BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, kebijakan Kementerian
Kesehatan diselenggarakan berdasarkan visi "Masyarakat Sehat Yang Mandiri
dan Berkeadilan". Visi Kementerian Kesehatan akan dicapai melalui misi :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin ketersediaan upaya
kesehatan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
Dalam mewujudkan visi tersebut pemerintah melakukan berbagai program
pengembangan kesehatan tradisional dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu revitalisasi pengembangan tanaman obat keluarga
berperan penting dalam menciptakan paradigma sehat di masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan; dalam pasal 48 diatur bahwa salah satu penyelenggaraan upaya
kesehatan adalah pelayanan kesehatan tradisional. Berdasarkan cara
pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan ramuan.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati.
Terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang tersebar di seluruh tanah
air; sekitar 9.600 spesies berkhasiat obat. Kurang lebih 300 spesies
digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional oleh industri obat
tradisional. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan dikelola untuk
dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat bagi masyarakat guna
pemeliharaan kesehatan.
Back to Nature, itulah slogan yang kerap kita dengar saat kita berhadapan
dengan dunia pengobatan. Tidak hanya masyarakat awam, dokter sendiri pun
punya impian bahwa pengobatan medis modern ini bersinergi dengan alam,
sehingga memaksimalkan efek terapi dan mengecilkan, atau bahkan meniadakan
efek samping.
Di Indonesia pemanfaatan obat tradisional sudah dilakukan masyarakat
sejak dulu, dan menjadi warisan nenek moyang secara turun temurun. Namun
sebagai warisan nasional, obat tradisional atau yang lebih dikenal sebagai
obat asli Indonesia (OAI) itu masih menghadapi hambatan besar untuk
memasuki pasar dunia dengan tingkat kepercayaan sebagai sebuah produk obat.
Hingga hari ini, sebagian besar OAI masih dikategorikan hanya sebagai
suplemen atau makanan tambahan. Padahal, potensi yang dimiliki Indonesia
dalam bidang OAI sangat besar. Tidak kurang dari 5.131.100 spesies atau
sekitar 15,3% dari total spesies herbal dunia berada di Indonesia. Hal
demikian bisa terjadi karena Indonesia merupakan wilayah tropis terbesar di
dunia, sehingga tanaman-tanaman tropis yang berkhasiat bisa tumbuh subur di
mutiara khatulistiwa ini. Problem utama penggunaan tanaman-tanaman obat ini
adalah bahwa saat ini hampir semua jamu tidak memuat dosis yang rinci,
sehingga sulit diawasi kemungkinan terjadinya efek samping. Tentang hal
ini, dosis kandungan yang dimiliki produsen jamu berbeda-beda satu dengan
lainnya. Hal ini akibat cara peracikan jamu yang masih hanya berdasarkan
kepercayaan turun temurun. Kenyataan ini sangat berbeda dengan cara
penyajian obat modern yang memiliki ukuran pasti, termasuk catatan efek
samping yang mungkin ditimbulkannya.
Masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan jamu sebagai bagian dari
upaya menjaga kesehatan. Penggunaan jamu di masyarakat merupakan suatu
kenyataan yang bersifat empirik, untuk mencapai kesembuhan atau
pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan serta diwariskan secara turun
temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat tanpa dibuktikan
secara ilmiah.
Permenkes nomor 003/Menkes/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam
penelitian berbasis pelayanan kesehatan merupakan usaha untuk memanfaatkan
jamu dalam pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Saat ini gaya hidup kembali ke alam (back to nature) semakin berkembang
dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama kalangan
masyarakat perkotaan serta telah menjadi perhatian masyarakat dunia.
Menurut WHO, 80% populasi dunia bergantung pada herbal medicine.
Pertumbuhan pasar global produk herbal medicine mencapai 10-15% setahun.
Tahun 2009 nilai perdagangan obat tradisional di Indonesia mencapai sekitar
Rp 8,5 triliun.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010,
presentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu pada semua
kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan
adalah sebanyak 59,12%, dimana 95% menyatakan bermanfaat untuk kesehatan.
Dari data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Di
Sulawesi Selatan, prevalensi Hipertensi adalah 29,0%, dan di kota Makassar
sebesar 23,5 %. Untuk penyakit Diabetes Mellitus, berdasarkan data
Riskesdas 2007, prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1%
(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Di Sulawesi Selatan,
Prevalensi penyakit DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah
0,5% sedangkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis dengan gejala adalah
sebesar 0,8%. Sedangkan di Kota Makassar Prevalensi DM adalah sebesar 0,4%.
Berdasarkan hasil identifikasi pengobat tradisional di kota Makassar
tahun 2012 yang dilakukan oleh Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat
(BKTM) Makassar, didapatkan data jumlah pengobat tradisional yang
memberikan pelayanan herbal adalah sebanyak 54,8% dengan kasus yang banyak
ditangani adalah Hipertensi (33,33%), Asam urat (33,33%), Diabetes Mellitus
(30,3%), Rematik (27,2%), Kanker (18,2%), dan Hiperkolesterol (15,1%).
Dari data hasil kunjungan pasien di Balai Kesehatan Tradisional
Masyarakat (BKTM) Makassar pada tahun 2011, pasien yang mendapatkan
pelayanan herbal adalah sebanyak 30,15% dari seluruh kunjungan. Pada tahun
2012 (Januari-Juni), pasien yang mendapatkan pelayanan herbal sebanyak
44,5% dari seluruh kunujungan.
Dengan melihat perkembangan dan tingginya minat masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan herbal, maka Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat
(BKTM) Makassar akan melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
pemanfaatan herbal terhadap penanganan hipertensi, diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia oleh masyarakat di kota Makassar.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusun rumusan masalah pada
pengkajian ini yakni : " Bagaimana Gambaran Pemanfaatan Herbal terhadap
Penanganan Hipertensi, Diabetes Mellitus, Hiperkolesterolemia, dan
Hiperurisemia oleh Masyarakat di kota Makassar".
I.3 Tujuan Pengkajian
1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dalam pengkajian ini adalah untuk
Mendapatkan Gambaran Pemanfaatan Herbal terhadap Penanganan Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Hiperkolesterolemia, dan Hiperurisemia oleh Masyarakat
di kota Makassar.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari pengkajian ini adalah :
a. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan Hipertensi.
b. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan Diabetes
Mellitus.
c. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Hiperkolesterolemia.
d. Mengidentifikasi pemanfaatan herbal terhadap penanganan
Hiperurisemia.
I.4 Manfaat Pengkajian
Adapun yang menjadi manfaat dari pengkajian ini adalah :
1. Memperoleh data mengenai pemanfaatan herbal terhadap penanganan
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan hiperurisemia
oleh masyarakat di kota Makassar.
2. Memperoleh data dasar untuk pengembangan pemanfaatan herbal.
3. Sosialisasi tugas pokok dan fungsi BKTM Makassar kepada mitra kerja,
mitra binaan, dan masyarakat.
BAB II
METODE PENGKAJIAN
II.1 Alur Kegiatan
II.2 Waktu dan Lokasi Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan dari bulan Juni - Agustus tahun 2012 di wilayah
kerja puskesmas di kota Makassar :
1. Puskesmas Tamalanrea
2. Puskesmas Tamamaung
3. Puskesmas Bara-Barayya
4. Puskesmas Jumpandang Baru
5. Puskesmas Pattingaloang
II.3 Jenis Pengkajian
Jenis pengkajian yang digunakan adalah survei yang bersifat
deskriptif, meliputi wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap
pasien (Hipertensi, DM, Hiperkolesterolemia, Hiperurisemia) yang
berkunjung ke Puskesmas terpilih di Kota Makassar.
II.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Yang menjadi populasi dalam pengkajian ini adalah seluruh pasien
(Hipertensi, DM, Hiperkolesterolemia, Hiperurisemia) yang berkunjung di
Puskesmas di Kota Makassar.
b. Sampel
Sampel dipilih berdasakan quota sampling yaitu sebanyak 400 responden.
II.5 Alat dan Bahan
a. Kuesioner
b. ATK
c. Komputer dan Perangkat Pengolah Data
d. Buku Saku Herbal BKTM
II.6 Jalannya Pengkajian
a. Tahap persiapan :
1. Rapat persiapan
2. Penyusunan proposal
3. Presentasi proposal
4. Perbaikan proposal
5. Penetapan proposal
b. Tahap koordinasi
1. Pengurusan ijin ke Balitbangda Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi
Selatan
2. Rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Makassar
3. Rapat koordinasi dengan Puskesmas
c. Tahap pelaksanaan
Wawancara responden menggunakan kuesioner
II.7 Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner
terhadap responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder mencakup data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, sumber-
sumber tertulis , seperti buku-buku, literatur, dan laporan hasil hasil
penelitian yang relevan dengan pengkajian ini mencakup data hasil WHO
dan riset kesehatan dasar (Riskesdas).
II.8 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah Analisa Univariat, yaitu untuk
menganalisis frekuensi masing-masing variabel pengkajian.
II.9 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer melalui program
SPSS (Service Package for Social Science) versi 17 dan microsoft excel
serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan narasi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Tinjauan Umum tentang Hipertensi
Menurut laporan Riskesdas 2007 (Riset Kesehatan Dasar 2007) prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%.11 Angka ini cukup tinggi dan bila
tidak mendapat pengobatan akan berakhir dengan kematian akibat serangan
jantung, stroke dan gagal ginjal. Itu sebabnya penyakit hipertensi sering
disebut the silent killer. Riskesdas merupakan hasil riset berbasis
komunitas dengan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga yang
dilaksanakan di 440 kabupaten/kota (dari jumlah keseluruhan sebanyak 454
kabupaten/kota)yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007
sehingga data dapat mewakili populasi di tingkat kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat kaitannya
dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada perempuan.
Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya
kejadian hipertensi pada orang
yang obes akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami
secara jelas namun diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume
plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah (Sihombing,
2010).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan
darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga
timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri /
bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut,
hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain,
diabetes mellitus dan lain-lain. 2–4 Penderita hipertensi sangat heterogen,
hal ini membuktikan bahwa hipertensi bagaikan mozaik, diderita oleh orang
banyak yang datang dari berbagai sub-kelompok berisiko di dalam masyarakat.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen
seperti neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat
eksogen, seperti rokok, nutrisi, stresor dan lain-lain. Di seluruh dunia,
hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena
prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang,
juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi
seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga
menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi
pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian keluarga, karena
biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan
seumur hidup (Sugiharto, 2007).
Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan
darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama
dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara
umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Menurut Jan A.
Staessen, et.al., Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
sistolik (TDS) 140 mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD) 90 mmHg.
Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg atau TDD 85 – 89
mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya penelitian
tentang komplikasi hipertensi terhadap Kardiovaskuler dan Ginjal, maka
ditetapkan batasan tekanan darah untuk hipertensi semakin rendah. Vasum
et.al. dalam penelitiannya bahwa tekanan darah normal tinggi
(prehipertensi) yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg, distolik 85 s/d 89 mmHg
mempunyai risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan
kelompok tekanan darah optimal sistolik < 120 mmHg dan distolik < 80mmHg.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg) (Sugiharto, 2007).
Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan : i) intervensi
untuk menurunkan tekanan darah dipopulasi dengan tujuan menggeser
distribusi tekanan darah kea rah yang lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak
2 mmHg di populasi mampu menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebab
lain masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg ternyata
dapat menurunkan kematian masing-masing sebesar 8%, 5% dan 4%. (2) ii)
strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai
kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok masyarakat ini termasuk
mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS
130-139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita
hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik,atau banyak minum alcohol dan
garam. Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya
hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium
kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil dan
serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti berbagai
faktor intervensi terdiridari pengurangan kalori, asupan natrium kloride
dan alcohol serta peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan
TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian yang mengikut sertakan
sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100
mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19
tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun. Meningginya TDS dan TDD,
meningkatnya sirkulasi kadar kateholamin, cortisol, vasopressin,
endorphins, andaldosterone, dan penurunan ekskresi sodium di urine
merupakan respons dari rangsangan stress yang akut. Intervensipemnegdalian
stress seperti relaksasi, meditasi dan biofeedback mampu mencegah dan
mengobati hipertensi (Budisetio, 2001).
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat
terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat
dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi
alkohol dan garam). Penderita hipertensi yang sangat heterogen membuktikan
bahwa penyakit ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang datang
dari berbagai subkelompok berisiko didalam masyarakat. Hal tersebut juga
berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor resiko ganda, baik yang
bersifat endogen seperti neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang
bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan stressor (Sigarlaki, 2006).
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan
akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain
mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat
badan, dapat dimulai sebelum atau bersamasama obat farmakologi.
III.2. Tinjauan Umum tentang Diabetes Mellitus
Dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus di Indonesia dapat
menimbulkan dampak negatif yaitu berupa penurunan kualitas sumber daya
manusia (SDM) terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.
Kualitas SDM merupakan unsur yang sangat penting dalam masa krisis ekonomi
seperti saat ini. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha agar SDM tersebut
tetap menjadi produktif tanpa adanya gangguan penyakit yang berarti.
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolisme karbohidrat karena
defisiensi insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah
dan adanya gula dalam urin (glukosuria) (Lely S., dan Indirawati, 2004).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang
bersifat khronis dengan karakteristik hiperglisemia. Berbagai komplikasi
dapat timbul akibat kadar glukosa darah yang tidak terkontrol seperti
neuropati, hipertensi, Jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren,
dl1. WHO mengestimasikan tahun 2000 terdapat 171 juta penduduk dunia yang
menderita DM dan pada tahun 2030 akan menjadi 366 juta.2 Faktor lingkungan
seperti merokok, kurang olahraga, pola makan salah, kegemukan merupakan
determinan utama. Secara umum (nasional) pada Riskesdas 2007 didapatkan
bahwa obesitas sentral, hipertensi, merokok dan kegemukan merupakan faktor
risiko terjadinya hiperglisemia. Diabetes Mellitus tidak dapat disembuhkan
tetapi kadar glukosa darah dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan
obat-obatan. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik. Sasaran pengendalian dengan kriteria nilai baik
antara lain glukosa darah puasa 80 -< 100 mg/dl, 2 jam sesudah makan 80
-144 mg/dl, A1C < 6,5%, kolesterol total < 200 mg/dl, trigliserida < 150
mg/dl, IMT 18,5 -< 23 kg/m2 dan tekanan darah 130/80 mmHg.
Berdasarkan Riskesdas 2007 pada responden usia 15 tahun ke atas didapat
prevalensi DM 5,7%, diantaranya 1,5% telah mengetahui dirinya menderita DM.
Untuk mengendalikan faktor risiko DM mencegah komplikasi perJu pengontrolan
berat badan, tekanan darah, diet dan olahraga. Analisis data pada
responden yang telah mengetahui dirinya menderita DM, ternyata mempunyai
pengendalian DM dengan kriteria tidak baik seperti mempunyai kadar glukosa
darah 2 jam sesudah makan > 144 mg/dl pada laki-Iaki 68% dan pada perempuan
81,1 %, tekanan darah tidak terkontrol (>130/80) pada laki-Iaki 70% dan
pada perempuan 76,8%, IMT=23 pada laki-Iaki 60,8% dan pada perempuan 66,9%
(Mihardja, 2010).
III.3 Tinjauan Umum tentang Hiperkolesterolemia
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit yang banyak dibicarakan karena
merupakan penyyebab utama morbiditas dan mortalitas dari manifestasi klinis
berupa penyakit jantung koroner dan stroke, yang terjadi baik di negara
maju maupun di negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebab
aterosklerosis adalah multifaktor, antara lain: diabetes mellitus,
hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai keadaan dengan peningkatan
kadar kolesterol lebih dari nilai rujukan, namun dianggap sebagai faktor
risiko tinggi untuk keadaan penyakit jantung koroner adalah apabila
peningkatan kadar kolesterol 240 mg/dl. Kolesterol yang paling berperan
pada kejadian aterosklerosis adalah small-dense LDL (Achmad, 2001).
Hiperkolesterolemia adalah kondisi saat konsentrasi kolesterol di
dalam darah melebihi batas normal. Kolesterol adalah lipid ampifatik yang
termasuk dalam golongan sterol dan di dalam tubuh dapat ditemukan dalam
bentuk bebas dan ester dengan asam lemak. Kolesterol merupakan senyawa
penyusun membran dari sel hewan. Sterol ini telah terbukti memiliki peranan
penting dalam berbagai fungsi sel, termasuk dalam penentuan fungsi enzim
dan permeabilitas membran. Tidak ada senyawa lain dari kelompok sterol yang
dapat menggantikan seluruh peran dari kolesterol pada membran sel mamalia.
Umumnya sel mamalia tidak dapat hidup saat tidak terdapat kolesterol.
III.4 Tinjauan Umum tentang Hiperurisemia
Asam urat (AU) telah diidentifikasi lebih dari 2 abad yang lalu, namun
beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan
baik. Selama beberapa tahun hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-sama
atau dianggap sama dengan gout, namun sekarang AU telah diidentifikasi
sebagai marker untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan degradasi
nukleutida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan AU. Apabila
terjadi kelebihan pembentukan atau hambatan pengeluaran atau keduanya maka
akan terjadi
peningkatan konsentrasi AU darah yang disebut dengan hiperurisemia. Angka
kejadian hiperurisemia di masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat
bervariasi, diperkirakan antara 2,3 - 17,6%, sedangkan kejadian gout
bervariasi antara 0,16 - 1,36% (Wisesa dan Suastika, 2009).
Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi asam
urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya gangguan metabolisme
protein. Gangguan asam urat ini diperkirakan terjadi pada 840 dari setiap
100.000 orang, dan mewakili sekitar 5% dari total penyakit radang sendi.
Sekitar 90% kasus diperkirakan terjadi akibat kelainan proses metabolisme
dalam tubuh (gout primer) dan umum diderita oleh laki-laki berusia lebih
dari 30 tahun. Sedangkan 10% lagi umumnya diderita oleh wanita dan
disebabkan oleh gangguan hormon. Peningkatan produksi asam urat dapat
terjadi karena tingginya konsumsibahan pangan yang mengandung purin, atau
meningkatnya sintesa purin dalam tubuh, misalnya karena adanya penyakit
inborn errors of metabolism purine pada tumor. Penurunan pengeluaran asam
urat biasanya disebabkan oleh adanya gangguan ginjal, pengaruh pemberian
obat, atau pengaruh beberapa jenis zat gizi yang dapat menghambat
pengeluaran asam urat (Uripi et al 2002). Kondisi kelaparan juga dapat
meningkatkan kadar asam urat darah dan urin. Hal ini terjadi sebagai
konsekuensi dari mobilisasi cadangan protein dalam tubuh dan hambatan
ekskresi asam urat oleh asam laktat dan produk asam lainnya yang dihasilkan
pada kondisi kelaparan. Terdapat dua macam gout, yaitu gout primer dan gout
sekunder. Gout primer disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Gout
sekunder disebabkan oleh adanya komplikasi dengan penyakit lain, seperti
hipertensi dan artherosklerosis. Pada kasus gout primer, selain ketiadaan
enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang menyebabkan
bertambahnya sintesa purin, ada juga pengaruh faktor genetik yang dapat
menyebabkan gangguan pada penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim
pencernaan. Hal ini menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa
laktat atau trigliserida yang berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang
oleh ginjal. Faktor lingkungan yang memicu terjadinya gout primer adalah
konsumsi makanan, alkohol, dan obat-obatan. Konsumsi makanan yang tinggi
kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin antara 0,5-
0,75 g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi makanan yang tinggi kadar
lemaknya dapat mengganggu pengeluaran asam urat dari ginjal, begitu juga
dengan konsumsi alkohol. Gout juga dapat terjadi akibat efek samping dari
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti antidiuretika, diuretika
(furosemida dan hidroklorotiazida), salisilat, etambutol, pirazinamit, dan
akibat penyalahgunaan obat pencahar (Vitahealth 2006). Asam laktat yang
diproduksi sebagai hasil dari aktivitas olahraga atau gerakan fisik juga
dapat menurunkan pengeluaran asam urat. Namun, kenaikantersebut akan
kembali normal dalam beberapa jam kemudian. Pada gout sekunder, penderita
hipertensi dan hiperkolesterolemia cenderung mengalami hiperurisemia. Hal
ini disebabkan karena obat antihipertensi yang dikonsumsi (terutama
thiazide) diduga secara tidak langsung mempengaruhi metabolisme lemak.
Pengaruh ini menyebabkan pengeluaran asam urat menjadi berkurang. Gout juga
dipicu oleh penyakit anemia kronis yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.
Penyakit lain yang juga merupakan faktor risiko bagi penyakit gout adalah
diabetes mellitus dan gangguan ginjal. Resistensi insulin pada sindrom
metabolik dan diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkatkan kadar leptin
dalam tubuh. Leptin merupakan regulator konsentrasi asam urat dalam darah.
Peningkatan kadar leptin ini memicu terjadinya hiperurisemia (Budianti,
2008)
III.5 Tinjauan tentang Herbal untuk Hipertensi
Pemanfaatan daun belimbing wuluh sebagai obat hipertensi masih
terbatas dan kebanyakan yang dimanfaatkan adalah buah belimbing wuluh.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hernani, et al (2005), pemberian
ekstrak daun belimbing wuluh terbukti dapat menurunkan tekanan darah hewan
uji dan terbukti lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak buahnya.
Ketika ekstrak buah diinjeksikan terhadap hewan uji, daya kerja jantung
meningkat dibandingkan bila menggunakan ekstrak daun (Hidayanti, 2007).
Tujuan pengobatan hipertensi dengan tanaman obat adalah mengobati
hipertensi dengan memperbaiki penyebabnya sesuai filosofi tanaman obat
sebagai obat konstruktif, yaitu memperbaiki/ membangun organ atau sistem
yang rusak yang mengakibatkan terjadinya hipertensi. Tetapi mengingat 90% -
95% penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial) maka kerja
dari tanaman obat dalam memperbaiki/membangun organ/sistem yang rusak juga
tidak diketahui. Sebagai akibatnya, karena penyebab hipertensi yang tidak
diketahui ini dipastikan lebih dari satu penyebab maka terdapat banyak
tanaman obat yang ternyata cocok untuk banyak penderita yang berbeda satu
sama lain, penderita satu cocok dengan tanaman tertentu dan penderita yang
lain cocok dengan tanaman lain. Namun demikian pada beberapa tanaman obat
hipertensi dapat diketahui fungsinya dalam menurunkan tekanan darah,
seperti antara lain :
- Diuretikum, sangat banyak jenis
- Anti-andrenergik
- Vasodilator
Tetapi selain fungsi-fungsi yang sudah diketahui tersebut tidak
diketahui fungsinya dalam memperbaiki/ membangun organ atau sistem yang
rusak sebagai penyebab sebenarnya dari hipertensi. Tanaman obat memiliki
kelebihan dalam pengobatan hipertensi karena umumnya tanaman obat memiliki
fungsi selain mengobati hipertensi juga mengobati penyakit penyerta atau
penyakit komplikasi sebagai akibat tekanan darah tinggi. Tanaman obat yang
penting untuk hipertensi adalah Belimbing wuluh ((Averrhoa bilimbi L.),
Boroco (Celosia argentea Linn.), Ketepeng kecil ((Cassia tora Linn.),
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.), Sambung nyawa (Gynura procumbens
(Lour.) Merr.), Seledri (Apium graveolens L.), dan Kumis kucing
(Orthosiphon stamineus Benth.) (Iskandar, 2007).
Telah dilakukan Saintifikasi Jamu pada tahun 2011 untuk 4 ramuan,
yaitu ramuan anti hipertensi, anti diabetes mellitus, anti
hiperkolesterolemia, dan anti hiperurisemia. Desain studi yang dilakukan
adalah pre-post intervention dengan besar sampel masing-masing 125 untuk
efikasi dan 40 untuk keamanan. Lama studi yang dilakukan adalah 4 minggu.
Berikut ini formula hasil saintifikasi jamu :
- Formulasi ramuan anti hipertensi
R/
Daun seledri 5 g vasodilator (pelebaran pembuluh darah)
Daun kumis kucing 3g diuretik
Daun pegagan 3g penurun tekanan darah
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formulasi anti hiperkolesterol
R/
Daun jati belanda 5g penekan nafsu makan, penekan lipase
pankreatik
Daun kemuning 3 g penghambat kenaikan berat badan
Akar kalembak 5g pencahar
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )
R/
Daun kapel 3g anti oksidan kuat
Daun tempuyung 2g diuretik lemah, urikosurik
Kayu secang 5g penghambat xantin oksidase
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formula anti diabetes militus
R/
Daun sambiloto 5g penurun gula darah baik tipe 1 maupun tipe 2
Daun brotowali 5g penurun gula darah
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
III.6 Tinjauan tentang Herbal untuk Diabetes Mellitus
Obat diabetes mellitus oral yang digunakan pada saat ini
adalah golongan sulfonilurea, biguanida dan acarbose. Saat ini
beberapa tanaman di Indonesia telah digunakan sebagai obat diabetes
mellitus dan telah diteliti secara ilmiah, antara lain sambiloto
(Andrographis paniculata Ness.), johar (Cassia siamea Lamk), dandang
gendis (Clinicanthus nutans Lindau), bawang putih (Allium sativum L.)
dan cecendet (Physalis minima L.) Selain Physalis minima L. ada
beberapa spesies Physalis yang terdapat di Indonesia yaitu Physalis
peruviana dan Physalis angulata. Di daerah Jawa Barat Physalis
angulata (ciplukan) telah digunakan sebagai obat diabetes mellitus.
Physalis angulata L. (ciplukan) adalah tanaman semusim berupa herba
dari famili Solanaceae. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah hingga
1200m di atas permukaan laut, sebagai tumbuhan pengganggu di
ladang, kebun, semak dan ditepi jalan.Kandungan senyawa kimia tumbuhan
ini antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, fisalin A, fisalin B,
witafisalin A, witafisalin B, terpen dan asam sitrat. Secara
tradisional tumbuhan ini digunakan sebagai pencahar, obat bisul, gusi
berdarah, mulas, jantung lemah, terkilir, perut nyeri, kencing
nanah, kencing manis (daun dan buahnya), susah kencing, ayan,
encok,kecacingan, radang saluran pernafasan, infeksi kerongkongan, radang
testis, diuretik, dan sakit kuning dari buahnya yang telah masak
(Sutjiatmo, dkk, 2011).
Berbagai jenis obat antidiabetik oral banyak ditemukan di apotik dan
biasanya tergolong obat yang mahal dan harus terus menerus digunakan,
hingga bagi yang tidak mampu sulit memperolehnya. Di samping itu di daerah
yang tidak mempunyai apotik, obat untuk penyakit ini sulit ditemukan. Untuk
itu perlu dicarikan cara alternatif. Salah satunya adalah menggunakan obat
yang ada di sekitarnya yaitu dan tanaman obat. Berbagai jamu-jamuan telah
dipromosikan sebagai antidiabetes, dan khasiatnya tersebar dari mulut ke
mulut, dengan bukti manfaatnya. Untuk lebih memberikan dasar bagi bukti
manfaatnya, dipandang sangat perlu untuk melakukan penelitian, agar dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Mekanisme kerjanya mungkin tidak
diketahui secara pasti, namun dapat diperkirakan bahwa efeknya dalam
menurunkan kadar gula darah mungkin sama seperti obat-obat hipoglikemia
oral (Widowati, 1997).
Badan Pengawas Obat dan Makanan membagi pemanfaatan tanaman obat dalam
tiga strata, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu
dikembangkan dari warisan yang dimiliki masyarakat suku bangsaIndonesia.
Strata di atas jamu adalah obat bahan alam atau obat herbal terstandar yang
bahan bakunya sudah dalam bentuk ekstrak dan aspek keamanan serta
khasiatnya telah teruji pada hewan percobaan yang dikenal sebagai uji
praklinik. Strata teratas dalam dalam industri OT atau farmasi adalah
produk fitofarmaka, dalam bentuk ramuan ekstrak, terutama untuk pelayanan
kesehatan formal, dan telah melalui uji klinik di instalasi pelayanan
kesehatan formal. Menurut keputusan Menkes RI No.761 tahun 1992,
fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang
memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan
bakunya relatif mudah diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di
Indonesia, perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar,
memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita, dan
merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.
Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat yang saat ini
disebut sebagai Herbal Medicine atau Fitofarmaka perlu diteliti dan
dikembangkan (Zein, 2005). Obat herbal adalah tanaman atau bagian dari
tanaman yang digunakan untuk penambah rasa, pewarna, dan atau untuk
penggunaan terapeutik. Penggunaan yang paling sering adalah untuk perawatan
kesehatan. Tersedia dalam bentuk ekstrak kering atau dalam keadaan masih
segar untuk langsung dikonsumsi.
Penggunaan herbal pada pasien dengan perawatan medis
Dokter mungkin menghadapi pasien yang menggunakan obat herbal,
sehingga perlu menyadari diakuinya efek dari produk herbal tersebut. Dokter
perlu menyadari dampak buruk dari kemungkinan buruk yang timbul dari
interaksi antara obat medis dengan herbal yang digunakan (Yaheya & Ismail,
2009). Sebanyak 101 dari 657 sampel pasien rawat jalan di suatu rumah sakit
adalah pengguna sediaan herbal. Herbal yang mereka gunakan termasuk di
dalamnya adalah Echinacea 21,8%, gingko biloba 13,9%, garlic 7,9%, ginseng
6,9%.
Obat herbal untuk diabetes
Banyak penelitian membuktikan adanya efek hipoglikemik dari suatu
tanaman. Beberapa tanaman di antaranya seperti berikut:
1) Mahkota dewa
Berdasarkan penelitian Saragih (2001) terbukti bahwa rebusan daging buah
segar mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) mampu menurunkan
kadar glukosa darah secara bermakna pada tikus yang menderita diabetes
mellitus tergantung insulin meskipun efek yang dihasilkan lebih rendah
daripada efek insulin. Perasan daging buah mahkuta dewa menghasilkan efek
hipoglikemik yang setara dengan tolbutamid pada tikus yang menderita
diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin. Dari kedua penelitian
tersebut menggambarkan bahwa daging buah makutadewa mampu menurunkan kadar
glukosa darah tikus percobaan yang menderita diabetes mellitus baik
tergantung atau tidak tergantung insulin.
2) Ceplukan
Baedowi (1998) telah melakukan penelitian terhadap ciplukan secara in vivo
pada mencit. Dari penelitiannya tersebut, didapatkan informasi bahwa
ekstrak daun ciplukan dengan dosis 28,5 mL/kg BB dapat mempengaruhi sel β-
insulin pankreas.
3) Sambiloto
Seluruh tanaman sambiloto dapat digunakan sebagai bahan ramuan untuk
mengatasi diabetes mellitus (Utami, 2003). Sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Nees) mengandung senyawa aktif andrografolida yang
menurut Munawwara (2004) mempunyai aksi seperti insulin. Penggunaan
tumbuhan obat tidak sesederhana yang dipikirkan orang selama ini. Semuanya
harus dipelajari dan memerlukan pengalaman tersendiri. Salah mengenali
tumbuhan obat yang dimaksud juga tidak akan menyembuhkan penyakit. Apalagi,
salah menggabungkan beberapa tumbuhan obat yang khasiatnya berlawanan. Obat
herbal seperti obat-obat lainnya, tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap
ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Buah mahkota
dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3
gelas air. Buah mahkota dewa segar yang dikonsumsi secara langsung, bisa
menyebabkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk, kejang sampai pingsan.
Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan keamanan. Jika
bermanfaat untuk penyembuhan penyakit, tetapi tidak aman karena beracun,
harus dipikirkan kemungkinan timbulnya keracunan akut maupun keracunan
kronis yang mungkin terjadi.
III.7 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperkolesterolemia
Penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat diperlukan agar
penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh obesitas tersebut dapat
dihindari. Penggunaan obat pelangsing umumnya banyak dipilih untuk
menangani dan mencegah terjadinya obesitas. Bahan obat yang diperkenankan
sebagai pelangsing adalah obat-obat yang berfungsi mengurangi nafsu makan,
merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas
tertentu (Birari & Bhutani 2007). Bahan alam yang banyak digunakan untuk
jamu pelangsing tubuh, antara lain daun jati belanda, bangle, kemuning,
lempuyang, kunyit, temu ireng, dan kencur. Penggunaan obat pelangsing
tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil atau kapsul serta
dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu tradisional. Jenis obat
pelangsing lain yang saat ini sedang dikembangkan cara pembuatannya adalah
obat pelangsing aromaterapi dari tumbuhan herbal yang diklasifikasikan
sebagai tumbuhan aromatik.
Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai
pelangsing aromaterapi adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan zat
yang memberikan aroma pada tumbuhan yang memiliki komponen atsiri dengan
karakteristik tertentu. Komponen aroma dari minyak atsiri cepat
berinteraksi saat dihirup. Nagai (2008) melaporkan pengaruh minyak esensial
terhadap saraf otonom menggunakan tikus di bawah anesthesis uretan. Aroma
dari minyak esensial jeruk dapat menstimulasi saraf simpatis, mengendalikan
jaringan adiposa putih dan coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan
menghambat saraf parasimpatis, serta mengendalikan perut. Mekanisme
tersebut menstimulasi saraf simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan
diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan. Jaringan adipose
coklat (BAT) mengatur panas tubuh melalui mekanisme termogenesis (Brees et
al. 2008). Keharuman ditunjukkan untuk mengubah indeks fisiologis, seperti
suhu tubuh, tekanan darah, dan glukosa darah melalui kontrol aktivitas
saraf otonom. Penelitian tentang potensi aromaterapi sebagai pelangsing
pernah dilakukan sebelumnya oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa
senyawa β-elemenon yang terkandung dalam minyak atsiri temulawak dapat
menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley. Bangle (Zingiber
purpureum) merupakan salah satu tumbuhan aromatik asli Indonesia (Gambar
1). Bangle memiliki beberapa khasiat di antaranya sebagai obat lemah
jantung, sakit kepala, rematik, pencahar, penurun panas, peluruh kentut,
peluruh dahak, penyembuh sakit perut, cacingan, sakit kuning, ramuan jamu
wanita setelah melahirkan, mengatasi kegemukan (Wijayakusuma et al. 1997),
serta sebagai antioksidan dan antiradang.
Sampai saat ini banyak obat yang digunakan untuk penanganan
hiperlipidemia, baik obat sintetik maupun obat tradisional. Salah satu obat
tradisional yang telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah
tanaman jati belanda. Jati belanda diklasifikasikan ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, bangsa
Malvales, suku Sterculiaceae, marga Guazuma, jenis Guazuma ulmifolia Lamk.
Tanaman ini memiliki nama umum jati belanda, dengan nama daerah jati londo
(Jawa), jatus landi (Sumatera), dan sinonim Guazuma tomentusa Kunth.
Kandungan kimia daun dan kulit batang jati belanda adalah alkaloid, dan
flavonoid, dengan kandungan utama pada daunnya adalah tanin. Penggunaan
tanaman jati belanda secara tradisional adalah bagian daun sebagai
pelangsing tubuh, biji sebagai obat mencret, sembelit, karminatif, kulit
batang sebagai diaforetik, bengkak kaki, dan bagian buah/daun untuk obat
diare, batuk, nyeri perut, tonik, astringen.
Temugiring (Curcuma heyneana) merupakan tanaman obat yang sering
digunakan sebagai sebagai obat tradisional untuk mengatasi hiperlipidemi.
Temugiring merupakan suatu tanaman yang bermarga Curcuma yang banyak
terdapat di daerah tropis termasuk di Indonesia umumnya hidup di daerah
yang lembab dan mudah dibudidayakan. Rimpang temu giring mengandung minyak
atsiri 0,8-3%, amilum, damar, lemak, tanin dan zat pahit, zat warna kuning,
saponin, dan flavonoid. Kurkumin atau bis-(4-hydroxy-3-methoxy-cinnamoyl)-
methane, C12H20O6 adalah kristal berwarna kuning gelap tidak larut dalam
air atau eter, larut dalam alkohol. Kurkumin memiliki sifat sebagai
antioksidan. Ekstrak etanol rimpang temugiring Ekstrak etanol rimpang
temugiring (Curcuma heyneanae Val.) dapat mencegah terjadinya peningkatan
kadar kolesterol total darah tikus putih jantan galur Wistar yang diberi
emulsi lemak sapi (Firmansyah, 2010) Biosintesis kolesterol berkaitan juga
dengan biosintesis trigliserida (Widyaningsih, 2011).
Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol tinggi adalah daun
jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning (Murraya paniculata), dan
tempuyung (Sonchus arvensis).
Daun jati belanda dipercaya bisa meluruhkan lemak dan menurunkan kadar
kolesterol dalam darah. Tanaman yang berasal dari negara Amerika beriklim
tropis ini tumbuh secara liar di wilayah tropis lainnya seperti di Pulau
Jawa. Jati belanda mengandung senyawa tannin, damar, triterpen, alkaloid,
karotenoid, flavonoid, dan asam fenol. Selain bisa menurunkan kadar
kolesterol, tanaman ini juga berkhasiat untuk melangsingkan tubuh,
astrigen, sebagai obat diare dan obat batuk. Sedangkan kemuning mengandung
atsiri, damar, tannin, glikosida, dan meransin. Tanaman yang biasa tumbuh
liar di semak belukar, tepi hutan, atau ditanam sebagai tanaman hias dan
tanaman pagar ini bisa dipakai untuk mengobati radang buah zakar napas
(bronkhitis), infeksi saluran kencing, kencing nanah, keputihan, sakit
gigi, dan haid tidak teratur. Juga untuk mengurangi lemak tubuh berlebihan,
pelangsing tubuh, nyeri pada tukak (ulkus), memar akibat benturan, rematik,
keseleo, digigit serangga dan ular berbisa, ekzema, dan luka terbuka pada
kulit. Tanaman tempuyung memiliki rasa pahit dan bersifat mendinginkan.
Pada prinsipnya semua bagian tanaman ini bisa dimanfaatkan. Tapi, yang
paling sering adalah bagian daunnya. Penurun kadar kolesterol tinggi dengan
kandungan kimia saponin, flavonoida, politenol, alfa-lactucerol, beta-
lactucerol, manitol, inositol, kalium, silika, dan taraksasterol adalah
manfaat yang bisa didapatkan dari daun tempuyung. Bila diramu, jati
belanda, kemuning, dan tempuyung bisa menjadi obat herbal untuk menurunkan
kadar kolesterol dalam darah.
Senyawa tanin dan musilago yang terkandung dalam daun Jati belanda
dapat mengendapkan mukosa protein yang ada di dalam permukaan usus halus
sehingga dapat mengurangi penyerapan makanan. Dengan demikian proses
obesitas (kegemukan) dapat dihambat. Hasil penelitian tentang daun jati
belanda memperkuat penggunaannya secara ilmiah sebagai tanaman obat.
Ekstrak daun jati belanda yang diberikan secara oral dengan konsentrasi 15
persen dan 30 persen dapat menurunkan kadar kolesterol total serum kelinci.
Sedangkan hasil penelitian pada daun kemuning menunjukkan, pemberian infus
daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30 persen, dan 40 persen sebanyak
0,5 ml pada mencit dapat menurunkan berat badannya secara bermakna. Ini
menunjukkan telah terjadi peningkatan pembakaran lemak tubuh. Kolesterol
merupakan salah satu komponen dari lemak. Beberapa teori yang lain
menyebutkan bahwa khasiat daun jati belanda dan kemuning adalah karena
kandungan damarnya. Mekanismenya sebagai berikut, kolesterol yang terbentuk
menjadi asam empedu berikatan dengan damar dan segera dieksresi melalui
feses. Cepatnya asam empedu dieksresikan oleh tubuh akan disertai oleh
cepatnya pembentukan asam empedu sehingga kolesterol dalam tubuh segera
diubah menjadi asam empedu. Dengan demikian, proses ini akan mengurangi
kadar kolesterol. Sementara itu, bahan simplisia yang digunakan berkhasiat
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga pembakaran timbunan lemak dalam
tubuh akan meningkat. Dengan demikian akan mengurangi kadar lemak tubuh.
Ini berarti akan mengurangi terbentuknya kolesterol karena lemak merupakan
faktor risiko tinggi terhadap kolesterol. Karena merupakan bahan-bahan
alami, jika digunakan secara teratur dan terukur, herbal-herbal ini bisa
membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
III.8 Tinjauan tentang Herbal untuk Hiperurisemia
Penggunaan obat-obatan sintetik seringkali menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sebagian masyarakat mulai beralih
untuk menggunakan tanaman obat yang dianggap minim akan efek samping. Salah
satu tanaman obat yang banyak digunakan untuk mengobati asam urat adalah
tanaman akar kucing (Acalypha indica L.).Penelitian yang berhubungan dengan
tanaman ini sudah cukup banyak dan telah dibuktikan keefektifannya untuk
mengatasi asam urat, namun hasilnya tidak sebanding dengan allopurinol.
Selain akar kucing, tanaman yang dapat digunakan untuk menurunkan
asam urat adalah rosella. (Hibiscus sabdariffa L.). Berdasarkan penelitian
oleh Kidpron, dengan mengkonsumsi rosella,ditemukan penurunan kreatinin,
asam urat, sitrat, tartrat, kalsium, natrium, dan fosfat dalam urin pada 36
pria yang mengkonsumsi jus rosella sebanyak 16-24 g/dL/hari. Senyawa yang
diduga berkhasiat untuk menurunkan asam urat adalah senyawa flavonoid
dikarenakan pada kaliks atau kelopak rosella, ternyata ditemukan banyak
senyawa flavonoid, contohnya antosianin, hibisin, hibisetin, gosipetin,
sabdaretin, dan delfinidin (Astuti, 2011).
Tanaman kepel atau Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f. & Th. Secara
empirik telah digunakan sebagai obat bahan alam oleh masyarakat. Secara
ilmiah, penelitian pendahuluan aneka kegunaan daun tanaman kepel (S.
Burahol) biasa digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan asam urat. Hasil
penelitian menunjukkan pemberian infus daun kepel bisa menurunkan kadar
asam urat darah pada tikus (Susilowati, 2000) dan pada ayam (Hening, 2002).
Fraksi larut dan tidak larut petroleum eter daun kepel dapat menyebabkan
penurunan kadar asam urat (Purwatiningsih dan Hakim).
Indonesia telah mengenal beberapa tanaman obat yang diakui bisa
digunakan untuk mengobati asam urat, antara lain sambiloto, sidaguri,
salam, kumis kucing, meniran, dan anting-anting. Umumnya sifat-sifat
farmakologis tanaman ini adalah diuretik (peluruh kencing) dan antiradang,
karena dalam pengobatan modern pun, sifat-sifat obat sintetik yang
dimanfaatkan untuk mengobati asam urat adalah antiradang (untuk mengurangi
embengkakan akibat penumpukan kristal asam urat) dan juga diuretik (untuk
membantu pembuangan kelebihan asam urat dalam darah agar tidak terus
menumpuk di dalam tubuh). Namun yang wajib Anda ingat, jika Anda sedang
menjalani pengobatan modern, Anda tidak dianjurkan untuk menggunakan obat
tradisional dalam waktu yang bersamaan, karena bisa jadi dosisnya menjadi
berlipat ganda sehingga justru malah membahayakan. Berikut ini tanaman yang
digunakan untuk asam urat :
1. Sambiloto ( Andrographis panniculata )
Aslinya merupakan tanaman dari India . Di beberapa daerah sambiloto dikenal
juga dengan nama papaitan, ki peurat, bidara, kayu mas, lang, ki pait,
sampiroto, atau ki oray. Sambiloto mengandung beberapa senyawa flavanoid,
alkane, keton, aldehid dan juga beberapa mineral seperti kalsium, kalium
dan natrium. Rasanya pahit, namun tanaman ini dikenal sebagai antiradang,
penghilang nyeri atau analgetik, dan juga penawar racun. Bagian tanaman
yang digunakan adalah seluruh tanaman.
2. Sidaguri ( Sida rhombifolia )
Dikenal dengan nama daerah guri, siliguri, kahindu, sadagori, otok-otok
atau bitumu. Kandungan kimia yang sudah diketahui adalah alkaloid, kalsium
oksalat, tannin, saponin, fenol, asam amino, minyak atsiri, zat phlegmatic
untuk ekspektoran, dan lubrikan. Akarnya mengandung alkaloid, steroid dan
aphredine. Sidaguri memiliki rasa manis, sedikit panas dan sejuk. Dalam
pengobatan, sidaguri digunakan sebagai antiradang, peluruh kencing dan
penghilang rasa sakit. Bagian tanaman yang digunakan adalah akarnya.
3. Daun salam ( Eugenia polyanta )
dikenal masyarakat Indonesia sebagai bumbu masak karena memiliki keharuman
yang khas yang bisa menambah kelezatan masakan nusantara. Daun salam
rasanya kelat dan bersifat astringent. Senyawa-senyawa seperti minyak
atsiri,tannin dan flavonoid banyak terdapat dalam daunnya. Untuk pengobatan
memang daunnya lah yang paling banyak digunakan, tetapi akar, kulit dan
buahnya pun berkhasiat sebagai obat.
4. Kumis kucing ( Orthosiphon aristatus )
Juga telah lama dikenal sebagai diuretik yang berkhasiat sebagai penghancur
batu saluran kencing. Rasanya manis sedikit pahit, dulunya banyak tumbuh di
selokan dan anak sungai, namun sekarang tak sedikit orang yang gemar
menanamnya di pekarangan rumah. Garam kalium dalam tanaman ini memang
berkhasiat melarutkan batu ginjal, karenanya banyak digunakan sebagai obat
penghancur batu. Kandungan sinsetin-nya bersifat sebagai antibakteri, dan
tanaman ini juga mengandung senyawa orthosiphonin kumis kucing glikosida.
Sifat diuretik tanaman ini berguna untuk membantu tubuh membuang kelebihan
asam urat lewat urin.
5. Meniran ( Phyllanthus niruri )
Saat ini terkenal sebagai tanaman obat yang dapat meningkatkan daya tahan
tubuh. Meniran juga dikenal dapat membersihkan hati, sebagai antiradang,
pereda demam, peluruh kencing, peluruh dahak, peluruh haid, menjernihkan
penglihatan, serta menambah nafsu makan. Seperti halnya kumis kucing, sifat
diuretiknyalah yang digunakan untuk mengobati asam urat. Rasanya pahit,
sejuk dan bersifat astringen. Herba ini berkhasiat sebagai antiradang,
antibiotik, peluruh kencing, pencahar dan penghenti perdarahan. Umumnya
orang menggunakan bagianakarnya untuk menangani penyakit asam urat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Distribusi Responden Menurut Jenis Penyakit di Kota Makassar
"No."Jenis Penyakit "Jumlah "Persentasi (%) "
"1 "Hipertensi "142 "35.5 "
"2 "Diabetes Mellitus "57 "14.25 "
"3 "Hiperkolesterol "87 "21.75 "
"4 "Hiperurisemia "114 "28.5 "
" "Total "400 "100 "
Sumber : Data Primer,2012
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan
jenis penyakit yaitu tertinggi adalah Hipertensi sebanyak 142 responden
(35,5%) dan terendah adalah Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 57 responden
(14,25%)
Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Nama Puskesmas di Kota Makassar
"No."Nama Puskesmas "Jumlah "Persentasi (%) "
"1 "Pattingalloang "86 "21.5 "
"2 "Tamamaung "84 "21 "
"3 "Tamalanrea "80 "20 "
"4 "Jumpandangbaru "76 "19 "
"5 "Bara-Baraya "74 "18.5 "
" "Total "400 "100 "
Sumber : Data Primer,2012
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan
sebaran di puskesmas yaitu tertinggi di puskesmas pattingalloang sebanyak
86 responden (21,5%) dan terendah di puskesmas bara-barayya yaitu sebanyak
74 responden (18,5%).
HIPERTENSI
Tabel 3
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Nama Puskesmas di Kota Makassar
"No. "Nama Puskesmas "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Pattingalloang "33 "23.2 "
"2 "Jumpandang Baru "30 "21.1 "
"3 "Bara-baraya "27 "19.0 "
"4 "Tamalanrea "26 "18.3 "
"5 "Tamamaung "26 "18.3 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer,2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan sebaran di
puskesmas penderita hipertensi tertinggi di Puskesmas Pattingalloang
sebanyak 33 responden (23,2%) dan terendah di Puskesmas Tamamaung dan
Puskesmas Tamalanrea masing-masing sebanyak 26 responden (18,3%).
Tabel 4
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Umur
"No. "Kelompok Umur "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 ">=60 "54 "38.0 "
"2 "50-59 "46 "32.4 "
"3 "40-49 "30 "21.1 "
"4 "30-39 "8 "5.6 "
"5 "20-29 "4 "2.8 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita hipertensi
tertinggi pada umur lebih dari 60 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 54
responden (38%), umur 50-59 tahun sebanyak 46 responden (32,4%), dan umur
40-49 tahun sebanyak 30 responden (5,6%).
Tabel 5
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Jenis Kelamin
"No. "Jenis Kelamin "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Laki-Laki "32 "22.5 "
"2 "Perempuan "110 "77.5 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita hipertensi laki-
laki sebanyak 32 responden (22,5%) dan perempuan sebanyak 110 responden
(77,5%).
Tabel 6
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pekerjaan
"No. "Pekerjaan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "IRT "80 "56.3 "
"2 "Swasta "23 "16.2 "
"3 "Pensiunan "21 "14.8 "
"4 "PNS "18 "12.7 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak
80 responden (56,3%), Wiraswasta sebanyak 23 responden (16,2%), dan
Pensiunan sebanyak 21 responden (21%).
Tabel 7
Distribusi Responden Hipertensi Menurut Pendidikan
"No. "Pendidikan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "tidak tamat "7 "4.9 "
" "SD " " "
"2 "SD "42 "29.6 "
"3 "SMP "34 "23.9 "
"4 "SMA "35 "24.6 "
"5 "D3 "6 "4.2 "
"6 "S1 "14 "9.9 "
"7 "S2 "4 "2.8 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ditribusi responden
Hipertensi berdasarkan pendidikan terakhir yaitu paling tinggi SD sebanyak
42 responden (29,6%), SMA sebanyak 35 responden (24,6%), SMP sebanyak 34
responden (23,9%), dan terendah S2 sebanyak 4 responden (2,8%).
Tabel 8
Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Hipertensi
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Tenaga Kesehatan "113 "79.6 "
"2 "Periksa Tekanan Darah "20 "14.1 "
" "sendiri " " "
"3 "Berdasarkan Keluhan "9 "6.3 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden hipertensi
mengetahui menderita hipertensi dari tenaga kesehatan sebanyak 113
responden (79,6%), melakukan pemeriksaan tekanan darah sendiri sebanyak 20
responden (14,1%) dan berdasarkan keluhan sebanyak 9 responden (6,3%).
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Penggunaan Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Ya "107 "75.6 "
"2 "Tidak "35 "24.6 "
" "Total "142 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 107 responden
(75,6%) menggunakan herbal untuk menangani hipertensi yang diderita dan
sebanyak 35 responden (24,6%) tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 10
Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk Penanganan
Hipertensi
"No. "Jenis Herbal "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "Daun sirsak "25 "17.6 "
"2 "Kumis Kucing "18 "12.7 "
"3 "Daun belimbing "18 "12.7 "
"4 "Seledri "14 "9.9 "
"5 "Bawang putih "10 "7 "
"6 "Daun jarak "8 "5.6 "
"7 "Labu siam "7 "4.9 "
"8 "Sambiloto "7 "4.9 "
"9 "Sambung Nyawa "6 "4.2 "
"10 "Mentimun "5 "3.5 "
"11 "Mengkudu "5 "3.5 "
"12 "Daun pepaya "4 "2.8 "
"13 "Daun salam "3 "2.1 "
"14 "Daun jeruk "2 "1.4 "
"15 "Rosella "2 "1.4 "
"16 "kunyit "2 "1.4 "
"17 "Jintan hitam "2 "1.4 "
"18 "Daun bila "2 "1.4 "
"19 "Pegagan "1 "0.7 "
"20 "Teratai "1 "0.7 "
"21 "Daun Tapak Dara "1 "0.7 "
"22 "Biojanna "1 "0.7 "
"23 "Daun kelapa "1 "0.7 "
"24 "Daun Murbei "1 "0.7 "
"25 "Daun gedi "1 "0.7 "
"26 "Mahkota dewa "1 "0.7 "
"27 "Daun Mangga "1 "0.7 "
"28 "Daun pandan "1 "0.7 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal yang
diketahui untuk penanganan Hipertensi paling banyak adalah Daun Sirsak
sebanyak 25 responden (17,6%), Kumis kucing dan Daun Belimbing masing-
masing sebanyak 18 responden (12,7%), Seledri sebanyak 14 responden (9,9%),
dan Bawang putih sebanyak 10 responden (7%).
Tabel 11
Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal untuk Hipertensi
"No. " "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Menanam sendiri "55 "51.4 "
"2 "Pasar "31 "28.9 "
"3 "Tetangga "16 "14.9 "
"4 "Toko obat/Apotik "3 "2.8 "
"5 "Nakes lain "1 "0.9 "
"6 "Pengobat "1 "0.9 "
" "Tradisional " " "
" "Total "107 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman herbal paling
banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu sebanyak 55 responden
(51,4%), diperoleh dari Pasar sebanyak 31 responden (28,9%), dan diperoleh
dari tetangga sebanyak 16 responden (14,9%).
Tabel 12
Distirbusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk Penanganan
Hipertensi
"No."Bentuk Herbal "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Segar "104 "97.19 "
"2 "serbuk dalam "3 "2.8 "
" "kapsul " " "
" "Total "107 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden Hipertensi
paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 104
responden (97,19%) dan bentuk serbuk dalam kapsul sebanyak 3 responden
(2,8%).
Tabel 13
Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
"Jenis Herbal "Akar "Batang "Daun "Bunga "Biji "Buah "
"Seledri "10 (7,0%) "1 (0,7%) "1 (0,7%) "2 (1,4%) " " "
"Kumis Kucing "18 (12,6%)" " " " " "
"Pegagan "1 (0,7%) " " " " " "
"Daun sirsak "24 (16,9%)"1 (0,7%) " " " " "
"Mentimun " " "2 (1,4%) "3 (2,1%) " " "
"Mengkudu " " " "1 (0,7%) "4 " "
" " " " " "(2,8%) " "
"Sambung Nyawa "6 (4,2%) " " " " " "
"Bawang putih "4 (2,8%) "1 (0,7%) " "5 (3,5%) " " "
"Daun pepaya "4 (2,8%) " " " " " "
"Biojanna " " " " " "1 (0,7%) "
"Daun jeruk "2 (1,7%) " " " " " "
"Daun salam "3 (2,1%) " " " " " "
"Sambiloto "7 (4,9) " " " " " "
"Jintan hitam " " " " " "2 (1,4%) "
"Daun bila "2 (1,4%) " " " " " "
"Teratai "1 (0,7%) " " " " " "
"Daun belimbing "17 (12%) "1 (0,7%) " " " " "
"Daun Tapak Dara"1 (0,7%) " " " " " "
"Labu siam " " "4 (2,8%) "1 (0,7%) "2 " "
" " " " " "(1,4%) " "
"Daun jarak "8 (5,6%) " " " " " "
"Daun kelapa "1 (0,7%) " " " " " "
"Rosella "2 (1,4%) " " " " " "
"Daun Murbei "1 (0.7%) " " " " " "
"Daun gedi "1 (0,7%) " " " " " "
"kunyit "2 (1,4%) " " " " " "
"Mahkota dewa "1 (0,7%) " " " " " "
"Daun Mangga "1 (0,7%) " " " " " "
"Daun pandan "1 (0,7%) " " " " " "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak herbal yang
digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Daun Sirsak sebanyak 24
responden (16,9%), Kumis kucing sebanyak 18 responden (12,6%), Daun
belimbing sebanyak 17 responden (12%), dan Seledri sebanyak 10 responden
(7%).
Tabel 15
Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
"No."Penggunaan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Diminum "98 "91.5 "
"2 "Dilalap "9 "8.41 "
" "Total "107 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Herbal paling banyak
digunakan dengan cara diminum yaitu sebanyak 98 responden (91,5%) dan
dilalap sebanyak 9 responden (8,41%).
Tabel 16
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Dirasakan Setelah
mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Ya "6 "5.6 "
"2 "Tidak ada "101 "94.39 "
" "Total "107 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 101 responden
(5,6%) tidak merasakan adanya efek samping setelah menggunakan herbal. Dan
hanya sebanyak 6 responden (5,6%) merasakan ada efek samping setelah
menggunakan herbal.
Tabel 17
Distribusi Responden Menurut Efek Samping Yang Terjadi Setelah Mengkonsumsi
Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Mual "1 "0,93 "
"2 "Keringat dingin "1 "0,93 "
"3 "Ngilu "1 "0,93 "
" "tulang/persendian " " "
"4 "Sering bersendawa "1 "0,93 "
"5 "Maag "1 "0,93 "
"6 "Gatal-gatal "1 "0,93 "
"7 "Tidak ada efek "101 "94,39 "
" "samping " " "
" "Total "107 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping yang
dirasakan oleh 6 responden setelah mengkonsumsi herbal yaitu mual sebanyak
1 responden (0,93%), keringat dingin sebanyak 1 responden (0,93%), ngilu
tulang sebanyak 1 responden (0,93%), sering bersendawa sebanyak 1 responden
(0,93%), maag sebanyak 1 responden (0,93%), dan gatal-gatal sebanyak 1
responden (0,93%).
Tabel 18
Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping yang Terjadi
Setelah Mengkonsumsi Herbal
"No. " "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "pemakaian dihentikan "3 "2,8 "
" "sementara " " "
"2 "minum air putih "2 "1,87 "
"3 "minum air kelapa "1 "0,93 "
"4 "Tidak ada efek samping "101 "94,39 "
" "Total "6 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 6 responden yang
merasakan adanya efek samping, sebanyak 3 responden (2,8%) mengatasi efek
samping dengan cara menghentikan sementara pemakaian herbal, 2 responden
(1,87%) minum air putih, dan 1 responden (0,93%) minum air kelapa.
DIABETES MELLITUS
Tabel 19
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Nama Puskesmas di Kota
Makassar
"No."Nama Puskesmas "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Jumpandang Baru "14 "24.6 "
"2 "Tamalanrea "13 "22.8 "
"3 "Bara-baraya "12 "21.1 "
"4 "Pattingalloang "11 "19.3 "
"5 "Tamamaung "7 "12.3 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan sebaran di
puskesmas penderita Diabetes Mellius tertinggi di Puskesmas Jumpandangbaru
sebanyak 14 responden (24,6%) dan terendah di Puskesmas Tamamaung sebanyak
7 responden (12,3%).
Tabel 20
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Jenis Kelamin
"No."Jenis Kelamin "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "Laki-Laki "11 "19.3 "
"2 "Perempuan "46 "80.7 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita Diabetes Mellitus
laki-laki sebanyak 11 responden (19,3%) dan perempuan sebanyak 46 responden
(80,7%).
Tabel 21
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Umur
"No."Kelompok Umur "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "30-39 "3 "5.3 "
"2 "40-49 "13 "22.8 "
"3 "50-59 "22 "38.6 "
"4 ">=60 "19 "33.3 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita Diabetes Mellitus
tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 22
responden (38,6%), umur lebih dari 60 tahun sebanyak 19 responden (33,3%),
dan umur 40-49 tahun sebanyak 13 responden (22,8%).
Tabel 22
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pendidikan
"No."Pendidikan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "tidak tamat SD "4 "7.0 "
"2 "SD "15 "26.3 "
"3 "SMP "10 "17.5 "
"4 "SMA "21 "36.8 "
"5 "D3 "1 "1.8 "
"6 "S1 "5 "8.8 "
"7 "S2 "1 "1.8 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Diabetes Mellitus berdasarkan pendidikan terakhir yaitu paling tinggi SMA
sebanyak 21 responden (36,8%), SD sebanyak 15 responden (26,3%), SMP
sebanyak 10 responden (17,5%), dan terendah D3 dan S2 masing-masing
sebanyak 1 responden (1,8%).
Tabel 23
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Pekerjaan
"No."Pekerjaan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "IRT "35 "61.4 "
"2 "Pensiunan "9 "15.8 "
"3 "PNS "7 "12.3 "
"4 "Swasta "6 "10.5 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Diabetes Mellitus berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu Rumah
Tangga yaitu sebanyak 35 responden (61,4%), Pensiunan sebanyak 9 responden
(15,8%), dan PNS sebanyak 7 responden (12,3%).
Tabel 24
Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Diabetes Mellitus
"No. " "Jumlah "Persentas"
" " " "i "
"1 "Pemeriksaan laboratorium "41 "71.9 "
"2 "Tenaga kesehatan "14 "24.6 "
"3 "Pemeriksaan sendiri "1 "1.8 "
"4 "Keluhan "1 "1.8 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden mengetahui
menderita Diabetes Mellitus dari hasil pemeriksaan laboratorium sebanyak 41
responden (71,9%), pemeriksaan tenaga kesehatan sebanyak 14 responden
(24,6%) dan berdasarkan keluhan serta pemeriksaan sendiri masing-masing
sebanyak 1 responden (1,8%).
Tabel 25
Distribusi Responden Diabetes Mellitus Menurut Penggunaan Herbal
"No. " "Jumlah "Persentasi (%) "
"1 "Ya "46 "80.7 "
"2 "Tidak "11 "19.3 "
" "Total "57 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 46 responden
(80,7%) menggunakan herbal untuk menangani Diabetes Mellitus yang diderita
dan sebanyak 11 responden (19,3%) tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 26
Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
"No. " "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Menanam sendiri "21 "45.65 "
"2 "Tetangga "10 "21.74 "
"3 "dari keluarga "7 "15.28 "
"4 "Pasar "5 "10.87 "
"5 "Pengobat Tradisional"2 "4.3 "
"6 "Nakes lain "1 "2.1 "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman herbal paling
banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu sebanyak 21 responden
(45,65%), diperoleh dari Tetangga sebanyak 10 responden (21,74%), dan
diperoleh dari Keluarga sebanyak 7 responden (15,28%).
Tabel 27
Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk penanganan
Diabetes Mellitus
"No. "Jenis Herbal "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Sambiloto "25 "43.9% "
"2 "Brotowali "13 "22.8% "
"3 "Daun bila "5 "8.8% "
"4 "Kayu Manis "2 "3.5% "
"5 "Rosella "2 "3.5% "
"6 "Daun Gedi "1 "1.8% "
"7 "Meniran "1 "1.8% "
"8 "Buah Mahoni "1 "1.8% "
"9 "Buah Pinang "1 "1.8% "
"10 "Daun Paliasa "1 "1.8% "
"11 "Mengkudu "1 "1.8% "
"12 "Ciplukan "1 "1.8% "
"13 "Tapak Darah "1 "1.8% "
"14 "Kapsul Cina "1 "1.8% "
"15 "Akar Durian "1 "1.8% "
"16 "Kulit Langsat "1 "1.8% "
"17 "Sambung Nyawa "1 "1.8% "
"18 "Daun Salam "1 "1.8% "
"19 "Kunyit "1 "1.8% "
"20 "Daun Waru "1 "1.8% "
"21 "Daun Miana "1 "1.8% "
"22 "Tidak Tahu Jenis "11 "19.3% "
" "Herbal " " "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal yang diketahui
untuk penanganan Hipertensi paling banyak adalah Sambiloto sebanyak 25
responden (43,9%), Brotowali sebanyak 13 responden (22,8%), Daun bila
sebanyak 5 responden (8,8%), dan Rosella serta Kayu Manis sebanyak 2
responden (3,5%).
Tabel 28
Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk Penanganan
Diabetes Mellitus
"No."Bentuk Herbal "Jumlah "Presentasi (%)"
"1 "Segar "42 "91.30 "
"2 "Dikeringkan "3 "6.52 "
"3 "Serbuk dalam kapsul "1 "2.17 "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden Diabetes Mellitus
paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 42
responden (91,30%) dan dalam bentuk dikeringkan sebanyak 3 responden
(6,52%).
Tabel 29
Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
"Jenis Herbal "Akar "Batang "Daun "Bunga "Biji "Buah "
"Sambiloto "24 "1 " " " " "
" "(42,1%) "(1,8%) " " " " "
"Brotowali "13 " " " " " "
" "(22,8%) " " " " " "
"Kayu Manis "1 (1,8%) " "1 (1,8%)" " " "
"Daun Gedi "1 (1,8%) " " " " " "
"Meniran "1 (1,8%) " " " " " "
"Buah Mahoni " " " " " "1 (1,8%) "
"Buah Pinang "1 (1,8%) " " " " " "
"Daun Paliasa "1 (1,8%) " " " " " "
"Mengkudu " " "1 (1,8%)" " " "
"Ciplukan " "1 " " " " "
" " "(1,8%) " " " " "
"Rosella "2 (3,5%) " " " " " "
"Tapak Darah "1 (1,8%) " " " " " "
"Kapsul Cina " " " " " "1 (1,8%) "
"Daun bila "5 (8,8%) " " " " " "
"Akar Durian "1 (1,8%) " " " " " "
"Kulit Langsat"1 (1,8%) " " " " " "
"Sambung Nyawa"1 (1,8%) " " " " " "
"Daun Salam "1 (1,8%) " " " " " "
"Kunyit "1 (1,8%) " " " " " "
"Daun Waru "1 (1,8%) " " " " " "
"Daun Miana "1 (1,8%) " " " " " "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak herbal yang
digunakan diramu dengan cara direbus yaitu Sambiloto sebanyak 24 responden
(42,1%), Brotowali sebanyak 13 responden (22,8%), Daun bila sebanyak 5
responden (8,8%), dan Rosella sebanyak 2 responden (3,5%).
Tabel 31
Distribusi Responden Menurut Cara Menggunakan Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Diminum "46 "100.0 "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 46 responden yang
menggunakan herbal untuk penanganan Diabetes Mellitus, seluruh responden
tersebut menggunakan herbal dengan cara diminum yaitu sebanyak 46 responden
(100%).
Tabel 32
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Ya "4 "8.70 "
"2 "tidak ada efek "42 "91.30 "
" "samping " " "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 42 responden
(91,30%) tidak merasakan adanya efek samping setelah menggunakan herbal.
Dan hanya sebanyak 4 responden (8,696%) yang merasakan ada efek samping
setelah menggunakan herbal.
Tabel 33
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "Mual "1 "2.17 "
"2 "Jantung berdebar "1 "2.17 "
"3 "Nyeri lambung "2 "4.35 "
"4 "Tidak ada efek "42 "91.3 "
" "samping " " "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping yang dirasakan
oleh 4 responden setelah mengkonsumsi herbal yaitu Nyeri lambung sebanyak 2
responden (4,35%), Mual dan Jantung berdebar masing-masing sebanyak 1
responden (2,17%)
Tabel 34
Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Pemakaian dihentikan "3 "6.52 "
" "sementara " " "
"2 "Ke pelayanan kesehatan "1 "2.17 "
"3 "Tidak ada efek samping "42 "91.3 "
" "Total "46 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 4 responden yang
merasakan adanya efek samping, sebanyak 3 responden (6,52%) mengatasi efek
samping dengan cara menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1
responden (2,17%) ke pelayanan kesehatan.
HIPERKOLESTEROLEMIA
Tabel 35
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Nama Puskesmas di Kota
Makassar
"No. "Nama Puskesmas "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Tamamaung "20 "23,0 "
"2 "Tamalanrea "19 "21,8 "
"3 "Pattingalloang "18 "20,7 "
"4 "Jumpandang Baru "17 "19,5 "
"5 "Bara-baraya "13 "14,9 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan sebaran di
puskesmas penderita Hiperkolesterolemia tertinggi di Puskesmas Tamamaung
sebanyak 20 responden (23%) dan terendah di Puskesmas Bara-baraya sebanyak
13 responden (14,9%).
Tabel 36
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Umur
"No. "Umur "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "30-39 "11 "12,6 "
"2 "40-49 "33 "37,9 "
"3 "50-59 "23 "26,4 "
"4 " 60 "20 "23 "
" "Total "87 "100 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperkolesterolemia tertinggi pada umur 40-49 tahun dengan jumlah penderita
sebanyak 33 responden (37,9%), umur 50-59 tahun sebanyak 23 responden
(26,4%), dan umur 60 tahun sebanyak 20 responden (23%).
Tabel 37
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Jenis Kelamin
"No."Jenis Kelamin "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Laki-Laki "14 "16,1 "
"2. "Perempuan "73 "83,9 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita
Hiperkolesterolemia laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%) dan perempuan
sebanyak 73 responden (83,9%).
Tabel 38
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pekerjaan
"No."Pekerjaan "Jumlah "Persentasi (%)"
"1 "IRT "48 "55,2 "
"2 "PNS "23 "26,4 "
"3 "Swasta "11 "12,6 "
"4 "Pensiunan "5 "5,7 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Hiperkolesterolemia berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu Rumah
Tangga yaitu sebanyak 48 responden (55,2%), PNS sebanyak 23 responden
(26,4%), dan Pegawai Swasta sebanyak 11 responden (12,6%).
Tabel 39
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Pendidikan
"No."Pendidikan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "tidak tamat SD "3 "3,4 "
"2. "SD "20 "23,0 "
"3. "SMP "18 "20,7 "
"4. "SMA "24 "27,6 "
"5. "D3 "4 "4,6 "
"6. "S1 "14 "16,1 "
"7. "S2 "4 "4,6 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Hiperkolesterolemia berdasarkan pendidikan terakhir yaitu paling tinggi SMA
sebanyak 24 responden (27,6%), SD sebanyak 20 responden (23%), SMP sebanyak
18 responden (20,7%), dan S1 sebanyak 14 responden (16,1%).
Tabel 40
Distribusi Responden Menurut Cara Mengetahui Menderita Hiperkolesterolemia
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Tenaga kesehatan "37 "42,5 "
"2. "Pemeriksaan "43 "49,4 "
" "Laboratorium " " "
"3. "Keluhan "7 "8,0 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden mengetahui
menderita Hiperkolesterolemia dari hasil pemeriksaan laboratorium sebanyak
43 responden (49,4%), pemeriksaan tenaga kesehatan sebanyak 37 responden
(42,5%) dan berdasarkan keluhan sebanyak 7 responden (8%).
Tabel 41
Distribusi Responden Hiperkolesterolemia Menurut Penggunaan Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Ya "56 "64,4 "
"2. "Tidak menggunakan "31 "35,6 "
" "Total "87 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 56 responden
(64,4%) menggunakan herbal untuk menangani Hiperkolesterolemia dan sebanyak
31 responden (35,6%) tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 42
Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Menanam sendiri "28 "50 "
"2 "Pasar "14 "25 "
"3 "Nakes lain "4 "7.14 "
"4 "Toko obat/Apotik "4 "7.14 "
"5 "Dokter "4 "7.14 "
"6 "Tetangga "2 "3.57 "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman herbal paling
banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu sebanyak 28 responden (50%)
dan diperoleh dari Pasar sebanyak 14 responden (25%).
Tabel 43
Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk penanganan
Hiperkolesterolemia
"No. "Nama Tanaman "Jumlah Yg "Persentasi "
" " "Mengetahui "(%) "
"1 "Daun Sirsak "13 "14,90% "
"2 "Daun Salam "12 "13,80% "
"3 "Labu Siam "7 "8,00% "
"4 "Kemuning "6 "6,90% "
"5 "Sambung Nyawa "5 "5,70% "
"6 "Bunga Rosella "4 "4,60% "
"7 "Sambiloto "3 "3,40% "
"8 "Mengkudu "3 "3,40% "
"9 "Jati Belanda "2 "2,30% "
"10 "Keji Beling "2 "2,30% "
"11 "Mentimun "2 "2,30% "
"12 "Kunyit "2 "2,30% "
"13 "Kunyit Putih "2 "2,30% "
"14 "Daun Miyana "2 "2,30% "
"15 "Daun Belimbing "2 "2,30% "
"16 "Daun Kaca-Kaca "2 "2,30% "
"17 "Kalembak "1 "1,10% "
"18 "Bawang putih "1 "1,10% "
"19 "Jintan Hitam "1 "1,10% "
"20 "Mahkota Dewa "1 "1,10% "
"21 "Tapak Dara "1 "1,10% "
"22 "Daun Paliasa "1 "1,10% "
"23 "Daun Mangga "1 "1,10% "
"24 "Kumis Kucing "1 "1,10% "
"25 "Daun Benalu "1 "1,10% "
"26 "Daun Tapak Dara "1 "1,10% "
"27 "Daun Gedi "1 "1,10% "
"28 "Temulawak "1 "1,10% "
"29 "Kencur "1 "1,10% "
"30 "Wortel "1 "1,10% "
"31 "Meniran "1 "1,10% "
"32 "Daun Jarak "1 "1,10% "
"33 "Daun Kelapa "1 "1,10% "
"34 "Daun Murbei "1 "1,10% "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal yang diketahui
untuk penanganan Hiperkolesterolemia paling banyak adalah Daun sirsak
sebanyak 13 responden (14,9%), Daun salam sebanyak 12 responden (13,8%),
Labu siam sebanyak 7 responden (8%), Kemuning sebanyak 6 responden (6,9%),
dan Sambung nyawa sebanyak 5 responden (5,7%).
Tabel 44
Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk Penanganan
Hiperkolesterolemia
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Segar "50 "89.29 "
"2. "Dikeringkan "4 "7.14 "
"3. "serbuk dalam kapsul "1 "1.79 "
"4. "Cairan "1 "1.79 "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden
Hiperkolesterolemia paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk segar
yaitu sebanyak 50 responden (89,29%) dan dalam bentuk dikeringkan sebanyak
4 responden (7,14%).
Tabel 45
Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang Digunakan
"No."Nama Tanaman "Akar "Batang "
"1. "Diminum "55 "98.21 "
"2. "Dilalap "1 "1.79 "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 55 responden
(98,21%) tidak merasakan adanya efek samping setelah menggunakan herbal.
Dan hanya sebanyak 1 responden (1,79%) merasakan ada efek samping setelah
menggunakan herbal.
Tabel 48
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Ya "2 "3.57 "
"2. "tidak ada "54 "96.43 "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 54 responden
(96,43%) tidak merasakan adanya efek samping setelah menggunakan herbal.
Dan hanya sebanyak 2 responden (3,57%) yang merasakan ada efek samping
setelah menggunakan herbal.
Tabel 49
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah Mengkonsumsi
Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Mual "2 "3.57 "
"2. "Tidak ada efek "54 "96.43 "
" "samping " " "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping yang dirasakan
oleh 2 responden setelah mengkonsumsi herbal yaitu Mual (3.57%)
Tabel 50
Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1. "Pemakaian dihentikan "1 "1.79 "
" "sementara " " "
"2. "Minum air putih "1 "1.79 "
"3. "Tidak ada efek "54 "96.43 "
" "samping " " "
" "Total "56 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 2 responden yang
merasakan adanya efek samping, sebanyak 1 responden (1,79%) mengatasi efek
samping dengan cara menghentikan sementara pemakaian herbal, dan 1
responden (1,79%) meminum air putih.
HIPERURISEMIA
Tabel 51
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Nama Puskesmas di Kota Makassar
"No."Nama "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Tamamaung "31 "27,2 "
"2 "Pattingalloang "24 "21,1 "
"3 "Tamalanrea "22 "19,3 "
"4 "Bara-baraya "22 "19,3 "
"5 "Jumpandang Baru "15 "13,2 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer,2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa berdasarkan sebaran di
puskesmas penderita Hiperurisemia tertinggi di Puskesmas Tamamaung sebanyak
31 responden (27,2%) dan terendah di Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 15
responden (13,2%).
Tabel 52
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Jenis Kelamin
"No."Jenis kelamin "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Laki-Laki "31 "27,2 "
"2 "Perempuan "83 "72,8 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita Hiperurisemia
laki-laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan perempuan sebanyak 83 responden
(72,8%)
Tabel 53
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Umur
"No. "Kelompok Umur "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "20-29 "3 "2,6 "
"2 "30-39 "3 "2,6 "
"3 "40-49 "31 "27,2 "
"4 "50-59 "40 "35,1 "
"5 " 60 "37 "32,5 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penderita Hiperurisemia
tertinggi pada umur 50-59 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 40
responden (35,1%), umur lebih dari 60 tahun sebanyak 37 responden (32,5%),
dan umur 40-49 tahun sebanyak 13 responden (27,2%).
Tabel 54
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pekerjaan
"No."Jenis Pekerjaan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "IRT "59 "51,8 "
"2 "Swasta "22 "19,3 "
"3 "PNS "17 "14,9 "
"4 "Pensiunan "15 "13,2 "
"5 "tidak bekerja "1 "0,9 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Hiperurisemia berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu Rumah Tangga
yaitu sebanyak 59 responden (51,8%), Pegawai swasta sebanyak 22 responden
(19,3%), dan PNS sebanyak 17 responden (14,9%).
Tabel 55
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Pendidikan
"No."Tingkat Pendidikan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "tidak tamat SD "7 "6,1 "
"2 "SD "27 "23,7 "
"3 "SMP "24 "21,1 "
"4 "SMA "29 "25,4 "
"5 "D3 "9 "7,9 "
"6 "S1 "16 "14,0 "
"7 "S2 "2 "1,8 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi responden
Hiperurisemia berdasarkan pendidikan terakhir yaitu paling tinggi SMA
sebanyak 29 responden (25,4%), SD sebanyak 27 responden (23,7%) dan SMP
sebanyak 24 responden (21,1%).
Tabel 56
Distribusi Responden Mengetahui Menderita Hiperurisemia
"No." "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Tenaga Kesehatan "43 "37,7 "
"2 "Pemeriksaan "36 "31,6 "
" "Laboratorium " " "
"3 "Keluhan "35 "30,7 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden mengetahui
menderita Hiperurisemia dari hasil pemeriksaan tenaga kesehatan sebanyak 43
responden (37,7%), dari hasil pemeriksaan laboratorium sebanyak 36
responden (31,6%) dan berdasarkan keluhan sebanyak 35 responden (30,7%).
Tabel 57
Distribusi Responden Hiperurisemia Menurut Penggunaan Herbal
"No."Biasa menggunakan "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Ya "76 "64,9 "
"2 "Tidak "38 "33,3 "
" "Total "114 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 76 responden
(64,9%) menggunakan herbal untuk menangani Hiperurisemia dan sebanyak 38
responden (33,3%) tidak pernah menggunakan herbal.
Tabel 58
Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Herbal
"No."Asal Tanaman Herbal "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Menanam sendiri "30 "39.47 "
"2 "Pasar "22 "28.95 "
"3 "Toko obat/Apotik "10 "13.16 "
"4 "Tetangga "7 "9.21 "
"5 "Tenaga kesehatan "2 "2.63 "
"6 "toko obat/apotek dan "1 "1.32 "
" "pasar " " "
"7 "Penjual Jamu "1 "1.32 "
"8 "Hutan "1 "1.32 "
"9 "tetangga dan tanam "1 "1.32 "
" "sendiri " " "
"10 "Sungai "1 "1.32 "
" "Total "76 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tanaman herbal paling
banyak diperoleh dengan Menanam Sendiri yaitu sebanyak 30 responden
(39,47%), diperoleh dari Pasar sebanyak 22 responden (28.95%), dan
diperoleh dari Toko obat/Apotik sebanyak 10 responden (13,16%).
Tabel 59
Distribusi Responden Menurut Jenis Herbal yang diketahui untuk penanganan
Hiperurisemia
"No. "Nama Tanaman "Jumlah "Persentasi (%) "
"1 "Daun Sirsak "18 "15,80% "
"2 "Sambiloto "10 "8,80% "
"3 "Daun Salam "7 "6,10% "
"4 "Buah Merah "7 "6,10% "
"5 "Kayu Secan "6 "5,30% "
"6 "Labu Siam "5 "4,40% "
"7 "Daun Paliasa "5 "4,40% "
"8 "Mengkudu "5 "4,40% "
"9 "Mahkota Dewa "4 "3,50% "
"10 "Daun Miyana "4 "3,50% "
"11 "Kumis Kucing "4 "3,50% "
"12 "Bunga Rosella "4 "3,50% "
"13 "Sambung Nyawa "3 "2,60% "
"14 "Daun Kaca-Kaca "3 "2,60% "
"15 "Jahe "3 "2,60% "
"16 "Buah Naga "3 "2,60% "
"17 "Temulawak "2 "1,80% "
"18 "Daun Belimbing "2 "1,80% "
"19 "Akar Dewa "2 "1,80% "
"20 "Daun Paria "2 "1,80% "
"21 "Jintan Hitam "2 "1,80% "
"22 "Sarang Semut "2 "1,80% "
"23 "Daun Nanas "2 "1,80% "
"24 "Tempuyung "1 "0,90% "
"25 "Daun Kepel "1 "0,90% "
"26 "Daun Pepaya "1 "0,90% "
"27 "Pasak bumi "1 "0,90% "
"28 "Daun Gedi "1 "0,90% "
"29 "Daun Jeruk "1 "0,90% "
"30 "Keji Beling "1 "0,90% "
"31 "Mentimun "1 "0,90% "
"32 "Daun Sangga "1 "0,90% "
"33 "Brotowali "1 "0,90% "
"34 "Bawang Putih "1 "0,90% "
"35 "Daun Waru "1 "0,90% "
"36 "Daun lumut "1 "0,90% "
"37 "Kunyit "1 "0,90% "
"38 "Tapak Berduri "1 "0,90% "
"39 "Meniran "1 "0,90% "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis herbal yang diketahui
untuk penanganan Hiperurisemia paling banyak adalah Daun sirsak sebanyak 18
responden (15,80%), Sambiloto sebanyak 10 responden (8,8%), Buah merah dan
Daun salam masing-masing sebanyak 7 responden (6,10%), dan Kayu secan
sebanyak 6 responden (5,3%).
Tabel 60
Distribusi Responden Menurut Bentuk Herbal yang digunakan untuk Penanganan
Hiperurisemia
"No."Bentuk Tanaman Herbal"Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Segar "61 "80.26 "
"2 "Dikeringkan "8 "10.53 "
"3 "serbuk dalam kapsul "2 "2.63 "
"4 "Cairan "4 "5.26 "
"5 "segar dan serbuk "1 "1.32 "
" "dalam kapsul " " "
" "Total "76 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden Hiperurisemia
paling banyak menggunakan herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 61
responden (80,26%), dalam bentuk dikeringkan sebanyak 8 responden (10,53%),
dan dalam bentuk cairan sebanyak 4 responden (5,26%).
Tabel 61
Distribusi Responden Menurut Bagian Tanaman Herbal yang digunakan
"No."Nama Tanaman "Akar "Batang "
"1 "Diminum "74 "97.37 "
"2 "Dikompres "2 "2.63 "
" "Total "76 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 76 responden yang
menggunakan herbal untuk penanganan Hiperurisemia, sebanyak 74 reponden
(97,37%) menggunakan herbal dengan cara diminum dan sebanyak 2 responden
(2,63%) menggunakan dengan cara dikompres.
Tabel 64
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang dirasakan Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No." Efek Samping "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Ya "3 "3.95 "
"2 "tidak ada "73 "96.15 "
" "Total "76 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 73 responden
(96,15%) tidak merasakan adanya efek samping setelah menggunakan herbal dan
sebanyak 3 responden (3,95%) merasakan ada efek samping setelah menggunakan
herbal.
Tabel 65
Distribusi Responden Menurut Efek Samping yang Terjadi Setelah Mengkonsumsi
Herbal
"No."Bentuk Efek Samping "Jumlah "Persentasi "
" " " "(%) "
"1 "Pusing "1 "1.32 "
"2 "Diare "1 "1.32 "
"3 "ngilu "1 "1.32 "
" "tulang/persendian " " "
"4 "Tidak ada efek "73 "96.15 "
" "samping " " "
" "Total "76 "100,0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa efek samping yang dirasakan
oleh 3 responden setelah mengkonsumsi herbal yaitu pusing, diare, dan ngilu
tulang atau persendian masing-masing sebanyak 1 responden (1,32%).
Tabel 66
Distribusi Responden Menurut Cara Mengatasi Efek Samping Setelah
Mengkonsumsi Herbal
"No."Cara Mengatasi "Jumlah "Persentasi "
"1 "pemakaian dihentikan "3 "3.85 "
" "sementara " " "
"2 "Tidak ada efek "73 "96.15 "
" "samping " " "
" "Total "76 "100.0 "
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 3 responden
(3,85%) mengatasi efek samping dengan cara menghentikan sementara pemakaian
herbal.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa
distribusi responden berdasarkan jenis penyakit sebagai berikut: Hipertensi
142 responden (35,5%), Hiperurisemia 114 responden (28,5%),
Hiperkolesterolemia 87 responden (21,75%), dan Diabetes Mellitus 57
responden (14,25%).
Berdasarkan sebaran Puskesmas responden yang diwawancara sebagai
berikut: Puskesmas Pattingalloang sebanyak 86 responden (21,5%), Puskesmas
Tamamaung sebanyak 84 responden (21%), Puskesmas Tamalanrea sebanyak 80
responden (20% ), Puskesmas Jumpandangbaru sebanyak 76 responden (19%),
dan Puskesmas Bara-barayya sebanyak 74 responden (18,5%). Distribusi
pengambilan sampel hampir merata di setiap Puskesmas karena frekuensi
pengambilan responden sama untuk semua Puskesmas.
HIPERTENSI :
Distribusi responden Hipertensi menurut umur yakni pada usia 40-49
tahun sebanyak 30 responden (21,1%), umur 50-59 tahun sebanyak 46 responden
(32,4%), dan tertinggi pada usia 60 tahun ke atas sebanyak 54 responden
(38%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, faktor resiko
untuk terkena penyakit hipertensi juga semakin meningkat. Umur merupakan
faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak dapat dicegah karena menurut
penelitian semakin meningkat umur seseorang maka semakin besar risiko
terkena hipertensi. Menurut Dede Kusmana dari Departemen Kardiologi
Universitas Indonesia (2007), bahwa umur penderita hipertensi antara 20-30
tahun prevalensinya adalah 5-10%, umur dewasa muda prevalensinya antara 20-
25% dan umur diatas 50 tahun sekitar 60%. Menurut penelitian yang dilakukan
Suyati (2005), di Rumah Sakit Islam Jakarta, bahwa penderita hipertensi
umumnya berusia antara 36-50 tahun yaitu 56,7%. Sementara penelitan
Rasmaliah dkk (2005), di Desa Pekan Labuhan dan Nelayan Indah Kecamatan
Medan Labuhan mencatat bahwa penderita hipertensi terbanyak pada umur 45-60
tahun sebesar 30,8%.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penderita hipertensi laki-laki
sebanyak 32 responden (22,5%) dan perempuan sebanyak 110 responden (77,5%).
Dan berdasarkan pekerjaan, paling tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu
sebanyak 80 responden (56,3%), Wiraswasta sebanyak 23 responden (16,2%),
dan Pensiunan sebanyak 21 responden (21%). Sebagian besar pasien yang
datang di puskesmas pada saat dilakukan pengkajian adalah wanita yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal ini sesuai dengan hasil hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25 tahun ke
atas menunjukkkan bahwa prevalensi penderita hipertensi lebih tinggi pada
wanita daripada laki-laki yaitu 27% laki-laki dan 29% wanita menderita
hipertensi (Sugiharto, 2007).
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita masih terjadi
kontroversi. Menurut beberapa penelitian menunjukkan prevalensi hipertensi
pada wanita lebih banyak daripada pria tetapi beberapa penelitian lain
menunjukkan bahwa hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada
kaum wanita disebabkan pada umumnya yang bekerja adalah pria, dan pada saat
mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi dan mencari jalan pintas
seperti merokok, mabuk minum – minuman alkohol, dan pola makan yang tidak
baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita dalam
mengatasi, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil. Tetapi
tekanan darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause daripada
sebelum menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologi dan adanya
perubahan dalam diri wanita tersebut. Bila ditinjau perbandingan antara
perempuan dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari
laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria
dan 11,6% untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan
17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14,6%
pria dan 13,7% perempuan. Sedangkan menurut hasil survei prevalensi dan
faktor risiko penyakit tidak menular oleh Dinas Kesehatan Provinsi jawa
Tengah tahun 2006 menunjukkan bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita, yaitu sebesar 22,9% dan perempuan 19,8% (Aris
Sugiharto). Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse
mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut MN.
Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria,
hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita
(Sugiharto, 2007).
Dari hasil wawancara penderita hipertensi ditemukan bahwa responden
mengetahui menderita hipertensi, tertinggi berdasarkan hasil pemeriksaan
tenaga kesehatan 113 responden (79,6%). Hal ini dikarenakan di kota
Makassar sarana pelayanan kesehatan tersebar merata dan ditunjang pula oleh
program pelayanan kesehatan gratis.
Penggunaan herbal pada penderita hipertensi mencakup 107 responden
(75,6%). Hal ini memperlihatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
herbal cukup tinggi. Namun jenis herbal yang digunakan masih sangat
bervariasi. Ada 28 jenis herbal, dengan jenis terbanyak daun sirsak
dikonsumsi oleh 25 responden (17,6%), daun belimbing oleh 18 responden
(12,7%), kumis kucing oleh 18 responden (12,7%), seledri oleh 14 responden
(9,9%), dan bawang putih oleh 10 responden (7%). Cara responden memperoleh
herbal paling tinggi adalah dengan menanam sendiri sebanyak 55 responden
(51,4%), membeli di pasar 31 responden (28,9%), dan diperoleh dari tetangga
16 responden (14,9%). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan herbal mudah dan
murah bagi masyarakat. Bentuk herbal yang digunakan secara umum adalah
herbal segar, dikonsumsi oleh 104 responden (97,19%). Bagian tanaman yang
paling banyak digunakan adalah daun, diolah dengan cara direbus, dan cara
penggunaannya adalah dengan diminum, dilakukan oleh 98 responden (91,5%).
Sebanyak 101 responden (94,39%) mengaku tidak merasakan adanya efek samping
setelah mengkonsumsi herbal.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal yang paling
banyak digunakan oleh responden untuk menangani Hipertensi :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Daun sirsak mengandung minyak atsiri, sineol 50-65%, α-pinen, limonene
dan dipenten. Selain itu mengandung senyawa asetoginin dan pada
konsentrasi tinggi, senyawa asetoginin memiliki keistimewaan sebagai
antifeedent. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Joshi UH,dkk dari
Departemen Farmakologi, RK College of Pharmacy, India bahwa ekstrak daun
tanaman sirsak dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
resistensi pembuluh darah perifer (Joshi UH, 2003).
2. Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Suatu penelitian tentang pengaruh pemberian campuran ekstrak daun
salam dan daun kumis kucing terhadap tekanan darah 40 ekor tikus putih
jantan yang dibuat hipertensi dengan diberi Nacl 2,5%. Ekstrak campuran
kedua tanaman diberikan secara peroral dan pada hari ke-36 perlakuan,
tikus-tikus tersebut diukur tekanan darahnya secara langsung. Ternyata
formula campuran kedua bahan alam tersebut memiliki efek penurunan
tekanan darah tikus yang efek maksimum dicapai pada dosis 100 mg/200 g
bb. Kemungkinan mekanisme penurunan tekanan darah terjadi melalui efek
diuretic keddua bahan, karena zat-zat terlarut yang bersifat diuretic
dapat menambah kecepatan pembentukan urin dan meningkatkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah
untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga cairan ekstrasel dan tekanan darah kembali
normal. Selain itu, hasil uji klinis campuran kumis kucing dan juga
seledri membuktikan efektivitasnya dalam menurunkan hipertensi (Vademikum
Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu).
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth), daunnya mengandung
alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol. Khasiat dan kegunaan daun ini
sebagai diuretik, pelarut kalsium oksalat,dan anti bakteri. Penggunaan
sebagai anti hipertensi adalah karena khasiat diuretik yang dimilikinya
(Handayani, 1997).
3. Daun Belimbing (Averrhoa bilimbi L.)
Uji anti hipertensi terhadap hewan uji menunjukkan bahwa ekstrak
belimbing yang telah dimurnikan ternyata mempunyai efek penurunaan
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar. Untuk durasi
penurunan tekanan darah, ekstrak yang telah dimurnikan mempunyai waktu
lebih lama dibandingkan ekstrak kasar. Ekstrak daun belimbing wuluh yang
telah dimurnikan mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai obat
antihipertensi; karena obat yang dikembangkan dari bahan alam dinilai
cukup aman bila dibandingkan obat antihipertensi sintetik yang mempunyai
efek samping yang tidak diinginkan (Hernani, dkk, 2009).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) termasuk dalam famili Oxadilaceae
merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi dimanfaatkan untuk obat
antihipertensi. Telah dibuktikan oleh Bipat et al., (2008) bahwa daun
belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah melalui stimulasi diuretik
pada hewan babi, dan tidak mengamati langsung penurunan tekanan darah
setelah diberi larutan uji.
4. Seledri (Apium graveolens L)
Dari Uji praklinik yang dilakukan bahwa infusa daun seledri 20; 40 %
dosis 8 mL/ekor pada tikus putih dengan pembanding furosemida dosis 1,4
mg/ekor, dapat memperbanyak urin secara bermakna. Pemberian perasan daun
seledri menurunkan tekanan darah kucing sebesar 13-17 mm Hg. Ekstrak daun
seledri menurunkan tekanan darah kucing sebesar 10-30 mmHg. Sedangkan uji
klinik yang melibatkan 49 penderita hipertensi diberi tingtur (setara 2
g/ml ekstrak herba seledri) 3 kali sehari 30-45 tetes. Hasilnya
memberikan efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada 44,9% dan tidak
memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu dan sirup pada jus herba
segar dosis 40 ml/3 x sehari menunjukkan efektivitas pengobatan pada 14
dari 16 kasus hipertensi (Formularium Obat Herbal Asli Indonesia).
Dari penelitian pengaruh fraksi etanol air dan etil asetat akar
seledri (Apium graveolens L) terhadap darah tikus hipertensi yang
diinduksi dengan NaCl dan prednison, dapat disimpulkan bahwa fraksi
etanol air dosis 20 mg/kgbb dan 40 mg/kgbb dan fraksi etil asetat dosis
40 mg/kgbb dapat menurunkan tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan
arteri rata-rata pada tikus hipertensi secara signifikan (P 0,05) dengan
potensi efek antihipertensi sebanding dengan kaptopril 2,5 mg/kgbb
(Siska, dkk, 2009).
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fraksi akar seledri ini
mempunyai aktivitas sebagai diuretik (Budiman, 2009; Zainudin, 2009).
Diduga fraksi ini menurunkan tekanan darah melalui mekanisme penurunan
tahanan perifer pembuluh darah tanpa menyebabkan penurunan laju jantung
yang berarti. Hal ini juga diperkuat oleh gejala lain yang diamati selama
percobaan, yakni terjadinya diuresis pada tikus (data tidak ditampilkan).
Terjadinya diuresis menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan menunjukkan peningkatan jumlah pengeluaran zat-zat
terlarut dan air. Sebagai akibatnya terjadi penurunan cairan volume
ekstrasel. Pada kondisi hipertensi, proses diuresis akan menurunkan kadar
natrium dalam cairan tubuh dan dengan adanya efek vasodilatasi maka
terjadi penurunan resistensi perifer yang kemudian menurunkan tekanan
darah (Setiawati, 2004). Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa fraksi
akar seledri kecuali fraksi etil asetat dosis 20 mg/kgbb memiliki efek
antihipertensi yang nyata dalam menurunkan tekanan darah tikus
hipertensi. Pada dosis yang digunakan, fraksi mempunyai efek yang
sebanding dengan kaptopril dalam menurunkan tekanan darah sistol, tekanan
darah diastol, dan tekanan arteri rata-rata hewan percobaan. Dengan
demikian dapat diasumsikan bahwa akar seledri merupakan tanaman obat yang
mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai obat
antihipertensi sehingga layak untuk diteliti lebih lanjut (Siska, dkk,
2009).
5. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih adalah obat ajaib untuk jantung. Bawang putih memiliki
efek yang baik pada semua sistem kardiovaskular termasuk tekanan
darah. Dalam studi klinis, bawang putih telah terbukti menurunkan tekanan
sistolik 20-30 mm Hg dan diastolik sebesar 10-20 mm Hg. Ketika orang-
orang dengan tekanan darah tinggi diberikan satu siung bawang putih
setiap hari selama 12 minggu, tekanan darah diastolik mereka dan kadar
kolesterol secara signifikan berkurang. Makan satu siung bawang putih
ditemukan memiliki efek menguntungkan dalam mengelola
hipertensi. Mekanisme farmasi efek bawang putih terhadap tekanan darah
diyakini terkait dengan efek pada sistem saraf otonom, sifat penurun
lipid dan mengandung senyawa kadar sulfur yang tinggi (Joshi UH, 2003).
Penelitian awal tentang efek hipotensif (penuruan tekanan darah) dari
ekstrak umbi bawang putih dilakukan oleh Foushee et al. (1982). Perlakuan
diberikan dengan dosis 0,1; 0,25; dan 0,5 ml/kg BB secara oral. Efek
hipotensif ekstrak mulai muncul 1 jam setelah perlakuan dan menghilang 24
jam kemudian. Dosis 0,5 ml/kg BB merupakan dosis perlakuan yang memiliki
aktivitas hipotensif paling tinggi. Ekstrak umbi bawang putih dengan
dosis 2,4 g/individu/hari mampu menurunkan tekanan darah penderita
hipertensi. Penurunan tekanan darah muncul 5–14 jam setelah perlakuan.
Ekstrak tersebut mengandung allisin (3) 1,3%. Efek samping pada
sukarelawan setelah perlakuan tidak ditemukan (McMahon dan Vargas, 1993).
Penelitian juga menunjukkan bahwa pemanfaatan umbi bawang putih dalam
bumbu masakan dapat menekan peluang terkena hipertensi. Rata-rata
konsumsi umbi bawang putih 134 gram per bulan dianjurkan untuk mencegah
hipertensi (Qidwai et al., 2000). Mekanisme penurunan tekanan darah
diperkirakan berkaitan dengan vasodilatasi otot pembuluh darah yang
dipengaruhi senyawa dalam ekstrak umbi bawang putih. Potensial membran
otot polos mengalami penurunan hingga nilainya negatif. Hal ini
menyebabkan tertutupnya Ca2+-channel dan terbukanya K+-channel sehingga
terjadi hiperpolarisasi. Konsekuensinya otot akan mengalami relaksasi
(Siegel et al., 1992). Senyawa aktif umbi bawang putih yang diketahui
mempengaruhi ketersediaan ion Ca2+ untuk kontraksi otot jantung dan otot
polos pembuluh darah adalah kelompok ajoene (14-15). Konsentrasi ion Ca2+-
intraseluler yang tinggi dapat menyebabkan vasokonstriksi yang
menyebabkan hipertensi. Senyawa aktif tersebut diperkirakan dapat
menghambat masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, sehingga konsentrasi ion Ca2+
intraseluler menurun dan terjadi hiperpolarisasi, diikuti relaksasi otot.
Relaksasi menyebabkan ruangan dalam pembuluh darah melebar, sehingga
tekanan darah turun (Hermawan, 2003).
6. Daun Jarak.
Kami belum menemukan penelitian daun jarak dalam menangani hipertensi.
7. Labu Siam (Sechium edule)
Buah dan daun Sechium edule Sw. mengandung saponin. Di samping itu
buahnya juga mengandung alkaloid dan tannin, sedangkan daunnya mengandung
flavonoida dan polifenol. Kegunaan Labu Siam yaitu sebagai Diuretik,
kandungan air pada labu siam memiliki efek diuretik yang baik sehingga
melancarkan buang air kecil. Selain itu, labu siam dapat menurunkan
tekanan darah. Melalui urine yang banyak terbuang akibat sifat diuretik
dari labu siam, kandungan garam di dalam darah pun ikut berkurang.
Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini akan
meringankan kerja jantung dalam memompa darah sehingga tekanan darah akan
menurun. Kandungan alkoloidnya berfungsi sebagai vasodilator. Oleh sebab
itulah, labu siam bisa menurunkan darah tinggi (Depkes RI, 2000).
Labu siam kaya akan Kalium yang berguna bagi tubuh untuk mengendalikan
tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di
dalam darah. Kalium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul
saraf. Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman oksigen ke
otak dan membantu memperlancar keseimbangan cairan, sehingga tubuh
menjadi lebih segar. Labu siam memiliki efek diuretik, sehingga mampu
menurunkan kadar garam di dalam darah melalui pembuangan air seni.
Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini akan
meringankan kerja jantung dalam memompa darah, sehingga tekanan darah
akan menurun (Poltekkes Malang).
8. Sambiloto (Andrographis paniculata)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi gunawan menunjukkan bahwa
tekanan darah setelah minum cairan infusa sambiloto sebesar106,3/68,7
mmHg, lebih rendah daripada tekanan darah sebelum minum cairan infusa
sambiloto yaitu sebesar 118,0/77,5 mmHg (p<0,01). Kesimpulan yang didapat
adalah sambiloto menurunkan tekanan darah (Gunawan, 2006).
Penelitian mengenai senyawa aktif sambiloto pertama kali dilakukan
oleh Boorsman. Pada tahun 1897, ia berhasil mengisolasi kristal tidak
berwarna, yang berasa pahit, dan dinamai andrografida. Andrografida
diekstraksi dengan pelarut air dari berbagai bagian tanaman A. paniculata
Ness. Tahun 1910, Gorter melakukan ekstraksi dengan pelarut etanol 95%
sehingga berhasil mengisolasi senyawa berumus molekul C20H30O5 lalu
disebut andrografolid. Setelah itu semakin banyak ditemukan senyawa aktif
dari sambiloto misalnya neoandrografolida, andrografisida, dan
andropanosida. Sama seperti andrografolida ketiganya tergolong diterpen
lakton (Anonim 2005). Turunan oksigen dari senyawa-senyawa diatas juga
terdapat pada sambiloto seperti deoksiandrografolida, deoksipanikolin,
mono o-metilwitin, apigenin-7'-4-dimetileter, dideoksiandrografolida
(andrografonin) dan deoksiandrografosida. Selain itu, telah pula
ditemukan beberapa turunan glikosida diterpena yang dinamai
neoandrografolida. Masih banyak pula senyawa minor lain dengan kandungan
tidak lebih dari 1%. Senyawa yang telah berhasil diisolasi dari akar
sambiloto antara lain senyawa glikosida flavanon (andrografidin A) dan
glikosida flavon (WHO 1999). Efek Farmakologi tanaman sambiloto telah
digunakan selama berabad-abad untuk penawar racun bisa ular, pengobatan
infeksi saluran pernapasan, meningkatkan kekebalan tubuh, dan menurunkan
panas (Flach & Rumawas 1996. Winarto (2003) dalam bukunya mengutarakan
beberapa manfaat tanaman sambiloto lainnya, yaitu sebagai antibakteri,
antioksidan, antitumor, antiperadangan, obat diabetes, hipertensi dan
diare (Rahayu, 2006).
9. Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr)
Kandungan Kimia sambung nyawa adalah Flavonoid, kaempferol-3-O-rutinoside
dan astragalin, tannin, asam kafeat, 3,5-di-O-asam kafeoilkuinat dan 4,5-
di-O-asam kafeoilkuinat, terpenoids, steroid (Rosidah dkk., 2009).
Penelitian menunjukkan bahwa sambung nyawa dapat digunakan sebagai obat
hipertensi, anti virus herpes, anti hiperglikemik, anti inflamasi, anti
hiperlipidemia dan anti hipertensi. Sedangkan secara tradisional biasa
digunakan untuk obat bengkak, rematik, herpes simpleks. Penelitian juga
menyebutkan, Gynura procumbens Merr. memiliki efek antipiretik,
analgetik, antikarsinogenik dan mutagenik, serta anti bakteri (Dewi,
2011).
10. Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Penelitian yang dilakukan oleh Zauhani Khusnul,dkk. Penelitian selama
enam hari, hari pertama tekanan darah lansia diukur untuk mendapatkan
tekanan darah rata-rata sebelum perlakukan, selanjutnya selama lima
hari setiap lansia diberi perlakuan berupa jus mentimun sebanyak 100
gram dan diukur tekanan darahnya pada 2 jam, 6 jam, dan 9 jam setelah
perlakuan, Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh bermakna dari
pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah, penurunan
terbesar terjadi pada 2 jam dan setelah perlakuan hari 4 dan 5 setelah
perlakuan pemberian jus mentimun (Khusnul, 2012).
DIABETES MELLITUS
Distribusi responden Diabetes Mellitus berdasarkan umur, tertinggi
pada umur 50-59 tahun sebanyak 22 responden (38,6%), lebih dari 60 tahun
sebanyak 19 responden (33,3%), 40-49 tahun sebanyak 13 responden (22,8%),
dan umur 30-39 tahun sebanyak 3 responden (5,3%). Berdasarkan jenis
kelamin, terbanyak pada wanita sebanyak 46 responden (80,7%) dan laki-laki
sebanyak 11 reponden (19,3%) dengan tingkat pekerjaan tertinggi adalah ibu
rumah tangga (61,4%) dan pensiunan (15,8%).
Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sebesar 1.5-2.3% pada
penduduk usia > dari 15 tahun. Diabetes Mellitus dapat menyerang warga
segala lapisan umur dan sosial ekonomi, sebagian besar Diabetes Meliitus
adalah tipe 2 yang terjadi lebih dari 90% biasanya pada usia 40 tahun
keatas (Lely dan Indirawati T., 2004).
Prevalensi penderita DM cenderung meningkat seiring bertambahnya
Indeks Massa Tubuh (IMT) baik pada kelompok laki-Iaki maupun perempuan.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IMT dengan faktor
risiko , jadi fokus mencapai berat badan normal adalah salah satu
pendekatan untuk mengurangi faktor-faktor risiko lainnya seperti tekanan
darah, dislipidemia dan gula darah. Obesitas meningkatkan resistensi
insulin, dalam hal ini perlu program diet, olahraga dan obat-obat yang aman
bagi penderita dalam mencapai berat badan yang normal. Penelitian yang
dilakukan Karmel dkk pada usia 26-85 tahun menunjukkan 39,0% pasien
diabetes tidak memonitor berat badan, 35,3% tidak mengontrol tekanan darah,
34,7% tidak melakukan aktifitas fisik yang cukup dan 21,7% tidak minum
injeksi obat DM (Mihardja, 2010).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan
prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia
lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan
daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali
dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius (Hastuti, 2008).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar penderita
Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 41 responden (71,9%) mengetahui menderita
Diabetes Mellitus melalui pemeriksaan laboratorium. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk memeriksakan diri
di laboratorium / pelayanan kesehatan sudah sangat baik.
Berdasarkan penggunaan herbal pada penderita DM yakni sebanyak 46
responden (80,7%) menggunakan herbal. Dengan melihat presentasi penggunaan
herbal oleh penderita DM, hal ini menunjukkan bahwa tingkat peminatan
masyarakat akan herbal sangat bagus. Cara memperolehnya pula sangat mudah
dan murah, berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden yang menanam
sendiri sebanyak 21 responden (45,65%) dan diperoleh dari tetangga sebanyak
10 responden (21,74%). Berdasarkan bentuk herbal yang digunakan, sebagian
besar responden memilih herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 42
responden (91,30%).
Jenis herbal yang banyak digunakan adalah sambiloto sebanyak 24
responden (43,9%) dan brotowali sebanyak 13 responden (22,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan herbal untuk
penanganan DM sudah baik, dimana berdasarkan penelitian / referensi yang
diperoleh menunjukkan bahwa jenis herbal sambiloto dan brotowali memang
dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Pada umumnya,
bagian tanaman yang digunakan adalah daun, kecuali pada brotowali bagian
tanaman yang digunakan adalah batang. Herbal yang digunakan diolah dengan
cara direbus. Dari 46 reponden yang menggunakan herbal, semua responden
tersebut menggunakan herbal dengan cara diminum (100%). Sebanyak 42
responden (91,3%) tidak merasakan adanya efek samping setelah mengkonsumsi
herbal.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal yang paling
banyak digunakan oleh responden untuk menangani Diabetes Mellitus :
1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Berdasarkan hasil penelitian, sediaan herbal yang diberikan berupa
seduhan simplisia kering sambiloto dengan dosis 10 gr dalam air sebanyak
4 gelas direbus menjadi 3 gelas, diminum 3 kali sehari sebelum makan.
Hasil studi kasus membuktikan adanya penurunan kadar gula darah selama 24
hari.
Penelitian lain menunjukkan, penurunan kadar glukosa darah setelah
diberi EEHS (Ekstrka Etanol Herba Sambiloto) dosis 2 (39.33 %), dan dosis
3 (44.12 %) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol / CMC 1 % (0.59 %)
yang perbedaannya sangat signifikan (p<0.01). Sedangkan bila dibandingkan
dengan pembanding / Glibenklamid (51.29 %) tidak memperlihatkan perbedaan
yang signifikan (p>0.05). Kesimpulannya bahwa EEHS, dosis 2 (1.4 g/kgBB)
dan dosis 3 (2.8 g/kgBB) efektif menurunkan kadar glukosa darah, yang
potensinya setara dengan Glibenklamid (Jonathan, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryadhana (UNIKA
Widya Mandala Surabaya) dengan menggunakan binatang percobaan tikus
dinyatakan, bahwa ekstrak daun sambiloto dengan dosis 0,5 g/kg bb, 1 g/kg
bb dan 1,5 g/kg bb dapat menghambat kenaikan kadar glukosa darah tikus
normal.
2. Brotowali (Tinospora crispa)
Dari hasil Uji Praklinik didapatkan bahwa infusa batang brotowali 5%,
7.5%, dan 10%b/v dengan pemberian parenteral dapat menurunkan kadar
glukosa darah kelinci, dibandingkan dengan glibenklamid. Mekanisme
insulinotropic Tinospora crispa diteliti invitro menggunakan insulin
secreting clonal β-cell line, HIT-T15. Ekstrak air mensentisasi sel β
pada Ca2 ekstrasel dan menimbulkan akumulasi Ca2 intrasel sehingga
terjadi peningkatan pelepasan insulin (Formularium Obat Herbal Asli
Indonesia).
Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia, uji
praklinik: infusa batang brotowali 5%, 7,5%, dan 10%b/v dengan pemberian
parenteral dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci, dibandingkan
dengan glibenklamid. Mekanisme insulinotropic Tinospora crispa diteliti
in vitro menggunakan insulin secreting clonal β-cell line, HIT-T15.
Ekstrak air mensensitisasi sel β pada Ca2 ektra sel dan menimbulkan
akumulasi Ca2 intrasel sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin.
3. Daun Bila
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat daun bila
untuk penanganan Diabetes Mellitus.
4. Kayu Manis (Cinnamomun burmanii)
Berdasarkan buku Formularium obat herbal asli Indonesia, uji praklinik
menunjukkan bahwa Ekstrak kulit kayu manis dapat menurunkan kadar glukosa
pada uji toleransi glukosa. Efek hipoglikemk diduga melalui peningkatan
sekresi insulin. Senyawa sinamitanin B1 yang diisolasi dari kulit kayu
manis memperlihatkan efek antihiperglikemik pada sel 3T3-L1. Kombinasi
sinamitanin B1 dan insulin dapat meningkatkan pengeluaran glukosa.
Ekstrak etanol kayu manis pada dosis 100, 150 dan 200 mg/KgBB secara
nyata dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi
aloksan.
Uji klinik menunjukkan bahwa pemberian kayu manis 1,3 atau 6 g/hari
setiap hari selama 40 hari dapat menurunkan kadar glukosa puasa 18-29%.
Uji klinik 60 pasien DM mendapat placebo atau kayu manis dosis (1 g, 3 g,
atau 6 g)/hari selama 40 hari. Pada kelompok kayu manis 1 g/hari, gula
darah puasa turun 2,9 mmol/L; pada kelompok 3 g/hari gula darah puasa
turun 2,0 mmol/L; dan pada kelompok 6 g/hari gula darah puasa turun 3,8
mmol/L.
5. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan esktrak rosela pada tikus
putih diabetes. Penelitian dilakukan untuk mengungkapkan kemampuan
hipoglikemik (menurunkan kadar glukosa darah) rosela, merupakan uji
praklinis dengan desain eksperimental dan menggunakan tikus putih (Rattus
norvegicus) sebagai hewan uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak rosela dengan dosis 250 mg/kg BB dapat menurunkan kadar
glukosa darah sebesar 24,31%, sedangkan rosela dengan dosis 500 mg/kg BB
terjadi penurunan kadar glukkosa sebesar 32,43%. Perlakuan dengan hewan
uji dengan ekstrak rosela 250 dan 500 mg/kg BB, menunjukkan penurunan
kadar glukosa darah menjadi normal kembali. Kondisi ini diperkirakan
senyawa-senyawa aktif yang terdapat di dalam rosela mampu memperbaiki
fungsi dan jumlah sel β pankreas yang rusak akibat aloksan. Perbaikan sel
β pankreas tersebut berakibat kembalinya kemampuan sel β pankreas
memproduksi insulin. Selanjutnya insulin akan menurunkan kadar glukosa
dalam darah hewan uji. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Mardiah dkk pada tahun 2007.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa ekstrak rosela 30% dan 60%
dapat memperbaiki jumlah sel β pankreas berturut-turut 24,8 dan 22,2 sel.
Perbaikan sel β pankreas akan menyebabkan pankreas mampu kembali
memproduksi insulin, yang selanjutnya insulin akan menurunkan kadar
glukosa darah. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa ekstrak
rosela mampu menurunkan kadar glukosa darah pada hewan uji yang telah
dibuat diabetes, hal dapat menjadi indikasi bahwa rosela mempunyai
kemampuan antidiabetes (Christanto Adi Nugroho).
Penelitian juga dilakukan oleh Rudi Setiawan, ekstrak kelopak bunga
rosela (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar
gula darah pada tikus putih yang diinduksi aloksan. Ekstrak kelopak bunga
rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dosis uji 65 mg/ 200 g BB, 130 mg/ 200 g
BB dan 195 mg/ 200 g BB mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar gula
darah yang lebih rendah disbanding glibenklamid. Penelitian eksperimental
pre and posttest controlled group design menggunakan 30 ekor tikus
sprague-dawley jantan dengan usia ± 3 bulan dan berat badan ± 200g,
dibagi 5 kelompok, yaitu kontrol negatif (aquadest), kontrol positif
(glibenklamid 0,064mg/200gBB/2ml), ekstrak kelopak bunga rosela dosis 1
(65 mg/200gBB/2ml), dosis 2 (130mg/200gBB/2ml), dan dosis 3
(195mg/200gBB/2ml). Data hasil penelitian dianalisis dengan uji anova dan
uji post hoc. Hasil Penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam
menurunkan kadar gula darah.
6. Daun Gedi (Abelmoschus manihot L)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat daun gedi
untuk penanganan Diabetes Mellitus.
7. Meniran (Phylanthus niruri Val.)
Suatu uji klinis juga membuktikan bahwa Filantin dan hipofilantin
merupakan komponen utama meniran yang diperkirakan berperan dalam
penurunan kadar gula darah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya percobaan
pemberian ekstrak air meniran pada tikus yang telah diinduksi aloksan,
ternyata kadar gulanya menurun.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan potensi ekstrak meniran dalam
menurunkan kadar glukosa darah penderita DM. Ayensu (1981), menyebutkan
bahwa meniran dapat digunakan sebagai obat antidiabetes. Chairul et al.
(2000), melaporkan bahwa ekstrak metanol tanaman meniran menunjukkan efek
hipoglikemik pada kelinci putih jantan. Penelitian yang dilakukan oleh
Shimizu et al. (1989), memberikan informasi mengenai mekanisme biokimiawi
ekstrak meniran dalam menurunkan kadar glukosa darah (Chasbi Fahri).
Ekstrak metanol akar meniran menunjukkan aktivitas penurunan kadar
glukosa darah pada seluruh dosis perlakuan yaitu 2 mg/200g BB, 4 mg/200g
BB, 6 mg/200g BB, 8 mg/200g BB dan 10 mg/200g BB. Perlakuan ekstrak dosis
10 mg/200 g BB menunjukkan penurunan kadar glukosa darah (33,58%) yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan Glibenclamide (35,66%) (Fahri,
2005).
Kemampuan EMAM (Ekstrak Metanol Akar Meniran)dalam menurunkan kadar
glukosa darah tikus diabetik berkaitan dengan aktivitas biologis senyawa
dalam tanaman meniran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa
aktif dalam tanaman meniran yang berpengaruh hipoglikemik termasuk dalam
kelompok polifenol, yaitu ellagitanin jenis asam ellagat (Shimizu et
al.,1989; Taylor, 2003). Asam ellagat dapat menghambat kerja enzim aldosa
reduktase. Menurut Shimizu et al.,(1989), ekstrak alkohol meniran
mengandung senyawa-senyawa asam ellagat, asam brevivolin karbosiklik dan
enzim etil brevifolin karboksilase yang dapat menghambat kerja enzim
aldosa reduktase (AR). Diantara ketiga senyawa tersebut asam ellagat
memberikan aktivitas paling kuat yaitu enam kali lebih besar daripada
paten quercitrin yang juga dikenal sebagai penghambat enzim AR (Shimizu
et al., 1989). Aktivitas hipoglikemik EMAM terjadi melalui peningkatan
penggunaan glukosa dalam hati. Pada penderita DM, proses perubahan
glukosa menjadi fruktosa (jalur polyol) mengalami peningkatan, sehingga
keseimbangan metabolisme terganggu (Hernawan, 2000). Proses peningkatan
penggunaan glukosa tersebut terjadi, diperkirakan melalui penghambatan
laju aliran jalur polyol dan peningkatan glikolisis sehingga meningkatkan
pemasukan glukosa ke dalam siklus TCA. Hal ini didasarkan pada penelitian
yang menunjukkan bahwa kerja enzim AR pada jalur polyol dapat dihambat
oleh senyawa Zopolrestat (Trueblood dan Ramasamy, 1998). Secara umum,
aktifitas hipoglikemik EMAM diduga melalui cara sebagai berikut:
- Meningkatkan kelarutan glukosa darah.
Mekanisme aktifitas hipoglikemik EMAM diduga karena adanya kandungan
senyawa glikosida flavonoid. Mekanisme hipoglikemik EMAM diduga
disebabkan senyawa glikosida flavonoid yang terabsorpsi dalam darah dan
meningkatkan kelarutan glukosa darah sehingga mudah untuk diekresikan
melalui urin (Chairul et al., 2000).
- Menghambat kerusakan oksidatif pada sel pankreas. Okamoto (1996),
melaporkan bahwa alloksan merusak sel pankreas dengan menginduksi
pembentukan radikal bebas hidroksil. Radikal bebas hidroksil menyerang
substansi esensial sel pankreas (seperti membran plasma sel, lisosom,
mitokondria dan DNA) dan mengawali kerusakan sel pankreas. Terapi
dengan EMAM diduga memiliki mekanisme hipoglikemik melalui inaktivasi
radikal bebas hidroksil yang menyerang sel pankreas, sehingga sel
dapat mensekresi insulin secara lebih baik. Tanaman meniran mengandung
berbagai antioksidan terutama golongan flavonoid (Sugati dan Johnny,
1991). Hal ini sejalan dengan pernyataan Palmer dan Paulson (1997), bahwa
konsumsi senyawa flavonoid dapat mengurangi radikal hidroksil dan radikal
peroksil, namun macam senyawa yang berpengaruh dan mekanisme hipoglikemik
EMAM belum diketahui (Fahri, 2005).
8. Mahoni (Swietenia mahagoni)
Telah dilakukan penelitian terhadap ektrak etanol biji mahoni
(Swietenia mahagoni) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih
menggunakan uji toleransi glukosa. Ekstrak serbuk biji mahoni dilakukan
secara maserasi menggunakan etanol 96%, kemudian maserat dipekatkan
menggunakan penguat vakum dan dikeringkan dengan freeze dryer.
Selanjutnya dilakukan pengujian kadar gula darah terhadap tikus putih
yang terdiri dari 4 kelompok, yaitu sebagai pembanding negative digunakan
suspensi CMC 1%, setelah dilakukan orientasi dosis, dipilih 2 dosis
ekstrak 50 m /kg bb dan 100 m/kg bb dan sebagai pembanding positif
digunakan glibenklamid dosis 1 m/kg bb. Pemberian ekstrak etanol biji
mahoni dosis 50 m /kg bb dan 100 m/kg bb memberikan efek penurunan kadar
gula darah dengan potensi yang sama dengan glibenklamid dosis 1 m/kg bb
(Linghuat Lumban Raja).
Menurut Prof.Hembing Wijayakusuma, herbal yang berkhasiat hipoglikemik
dapat digunakan untuk membantu menurunkan kadar gula darah pada penderita
DM tipe II yang tidak tergantung insulin. Herbal yang berkhasiat
hipoglikemik salah satunya adalah Biji Mahoni (Swietenia mahagoni)
(Prof.Hembing Wijayakusuma). Sedangkan Menurut Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) bahwa salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai
antidiabet adalah Biji Mahoni.
9. Buah Pinang (Areca catechu)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat buah pinang
untuk penanganan Diabetes Mellitus.
10. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn)
Telah dilakukan penelitian eksperimental yang bertujuan mengetahui
pengaruh infus daun kayu paliasa terhadap penurunan kadar glukosa darah
kelinci. untuk melengkapi data khasiat bahan tersebut. Hewan coba yang
digunakan adalah kelinci jantan, berat badan 1.5-2 kg, sebanyak 15 ekor
yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok I (kontrol) diberi akuadcs;
kelompok 1L III dan IV mendapat perlakukan dengan pemberian infus bahan
5 mL/kg bb. secara oral, masing-masing dengan konsentrasi 5; 10 dan 15%
b/v : kelornpok V mendapat:i^lteiklamid 5 mL/kg bb. Sebagai pcmbanding.
Sampel darah diambil guna pengukuran kadar glukosa darah sebelum dan
setelah 95 perlakuan, yang dilakukan selama 5 jam dengan interval waktu
1 jam. Penentuan kadar glukosa darah secara fotometer, dengan metoda
glukosa oksidasc. Hasil penelitian menjukkan bahwa 2 jam setelah
pemberian infiis 5; 10 dan 15% b/v terjadi penurunan kadar glukosa darah
yang nyata dibandingkan kontrol. Dibandingkan dengn; glibenklamid,
penurunan kadar glukosa darah oleh infiis 5% dan 10% b/v lebih rendah
sedangkan dengan infius 15% b/v tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 1%.
HIPERKOLESTEROLEMIA
Distribusi responden menurut kelompok umur, umur 40-49 tahun sebanyak
33 responden (37,9%), 50-59 tahun sebanyak 23 responden (26,4%), lebih dari
60 tahun sebanyak 20 responden (23%), dan umur 30-39 tahun sebanyak 11
responden (12,6%). Hal ini menunjukkan bahwa penderita hiperkolesterolemia
bisa saja terjadi pada semua kelompok umur dewasa.
Menurut hasil pengkajian yang dilakukan, penderita Hiperkolesterolemia
laki-laki sebanyak 14 responden (16,1%) dan perempuan sebanyak 73 responden
(83,9%) dengan pekerjaan paling tinggi adalah sebagai Ibu Rumah Tangga
yaitu sebanyak 48 responden (55,2%), PNS sebanyak 23 responden (26,4%), dan
Pegawai Swasta sebanyak 11 responden (12,6%). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ellya R. D , dkk, bahwa rata profil lipid pada pria lebih
rendah dari pada wanita. Pada pria nilai rata-rata kolesterol total adalah
182,5 ± 33,3 mg/dl, trigliserida 127,6 ± 56,2 mg/dl, K-HDL 47.9 ± 19,6
mg/dl, K-LDL 111,9 ± 29,4 mg/dl, sedangkan pada wanita nilai rata-rata
kolesterol total 214,6 ± 40,5 mg/dl, trigliserida 134,9 ± 53,7 mg/dl, K-HDL
54,4 ± 10,6 mg/dl, K-LDL 133,2 ± 33,3 mg/dl ( Ellya, dkk, 1999)
Menurut cara responden mengetahui menderita hiperkolesteolemia,
responden mengetahui kadar kolesterolnya tinggi melalui pemeriksaan
laboratorium sebanyak 43 responden (49,4%) dan melalui tenaga kesehatan 37
responden (42,5%). Dari hasil ini terlihat bahwa tingkat kesadaran
masyarakat dan ketersediaan sarana kesehatan di masyarakat sudah baik.
Berdasarkan riwayat penggunaan herbal pada penderita
hiperkolesterolemia yakni sebanyak 56 responden (64,4%) pernah menggunakan
herbal. Dengan melihat presentasi penggunaan herbal oleh penderita
hiperkolesterolemia, hal ini menunjukkan bahwa tingkat peminatan masyarakat
akan herbal sudah baik. Cara memperolehnya pula sangat mudah dan murah.
Berdasarkan hasil pengkajian ini, jumlah responden yang menanam sendiri
sebanyak 28 responden (50%) dan diperoleh dari pasar sebanyak 14 responden
(25%). Berdasarkan bentuk herbal yang digunakan, sebagian besar responden
memilih herbal dalam bentuk segar yaitu sebanyak 50 responden (89,29%) dan
dalam bentuk dikeringkan sebanyak 4 responden (7,14%).
Jenis herbal yang paling banyak digunakan untuk hiperkolesterolemia
adalah daun sirsak sebanyak 13 responden (14,9%) dan daun salam sebanyak 12
responden (13,8%), bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan diramu
dengan cara direbus lalu diminum. Sebanyak 55 responden (98,21%)
menggunakan herbal dengan cara diminum. Sebanyak 54 reponden (96,43%) tidak
merasakan adanya efek samping setelah mengkonsumsi herbal.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal yang paling
banyak digunakan oleh responden untuk menangani Hiperkolesterolemia :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat daun sirsak
untuk penanganan Hiperkolesterolemia.
2. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))
Ekstrak air daun salam dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan
menaikkan kadar-kadar kolesterol HDL pada serum darah tikus putih.
Ekstrak air daun salam konsentrasi 2 µg/ml menurunkan kadar kolesterol
total kultur primer tikus 19,2% dibandingkan terhadap biakan control.
Kadar kolesterol ini diukur setelah 2 jam inkubasi. Hasil uji ini dengan
zat antihiperlipidemia, provastatin, pada konsentrasi 400 µg/ml
menurunkan kadar kolesterol berturut-turut sebanyak 1,4 dan 67,1 %
dibandingkan terhadap biakan control setelah inkubasi 2 dan 3 jam
(Vademikum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu).
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Suhardjono dan
Vincentius Agung, pemberian ekstrak Eugenia polyantha dari 0,18 gr daun
salam segar, 0,36 gr daun salam segar, dan 0,72 gr daun salam segar/hari
selama 15 hari dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol serum tikus jantan
galur wistar hiperlipidemia secara bermakna. Semakin tinggi dosis ekstrak
Eugenia polyantha yang diberikan semakin tinggi peningkatan kadar HDL
kolesterol serum tikus jantan galur Wistar hiperlipidemia (Suhardjono dan
Agung, 2008).
Dan hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Eugenia
polyantha 0,18gr;0,36gr;dan 0,72gr/hari selama 15 hari dapat menurunkan
kadar LDL kolesterol tikus hiperlipidemia secara bermakna, dengan dosis
0,72gr/hari sebagai dosis yang menurunkan kadar LDL kolesterol serum
lebih tinggi dibanding dengan dosis lainnya(Martina dan Pidrayanti,
2008).
3. Labu Siam (Sechium edule)
Vitamin B kompleks yang disebut sebagai vitamin B3, berfungsi untuk
menurunkan produksi VLDL (very low density lipoprotein) di dalam hati,
sehingga produksi kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan
trigliserida dapat menurun. Labu siam mengandung komponen saponin yang
sanggat berperan dalam penurunan kolesterol karena dapat menghambat dan
mencegah penyerapan kolesterol di dalam darah (Poltekkes Malang).
4. Kemuning (Murraya paniculata)
Yang biasa dimanfaatkan untuk pengobatan kolesterol tinggi adalah daun
jati belanda (Guazuma ulmifolia), kemuning (Murraya paniculata), dan
tempuyung (Sonchus arvensis). kemuning mengandung atsiri, damar, tannin,
glikosida, dan meransin. Tanaman ini dapatdigunakan untuk mengurangi
lemak tubuh berlebihan, pelangsing tubuh, nyeri pada tukak (ulkus), memar
akibat benturan, rematik, keseleo, digigit serangga dan ular berbisa,
ekzema, dan luka terbuka pada kulit. Hasil penelitian pada daun kemuning
menunjukkan, pemberian infus daun ini sebesar 10 persen, 20 persen, 30
persen, dan 40 persen sebanyak 0,5 ml pada mencit dapat menurunkan berat
badannya secara bermakna. Ini menunjukkan telah terjadi peningkatan
pembakaran lemak tubuh. Kolesterol merupakan salah satu komponen dari
lemak yang terdapat dalam darah.
Beberapa teori yang lain menyebutkan bahwa khasiat daun jati belanda
dan kemuning adalah karena kandungan damarnya. Mekanismenya sebagai
berikut, kolesterol yang terbentuk menjadi asam empedu berikatan dengan
damar dan segera dieksresi melalui feses. Cepatnya asam empedu
dieksresikan oleh tubuh akan disertai oleh cepatnya pembentukan asam
empedu sehingga kolesterol dalam tubuh segera diubah menjadi asam empedu.
Dengan demikian, proses ini akan mengurangi kadar kolesterol.
5. Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
Dari Uji praklinik pada pengujian ekstrak etano daun dewa terhadap
tikus normal dan tikus diabetes yang diinduksi streptozocotin, sebanyak
14 dosis tunggal berbeda diberikan selama 7 hari dengan control positif
metformin dan glibenklamid menghasilkan dosis optimum 150 mg/kgBB yang
efektif menurunkan kolesterol dan trigliserida. Fraksi butanol daun dewa
dosis 30, 100, dan 300 mg/kgBB yang diberikan selama 21 hari pada mencit
putih betina yang diinduksi minyak kelapa mampu mengurangu total
kolesterol dan trigliserida serta meningkatkan HDL (Formularium obat
herbal asli Indonesia).
Salah satu cara penurunan yang sekarang diminati dan dikembangkan
adalah dengan pengobatan tradisional dengan daun sambung nyawa. Daun
sambung nyawa mengandung zat – zat fitokimia antara lain flavonoid yang
mampu menurunkan kadar kolesterol darah, serta menghalangi adanya reaksi
oksidasi kolesterol LDl dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efek ekstrak daun sambung nyawa terhadap kadar
kolesterol darah tikus diabetik. Populasi penelitian adalah tikus jantan
umur 2 bulan berat antara 150 – 200 gram.Sampel 12 ekor tikus, tiap
kelompok terdiri 3 tikus, disampling dari keseluruhan populasi penelitian
dengan teknik random sampling. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dengan 3
variabel: dosis ekstrak daun sambung nyawa, metformin, dan placebo (
variabel bebas ), kadar kolesterol ( variabel tergantung ), galur, jenis
kelamin, berat tikus, dan pakan ( variabel kendali ). Data diuji dengan
anava satu jalan, diuji lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan. Hasil
penelitian menunjukkan rata – rata kadar kolesterol setelah perlakuan
pada kelompok A = 66,66 mg/dl, B = 28,21 mg/dl, C = 46,25 mg/dl, D= 69,84
mg/dl. Diperoleh F hitung ( 14,244 ) dengan F tabel ( 4,07 = 5%), jadi
pada taraf kepercayaan 5 % F hitung > F tabel sehingga dinyatakan ada
perbedaan nyata antara keempat kelompok perlakuan. Hasil UJGD menunjukkan
ekstrak daun sambung nyawa efektif menurunkan kadar kolesterol darah
tikus diabetik. Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak daun sambung
nyawa efektif menurunkan kadar kolesterol darah tikus diabetik. Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek lain ekstrak daun
sambung nyawa bagi kesehatan (Nurwahyuni, 2006).
6. Rosella (Hibiscus sabdarifa Linn)
Berdasarkan uji praklinik, pemberian ekstrak kering kelopak bunga
rosella 500 dan 100 mg/kg pada tikus dengan diet kolesterol tinggi selama
6 minggu dapat menurunkan kadar kolesterol 22% dan 26%, sedangkan
trigliserida 33% dan 28%. Sementara kadar HDL tidak terkadi perubahan
yang nyata. Dan uji kinik menunjukkan ekstrak kering kelopak bunga
rosella 100 mg/hari selama 1 bulan dapat menurunkan secara nyata kadar
kolesterol total, menungkatkan kadar HDL dan memperbaiki rasio TAG/HDL
pada pasien dengan sindrom metabolic, selain itu juga terjadi penurunan
kadar trigliserida. Rebusan kelopak rosella menurunkan kadar trigliserida
darah pada mencit yang mengalami hiperlipidemia sebagai model hewan coba
(Formularium obat herbal asli Indonesia).
Kadar trigliserida kelinci yang diberi makan kolesterol menurun 46-59%
setelah diberi ekstrak bunga rosella selama 10 minggu, demikian juga
kadar kolesterol total dan kolesterol LDL menurun secara nyata jika
dibandingkan control. Minuman teh kelopak bunga rosella dapat
meningkatkan HDL-C secara bermakna pada pasien hipertensi, hal ini sangat
menguntungkan karena HDL-C merupakan factor penjaga penyakit jantung
koroner. Ekstrak bunga rosella dalam bentuk kapsul 1.000 mg (40,1 mg
antosianin, 20 mg flavonoid, dan 28 mg polifenol) per hari yang diberikan
bersamaan dengan makanan selama satu bulan dapat menurunkan kolesterol
secara nyata 71,4% pasien dengan rata-rata penurunan sebesar 12%
(Vademikum tanaman obat untuk saintifikasi jamu jilid 2).
7. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)
Hasil penelitian yang dilakukan Emy Fatmawaty menunjukkan bahwa
ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) berpengaruh
terhadap kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida darah tikus
(Rattus norvegicus) diabetes. Dari lama pemberian ekstrak daun sambiloto,
pada pemberian selama 28 hari, merupakan lama pemberian paling
berpengaruh terhadap kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida
hingga mendekati kadar pada tikus kontrol (normal). Tetapi secara
statistic antara perlakuan 21 dan 28 hari pada kadar kolesterol total,
HDL dan trigliserida tidak mempunyai perbedaan secara nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua perlakuan memiliki efektifitas yang sama pada
kadar kolesterol total, HDL dan trigliserida darah tikus (Fatmawaty,
2008).
8. Mengkudu (Morinda citrifolia)
Dari uji praklinik ekstrak buah, daun, dan akar mengkudu menurunkan
kadar kolesterol total dan trigliserida, pada tikus dislipdemia yang
diinduksi. Pada tikus dislipdemia yang diinduksi diet tinggi lemak,
ekstrak buah, daun dan akar menyebabkan penurunan kadar kolestero total,
trigliserida, LDL kolesterol, indeks aterogenik, dan rasio TC/HDL secara
bermakna. Ekstrak akar menyebabkan peningkatan HDL. Mekanisme
antidislipdemi Morinda citrifolia melalui beberapa cara antara lain
inhibition biosintesis, absorpsi, dan sekresi lipid diduga karena adanya
multiple antioksidan dalam mengkudu (Formularium obat herbal asli
Indonesia).
9. Jati Belanda (Guazuma ulmifoliae Lamk)
Dari Uji praklinik, efek antiobesitas daun jati belanda telah diteliti
oleh Rahardjo,dkk (2006), melalui aktivitas penghambatan enzim lipase
pancreas tikus putih jantan. Enzim lipase berperan penting dalam
hidrolisis lemak menjadi asam lemak, gliserol, monoasiligliserol dan
diasiligliserol. Penghambatan enzim lipase pancreas dang aster dapat
menutup absorpsi lemak dan meningkatkan ekskresi lemak lewat feses
sehingga dapat digunakan untuk mengatasi obesitas. Penelitian ini
menggunakan ekstrak etanol daun jati belanda konsentrasi 10, 20, dan 30%
sebanyak 0.5 mL/200 g bb/hari diberikan per oral sekali sehari selama 30
hari dengan pembanding orsilat 2.16 mg/200 g bb/hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati belanda mampu menurunkan
aktivitas lipase pancreas secara nyata (Formularium obat herbal asli
Indonesia).
Penelitian lain mengenai daun jati belanda berdasarkan hasil
pemantapan efikasi khasiat dan keamanan produk terpilih, yaitu ekstrak
terpilih untuk pelangsing adalah ekstrak klorofom karena ekstrak ini
mempunyai efek samping yang mempengaruhi deposit lemak, & secara in vitro
enzim lipase merupakan activator (bersama ekstrak heksana). Ekstrak
terpilih untuk penurun kolesterol adalah ekstrak etanol, karena walaupun
ekstrak kloform memiliki aktivitas penurun kolesterol secara in vivo pada
mencit lebih baik dibandingkan air ( dan memliki efek yang tidak berbeda
nyata dengan ekstrak heksana) dan memiliki efek hipokolesterolemia secara
in vitro HMG – CoA reduktase yang paling baik (bersama ekstrak steroid),
namun secara in vivo pada kelinci ekstrak terbaik adalah ekstrak etanol
(Latifah K.Darusman).
Sedangkan menurut penelitian Elin,dkk bahwa ekstrak air daun jati
belanda dengan dosis 50mg/kg bb mampu menghambat peningkatan kadar
kolesterol total dan LDL secara berbeda bermakna terhadap control pada
tikus jantan (Sukandar, dkk, 2009).
10. Keji Beling (Stachytarpheta mutabilis)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat Keji Beling
untuk penanganan Hiperkolesterolemia.
HIPERURISEMIA
Distribusi responden berdasarkan umur, yakni tertinggi pada umur 50-
59 tahun sebanyak 40 responden (35,1%), umur lebih dari 60 tahun sebanyak
37 responden (32,5%), 40-49 tahun sebanyak 31 responden (27,2%), umur 30-39
tahun dan 20-29 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (2,6%).
Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penderita Hiperurisemia laki-
laki sebanyak 31 responden (27,2%) dan perempuan sebanyak 83 responden
(72,8%). Distribusi responden Hiperurisemia menurut pekerjaan, paling
tinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 59 responden (51,8%), Pegawai
swasta sebanyak 22 responden (19,3%), dan PNS sebanyak 17 responden
(14,9%). Dari hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa penderita
hiperurisemia banyak terjadi pada usia lanjut. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Dr.Soetomo Surabaya,
bahwa penyakit radang sendi yaitu artritis pirai (asam urat) berjumlah 72
orang (8%), terdiri dari 34 (47,2%) wanita berumur >50 tahun, 25 (34,7%)
wanita <50 tahun (Pipit Festy,dan Anis Rosyiatul H., Afnan Aris). Selain
itu penderita hiperurisemia pada pengkajian ini adalah lebih banyak wanita
dan menurut pekerjaan yang paling tinggi adalah ibu rumah tangga karena
penelitian yang dilakukan di puskesmas ini sebagian besar pasien yang
berkunjung ke puskesmas adalah ibu-ibu. Jika dibandingkan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penderita asam urat lebih banyak
terjadi pada pria. Bagi wanita yang memasuki usia menopause dan beberapa
tahun sesudahnya akan mengalami berbagai keluhan dan permasalahan kesehatan
(Ali, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pipit Festy, dkk bahwa
penyakit Artritis Pirai (Asam Urat) merupakan salah satu penyakit yang
banyak dijumpai pada laki-laki usia antara 30-40 tahun, sedangkan pada
wanita umur 55-70 tahun, insiden wanita jarang kecuali setelah menopause
(Festy,dkk, 2010). Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi asam urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya
gangguan metabolisme protein (Spector 1993). Gangguan asam urat ini
diperkirakan terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili
sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Sekitar 90% kasus diperkirakan
terjadi akibat kelainan proses metabolisme dalam tubuh (gout primer) dan
umum diderita oleh laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan 10%
lagi umumnya diderita oleh wanita dan disebabkan oleh gangguan hormon.
Penderita hiperurisemia ini mengetahui menderita hiperurisemia dari
tenaga kesehatan sebanyak 43 responden (37,7%) dan pemeriksaan laboratorium
sebanyak 36 responden (31,6%).
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa sebanyak 76
responden (64,9%) pernah menggunakan herbal untuk menangani hiperurisemia
yang diderita. Herbal yang paling banyak diketahui masyarakat untuk
penanganan hiperurisemia adalah daun sirsak sebanyak 18 responden (15,8%)
dan sambiloto 10 responden (8,8%). Dimana sebanyak 30 responden (39,47%)
memperoleh herbal dari hasil menanam sendiri, serta 22 responden (28,95%)
memperoleh dari pasar. Herbal yang digunakan paling banyak dalam bentuk
segar yaitu sebanyak 64 responden (80,26%) menggunakan dalam bentuk segar.
Bagian tanaman yang digunakan paling banyak adalah daun dengan cara diramu
yakni direbus lalu diminum yaitu sebanyak 76 responden (66,7%). Berdasarkan
pengkajian ini juga sebanyak 112 responden (98,2%) tidak merasakan adanya
efek samping setelah mengkonsumsi herbal. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar herbal tidak memberikan efek samping jika dikonsumsi.
Berikut ini penelitian mengenai manfaat 10 jenis herbal yang paling
banyak digunakan oleh responden untuk menangani hiperurisemia :
1. Daun Sirsak (Annona muricata L)
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan
berhasil mengungkap sebuah fakta, ternyata ektrak daun buah sirsak
terbukti efektif untuk mengobati asam urat. Daun sirsak diketahui
memiliki khasiat untuk mengobati asam urat, karena daun sirsak mengandung
beberapa kandungan yang mampu mengatasi dan menstabilkan kadar purin
dalam tubuh. Daun sirsak ini tidak hanya pada buahnya saja yang memiliki
manfaat, namun ternyata daun sirsak jauh lebih baik dan lebih baik dan
lebih banyak manfaatnya. Daun sirsak telah diteliti oleh ahli kesehatan
dunia dan diketahui mampu mengobati penyakit asam urat dengan cepat dan
efektif.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata)
Berdasarkan hasil penelitian, sambiloto berguna sebagai antiinflamasi.
Penyakit yang dapat disembuhkan dengan sambiloto adalah asam urat.
Menurut uji praklinis, sambiloto memiliki efek antiinflamasi, percobaan
pada mencit menunjukkan bahwa infuse daun 51,4 mg/100g bb secara oral
dapat meningkatkan antiiflamasi. Dari penelitian lain yang dilakukan oleh
Tahoma Siregar bahwa ekstrak alkohol sambiloto mempunyai efek
antiinflamasi terhadap udem yang ditimbulkan dengan karagenin pada
telapak kaki tikus (Siregar, 1990).
3. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight))
Daun salam dapat mengatasi asam urat. Flavonoid dalam Daun salam dapat
menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. Pada tahun 2008, Sriningsih, dari
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), menemukan bahwa pada uji
praklinik, dosis Daun salam 20 mg/200 gram BB mampu menurunkan kadar asam
urat darah yang setara dengan sintetik allopurinol dosis 2,7 mg/kg BB.
4. Buah Merah (Pandanus Conoideus)
Asam urat disebabkan karena terganggunya fungsi lever sehingga lever
memproduksi asam urat secara berlebihan. Asam urat akhirnya tertampung di
dalam ginjal menjadi batu dan dibawa ke ujung-ujung jari tangan dan kaki
serta mengumpul di sana. Tokoferol dalam buah merah mengencerkan darah
dan memperbaiki sistem kerja lever. Sistem kerja lever, setelah
diperbaiki, memproduksi kadar asam urat yang normal.
Ekstrak n-heksan buah merah lebih menunjukkan efek imunostimulan dan
efek toksik dibandingkan dengan ekstrak etanol dan etil asetat. Ekstrak
buah merah memiliki efek imunostimulan terhadap sel limfosit pada
konsentrasi yang rendah (0,06875 mg/mL), dan dapat memberikan efek toksik
pada konsentrasi yang lebih tinggi (14,000 g/mL). Ekstrak buah merah
memberikan efek sitotoksik terhadap sel tumor kelenjar susu, pada semua
tingkat konsentrasi, dan paling efektif pada konsentrasi 14,000 mg/mL
(Kumala, dkk, 2006).
5. Kayu secan (Caesalpinia sappan L.)
Kayu secan dapat menghambat efek hialuronidase, antikoagulan,
antitrombus. Penelitian efek analgetik infusa kulit kayu secang pada
mencit putih dosis 225 mg/10 gBB menunjukkan efek yang tidak berbeda
dengan asetosal 0,25 mg/g BB dalam menekan rasa sakit akibat pemberian
asam asetat. Ekstrak etanol 70% kayu secang juga dilaporkan dapat
menurunkan kadar asam urat pada tikus hiperurisemia.
6. Labu Siam (Sechium edule)
Labu siam juga sangat baik bagi penderita asam urat. Efek diuretik
dari labu siam akan melancarkan pembuangan air kecil, sehingga kelebihan
asam urat dapat segera dikeluarkan dari dalam tubuh (Poltekkes malang).
7. Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat daun
paliasa untuk penanganan hiperurisemia.
8. Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Belum diketahui dan didapatkan penelitian mengenai manfaat mengkudu
untuk penanganan hiperurisemia.
9. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Buah mahkota dewa dapat menurunkan kadar asam urat. Kandungan
antioksidan yang terdapat dalam buah mahkota dewa mencegah tubuh kita
terkena dampak radikal bebas sehingga secara tidak langsung juga dapat
menurunkan kadar asam urat. Selain itu khasiat mahkota dewa yang lain
adalah sebagai obat leukimia dan mengobati berbagai pernyakit kulit.
Dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin,
dan flavonoid. Sedang dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin dan
polyfenol. Flavonoid memiliki bermacam-macam efek, antara lain sebagai
imunostimulan (Maratani, 2006).
10. Miana / Iler (Coleus atropurpureus Benth)
Miana mengandung flavonoid, saponin dan polifenol dan bermanfaat
sebagai antiinflamasi. Hasil pemisahan fraksi-fraksi infusa daun iler
dengan menggunakan metode KLT preparatif diperoleh empat buah fraksi.
Efek antiinflamasi terbaik diberikan oleh fraksi ketiga dari infusa,
dengan nilai persentase radang sebesar 40,17% dan nilai persentase
inhibisi radang sebesar 31,70%, pada dosis 50 mg/kg bb. Analisis
kualitatif dengan spektrofotometer ultraviolet menunjukkan bahwa senyawa
tersebut mempunyai gugus kromofor dengan panjang gelombang 321,2 nm dan
213,4 nm, sedangkan analisis kualitatif dengan spektrofotometer
inframerah menunjukkan bahwa senyawa tersebut mempunyai gugus amina
(NH2), alkil dan cincin aromatic (Tjitraresmi, 1995).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari kajian ini adalah :
1) Berdasarkan hasil pengkajian, penggunaan herbal untuk Hipertensi cukup
tinggi oleh masyarakat yaitu sebanyak 107 responden (75,6%).
2) Penggunaan herbal untuk DM yaitu sebanyak 46 responden (80,7%).
3) Penggunaan herbal untuk Hiperkolesterolemia yaitu sebanyak 56 responden
(64,4%).
4) Penggunaan herbal untuk Hiperurisemia sebanyak 76 responden (64,9%).
V.2 Saran :
1) Menjadi tanggung jawab bersama BKTM, Dinkes Provinsi, Dinkes Kota,
Puskesmas, dan lintas sektor terkait untuk meningkatkan Sosialisasi
Penggunaan Herbal di Sarana Kesehatan Formal dan Masyarakat.
2) Diharapkan agar masyarakat menggunakan Ramuan Herbal berdasarkan
Saintifikasi Jamu 2011, yaitu :
- Formulasi ramuan anti hipertensi
R/
Daun seledri 5 g vasodilator (pelebaran pembuluh darah)
Daun kumis kucing 3g diuretik
Daun pegagan 3g penurun tekanan darah
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formulasi anti hiperkolesterol
R/
Daun jati belanda 5g penekan nafsu makan, penekan lipase
pankreatik
Daun kemuning 3 g penghambat kenaikan berat badan
Akar kalembak 5g pencahar
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formulasi hiperurisemia ( asam urat )
R/
Daun kapel 3g anti oksidan kuat
Daun tempuyung 2g diuretik lemah, urikosurik
Kayu secang 5g penghambat xantin oksidase
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
- Formula anti diabetes militus
R/
Daun sambiloto 5g penurun gula darah baik tipe 1 maupun tipe 2
Daun brotowali 5g penurun gula darah
Daun meniran 3g penambah daya tahan tubuh
Rimpang temulawak 3g penyegar badan
Rimpang kunyit 3g pelancar pencernaan & pengurang rasa sakit
-----------------------
Masyarakat yang memanfaatkan herbal di 17 provinsi jejaring
Masyarakat yang memanfaatkan herbal di provinsi Sul-Sel
Masyarakat yang memanfaatkan herbal di kota Makassar
Pengembangan TOGA /
Pelayanan herbal di Puskesmas / Masyarakat