. Adapun satwa liar burung (Anggota Kelas Aves) yang umum dijumpai di berbagai tipe vegetasi antara lian adalah allo/rangkong (Rhycticeros sp.), kutilang (Pycnonotus sp.), kepodang ( Oriolus chinensis), elang laut (Haliastur indus ), belibis hutan (Anas gibberifrons), berbagai jenis raja udang (Alcedinidae), srigunting (Dicrurus sp .), bangau putih (Egretta sp.), elang cokelat (Elanus sp.), tekukur ( Streptopelia chinensis), pecuk ular (Anhinga
melanogaster ), burung gagak (Corvus sp.), nuri kepala biru (Trichoglossus ornatus), ayam hutan ( Gallus varius) dan burung gereja ( Passer montanus). Satwa liar Herpetofauna (Anggota Kelas Reptilia dan Amphibia) lebih umum dijumpai di dataran banjir sungai. Jenis herpertofauna yang dijumpai antara lain adalah biawak (Varanus sp.), berbagai jenis ular (Fam. Colubridae), kadal ( Mabouya multifasciata), katak pohon (Rhacophorus sp.), katak (Rana sp.) dan kodok (Bufo sp.). Menurut penduduk setempat satwa liar yang sering dianggap sebagai hama adalah burung pipit, tikus sawah (Rattus argentiventer) dan babi hutan ( Sus celebensis).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-106
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2.2. Biota Air Keberadaan biota air di wilayah sekiatar rencana kegiatan memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang penting. Nilai penting secara ekonomi dapat terlihat dari aktivitas masyarakat melakukan kegiatan penangkapan ikan dan biota air lain baik yang hidup di air tawar maupun di air laut. Jenis ikan air tawar yang sering ditangkap antara lain ikan mujair, lele, sepat, ikan nilam dan tembakang. Sedangkan jenis biota air laut yang ditangkap lebih beranekaragam. Pengamatan dari hasil penangkapan dengan jaring tarik (dilakukan oleh 6 orang) menunjukkan berbagai jenis pelagis di perairan dekat Kayowa antara lain ikan selar, kembung, lemuru, ikan mata sebelah, ikan lidah, teri, tembang dan tiga waja. Jenis biota air lain yang sering ditangkap antara lain kerang, siput, udang, udang karang dan cumi.
2.2.3. Komponen Sosial 2.2.3.1. Kependudukan 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan data statistik tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Banggai 292.661 jiwa. Gambaran lebih lengkap tentang jumlah, kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 Kecamatan
Luas (km2)
Penduduk
1. Toili
982,96
Laki-laki 22.632
2. Toili Barat
994,66
10.106
1.390,33
3. Batui 4. Kintom Kabupaten
Perempuan 21.380
Jumlah
Kepadatan Seks Rasio (jw/km 2)
44.012
45
106
9.244
19.350
19
109
12.090
11.801
24.491
18
108
518,72
6.147
6.163
12.310
24
100
9.670,65
149.628
143.033
292.661
30
105
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Toili merupakan wilayah yang paling banyak jumlah penduduknya dan terpadat dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini dapat dipahami mengingat kecamatan ini merupakan pusat aktivitas pertanian yang berkembang pesat sehingga banyak penduduk yang menetap di wilayah ini. Sementara itu kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Kintom, sedangkan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-107
PT PERTAMINA EP - PPGM
yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Batui dengan tingkat kepadatan 18 jiwa/km2 . Hal ini dikarenakan daerah ini mempunyai wilayah yang paling luas dan dihuni sebanyak 24.491 jiwa. Rasio antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Banggai adalah 105 hal ini menunjukkan bahwa secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hanya Kecamatan Kintom yang jumlah penduduk antara lakilaki dan perempuan relatif sama. 2. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk selalu dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk secara alami (kelahiran dan kematian) dan adanya mobilitas penduduk. Jumlah penduduk Kabupaten Banggai pada tahun 2003 adalah 284.275 jiwa dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 292.661 jiwa, dengan demikian mengalami kenaikan sebanyak 8.386 jiwa atau sekitar 2%. Faktor penentu pertumbuhan penduduk di wilayah Kabupaten Banggai secara umum adalah adanya kelahiran dan migrasi masuk (datang). Diantara 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki perubahan jumlah penduduk yang paling besar dan Kecamatan Kintom adalah yang terkecil sebagai akibat banyaknya warga Kintom yang melakukan migrasi ke luar (pergi/pindah). Gambaran tentang perubahan penduduk di wilayah kecamatan studi secara lebih rinci disajikan pada berikut. Tabel 2.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi Di Wilayah Studi Tahun 2004 Kecamatan 1. 2. 3. 4.
Lahir
Toili Toili Barat Batui Kintom Kabupaten
Meninggal
786 434 206 64 3.000
18 15 9 37 836
Datang 4 56 5.415
Pindah 34 40 21 205 4.119
Perubahan 734 383 176 -122 3.460
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
3. Komposisi Penduduk Komposisi penduduk dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian antara lain menurut umur, pendidikan, mata pencaharian, mobilitas penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-108
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan salah satu hal yang dapat digunakan untuk melihat kondisi ketenagakerjaan setempat. Tabel 2.30 menunjukkan penduduk menurut kelompok umur dan rasio beban tanggungan per kecamatan di wilayah studi. Tabel 2.30. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan di Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
0 – 14
Jml 13.221
% 0,31
Kecamatan di Kabupaten Banggai Toili Barat Batui Kintom Jml % Jml % Jml % 7.331 0,38 6.721 0,27 3.298 0,27
15 – 64
28.962
0,65
10.828
0,56
17.169
0,71
6.842
0,56
190.125
0,65
≥65
1.829
0,04
1.191
0,06
601
0,02
2.170
0,17
9.159
0,03
Jumlah
44.012
100,00
19.350
100,00
24.491
100,00
12.310
100,00
292.661
100,00
Kelompok umur
Toili
Rasio beban 51,96 tanggungan Sumber: Hasil Analisis, 2006
78,70
42,65
79,92
Kabupaten Jml % 93.377 0,32
53,93
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Batui mempunyai jumlah penduduk usia produktif yang paling tinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya, bahkan juga di tingkat kabupaten. Rasio beban tanggungan yang tertinggi ada di Kecamatan Kintom yakni 79,92 yang berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif selain menanggung dirinya juga harus menanggung sekitar 80 orang usia tidak produktif. Secara keseluruhan angka beban tanggungan di wilayah studi rata-rata adalah 63,30 sehingga hampir setiap 2 orang yang bekerja dan mendapatkan penghasilan harus menanggung sekitar 1 – 2 orang yang belum atau tidak berpenghasilan. b. Penduduk Menurut Pendidikan Untuk mengukur keberhasilan tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya di suatu wilayah digunakan kriteria penilaian persentase tingkat pendidikan Sekolah Dasar yang ditamatkan bagi penduduk berumur 10 tahun ke atas. Secara umum rata-rata persentase penduduk di wilayah studi dengan tingkat pendidikan tamat SD sekitar 46%. Penduduk menurut tingkat pendidikan per kecamatan di di wilayah studi tahun 2004 disajikan pada Tabel 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-109
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Per Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
1. Tidak/Blm Sekolah
Toili Jumlah % 2.343 6,08
2. Tidak/Blm Tamat SD
10.602
27,53
4.661
27,53
4.636
23,27
2.191
17,95
61.092
23,32
3. Tamat SD
17.706
45,98
7.784
45,98
9.355
46,96
5.446
44,62
106.229
40,55
4. Tamat SMP
4.581
11,90
2.014
11,90
2.638
13,24
2.433
19,93
40.499
15,46
5. Tamat SMA
2.678
6,95
1.177
6,95
1.884
9,46
1.485
12,17
32.843
12,54
6. Tamat Akademi
343
0,89
151
0,89
231
1,16
248
2,03
4.279
1,63
7. Tamat Sarjana
255
0,67
112
0,67
153
0,77
239
1,96
3.532
1,35
38.508
100,00
16.929
100,00
19.921
100,00
12.206
100,00
261.953
100,00
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Toili Barat Jumlah % 1.030 6,08
Batui Jumlah % 1.024 5,14
Kintom Jumlah % 164 1,34
Kab. Banggai Jumlah % 13.479 50,01
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Rata-rata tingkat pendidikan penduduk di wilayah studi masih didominasi dengan tingkat pendidikan dasar (45,89%), kemudian diikuti tingkat pendidikan menengah pertama atau SLTP (14,24%), SLTA (8,88%), Akademi atau Diploma sekitar 0,95% dan yang berpendidikan Sarjana sebanyak 1,02%. Dengan tingkat pendidikan yang ada, penduduk akan sulit bersaing untuk dapat meraih kesempatan kerja yang kebetulan membutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan dan ketrampilan memadahi. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan pendidikan dan ketrampilan penduduk lokal agar mereka dapat lebih berperan dalam setiap kesempatan kerja yang ada.
c. Mata Pencaharian Penduduk Secara umum masyarakat di wilayah Kabupaten Banggai bermata pencaharian di bidang pertanian (71,18%), jasa (9,13%) dan perdagangan (8,44%), sedangkan jenis lapangan pekerjaan yang paling sedikit digeluti penduduk adalah bidang Pertambangan dan Galian yakni hanya sekitar 0,10%. Gambaran lebih lengkap tentang jenis mata pencaharian penduduk di wilayah studi disajikan pada Tabel 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-110
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 No.
Jenis Mata Pencaharian
1 2 3
Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri
4 5
Listrik, Gas dan Air Konstruksi
6 7
Perdagangan Komunikasi
8 9
Keuangan Jasa Jumlah
17.257 408
Toili Barat 7.039 200
9 199
1 107
6 67
187
162 2.983
1.074 190
248 46
293 109
223 37
10.850 4.688
24 250
14 101
-
-
560 11.741
19.411
7.756
9.536
3.864
128.592
Toili
Batui
Kintom
8.899 162
2.738 13 666
Kab. Banggai 91.533 134 5.941
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Sama halnya di tingkat kabupaten, jenis mata pencaharian penduduk di wilayah studi juga didominasi oleh sektor pertanian (39,26%), hal ini sejalan dengan lokasi studi khususnya di wilayah Kecamatan Toili dan Toili Barat yang merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Banggai. Jenis mata pencaharian dominan lainnya adalah sektor industri (24,17%) dan perdagangan sebanyak 16,94%. Jenis mata pencaharian yang paling sedikit ditekuni penduduk adalah bidang Pertambangan/ Penggalian yakni hanya oleh sekitar 13 orang (0,75%) yang semuanya berlokasi di wilayah Kecamatan Kintom.
d. Angkatan Kerja Pertumbuhan angkatan kerja di negara berkembang identik dengan pertumbuhan penduduk, hal ini berarti bahwa tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pula tingginya pertumbuhan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang secara aktif melaksanakan kegiatan ekonomis. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan dan yang sedang bersekolah. Angkatan kerja di Kabupaten Banggai pada tahun 2004 berjumlah sekitar 131.196 orang, terdiri dari 128.592 orang sedang bekerja dan 2.604 orang mencari kerja.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-111
PT PERTAMINA EP - PPGM
Jumlah angkatan kerja yang terbesar ada di wilayah Kecamatan Toili yaitu sebesar 47,85% dan yang terendah ada di wilayah Kecamatan Kintom yakni sebesar 9,52% dari total angkatan kerja yang ada. Besarnya persentase pekerja terhadap angkatan kerja di Kabupaten Banggai sebesar 98,02% yang berarti mengalami peningkatan sekitar 0,26% dibandingkan dengan tahun 2003. Peningkatan ini terjadi sebagai akibat banyaknya lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan sekolah dan kemudian terjun ke dunia kerja. Pertumbuhan angkatan kerja selain dipengaruhi struktur umur juga dipengaruhi oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Secara keseluruhan TPAK di Kabupaten Banggai pada tahun 2004 sebesar 78,37% yang berarti mengalami peningkatan sekitar 26,40% dibandingkan dengan tahun 2003.
e. Kesempatan Kerja Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banggai (2003), lowongan kerja atau kesempatan kerja yang secara transparan diumumkan di wilayah Kabupaten Banggai adalah dalam sektor Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Keuangan dan Asuransi, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan, serta Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan. Jumlah pencari kerja yang tidak disalurkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat adanya pencari kerja sebanyak 2.604 orang. Tingkat pendidikan pencari kerja tersebut pada umumnya berpendidikan tamatan SLTA yaitu sebesar 68,51%. Dari total pencari kerja hanya sekitar 331 orang (12,71%) yang telah ditempatkan. Sehingga pemerintah masih mempunyai tanggungan sebanyak 2.273 orang (87,29%) dan hal ini akan terus meningkat dengan adanya pencari kerja tahun berikutnya. Sementara itu pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan pencari kerja yang ada. Kondisi ini nampaknya akan terus berkembang pada masa-masa yang akan datang dan diperlukan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengatasinya agar tingkat pengangguran tidak terus meningkat dari tahun ke tahun.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-112
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.3.2. Sosial Ekonomi 1. Perekonomian Wilayah a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi, antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya nilai PDRB yang berhasil dicapai merupakan refleksi dari kemampuan daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. PDRB Kabupaten Banggai berdasarkan harga berlaku pada tahun 2003 mencapai 1.371.927 juta rupiah atau naik 8,90% dibandingkan tahun 2002. Sementara itu apabila diperhitungkan berdasarkan harga konstan 1993, nilai PDRB yang dicapai sebesar 385.405 juta rupiah atau tumbuh sebesar 0,16% dibandingkan tahun sebelumnya. Peranan sektoral PDRB Kabupaten Banggai secara lengkap disajikan pada Tabel 2.33 dan distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha disajikan pada Tabel 2.34.
Penyumbang terbesar PDRB tahun 2003 adalah Sektor Pertanian yaitu sebesar 56,56%, yang didukung oleh sub sektor Tanaman Perkebunan yang mencapai 25,39%, kemudian diikuti oleh Pertanian Tanaman Bahan Makanan (15,65%) dan Kehutanan sebesar 6,62%. Penyumbang terbesar kedua adalah Sektor Jasa-jasa Lainnya sebesar 9,97% yang berasal dari Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Penyumbang terbesar ketiga adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 8,86% terhadap total PDRB. Penyumbang terkecil PDRB Kabupaten Banggai adalah sektor Listrik dan Air Bersih dengan persentase sebesar 0,58% yang diikuti oleh sektor Penggalian (1,21%), sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan dengan kontribusi sebesar 4,04%.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-113
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.33.
Usaha
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003 (Juta Rupiah) 1999
1. Pertanian 434.686 Tanaman Bahan Makanan 161.000 Tanaman Perkebunan 137.530 Peternakan 30.208 Kehutanan 59.017 Perikanan 46.931 2. Penggalian 10.786 3. Industri Pengolahan 61.957 Makanan, Minuman & Tembakau 24.432 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 156 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 32.276 Kertas & Barang Cetakan 1.227 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 161 Semen & Brg Galian bukan Logam 3.526 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 147 Barang Lainnya 32 4. Listrik dan Air Bersih 4.391 Listrik 3.793 Air Bersih 598 5. Bangunan 59.645 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 74.700 Perdagangan Besar dan Eceran 73.672 Hotel 419 Restoran 609 7. Angkutan & Komunikasi 46.272 Angkutan 44.703 - Angkutan Jalan Raya 33.108 - Angkutan Laut 6.741 - Angkutan Udara 869 - Jasa Penunjang Angkutan 3.985 Komunikasi 1.569 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 26.906 Bank 4.321 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 1.682 Sewa Bangunan 19.611 Jasa Perusahaan 1.293 9. Jasa-Jasa 88.190 Pemerintahan Umum 70.007 Swasta 18.183 - Sosial Kemasyarakatan 12.151 - Hiburan & Rekreasi 27 - Perorangan & Rumahtangga 6.004 PDRB
807.535
2000
2001
2002
2003
491.792 168.068 173.515 32.010 65.388 52.811 11.624 69.808 27.477 174 36.415 1.386 177 3.981 163 35 4.940 4.268 672 64.463 82.066 80.935 455 676 50.600 48.859 36.074 7.466 944 4.376 1.741 29.466 4.659 1.832 21.540 1.435 96.785 76.052 20.733 13.868 30 6.835
596.433 191.235 227.673 35.955 76.794 64.776 13.653 83.374 32.757 207 43.550 1.660 206 4.764 191 41 5.930 5.137 793 77.334 97.191 95.849 539 803 58.637 56.608 41.665 8.764 1.086 5.093 2.029 34.586 5.326 2.114 25.456 1.690 113.226 88.401 24.824 16.618 36 8.170
703.6830 208.725 293.750 38.197 87.312 75.700 15.4730 115.5104 45.581 285 60.084 2.318 279 6.648 261 55 7.0540 6.128 926 89.0820 109.812 108.313 601 899 65.404 63.054 46.457 9.737 1.203 5.657 2.350 38.248 5.735 2.299 28.340 1.873 115.5554 89.629 25.926 17.370 37 8.519
775.978 214.661 348.376 39.134 90.788 83.019 16.624 102.781 40.582 250 53.364 2.072 242 5.995 228 48 7.997 6.955 1.042 96.807 121.615 119.973 657 985 71.723 68.939 50.868 10.605 1.307 6.159 2.784 41.671 6.232 2.475 30.928 2.036 136.731 105.779 30.952 20.756 43 10.153
901.545 1.080.365 1.259.821 1.371.927
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-114
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banggai Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003 (%) Usaha 1. Pertanian Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan 2. Penggalian 3. Industri Pengolahan Makanan, Minuman & Tembakau Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki Kayu & Hasil Hutan Lainnya Kertas & Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Brg dari Karet Semen & Brg Galian bukan Logam Alat Angkut, Mesin & Peralatannya Barang Lainnya 4. Listrik dan Air Bersih Listrik Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran Perdagangan Besar dan Eceran Hotel Restoran 7. Angkutan & Komunikasi Angkutan - Angkutan Jalan Raya - Angkutan Laut - Angkutan Udara - Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank Sewa Bangunan Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa Pemerintahan Umum Swasta - Sosial Kemasyarakatan - Hiburan & Rekreasi - Perorangan & Rumahtangga PDRB
1999
2000
2001
2002
2003
53,83 19,94 17,03 3,74 7,31 5,81 1,34 7,67 3,03 0,02 4,00 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,54 0,47 0,07 7,39 9,25 9,12 0,05 0,08 5,73 5,54 4,10 0,83 0,11 0,49 0,19 3,33 0,54 0,21 2,43 0,16 10,92 8,67 2,25 1,50 0,00 0,74
54,55 18,64 19,25 3,55 7,25 5,86 1,29 7,74 3,05 0,02 4,04 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,55 0,47 0,07 7,15 9,10 8,98 0,05 0,08 5,61 5,42 4,00 0,83 0,10 0,49 0,19 3,27 0,52 0,20 2,39 0,16 10,74 8,44 2,30 1,54 0,00 0,76
55,21 17,70 21,07 3,33 7,11 6,00 1,26 7,72 3,03 0,02 4,03 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,55 0,48 0,07 7,16 9,00 8,87 0,05 0,07 5,43 5,24 3,86 0,81 0,10 0,47 0,19 3,20 0,49 0,20 2,36 0,16 10,48 8,18 2,30 1,54 0,00 0,76
55,860 16,57 23,32 3,03 6,93 6,01 1,230 9,170 3,62 0,02 4,77 0,18 0,02 0,53 0,02 0,00 0,56'1 0,49 0,07 7,070 8,72 8,60 0,05 0,07 5,19 5,01 3,69 0,77 0,10 0,45 0,19 3,04 0,46 0,18 2,25 0,15 9,17 7,11 2,06 1,38 0,00 0,68
56,56 15,65 25,39 2,85 6,62 6,05 1,21 7,49 2,96 0,02 3,89 0,15 0,02 0,44 0,02 0,00 0,58 0,51 0,08 7,06 8,86 8,74 0,05 0,07 5,23 5,02 3,71 0,77 0,10 0,45 0,20 3,04 0,45 0,18 2,25 0,15 9,97 7,71 2,26 1,51 0,00 0,74
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-115
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Struktur Perekonomian Struktur perekonomian regional Kabupaten Banggai beberapa tahun terakhir mengalami perubahan cukup cepat terutama di sektor Pertanian. Peningkatan kontribusi tersebut terlihat pada tahun 2003 sebesar 0,7% baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Beberapa produksi komoditas perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, kakao, dan cengkeh, juga mengalami peningkatan menjadi 25,39%, disamping produksi tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija juga mengalami peningkatan menjadi 5,65%. Penyumbang terbesar ketiga berasal dari subsektor kehutanan (6,62%), kemudian perikanan (6,05%) dan yang paling kecil kontribusinya adalah subsektor peternakan sebesar 2,85%. Peranan sektor penggalian adalah sebesar 1,21% atau mengalami penurunan sekitar 0,02% dibandingkan dengan tahun 2002. Sektor penggalian merupakan penyumbang PDRB peringkat ke-8. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 7,49% atau menduduki peringkat ke-4 dalam sumbangannya terhadap total PDRB. Namun bila dibandingkan dengan tahun 2002, terjadi penurunan kontribusi sebesar 1,68%. Sektor listrik dan air bersih selama 5 tahun terakhir rata-rata memberikan kontribusi sebesar 0,556% terhadap total PDRB. Pada tahun 2003 kontribusi yang diberikan sebesar 0,58% atau meningkat sebesar 0,02% dibandingkan tahun 2002, namun tetap merupakan sektor yang kontribusinya paling kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sementara itu kontribusi yang diberikan sektor bangunan sebesar 7,06% atau menduduki perangkat ke-5 dalam PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-3 dengan kontribusi sebesar 8,86%. Dibandingkan dengan tahun 2002 terjadi peningkatan sebesar 0,14%. Kontribusi sektor angkutan dan komunikasi sebesar 5,23% atau menduduki peringkat ke-6 dalam memberikan peranannya terhadap PDRB. Sektor keuangan dan persewaan jasa perusahaan menduduki peringkat ke-7 dalam memberikan kontribusinya terhadap PDRB dengan persentase sebesar 3,04%. Sektor jasa-jasa merupakan penyumbang PDRB terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 9,97% atau meningkat sekitar 0,80% dibandingkan dengan tahun 2002. Jika dilihat berdasarkan PDRB harga konstan tahun 1993, tampak bahwa sektor pertanian tetap memberikan peranan yang terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Banggai. Demikian juga dengan sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran tetap sebagai penyumbang terbesar kedua dan ketiga terhadap nilai total PDRB.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-116
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banggai periode 1999-2003 cukup rnenggembirakan, terbukti dengan
Pertumbuhan tahunan dapat dicapai rata-rata 3,33%
sedangkan target pada periode yang sama sebesar 3,53%. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 mencapai 6,98% yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2002 yang sebesar 6,82%. Pertumbuhan terbesar berasal dari Sektor Listrik dan Air Bersih sebesar 8,66% atau meningkat sekitar 1,08% dibandingkan dengan tahun 2002. Pertumbuhan terbesar kedua adalah Sektor Pertanian yang tumbuh sekitar 8,16% sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,69%, dan tingkat pertumbuhan terbesar ketiga adalah Sektor Bangunan sebesar 7,45%. Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 5,82%, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran tumbuh sebesar 5,65%, dan Sektor Penggalian sebesar 5,61%. Pertumbuhan terendah dialami oleh Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan yakni sebesar 4,32%, yang mengalami peningkatan sebesar 0,49% dibandingkan dengan tahun 2002. Diperlukan berbagai upaya agar tingkat perekonomian sektoral Kabupaten Banggai dapat semakin seimbang dan mantap serta merata ke seluruh daerah dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. d. Fasilitas Perekonomian 1) Perkantoran Beberapa fasilitas yang dapat memacu bergeraknya roda perekonomian di wilayah studi adalah adanya sarana perkantoran. Keberadaan perkantoran ini telah mampu membangkitkan aktivitas perekonomian baik formal maupun informal di sekitarnya diantaranya dengan tumbuhnya warung-warung, kios, toko, dan lain sebagainya. 2) Hotel Sampai dengan tahun 2004 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sebanyak 21 buah hotel/penginapan dengan kapasitas kamar sebanyak 217 buah dan 349 tempat tidur. Dari jumlah total hotel tersebut, 7 diantaranya atau sekitar 33,33% terdapat di wilayah studi yaitu di Kecamatan Toili. Keberadaan hotel/penginapan selama ini telah mampu mendukung aktivitas pariwisata, perdagangan dan aktivitas perekonomian lainnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-117
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Lembaga Keuangan Lembaga keuangan khususnya bank sangat besar peranannya dalam mendukung kelancaran peredaran uang. Sektor yang paling besar menyerap kredit adalah sektor perdagangan dengan besar kredit 105.488 juta rupiah dan sektor pertanian sebesar 87.982 juta rupiah. Bank sampai saat ini masih tersentral di ibukota kabupaten. Lembaga keuangan lain yang beroprasi adalah koperasi. Jumlah koperasi di seluruh wilayah Kabupaten Banggai adalah 162 buah dan 20 atau 12,35% diantaranya terdapat di wilayah studi. Penyebaran koperasi di wilayah studi adalah: 8 buah di Kecamatan Toili, 6 buah di Toili Barat, 5 buah di Batui dan 1 buah di Kintom. 4) Sarana Perdagangan Sarana perdagangan yang ada di wilayah studi meliputi pasar, toko, kios dan warung. Dari 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki sarana perdagangan yang paling banyak yaitu pasar 6 buah, toko 28 buah, kios 293 buah dan warung 52 buah. Jumlah sarana perdagangan terbanyak kedua adalah di wilayah Kecamatan Toili kemudian di
Kecamatan
Batui. Kondisi ini
menggambarkan bahwa
aktivitas
perekonomian di wilayah Kecamatan Toili cukup tinggi yang diantaranya karena Toili merupakan pusat aktivitas pertanian di Kabupaten Banggai. 5) Sarana Transportasi Sarana transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam membuka keterisolasian wilayah dan memajukan ekonomi wilayah. Di Kabupaten Banggai terdapat jalan Provinsi sepanjang 652,70 km dan umumnya dalam kondisi sedang (61,53%). Disamping itu juga terdapat
jalan kabupaten sepanjang 1.357,18 km
dengan kondisi sedang (48,29%). Di wilayah studi, Kecamatan Toili mempunyai jumlah jalan yang terpanjang dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu sepanjang 297,25 km dan Kecamatan Toili Barat mempunyai jumlah jalan yang terpendek yakni hanya sekitar 47,35 km. Jenis permukaan jalan yang ada meliputi aspal (51,77%), kerikil (32,30%) dan tanah sekitar 15,93%. Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah studi meliputi bus, truk, pick up, mobil penumpang dan pribadi serta sepeda motor. Di antara wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki jumlah kendaraan bermotor yang paling banyak dibanding-
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-118
PT PERTAMINA EP - PPGM
kan dengan kecamatan lainnya. Pada tahun 2004 di wilayah studi tercatat sekitar 43,75% mobil dan 52,61% sepeda motor yang beroperasi di wilayah Kecamatan Toili dan hanya sekitar 12,17% mobil dan 13,34% sepeda motor yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kintom. Kondisi ini menggambarkan bahwa wilayah Kecamatan Toili memiliki aktivitas perekonomian paling sibuk yang didukung oleh kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang cukup baik pula dibandingkan dengan wilayah studi lainnya. 6) Sarana telekomunikasi Pada tahun 2003 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sarana telekomunikasi berupa sentral telepon dari Bunta 392, Luwuk 4.412, Pagimana 512, wartel 103 SST, dan telepon umum koin sebanyak 99 buah. Sarana telekomunikasi ini belum tersebar merata di semua
kecamatan, termasuk kecamatan wilayah studi. Berdasarkan
Kecamatan Dalam Angka Tahun 2004, hanya di Kecamatan Toili yang telah terdapat sarana komunikasi ini yaitu Wartel 6 buah dan telepon rumah tangga sebanyak 145 SST. Kedepan sarana telekomunikasi perlu dikembangkan di semua bagian wilayah agar informasi dan berbagai kemajuan lainnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 2.2.3.3. Sosial Budaya 1. Kebudayaan Masyarakat a. Sistem Organisasi Sosial Sistem Oraganisasi sosial atau kekerabatan yang dianut oleh masyarakat di wilayah studi ini adalah sistem patrilineal, yaitu menurut garis ayah. Struktur-struktur kekerabatan mencakup keluarga sebagai unit terkecil dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga, yaitu seperti suku atau klen. Di Kabupaten Banggai terdapat 3 suku asli, yaitu Suku Saluan, Suku Banggai dan Suku Balantak. Selain ketiga suku-suku asli tersebut ada suku pendatang yaitu Suku Bajo yang merupakan masyarakat nelayan pendatang tertua dari Kendari (Sulawesi Tenggara), Suku Jawa dan Suku Bali yang merupakan transmigran, serta pendatang yang mencari peluang kerja yaitu dari Suku Bugis, Suku Padang, Suku Gorontalo, Suku Menado dan Suku Muna. Hubungan antara penduduk suku asli dan suku pendatang selama ini tidak ada masalah, mereka terjalin dalam hubungan yang saling membutuhkan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-119
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Sistem Teknologi Potensi wilayah studi kaya akan hasil hutan dan laut, sehingga teknologi yang diciptakan adalah alat yang dapat mempermudah manusia dalam mengolah sumber daya alam tersebut.
Hutan dan perkebunan menghasilkan rotan, kopra, enau dan sagu, maka
masyarakat membuat alat-alat produktif agar dapat memudahkan dalam mengolah hasil hutan tersebut, misalnya sagu merupakan makanan pokok penduduk di wilayah studi telah merubah menjadi tepung yang siap untuk dimasak. Laut yang kaya ikan dan kerang mutiara memunculkan ide untuk membuat perahu ketingting, alat tangkap ikan, dan alat untuk mengolah kerang mutiara menjadi perhiasan yang bernilai jual tinggi dan menjadi potensi wisata Kabupaten Banggai.
c. Sistem Budaya Warisan budaya yang saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat di Banggai adalah warisan budaya yang berupa fisik dan yang non fisik. Kabupaten Banggai merupakan daerah peninggalan sejarah pada masa kerajaan abad VI dengan peninggalan berupa makam raja di Banggai Kepulauan. Untuk menjaga kelestarian budaya adat masyarakat Banggai diadakan upacara untuk melestarikan adat Tumpe di Batui, kesenian tradisional berupa tari dan musik daerah, Hikayat Adi Soko serta adat-istiadat dari ketiga etnis suku asli Kabupaten Banggai yaitu Suku Banggai, Suku Balantak dan Suku Saluan.
Adat yang menjadi amanat dan tidak dapat dilupakan oleh penduduk asli Batui adalah pelaksanaan upacara adat Tumpe setiap tahun oleh Tua-tua adat yang terdiri dari Kelurahan Batui, Tolando, Balantang dan Bugis (Totonga). Upacara adat Tumpe adalah tradisi penghantaran telur burung Maleo yang pertama dari Banggai Darat (Kecamatan Batui, di Suaka Margasatwa Bangkiriang) ke Kerajaan Banggai Kepulauan. Maksud dan tujuan pelaksanaan Upacara Adat Kebudayaan Batui ini adalah (1) sebagai ucapan/doa selamatan bahwa Tumpe telah selesai dilaksanakan; (2) Hari atau peringatan Kebudayaan/peristiwa budaya; (3) hari lahirnya Agama Islam di Batui; (4) Hari lahirnya pemerintahan Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-120
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kesenian Bentuk-bentuk kesenian di daerah ini antara lain alat musik tabuh berupa gong, gendang, kakula, dan rebana; alat musik tiup berupa lalove atau seruling; alat musik petik berupa kecapi, yang semuanya ditata dan disimpan dalam ruang museum di Palu. Di wilayah studi juga memiliki kesenian tradisional yaitu Tari Perang (Cakalele) yang merupakan seni tari tradisional masyarakat di Kecamatan Kintom, Tarian Salamat Kopiang Saluan (Tarian Penyambutan) yang biasa dilakukan di Kecamatan Luwuk. e. Bahasa Masing-masing suku di wilayah studi memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Saluan, bahasa Banggai dan bahasa Balantak yang tidak mengenal perbedaan dalam hal penerapan pemakaian berbicara antara orang tua dengan anak-anak dan sebaliknya, dalam arti tidak mengenal bahasa halus dan kasar. Sebagai alat komunikasi antar sesama memakai bahasa pengantar atau bahasa resmi yaitu bahasa Melayu. f. Sistem Religi Sebelum agama masuk ke wilayah Sulawesi Tengah, penduduknya masih menganut kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan yang menganggap segala sesuatunya memiliki kekuatan gaib. Tradisi selamatan yang berhubungan dengan siklus hidup manusia, yaitu peristiwa kelahiran, perkawinan dan kematian merefleksikan kepercayaan tersebut. Tradisi ke makam leluhur atau ke tempat-tempat yang dikeramatkan juga dilakukan oleh masyarakat Batui dan pelaksanaannya jatuh pada bulan Syawal, atau minggu ke dua setelah Hari Raya Idhul Fitri. Masyarakat Batui yang masih memegang adat adalah Suku Saluan Batui. Dalam lingkungan masyarakat
Batui masih memegang kepercayaan
terhadap tempat-tempat kramat yang dahulu merupakan tempat berkumpulnya masyarakat Batui untuk membahas masalah yang ada di lingkungan masyarakat Batui. Setelah agama masuk dalam kehidupan masyarakat di wilayah studi, maka kepercayaan terhadap sesuatu yang gaib tersebut masih ada sehingga terjadi sinkretisme. Tabel 2.35 merupakan data banyaknya pemeluk agama menurut Kecamatan di wilayah studi pada tahun 2004.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-121
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.35. Banyaknya Pemeluk Agama menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 No
Kecamatan
Islam
Kristen
Khatolik
Hindu
Budha
Jumlah
1
Toili
38.207
1.833
236
3.736
-
44.012
2
Toili Barat
10.387
447
32
8.329
155
19.350
2
Batui
21.054
1.209
128
2.081
19
24.491
4
Kintom
10.456
1.851
-
-
3
12.310
230.232 217.176 215.009 201.680
37.248 41.372 41.740 39.988
5.740 5.477 5.261 4.434
18.701 18.721 17.625 13.188
740 1.529 872 869
292.661 284.275 280.507 260.159
Kabupaten Banggai 2003 2002 2001
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
Dari Tabel di atas tampak bahwa masyarakat di wilayah studi memeluk berbagai macam agama. Mayoritas agama yang dianut masyarakat di wilayah studi adalah Islam (79,97%), disusul Hindu (14,12%), Kristen (5,33%), Katholik (0,39%) dan Budha (0,18%). Total pemeluk agama Hindhu di wilayah studi terhadap total pemeluk agama Hindhu di tingkat kabupaten adalah 75,64% dan untuk umat Budha adalah 23,92%. Hal ini menunjukkan bahwa penganut agama Hindhu dan Budha di wilayah studi cukup dominan, yang umumnya merupakan penduduk transmigran dari Pulau Bali. Sementara itu banyaknya tempat ibadah di wilayah studi disajikan pada berikut. Tabel 2.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
1
Toili
38
80
-
Gereja Kristen 18
2
Toili Barat
16
5
-
3
-
26
1
2
Batui
33
-
-
4
2
2
1
4
Kintom
20
-
1
4
-
-
-
Kab. Banggai
399
103
47
173
24
46
6
508 484 331 312
73 65 135 110
68 62 40 36
149 146 147 131
24 23 23 24
65 65 62 59
5 5 4 5
No Kecamatan
2003 2002 2001 2000
Masjid
Langgar Musholla
Gereja Katholik 2
Pura
Vihara
6
2
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-122
PT PERTAMINA EP - PPGM
Mengingat bahwa mayoritas agama yang dipeluk masyarakat adalah Islam, maka keberadaan tempat ibadah umat Islam adalah yang terbanyak yakni dengan persentase sebanyak 72,28%, kemudian disusul tempat ibadah bagi umat Hindhu (12,73%), Gereja Kristen (10,86%), dan Gereja Katholik serta Vihara masing-masing sebanyak 1,50%. Mengingat bahwa pemeluk agama Hindhu di wilayah studi cukup dominan terhadap total umat Hindhu di tingkat kabupaten, maka keberadaan Pura di wilayah studi juga dominan yaitu sekitar 73,91% terhadap jumlah total di tingkat kabupaten. Sementara itu keberadaan Vihara di wilayah studi adalah 66,67% terhadap jumlah total Vihara di tingkat kabupaten.
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat 2.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan a. Fasilitas/Sarana Kesehatan Kabupaten Banggai Berbagai usaha dilakukan pemerintah Kabupaten Banggai untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, diantaranya dengan menyediakan dan memperbaiki kualitas sumberdaya kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana kesehatan beserta tenaga medis meliputi Dokter dan perawat. Jumlah sumberdaya kesehatan di Kabupaten Banggai ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.37. Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kabupaten Banggai Tahun 2003 No 1 2 3 4 5 6 6 7 7 8 9 10
Jenis Sarana Kesehatan Rumah Sakit Umum Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Balai Pengobatan/Poliklinik Rumah Sakit Bersalin Praktek Dokter Perorangan Praktek Dokter Bersama Praktek Bidan Posyandu Polindes Apotek
Status Kepemilikan Dep.Kes Dep. Lain Swasta 1 18 104 16 2 1 14 3 358 178 1 5
Jumlah
675
3
23
Jumlah 1 18 104 16 2 1 14 3 358 178 6
701
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-123
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa di Kabupaten Banggai hanya terdapat 1 buah rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk. Fasilitas/sarana kesehatan lainnya yang tersedia meliputi Puskesmas, Posyandu, dan Polindes yang berada dibawah pembinaan Departemen Kesehatan. Fasilitas kesehatan yang dikelola departemen lain dan swasta adalah Balai Pengobatan/Poliklinik, praktek dokter perorangan dan bersama serta apotek. b. Tenaga Medis Sementara itu jumlah tenaga kesehatan yang meliputi tenaga medis (dokter) dan paramedis (bidan, perawat) yang dirinci menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kabupaten Banggai Tahun 2003 Kecamatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Toili Batui Bunta Kintom Luwuk Pagimana Bualemo Lamala Balantak 2003 2002 2001 2000
Dokter Umum
Dokter Spesialis
Dokter Gigi
5 2 2 2 11 1 1 1 25 37 34 30
4 4 3 3 3
1 3 4 5 4 2
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2003
Jumlah dokter yang ada di seluruh wilayah Banggai adalah 33 orang yang terinci menjadi dokter umum 25 orang (75,76%), dokter gigi 4 orang (12,12%) dan dokter spesialis sebanyak 4 orang atau sekitar 12,12% dari jumlah total dokter yang ada. Namun secara umum nampak bahwa jumlah dokter tahun 2003 menurun sekitar 26,67% bila dibandingkan tahun 2002. Persebaran dokter umum relatif merata di setiap kecamatan, sedangkan dokter spesialis hanya terdapat di Luwuk dan dokter gigi di Toili dan Luwuk. Rasio tenaga kesehatan per penduduk Kabupaten Banggai tahun 2003 adalah: 1) dokter 15,8 : 100.000 penduduk, 2) dokter umum 12,7 : 100.000
penduduk, 3) dokter gigi 1,8 : 100.000
penduduk, dan dokter spesialis 1,4 : 100.000 penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-124
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Tenaga Paramedis Tenaga paramedis yang terdiri dari bidan dan perawat pada tahun 2003 jumlahnya meningkat dibandingkan pada tahun 2002. Untuk tenaga bidan terjadi peningkatan sebesar 16,06% dari 193 orang pada tahun 2002 menjadi 224 orang pada tahun 2003. Tenaga perawat tahun 2003 sebanyak 191 orang atau meningkat sekitar 5,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Tenaga paramedis ini tersebar merata di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai. Rasio tenaga bidan per penduduk Kabupaten Banggai adalah 83,0 berbanding 100.000 penduduk, sedangkan untuk perawat adalah 101 berbanding 100.000 penduduk. d. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu di Kabupaten Banggai dibedakan atas Posyandu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Jumlah posyandu seluruhnya adalah 358 buah dengan persentase terbesar (69,8%) merupakan posyandu pratama, kemudian diikuti posyandu madya sebanyak 21,5%, dan posyandu purnama sebanyak 8,7%. Posyandu yang benar-benar telah mandiri belum dijumpai di wilayah Kabupaten Banggai. 2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat a. Usia Harapan Hidup Usia harapan hidup masyarakat Banggai cenderung terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 1996, rata-rata usia harapan hidup masyarakat adalah 61,4 tahun, dan pada tahun 1999 meningkat menjadi 63,5 tahun dan pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 65,15 tahun. Usia harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Pada tahun tersebut tercatat bahwa usia harapan hidup laki-laki adalah 63,2 dan perempuan 67,1 tahun. Usia harapan hidup di Kabupaten Banggai merupakan tertinggi kedua setelah Palu di Provinsi Sulawesi Tengah. b. Mortalitas Angka Kematian Bayi (AKB) Tahun 2003 AKB di Kabupaten Banggai sebesar 16 per 1000 kelahiran hidup dengan AKB tertinggi di Puskesmas Toili III. AKB tahun 2003 relatif turun bila dibandingkan dengan tahun 2002, yaitu dari 17 menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-125
PT PERTAMINA EP - PPGM
Angka Kematian Balita (AKABA) Angka kematian balita merupakan jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2003 angka kematian balita akibat pnemonia sebesar 12, atau meningkat 3 kematian per 1000 kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun 2002. Angka Kematian Ibu Angka kematian maternal merupakan jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu bersalin + jumlah kematian ibu nifas. Tahun 2003 kematian ibu maternal di Kabupaten Banggai adalah 15 kematian. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup adalah 249 yang berarti mengalami penurunan 145 kematian dibandingkan tahun 2002. c. Morbiditas Sepuluh besar penyakit yang banyak diderita penduduk Kabupaten Banggai disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kabupaten Banggai Tahun 2003 Jenis Penyakit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Penyakit Kulit dan Jaringan Bawah Kulit Malaria Klinis Tekanan Darah Tinggi Diare Asma Pnemonia Karies Gigi Penyakit Kulit dan Jamur Penyakit Lain-lain Jumlah
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
Persentase 29,70 9,00 8,10 6,50 6,30 2,50 2,50 2,10 2,10 28,20 100,00
Jenis penyakit utama yang banyak diderita penduduk umumnya terkait dengan pernafasan seperti ISPA, asma, pnemonia dan bronchitis. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat kualitas udara yang terancam terus menurun oleh berbagai aktivitas yang banyak menghasilkan debu dan berbagai zat pencemar dan kemungkinan akibat karakteristik mobilitas penduduk yang tinggi yang dapat memicu terjadinya penyebaran penyakit tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-126
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sementara itu penyakit darah tinggi yang termasuk dalam kategori penyakit degeneratif menduduki peringkat keempat dengan persentase sebesar 6,50%. Penyakit ini dan jenisjenis penyakit degeneratif lainnya diprakirakan akan terus meningkat pada masa-masa yang akan datang, diantaranya sebagai akibat adanya transisi demografi yaitu meningkatnya usia lanjut yang pada akhirnya banyak memunculkan berbagai
penyakit non menular
(degeneratif) dan karena adanya perubahan pola makan. Secara umum nampak bahwa jenis-jenis penyakit infeksi (menular) masih mendominasi pola penyakit yang ada. d. Status Gizi Mengingat bahwa kelompok bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi, maka status gizi bayi dan balita merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur status gizi masyarakat. Pada tahun 2003 terdapat 68 kasus atau sekitar 1,1% kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), berarti telah terjadi penurunan 10 kasus dibandingkan pada tahun 2002. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Toili. Dari 7.392 (27,70%) balita yang ditimbang pada tahun 2003, terdapat sekitar 5.625 balita (76,10%) yang berat badannya naik, balita BGM sebanyak 1.732 atau sekitar 23,43% dan yang menderita marasmus/kwasiorkor (gizi buruk) sebanyak 35 anak atau 0,47% dan telah diberikan perawatan 100%. Terdapat 3 kecamatan bebas rawan gizi pada tahun 2003, yaitu Kecamatan Bualemo, Luwuk dan Toili. Namun demikian, mengingat bahwa kesehatan balita merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan masyarakat, maka upaya peningkatan penyuluhan dari para kader gizi kepada ibu-ibu balita tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan / penambahan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita perlu terus dilakukan. e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di berbagai bagian wilayah Banggai umumnya (lebih dari 50%) masyarakat masih membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan bahan makanan pokok. Sementara itu penggunaan dana untuk non pangan rata-rata sangat kecil (kurang dari Rp. 40.000,00) dan umumnya masyarakat belum atau bahkan tidak mengalokasikan sebagian dananya untuk biaya kesehatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat relatif masih sangat rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-127
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pola perilaku lainnya yang tercakup dalam PHBS diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan (posyandu, pemberantasan sarang nyamuk, dan sebagainya), pola pemberian ASI, angka bebas rokok dalam rumah tangga, pendapat masyarakat tentang konsep sakit dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat berkaitan dengan kondisi lingkungannya.
Pada tahun 2003 diperoleh data bahwa pemberian ASI eksklusif
adalah 0-4 bulan dan dari 4.133 bayi yang ada, yang diberikan ASI eksklusif adalah 3.589 bayi atau sekitar 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran ibu-ibu tentang pentingnya ASI bagi bayi mereka sudah cukup baik. Pada tahun 2003 jumlah kunjungan masyarakat ke Puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap adalah 114.164 kunjungan. Dengan demikian baru sekitar 40,20% penduduk Kabupaten Banggai yang telah memanfaatkan Puskesmas sebagai salah satu upaya pengelolaan kesehatannya. Sementara itu pemanfaatan RSUD baru dilakukan oleh 4,4% penduduk Kabupaten Banggai.
2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Kondisi kesehatan lingkungan dicerminkan dari keberadaan rumah sehat, kepemilikan jamban keluarga, cakupan air bersih, kualitas air bersih, pengelolaan sampah dan cakupan SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah). Pada tahun 2003 terdapat sebanyak 61.934 buah rumah di Kabupaten Banggai, dan sebanyak 53.513 (86,40%) rumah yang diperiksa, baru sekitar 44,30% diantaranya yang telah memenuhi syarat sebagai rumah sehat. Dalam hal ini berarti perlu adanya program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan baik di rumah maupun lingkungan sekitarnya.
2.3. PELINGKUPAN 2.3.1. Proses Pelingkupan Seperti diuraikan pada deskripsi rencana kegiatan, dalam kegiatan pengembangan gas Matindok ini dimunculkan beberapa alternatif yaitu:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-128
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Alternatif jalur trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant Jalur pipa trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant akan dibuat tiga jalur alternatif sebagai berikut:. 1. Jalur alternatif-1 yaitu pemasangan pipa trunkline dari BS Donggi melintasi SM Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian ditimbun kembali; 2. Jalur alternatif-2 yaitu pemasangan pipa melintasi SM Bangkiriang dilakukan dengan sistem pemboran horizontal. 3. Jalur alternatif-3 yaitu pemasangan trunkline dari BS Donggi akan dilakukan melalui pantai SM Bangkiriang sepanjang sekitar 4 km. Jalur alternatif-2 dan jalur alternatif-3 dimaksudkan untuk menghindari gangguan pada lahan di Bangkiriang sebagai Suaka Margasatwa, walaupun kondisi hutan di SM Bangkiriang sekarang ini sudah rusak. b. Alternatif penyediaan air tawar untuk LNG Plant Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk operasional LNG Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif yaitu: 1. Air tawar diambil dari air tanah dalam 2. Air tawar disuling dari air laut 3. Air tawar diambil dari air permukaan c. Alternatif lokasi LNG Plant dan Pelabuhan Khusus Sementara ini PPGM masih mengkaji dua kemungkinan lokasi LNG Plant dan pelabuhan khusus yaitu di Desa Uso (Kecamatan Batui) dan Desa Padang (Kecamatan Kintom). Oleh karena itu dalam kajian AMDAL ini dua rencana lokasi akan menjadi kajian alternatif. Proses pelingkupan rencana pengembangan gas Matindok dilakukan dengan cara diskusi antar pakar penyusun dokumen ANDAL, survei literatur, survei lapangan, hasil konsultasi publik yang telah dilaksanakan saat akan menyusun dokumen ANDAL, serta dengan menggunakan proffessional judgement.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-129
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dalam proses pelingkupan, identifikasi dampak potensial berdasarkan atas pertimbangan atas kombinasi antara kondisi rona lingkungan hidup dan informasi jenis dan intensitas setiap kegiatan yang direncanakan, termasuk didalamnya alternatif-alternatif yang telah ditetapkan. Hasil identifikasi dampak potensial menunjukkan bahwa pada tahap konstruksi dan operasi ketiga jalur alternatif pemasangan pipa akan terjadi perbedaan dampak potensial yang signifikan pada subkomponen biologi, dan sebaliknya tidak akan ada perbedaan yang signifikan untuk subkomponen geofisik-kimia, sosekbud dan kesmas. Hal ini disebabkan semua alternatif melewati lahan yang dimiliki negara sehingga tahap prakonstruksi tidak berpotensi menimbulkan dampak. Pada tahap operasional ketiga alternatif rencana penyediaan air tawar untuk operasional Kilang LNG yang diambil dari air permukaan diduga akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda nyata pada subkomponen geofisik-kimia dan soseskbud. Sementara untuk semua tahapan kegiatan dari dua alternatif lokasi kompleks LNG Plant dan Pelabuhan Khusus diduga dampak potensial yang terjadi akan berbeda nyata pada soseskbud, karena kedua lokasi yang relatif dekat itu merupakan hamparan ekosistem yang relatif sama, namun kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya relatif berbeda. Dengan mempertimbangkan identifikasi dampak potensial pada setiap alternatif yang dimunculkan tersebut diatas, maka proses pelingkupan ini meliputi setiap rencana kegiatan dan termasuk didalamnya alternatif-alternatifnya. Jadi kajian alternatif tidak ditampilkan secara terpisah, melainkan akan diintegrasikan pada setiap komponen lingkungan yang terkena dampak.
Alur pikir dan hasil proses pelingkupan dapat diringkaskan seperti tercantum dalam Gambar 2.30. dan Gambar 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-130
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan PPGM PT PERTAMINA Di Kabupaten Banggai (ambil di file Gb. 2.30)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-131
PT PERTAMINA EP - PPGM PRIORITAS DAMPAK DAMPAK POTENSIAL A. Geo-Fisik-Kimia Perubahan iklim mikro Perubahan kualitas udara ambien Terjadi kebisingan Perubahan sifat tanah Peningkatan kuantitas aliran permukaan Peningkatan debit air sungai Penurunan debit air sungai Terjadi erosi tanah Gangguan sistem drainase dan irigasi Penurunan kualitas air permukaan Penurunan kualitas air laut Penurunan kuantitas air tanah Gangguan transportasi darat Gangguan transportasi laut B. Komponen Biologi Gangguan vegetasi Gangguan satwa liar Gangguan biota air tawar Gangguan biota air laut C. Komponen Sosekbud Perubahan kependudukan Perubahan pola kepemilikan lahan Peningkatan/penurunan pendapatan masyarakat Adanya kesempatan berusaha Gangguan proses sosial Perubahan sikap dan persepsi masyarakat D. Komponen Kesmas Penurunan sanitasi lingkungan Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
Deskripsi Rencana Kegiatan Pra-Konstruksi Konstruksi Operasi Pasca Operasi
Deskripsi Rona Lingkungan Awal Komp. Geofisikkimia Komp. Biologi Komp. Sosekbud Komp. Kesmas
Identifikasi Dampak Potensial
DAMPAK PENTING HIPOTETIS A. Geo-Fisik-Kimia Perubahan kualitas udara ambien Terjadi kebisingan Peningkatan kuantitas aliran permukaan Terjadi erosi tanah Gangguan sistem drainase dan irigasi Penurunan kualitas air permukaan Penurunan kualitas air laut Gangguan transportasi darat B. Komponen Biologi Gangguan vegetasi Gangguan satwa liar Gangguan biota air tawar Gangguan biota air laut C. Komponen Sosekbud Perubahan kependudukan Perubahan pola kepemilikan lahan Peningkatan/penurunan pendapatan masyarakat Adanya kesempatan berusaha Gangguan proses sosial Perubahan sikap dan persepsi masyarakat D. Komponen Kesmas Penurunan sanitasi lingkungan Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
KLASIFIKASI DAN PRIORITAS
EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
Prakonstruksi: 1. Perubahan pola kepemilikan lahan 2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat Konstruksi: 1. Terjadi kebisingan 2. Terjadi erosi tanah 3. Gangguan sistem drainase dan Irigasi 4. Gangguan transportasi darat 5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Penurunan kualitas air laut 8. Gangguan vegetasi 9. Gangguan satwa liar 10. Gangguan biota air tawar 11. Gangguan bioata air laut 12. Peningkatan pendapatan masyarakat 13. Adanya kesempatan berusaha 14. Gangguan proses sosial 15. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 16. Penurunan sanitasi lingkungan Operasi: 1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan 4. Penurunan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Gangguan biota air tawar 7. Gangguan biota air laut 8. Perubahan kependudukan 9. Peningkatan pendapatan masyarakat 10. Adanya kesempatan berusaha 11. Gangguan proses sosial 12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 13. Penurunan sanitasi lingkungan 14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat Pasca Operasi: 1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Peningkatan kualitas air permukaan 4. Peningkatan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Penurunan pendapatan masyarakat 7. Hilangnya kesempatan berusaha 8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
Gambar 2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-132
PT PERTAMINA EP - PPGM
A. Komponen Geo-Fisik-Kimia 1. Perubahan Iklim Mikro Tahap Prakonstruksi Komponen kegiatan terutama pembukaan dan pematangan lahan untuk lokasi pemboran sumur pengembangan, GPF, Kilang LNG dan jalur pipa akan menyebabkan perubahan suhu dan kelembaban udara di daerah tersebut. Akan tetapi karena luas wilayah yang dibuka untuk kegiatan-kegiatan tersebut relatif kecil dibandingkan dengan luas daerah sekitarnya yang hampir 100% tertutup oleh vegetasi, maka pengaruhnya tidak signifikan dalam mempengaruhi iklim mikro, dan ditetapkan sebagai bukan dampak negatif hipotetik. Tahap Operasi Perubahan iklim mikro dapat terjadi secara signifikan sebagai akibat kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Kegiatan operasi produksi di pusat pengolahan gas dan pencairan gas akan menimbulkan panas dan cahaya yang berumber dari colok api (flare stack). Panas dan cahaya akan menyebar ke sekitarnya dari nyala api yang terdapat di colok api tersebut, gas yang dibakar dari colok api adalah gas buangan dalam jumlah dan tekanan kecil. Dalam keadaan normal hanya berupa nyala kecil. Tujuan pembakaran gas di colok api dilakukan sebagai pengamanan apabila terjadi tekanan gas yang berlebihan dari sumbernya dan pada proses produksi gas dan gaas cair. Dalam keadaan demikian maka gas akan dialirkan ke colok api untuk dibakar, sehingga buangan sebelum masuk ke udara bebas hanya berupa sisa pembakaran (SO 2 , NO2 dan debu). Perubahan iklim mikro akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidaklah signifikan karena lahan yang dibuka relatif sempit dibanding dengan lahan sekitarnya yang lebih luas dan masih tertutup oleh vegetasi. Demikian pula halnya dengan perubahan iklim mikro (pencahayaan dan suhu udara) yang diduga terjadi dari colok api karena gas yang dibakar jumlahnya kecil, sehingga perubahan iklim mikro tersebut mempunyai intensitas perubahan kecil. Dengan demikian, penyebaran panas dan cahaya relatif pendek dan tidak mengganggu penduduk. Sementara itu sekitar kilang LNG akan relatif lebih panas karena operasi produksi LNG. Namun karena lokasinya di pantai dengan angin yang kencang maka perubahan ini tidak akan signifikan. Oleh karena itu perubahan iklim mikro secara hipotetik tidak akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-133
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Kualitas Udara Ambien Tahap Konstruksi Kualitas udara ambien mengalami perubahan yang cukup signifikan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan konstruksi pemboran gas, pembangunan GPF dan Kilang LNG serta pemasangan pipa. Hal itu disebabkan kegiatan itu menggunakan bantuan peralatan berbahan bakar fosil seperti genset untuk pengelasan, alat-alat berat untuk konstruksi itu dan penerangan. Operasional mesin-mesin menyebabkan timbulnya gas-gas buang SO 2, NO2 , hidrokarbon dan debu. Tahap Operasi Kegiatan operasional proses produksi gas dan gas cair akan menimbulkan limbah gas, terutama dari emisi kompresor,
genset dan pembakaran di colok api. Dari genset dan
kompresor akan dikeluarkan SO 2 , NO2, CO, hidrokarbon dan debu, sementara dari pembakaran colok api dikeluarkan SO2 , NO2 dan debu. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi yaitu kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi gas dan gas cair gas-gas tersebut tidak diemisikan, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik daripada tahap operasi. Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan emisi gas dari colok api untuk operasi produksi gas di BS, GPF dan Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi lebih baik, dan diharapkan dapat seperti kondisi udara di areal sekitarnya yang tidak terkena proyek. 3. Terjadi Kebisingan Tahap Konstruksi Kebisingan akan timbul diakibatkan suara kendaraan berat dan lalu lintas kendaraan proyek selama kegiatan mobilisasi dan demobilisaasi peralatan, material dan tenaga kerja. Kebisingan juga muncul karena suara dari mesin-mesin atau peralatan dan genset yang digunakan serta suara-suara lain yang timbul selama kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kilang LNG. Sementara kebisingan juga muncul karena suara genset dan mesin rig selama pemboran sumur gas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-134
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Kebisingan akan muncul diakibatkan suara kompresor dari pusat pemrosesan gas dan gas cair dengan tingkat kebisingan yang tinggi sehingga dapat mencapai 100 dBA. Bila perumahan dekat dengan sumber suara itu, maka penduduk akan menerima dampaknya. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi, penghentian proses produksi akan kebisingan itu akan terhenti pula, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik. Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan, seperti genset, relatif kecil dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan yang dikeluarkan dari mesin-mesin, terutama mesin kompressor, di BS, GPF dan Kilang LNG cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingan akan menurun dan diharapkan akan seperti kondisi kebisingan di daerah sekitar yang tidak ada proyek. 4. Perubahan Sifat Tanah Tahap Konstruksi Kegiatan pembukan dan pematangan lahan untuk persiapan areal pemboran (100 m x 100 m), pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa akan menyebabkan hilangnya tanah pucuk yang subur. Dengan hilangnya solum tanah tersebut akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah yang akan berubah. Apalagi dengan tidak adanya penutup lahan saat konstruksi, maka hujan yang jatuh akan langsung menghantam tanah dan mengerosi tanah pucuk (top soil ) secara berangsur sehingga solum tanah menjadi tipis atau hilang selamanya. Dengan demikian unsur hara atau bahan organik yang ada dalam solum tersebut ikut tercuci hilang terangkut oleh aliran permukaan, dan menjadikan tingkat kesuburan semakin rendah serta dapat berpengaruh tehadap organisme dalam tanah. Luasan lahan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan cukup luas. Sifat fisik-kimia tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas pula. Namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah yang dibuka tersebut memang dipersiapkan untuk pembangunan tahapan berikutnya berupa lokasi yang akan segera dikelola atau segera mengalami suksesi alami secara cepat, sehingga sifat tanah tidak akan berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetik, perubahan sifat tanah tidak menjadi dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-135
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Peningkatan kuantitas aliran air permukaan Tahap Konstruksi Aliran permukaan dan peningkatan aliran permukaan akan terjadi akibat hilangnya vegetasi penutup lahan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan lokasi kegiatan pemboran gas, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan terjadi aliran air permukaan langsung (runoff) di lokasi tersebut. Peningkatan aliran air permukaan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu faktor koefisien aliran permukaan, intensitas hujan dan luas kawasan (area). Dengan dibukanya lahan dari penutup vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung kepermukaan tanah dan aliran permukan tanah terjadi. Aliran permukaan tanah tersebut nantinya masih terus terjadi meskipun pembangunan bangun-bangunan prasarana fasilitas produksi gas telah selesai. Akibat aliran permukaan tersebut berdampak pada terjadinya proses berikutnya berupa erosi tanah. Peningkatan aliran permukaan pada saat pembukaan dan pematangan lahan dilaksanakan pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang tidak datar (topografi landai, berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung). Aliran permukaan tersebut nantinya akan menyebar keluar tapak proyek dan mengalir kedaerah bagian hilir yang lebih rendah ke lahan millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan kemungkinan sambil membawa material sedimen ke arah pantai, sehingga dapat mengganggu penduduk bagian hilir. Oleh karena itu dampak peningkatan kuantitas air permukaan, secara hipotetik akan menjadi dampak penting hipotetik. 6. Terjadinya Erosi Tanah Tahap Konstruksi Erosi tanah diprakirakan akan terjadi ketika vegetasi penutup lahan hilang akibat pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan kegiatan pemboran gas, dan pengelupasan tanah oleh kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan dalam rangka menyiapkan lahan untuk kegiatan pemboran sumur gas, fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya proses erosi di lokasi tersebut. Proses erosi tersebut dipengaruhi oleh lima faktor penyebab erosi antara yaitu faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng, kemiringan lereng, vegetasi penutup tindakan konservasi. Dengan dibukanya tanah dari penutup
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-136
PT PERTAMINA EP - PPGM
vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung dan melepaskan serta mengangkut agregat tanah sehingga diprakirakan akan terjadi peningkatan aliran permukaan yang mampu mengerosi tanah permukaan. Kondisi seperti ini akan berlangsung selama permukaan lahan masih terbuka ditempat tersebut dan segera berkurang atau terhenti setelah lahan tertutup kembali dengan bangunan-bangunan atau vegetasi. Erosi tanah akan besar terutama pada pembukaan dan pematangan lahan pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang tidak datar dan kondisi tanah yang peka erosi. Partikel tanah hasil erosi tersebut diperkirakan akan menyebar ke lahan yang lebih rendah millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan sebagian masuk sungai sebagai material sedimen dan terbawa aliran sungai ke arah pantai, sehingga dapat mengganggu penduduk. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah, secara hipotetik akan menjadi dampak penting.
7. Gangguan Sistem Drainase dan Irigasi Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususny a untuk jalur pipa gas akan memotong beberapa sungai, saluran drainase dan irigasi, yang bila tidak dilakukan dengan sistem pemasangan pipa semacam jembatan atau saluran pengelak akan menggaggu aliran air. Sistem drainase dan irigasi di persawahan wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui akan terganggu oleh karena terpotong oleh jalur pipa. Tanah bekas galian untuk kegiatan pemasangan pipa gas juga akan mengganggu aliran air, atau mungkin aliran permukaan akan terbendung timbunan tanah galian, sehingg a dapat menggenangi persawahan atau lahan sekitarnya. Terganggunya sistem drainase dan irigasi, secara hipotetik akan menjadi dampak penting, karena pembukaan lahan khususnya untuk jalur pipa banyak yang memotong sungai-sungai yang mengalir ke arah perairan Selat Peleng, saluran irigasi dan beberapa alur sungai tersebut yang selama ini dipergunakan untuk mengairi sawah penduduk sehingga sistem drainase dan irigasi menjadi terganggu.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-137
PT PERTAMINA EP - PPGM
8. Peningkatan Debit Air Sungai Tahap Konstruksi Debit air sungai akan meningkat akibat mendapat imbuh dari aliran permukaan (run-off) akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk persiapan kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa. Pembukaan lahan ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai koefisien aliran permukaan (run off) menjadi besar sehingga hujan yang jatuh di daerah tersebut sebagian besar akan menjadi aliran permukaan yang selanjutnya masuk ke sungai dan menyebabkan meningkatnya debit aliran permukaan dan debit sungai. Peningkatan debit akibat pembukaan lahan relatif kecil karena luas lahan yang dibuka bila dibandingkan areal sekitarnya yang masih tertutup rapat oleh vegetasi relatif kecil. Debit air sungai juga tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan hydrotest yang sekalipun kebutuhan airnya besar, namun bila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat terutama bila pada musim penghujan maka menjadi relatif kecil; selain itu pelaksanaan uji hidrostatis memakan waktu yang pendek. Oleh karena itu secara hipotetik, dampak pada debit air sungai tidak akan menjadi dampak penting. 9. Penurunan Debit Air Sungai Tahap Konstruksi Diperkirakan debit air sungai akan menurun ketika air sungai diambil untuk keperluan pemboran dan uji hidrostatis pemasangan pipa pada kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas (khususnya pemboran sumur). Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas Matindok yang cukup besar, dapat dijelaskan disini bahwa data debit sungai yang digunakan adalah berdasarkan data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006). Seperti dijelaskan terdahulu bahwa di daerah penelitian terdapat beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yaitu: Sungai Singkoyo (64 m 3/dtk), Sungai Mansahang (41 m 3/dtk), Sungai Toili (40 m3 /dtk), Sungai Batui (85,2 m3 /dtk), Sungai Sinorang (24 m3 /dtk), Sungai Mendono (60 3
3
m /dtk), Sungai Tangkiang (60 m /dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut 3
diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m /tahun. Salah satu sungai yang data debitnya dipantau secara periodik oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-138
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kabupaten Palu tahun 1995-2004 adalah Sungai Batui, dengan debit rata-rata harian sebesar 94.093 m 3/hari. Hal ini menujuk kan bahwa debit sungai tersebut ditinjau secara kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik. 3
Diperkirakan bahwa kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m . Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m
3
dan hanya sekali, maka tidak akan ada
pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai aliran stabil. Dengan demikian ditinjau dari dampaknya maka dampak penuruan kuantitas air permukaan dalam hal ini air sungai tidak dikatagorikan kedalam dampak negatif penting hipotetik.
10. Penurunan Kuantitas Air Tanah Tahap Konstruksi Kuantitas air tanah diperkirakan akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan hilang (land clearing) dan pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu disebabkan oleh kegi atan pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk pemboran sumur, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta untuk jalur pipa. Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang tertutup oleh vegetasi, maka dampak hipotetis yang terjadi tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetis. Telah dijelaskan terdahulu bahwa data kuantitas air tanah yang digunakan adalah data sekunder dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006). Air tanah di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napa, yang masing-masing mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan dengan kecepatan yang berbeda satu sama lain. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah), potensi air tanah tahunan adalah sebesar 6
3
6
3
387 X 10 m /tahun atau 1.035 X 10 m /hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-139
PT PERTAMINA EP - PPGM
jumlah yang sangat besar. Dengan memperhatikan
cadangan kuantitas (debit) air tanah
tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m 3 /sumur), dan pemboran sejumlah sumur pengembangan dilakukan secara tidak bersamaan waktunya, maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian, dampak berupa penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan pemboran sumur adalah tidak sigifikan dan ditetapkan tidak sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi 3
Operasional BS akan membutuhkan air tanah sekitar 25 m /hari, dan kilang LNG secra keseluruhan adalah sekitar 75 m 3/hari. Pada penjelasan di sub bab sebelumnya telah disampaikan bahwa potensi air tanah tahunan mempunyai debit sebesar 387 X 106 m3 /tahun atau 1.035 X 106 m 3/hari. Apabila digunakan untuk operasional BS sebesar 25 m3/hari dan opersional kilang LNG sebesar 75 m3/hari, maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian dampak penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan operasional BS dan kilang LNG tidak ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 11. Penurunan Kualitas Air Permukaan Tahap Konstruksi Kualitas air permukaan (sungai) akan menurun karena erosi tanah yang menyebabkan peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Kemungkinan pula, kualitas air permukaan juga akan menurun sebagai akibat dari pembuangan air bekas hydrotest dari kegiatan konstruksi/pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa transmisi gas (pipeline) selesai dilaksanakan. Tahap Operasi Kualitas air sungai akan menurun kemungkinan akibat pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air limbah (waste water treatment) di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional serta pemboran sumur pengembangan. Selanjutnya air sungai yang kualitasnya telah menurun itu bila meresap ke dalam tanah akan berpotensi menurunkan kualitas air sumur penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-140
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan akibat limbah cair dari operasi produksi. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air permukaan akan menjadi dampak negatif
penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi
produksi, kualitas air permukaan akan menjadi sama dengan bagian hulu badan air yang sama. 12. Penurunan Kualitas Air Laut Tahap Konstruksi Kualitas air laut akan menurun karena pengerukan tanah di pantai untuk pembangunan jetty dan dermaga khusus untuk pengapalan LNG yang menyebabkan peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, dan pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair. Tahap Operasi Kualitas air laut akan menurun karena pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air
(waste water treatment) /IPAL di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional yang akhirnya mengalir di laut. Kualitas air laut juga akan menurun karena pencemaran minyak dan bahan kimia lain akibat adanya kapal-kapal termasuk kapal tanker yang berlabuh di dermaga di komplek kilang LNG pada kegiatan operasi fasilitas produksi gas dan gas cair. Kualitas air laut juga akan menurun disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dari kegiatan pemboran sumur, dan pemasangan pipa di laut. Selain itu pembuangan lumpur bor ke laut juga akan menurunkan kualitas air laut. Kualitas air laut akan turun pada tahap konstruksi khususnya pada asat pemasangan pipa lepas pantai dan pembangunan dermaga di Kilang LNG serta operasi produksi gas dan gas cair. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air laut akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas air laut akan menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-141
PT PERTAMINA EP - PPGM
13. Gangguan Transportasi Darat Pada dasarnya gangguan transportasi darat mencakup beberapa macam dampak seperti a). Kerusakan jalan dan jembatan, b). Gangguan kelancaran lalulintas, c). Gangguan keselamatan pengguna jalan, dan d). Pengotoran jalan. a.
Kerusakan Jalan dan Jembatan Tahap konstruksi Pada tahap konstruksi k egiatan mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi melalui jalan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan fasilitas produksi serta LNG diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer dengan muatan sumbu terberat dapat mencapai > 10 ton. Jalan yang akan dijadikan rute pengangkutan meskipun sebagai jalan provinsi, namun klas jalan bila ditinjau dari tekanan gandar maksimum setara dengan jalan klas II (kekuatan maksimum < 8 ton), sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi, beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter) dikhawatirkan terjadi kerusakan jalan maupun jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan mobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Kerusakan jalan disebakan pula oleh kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas pada jalur darat yang memotong jalan raya, akan merusak jalan raya (ada kegiatan penggalian). Kerusakan jalan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula, kecuali melalui proses perbaikan struktur jalan (pemadatan dan pengaspalan). Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan hanya pada tempat-tempat tertentu dan sifatnya tidak permanen (dapat segera dipulihkan). Dengan demikian parameter kerusakan jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-142
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasional Pada Tahap Operasional, kegiatan penyaluran kondensat melalui jalan darat dilakukan dengan menggunakan mobil tanki akan berdampak pula pada peningkatan kerusakan jalan dan jembatan. Beban yang besar dan intensitas pembebanan yang berulang, akan menyebabkan umur rencana jalan cepat tercapai, sehingga tidak tahan lama/cepat rusak. Lebar kendaraan yang lebih dari 2 meter, bila terjadi simpangan akan merusak bahu jalan (lebar perkerasan rata-rata hanya 4,5 meter), karena roda kendaraan keluar perkerasan. Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah
kerusakan jalan
maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pada Tahap Pasca Operasi, kegiatan demobilisasi peralatan melalui jalan darat diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer diperkirakan memiliki muatan sumbu terberat mencapai > 10 ton, sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Hal ini dimungkinkan mengingat klas jalan berdasarkan tekanan gandar belum mencapai 10 ton.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan jalan maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-143
PT PERTAMINA EP - PPGM
b.
Gangguan Kelancaran Lalulintas Tahap Konstruksi Aktvitas mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi dilakukan pada saat awal pekerjaan konstruksi dan pengangkutan material melalui jalan darat dilakukan selama tahap pembangunan (tahap konstruksi akan berdampak pada gangguan kelancaraan jalan). Namun
pengangkutan peralatan tersebut tidak terlalu
mengganggu kelancaran lalulintas di sepanjang ruas jalan yang dijadikan rute pengangkutan. Hanya saja pada saat pengangkutan material, khususnya pipa untuk kegiatan pemipaan akan menimbulkan dampak pada parameter kelancaran lalulintas. Hal ini disebabkan oleh intensitas pengangkutan yang cukup tinggi, sedangkan lebar jalan/jembatan relatif sempit, sehingga mengakibatkan tundaan lalulintas pada salah satu arah.
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk area pembangunan kilang LNG di wilayah Batui maupun Kintom berada di wilayah yang sudah terbangun (permukiman maupun sistem jaringan infrstruktur, baik jaringan jalan maupun jembatan). Selama belum ada pengalihan sistem jaringan jalan dan jembatan yang sudah ada saat ini, maka kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan bersinggungan dengan jalur lalulintas, sehingga menyebabkan gangguan pada parameter kelancaran lalulintas. Gangguan kelancaraan disebabkan oleh aktivitas alatalat berat yang melintas/memotong jalan, sehingga harus menghentikan arus lalulintas menerus. Ruas jalan yang terkena dampak kegiatan pembukaan dan pematangan lahan adalah ruas jalan satu-satunya yang menghubungkan wilayah kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat ke kecamatan Kintom maupun Kota Luwuk. Apabila ada gangguan pada ruas jalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-144
PT PERTAMINA EP - PPGM
tersebut, maka dampaknya akan dirasakan oleh sebagian besar warga masyarakat yang tinggal di wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Kegiatan pemasangan pipa pada jalur darat
akan memotong jalan raya dan
diprakirakan akan menggangu pergerakan lalulintas di jalan raya. Hal ini diakibatkan oleh penutupan
separuh lebar jalan (pekerjaan dilakukan bertahap) dan kurangnya
jalur-jalur alternatif untuk mengalihkan arus lalulintas. Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan dapat dilakukan secara bertahap dan disertai dengan pembuatan jalan darurat, sehingga dapat mengalirkan arus lalulintas untuk kedua arah. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Pada tahap operasi aktivitas pergerakan mobil tanki mengangkut kondensat dari fasilitas produksi gas ke lokasi Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo akan membebani ruas jalan provinsi. Tambahan arus lalulintas ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja jalan, sehingga berakibat pada besarnya tundaan lalulintas (gangguan kelancaran lalulintas). Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pada tahap pasca operasi, proses pengangkutan peralatan setelah berakhirnya kegiatan operasional
(demobilisasi peralatan),
akan dapat
mengakibatkan
gangguan
kelancaran laluintas. Gangguan kelancaraan lalulintas disebabkan masuknya kendaraan angkutan berukuran besar ke dalam arus lalulintas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jalan raya yang sempit akan
II-145
PT PERTAMINA EP - PPGM
menyebabkan iringan kendaraan, karena kecepatan arus sangat tergantung pada kecepatan kendaraan angkutan akibat kesulitan dalam melakukan gerakan menyalip (gerakan mendahului kendaraan di depannya). Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. c.
Gangguan Keselamatan Pengguna Jalan Tahap Konstruksi Dengan terjadinya kerusakan jalan dan gangguan kelancaran pengguna jalan, maka proses mobilisasi dan demobilisasi pengangkutan peralatan konstruksi maupun pengangkutan material bahan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan pada tahap konstruksi. Kondisi jalan dan jembatan yang sempit, faktor lingkungan di sekitar jalan yang banyak potensi pejalan kaki (kawasan permukiman dan perkotaan) maupun binatang ternak yang berada di jalan raya menjadi faktor utama penyebab kecelakaan lalulintas. Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Kegiatan aktivitas pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) yang bersinggungan dengan arus lalulintas di jalan raya diprakirakan akan berdampak pada gangguan keselamatan pengguna jalan, khususnya pengendara kendaraan bermotor di jalan raya. Gangguan keselamatan pengguna jalan diakibatkan oleh gerakan/manuver kendaraan proyek maupun alat-alat proyek seperti excavator dan
bulldozer yang memotong jalan maupun beraktivitas di area yang berdekatan dengan jalan raya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-146
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kelalaian operator dan pelaksana proyek di lapangan yang tidak mematuhi SOP, dapat mengakibatkan kecelakaan yang menimpa pengemudi kendaraan bermotor di
jalan
raya (pengguna jalan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Pemasangan pipa pada jalur darat yang memotong jalan raya, sehingga mengharuskan penutupan separuh lebar jalan (pelaksanaan bertahap), menyebabkan rawan terjadinya gangguan keselamatan pengguna jalan berupa kecelakaan khususnya pada waktu malam hari. Potensi kejadian kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya penerangan jalan dan proses pengembalian kondisi jalan seperti semula tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya rawan kecelakaan adalah pengoperasian alat berat di lokasi kegiatan yang bersingungan dengan jalan raya. Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan tidak dapat dilakukan dengan segera dan membutuhkan waktu untuk pengembalian kondisi jalan seperti semula. Bekasbekas galian dan gundukan tanah bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan, khususnya di malam hari (perlu penerangan dan rambu peringatan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Penambahan arus lalulintas yang diakibatkan oleh proses pengangkutan kondensat lewat jalan darat, berpotensi pada peningkatan kerawanan terhadap kecelakaan (gangguan keselamatan pengguna jalan). Hal ini disebabkan oleh dimensi kendaraan angkutan yang besar (lebar kendaraan berkisar 2,25 – 2,5 meter) dan lebar perkerasan yang kurang dari 5 meter (jalan dan sebagai jembatan), menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kecelakaan yang dibebabkan kebebasan samping yang kurang memadai. Kendaraan bila akan simpangan harus keluar perkerasan jalan dan beresiko pada konflik dengan pejalan kaki, khususnya di kawasan permukiman maupun daerah perkoataan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-147
PT PERTAMINA EP - PPGM
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik Tahap Pasca Operasi Penggunaan kendaraan berukuran besar pada proses pengangkutan kembali (demobilisasi) peralatan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan. Rawan kecelakaan dapat terjadi di daerah yang banyak pejalan kaki
dan jalan antar kota yang terdapat binatang ternak yang
dibiarkan di badan jalan serta jembatan yang sempit ( bottle neck). Apabila pengemudi angkutan tersebut kurang memahami lokasi proyek, maka dikhawatirkan banyak terjadi kecelakaan. Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik. d.
Pengotoran Jalan Tahap Konstruksi Aktivitas hilir mudiknya kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) dapat menyebabkan pengotoran jalan akibat tanah yang menempel pada ban roda kendaraan proyek dan jatuh atau lengket pada badan jalan. Pengotoran ini akan semakin besar bila dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga mengganggu kenyamanan dan berkendaraan bagi pengemudi kendaraan bermotor di jalan raya. Mengingat aktivitas kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) hanya melintas/memotong jalan, maka pengotoran jalan sifatnya hanya setempat/tidak menyebar. Dengan demikian parameter pengotoran jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan bukan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-148
PT PERTAMINA EP - PPGM
14. Gangguan Transportasi Laut a.
Gangguan keselamatan pelayaran Tahap Konstruksi Pada tahap Konstruksi kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG berada pada daerah pantai. Salah satu fasilitas yang akan dibangun adalah pembangunan dermaga khusus yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas serta tidak diperuntukkan untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial lainnya atau pembuatan kapal laut. Pembangunan dermaga ini akan menganggu pelayaran kaitannya dengan keselamatan pelayaran di sekitar lokasi proyek. Berdasarkan hasil observasi awal di wilayah studi, saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum ini sekitar 50 km dari rencana lokasi dermaga, dan intensitas kapal nelayan sendiri juga masih jarang.
Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada
kegiatan pembangunan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik Tahap Operasi Pengoperasian kilang LNG dan fasilitas lainnya terkait dengan
proses
pengangkutan lewat jalur laut yang akan didistribusikan ke wilayah lain. Adanya bangkitan arus lalulintas kapal angkutan yang berlabuh di dermaga khusus tersebut, akan berdampak pada gangguan keselamatan pelayaran. Dari hasil observasi awal di wilayah studi, lokasi rencana dermaga jauh dari pelabuhan umum serta intensitas kapal nelayan yang masih sedikit diperkirakan tidak terlalu menganggu aktivitas nelayan setempat. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-149
PT PERTAMINA EP - PPGM
B. Komponen Biologi 1. Gangguan Vegetasi Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan BS, pemasangan pipa, lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan dilaksanakan dengan penebangan dan perataan untuk footprint yang diperlukan untuk mendukung pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kegiatan ini akan menyebabkan pengurangan penutupan lahan oleh vegetasi. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi-lokasi sumur, fasilitas produksi gas, jalur pipa dan fasilitas produksi gas cair seluas lebih dari 200 ha. Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan dan kebun) dan semak , namun demikian lokasi sumur bor ternyata ada yang terletak di areal berhutan. Selain itu rencana jalur pipa alternatif 1 dan 2 terletak pada jalur yang melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang meupakan kawasan konservasi. Areal yang dibuka di dalam hutan memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging, sehingga vegetasi hutan di sekitar lokasi kegiatan akan mengalami resiko kerusakan. Berkurangnya vegetasi akan menyebabkan dampak lebih lanjut
yaitu dapat merubah iklim mikro,
mempercepat aliran air permukaan setempat dan menambah resiko erosi. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada vegetasi akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting hipotetik. Tahap Operasi Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan untuk keindahan dan perbaikan lingkungan maka pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif terhadap lingkungan. Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi tidak ditetapkan sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-150
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Pasca Operasi Kegiatan penghentian operasi produksi gas Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi, setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami berbagai jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant. Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan tidak akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampak yang ada bukan merupakan dampak permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak merupakan dampak penting hipotetik.
Parameter vegetasi yang dipelajari Pengertian vegetasi adalah komposisi tumbuhan di suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi berkurangnya vegetasi dapat diartikan berkurangnya jenis-jenis tumbuhan atau terjadi penurunan keanekaragaman jenisnya, dan masing-masing jenis berkurang anggota individu penyusunan atau berkurangnya komunitas tumbuhan. Demikian pula hal sebaliknya. Dalam teknik analisis vegetasi kedua parameter tersebut sudah tercakup didalamnya. 2. Gangguan Satwa Liar Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan, BS pemasangan pipa, lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan, laydown area) akan membuka vegetasi seluas lebih dari 200 ha. Sebagian diantaranya pada jalur yang melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang merupakan kawasan konservasi. Dengan berkurangnya vegetasi yang juga menjadi habitat satwa liar menyebabkan satwa liar akan pindah di daerah sekitarnya, sehingga terjadi hilangnya satwa liar di areal yang dibuka. Pada daerah yang akan menjadi tempat hidup yang baru akan terjadi keseimbangan baru kehidupan satwa liar dan hal itu akan menyebabkan berkurangnya satwa liar. Luas areal bervegetasi hutan untuk pemasangan pipa jalur 1 dan 2 memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-151
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging dan akses utuk perburuan satwa liar di wilayah konservasi yang salah jenis di dalamnya adalah keberadaan burung maleo. Berkurangnya satwa liar akan menyebabkan dampak lebih lanjut yaitu potensi daya tarik wisata alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang berkurang dan keunikannya terancam hilang. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada satwa liar akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting. Tahap Operasi Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan untuk keindahan dan perbaikan lingkungan pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif. Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil dibandingkan dengan total area yang digunaka n untuk bangunan dan sarana serta prasarana LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi bukan merupakan dampak penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Penghentian operasi produksi gas Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi, setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami dengan jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant. Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan bukan akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampaknya bukan merupakan dampak permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak merupakan dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-152
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter satwa liar yang dipelajari Dampak berupa penurunan satwa liar idealnya dipelajari melalui parameter-parameter keanekaragaman jenis dengan teknis inventarisasi dan densitas masing-masing jenis dengan teknik sensus. Namun karena sifat dan perilaku masing-masing jenis sangat bervariasi, misalnya adanya jenis-jenis yang sangat takut akan keberadaan manusia dan adanya jenisjenis yang aktif di senja dan malam hari, jadi akan sangat sulit kiranya dapat dilakukan sensus untuk seluruh jenis satwa liar yang ada. Dengan demikian pendekatan studi yang akan diterapkan dalam kajian AMDAL ini akan dilakukan dengan perhitungan dari parameter keanekaragaman jenis atau kekayaan jenis. 3. Gangguan Biota Air Tawar Tahap Konstruksi Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan Kegiatan pembukaan, perataan dan pengerasan lahan akan berpotensi menimbulkan erosi dan selanjutnya menyebabkan kekeruhan. Pada lokasi-lokasi yang berbatasan langsung dengan sungai anak sungai kemungkinan akan terjadi longsor tanah setempat akan langsung menyebabkan sungai yang menjadi habitat biota air terganggu. Selain itu kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk pemasangan pipa banyak yang memotong sungai, sungai kecil dan saluran irigasi. Kekeruhan dan gangguan langsung pada habitat biota air akan berpotensi menyebabkan penurunan komunitas biota air tawar, terutama plankton dan benthos. Penurunan komunitas biota air tawar, terutama ikan akan mengganggu masyarakat yang sering menangkap ikan dan atau memelihara ternak bebek di sekitar lokasi kegiatan. Selain itu banyaknya aliran sungai yag terpotong oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan terutama utuk pemasangan pipa akan menyebabkan gangguan pada migrasi harian ikan di badan air itu. Secara umum kegiatan tersebut berlangsung relatif lama. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak penurunan biota air yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG akan menyebabkan penurunan kualitas air. Hal itu disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dan pemberihan peralatan sebelum komisioning akan dibuang ke sungai. Selanjutnya penurunan kualitas air berpotensi menimbulkan gangguan pada biota air, plankton dan benthos selanjutnya akan mempengaruhi biota air lain yang memakannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-153
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan komunitas biota air tawar ini tidak merupakan dampak penting hipotetik karena penurunan kualitas air tawa yang terjadi bukan pencemaran berat, berlangsung relatif sinkat dan terjadi pada lokasi yang relatif terbatas. Tahap Operasi Pemboran sumur pengembangan Kegiatan pemboran sumur menggunakan lumpur bor water-based dan tidak berracun untuk kedalaman bagian atas pengembangan sumur. material sand blasting (grit) cuttings yang dicuci dan dibuang ke sungai selama pengeboran, air bekas uji hidrostastis, pembersihan peralatan sebelum komisioning yang dibuang di sungai akan berpotensi menurunkan kualitas air sungai. Selain itu tumpahan tidak sengaja jenis material, bahan bakar atau cat juga akan menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan penurunan biota air. Kegiatan pemboran berlangsung relatif pendek, dan berlangsung di lokasi terbatas oleh karenanya dampak pada biota air tawar ini tidak ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG Kedua kegiatan yaitu Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan kualitas, seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air khususnya plankton dan benthos yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan ikan yang mungkin menjadi sumber ekonomi masyarakat. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka dampak pada biota air tawar ini merupakan dampak penting hipotetik. 4. Gangguan Biota Air Laut Tahap Konstruksi Pemasangan pipa Jalur pemasangan pipa dengan alternatif ke 3 yaitu jalur melalui pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Oleh karena di pantai tersebut besar kemungkinan terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-154
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya. Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya termasuk pembangunan dermaga yang terletak di pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air. Oleh karena di pantai tersebut kemungkinan besar terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi Kegiatan operasional kilang LNG Kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan
kualitas,
seperti
peningkatan
TSS,
kekeruhan,
dan
film
minyak
akan
mempengaruhi biota air tawar selanjutnya air yang telah turun kualitasnya mengalir di laut sehingga berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka dampak pada biota air laut ini merupakan dampak negatif penting hipotetik. C. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya 1. Perubahan Kependudukan Tahap Operasi Jumlah penduduk lokal akan bertambah karena akan banyak pekerja datang dari daerah lain karena adanya peneriman tenaga kerja untuk kegiatan operasi produksi gas dan gas cair serta kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi. Hal itu disebabkan pekerjaan operasi produksi gas dan gas cair sebagian harus dikerjakan oleh pekerja terapil dan khusus yang kemungkinan tidak tercukupi oleh tenaga kerja lokal. Kehadiran pekerja pendatang akan meningkatkan kepadatan penduduk dan merubah komposisi penduduk setempat khususnya kelompok umur dan jenis kelamin. Pada tahap Operasi, jumlah pekerja pendatang relatif besar, terutama kegiatan operasional kilang LNG. Hal ini akan berdampak terhadap kondisi kependudukan,
apalagi bila para
pekerja disertai dengan keluarganya untuk jangka selama operasi yang lebih dari 20 tahun menetap, sehingga akan menimbulkan dampak turunan lain yang ikut menggerakkan perekonomian lokal dan merubah struktur sosial masyarakat lokal. Secara hipotetik, dampak kependudukan pada tahap operasi akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-155
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan Tahap Prakonstruksi Pemilikan/pengelolaan lahan, baik berupa lahan sawah, tegal dan kebun, dari penduduk sebagai pemilik lahan yang legal beralih kepemilikan secara permanen/pengelolaannya kepada PT. PERTAMINA EP – PPGM
karena dibeli atau disewa. Selanjutnya lahan yang
sudah berhasil dibebaskan tersebut akan berubah fungsi dari peruntukan semula, misalnya yang sebelumnya untuk kegiatan pertanian akan beralih fungsi menjadi jalur pipa, kompleks bangunan fasilitas produksi gas dan gas cair. Perubahan kepemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh selesai. Perubahan pola kepemilikan lahan ini termasuk sebagai dampak negatif penting hipotetik, karena diprakirakan dalam proses pembebasannya akan menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tidak puas dengan nilai ganti rugi yang ada. Lahan yang dibebaskan sebenarnya juga telah dilakukan untuk banyak lokasi sumur, karena kegiatan yang dilakukan pemrakarsa meneruskan kegiatan sebelumnya.
3. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Tahap Konstruksi Pendapatan masyarakat, terutama para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan konstruksi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi mulai dari mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/pekerja, pembukaan dan pematangan lahan, pemasangan pipa dan pembangunan fasilitas produksi gas serta gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih dari 1 tahun dan dengan gaji standar. Rekrutmen tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, maka proses seleksi akan berjalan sesuai prosedur standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga ahli dan bukan tenaga ahli misalnya kuli angkut, tenaga keamanan, tukang bangunan, tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Kesempatan kerja yang ada ini akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat bukan pekerja dan yang memanfaatkan kesempatan usaha yang ada juga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup mereka. Oleh karena itu dampak peningkatan pendapatan masyarakat ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-156
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Pendapatan masyarakat, terutama masyarakat pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan pada tahap operasi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk operasi produksi gas dan gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih lama, yaitu lebih dari 20 tahun dan dengan gaji yang standar. Oleh karena rekruitmen tenaga kerja dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, proses seleksi akan dilaksanakan secara standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang benar-benar memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga ahli dan bukan tenaga ahli misalnya tenaga keamanan, office boy (pembantu), tenaga untuk pemeliharaan fasilitas produksi seperti petugas kebersihan, pertamanan, line checker (pengawas ROW), pemeliharaan gedung seperti tukang bangunan, tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Masyarakat bukan pekerja juga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan melalui kesempatan usaha yang ada, karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup para pekerja dan keluarganya. Peningkatan pendapatan masyarakat dari berbagai kegiatan pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik. Tahap Pasca Operasi Pendapatan masyarakat akan menurun khususnya bagi para pekerja yang selama ini terlibat langsung aktivitas operasi seiring dengan berlangsungnya kegiatan penglepasan tenaga kerja. Masyarakat bukan pekerja namun yang penghasilannya terkait dengan perusahaan atau para pekerja juga akan ikut menurun.
Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan menjadi dampak penting. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-157
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan keluarganya yang jumlahnya lebih dari 5000 orang yang menjadi konsumen juga akan meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi
akan menjadi dampak positif
penting hipotetik. 4. Adanya Kesempatan Berusaha Tahap Konstruksi Kesempatan berusaha bagi masyarakat terbuka pada tahap konstruksi. Usaha jasa transportasi pengangkutan pipa dan jasa penyewaan crane dan lainya terbuka pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/material/pekerja. Usaha kontraktor pembukaan lahan dan penyewaan alat berat dan laln-lain terbuka pada kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan. Usaha pembangunan fasilitas, pemasok bahan bangunan, pemasok bahan makanan dan penyewaan rumah dan jasa transportasi akan terbuka saat kegiatan pembangunan fasilitas produksi. Jasa penyewaan alat berat, las dan lainnya terbuka saat kegiatan pemasangan pipa berlangsung. Kesempatan berusaha tersebut dapat dilakukan oleh penduduk setempat selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kontraktor. Dengan demikian, maka adanya kesempatan berusaha pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik. Tahap Operasi Kesempatan berusaha penduduk setempat terbuka pada tahap operasi. Kesempataan berusaha yang berkembang adalah seperti
warung makanan, jasa transportasi, tok o
kelontong, hotel, dan usaha lain untuk memenuhi keperluan hidup pekerja dan keluarganya serta usaha-usaha yang berkaitan dengan kepentingan operasional produksi gas dan gas cair. Kesempatan berusaha ini akan berdampak positif lain berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan tumbuhnya perekonomian lokal. Dengan demikian, adanya kesempatan berusaha pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik Tahap Pasca Operasi Kesempatan usaha akan terkuka misalnya bagi kontraktor pembongkaran fasilitas dan jasa pengangkutan
peralatan
yang
akan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
dipindahkan
atau
dibongkar
pada
kegiatan
II-158
PT PERTAMINA EP - PPGM
pembongkaran fasilitas produksi dan demobilisasi peralatan. Sebaliknya, kesempatan berusaha bagi masyarakat yang secara tidak langsung bergantung pada kepentingan produksi atau pemeliharaan fasilitas produksi serta pemenuhan keperluan keluarga karyawan akan menurun seiring dengan kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi dan kegiatan penglepasan tenaga kerja. Oleh karenanya dampak menurunnya kesempatan berusaha pada tahap pasca operasi ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 5. Gangguan Proses Sosial Tahap Prakontruksi Proses sosial yang bersifat disosiatif diduga akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi yang diterima masyarakat saat kegiatan pembebasan lahan. Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul karena masuknya tenaga kerja dari luar daerah untuk konstruksi. Proses hubungan sosial yang kurang harmonis (kecemburuan) antara penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang terjadi karena perbedaan perilaku dan adatistiadat, hal mana berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Namun demikian, apabila tenaga kerja dari luar dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan pola perilaku dan adat-istiadat yang berlangsung di daerah setempat maka konflik akan dapat dihindari. Dengan demikian, maka adanya gangguan proses sosial pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan bukan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Konstruksi Proses soial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas (kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas) akibat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Disosiasi juga timbul bila terjadi gangguan kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dan penurunan kualitas udara akibat kegiatan pembangunan fasilitas produksi. Salain itu Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul bila terjadi kekeruhan sungai, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan akibat kegiatan pemasngan pipa. Setelah berakhirnya tahap konstruksi akan terjadi penglepasan tenaga kerja, dan bila proses ini tidak mengikuti peraturan yang berlaku atau kesepakatan sebelumnya maka akan menimbulkan gangguan hubungan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, adanya gangguan proses sosial pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-159
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul akibat munculnya kebisingan, bau gas (H 2) dan pencemaran air dari kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Proses disosiatif juga dapat muncul bila dalam kegiatan proses produksi tidak melibatkan masyarakat lokal sebagai pekerja, dan adanya perubahan status sosial, seperti munculnya orang kaya baru, perubahan status yang semula petani/pedagang kemudian menjadi pekerja proyek. Dimungkinkan proses pembebasan lahan dan rekrutmen tenaga kerja lokal yang berlangsung tidak transparan akan dapat menimbulkan kecemburuan dalam masyarakat. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (Tahap Prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi menimbulkan proses disosiatif. Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko timbulnya gesekan sosial. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat disosiatif secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting hipotetik. 6. Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat Persepsi masyarakat merupakan gabungan berbagai dampak yang dapat bersifat positif dan atau negatif serta terjadi pada semua tahapan pekerjaan. Tahap Prakonstruksi Persepsi positif terhadap perusahaan atau pemrakarsa akan mun cul bila harga ganti untung tanah yang diterima masyarakat sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, persepsi negatif akan muncul bila proses pembebasan lahan tidak dilakukan melalui musyawarah dan mufakat dan tidak ada kesepakatan dalam hal nilai ganti rugi. Demikian juga persepsi positif akan muncul bila masyarakat lokal mendapatkan kesempatan bekerja di proyek secara proporsional yang direkrut untuk konstruksi. Sebaliknya, bila rekrutmen itu dipandang tidak proporsional, maka akan terjadi persepsi yang negatif. Oleh karena itu, munculnya sikap dan persepsi masyarakat pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-160
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Konstruksi Sikap dan persepsi negatif akan muncul bila terjadi kerusakan jalan, gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa ikut berpartisipasi dalam peningkatan kapasitas jalan dan bahkan membangun jalan. Persepsi negatif akan muncul bila pekerja yang digunakan dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidak mengutamakan pekerja lokal dan bila kayu-kayu hasil tebangan dan material lainnya dirasakan mengganggu masyarakat. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila kegiatan itu banyak menyerap tenaga lokal dan bekas tebangan terlihat diatur dengan baik. Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan dan dirasakan mengganggu masyarakat pada kegiatan pembanguan fasilitas poduksi. Persepsi negatif akan muncul bila aksesibilitas masyarakat sekitar terganggu akibat pemotongan jalan dan saluran irigasi serta timbulnya kekeruhan akibat pemasangan pipa. Mengingat bahwa sikap dan persepsi negatif masyarakat dalam hal ini lebih dominan muncul, maka sikap dan persepsi masyarakat pada tahap konstruksi ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Tahap Operasi Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan, bau (H2S) dan pencemaran air akibat operasi produksi gas dan gas cair serta tidak terakomodasinya masyarakat sebagai pekerja di perusahaan. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa banyak memanfaatkan tenaga lokal dan berubahnya estetika lingkungan sekitar dan dalam kompleks fasilitas produksi menjadi indah. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah masyarakat yang lahannya dibebaskan banyak dan daerah yang dibebaskan luas serta pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak mengingat lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman) atau lahan milik penduduk dan meliputi wilayah yang panjangnya lebih dari 75 km dan luasnya lebih dari 125 ha dengan periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya lebih dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-161
PT PERTAMINA EP - PPGM
1 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya dampak negatif juga akan muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di sekitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan menjadi dampak negatif penting hipotetik. D. Komponen Kesehatan Masyarakat 1. Penurunan Sanitasi Lingkungan Tahap Konstruksi Sanitasi lingkungan akan menurun oleh karena adanya kegiatan konstruksi fasilitas produksi gas dan kompleks kilang LNG serta kegiatan pemasangan pipa penyalur gas. Bahan polutan yang dihasilkan adalah limbah domestik oleh karena kurang berfungsinya MCK secara maksimal. Walaupun pihak perusahaan telah menyediakan MCK portable dan disertai dengan pengawasan dari pihak kontraktor, namun karena jumlah pekerja relatif banyak di area tersebut sehingga MCK dapat berfungsi secara maksimal. Bekas galian pipa penyalur gas yang belum dikembalikan seperti semula akan menghasilkan lubanglubang air sebagai media berkembangnya vektor penyakit. Apabila tidak ditangani dengan baik maka akan merubah sanitasi lingkungan menjadi buruk sebagai akibat para pekerja membuang limbah domestik, baik padat maupun cair secara sembarangan. Dengan perubahan sanitasi lingkungan secara signifikan maka sanitasi lingkungan pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. 2. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat Tahap Konstruksi Kesehatan masyarakat akan menurun seiring dengan penurunan kualitas udara dan air dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, pembangunan fasilitas produksi dan pemasangan pipa. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari akibat penurunan kualitas udara, air dan gas yang merupakan dampak primer. Pada tahap konstruksi intensitas dampaknya relatif kecil sehingga dampak pada kesehatan masyarakat tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-162
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi Sanitasi lingkungan bisa memburuk diakibatkan oleh adanya kegiatan operasi block
station (BS) dan Fasilitas Produksi Gas (GPF) dan kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan dioperasikannya kegiatan ini sanitasi lingkungan menjadi lebih buruk apabila para pekerja/pihak perusahaan tidak mengelola limbah domestik sesuai dengan ketentuan. Oleh karena kegiatan pada tahap operasi berlangsung cukup lama maka kemungkinan volume sampah menumpuk dan bercampur dengan bahan organik maupun non organik yang dapat memicu berkembangnya populasi vektor penyakit. Apabila penampungan sampah berdampingan dengan hunian penduduk dan berlangsung dalam waktu yang lama, maka sanitasi lingkungan pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik. Kesehatan juga akan terganggu bila terjadi pencemaran gas yang mengandung H 2S (berbau), kebisingan, pencemaran air dari proses produksi gas dan gas cair. Kesehatan masyarakat khususnya para pekerja/karyawan akan terganggu oleh karena terjadi penurunan kualitas lingkungan akibat kebisingan, limbah gas, cair, dan padat. Walaupun paparan terhadap pencemaran itu relatif kecil, namun berlangsung cukup lama (lebih dari 20 tahun) dan mengenai pekerja yang jumlahnya sangat banyak terutama pada proses produksi kilang LNG. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan air yang merupakan dampak primer seiring dengan penurunan kualitas udara dan kualitas air, dari kegiatan operasional fasilitas produksi gas (BS dan GPF) dan kegiatan oeprasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan demikian, maka dampak terganggunya kesehatan pekerja ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-163
PT PERTAMINA EP - PPGM
Klasifikasi dan Prioritas Prioritas Dampak Penting Hipotetik:
a. Prakonstruksi: 1. Perubahan pola kepemilikan lahan 2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat b. Konstruksi: 1. Terjadi kebisingan 2. Terjadi erosi tanah 3. Gangguan sistem drainase dan irigasi 4. Gangguan transportasi darat 5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Penurunan kualitas air laut 8. Penurunan debit air sungai 9. Gangguan vegetasi 10. Gangguan satwa liar 11. Gangguan biota air tawar 12. Gangguan biota air laut 13. Peningkatan pendapatan masyarakat 14. Adanya kesempatan berusaha 15. Gangguan proses sosial 16. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 17. Penurunan sanitasi lingkungan c. Operasi: 1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan 4. Penurunan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Gangguan biota air tawar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-164
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Gangguan biota air laut 8. Perubahan kependudukan 9. Peningkatan pendapatan masyarakat 10. Adanya kesempatan berusaha 11. Gangguan proses sosial 12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 13. Penurunan sanitasi lingkungan 14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat d. Pasca Operasi: 1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2. Terjadi kebisingan 3. Peningkatan kualitas air permukaan 4. Peningkatan kualitas air laut 5. Gangguan transportasi darat 6. Penurunan pendapatan masyarakat 7. Hilangnya kesempatan berusaha 8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
2.3.2. Hasil Pelingkupan 2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik
Walaupun telah ditemukan dampak hipotetiknya tidak berarti bahwa dampak penting hipotetik lainnya tidak dikaji. Dampak penting hipotetik
merupakan puncak-puncak permasalahan
lingkungan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya suatu rencana kegiatan, sehingga dalam rangka mempertahankan mutu lingkungan permasalahan tersebut harus dapat diatasi dengan baik. Berdasarkan atas analisis keterkaitan antar dampak yang dilakukan oleh pemrakarsa dan para ahli secara brain storming, maka dapat dihasilkan dampak penting hipotetik dari rencana pelaksanaan kegiatan proyek pengembangan gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah dapat diringkas seperti pada tabel berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-165
PT PERTAMINA EP - PPGM
No
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2
Tabel 2.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Komponen Rencana Kegiatan PraKomponen Lingkungan Konstruksi Operasi Konst 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 GEO-FISIK-KIMIA Kualitas udara ambien Kebisingan Erosi tanah Sistem drainase dan irigasi Kualitas air permukaan Kualitas air laut Transportasi darat - +/BIOLOGI Vegetasi Satwa liar Biota air tawar Biota air laut SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA Kependudukan + Pola kepemilikan lahan +/Pendapatan masyarakat + + + + + + + + + Kesempatan berusaha + + + + + + + + + Proses sosial +/- +/Sikap & persepsi masyarakat +/- +/- + +/KESEHATAN MASYARAKAT Sanitasi lingkungan Tingkat kesehatan masyarakat -
Pasca Operasi 1 2 3 + +
+ + +
-
Keterangan: A. Tahap Prakonstruksi – = dampak negatif 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh + = dampak positif 2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan 3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas C. Tahap Operasi 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Pemboran sumur pengembangan 3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa 4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat 5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS) 6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya 7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG) D. Tahap Pasca Operasi 1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG 2. Demobilisasi peralatan 3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-166
-
-
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian 1. Batas Wilayah Studi a. Batas Proyek Batas tapak proyek adalah ruang di mana suatu rencana usaha dan/atau kegiatan akan melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Penentuan batas proyek didasarkan pada rencana pengembangan gas Matindok di lapangan Donggi, Minahaki, Sukamaju, Matindok dan Maleo Raja dengan luas masing-masing sekitar 5 ha dan area pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada dengan panjang kumulatif sekitar 15 km dan lebar 6-8 m ; ROW pipa selebar 20 m dari dari masing-masing sumur di lapangan menuju ke fasilitas produksi gas dan selanjutnya gas dari lokasi GPF di Donggi dan Matindok ke lokasi kilang LNG di Batui atau Kintom dengan panjang total sekitar 60 km (= sekitar 150 ha) yang melewati wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan lahan untuk lokasi Kilang LNG seluas 200 ha di Batui. b. Batas Ekologis Dalam studi ini batas ekologis meliputi lokasi-lokasi lapangan gas, jalur pipa (darat dan laut) dan fasilitas Kilang LNG serta wilayah di luarnya yang diperkirakan merupakan daerah sebaran dampak. Daerah-daerah tersebut terdiri dari area lahan basah berupa persawahan, daerah perkebunan, hutan dan
aliran air tawar dan air laut serta
permukiman penduduk. Sebaran debu diperkirakan menyebar sejauh 200 m dari kiri-kanan jalur pipa, lokasi sumur, fasilitas produksi gas dan kilang LNG pada saat kegiatan tahap konstruksi. Kebisingan dan pencemaran udara tersebar melalui angin yang arah dominannya adalah ke barat laut ke tenggara dan sebaliknya. Kegiatan proses produksi gas dan gas cair dari fasilitas produksi gas (BS) di Donggi menyebabkan kebisingan yang diperkirakan mencapai sejauh 500 m dari pusat kegiatan dan perubahan kualitas udara akibat emisi gas (tergantung dari kecepatan dan arah angin yang signifikan sehingga melebihi baku mutu diperkirakan tidak akan melebihi 1 km dari pusat kegiatan. Namun penyebaran kebisingan dan emisi gas dari Kilang LNG di Batui atau Kintom akan menyebar lebih dari 2 km. Sementara sebaran dampak melalui aliran air akan sangat tergantung dari debit badan air penerima, diperkirakan akan mencapai 2 km ke arah hilir untuk aliran yang kecil dan akan tidak akan lebih dari 1 km dari aliran air sungai besar yang terpotong
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-167
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalur pipa dan dari pipa pembuangan limbah cair dari fasilitas produksi gas dan gas cair; sedangkan
penyebaran dampak sehingga menimbulkan penurunan kualitas air
yang signifikan di perairan laut tidak akan lebih dari 2 km dari sekitar dermaga fasilitas Kilang LNG. Sementara dampak terhadap satwa liar di SM Bangkiriang tidak akan melebihi 3 km kanan kiri pipa yang melewati kawasan konservasi tersebut c. Batas Sosial Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (struktur sosial), sesuai dengan dinamika kelompok masyarakat yang diprakirakan terpengaruh akibat kegiatan Pengembangan Gas Matindok. Justifikasi batas sosial adalah adanya interaksi masyarakat dengan adanya kegiatan pembebasan lahan untuk tapak BS, GPF, pipa dan Kilang LNG; pemasangan jalur pipa, pembangunan BS dan GPF serta pembangunan Kilang LNG serta mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Desa yang menjadi batas sosial disajikan pada Tabel 2.41. d. Batas Administrasi Batas
administrasi
desa/kelurahan
adalah
dimana
wilayah
kegiatan
administrasi
proyek
pemerintahan
berlangsung
dan
mulai
tingkat
berinteraksi
secara
kelembagaan atau institusional yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasil pelaksanaan proyek. Nama-nama wilayah administrasi desa/kelurahan yang berinteraksi langsung dengan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai disajikan pada Tabel 2.42. 2. Batas Waktu Kajian Dalam proses pelingkupan ini batas waktu kajian yang dirancang untuk kurun waktu 5 tahun, dengan asumsi bahwa rencana kegiatan serupa di wilayah studi yaitu JOB Pertamina – Medco E & Tomori Sulawesi terealisasi terlebih dahulu dan mempertimbangkan perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang akan mengalami perubahan cepat karena berbagai kegiatan lain terkait dengan adanya dua kegiatan pengembangan gas. Penentuan batas waktu kajian akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil prakiraan dan evaluasi didasarkan atas perbandingan dinamika atau kecenderungan perubahan lingkungan 5 tahun ke depan bila tanpa adanya kegiatan ini dengan adanya rencana kegiatan ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-168
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Kegiatan Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Kecamatan
No
Nama
Desa/Kelurahan
No
1 2 3 2. Batui 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 3. Toili 21 22 23 24 25 26 27 28 4. Toili Barat 29 30 31 32 33 34 35 36 37 1. Kintom
Nama Padang Tangkiang Kalolos Uso Honbola Lamo Balantang Bugis Batui Tolando Sisipan Ondo-ondolu I Nonong Kayowa Masing Batui IV Batui 21 Sukamaju I Bonebalantak Sinorang Mulyoharjo Argo Kencana Minahaki Rusa Kencana Agro Estate Singkoyo Tolisu Bukit Jaya Uwelolu Pandan Wangi Dongin Kamiwangi Sendang Sari Bukit Makarti Bukit Harapan Makapa Karya Makmur
Justifikasi Batas Sosial Jalur pipa
Tapak sumur
Tapak Block Station
Tapak GPF
V V v V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Tapak Kilang LNG V* V**
V
V
V
V
V
V V V
V V V
V V V V
V V
V
Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Keterangan: *: Lokasi LNG alternatif 1; **: Lokasi LNG alternatif 2
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-169
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembanga Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Kecamatan No.
Nama
1.
Kintom
2.
Batui
3.
Toili
4.
Toili Barat
Desa/kelurahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Nama Padang Tangkiang Kalalos Uso Honbola Lamo Balantang Bugis Batui Tolando Sisipan Ondo-ondolu I Nonong Kayowa Masing Batui IV Batui 21 Sukamaju I Bonebalantak Sinorang Mulyoharjo Argo Kencana Minahaki Rusa Kencana Agro Estate Singkoyo Tolisu Bukit Jaya Uwelolu Pandan Wangi Dongin Kamiwangi Sendang Sari Bukit Makarti Bukit Harapan Makapa Karya Makmur
Resultante dari batas tapak proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi merupakan batas wilayah studi, seperti yang disajikan pada Gambar 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-170
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-171
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3
BabMETODE STUDI 3.1. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA Tujuan pengumpulan dan analisis data:
1. Menelaah, mengamati, mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek, 2. Menentukan kualitas lingkungan dari berbagai parameter yang yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek, 3. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang diperkirakan akan terkena dampak besar dan penting dari lingkungan hidup sekitarnya, 4. Memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat kegiatan proyek. Secara umum lokasi-lokasi pengambilan data ditetapkan pada lokasi tapak proyek, serta beberapa lokasi di sekitar tapak proyek yang diperkirakan akan terkena sebaran dampak. Dengan cara ini kondisi atau rona lingkungan hidup awal pada lokasi-lokasi calon penerima dampak dapat terukur/teramati, sehingga nantinya besaran dampak di wilayah studi dapat diprakirakan. Komponen lingkungan dan parameter yang harus diamati, diukur dan dicatat beserta metode pengumpulan dan analisis datanya diuraikan sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia Komponen lingkungan geo-fisik-kimia yang ditelaah dalam studi ini meliputi : 1. Iklim (suhu udara, kelembaban, arah dan kecepatan angin, curah hujan dan intensitas penyinaran matahari), kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran 2. Fisiografi dan geologi 3. Hidrologi, kualitas dan kuantitas air 4. Hidrooceanografi 5. Ruang, lahan dan tanah 3.1.1.1. Iklim, kualitas udara ambien, kebisingan dan getaran 3.1.1.1.1. Iklim Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: suhu, kelembaban, curah hujan, arah dan kecepatan angin. 1) Metode pengumpulan data Pengambilan data iklim dilakukan pada Stasiun Klimatologi Bubung di Luwuk/Toili Kabupaten Banggai yang ada di daerah penelitian dengan periode pencatatan selama 10 tahun terakhir. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil analisisnya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Parameterparameter iklim yang dikumpulkan meliputi: Suhu udara Data suhu udara dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat, selain itu suhu udara diukur langsung di beberapa lokasi (tercantum pada peta lokasi pengambilan/pengukuran sampel). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer bola kering dan thermometer untuk suhu maksimum dan minimum. Kelembaban Data kelembaban akan dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan stasiun meteorologi terdekat. Selain itu pengukuran akan dilakukan langsung dengan alat
Termohygrometer .
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Angin Data arah dan kecepatan angin dalam serangkaian waktu ( time series) akan dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat. Data yang diperoleh kemudian akan diolah untuk memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan arah dan tingkat pencemaran udara. Curah hujan Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun-stasiun penakar hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk mengetahui hujan rata-rata tahunan dan tipe curah hujannya. 2) Metode analisis data Suhu dan kelembaban udara Analisis data suhu udara dan kelembaban akan dilakukan dengan menetapkan suhu ratarata, suhu maksimum dan minimum, kelembaban rata-rata dan kelembaban maksimum dan minimum. Sedangkan untuk menghitung suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata udara dilakukan dengan menghitung suhu dan kelembanan rata-rata secara aritmatik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa wilayah yang akan dilalui jalur pipa adalah daerah dengan topografi relatif datar pada dataran rendah ( low land). Angin Data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pengukuran arah dan kecepatan angin kemudian diolah untuk memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan arah dan kecepatan angin dominan. Curah hujan Dengan memperhatikan topografi yang relatif datar, maka perhitungan tebal hujan ratarata daerah penelitian menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen dipergunakan untuk menghitung hujan rata-rata dengan cara membuat poligon yang mewakili luas persebaran hujan masing-masing stasiun pencatat hujan. Dari masingmasing stasiun hujan dihubungkan satu sama lain dengan garis. Pada garis penghubung tersebut ditarik garis tegaklurus pada titik tengahnya sehingga garis-garis yang tegak lurus tersebut akan berpotongan pada suatu titik. Dari banyak perpotong garis pada titiktitik di antara tiga stasiun pencatat hujan tersebut akan membentuk suatu poligon yang banyak seperti Gambar 3.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
A2
P2
A3
▪
▪P3 A1
▪ P1
▪
▪
P1
P4 A5
A4
Gambar 3.1. Poligon Thiessen Catatan:
P1 : P2 : P3 : P4 : P5 : A1 : A2 : A3 : A4 : A5 : An : P :
P =
Tebal hujan pada stasiun penakar hujan Tebal hujan pada stasiun penakar hujan Tebal hujan pada stasiun penakar hujan Tebal hujan pada stasiun penakar hujan Tebal hujan pada stasiun penakar hujan Luas daerah poligon 1 Luas daerah poligon 2 Luas daerah poligon 3 Luas daerah poligon 4 Luas daerah poligon 5 Luas daerah poligon ke n Curah hujan rata-rata daerah penelitian
1 2 3 4 5
A1.P 1 + A2.P2 + A3.P 3 + A4.P 4 + A5.P 5 + .... +An .Pn A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + An
Penetapan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan rasio atau nisbah nilai Q, yaitu perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Q =
Jumlah rata-rata bulan kering
x 100%
Jumlah rata-rata bulan basah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-4
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Penetapan bulan kering dan bulan basah, dicari dengan menghitung adanya bulan kering dan bulan basah setiap tahunnya, kemudian dijumlah untuk jumlah tahun pencatatan dan kemudian dirata-ratakan. Bulan kering terjadi apabila curah hujan < 60 mm/bulan, dan bulan basah terjadi apabila curah hujan >100 mm/bulan, sedangkan curah hujan antara 60 - 100 mm/bulan dikatakan bulan lembab. berikut
menyajikan
penggolongan
tipe
iklim
Tabel 3.1 dan Gambar 3.2
menurut
Schmidt
dan
Ferguson
mendasarkan nilai Q. Tabel 3.1. Penggolongan Tipe Iklim No
Tipe Iklim
Q (dalam %)
1 2 3 4 5 6 7 8
A B C D E F G H
0 – 14,3 14,3 – 33,3 33,3 – 60,0 60,0 - 100,0 100 - 167,0 167,0 – 300,0 300,0 – 700,0 > 700,0
Keterangan Sangat basah Basah Agak basah Sedang Agak kering Kering Sangat kering Amat sangat kering
Sumber: Schmidt dan fergusson (1951)
G
9
F
8 7
E
5
6
D
4
C
3
B
2
Jumlah rata-rata bulan kering
10 11 12
H
1
A
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Jumlah rata-rata bulan basah Gambar 3.2. Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-5
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.1.2. Kualitas udara dan kebisingan a. Metode pengumpulan data Penentuan titik/lokasi sampling didasarkan atas pertimbangan arah dan kecepatan angin yang dihubungkan dengan tapak rencana kegiatan. Data kualitas udara, kebisingan, dan kebauan merupakan data primer yang akan dikumpulkan langsung di lapangan, akan diambil dari lokasi rencana pembuatan sumur pengembangan, BS, GPF di Kayowa, Kilang LNG, maupun pembangunan pipa transmisi gas (pipeline).
Parameter yang dikumpulkan untuk kualitas udara dan kebisingan meliputi : 1) Kualitas udara ambien Parameter kualitas udara ambien yang akan diteliti sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Parameter yang dianalisis pada jalur pemasangan pipa adalah debu TSP, sedangkan pada sumur pemboran, dan LNG Plant meliputi paramater diantaranya ; SO 2 (sulfur dioksida), CO (karbon monoksida), NO 2 (nitrogen dioksida), O3 , dan TSP (debu). 2) Kebisingan Kebisingan akan diukur secara langsung dengan menggunakan alat Sound Level Meter di lokasi yang sama dengan lokasi pengukuran/pengambilan sampel udara ambien. Baku mutu tingkat kebisingan diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
b. Metode analisis data Analisis kualitas udara akan dilakukan dengan cara menghitung sesuai Indeks Standar Pencemaran
Udara
(ISPU).
Tabel
3.2
menyajikan
parameter-parameter,
pengumpulan dan analisis data untuk kualitas udara dan kebisingan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-6
metode
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.2. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara dan Kebisingan No
Parameter
Metode Analisis
1
Kualitas Udara SO2 Pararosanilin CO NDIR NO2 Saltzman PM10 Gravimetri TSP Gravimetri O3 Chemiluminescent
2
Kebisingan
Peralatan Spektrofotometer NDIR Analyzer Spektrofotometer Hi-Vol Hi-Vol Spektrofotometer
Sumber PP No. 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Sound Level Meter Kep.Men. LH No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
Metode Analisis Data
Keterangan
Menggunakan Pedoman ISPU: Kep.Men. LH No. 45 tahun 1997 dan Kep. Ka BAPEDAL No. 107 tahun 1997
Hasil perhitungan dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan
Sesuai dengan Kep.Men. LH No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
Hasil perhitungan dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi 1) Fisiografi a. Metode pengumpulan data Data kondisi fisiografi mencakup konfigurasi permukaan bumi yang lebih menekankan data bentuklahan dan proses geomorfologi yang terjadi. Pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi yakni langsung melakukan pengamatan, pengukuran dan pencatatan parameter-parameter bentuk lahan mencakup topografi, lereng, material dan proses geomorfologi yang bekerja. Selain itu data sekunder konfigurasi permukaan bumi disadap dari peta topografi sebagai sumber data untuk digunakan dalam mengkaji fisiografi daerah penelitian yaitu di tapak BS, GPF, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. b. Metode analisis data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional. Informasi kemiringan lereng diperoleh dari data sekunder berupa Peta Kemiringan Lereng yang telah ada. Ceking lapangan dilakukan untuk memperbaiki dan/atau merevisi peta lereng yang telah ada dengan melakukan pengukuran kemiringan lereng di lapangan menggunakan abney level dan kompas geologi. Apabila belum ada peta lereng, maka akan dibuat peta lereng dengan data pokok dari Peta Rupa Bumi. Dengan menggunakan Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, Peta Lereng Daerah Penelitian Peta Kemiringan Lereng dapat dibuat dengan metode Thornwhite (grid system).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-7
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berikut metode analisis kemiringan lereng menggunakan Peta Rupa Bumi: peta dibagi kedalam beberapa grid masing-masing grid ditarik garis diagonal yang paling banyak terpotong oleh garis tinggi (kontur) hitung panjang diagonal (L) dan jumlah kontur yang terpotong oleh diagonal (N). Hitung dengan menggunakan rumus: (N-1) x Ci = ------------- x 100% L Catatan :
N Ci L
= besar lereng (%) = jumlah kontur yang terpotong diagonal = kontur interval ( 12,5 m untuk Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 dan 25 m untuk skala 1:50.000) = panjang diagonal (m)
Dengan diperolehnya data kemiringan lereng masing-masing grid maka peta lereng dapat disusun berdasarkan nilai kemiringan lereng tersebut. Hasil pemetaan kemudian dicek di lapangan dengan melakukan pengukuran di beberapa lokasi sampel, hasilnya kemudian dianalisis untuk mengetahui klas kemiringan lereng dan topografi daerah penelitian. Tabel 3.3. Aspek-Aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif No 1 2 3 4 5 6 7
Unit Relief Lereng (%) Topografi datar – hampir datar 0-2 Topografi berombak/landai 3-7 Topografi bergelombang/ miring 8-13 Topografi bergelombang–berbukit/agak curam 14-20 Perbukitan curam/ lereng curam 21-55 Pegunungan curam terkikis/sangat terjal 156-140 Pegunungan/amat sangat terjal >140 Sumber: Van Zuidam, R.A and Zuidam Cancelado, 1979.
Beda Tinggi Relatif (m) <5 5-50 25-75 50-200 200-500 500 -1000 >1000
2) Geologi a. Metode pengumpulan data Pengumpulan data geologi meliputi jenis batuan, struktur geologi dan stratigrafi dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode observasi lapangan yakni mengamati, melihat, mengukur dan mencatat fenomena geologi, batuan di lapangan tapak BS, GPF, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Data sekunder berupa data dari laporan hasil penelitian terdahulu dan dari peta-peta geologi daerah setempat. b. Analisis data Teknik analisis yang digunakan menggunakan teknik analisis deskriptif secara langsung di lapangan dan bantuan data sekunder untuk mendeskripsikan kondisi geologi setempat. KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-8
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi No 1.
Parameter Topografi a. Posisi
Pengukuran langsung dengan GPS
b. Kelerengan
Pengukuran langsung menggunakan kompas terkalibrasi Pengukuran/pembuatan peta lereng dari Peta Rupa Bumi Pengukuran langsung menggunakan kompas geologi
c. Relief 2.
Metode Analisis
Keterangan
Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalam analisis kestabilan lereng Manual hasil pencatatan posisi dg GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsung pada peta Perhitungan dengan metode Thornwhite Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsung pada peta sebagai ceking hasil perhitungan dari kontur ( Grid System) Peta Rupa Bumi Hubungan antara kemiringan lereng dengan beda tinggi lokal
Struktur geologi a. Posisi
3
Metode Pengumpulan Data
Pengukuran langsung dengan GPS
Batuan a. Jenis b. Posisi
4. Jenis tanah a. Sifat-sifat fisik b. Permeabilitas dan porositas c. Kesuburan tanah
Observasi Pengukuran langsung dengan GPS
Parameter-parameter yang pada peta Parameter-parameter yang analisis kestabilan geologi Parameter-parameter yang pada peta Parameter-parameter yang analisis kestabilan geologi
terukur diplotkan langsung terukur juga digunakan dalam terukur diplotkan langsung terukur juga digunakan dalam
Analisis makroskopis petrolografi Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsung pada peta Parameter-parameter terukur juga digunakan dalam analisis kestabilan tanah (erosi)
Pemboran tanah dengan hand auger (bor tangan) untuk ambil sampel tanah Deskripsi dan analisis ukuran batir
Analisis laboratorium (tekstur, struktur, kandungan bahan organik) dengan mengunakan teknik segitiga tekstur USDA Analisis langsung lapangan (kedalaman Mencakup parameter-parameter untuk analisis erosi yaitu solum, warna, pH, struktur) dan analisa tekstur, struktur dan kandungan bahan organik laboratorium (Kandungan N,P,K, B.O., dll) Deskripsi dan tes permeabilitas insitu Analisis laboratorium Mencatat tingkat permeabilitas tanah (lambat, sedang, cepat). Pengambilan sampel tanah dengan Analisis kesuburan tanah terhadap Parameter penentu kesuburan terukur digunakan untuk hand auger saat melakukan parameter penentu kesuburan tanah analisis kesuburan tanah pemboran tanah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-9
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air 3.1.1.3.1. Hidrologi a. Metode pengumpulan data Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: 1) Hidrologi/air permukaan a. Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa b. Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan c. Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi d. Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah e. Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air 2) Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air
Tabel 3.5. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi Metode Pengumpulan Data A Hidrologi/Air Permukaan 1. Karakteristik fisik sungai 1.a. Pola alur sungai Berdasar peta rupa bumi skala 1:25.000 dan observasi cek lapangan No
Parameter
Metode Analisis Data
Keterangan
Analisis secara deskriptif terhadap pola aliran sungai (drentitik, paralel, trelis, rektangular dll)
Dari pola alur sungai dapat memberikan informasi tentang struktur geologi dan jenis batuan.
1.b. Pola drainase
Observasi visual dari peta rupa bumi skala 1:25.000 Dan interview serta data sekunder aliran
1.c. Kerapatan drainase
Pengukuran pada peta dari Analisis Kerapatan peta rupa bumi skala Drainase dengan rumus: 1:25.000 Dd= L / A Dd= Kerapatan drainase (km/km2) L= Panjang seluruh alur sungai (km) A = Luas DAS (km2)
Nilai Dd dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang kondisi pengatusan (drainage) apakah pengatusannya : jelek, sedang atau baik, dan intensitas proses torehan akibat erosi pada lokasi tersebut
1.d. Kondisi dasar sungai
Observasi visual lapangan
Dapat memberikan informasi bagaimana sedimen transport sungai tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Obsrvasi dan analisis data sekunder tentang keajegan aliran sungai sepanjang tahun.
Deskriptif observasional
III-10
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan No
Parameter
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
1.e. Prakiraan ketinggian muka air sungai maksimum
Pengukuran dengan jalan atau tongkat berskala di lapangan, atau tanaya kepada penduduk setempat
Deskriptif observasional
1.f. Kedalaman sungai rata rata
Pengukuran dengan jalan atau tongkat berskala di lapangan
Deskriptif observasional
1.h. Lebar sungai ratarata
Pengukuran dengan pita ukur di lapangan
1.i. Kemiringan dinding sungai
Pengukuran dengan abney Visual dan deskriptif level atau kompas geologi
1.j. Kondisi banjir
Data sekunder
Deskripsif observasional
Keterangan
Data yang dikumpulkan antara lain, periodisasi banjir, lokasilokasi banjir, luasan area banjir Data debit dekade, bulanan, tahunan
2
Debit/Discharge Sungai
Data sekunder Dan data primer
Matematik Q=V*A
3.
Debit aliran permukan
Metode rasional Data primer
Matematik
4.
Kualitas air permukaan *)
Menerapkan Standard Menerapkan National Methods for The Sanitation Foundation’s Examination of Water and Water Quality Index (NSFWastes Water, APHA, edisi WQI), (Ott, 1998). ke 20, tahun 200. Baku Mutu Air yang akan dipergunakan adalah PP No. 82 tahun 2001.
Pengukuran parameter fisik seperti suhu, pH, TDS, DO dan DHL dilakukan langsung di lapangan (in situ measurement)
5.
Tingkat erosi
Observasi visual, peta rupa USLE Method bumi, kemiringan dan A = R.K.L.C.P (ton/ha/th) panjang lereng, sifat fisik tanah, data hujan
Pengukuran parameter erosi dilakukan di lapangan dan analisis laboratorium
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
R = 0,028C.I.A (m3/dt)
Butuh data hujan, luas daerah dan data penutup lahan
III-11
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan No 6.
Parameter
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Keterangan
Kondisi fisik daerah resapan
6.a. Topografi
Observasi visual dan pengukuran langsung di lapangan dan peta rupa bumi
6.b. Air larian permukaan (run off)
Observasi visual dan Persamaan empiris dengan Lokasi dimana terjadi pengukuran luas DAS pada rumus Q = 0,028.C.I.A. pembukaan lahan (tapak peta dengan planimeter (Rational equation) sumur, jalur pipa dll.
B.
Tingkat penyedia- Data sekunder an dan kebutuhan/ pemanfaatan air
Analisis morfologi (kaitan lereng dengan relief)
Data ini didapatkan pada survei komponen fisiografi
Perhitungan tingkat kebutuhan/pemanfaatan air dihitung berdasarkan rata-rata penggunaan volume air per satuan luas lahan untuk pertanian, rata-rata penggunaan air untuk industri, dan ratarata penggunaan air untuk kegiatan lainnya
Masing-masing komponen dan paramerter lingkungan yang diprakirakan terkena dampak tersebut akan dikumpulkan baik dari lapangan maupun instansi terkait, dengan rencana lokasi pengambilan sampel disajikan pada Peta Rencana Lokasi Pengambilan Sampel, yang selanjutnya akan dianalisis untuk menentukan skala Kualitas Lingkungannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-12
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3.2. Kualitas Air 1) Kualitas air tanah Untuk mengetahui kualitas air tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana tapak sumur, LNG Plant, pembuatan dermaga, dan jalur pemipaan. Jumlah lokasi pengambilan sampel sebanyak 22 buah (GW-1 s/d GW-22). Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air tanah berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Parameter-parameter kualitas air tanah yang akan diukur disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan Diukur (sesuai PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Parameter Antimony Air raksa (Hg) Arsenic (As) Barium (Ba) Boron (Bo) Cadmium (Cd) Kromium (Cr) Tembaga (Cu) Sianida (CN) Fluorida (F) Timah (Pb) Nikel (Ni) Nitrat (NO 3) Nitrit (NO2) Selenium (Se) Amonia (NH3) Alumunium (Al) Klorida (Cl)Tembaga (Cu) Kesadahan (Ca CO3) Hidrogen Sulfida (H2S) Besi (Fe) Mangan (Mn) pH Sodium (Na) Sulfat (SO4 ) TDS Seng (Zn) Kekeruhan E. Coli Fecal coli Suhu Total zat padat terlarut (TDS)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-13
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Kualitas air permukaan Untuk mengetahui kualitas air permukaan (air sungai) pada lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air permukaan. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air sungai berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men LH No. 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan. Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sungaisungai terdekat yang terpengaruh oleh kegiatan di BS, GPF, Kilang LNG, sumur dan jalur pipa dan sekitarnya. Parameter-parameter kualitas air permukaan yang akan diukur disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan Diukur (sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001) No.
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
pH DO Kekeruhan DHL BOD COD Total fosfat sebagai P NO 3 NH3 Kobalt (Co) Barium (Ba) Boron (Bo) Kadmium (Cd) Khrom (VI) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Timbal (Pb) Mangan (Mn) Air Raksa (Hg) Seng (Zn) Khlorida (Cl) Sianida (CN) Fluorida (F) Nitrit (NO2) Sulfat (SO 4) Khlorin bebas Belerang sbg H 2S Minyak dan Lemak Detergen Residu Terlarut Residu Tersuspensi Total Coliform Fecal Coliform
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-14
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada lokasi tapak proyek dan sekitarnya yang diprakirakan
akan
terkena
dampak
kegiatan
proyek.
Penetapan
lokasi
ini
juga
mempertimbangkan: 1. Kemiringan topografi daerah aliran sungai dan daerah resapan, 2. Arah aliran sungai, 3. Arah aliran air tanah.
Pengambilan sampel air tanah akan dilakukan pada 10 titik/lokasi yang didasarkan pada perbedaan jenis tanah dan pertimbangan lain, yaitu kemungkinan sebidang tanah tercemar oleh limbah pemboran, sedangkan sampel air sungai akan diambil di
6 lokasi. Titik-titik
lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Gambar 3.3), sedangkan justifikasi penentuan lokasi tersebut diuraikan sebagai berikut: Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sekitar tapak proyek Pengukuran debit sungai dilakukan pada muara-muara sungai-sungai minor yang mensuplai air dan sedimen ke dalam Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Debit memiliki hubungan erat dengan jumlah sedimen yang dibawanya. Dengan mengetahui besarnya debit aliran maka dapat diperkirakan besarnya beban debit dari sungai tersebut, sehingga dapat diprakirakan pasokan debit ke daerah hilir yang memungkinkan dapat terjadinya banjir. Hal ini penting dilakukan karena diperkirakan selama pekerjaan proyek, erosi akan semakin besar sehingga sedimen yang terbawa oleh air akan semakin banyak dan beban sedimen yang masuk kedalam sungai-sungai itu akan semakin besar.
Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sepanjang jalur pipa Pengukuran debit sungai ditujukan untuk mengetahui volume air sungai yang tersedia sepanjang tahun. Lokasi pengukuran dilakukan pada upstream dan downstream sungai. Tujuan utama pengukuran ini untuk mengetahui jumlah volume air in reservoir (Qin – Qout), sehingga prediksi akibat pengambilan air sungai ini serta perkiraan volume air yang boleh diambil dapat dilakukan. Sungai-sungai yang akan diambil debitnya adalah sungai terdekat yang memenuhi syarat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-15
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Justifikasi lokasi sampling kualitas air sungai Lokasi sampling kualitas air sungai, ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama pengambilan sampel air sungai dilakukan pada Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS, Kilang LNG, sumur dan jalur pipa. Lokasi sampling ditetapkan pada posisi hulu, tengah dan hilir sungai sehingga kondisi kualitas alamiah air sungai dan interaksinya dengan tata guna air sekitar dapat diketahui. Justifikasi lokasi sampling kualitas air tanah Lokasi sampling kualitas airtanah ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama untuk mengetahui kondisi kualitas airtanah dangkal sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama pengambilan sampel air tanah adalah di area rencana GPF, BS, Kilang LNG, sumur dan jalur pipa. Di area rencana tapak proyek lokasi sampling ditentukan dengan menggunakan prinsip purposive sampling yang mewakili kondisi daerah upstream dan downstream aliran airtanah. Tujuannya agar perubahan kualitas dari daerah upstream ke downstream dapat termonitor, sehingga diketahui pengaruh lingkungan saat ini terhadap perubahan kondisi kualitas airtanah dangkal sebelum proyek. Pada lokasi-lokasi sepanjang pipa, tujuan utamanya adalah mengetahui kondisi awal kualitas airtanah di daerah ini sebelum keberadaan pipa penyalur gas. b. Metode analisis data Parameter yang telah diukur/diamati dan dicatat kemudian dianalisis dengan metode seperti yang diuraikan dalam Tabel 3.8.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-16
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter Amonium Besi BOD COD Fenol Krom Kadmium Minyak dan lemak Nitrat Nitrit Perak Sulfida Sianida Seng
Teknik Pengujian Spektrofotometri dengan Nessler Spektrometri serapan atom Inkubasi Winkler Refluk secara tertutup Spektrofotometri dengan aminoantipirin Spektrometri serapan atom Spektrometri serapan atom Ekstraksi dengan petroleum eter Spektrofotometri dengan brusin sulfat Spektrofotometri dengan Asam sulfanilat Spektrometri serapan atom Spektrofotometri dengan para aminodimetil anilin Titrimetri dan kolorimetri Spektrometri serapan atom
Sumber : Kepmen LH No. 37 tahun 2003
Spesifikasi MetodePengujian SNI 06-2479-1991 SNI 06-2523-1991 SNI 06-2503-1991 SNI 06-2504-1991 SNI 19-1656-1989 SNI 06-2511-1991 SIN-06-2465-1991 SNI 19-1660-1989 SNI 06-2480-1991 SNI 06-2484-1991 SNI 06-4162-1996 SNI 19-1664-1989 SNI 19-1504-1989 SNI 06-2507-1991
Berikut ini disajikan persamaan-persamaan matematik untuk menghitung besar data debit, sedimen transport total dan erosi dari metode analisis data hidrologi, suspensi dan parameter erosi. 1. Pengukuran debit sungai dan debit aliran permukaan a. Pengukuran langsung lapangan Data debit, terutama diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait (Bappeda Kabupaten Banggai (2006) yang telah ada dengan pencatatan data jangka panjang, sedangkan data pengukuran debit secara langsung dilakukan untuk ceking kondisi debit tetapi sifatnya hanya debit sesaat. Pengukuran debit sungai dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Lebar sungai di lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi. 2) Masing-masing seksi diukur kedalaman airnya, kemudian diukur kecepatan aliran air sungai pada kedalaman tertentu (0,2 dan 0,8 dari kedalaman air sungai) dengan ”current meter”, dan selanjutnya dihitung luas penampang masing-masing seksi. 3) Debit sungai dihitung dengan mengkalikan kecepatan aliran dengan luas penampang masing-masing seksi. 4) Debit total air sungai adalah jumlah seluruh debit masing-masing seksi dalam penampang sungai tersebut, dengan rumus sebagai berikut: n
Qw Qn q 1
Catatan : Qw = debit total sungai (m3/detik) Q = debit masing-masing seksi penampang sungai (m3 /detik) n = banyaknya seksi pengukuran
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-17
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Rational Method Perhitungan debit aliran permukan dengan menggunakan rumus rasional (empiris) sebagai berikut: R = 0,028C.I.A Dimana : R = Debit larian air permukaan C = Koefisien aliran permukaan I = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas area/wilayah DAS (Ha) Sumber: Sitanala Arsyad, 1989
2. Prakiraan besar erosi Prakiraan besar erosi dilakukan dengan rumus empris dari United Soil Loss Equation (USLE) yaitu: E = R.K.L.S.C.P Dimana : E = Soil loss (ton/ha/tahun) R = Faktor erosivitas hujan K = Faktor erodibilitas hujan L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng C = Faktor jenis tutupan lahan P = Faktor konservasi tanah
3.1.1.4. Hidro-oseanografi 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data lingkungan dilakukan melalui pemetikan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di perairan laut di sekitar sumur lepas pantai di sekitar dermaga dalam kompleks kilang LNG dengan pengambilan sampel yang kemudian diuji di laboratorium atau pengukuran langsung. Parameter hidro-oseanografi yang diukur/diamati meliputi: a. Batimetri Data hidrometri diperoleh dari data sekunder berupa peta yang dikeluarkan DISHIDROS maupun hasil pengukuran/pemetaan/kajian/studi terdahulu. Data batimetri diperlukan untuk mengkaji dampak yang terjadi dari kegiatan pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-18
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Pasang surut Data pasang surut diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran terdahulu yang telah dipakai untuk penyusunan design FSO maupun fasilitas pantai. Selain itu, data sekunder dari DISHIDROS juga dapat digunakan. Data pasang surut diperlukan untuk pemodelan hidrodinamika, untuk mengetahui kisaran kedalaman perairan dan prakiraan dampak kegiatan konstruksi pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai. Pasang surut diamati setiap interval satu jam selama minimal 15 hari. c. Arus Data arus didasarkan pada data sekunder DISHIDROS dan dari studi terdahulu. Selama pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran arus di lokasi pengambilan sampel selama minimal tiga hari. Pengukuran dilakukan dengan current meter pada kedalaman 0,2; 0,6 dan 0,8 kali kedalaman untuk mendapatkan arah dan kecepatan rata-rata sesaat. Data arus diperlukan untuk memperkirakan kegiatan konstruksi pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai. d. Gelombang Sama halnya dengan data arus, data gelombang juga didasarkan pada data sekunder dari kajian-kajian yang pernah dilakukan di sekitar lokasi. e. Temperatur air Parameter temperatur air diukur pada saat pengambilan sampel dengan termometer lapangan. Untuk mendapatkan keadaan temperatur dalam rentang waktu yang lebih panjang, data sekunder hasil pengukuran/studi yang lampau akan digunakan. f. Kualitas air laut Untuk mengetahui kualitas air laut di lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air laut. Evaluasi kualitas air laut berpedoman pada Keputusan MENLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan. Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana pembangunan dermaga. Parameter-parameter kualitas air laut yang akan diukur disajikan pada Tabel 3.9. g. Salinitas Salinitas pada saat pengambilan sampel diukur dengan salinometer. Sedangkan variasi salinitas dalam jangka panjang akan didasarkan pada kajian data sekunder.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-19
PT. PERTAMINA EP - PPGM
h. Keadaan dasar perairan Keadaan dasar perairan diamati dengan pengambilan sedimen dasar menggunakan grab
sampler dan sonar di sekitar lokasi sumur pemboran lepas pantai dan lokasi dermaga. Selain itu juga dilakukan penyelaman untuk mencek keadaan dasar laut. Tabel 3.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (sesuai dengan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Parameter Kecerahan Padatan tersuspensi total Suhu Ph Salinitas Amonia total (NH3 ) Sulfida (H 2S) Hidrokarbon total Senyawa Fenol total PCB (poliklor bifenil) Surfaktan (Deterjen) Minyak dan lemak Suhu Cadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Coliform (total) Kekeruhan BOD5 DO
Lokasi pengumpulan data meliputi zona pantai, yaitu kurang lebih 2 km ke arah kanan dan kiri rencana pembangunan dermaga (dalam Kompleks Kilang LNG). Pemilihan lokasi pengumpulan data didasarkan pada pertimbangan berikut: Lokasi yang paling potensial mengalami dampak, yaitu lokasi tapak proyek. Lokasi yang potensial terkena sebaran dampak. Selain itu pendekatan analogi berdasarkan kondisi hidro-oseanografi di lokasi lain yang relatif masih dekat dengan lokasi calon tapak proyek juga diterapkan, terutama menyangkut perkiraan arah sebaran arus dan kondisi batimetri.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-20
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Metode analisis data Analisis data untuk tiap parameter yang diukur/diamati dilakukan dengan metode yang tercantum dalam Tabel 3.10. Tabel 3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi No
Parameter
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Keterangan
1.
Batimetri
Data sekunder yang ada (Peta Batimetri)
Deskriptif, dengan membaca peta Batimetri yang telah ada.
Perairan sekitar tapak kegiatan pembangunan dermaga dan sumur lepas pantai
2.
Pasang surut
Data sekunder dari penelitian sebelumnya, atau data dari dishidros pada pelabuhan terdekat
Analisis harmoni untuk menetap- Perairan sekitar tapak kegiatan kan MSL (Mean Sea Level), HWL pembangunan dermaga dan (High Water Level), LWL (Low sumur lepas pantai Water Level)
3.
Arus
Data sekunder hasil penelitan sebelumnya,
Analisis deskriptif kecepatan arus Pada beberapa titik di sekitar dan arah arus lokasi pembangunan dermaga dan sumur lepas pantai
4.
Gelombang
Data sekunder pada pelabuhan terdekat atau observasi visual menggunakan pencatat gelombang
Analisis karakteristik ketinggian dan periode gelombang yang signifikan; serta wave hindcasting
Lepas pantai (pada lokasi SPM location ) dan dekat pantai
5.
Suhu
Data sekunder pada stasiun meteorology terdekat atau dengan pengukuran langsung menggunakan thermometer
Fluktuasi suhu (untuk menetapkan suhu ambien)
Dekat pantai sampai 10 m LWL
6.
Kualitas air laut
Sampling dan pengukuran setempat
Fluktuasi kualitas air (kondisi saat ini)
Lepas pantai (di lokasi SPM) dan sekitar pantai.
Peta Lokasi Pengambilan Sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3. Dinamika proses sedimentasi sepanjang pantai sangat tergantung dengan dinamika air laut dekat pantai. Dinamika air laut maupun gelombang pecah (surf) berpengaruh pada dinamika morfologi pantai terutama dalam proses erosi dan sedimentasi pantai. Dinamika air laut dapat didekati dengan dengan menggunakan formula tentang skala faktor pecah gelombang (surf scaling factor) oleh Guza dan Bowen, 1975 (dalam Pethick, 1984) dan koefisien pecah gelombang (wave breaker coefficient) menurut Galvin, 1968, 1972 (dalam Pethick, 1984) sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-21
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1) Faktor skala pecah gelombang ( surf scaling factor )
a
: Tinggi gelombang (m)
T
: Periode gelombang (dt)
: Lereng pantai (…o )
g
: Percepatan gravitasi bumi (9.8 m/dt2)
2) Koefisien pecah gelombang:
H Bb b 2 g .s.T Keterangan:
Bb
: Koefisien pecah gelombang
Hb : Tinggi gelombang (m) g
: Percepatan karena gravitai bumi (9.8 m/dt2)
s
: Kemiringan lereng (%)
T
: Periode gelombang (dt)
Tipe gelombang ada empat macam (Galvin,1968, 1972): a. surging, b. collapsing, c.
plunging, dan
d. spilling. Tipe pecah gelombang surging breaker adalah berasosiasi dengan pantai rata (flat), gelombang rendah dengan pantai agak curam. Akibat tipe ini akan berdampak langsung pada proses erosi dan pantai mundur arah ke darat. Tipe pecah gelombang spilling berasosiasi dengan gelombang tinggi, pendek dan pantai rata. Diantara kedua tipe pecah gelombang yang ekstrim ini terdapat tipe plunging dan collapsing untuk gelombang rendah. Kedua tipe pecah gelombang ini mempunyai kecenderungan untuk terjadinya pengendapan (depositional ). Tabel 3.11 menunjukan perbandingan nilai antara koefisien pecah gelombang ( wave breaker coefficient) dan faktor pecah gelombang (surf scaling
factor ).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-22
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang Pengarang
Teori
Rumus
Transisi Tipe Pecah Gelombang Surging ke Plunging ke plunging spiling
Galvin, 1968, 1972
Koefisien Pecah Gelombang (Breaker coefficient)
H B b b 2 g.s.T
0,003
0.068
Guza and Bowen, 1975
Faktor Skala Pecah Gelombang (Surf scaling factor)
a.2π ε 2 g.Ttan β
2.5
33
Source: Pethick, 1984
3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah 1) Tata Ruang a. Metode pengumpulan data Dua pendekatan akan digunakan dalam studi tata ruang ini, yaitu : 1) Kajian data sekunder Kegiatan utama dalam kajian data sekunder ini adalah pengumpulan berbagai peta yang memuat data tata ruang wilayah studi yaitu wilayah Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat (Kabupaten Banggai). Dalam metode ini akan dikaji keberadaan rencana tata ruang yang ada. Lebih lanjut akan dikaji pula kebijakan-kebijakan pengembangan ruang di wilayah studi. 2) Observasi lapangan Dalam observasi ini akan dikaji pola tata ruang yang ada sebagaimana telah dikumpulkan melalui data sekunder. Dalam observasi lapangan ini akan dikaji secara khusus kemungkinan pemindahan pemukiman penduduk di sepanjang jalur pipa (bila ada) serta alternatif-alternatif tata ruang yang dapat mengakomodasi antara kepentingan pemukiman penduduk dan kepentingan proyek. Secara khusus akan dilakukan pula dokumentasi lansekap kawasan agar pembangunan di kawasan ini tidak mengurangi kualitas lansekap wilayah studi. Hasil-hasil kajian lapangan dan data sekunder ini akan digunakan untuk memberikan masukan bagi kajian tata ruang serta mengusulkan ide-ide penataan ruang wilayah studi. Secara khusus akan diusulkan tata ruang yang meminimalkan kemungkinan konflik antar kegiatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-23
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Metode a nalisis data 1) Inventarisasi
tata
guna
lahan
dan
sumberdaya
lainnya
serta
kemungkinan
pengembangan serta peruntukkannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. 2) Rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang, dan rencana tata guna lahan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui persebaran, kepadatan dan pola penggunaan lahan di masing-masing fungsi ruang.
2) Tanah a. Metode pengumpulan data Pengumpulan data tanah dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Dasar penentuan lokasi pengambilan sampel tanah, adalah jenis tanah di daerah penelitian yaitu tapak GPF, BS, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Jenis tanah di daerah penelitian secara garis besar terdapat dua jenis tanah, yaitu tanah aluvial dan grumusol, dengan masing-masing tanah diambil 5 sampel tanah dengan maksud untuk dapat
mewakili
seluruh
karakteristik
tanah
(sifat
fisik,
kimia
dan
kesuburan).
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan menggunakan bor tangan (hand auger) lengkap dengan soil test kit untuk sidik cepat sifat fisik, seperti: tekstur, kedalaman solum, drainase dan sifat kimia tanah lapangan, seperti: pH, kandungan bahan organik (BO) dan kandungan kalsium (Ca). Selain itu, sampel tanah diambil untuk keperluan analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah secara akurat di laboratorium guna menentukan tingkat kesuburan tanah. b. Metode a nalisis data Unsur-unsur yang dikaji dalam analisis laboratorium tersebut meliputi unsur-unsur fisika dan kimia tanah. Unsur-unsur fisik tanah meliputi unsur ketebalan solum tanah, horison tanah, tekstrur, struktur, warna dan konsistensi tanah. Unsur-unsur kimia tanah meliputi unsur-unsur bahan organik, pH tanah, KTK, kandungan N, P, K dan lain-lain, dimaksudkan untuk menganalisis tingkat kesuburan tanah. Pengumpulan data sekunder tanah dilakukan dengan pengumpulan data dari hasil laporan penelitian terdahulu serta dari peta tanah dan kesesuaian tanah daerah penelitian.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-24
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.6. Transportasi Darat a.
Metode pengumpulan data Jenis data yang digunakan untuk mempekirakan dampak pada komponen transportasi, meliputi volume kendaraan, geometri ruas jalan dan simpang, jenis dan kondisi kerusakan jalan, kecelakaan lalulintas serta kecepatan sesaat pada lokasi yang berpotensi membangkitkan pejalan kaki. Jenis data dan metoda pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut. Volume arus lalulintas Metoda pengambilan data volume arus lalulintas dilakukan dengan metoda pencacahan arus lalulintas tiap jenis kendaraan (traffic counting) pada ruas jalan. Pengamatan dilakukan dengan interval waktu tiap 15 (lima belas) menitan yang mencakup periode waktu jam sibuk. Prakiraan jam sibuk didasarkan pada kondisi tata guna lahan di sekitar jalan/simpang yang akan diamati. Dari hasil observasi awal di lokasi, ditentukan periode jam pengamatan mulai jam 06.00 – 14.00. Klasifikasi kendaraan yang disurvai adalah : 1. Light Vehicle (LV)
:
Kendaraan ringan, terdiri dari mobil pribadi, pickup
2. Heavy Vehicle (HV)
:
Kendaraan berat, terdiri dari bus sedang, truk 2 As, truk 3 As atau lebih dan bus besar
3. Motor Cycle (MC)
:
Sepeda motor
4. Unmotorized (UM)
:
Kendaraan tidak bermotor, seperti sepeda
Geometri Ruas Jalan dan Simpang Data geometri ruas diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan maupun data sekunder dari instansi berwenang, untuk mendapatkan data berupa: - Lebar lajur - Lebar perkerasan total, - Lebar bahu jalan Data lain yang diperlukan meliputi fasilitas kelengkapan jalan, yaitu meliputi rambu dan marka jalan. Kecepatan Setempat Data kecepatan setempat (spot speed) diperoleh dengan pengukuran langsung dengan cara mengamati waktu tempuh pada jarak 50 m pada ruas jalan untuk setiap jenis kendaraan bermotor secara acak. Waktu pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan data volume arus lalulintas (traffic counting).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-25
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Jenis dan Kondisi Kerusakan Jalan Mengamati secara langsung kondisi perkerasan jalan khususnya pada ruas jalan yang akan dijadikan sebagai rute angkutan barang/material. Data lain yang diperlukan adalah kondisi jembatan yang berada di sepanjang ruas jalan. Tingkat kecelakaan Data tentang kecelakaan diperoleh berdasarkan wawancara dengan warga yang tinggal di sekitar ruas jalan yang dijadikan rute angkutan barang serta data sekunder dari Polsek Batui, Toili dan Toili Barat. b.
Metode Analisis Kapasitas Ruas Jalan Kapasitas ruas jalan perkotaan dapat diketahui dengan mengacu pedoman dari Manual Kapasitas Ruas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 sebagai berikut: C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Dengan: C Co FCw FCsp FCsf FCcs
: : : : : :
Kapasitas ruas jalan (smp/jam) Kapasitas dasar (smp/jam) Faktor penyesuaian lebar jalan Faktor penyesuaian distribusi arah Faktor penyesuaian hambatan samping Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian dan Kapasitas dasar (Co) untuk masing-masing tipe jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah sebagai berikut: Tabel 3.12. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lebar jalur lalulintas Faktor Penyesuaian Tipe Jalan efektif (meter) (FCw) 0,92 3,00
4/2 D atau Jalan satu arah
4/2 UD
2/2 UD
3,25 3,50 3,75 3,00 3,25 3,50 3,75 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00
0,96 1,00 1,04 0,91 0,95 1,00 1,05 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25
Sumber: MKJI, tahun 1997
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-26
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.13. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Bahu (FCsf) Tipe Jalan 4/2 D
4/2 UD
Kelas hambatan VL L M H VH VL L M H VH
0,5 m 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80
VL L M H VH
0,94 0,92 0,89 0,82 0,73
2/2 UD atau Jalan searah Sumber: MKJI, tahun 1997
Lebar Bahu efektif Ws 1,0 m 1,5 m 0,98 1,01 0,97 1,00 0,95 0,98 0,92 0,95 0,88 0,92 0,99 1,01 0,97 1,00 0,95 0,98 0,91 0,94 0,86 0,90 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79
0,99 0,97 0,95 0,90 0,85
2,0 m 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91
Tabel 3.14. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) Tipe Jalan
4/2 D
Kelas hambatan VL L M H VH
0,5 m 0,95 0,94 0,91 0,86 0,81
VL L M H VH VL L M H VH
0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,93 0,90 0,86 0,78 0,68
4/2 UD
2/2 UD atau Jalan searah Sumber: MKJI, tahun 1997
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lebar Bahu efektif Ws 1,0 m 1,5 m 0,97 0,99 0,96 0,98 0,93 0,95 0,89 0,92 0,85 0,88 0,97 0,95 0,92 0,87 0,81 0,95 0,92 0,88 0,81 0,72
0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 0,97 0,95 0,91 0,84 0,77
2,0 m 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,97 0,93 0,90 0,99 0,97 0,94 0,88 0,82
III-27
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Jumlah Penduduk ( jiwa) < 0,1 juta 0,1 - 0,5 juta 0,5 – 1,0 juta 1,0 – 3,0 juta > 3,0 juta
FCcs 0,86 0,90 0,94 1,0 1,04
Sumber: MKJI, tahun 1997
Tabel 3.16. Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) Pemisahan arah (%) FCsp
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
1,00 1,00
0,97 0,99
0,94 0,97
0,91 0,96
0,88 0,94
Dua lajur 2/2 Empat lajur 4/2
Sumber: MKJI, tahun 1997
Tabel 3.17. Kapasitas Dasar (Co) Tipe jalan
Kapasitas dasar (smp/jam)
Catatan
4/2 D atau jalan satu arah 4/2 D 2/2 UD
1650 1500 2900
Per-lajur Per-lajur Total dua arah
Sumber: MKJI, tahun 1997
Kinerja Ruas Jalan Penilaian kinerja ruas jalan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi tingkat pelayanan yang ada saat ini dan kondisi setelah ada perubahan kondisi arus lalulintas berdasarkan perbandingan antara volume kendaraan yang lewat (V) dibandingkan kapasitas ruas jalan (C).
DS = V/C dengan: DS : Degree of Saturation (derajat kejenuhan) V : Volume (smp/jam) C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-28
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Simpang Tidak Bersinyal Berdasarkan pedoman dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, kapasitas persimpangan untuk simpang tidak bersinyal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: C = Co x Fw x FM x Fcs x FRSU x FLT x FRT x FMI dengan: C
= Kapasitas (smp/jam)
Co
= Kapasitas dasar (smp/jam)
Fw
= Faktor penyesuaian lebar masuk
FM
= Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS
= Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU
= Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor
FRT
= Faktor penyesuaian belok kanan
FLT
= Faktor penyesuaian belok kiri
FMI
= Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
Kinerja Simpang Tak Bersinyal Kinerja simpang tidak bersinyal ditentukan berdasarkan nilai tundaan lalulintas yang terjadi (DT) terjadi sebagai berikut : -
Tundaan Lalulintas ( DT ) DT
= c x A + (NQ1 x 3600) / c
Keterangan : DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp) A -
= 0,5 x (1- GR)2 / (1-GR x DS)
Tundaan Geometri (DG) DGj = (1-Psv) x Pt x 6 (Psv x 4) Keterangan : DG = Tundaan geometri rata-rata pendekat – j (detik/smp) Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat –j =min (NS,1) Pt
= Rasio kendaraan berbelok pada sutau pendekat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-29
PT. PERTAMINA EP - PPGM
-
Tundaan rata-rata (D) D
= DT + DG
Keterangan : DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp) DG = Tundaan geometri rata-rata pendekat –j (detik /smp)
Identifikasi Daerah Rawan Kecelakaan Untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan dengan area pengamatan sepanjang 1 km, maka digunakan rumus sebagai berikut: 6
JKRi x 10 TKRi = --------------KL i x 365
3.1.2. Komponen Biologi Komponen biologi yang diamati meliputi: 1) Biota air tawar 2) Biota air laut 3) Vegetasi alami dan budidaya 4) Satwa liar
3.1.2.1. Biota Air Tawar Pengamatan biota sungai dilakukan di 25 (dua puluh lima) lokasi perairan di sekitar rencana tapak proyek sesuai dengan lokasi pengambilan sampel kualitas air permukaan. Dasar pengambilan sampel adalah media hidup biota sungai berada di sekitar tapak proyek sehingga apabila kegiatan berlangsung diprakirakan dapat berpengaruh terhadap biota sungai. Biota sungai yang akan ditelaah meliputi plankton, benthos, dan ikan. Adapun parameter yang diukur meliputi, kelimpahan dan indek keanekaragaman untuk kelompok plankton dan benthos; dan kekayaan jenis untuk ikan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-30
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.1.1. Plankton 1) Metode pengumpulan data Plankton diambil dengan menggunakan plankton net, mengingat air yang berada di sungai dan laut cukup dinamis, maka jumlah air yang disampling dan disaring dengan plankton net sebanyak 100 liter dan dipekatkan dalam botol plakton 10 ml dan diawetkan dengan larutan formalin 4%, untuk dilakukan pengamatan di laboratorium. Plankton akan dipisahkan menjadi kelompok fitoplankton dan zooplankton, untuk diketahui keanekaragaman jenis dan kelimpahannya. Determinasi plankton menggunakan kunci determinasi yang dibuat oleh Shirota (1966), Needham (1972), serta Ward and Whipple (1959). 2) Metode analisis data Data plankton dianalisis untuk mengetahui densitas dan indeks diversitas. Densitas/ kerapatan plankton dihitung dengan rumus Welch (1948) dan untuk mengetahui indeks keanekaragamannya, dengan indeks diversitas Shannon dan Weiner (Krebs, 1978). Indeks keanekaragaman ini digunakan untuk mengetahui kondisi perairan. Kerapatan Plankton:
( a.1000) c N L
catatan : N = kerapatan plankton per liter a = rerata cacah plankton dari semua hitungan dalam SRCC 3
(Sedgwick Rafter Counting Cell ) dengan kapasitas 1 mm c = volume air saring (cc) L = volume air asli yang disaring (liter)
Indeks Keanekaragaman :
H’ = -
pi log pi
catatan : pi = n/N n = jumlah individu suatu jenis N = jumlah individu seluruh jenis
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-31
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.1.2. Benthos 1) Metode pengumpulan data Sampel yang akan dicuplik dilakukan secara purposive random sampling dari perairan di sekitar rencana kegiatan dengan menggunakan Eikman grap, dengan mengikuti prosedur standar. Benthos yang telah diambil dari badan air, selanjutnya dipisahkan dari tanah dengan cara menyaringnya agar bebas dari kotoran dan lumpur atau pasir. Setelah benthos dipisahkan dari tanah, selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik atau botol koleksi serta diberi pewarnaan terlebih dahulu menggunakan easin atau lugol dan diawetkan dengan formalin 4% untuk diidentifikasikan di laboratorium. 2) Metode analisis data Analisis data benthos dilakukan dengan menelaah kelimpahan dan indeks keanekaragaman menggunakan indeks diversitas Shannon-Wiener.
3.1.2.1.3. Nekton 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data ikan, udang dll didasarkan pada pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan pencari ikan atau nelayan dan melakukan wawancara langsung dengan masyarakat setempat. Selain itu dilengkapi dengan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Banggai. 2) Metode analisis data Data jenis-jenis ikan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah kemungkinan adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat.
3.1.2.2. Biota Air Laut 3.1.2.2.1. Terumbu Karang Terumbu karang yang diamati terletak di sekitar dermaga di lepas pantai Lokasi Kilang LNG kurang lebih sepanjang 1 km dari garis pantai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-32
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1) Metode pengumpulan data Untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, akan dilakukan penyelaman pada kedalaman 3 m dan 10 m. Metode yang digunakan adalah metode transek garis (English at
all, 1994), transek garis sejajar pantai sepanjang 100 m, jenis karang diamati berdasarkan bentuk hidupnya dan penutupan area. Pengumpulan data ini dilakukan oleh 1 kelompok penyelam yang terdiri dari 4 orang (1 orang membuat transek, 2 orang mengamati dan 1 orang mengatur dari atas perahu). Pengamatan terumbu karang ini didasarkan pada pertimbangan rencana adanya jalur pipa lepas pantai yang kemungkinan akan melewati habitat terumbu karang yang dapat menyebabkan matinya terumbu karang dan terganggunya kehidupan biota laut lainnya. 2) Metode analisis data Terumbu karang dianalisis berdasarkan kategori bentuk hidup karang dan prosentase penutupan area untuk menentukan kondisi terumbu karang.
Persentase penutupan
panjang total setiap kategori bentuk hidup Panjang transek
x 100%
Hasil analisis penutupan karang dimasukkan ke dalam skala kualitas lingkungan penutupan terumbu karang modifikasi dari Kep.Men. LH 04/2001.
Tabel 3.18. Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang Skala
Kualitas Lingkungan
% Penutupan Terumbu Karang
1
Sangat buruk
0 – 12,9
2
Buruk
13 – 24,9
3
Sedang
25 – 49,9
4
Baik
50 – 74,9
5
Sangat baik
75 – 100
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-33
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.2.2. Nekton 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data ikan didasarkan pada pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan pencari ikan atau nelayan dan melakukan wawancara langsung dengan masyarakat setempat. Selain itu dilengkapi dengan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Banggai. 2) Metode analisis data Data jenis-jenis ikan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah kemungkinan adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. 3.1.2.3. Vegetasi Alami dan Budidaya Pengamatan vegetasi di dalam dan sekitar tapak GPF, BS, Kilang LNG dan sumur, dan jalur pipa beradasarkan azas keterwakilan vegetasi, seperti hutan, mangrove, perkebunan, persawahan, pekarangan. Pada setiap daerah pengamatan akan dibuat 6 titik sampling pada tapak kegiatan. Dasar pengambilan sampel di sekitar lokasi kegiatan adalah hilangnya flora di sekitar kawasan tersebut apabila rencana kegiatan telah berlangsung. Pada jalur pipa
juga akan dilakukan
pengamatan tanpa plot, terutama pada jalur yang berada di daerah persawahan ataupun kebun campur. Penentuan pengambilan sampel di sekitar jalur pipa adalah sebagai perwakilan vegetasi hutan, mangrove, kebun, pekarangan dan persawahan.
1) Metode pengumpulan data Pengambilan/pengumpulan data vegetasi diperoleh dengan menggunakan teknik plot
quadrat sampling . Ukuran kuadrat 10 x 10 m untuk strata pohon. Adapun penempatan kuadrat tersebut ditentukan secara sistematik random sampling . Pengamatan terhadap tanaman budidaya dilakukan dengan inventarisasi, pengamatan langsung dan wawancara tentang jenis tanaman yang dibudidayakan masyarakat di wilayah studi.
2) Metode analisis data Data-data flora dianalisis untuk mengetahui indeks diversitas, frekuensi, kerapatan dan nilai penting. Parameter yang ditelaah meliputi : 1) Indeks diversitas/keanekaragaman untuk komunitas flora darat dan mangrove. Indeks diversitas diketahui melalui rumus indeks menurut Shannon – Wiener:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-34
PT. PERTAMINA EP - PPGM
H’ =
catatan :
pi log pi
pi = n/N n = jumlah individu suatu jenis N = jumlah total individu seluruh jenis
Jumlah pot dimana spesies hadir 2) Frekuensi Jumlah total plot yang disampel Jumlah individu 3) Kerapatan Area cuplikan 4) Nilai Penting (NP) = Frekuensi relatif (FR) + Kerapatan relatif (DR) Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskripsif sehingga dapat disimpulkan kualitas lingkungan flora di lokasi kegiatan dan sekitarnya. 3.1.2.4. Satwa Liar 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data jenis-jenis satwa liar (anggota kelas Mammalia, Aves dan Reptilia) dilakukan dengan pengamatan langsung (dengan bantuan teropong binokuler) dan tidak langsung (jejak, kotoran, bagian tubuh yang ditinggalkan, wawancara) dan atau dengan menggunakan data sekunder. Parameter yang akan ditelaah terdiri dari: a) Kekayaan jenis Untuk mengetahui kekayaan jenis satwa liar di lokasi kegiatan dan sekitarnya, diperlukan
pemahaman
pengenalan
jenis/spesies
berdasarkan
hasil
identifikasi.
Identifikasi jenis satwa liar dapat dibantu dengan buku identifikasi satwa liar: mammal, burung dan reptil. b) Tingkat kelimpahan jenis Tingkat kelimpahan jenis akan dibedakan menjadi banyak, sedang, dan sedikit. 2) Metode analisis data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah adanya jenis-jenis yang dilindungi atau nilai lain bagi masyarakat sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-35
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.19. Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen Biologi Parameter A. Biota Air Tawar 1. Plankton Kelimpahan Diversitas/keanekaragaman
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Peralatan
Purposive Random Sampling Total Strip Counting
Indeks Diversitas Deskriptif Analisis
Plankton net
Purposive Random Sampling
Indeks Diversitas Deskriptif Analisis
Eikman grap
3. Ikan Diversitas/keanekaragaman B. Biota Air Laut 1. Terumbu karang Prosentase luas tutupan karang yang hidup
Inventarisasi Wawancara
Deskriptif Analisis
Daftar pertanyaan
Transek garis
Analisis Prosentase GPS luas tutupan karang Roll meter yang hidup
2. Ikan Diversitas/keanekaragaman
Inventarisasi Wawancara
Deskriptif Analisis
2. Benthos Kelimpahan Diversitas/keanekaragaman
C. Vegetasi Alami dan Budidaya 1. Flora alam (liar) Kerapatan Diversitas/keanekaragaman
Inventarisasi Ploting
2. Tanaman budidaya Diversitas/keanekaragaman
Inventarisasi Wawancara
D. Satwa Liar 1. Fauna liar Kelimpahan Diversitas/keanekaragaman 2. Hewan budidaya Diversitas/keanekaragaman
Daftar pertanyaan
Indeks Diversitas Kerapatan pohon Deskriptif Analisis Deskriptif Analisis
Kuadrat plot Roll meter
Inventarisasi Pencacahan Index Point Abudance
Deskriptif Analisis
Teropong binokular Hand counter
Inventarisasi Wawancara
Deskriptif Analisis
Daftar pertanyaan
Daftar pertanyaan
3.1.3. Komponen Sosial a. Jenis data dan penentuan responden Penelitian AMDAL aspek sosial rencana kegiatan PT. PERTAMINA EP – PPGM ini mengacu pada Kep.Ka BAPEDAL No. 299/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan AMDAL. Data yang diperlukan komponen sosial ekonomi dan budaya dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara secara terarah/terfokus dengan menggunakan pedoman wawancara
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-36
PT. PERTAMINA EP - PPGM
(interview guidance). Responden ditentukan dengan metode purposive random sampling . Menurut Paton (1990), purposive sampling umumnya digunakan untuk penelitian kualitatif, dimana pemilihan responden lebih didasarkan pada kriteria khusus dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta kurang menekankan pada sifat representativitas dalam
pengambilan sampel. Responden yang diambil meliputi anggota masyarakat dari berbagai kelompok, seperti tokoh formal dan informal, para pemuda, wanita dan ibu rumah tangga serta kelompok-kelompok profesi atau matapencaharian. Adapun data sekunder diperoleh dari instansi terkait di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. b. Penentuan lokasi sampel Penentuan lokasi sampel untuk pelaksanaan wawancara dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling, dengan mempertimbangkan pada kategori-kategori wilayah yang diprakirakan akan terkena dampak baik pada aspek fisik, biologi, maupun sosial budaya dari adanya rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok. Selengkapnya rencana pengambilan sampel komponen sosial disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.20. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial Komponen Lingkungan/ Parameter 1. Demografi (kependudukan)
2. Sosial Ekonomi Kesempatan kerja
Kesempatan berusaha Pendapatan penduduk
Perekonomian lokal
Lokasi
Jumlah Sampel
Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
200 responden
Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
200 responden
Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
50 responden
Kantor Kecamatan dan Kantor Dispenda Kabupaten
-
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
200 responden
Dasar Penentuan Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akan terkena dampak langsung dari kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dan nelayan. Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akan terkena dampak langsung dari kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dan nelayan. Umumnya kesempatan usaha banyak berkembang di lokasi-lokasi strategis Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akan terkena dampak langsung dari kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dan nelayan. Sumber data aktivitas ekonomi tingkat kecamatan dan kabupaten
III-37
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.20. Lanjutan Komponen Lingkungan/ Parameter 3. Sosial Budaya Proses sosial
Lokasi
Jumlah Sampel
Dasar Penentuan
Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
200 responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akan terkena dampak langsung dari kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dan nelayan.
Sikap dan persepsi Desa-desa di wilayah masyarakat Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
200 responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akan terkena dampak langsung dari kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai petani dan nelayan.
Parameter, metode pengumpulan dan analisis data demografi, sosial ekonomi dan budaya adalah sebagai berikut.
3.1.3.1. Demografi Data kependudukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada masyarakat yang diprakirakan terkena dampak kegiatan. Data sekunder diperoleh melalui data statistik di kecamatan dan kabupaten yang menjadi lokasi rencana kegiatan. Adapun parameter kependudukan yang diteliti meliputi: Struktur penduduk (kelompok umur menurut jenis kelamin, mata pencaharian dan tingkat pendidikan) serta kepadatan penduduk Perkembangan penduduk khususnya pertumbuhan penduduk Mobilitas penduduk yang meliputi migrasi keluar/masuk, pola migrasi dan pola persebaran penduduk Tenaga kerja, meliputi angkatan kerja dan tingkat pengangguran Metode analisis data kependudukan yang bersifat kuantitatif dilakukan dengan analisis statistik, sedangkan yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode analisis data demografi bersifat kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan menggunakan beberapa rumus:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-38
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a)
Rumus kepadatan penduduk: Kp
b)
Jumlah penduduk (jiwa) Luas wilayah (km 2 )
X 100%
Rumus pertumbuhan penduduk t
Pt = Po (l + r)
Dimana : Po = jumlah penduduk tahun ke 0/awal perhitungan (jiwa) Pt = jumlah penduduk tahun ke-t/akhir perhitungan (jiwa) t = jangka waktu antara Po dan Pt (tahun) r = rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun selama t tahun (%) c) Sex ratio
Sex ratio
Jumlah penduduk laki - laki Jumlah penduduk perempuan
x 100%
3.1.3.2. Sosial Ekonomi Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan melalui data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi data monografi, data statistik pada instansi terkait di daerah yang diteliti. Data primer diperoleh dengan cara wawancara secara langsung terhadap masyarakat di daerah sekitar proyek dan pada kegiatan-kegiatan ekonomi di lapangan. Adapun parameter sosial ekonomi yang akan diteliti meliputi: Ekonomi rumah tangga terdiri dari: (a) tingkat pendapatan, (b) pola nafkah ganda. Ekonomi sumber daya alam yang terdiri dari : (a) pola pemanfaatan sumberdaya alam, (b) pola penggunaan lahan. Perekonomian lokal yang terdiri dari: (a) kesempatan kerja dan berusaha, (b) jenis dan jumlah aktivitas ekonomi nonformal, (c) pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, (d) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (e) aksesibilitas wilayah, (f) fasilitas umum dan fasilitas sosial. Analisis data sosial ekonomi yang bersifat kuantitatif akan dilakukan dengan analisis statistik, sedangkan yang bersifat kualitatif akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Beberapa rumus yang digunakan dalam analisis data sosial ekonomi adalah sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-39
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a) Angka beban ketergantungan ( Dependency Ratio) = Jumlah penduduk yang tidak produktif (15– + 65+) Jumlah penduduk usia produktif (15 – 64) dimana:
DR P15P65+ P15-64 K
= = = = =
x
K
angka beban tanggungan (%) jumlah penduduk usia 0–14 tahun jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas jumlah penduduk usia 15–64 tahun konstanta (100) (Nurdini, 1981)
b) Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) = Angkatan kerja Penduduk berumur 15 th+
x
100
Angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang selama seminggu sebelum pencacahan telah bekerja atau punya pekerjaan, tetapi untuk sementara waktu tidak bekerja dan mereka yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. c) Pendapatan I = TR .......................(dari sudut penerimaan) dimana : I = pendapatan (income ) TR = penerimaan total (total revenue) I = C + S + i ................. (dari sudud pengeluaran) dimana: I C S I
= = = =
Penerimaan (income) Konsumsi (consumption ) Tabungan (saving) investasi
d) Tingkat produktivitas tenaga kerja Nilai tambah Produk Domestik Bruto (PDB) Jumlah penduduk yang menghasilkan nilai tambah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-40
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.3.3. Sosial Budaya 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data sosial budaya dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian sosial budaya yang pernah dilakukan di wilayah yang menjadi lokasi proyek, serta buku-buku referensi yang menunjang penelitian ini. Data primer diperoleh melalui penelitian di lapangan yang meliputi observasi dan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guidance) terhadap responden dan melakukan wawancara secara mendalam yang terarah/terfokus (indepth
interview) terhadap beberapa informan kunci (key person) seperti tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama yang dianggap sangat berpengaruh dalam masyarakat. Adapun parameter sosial budaya yang akan diteliti adalah: Kebudayaan masyarakat setempat yang meliputi : (a) adat istiadat, (b) nilai dan norma budaya. Proses sosial dalam masyarakat yang meliputi: (a) proses asosiatif (kerjasama),
(b)
proses disosiatif (konflik sosial), (c) akulturasi, (d) asimilasi dan integrasi, (e) kohesi sosial. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan. 2) Metode analisis data Metode analisis data sosial budaya dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang mendasarkan pada pengamatan data yang ada di lapangan serta data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada responden. Selain itu, diperoleh data dari hasil wawancara terarah yang dilakukan terhadap beberapa informan kunci, serta dengan menggunakan metode analogi yang mendasarkan pada data referensi hasil
penelitian
mengenai topik serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Untuk data yang bersifat kualitatif, analisis data akan disajikan dalam bentuk deskripsi dan untuk data yang bersifat kuantitatif, data akan disajikan dalam bentuk tabulasi. Secara rinci jenis komponen lingkungan sosial yang akan diteliti beserta metode pengumpulan dan analisis datanya disajikan pada Tabel 3.21.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-41
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Parameter 1. Demografi Kependudukan 2. Sosial Ekonomi Kesempatan kerja dan berusaha Kesempatan berusaha Pendapatan masyarakat Pendapatan daerah
3. Sosial Budaya Nilai dan norma budaya masyarakat setempat
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Observasi/pengamatan lapangan, wawancara, pengumpulan data sekunder
Kualitatif dan kuantitatif
Wawancara, penelusuran data dan informasi
Kualitatif dan kuantitatif
Wawancara, penelusuran data dan informasi Wawancara, pengumpulan data sekunder
Kualitatif dan kuantitatif
Penelusuran data dan informasi
Kualitatif dan kuantitatif
Kualitatif dan kuantitatif
Pengumpulan data sekunder
Kualitatif
Proses sosial
Wawancara, penelusuran data dan informasi
Kualitatif
Sikap dan persepsi
Wawancara, penelusuran data dan informasi
Kualitatif
masyarakat
Sedangkan dalam menentukan skoring untuk kualitas lingkungan hidup sebelum dan sesudah terkena dampak digunakan pedoman yang didasarkan pada dua sumber atau referensi. Referensi pertama yaitu yang bersumber dari parameter-parameter baku yang sudah dipublikasikan secara umum dan memiliki nilai legalitas (seperti dari BPS, Depkes, WHO, dan sebagainya).
Referensi kedua untuk aspek-aspek sosial yang parameternya belum ada
ketentuan atau ukuran resminya
ditentukan dengan mengacu pada konsep-konsep ilmu
sosial dan dianalogikan dengan kegiatan sejenis yang pernah ada namun disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat dimana rencana kegiatan ini akan berlangsung.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-42
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat Data komponen kesehatan masyarakat meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan pengamatan lapangan. Jumlah dan kriteria responden ditetapkan sama dengan komponen sosial ekonomi dan budaya. Sementara itu data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Puskesmas dan rumah sakit setempat. Dengan mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor: KEP-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, metode pengumpulan dan analisis data adalah sebagai berikut. 1) Metode pengumpulan data Pengumpulan data akan dilakukan melalui: observasi/pengamatan lapangan wawancara dengan menggunakan kuesioner wawancara mendalam ( indepth interview ) terhadap informan kunci penelusuran data dan informasi tentang kondisi kesehatan masyarakat setempat pengumpulan data sekunder. Macam data yang dikumpulkan meliputi: pola penyakit, status gizi, pembiayaan kesehatan, macam pelayanan kesehatan, sarana sanitasi (jamban, sarana pengolahan air limbah), kondisi sanitasi lingkungan, macam penyakit menular yang ada, air bersih dan atau air sumur penduduk, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat baik preventif maupun kuratif dan aspek-aspek kependudukan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Instrumen penelitian (kuesioner) dibuat secara khusus dan selanjutnya digabung bersama kuesioner sosial-ekonomi dan budaya. Data kualitatif diambil sendiri oleh peneliti yang bergabung bersama aspek sosial-budaya. Tabel 3.22. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat Parameter
Lokasi
1. Sanitasi lingkungan Desa-desa di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui 2. Tingkat kesehatan Desa-desa di wilayah masyarakat Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jumlah Dasar Penentuan Sampel 200 Mengetahui kondisi sanitasi lingkungan responden secara umum di wilayah studi 200 Mengetahui kondisi kesehatan masyarakat responden dan tingkat pelayanan kesehatan secara umum
III-43
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Metode analisis data Data dianalisis dengan metode analisis dampak kesehatan lingkungan dan epidemiologi diantaranya melalui: (1) statistik sederhana, (2) deskriptif evaluatif, dan (3) pedoman resmi (formal) yang sesuai dengan kepentingannya (misalnya mengenai status gizi balita, tingkat kematian bayi, sumberdaya kesehatan, dan lain sebagainya). Tabel 3.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat Parameter
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Keterangan
1. Sanitasi lingkungan
Observasi/pengamatan lapangan, wawancara, pengumpulan data sekunder
Metode analisis dampak Analisis dilakukan secara kesehatan lingkungan, kualitatif dan kuantitatif metode epidemiologi
2. Tingkat kesehatan masyarakat
Observasi/pengamatan lapangan, wawancara, penelusuran data dan informasi, pengumpulan data sekunder
Metode analisis dampak Analisis dilakukan secara kesehatan lingkungan, kualitatif dan kuantitatif metode epidemiologi
Peta Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Geo-Fisik-Kimia, Biologi, Sosial dan Kesehatan Masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan ringkasan metode pengambilan data dan lokasi pengambilan data disajikan pada Tabel 3.24.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-44
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.3. Peta Rencana Pengambilan Sampel
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-45
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Komponen/Paramater Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi Pengambilan Data No 1
2
Komponen Lingkungan Iklim
Kualitas Udara
Parameter
Metode/ Sumber Data
Fisiografi dan Morfologi
Jumlah Sampel
Curah hujan Suhu udara
Tabulasi/diagram Tabulasi/diagram
Kelembaban nisbi udara
Tabulasi/diagram
Angin
Winrose
SO2
Pararosanilin
Rain gauge 1 paket (data curah Thermometer udara hujan,suhu udara, kelembaban udara dan angin diambil dari Hygrometer Pencatatan arah dan Stasiun Klimatologi Bandara Luwuk kecepatan angin tersebut Spektofotometer
NO2
Salzman
Spektofotometer
CO
3
Alat
NDIR Analyzer
Debu (TSP)
Gravimetri
Dust level sampler
PM10
Gravimetri
Dust level sampler
Kebisingan
Pembacaan langsung
Sound level meter
Ketinggian tempat
Pengukuran langsung Peta Rupa Bumi Ind Bakosurtanal
GPS Peta topografi
Topografi
Observasi Peta Rupa Bumi Ind Bakosurtanal
Peta topografi dan Visual
Kemiringan lahan
Pengukuran langsung Peta Rupa Bumi Ind Bakosurtanal
Kompas Geologi (Suncto)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
12 titik sampling
1 paket (dalam satu lokasi sampel diukur ketinggian tempat, kondisi topografi dan kemiringan lereng)
III-46
Lokasi
Stasiun Klimatologi Bubung Luwuk/Toili
Alasan Penetapan Titik Sampel Karena satu-satunya stasiun klimatolagi terdekat di dalam wilayah studi, maka stasiun klimatologi tersebut dipilih sebagai referensi data iklim daerah penelitian
Akan diambil di beberapa tempat seperti: Kilang LNG Padang dan Uso, GPF Kayowa, BS (Minahaki, Sukamju, Donggi, Maleoraja dan Matindok), Jalur pipa BS Donggi-BS Matindok, Jalur pipa unit XII desa Tirtasari, Jalur pipa diunit II Desa Arga Kencana dan jalur pipa di persawahan Kintom
Titik sampling merepresentasikan lokasi alternatif Kilang LNG Padang dan Uso, Gas Processing Facilities (GPF) di Kayowa, Block Station (BS) di Minahaki, Sukamaju, Donggi, Maleoraja, Matindok dan jalur-jalur pipa
Rencana lokasi tapak GPF (BS, LNG, sumur, dan jalur pipa
Lokasi tersebut dapat mewakili kondfisi fisiografi dan morfomologi daerah penelitian.
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 4
Komponen Lingkungan Geologi dan hidrogeologi
Parameter Geologi regional
Metode/ Sumber Data
Membaca dan interpretasi Pancaindra mata
Peta Geologi Bersistem Lembar Batui (GTL Bandung) Geologi lokal
Observasi
Kegempaan
Wawancara dengan
Hidrogeologi
Pengukuran kedalaman
Sifat tanah
Kompas geologi, palu geologi
Jumlah Sampel
Meteran panjang (midfer)
Sifat kimia
Sampling di lapangan
Cangkul, kantong plastik
Sifat fisika
Sampling di lapangan
Cangkul, capper ring
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lokasi
1 paket Wilayah studi (Jenis batuan, struktur geologi : lipatan, sesar, pola sesar) 1 paket (jenis batuan, struktur geologi meliputi, rekahan, sesar, lipatan dll)
Peta Gempa, dan 200 responden di penduduk setempat wawancara dengan sekitar tapak kegiatan Peta sumber gempa di penduduk Indonesia (GTL Bandung) sumur gali, Wawancara dgn penduduk, Peta hidrogeologi (GTL Bandung)
5
Alat
Rencana lokasi tapak kegiatan GPF (BS, LNG, sumur, jalur pipa
Observasi secara overview didasarkan pada bagaimana kondisi geologi ditempat tersebut yang dimungkinkan akan berpengaruh terhadap kegiatan proyek Desa-desa di wilayah Pemilihan didasarkan pada penelitian dengan penduduk keberadaan masyarakat yang yang sudah lama bertempat pernah terkena gempa tinggal d itempat tersebut.
1 paket (± 25 sumur Sumur penduduk di desapenduduk) pada kondisi desa sekitar rencana lokasi topografi berbeda. tapak proyek
6 sampel
Alasan Penetapan Titik Sampel Tidak mendasarkan sampel tetapi overview fenomena geologi seluruh wilayah di daerah penelitian
Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana fluktuasi air tanah antara musim penghujan dan musim kemarau, di tempat tersebut.
Di sekitar jalur pipa dan Pengambilan sampel beberapa titik sekitar lokasi didasarakan pada perbedaan pemboran jenis tanah yang berkembang di daerah penelitian.
III-47
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 6
Komponen Lingkungan Erosi Tanah
Parameter Erosivitas hujan Erodibilitas tanah Kelerengan Penutupan dan
Metode/ Sumber Data
Alat
Sampling di lapangan
Belati, kantong plastik, capper ring
Pengamatan Penggambaran sistem
Peta kerja, current meter, pelampung (floater), arloji dan stop watch
Jumlah Sampel 3 sampel
Lokasi Daerah berlereng di sekitar jalur pipa dan lokasi sumur pemboran
Alasan Penetapan Titik Sampel Pada morfologi dan penutup lahan yang berbeda yaitu hutan, semak dan ladang
pengelolaan tanah 7
Drainase dan irigasi, debit
Pola aliran Jaringan irigasi Kecepatan arus
1 paket
Seluruh areal studi (representatif)
Karena kondisi drainase merupakan satu kesatuan hasil proses antara hujan, karakteristik fisiografi daerah, vegetasi penutup dan sifat batuan/tanah dalam suatu areal tertentu.
1 paket
Wilayah laut yang masuk pada batas wilayah studi untuk rencana pemilihan dermaga
Data sekunder yang ada sudah dimaksudkan untuk pemilihan rencana lokasi dermaga (Uso dan Padang)
Pasang-surut
Hasil penelitian sebelumnya (Baseline Study Rencana Papan skala (AWLR) 1 paket Proyek Pengembangan Gas Matindok Sulawesi Tengah)
Wilayah laut yang masuk pada batas wilayah studi untuk rencana pemilihan dermaga
Data sekunder yang ada sudah dimaksudkan untuk pemilihan rencana lokasi dermaga (Uso dan Padang)
Gelombang
Hasil penelitian sebelumnya Jalon, meteran, (Baseline Study Rencana stopwatch Proyek Pengembangan Gas Matindok Sulawesi Tengah)
Wilayah laut yang masuk pada batas wilayah studi untuk rencana pemilihan dermaga
Data sekunder yang ada sudah dimaksudkan untuk pemilihan rencana lokasi dermaga (Uso dan Padang)
(penampang sungai)
drainase & irigasi Pengukuran kecepatan
arus & luas penampang, pengolahan data hujan, rumus emperis 8
Hidro-oseanografi Batimetri
Hasil penelitian sebelumnya Peta Batimetri (Baseline Study Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok Sulawesi Tengah)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
1 paket
III-48
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No
9
10
Komponen Lingkungan
Kualitas air tawar
Kualitas air laut
Parameter
Metode/ Sumber Data
Alat
Jumlah Sampel
Lokasi
Alasan Penetapan Titik Sampel Data sekunder yang ada sudah dimaksudkan untuk pemilihan rencana lokasi dermaga (Uso dan Padang)
Arus
Hasil penelitian sebelumnya Current meter (Baseline Study Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok Sulawesi Tengah) Dan hasil data pengukuran sebelumnya dari instansi lain (data sekunder)
1 paket
Wilayah laut yang masuk pada batas wilayah studi untuk rencana pemilihan dermaga
Sifat fisik air
Pengukuran langsung di lapangan
Termometer, eikman grab
9 titik sampel
Koordinat lokasi disajikan pada Dok. ANDAL
Sifat kimia air
Pengambilan sampel langsung dan analisis laboratorium
Botol sampel, pH meter, perangkat titrasi water sampler, eikman grap
Sifat fisik air
Pengukuran langsung di lapangan
Termometer, seichi 6 titk sampel disk
Rencana Dermaga Padang (AL-1, AL-2, AL-3) dan
Sifat kimia air
Pengambilan sampel langsung dan analisis laboratorium
Botol sampel, ph meter, perangkat titrasi water sampler
Rencana Dermaga Uso (AL-4, kompleks Kilang LNG di AL-4, dan AL-5) Padang atau Uso
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-49
Titik sampling merepresentasikan lokasi air sungai terdekat di sekitar BS, Kilang LNG; perwakilan sungai terpotong oleh jalur pipa dari BS-Kilang LNG dan air sumur penduduk yang terdekat dengan lokasi alternatif kilang LNG di Padang dan Uso serta jalur pipa Badan air laut terdekat di di sekitar alternatif dermaga
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 11
Komponen Parameter Lingkungan Transportasi darat Gangguan kelancaran lalulintas
Gangguan keselamatan pengguna jalan
12
Kualitas air laut
Metode/ Sumber Data
Alat
Jumlah Sampel
Lokasi
Pengukuran kepadatan lalu Tally Counter lintas jalan raya
1 paket (jumlah dan jenis kendaraan, kecepatan rata-rata)
Ruas jalan provinsi dari Desa Uso sampai dengan Karyamakmur (Toili Barat)
Data sekunder angka kecelakaan jalan raya
1 paket (jalan retak, aspal mengelupas, tanah ambles, jalan terputus dan lainnya)
Jalan raya dimana kemungkinan terjadi gangguan lalulintas
Data sekunder dari DLLJR Kab. Banggai & Polsek Kec. Toili Barat, Toili; Batui
Kerusakan jalan raya dan Pengamatan langsung jembatan kondisi perkerasan jalan
Visual
Pengotoran jalan
Pengamatan langsung kondisi perkerasan jalan
Visual
Sifat fisik air
Pengukuran langsung di lapangan
Termometer, seichi 6 titk sampel disk
Sifat kimia air
Pengambilan sampel langsung dan analisis laboratorium
Botol sampel, ph 6 titk sampel meter, perangkat titrasi water sampler
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alasan Penetapan Titik Sampel Dengan mengetahui kondisi kepadatan lalulintas pada suatu segmen jalan sudah dapat digunakan untuk memprediksi kepadatan lalulintas pada seluruh badan jalan tersebut. Pada jalan yang dilalui langsung kendaraankendraan proyek milik PT Pertamina
Ruas jalan provinsi dari Desa Uso sampai dengan Karyamakmur (Toili Barat)
III-50
Pada jalan yang dilalui langsung kendaraankendaraan proyek milik PT Pertamina Ruas jalan provinsi dari Pada jalan yang dilalui Desa Uso sampai dengan langsung kendaraanKaryamakmur (Toili Barat) kendaraan proyek milik PT Pertamina Rencana Dermaga Padang Badan air laut terdekat di di (AL-1, AL-2, AL-3) dan sekitar alternatif dermaga rencana Dermaga Uso (AL-4, kompleks Kilang LNG di AL-4, dan AL-5) Padang atau Uso Rencana Dermaga Padang (AL-1, AL-2, AL-3) dan rencana Dermaga Uso (AL-4, AL-4, dan AL-5)
Badan air laut terdekat di di sekitar alternatif dermaga kompleks Kilang LNG di Padang atau Uso
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 13
14
Komponen Lingkungan Biota air laut
Biota darat
Parameter
Metode/ Sumber Data
Alat
Jumlah Sampel
Terumbu karang
Pengamatan langsung di Peralatan 3 titik sampel lapangan, Peta Dinas Hidro snorkeling/ SCUBA, -oseanografi TNI AL/ Peta GPS LPI Bakosurtanal
Nekton
Wawancara langsung dengan masyarakat, data dinas terkait (Dinas Perikanan) Pengamatan/pengukuran metode kuadrat/jalur berpetak pada transek lokasi sampel
Vegetasi alami dan budaya
Satwa liar
Observasi, pengamatan burung dengan metode IPA & wawancara tentang keberadaan satwa liar endemik/dilindungi
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
3 titik sampel
Peta kerja, GPS, 14 titik sampel tambang berskala, pH band, hagameter, parang, teropong bino, counter & tally sheet 14 titik pengamatan
III-51
Alasan Penetapan Titik Sampel Badan air laut terdekat di Lokasi sampel berada di sekitar sumur lepas pantai sekitar kegiatan sehingga sekitar dermaga di kompleks diprakirakan akan berdampak Kilang LNG (sesuai dengan pada terumbu karang pengambilan sampel air laut); Wilayah laut yang masuk Lokasi sampel berada di pada batas wilayah studi sekitar kegiatan sehingga diprakirakan akan berdampak pada nekton Prinsip keterwakilan Lokasi pengambilan sampel ekosistem di area rencana tersebut terletak di sekitar tapak kegiatan (sumur bor, kegiatan. Apabila rencana BS, Kilang LNG, jalur pipa), kegiatan berlangsung misalnya hutan di SM dikhawatirkan akan Bangkiriang, HL Mangrove menyebabkan hilangnya flora atau berubahnya struktur vegetasi Prinsip keterwakilan Lokasi pengambilan sampel ekosistem di area rencana tersebut terletak di sekitar tapak kegiatan (sumur bor, kegiatan. Apabila rencana BS, Kilang LNG, jalur pipa), kegiatan berlangsung misalnya hutan di SM dikhawatirkan akan Bangkiriang, HL Mangrove berdampak pada fauna Lokasi
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 15
Komponen Lingkungan Sosial ekonomi dan budaya
Parameter
Metode/ Sumber Data
Alat
Jumlah Sampel
Alasan Penetapan Titik Sampel Desa-desa di sekitar tapak Desa-desa yang merupakan proyek (37 desa, lihat hal. II- konsentrasi penduduk dan 169) diprakirakan akan terkena dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM Lokasi
Kependudukan (struktur penduduk, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk)
Kuesioner dengan jumlah Kuesioner responden proporsional terhadap jumlah penduduk di desa dalam wilayah studi; Data BPS, Kantor Kecamatan – Kantor Desa
200 responden
Pola kepemilikan lahan; pendapatan masyarakat; kesempatan berusaha
Observasi wawancara Kuesioner terstruktur dengan responden (masyarakat, tokoh masyarakat) dengan jumlah responden ± 200 penduduk desa di wilayah studi
200 responden
Desa-desa di sekitar tapak Desa-desa yang merupakan proyek (37 desa, lihat hal. II- konsentrasi penduduk dan 169)) diprakirakan akan terkena dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM
Wawancara terstruktur dengan responden (masyarakat dan tokoh masyarakat)
Kuesioner
200 responden
Wawancara terstruktur dengan responden (masyarakat dan tokoh masyarakat)
Kuesioner
200 responden
Desa-desa di sekitar tapak Desa-desa yang merupakan proyek (37 desa, lihat hal. II- konsentrasi penduduk dan 169) diprakirakan akan terkena dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM Desa-desa di sekitar tapak Desa-desa yang merupakan proyek (37 desa, lihat hal. II- konsentrasi penduduk dan 169) diprakirakan akan terkena dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM
Proses sosial
Sikap dan persepsi masyarakat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-52
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan No 16
Komponen Lingkungan Kesehatan masyarakat
Parameter
Metode/ Sumber Data
Alat
Jumlah Sampel
Kondisi sanitasi lingkungan Observasi langsung Wawancara terstruktur dengan responden (masyarakat dan tokoh masyarakat)
Visual Kuesioner
200 responden
Tingkat kesehatan masyarakat (prevalensi penyakit, jenis-jenis penyakit, status gizi balita)
Data sekunder Kuesioner
200 responden
Observasi dan wawancara terstruktur dengan responden (masyarakat, tokoh masyarakat); Data Dinas Kesehatan, Puskesmas dan BPS
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-53
Alasan Penetapan Titik Sampel Desa-desa di sekitar tapak Desa-desa yang merupakan proyek (37 desa, lihat hal. II- konsentrasi penduduk dan 169) diprakirakan akan terkena dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM Desa-desa yang merupakan Desa-desa di sekitar tapak konsentrasi penduduk dan proyek (37 desa, lihat hal. II- diprakirakan akan terkena 169) dampak langsung dari kegiatan proyek PPGM Lokasi
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Distribusi titik sampel untuk semua komponen lingkungan disajikan pada Peta rencana Pengambilan sample (Hasil analisis data, terutama untuk parameter-parameter dari jenis-jenis dampak hipotetik dikonversi menjadi bentuk skala setelah dicocokkan dengan Tabel Skala Kualitas Lingkungan (Lampiran 12). Dalam tabel itu skala kualitas lingkungan hidup untuk masing-masing komponen lingkungan hidup dan dampak penting hipotetik ditetapkan ke dalam lima kelas yaitu: Kelas: 1 = kualitas lingkungan hidup sangat jelek 2 = kualitas lingkungan hidup jelek 3 = kualitas lingkungan hidup sedang 4 = kualitas lingkungan hidup baik 5 = kualitas lingkungan hidup sangat baik Selanjutnya, hasil analisis data yang telah ditelaah dikonversi ke dalam skala dituangkan dalam Tabel 3.25. Tabel 3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal Masing-masing Parameter Lingkungan yang Terkena Dampak No.
Komponen Lingkungan
Parameter
Hasil Analisis Data Pengukuran Lokasi Pengamatan
Skala Kualitas Lingkungan
KOMPONEN GEO-FISIK-KIMIA 1. Kualitas udara SO NO2 CO PM10 Debu (TSP) Kebisngan 2 Erosi tanah Erosivitas hujan Erodibilitas tanah Kelerengan Penutupan dan pengelolaan tanah 3 Drainase dan Pola aliran irigasi, debit Jaringan irigasi
Kecepatan aliran & luas penampang sungai
4
Kualitas air tawar
Sifat fisik air Sedimen Sifat kimia air 5 Kualitas air laut Sifat fisik air Sifat kimia air 6 Transportasi darat Kerusakan jalan dan jembatan Gangguan kelancaran lalulintas Gangguan keselamatan pengguna jalan Pengotoran jalan KOMPONEN BIOLOGI 1 Biota air tawar ID Plankton ID Benthos Kekayaan jenis nekton 2 Biota air laut Persentase penutupan terumbu karang Kekayaan jenis nekton 3 Biota darat Vegetasi alami Vegetasi budaya Kekayaan jenis satwa liar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-54
Ket.
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.25. Lanjutan No.
Komponen Lingkungan
Parameter
Hasil Analisis Data Pengukuran Lokasi Pengamatan
Skala Kualitas Lingkungan
Ket.
KOMPONEN SOSIAL 1 Sosial Kependudukan 2 Sosial Ekonomi
Kependudukan (struktur dan mobilitas penduduk) Pendapatan masyarakat Kesempatan berusaha 3 Sosial Budaya Proses sosial Sikap dan persepsi masyarakat KOMPONEN KESEHATAN MASYARAKAT 1. Sanitasi Tingkat sanitasi lingkungan lingkungan 2. Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan masyarakat masyarakat
3.2.
METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak Metode prakiraan dampak pada prinsipnya adalah untuk memprakirakan besaran dampak
(magnitude) dan tingkat kepentingan (important) dampak. Tabel 3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter Lingkungan Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik No Komponen Lingkungan 1. Kualitas Udara
2
Erosi Tanah
3
Drainase dan irigasi, debit
4
Kualitas air tawar
5
Kualitas air laut
6
Transportasi darat
Parameter SO NO2 CO PM 10 Debu (TSP) Kebisingan Erosivitas hujan, Erodibilitas tanah, Kelerengan, Penutupan dan pengelolaan tanah Pola aliran, Jaringan irigasi, Kecepatan arus Sifat fisik air Sifat kimia air Sifat fisik air Sifat kimia air Gangguan kelancaran lalulintas Gangguan keselamatan pengguna jalan Kerusakan jalan dan jembatan Pengotoran jalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Metode Prakiraan Besaran Dampak Matematik dan komparatif dengan analog kegiatan lain yang sama
Matematik: A = R.K.L.C.P.
Keterangan Analogi dengan kegiatan AMDAL Pengembangan Lapangan Gas Senoro dan Pemipaan Gas Senoro-Kintom Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah Adanya perubahan penutup lahan dan pengelolaan lahan berbeda akan menghasilkan besar erosi berbeda.
Professional Judgement, Komparatif Matematik Matematik Matematik Professional Judgement Komparatif dengan Analogi dengan kegiatan analog kegiatan lain AMDAL Pengembangan yang sama Lapangan Gas Senoro dan Pemipaan Gas Senoro-Kintom Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah
III-55
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.2.6. Lanjutan
7
Komponen Lingkungan Biota air tawar
8
Biota air laut
9
Biota darat
10
Sosial ekonomi dan budaya
11
Kesehatan Masyarakat
No
Parameter ID Plankton ID Benthos Kekayaan Jenis Nekton % penutupan terumbu karang Kekayaan jenis nekton Vegetasi alami Vegetasi budaya Kekayaan jenis satwa liar Kependudukan Pendapatan masyarakat Kesempatan berusaha Proses sosial Sikap dan persepsi masyarakat Kondisi sanitasi lingkungan Tingkat kesehatan masyarakat
Metode Prakiraan Besaran Dampak Professional Judgement dan analog dengan kegiatan sejenis
Keterangan Analogi dengan kegiatan AMDAL Pengembangan Lapangan Gas Senoro dan Pemipaan Gas Senoro-Kintom Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah;
Analogi dengan kegiatan AMDAL Pengembangan Lapangan Gas Senoro dan Pemipaan Gas Senoro-Kintom Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah; Professional Judgement Analogi dengan kegiatan AMDAL Pengembangan Lapangan Gas Senoro dan Pemipaan Gas Senoro-Kintom Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah; Professional Judgement
Berdasarkan metode (Tabel 3.26) tersebut di atas, akan dihasilkan kondisi masing-masing parameter lingkungan terprediksi yang selanjutnya dikonversi dalam bentuk skala. Besaran dampak setiap parameter yang dikaji diperoleh dengan menghitung selisih kualitas lingkungan hidup setiap kegiatan (proyek) berlangsung (KLp) dengan kualitas lingkungan hidup saat rona lingkungan hidup awal (mula-mula sebelum adanya proyek (KL RLA) atau
Besar prakiraan
dampak = KL p – KL RLA Angka prakiraan besaran dampak yang akan diperoleh antara 1 s/d 4, dengan pengertian: +/-1 = dampak positif/negatif kecil +/-2 = dampak positif/negatif sedang +/-3 = dampak positif/negatif besar +/-4 = dampak positif/negatif sangat besar Namun demikian penetapan besaran dampak tersebut di atas tidak terlalu kaku, khususnya untuk parameter tertentu yang diprakirakan akan melebihi baku mutu dan atau telah mendekati angka batas pada perubahan skala kualitas lingkungan. Selanjutnya hasil prakiraan besaran dampak di tuangkan dalam Tabel 3.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-56
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Komponen Rencana Kegiatan PraPasca No Komponen Lingkungan Konstruksi Operasi Konst Operasi 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 GEO-FISIK-KIMIA 1 Kualitas udara ambien -? -? +? 2 Kebisingan -? -? +? 3 Erosi tanah -? -? -? 4 Sistem drainase dan irigasi -? -? -? 5 Kualitas air permukaan -? -? -? -? -? +? 6 Kualitas air laut -? -? -? +? 7 Transportasi darat -? -? -? -? -? -? +? BIOLOGI 1 Vegetasi -? -? 2 Satwa liar -? -? -? 3 Biota air tawar -? -? -? -? -? 4 Biota air laut -? -? -? SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA 1 Kependudukan +? 2 Pola kepemilikan lahan -? 3 Pendapatan masyarakat +? +? +? +? +? +? +? +? +? -? 4 Kesempatan berusaha +? +? +? +? +? +? +? +? +? -? 5 Proses sosial -? -? -? -? -? -? 6 Sikap & persepsi masyarakat -? -? +? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -? KESEHATAN MASYARAKAT 1 Sanitasi lingkungan -? -? -? -? 2 Tingkat kesehatan masyarakat -? -? Keterangan: A. Tahap Prakonstruksi -? : diprakirakan berdampak negatif 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh +? : diprakirkaan berdampak positif 2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan 3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas C. Tahap Operasi 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Pemboran sumur pengembangan 3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa 4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat 5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS) 6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya 7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG) D. Tahap Pasca Operasi 1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG 2. Demobilisasi peralatan 3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-57
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak Sifat penting dampak akan ditetapkan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna “dampak penting”. Hal ini berarti bahwa tidak selalu yang hanya mempunyai dampak besar saja yang bersifat penting, tetapi dampak yang kecil pun dapat bersifat penting. Untuk mengetahui apakah dampak-dampak tersebut mempunyai sifat penting tertentu, maka dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor penentu dampak penting untuk selanjutnya dievaluasi bersama-sama dengan besaran dampak-dampak tersebut, untuk mengambil keputusan apakah dampak tersebut merupakan dampak besar dan penting agar dapat disimpulkan menjadi dampak lingkungan besar dan penting. Penentuan Tingkat kepentingan dampak dilakukan pada semua dampak-dampak hipotesis dengan mengacu pada kriteria penentu dampak penting sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yaitu: 1. Jumlah manusia yang terkena dampak 2. Luas wilayah persebaran dampak 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung 4. Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak 5. Sifat kumulatif dampak 6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Akan tetapi dalam penetapan tingkat kepentingan dampak secara umum, dalam kajian AMDAL ini akan relatif lebih konservatif dibanding penetapan berdasarkan SK Kep Bapedal No. 56 tahun 1994. Penetapan tingkat kepentingan dampak ini dikelompokkan kedalam dampak penting (P) dan tidak penting (TP). Pedoman penetapan tingkat kepentingan dampak apakah dampak tersebut penting (P) atau tidak penting (TP) didasarkan pada kriteria sebagai berikut. 1) Untuk jumlah manusia yang terkena dampak Kriteria P apabila terdapat > 25% manusia tidak mendapatkan memanfaatkan hasil/manfaat dari proyek. Kriteria TP apabila tidak jumlah manusia terkena dampak <25% dari manusia yang terkena dampak.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-58
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Luas wilayah persebaran dampak Kriteria P apabila luas dampak > 0,25 kali luas wilayah studi, karena setidak-tidaknya di daerah tersebut dalam luasan 0,25 dari luas wilayah studi pemanfaatan ruang cukup beragam sehingga tingkat kepentingannya tinggi, sehingga dampaknya sudah dianggap penting. Kriteria TP apabila luas dampak < 0,25 kali luas wilayah studi.
3) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Kriteria P apabila intensitasnya sama atau lebih besar daripada ambang batas baku mutu, dan atau dampak berlangsung tidak hanya sesaat. Kriteria TP apabila intensitasnya rendah (dibawah ambang batas baku mutu dan dampaknya berlangsung hanya sesaat). 4) Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak Kriteria P apabila ada komponen lain yang terkena dampak. Kriteria TP apabila tidak ada komponen lain yang terkena dampak. 5) Sifat kumulatif dampak Kriteria P apabila dampak akan terakumulasi. Kriteria TP apabila dampak tidak akan terakumulasi. 6) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Kriteria P apabila dampak tidak berbalik. Kriteria TP apabila dampak berbalik. Mengingat bahwa tujuan akhir pembangunan adalah untuk kepentingan manusia, maka dalam penetapan sifat penting dampak, parameter jumlah manusia terkena dampak diberi bobot 3. Mendasarkan pada batasan tersebut di atas maka pembobotan untuk setiap parameter penentu tingkat kepentingan dampak ditetapkan seperti disajikan pada Tabel 3.28.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-59
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak Nomor
Parameter Penentu Tingkat Kepentingan Dampak
Bobot
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
1x 1= 1
2
Luas wilayah persebaran dampak
1x 1 = 1
3
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
1x 1 = 1
4
Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak
1x 1 = 1
5
Sifat kumulatif dampak
1x 1 = 1
6
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
1x 1 = 1
Jumlah
6
Penentuan tingkat kepentingan dampak tersebut didasarkan pada jumlah faktor penentu dampak penting yang bersifat penting yaitu: 1) Apabila P ≥ 3 maka termasuk dalam katagori penting (P) 2) Apabila P ≤2 termasuk dalam katagori tidak penting (TP) Proses penentuan tingkat kepentingan dampak untuk masing-masing jenis dampak hipotetik disajikan dalam Tabel 3.29, sedangkan ringkasan hasilnya disajikan dalam Tabel 3.30.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-60
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Parameter Penentu Tingkat Kepentingan Dampak TAHAP RENCANA KEGIATAN
RENCANA KEGIATAN
JENIS DAMPAK PENTING HIPOTETIK
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Jumlah manusia terkena dampak (bobot 1)
Luas wilayah persebara n dampak (bobot 1)
Lama dan intensitas dampak (bobot 1)
Banyaknya komponen lain terkena dampak (bobot 1)
III-61
Sifat kumulatif dampak (bobot 1)
Berbalik/tida k berbalik nya dampak (bobot 1)
JUMLAH NILAI P
Kesimpulan
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah Komponen Rencana Kegiatan No
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2
Komponen Lingkungan
PraKonst 1 2
Konstruksi
Operasi
Pasca Operasi 1 2 3
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 GEO-FISIK-KIMIA P/TP P/TP P/TP Kualitas udara ambien P/TP P/TP P/TP Kebisingan P/TP P/TP P/TP Erosi tanah P/TP P/TP P/TP Sistem drainase dan irigasi P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Kualitas air permukaan P/TP P/TP P/TP P/TP Kualitas air laut P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Transportasi darat P/TP BIOLOGI P/TP P/TP Vegetasi P/TP P/TP P/TP Satwa liar P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Biota air tawar P/TP P/TP P/TP Biota air laut SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA P/TP Kependudukan P/TP Pola kepemilikan lahan P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Pendapatan masyarakat P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Kesempatan berusaha P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Proses sosial P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP Sikap & persepsi masyarakat P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP KESEHATAN MASYARAKAT P/TP P/TP P/TP P/TP Sanitasi lingkungan P/TP P/TP Tingkat kesehatan masyarakat Keterangan: A. Tahap Prakonstruksi 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh P = dampak penting 2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat TP= dampak tidak penting B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja 2. Pembukaan dan pematangan lahan 3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG 4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas C. Tahap Operasi 1. Penerimaan tenaga kerja 2. Pemboran sumur pengembangan 3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa 4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat 5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS) 6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya 7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG) D. Tahap Pasca Operasi 1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG 2. Demobilisasi peralatan 3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-62
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.3. METODE EVALUASI DAMPAK PENTING Tujuan dilakukan evaluasi dampak besar dan penting lingkungan akibat dari komponen kegiatan yang direncanakan adalah memutuskan/menentukan jenis dampak hipotetik yang akan dikelola, jenis dampak tersebut ditelaah secara holistik, dan memberikan arahan atau alternatif pengelolaannya. Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah non matrik yaitu dengan pendekatan deskriptif-kualitas berdasarkan informasi besaran dan tingkat kepentingan masing-masing jenis dampak penting hipotetik dengan bagan alir. Adapun keputusan tentang jenis dampak hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang termasuk kategori dampak penting yang dikelola (PK) yang ditetapkan berdasarkan dua kriteria sederhana berikut: a) Pada prameter linkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu: apabila tingkat kepentingannya (∑P) > 3 dan dampak negatif yang diprakirakan akan terjadi menyebabkan perubahan nilai pada parameter tertentu sehingga nilai itu akan melebihi baku mutu yang berlaku, maka kesimpulan dampaknya
termasuk kategori dampak
penting yang dikelola (PK). b) Pada prameter linkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan: Apabila (∑P) 3 dan besaran angka prakiraan dampak ≥ (+/-) 2, maka kesimpulan dampaknya masuk kategori dampak penting yang dikelola (PK). c) Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak penting dan tidak dikelola (TPK).
Diluar kedua kriteria di atas, kesimpulan hasil evaluasi adalah dampak tidak penting dan tidak dikelola (TPK). Bila dampak yang disimpulkan merupakan dampak penting yang dikelola (PK), maka dampak-dampak itulah yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Hasil evaluasi dampak besar dan penting disajikan dalam Tabel 3.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-63
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting TAHAP RENCANA KEGIATAN
JENIS DAMPAK PENTING HIPOTETIK
SUMBER DAMPAK
Baku Mutu Lingk
BESARAN DAMPAK (+/-)
JUMLAH BOBOT NILAI P
KEPUTUSAN/ KESIMPULAN HASIL EVALUASI (PK/TPK)
Kualitas udara ambien Kebisingan Erosi tanah Sistem drainase dan irigasi Kualitas air permukaan Kualitas air laut Transportasi darat Vegetasi Satwa liar Biota air tawar Biota air laut Kependudukan Pendapatan masyarakat Kesempatan berusaha Proses sosial Sikap dan persepsi masyarakat Sanitasi Lingkungan Tingkat Kesehatan masyarakat
Jenis dampak penting tersebut kemudian di telaah secara holistik yang dibantu dengan Bagan Aliran Dampak untuk mengetahui kecenderungan dengan menyajikan nilai kuantitatif dan kualitatif dari setiap besaran dan sifat kepentingan dalam bentuk uraian deskriptif secara satu kesatuan, yang dikelompokkan ke dalam tiga kajian, yaitu: Kelestarian fungsi ekologis, merupakan hasil pengkajian dari parameter fisik-kimia dan biologi yang terkena dampak besar dan penting; Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, merupakan hasil pengkajian dari parameter sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat; Kontribusi terhadap pembangunan daerah, merupakan kajian secara makro dimana kontribusi perusahaan terhadap pembangunan daerah sebagai konsekuensi dari diperolehnya ijin melakukan eksploitasi migas yaitu bersumber dari pembayaran pajak, pelaksanaan
community development, dan perimbangan penerimaan daerah dari produksi migas berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-64
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan hasil telaahan secara holistik atas jenis dampak besar dan penting dapat ditentukan berbagai alternatif atau arahan pengelolaannya dengan mempertimbangkan sumber penyebab dampak, lokasi atau kondisi lingkungan berlangsungnya dampak, dan besaran dampaknya. Sumber dampak dapat berupa suatu komponen kegiatan atau penyebab dampak yang bersumber dari jenis dampak yang lain. Berdasarkan arahan atau berbagai alternatif pengelolaan yang diusulkan akan dapat diperoleh dua informasi penting yaitu: Masukan untuk pengambilan keputusan atas kelayakan lingkungan dari Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM); Masukan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
III-65
PT. PERTAMINA EP - PPGM
4
BabPELAKSANA STUDI 4.1.
IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN AMDAL
4.1.1. Pemrakarsa A. Nama Perusahaan Nama Perusahaan:
PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor
Gedung Pertamina, Annex Lantai 9
:
Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia P.O. Box 1012 Jkt. Telp./ Fax.
:
( 021) 3816570/ (021) 3521992
B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Kegiatan Nama
:
M. Indra Kusuma
Jabatan
:
General Manager Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor
:
Gedung Pertamina, Annex Lantai 9 Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia P.O. Box 1012 Jkt.
Telp./ Fax.
:
(021) 3816570/ (021) 3521992
4.1.2. Identitas Penyusun AMDAL A. Nama dan Alamat Instansi Nama
:
Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
Alamat
:
Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara Yogyakarta 55281
E-mail
:
[email protected]
Telp.
:
(0274) 565722, 902410
Fax.
:
(0274) 565722
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
IV-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
B. Penanggung Jawab Studi Nama
:
Dr. Eko Sugiharto
Jabatan
:
Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
Alamat
Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara Yogyakarta 55281
E-mail
:
[email protected]
Telp.
:
(062-274) 565-722, 902-410
Fax.
:
(062-274) 565-722
C. Tim Pelaksana Studi AMDAL Tim pelaksana Studi AMDAL ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: ketua tim, koordinator bidang fisik kimia beserta beberapa orang anggota, koordinator bidang biologi dengan beberapa orang anggota, koordinator bidang sosial ekonomi dan budaya dengan beberapa orang anggota, koordinator bidang kesehatan masyarakat dengan seorang anggota dan beberapa narasumber. Susunan tim penyusun AMDAL selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL Jabatan
Nama
Nara Sumber
Ir. Subaryono, MA, PhD.
Ketua Tim
Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc.
Koordinator Bidang Drs. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc. Geofisik-Kimia Anggota Dr. rer. nat. Nurul Hidayat Aprilita, M.Si. Ir. Wahyu Widodo, M.T. Koordinator Bidang Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc. Biologi Asisten Utiyati, S.Si. Koordinator Bidang Drs. Dahlan H. Hasan, M.Si. Sos-Ek-Bud Anggota Supriadi, SH., M.Hum. Asisten Ir. Christina Lilies Sutarminingsih Koordinator Bidang Prof. Dr. Sugeng Yuwono Mardihusodo Kes. Mas. Asisten P. Sutrisno, S.Sos. Nara Sumber Ir. Subaryono, MA., Ph.D. Pemetaan/GIS Ahsan Nurhadi, S.Si.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
Sertifikat AMDAL
Keahlian Ahli Kepala,Lingkungan dan GIS (S3, 15 tahun) Ahli Kepala, Lingkungan (S2, 10 tahun) Ahli Kepala, Geomorfologi (S2, 10 tahun) Ahli Kimia (S3, 5 tahun)
A, B A, B A
Ahli Transportasi
A,B
Ahli Kepala, Lingkungan (S2, 10 tahun)
A, B
Asisten Biologi
A, B
Ahli Kepala, Sos.Ek.Bud (S2, 10 tahun)
A, B
Ahli Sos.Ek.Bud (S2)
A, B
Asisten Sos.Ek.Bud.
A, B
Ahli Kepala, Kes. Mas. (Guru Besar) Asisten Kes. Mas.
A, B
Ahli Kepala Lingkungan dan GIS (S3, 15 tahun) Pemetaan/GIS
A, B
IV-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
4.2. BIAYA STUDI Perkiraan biaya studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) termasuk kegiatan konsultasi masyarakat sebagai kewajiban yang tercantum pada Keputusan Kepala BAPEDAL No. 08 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1. Konsultasi Masyarakat a. Jasa tenaga ahli
:
11%
b. Survei lapangan/kegiatan konsultasi masyarakat
:
19%
c. Dokumentasi/pelaporan
:
4%
a. Tenaga ahli
:
21%
b. Survei lapangan dan analisis laboratorium
:
29%
c. Proses persetujuan dokumen
:
10%
d. Dokumentasi/administrasi
:
6%
2. Penyusunan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL
TOTAL
+
100%
4.3. WAKTU STUDI Studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini diprakirakan akan berlangsung selama 8 bulan, tidak termasuk waktu tunggu presentasi di depan Komisi Penilai AMDAL Pusat dan persetujuan dari Komisi AMDAL Pusat, Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta. Pembagian secara detail tahapan-tahapan penelitian penyusunan laporan Studi AMDAL disajikan pada Tabel 4.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
IV-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 4.2. JADWAL RENCANA PENYUSUNAN STUDI AMDAL PT. PERTAMINA EP – MATINDOK SULAWESI TENGAH NO
KEGIATAN
I 1 2 3
1 2
3
4
5
II 4 1 2
3 4 1
III 2 3
BULAN KE IV V 4 1 2 3 4 1 2 3
a. Perijinan ke instansi terkait b. Koordinasi dengan pemerintah setempat PENGUMUMAN PUBLIK a. Memasang papan pengumuman di desa dan kecamatan b. Pengumuman di Media Elektronik c. Pengumuman di Media Cetak d. Pengumpulan Data Tanggapan Masyarakat KONSULTASI MASYARAKAT a. Koordinasi dengan Pemerintah Setempat b. Konsultasi Masyarakat di Desa/Kecamatan c. Pengolahan Data Hasil Konsultasi Masyarakat d. Pengolahan Data Hasil Diskusi – Konsultasi e. Pengumpulan Data Sekunder PENYUSUNAN KA ANDAL a. Penulisan Draft KA ANDAL b. Konsultasi KA ANDAL dengan Pemrakarsa c. Penyempurnaan KA ANDAL d. Penyerahan KA ANDAL ke Pemrakarsa e. Penyerahan KA ANDAL ke Komisi Penilai AMDAL f. Presentasi KA ANDAL di Komisi Penilai AMDAL g. Penyempurnaan dan Persetujuan KA ANDAL PENYUSUNAN ANDAL – RKL – RPL a. Pengumpulan Data Lapangan (A-B-SEB-KM) b. Analisis Laboratorium c. Pengolahan Data d. Penyusunan ANDAL e. Penyusunan RKL f. Penyusunan RPL g. Konsultasi ANDAL-RKL-RPL kepada Pemrakarsa h. Penyempurnaan ANDAL-RKL-RPL i. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Pemrakarsa j. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Komisi Penilai AMDAL k. Presentasi ANDAL-RKL-RPL di Komisi Penilai AMDAL l. Penyempurnaan dan Persetujuan ANDAL-RKL-RPL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
IV-4
VI 4 1 2 3 4 1
VII 2 3
VIII 4 1 2 3 4
PT. PERTAMINA EP - PPGM
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2004, Thefreedictionary.com, Farlex.Inc. Audley-Charles, M.G., and J.S. Milsom. (1974). Comments on a paper by T.J. Fitch “Plate convergence, transcurrent faults, and internal deformation adjacent southeast Asia and the western pacific.” Journal of Geophysical Research 79:4980-4981. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasil Pentahapan Keluarga Sejahtera Tingkat Nasional tahun 1994-2001, www.bkkbn.go.id Badan Pusat Statistik, 1990, Sensus Penduduk Indonesia Tahun 1990, BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik, 2003, Data dan Informasi Kemiskinan, BPS, Jakarta. Bally, A.W. and Snelson, S. (1980). Realms of subsidence. Facts and principles of world petroleum occurrence. Can. Soc. Petrol. Geologists Memoirs 6:9-94. Biswas, A.K. and Geping, Q. (1987). Environmental impact assessment for developing countries. United Nations University, Tycooly International, London, 232 pp. Cooley, Charles Horton, 1922, Freedom “Chapter 12 in Human Nature and the Social Order (Revised Edition)” Charles Scribner's Sons, New York. Cooley, Charles Horton, 1918, Social Process,Charles Schribner’s Sons, New York. http://spartan.ac.brocku.ca/Iward/Cooley/cool_ctoc.html Davis, K., and W. E. Moore. 'Some Principles of Stratification.' American Sociological Review 10 (1945):242-49. Depkes, 2002, Profil Kesehatan Indonesia 2001, Menuju Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Gellner, 1983, The integration of immigrants Social cohesion and quality of life http://Social.coe.int/en/Index.htm Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Culture, New York : Basic. Green, R.H. (1979). Sampling Design and Statistical Methods for Environmental Biologists . John Wiley and Sons. New York, 527 pp. KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Hadi Sidarta, P, 1995 Aspek Sosial AMDAL, Sejarah Teori dan Metode, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Krejcie,R.V., D.W. Morgan, 1970, Determining Sample Side for Research Activities, Educational and Psychological Measurement. Hari Purwanto, 2000 Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Myers and Michener, et al, 2002, Lecture 04 - Social Psych “Social Perception Attribution”, http:www.nd.edu. Mantra, Ida Bagus, 2001, Kumpulan Rumus-Rumus Demografi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Patton, M.Q.(1990). Qualitative Evaluation and Research Methods . SAGE Publications. Newbury Park London New Delhi.
PRM Research 447, 2004, Calculating Sample Size and Margin of Error Table, http://www.prm.nau.edu/prm447/sample_size.htm Raosoft, Inc, 2004, Free Sample Size Calculator, .html
http: //www .raosoft. com/ samplesize
Redfield, Robert, Ralph Linton and Melville, J. Herskovits, 1936 : 38 (1): 149-152 "Memorandum for the Study of Acculturation”. American Anthropologist. Sayogyo dan Pujiwati Sajogyo, 2002. Sosiologi Pedesaan (Kumpulan Bacaan) Jilid 2. Gadjah Mada University Press, Cit, 11 Yogyakarta Schmidt, F.H. and Ferguson, J.H.A. (1951). Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia and Western New Guinea . Verh. Djawatan Mety. Dan Geofisik, Jakarta 42 Sloan, N.A. (1993b). Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia. EMDI Environment Report, Halifax, Canada and Jakarta, Indonesia, 70 pp. Soekanto, Soerjono, 1969. Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi,BPFE, Yogyakarta Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Lingkungan Suatu Pengantar, BPFE, Yogyakarta Surveyguy, 2004, Sample Size Calculator, Creative Research Systems Survey Software, http://www.SurveyGuy_com.Sample Size Calculator .htm Thanh Loi, Duong,1998, Assimilation versus Integration and the Vietnamese Youth’s Identity “Youth Involvement and Community Development” tanggal 16-18 Oktober 1998, Vietnamese Canadian Federation, Ottawa.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok